Anda di halaman 1dari 75

Bab I

PENDAHULUAN

I.1 Pengertian Petrografi

Petrografi merupakan salah satu cabang dari ilmu kebumian yang


mmempelajari batuan berdasarkan kenampakan mikroskopis, termasuk didalamnya
untuk dipergunakan sebagai langkah pemerian, pendeskrifsian dan klasifikasi batuan.
Pemerian secara petrografi pada batuan pertama-tama melibatkan identifikasi
mineral (bila memungkinkan), dan penentuan komposisi dan hubungan tekstural antar
butir batuan,
Petrografi adalah Ilmu yang mempelajari tentang komposisi batuan secara
mikro, sehingga ilmu ini terasa lebih detail daripada petrologi; ilmu memerikan dan
mengelompokkan batuan, pengamatan seksama pada sayatan tipis batuan dilakukan
dibawah mikroskop, dengan tentunya didukung oleh data-data pengamatan singkapan
batuan di lapangan. Pada pemerian petrografi, pertama-tama akan diamati mineral
penyusun batuan, selanjutnya tekstur batuan. Tekstur batuan sangat membantu dalam
pengelompokan batuan selain memberikan gambaran proses yang terjadi selama
pembentukan batuan.

Petrografi sangat berhubungan dengan disiplin ilmu geologi yang lain. Seperti
dengan ilmu Petrolgi. Petrografi dengan Petrologi sangat berhubungan erat dimana
petrologi mempelajari batuan, baik proses, asal usul batuan, petrogenesa
(mempelajari batuan secaara luas) sedangkan petrografi merupakan cara untuk
mempelajari batuan atau cara deskripsi batuan. Petrografi juga sangat berhubungan
dengan Kristalografi dan mineralogi atau pun Mineral optik. Dimana dalam mineral
optik dipelajari mineral-mineral berdasarkan sifat optiknya. Sedangkan petrografi
dalam penamaan batuan harus dikenali mineral apakah yang menyusun batuan
tersebut.

Petrografi akan menjawab berbagai pertanyaan yang muncul saat kita belajar
mengenai batuan dengan petrologi. Petrografi mengidentifikasi suatu batuan dengan
bantuan mikroskop polarisator. Kita dapat mengamati komposisi batuan dengan lebih
jelas dan menghilangkan segala keragu-raguan, karena keterbatasan penglihatan saat
kita mengidentifikasi batuan dengan petrologi. Belajar mengenai petrografi memang
butuh perhatian ekstra karena jika kita melihat suatu mineral di bawah mikroskop
polarisator, saat kita memutar sedikit saja meja objek maka ciri-ciri suatu mineral

1
akan berubah. Selain itu, tubuh mineral dengan jenis yang sama dengan butir yang
berbeda dalam pengamatan, dapat membuat ciri-ciri mineral tersebut akan berbeda.

I.2 Ruang Lingkup Petrografi

Ruang Lingkup Petrografi diamati secara mikroskopis dalam pemeriannya


sangat bervariasi, tergantung kepentingannya.Tetapi pada umumnya untuk stantard
semua batuan dipakai standart untuk batuan beku (sebagai contoh umumnya)
sehingga batuan yang lain mengikuti,adapun ciri-ciri tersebut yaitu meliputi :

a. Warna

- Keadaan PPL (Tanpa Nikol Silang/Paralel Nicol)

- Keadaan XPL (Dengan Nikol Silang/Crossed Nicol)

b. Tekstur

- Bentuk butir/kristal

- Ukuran butir/kristal

- Hubungan antar butir/kristal

- Pola sebaran butir/kristal

c. Struktur

- Vesikuler

- Aliran

- Perlapisan

- dll

d. Komposisi dan Mineralogi

-Mineral Primer (Essensial, aksesori)

-Mineral Sekunder (Alterasi, oksidasi, pengisian, rekristalisasi, dll)

e. Kelimpahan mineral/komponen.

f. Kenampakan optik lainnya.

2
1.3 Tujuan Pembelajaran Petrografi

Tujuan dari studi petrografi adalah memerikan dan mengelompokkan batuan


secara optis sehingga dapat diketahui pertologinya, hal ini akan sangat terbatas tanpa
bantuan dari cabang ilmu geologi lain, seperti mineralogi, mineral optik, petrologi,
dan petrografi. Kepentingan Petrogafi dalam hal ini merupakan bagian sangat berarti
dalam petrologi ( ilmu tentang pembentukan batuan ).
Pada pemerian petrografi, pertama-tama akan diamati mineral penyusun
batuan, selanjutnya tekstur batuan. Tekstur batuan sangat membantu dalam
pengelompokan batuan selain memberikan gambaran proses yang terjadi selama
pembentukan batuan.

1.4 Peralatan dan Bahan


Adapun Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum petrografi yaitu :
a. Mikroskop polarisasi
b. Sayatan tipis
c. Tabel Interferensi warna
d. Tabel Penamaan batuan
e. Tabel dan grafik penentuan plagioklase
f. Format laporan dan alat tulis.

I.5. Teknik Pengambilan Contoh Batuan

Keberhasilan pembuatan sayatan tipis ditentukan oleh benar-tidaknya


prosedur pengambilan contoh di lapangan dan teknik preparasinya. Pembuatan
sayatan tipis juga harus mengikuti petunjuk si pengamat. Apa tujuan pengamatan
sayatan tipis, apakah ditujukan untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi
batuan (eksplorasi kandungan mineral tertentu), tingkat sifat deformasi batuan atau
ada tujuan yang lain. Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara si pengambil,
pemotong / penyayat dan pengamat.

Jika tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi
dan sifat fisik batuannya, maka diperlukan contoh batuan yang segar. Ciri-ciri batuan
yang segar adalah:

Warnanya segar, tidak dijumpai warna alterasi (lapuk). Contoh: andesit dan
diorit berwarna abu-abu terang-agak gelap; warna lapuk keputih-putihan,
kemerah-merahan, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Warna segar
dasit abu-abu agak keunguan; warna lapuk abu-abu terang bintik-bintik hijau,
putih dan merah. Batupasir kuarsa segar warna putih dengan butiran- butiran

3
transparan; warna lapuk putih terang agak kecoklatan hingga kekuningan.
Batugamping dolomit warna segar abu-abu kemerahan cerah dengan pecahan
tajam dan sangat keras; warna lapuk abu-abu kekuningan-kecoklatan (merah
bata) dengan pecahan tumpul dan mudah hancur.
Jika dipukul berbunyi cling; batuan yang lapuk jika dipukul berbunyi bug
atau blug; pada batuan beku luar (bersifat gelasan) batuan yang segar sangat
keras tetapi lebih mudah pecah, pecahannya runcing-runcing tajam, tetapi
batuan yang lapuk tidak tajam feldsparnya (putih) mengembang sehingga
ukurannya menjadi lebih besar.
Tidak terdeformasi, massif (inti lava / intrusi); batuan yang segar tidak
dijumpai rekahan-rekahan baik akibat deformasi saat pembekuan,
pembebanan, tektonik maupun pelapukan; usahakan mengambil batuan yang
betul-betul masif (tak-terdeformasi).

Singkapan batuan yang dapat direkomendasikan untuk lokasi pengambilan contoh


batuan yang ditujukan untuk pengamatan sayatan tipis tersebut adalah:

Pada singkapan tanpa deformasi; kalau sekiranya tidak dapat dihindari, maka
diusahakan pada singkapan yang paling bebas dari deformasi.
Pada singkapan yang telah diledakkan (quarry): akan banyak dijumpai batuan
yang sangat segar, karena bagian yang lapuk telah dibersihkan pada saat
penggalian (Gambar IV.1).
Mencari batuan yang segar juga dapat dilakukan pada tebing-tebing dan badan
sungai / jalan, terutama pada musim kemarau.

Gambar I.1 Contoh singkapan yang direkomendasikan untuk pengambilan contoh


batuan; yaitu pada lokasi penambangan (quarry).

4
Singkapan batuan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan contoh batuan
adalah:

Singkapan dengan struktur geologi, seperti sesar, kekar dan lipatan


(Gambar IV.2.kanan); kecuali jika pengamatan ditujukan untuk mikrotektonik.
Jika pengamatan sayatan tipis batuan ditujukan untuk mikrotektonik, maka
contoh harus ditandai arah pengambilannya (N . O E) dan arah pemotongan
yang diinginkan
Lapuk; saran: sebaiknya jika tidak ada singkapan lain dicari batuan yang
paling masif; kecuali jika tujuan pengamatan batuan adalah untuk mengetahui
tingkat pelapukan.
Tidak insitu : bongkah yang tidak jelas asalnya (Gambar IV.2 kiri);
kecuali jika telah jelas dketahui asalnya dari mana dan kondisinya segar.
Saran: lakukan pengambilan bongkah hanya di daerah quarry yang sedang
digali

Gambar I.2 Contoh singkapan yang tidak direkomendasikan untuk


pengambilan contoh batuan.

I.6. Pemilihan Contoh Batuan

Pengambilan contoh batuan juga dapat dilakukan pada inti bor:

1. Pilih batuan yang paling segar


2. Jangan mengambil bagian kontak (ditunjuk pena), karena ada kemungkinan
mengandung fragmen lain (batuan yang lebih tua atau lebih muda) dan
biasanya tidak segar

5
Sifat contoh batuan yang dapat disayat untuk analisis petrografi:

Contoh betul-betul segar


Besarnya setangan (segenggam)
Setelah contoh diambil, sesegera mungkin agar dikirim ke lab praparasi sayatan
tipis

Gambar I.3 Contoh tuf dan granit yang direkomendasikan untuk penyayatan (segar
dan masif).

I.7. Preparasi Batuan

Contoh batuan yang telah di dapatkan dari lapangan dilabeli, meliputi no


lokasi pengambilan, tahun pengambilan dan kode tujuan pengambilan. Untuk contoh
yang ditujukan untuk analisis petrografi dengan tujuan pengamatan tertentu, diberi
tanda khusus seperti arah penyayatan, posisi utara / timur dan kode-kode pendukung
yang lain.

Contoh selanjutnya dibawa ke bengkel untuk dilakukan pemotongan,


penyayatan dan preparasi selanjutnya seperti yang dapat dilihat pada Gambar IV.5
dan IV.6.

6
Gambar I.4 Contoh diorit yang telah dipotong berukuran 10-
15x10x2,5 cm, pemotongan bertujuan untuk menghilangkan bagian
yang lapuk.

Gambar I.5 Komparasi persentasi komposisi Terry dan Chilingar (1955).

Dalam pendiskripsian batuan secara petrografi memiliki beberapa keuntungan


dibandingkan secara megaskopis. Keuntungan pengamatan secara petrografi adalah :
dalam pengamatan batuan dapat dilihat teksur khusus yang ada pada batuan,
sedangkan secara megaskopis sulit untuk melihat tekstur khusus batuan. Secara
mikroskopis dapat ditentukan mineral yang yang menyusun batuan sampai kejenis
dari pada mineralnya. Misalkan plagioklas, dari kembarannya dapat ditentukan jenis

7
plagioklasnya apakah anaorthit, bitownit, labradorit, andesin atau oligoklas.
Pengamatan secara petrografi ini dapat ditentukan variasi dari pada batuannya.

8
BAB II

DASAR TEORI

II.1 Petrografi Batuan Beku

II.1.1 Pengertian Batuan Beku

Batuan beku terbentuk karena pendinginan dan pembekuan magma. Magma


adalah cairan silikat pijar didalam bumi, bersuhu tinggi (900 - 1300 0 C), terbantuk
alamiah dan berasal dari dalam perut bumi atau bagian atas selimut atau cenderung
bergerak kebagian permukaan bumi.Karena hasil pembekuan, maka ada unsur
kristalisasi material penyusunnya. Komposisi mineral yang menyusunnya merupakan
kristalisasi dari unsur-unsur secara kimiawi, sehingga bentuk kristalnya mencirikan
intensitas kristalisasinya.

Dalam mempelajari, menganalisa dan menginterprestasikan batuan beku


terdapat beberapa hal yang sangat mendasar yang harus diperhatikan yaitu kenampak
secara optik dan makronya.Dalam penamaan batuannya juga menggunakan persentasi
mineral primer sebelum terjadi ubahan, namun dapat digunakan kata terubah lajut
dibelakangnya.Dalam mempelajari sayatan tipis :Thin Section juga dipelajari
bersama-sama contoh setangannya,dikarenakan sayatan tipisnya tidak mewakili
batuan secara menyeluruh, juga persentasi kehadiran mineraloginya.

II.1.2 Tekstur

Tekstur menunjukan hubungan individu butir dengan butir yang ada


disekitarnya, tekstur berurusan dengan kenampakan skala kecil. Dalam contoh dari
kenampakan mikroskopis seperti : Tingkat kristalisasi, ukuran dan bentuk butir, dan
pertumbuhan bersama Kristal. Tekstur merupakan kenampakan hubungan antra
komponen dari batuan yang dapat mereflikasikan sejarah kejadiannya atau
petrogenesa.

Tekstur tergantung atas beberapa faktor :

1. Tingkat kristalisai
a. Holokristalin : Seluruhnya terdiri dari massa kristal kristal

9
Gambar II.1 Holokristalin
b. Hollohialin : Seluruhnya terdiri dari massa gelas

Gambar II.2 Hollohialin


c. Hipokristalin : Sebagian terdiri dari massa kristal dan sebagian
terdi dari massa gelas.

Gambar II.3 Hipokristalin


2. Ukuran butir (wiliam, et, al, 1945)
1. Halus : < 1 mm.
2. Sedang : 1 5 mm.
3. Kasar : 5 30 mm.
4. Sangat kasar : > 30 mm.

10
3. Hubungan antar butir mineral didalam batuan ditunjukan dari dominasi
bentuk butirnya.

a. Euhedral/Idiomorfik (Automorfik), Krisral Kristal mempunyai


bentuk lengkap dan dibatasi oleh bidang batas yang jelas.
b. Anhedral/Allotriomorfik (Xenomorfik), mineral tidak mempunyai
bentuk sendiri yang jelas.
c. Subhedral/Hipidiomorfik, bentuk bentuk Kristal kurang
baiksebagian sisi Kristal tidak jelas batasnya.

Anhedral Subhedral Euhedral

Gambar II.4 Kristalinitas batuan beku

4. Hubungan Kristal
- Equigaranular, butiran Kristal sutu mineral yang mempunyai ukuran
butir hampir sama atau seragam.
- Inequigranular, butiran mineral suatu Kristal yang mempunyai ukuran
butir yang tidak sama atau tidak seragam.

II.1.3 Tekstur khusus

Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses


kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. Batuan beku intrusi dalam
(plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda dengan batuan beku ekstrusi atau
intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk kristal batuan beku dalam cenderung
euhedral, sedangkan batuan beku luar anhedral hingga subhedral (Tabel)

Tabel 1. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal dan
ekstrusi dan pada batuan vulkanik

11
Jenis batuan
Intrusi dalam Intrusi dangkal dan
Batuan Vulkanik
(plutonik) Ekstrusi
Tekstur
Fabrik Equigranular Inequigranular Inequigranular
Subhedral-
Bentuk Kristal Euhedral-anhedral Subhedral-anhedral
anhedral

Ukuran Kristal Kasar (> 4 mm) Halus-sedang Halus-kasar

Porfiritik: intermediet-
Porfiritik-poikilitik
- basa
Tekstur khusus Ofitik-subofitik
Vitroverik-Porfiritik:
Pilotaksitik
Asam-intermediet
Derajad Hipokristalin Hipokristalin
Holokristalin
Kristalisasi Holokristalin Holokristalin
Zoning pada
plagioklas, tumbuh
bersama antara
Tekstur khusus - Perthit-perlitik
mineral mafik dan
plagioklas dan
intersertal

a) Tekstur trakitik

Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya


orientasi mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran
Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill
Gambar V.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G.
Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol silang

12
Gambar II.5 Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria). Arah
orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur trakitik juga
masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto.

b) Tekstur Intersertal

Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar
kristal plagioklas; mikrolit plagioklas yang berada di antara / dalam massa
dasar gelas interstitial.

Gambar II.6 Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan
gambar kanan posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit

c) Tekstur Porfiritik

Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang
dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas
Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .
Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk
tekstur glomeroporphyritic.

13
Gambar II.7 Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan fenokris
olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang tertanam dalam massa
dasar plagioklas dan granular piroksen berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar
kanan: basalt olivin porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst
olivin (ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas intergranular dan piroksen
granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)

d) Tekstur Ofitik

Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang tersusun secara
acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar V.10). Jika plagioklasnya
lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka membentuk tekstur
subofitic (Gambar V.11). Dalam suatu batuan yang sama kadang-kadang dijumpai
kedua tekstur tersebut secara bersamaan.

Gambar II.8 Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh
mineral olivin dan piroksen klino

14
Gambar II.9 Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral
feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik.

II.1.4 Struktur

Struktur batuan yang berhubungan dengan magma dikenal dengan struktur batuan
vulkanik, struktur batuan plutonik, dan struktur dari hasil inklusi. Struktur batuan
beku yang pada umunya merupakan kenampakan skala besar sehingga dapat
dikenali dilapangan seperti :

a. Perlapisan
b. Lineasi (laminasi, segregasi)
c. Kekar (lembar, tiang)
d. Vesikuler (bentuk, ukuran, pola)
e. Aliran

Masif: padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya


gas; dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava; Ct:
granit, diorit, gabro dan inti andesit
Skoria: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak
teratur; dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal,
terutama batuan vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt
Vesikuler: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur;
dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas
intermediet-asam.

15
Amigdaloidal: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh
mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik trakitik;
Ct: trakiandesit dan andesit

Gambar II.10 Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-masing
mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan komposisi mineral plagioklas
berdiameter >1 mm (gambar atas) dan granit (gambar bawah) dengan komposisi
kuarsa dan ortoklas anhedral dengan diameter >1 mm

rongga
rongga

rongga

rongga
rongga

rongga

Gambar II.11 Struktur batuan beku skoria; dijumpai rongga-rongga bekas keluarnya
gas saat pembekuan yang sangat cepat. Contoh pada andesit basaltik porfirik pada
posisi nikol sejajar (atas) dan nikol silang (bawah). Batuan tersusun atas fenokris

16
plagioklas berdiameter >1 mm dan piroksen klino berdiameter 0,5-1,5 mm, dan
tertanam dalam massa dasar gelas, kristal mineral (plagioklas dan piroksen) dan
rongga tak beraturan berdiameter <1 mm.

II.1.5 Klasifikasi

1. Konsep kerabat batuan

Berdasarkan mineralogi dan tekstur batuan, maka Williams (1954) mengelompokkan


kerabat batuan beku meliputi :

Kerabat batuan ultramafik dan lamprofir


Karabat batuan gabro kalk alkali
Kerabat batuan gabro alkali
Kerabat batuan diorite monzonit syenit
Kerabat batuan granodiorit adamelit granit

Tabel 2. Diagranm ciri-ciri kerabat batuan beku, Williams, 1954.

Batuan Beku Asam

Kerabat Batuan Granodiorit - Adamelit - Granit

a. Pembagiannya didasarkan atas perbandinganKF dengan TF.

17
b. Dibedakan dengan kerabat batuan Diorit Monzonit Syenit dari
jumlah kuarsanya :
- Ciri ciri : - kuarsa > 10%
- KF > 1/8 TF
- Indeks warna 10
- Mineralogi : - kuarsa -
Horblende <<
- Plagioklas asam (albit)

- Biotit >>

Jenis batuan :

1/8TF < KF< 1/3TF < KF< KF > 2/3


TEKSTUR 1/3TF 2/3TF TF

Halus Dasit Riodasit Riolit

Kasar Granodiorit Adamelit Granit

Tekstur Halus

Kelompok Dasit Riodasit Riolit


Mempunyai titik lebur yang rendah
Tekstur yang khas : vitroferik, porfiritik, grafik, granofirik.
Dasit
Indeks warna 10
Tekstur : porfiritik, vitroferik
Mineralogi : - kuarsa > 10%
- Biotit >>
- Hornblende <
- Plagioklas asam (albit)
Pada fenokris kuarsa sering memperlihatkan embayment akibat proses
korosi larutan magma sisa.

Riodasit
Tekstur : trakhitik, vitroferik
Mieralogi : - kuarsa > 10%
- plagioklas asam,

18
- mafik mineral : Hornblende <
Biotit >>

Riolit
Tekstur Holokriatali, holohialin
Mineralogi : - kuarsa >105
- KF > 2/3 TF
- Plagioklas asam (albit)
- Sering terdapat tekstur Grafik (pertumbuhsn bersama
antara KF dengan kuarsa).
Ada dua macam Riolit :

Potash Riolit :
- kaya K
- Mineral mafik : biotit, hb
- embayment sangat jarang
Soda Riolit : kaya akan Na
Mineral mafik : amfibol

Tekstur Kasar

Granodiorit
Tekstur : - Hipidiomorfik granular
- Tekstur khusus Granophirik
- KF sering tumbuh bersama.
Mineralogi : - Plagioklas (andesin)
- Orthoklas
- Kuarsa > 10%
Adamelit
Tekstur : - Hipidiomorfik granular
- Tekstur khusus Granofirik, Grafik
- Sering tampak Rapakivi (KF ditutupi oleh plagioklas asam).
- Pertit terbentuk akibat gejala unmixing/exolution.
Mineralogi : - Kuarsa > 10%
- Plagioklas asam (oligoklas, albit)

- Mafik mineral : Hb <

Biotit khas

19
Granit
Tekstur : - Hipidiomorfik granular, kadang porfiritik
- Khas : Granofirik, Grafik, rapakivi, mkirmekitik
Mineralogi : - Kuarsa > 10%
- Plagioklas asam (oligoklas, albit)

- Mafik mineral : Biotit >>


Hb jarang

- Bila hornblende > 10% Granit hornblende


Granit kalk alkali
- Mafik mineral : Hb hijau, biotit, kuarsa >>, muskovit
- Mineral tambahan : Apatit, Zircon, bijih besi, sphene.

Granit alkali
- Mafik mineral : Hb coklat anhedral
- Mineral tambahan : Apatit, Zircon, dll
2 Batuan Beku Intermediet

Kerabat Batuan Diorit - Monzonit - Syenit

Ciri - ciri : - Cl < 40

a. Kandungan silica 52% - 66%


b. Tidak mengandung kuarsa atau < 10%
c. Feldspar : Plagioklas An50
d. Alkali feldspar (KF)
e. Tekstur : porfiritik
f. Tekstur khusus : Pilotaksitik, vitriferik, trachyt
g. Mineralogi : Plagioklas, KF, Hornblende, Biotit, Olivine, Piroksen.
h. Mineral penyerta : apatit, zircon

Jenis batuan :

1/3TF < KF< KF > 2/3


TEKSTUR KF<1/3TF 2/3TF TF Feldspatoid
Halus Andesit Trachyandesit Trachyt Phonolite
Kasar Diorit Monzonit Syenit Feldspatoid

20
Syenit

Berbutir Halus
Andesit
Tekstur : Porfiritik, pilotaxitic, vitroferik

Komposisi : - KF < 1/3 TF

- Plagioklas < An50 (oligoklas, Andesine)


- Mineral Mafik : Piroksen < , amfibol, Olivine <<< (jarang)

Berdasarkan kandungan mineral mafik (>10%)

Andesit olivine (okivin > 10%)


Andesit piroksen (piroksen > 10%)
Andesit hornblende/biotit (hornblende/biotit >10%)

Propilit : Andesit yang semua mineral mafiknya telah terubah menjadi


mineral sekunder, sehingga indeks warna menjadi lebih rendah.
Perubahan tersebut karena larutan hydrothermal (Propilitisasi).
Trachyandesit (Latite)
Tekstur : Porfiritik, trakhitik, pilotaksitik

Komposisi : - Kf > 10%

- Plagioklas < An50 (oligoklas, andesine)


- mineral mafik : Hb >>, Px <<
- mineral penyerta : apatit, zircon
- masa dasar : kriptokristalin atau gelas
Trakhit
Tekstur : Porfiritik, trakhitik, pilotaksitik

Komposisi : - Kf > 2/3 TF

- mineral mafik : Amfibol, biotit, piroksen <<


Masa dasar : mikrolit

Bila mengandung kuarsa > 10% = Rhyolit

21
Bila mengandung feldspatoid > 10% = Phonolit

Sulit dibedakan dengan trachyandesit

Ponolit

Berbutir Kasar
Diorit
Monzonit
Syenit

Diorit
Tekstur : Equigranular, kadang kadang Porfiritik

Komposisi : - Plagioklas < An50 (Andesin)

- Orthoklas sedikit, KF < TF

- mineral mafik : Px << , Hb >>, Biotit <<<


Bila mengandung kuarsa > 10% disebut Diorit kuarsa

Mineral penyerta : Apatit, Zircon

Struktur zoning pada plagioklas macamnya progressive zoning, reverse


zoning, oscillatory zoning.

Monzonit
Peralihan antara syeit dan diorite

Indeks warna 30 40

Tekstur : Equigranular, hipidiomorfik granular

Tekstur khusus : poikilitik, pertit/antipertit, mirmekit

Komposisi : - KF = Plagioklas

- mineral mafik : Px , Hb, Biotit


- kuarsa < 10 %
Bila mengandung kuarsa > 10% disebut Monzonit kuarsa

Bila kuarsa banyak : Adamelit

22
Syenit
Indeks warna (cl) rendah
KF > 2/3 TF
Kuarsa < 10 %
Bila mengandung kuarsa > 10% disebut Nordmakite, tekstur grafik,
mirmekitik

Bila tidak ada kuarsa, feldspatoid > 10 % : Feldspatoid syenit.

3. Batuan Beku Basa dan Ultra Basa

Dasar Teori
Kerabat Batuan Gabbro Alkali
Ciri ciri umum : - Cl 40 70

- Kandungan SiO2 45 52 %

- Feldspar / feldspatoid (>10 %), untuk


membedakan dengan kerabat batuan gabbro kalk
alkali.

- Mineralogy : olivine, piroksen

- Tekstur : porfiritik, intergranular, ofitik, intersertal,


poikilitik, trakhitik.

Macam macam batuannya :

Tekstur halus / berbutir halus


Trachybasalt
Spilite
Tekstur kasar
Kentalinite
Shonkinite
Malignite

Kerabat Batuan Gabbro Kalk Alkali


Ciri ciri : - Indeks warna (Cl) > 40

- Plagioklas basa An50 An80


- SiO2 45 % 52 %

23
- Kuarsa, K. Feldspar bias hatir / tidak hadir denga
kehadiran < 10 %.
- Mineralogy : olivine, piroksen

Macam macam batuannya :

Tekstur halus / berbutir halus


Basalt
Basalt olivine
Diabas
Tholeitik basalt
Tekstur kasar
Gabbro
Norit
Eucrit
Anortosit
Olivine gabbro
Troctolit
Gabbro kuarsa

Kerabat Batuan Ultramafik dan Lamprofir


Ciri ciri : - Disebut juga sebagai batuan atau kelompok peridotit

- Indeks warna (Cl) > 70


- Tidak mengandung feldspar
- Kandunga silica < 45 %
- Mineral utama adalah mieral mafik
- Umumnya berbutir kasar
- Mineral bijih : kromit, magnetit
- Dijumpai pada dasar intrusi (sill, lapolith)
- Atau sebagai hasil diferensiasi atau pemisahan
langsung dari substratum (mantle atas)
- Merupakan batuan yang tersuisun oleh mineral
mineral yang membeku pada kesempatan pertama.

Macam macam batuannya :

Tekstur halus / berbutir halus


Picrite

24
Limburgite
Tekstur kasar
Dunite
Peridotite

1. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Mineralnya

(a) Kelompok batuan beku intrusi plutonik


1) Batuan beku basa dan ultra-basa: dunit, peridotit

Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200o C, dan melimpah pada
wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona pemekaran
lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya gelap hingga
sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan piroksen klino) lebih dari 2/3
bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik (intrusi dangkal
atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit. Didasarkan atas tatanan tektoniknya,
kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun alkalin, namun
yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit.

Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar dengan


didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin dan plagioklasnya; yaitu basa
dan ultra basa. Batuan beku basa mengandung mineral plagioklas lebih dari 10%
sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari 10%. Makin tinggi kandungan piroksen
dan olivin, makin rendah kandungan plagioklasnya dan makin ultra basa. batuan beku
basa terdiri atas anorthosit, gabro, olivin gabro, troktolit. Batuan ultra basa terdiri atas
dunit, peridotit, piroksenit, lherzorit, websterit dan lain-lain.

25
Gambar II.12 Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik;
sumber IUGS classification)

2) Batuan beku asam - intermediet

Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah dengan tatanan


tektonik kratonik (benua), seperti di Asia (daratan China), Eropa dan Amerika.
Kelompok batuan ini membeku pada suhu 650-800oC. Dapat dikelompokkan dalam
tiga kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan beku kaya feldspathoid (foid)
dan batuan beku miskin kuarsa maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa
kuarzolit, granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa berupa syenit,
monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan anorthosit (Gambar V.3). Jika dalam batuan
beku tersebut telah mengandung kuarsa, maka tidak akan mengandung mineral foid,
begitu pula sebaliknya.

26
Gambar II.13 Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi
kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10% (sumber IUGS
classification)

(b) Kelompok batuan beku luar

Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70% batuan beku yang tersingkap
di Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan batuannya dapat dijumpai di sepanjang
busur vulkanisme, baik pada busur kepulauan masa kini, jaman Tersier maupun busur
gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini juga dapat dikelompokkan sebagai
batuan asal gunung api. Batuan ini secara megaskopis dicirikan oleh tekstur halus
(afanitik) dan banyak mengandung gelas gunung api. Didasarkan atas kandungan
mineralnya, kelompok batuan ini dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu
kelompok dasit-riolit-riodasit, kelompok andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit
(Gambar V.4).

27
Gambar II.14 Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas
kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber IUGS classification)

Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun
suatu batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersama-
sama. Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya,
seperti horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat
hadir sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid.

Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral feldspar yang terbentuk karena


komposisi magma kekurangan silika, sehingga tidak cukup untuk mengkristalkan
kuarsa. Jadi, limpahan feldspathoid berada di dalam batuan beku berafinitas
intermediet hingga basa, berasosiasi dengan biotit dan amfibol, atau biotit dan
piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-trakiandesit. Batuan yang
mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar, jarang atau sulit hadir bersama-
sama dengan mineral feldspar, seperti dalam batuan beku riolit.

3. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Deret Bowen

28
Gambar II.15 klasifikasi batuan beku berdasarkan deret Bowen.

Gambar II.16 klasifikasi batuan beku berdasarkan deret Bowen.

29
4. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan ( Anthony R. Philpott, 1989 ).

GambarII.17 klasifikasi batuan beku ultramafik ( Anthony R. Philpott, 1989 ).

Gambar II.18 klasifikasi batuan beku Volcanic ( Anthony R. Philpott, 1989 ).

II.1.6 Petrogenesa

Petrogenesa batuan beku cukup didasarkan atas lokasi terjadinya pembekuan,


batuan beku dikelompokkan menjadi dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku
ekstrusif (lava). Pembekuan batuan beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan
plutonik; sedangkan batuan beku ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa

30
aliran lava, sebagai bagian dari kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain
berupa batholith, stock (korok), sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith (Gambar
V.1!). Karena pembekuannya di dalam, batuan beku intrusif memiliki kecenderungan
tersusun atas mineral-mineral yang tingkat kristalisasinya lebih sempurna
dibandingkan dengan batuan beku ekstrusi. Dengan demikian, kebanyakan batuan
beku intrusi dalam (plutonik), seperti intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga
tidak membutuhkan pengamatan mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal
seperti korok gunung api (stock), gang (dike), sill, lakolith dan lapolith umumnya
memiliki tekstur halus karena sangat dekat dengan permukaan.

Gambar II.19 Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith, stock,
sill dan dike

II.2. Petrografi Batuan Piroklastika

II.2.1 Pengertian Batuan Piroklastika


Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas
vulkanisme. Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan
bumi, baik secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api

31
yang keluar dengan jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar
dengan jalan eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api)..

Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari tefra


(pumis dan abu gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's hair, bom dan blok gunung
api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan jatuhan
piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf terelaskan dan endapan seruakan
piroklastika. Aliran piroklastika merupakan debris terdispersi dengan komponen
utama gas dan material padat berkonsentrasi partikel tinggi.

Mekanisme transportasi dan pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi


bumi, suhu dan kecepatan fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari
guguran kubah lava, kolom letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah
(Fisher, 1979). Material yang berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses
fragmentasi magma dan batuan dinding saat letusan. Dalam endapan piroklastika,
baik jatuhan, aliran maupun seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal dari
batuan dinding, magmanya sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut terbawa
saat tertransportasi.

Gambar II.20 Material piroklastika.

II.2.2 Komponen penyusun batuan piroklastik

1. Kelompok material Esensial (Juvenil).


Yang termasuk dalam kelompok ini adalah material langsung dari magma
yang diteruskan baik yang tadinya berupa padatan atau cairan serta buih magma.
Masa yang tadinya berupa padatan akan menjadi blok piroklastik, masa cairan
akan segera membeku selama diletuskan dan cenderung membentuk bom
piroklastik dan buih magma akan menjadi batuan yang porous dan sangat ringan,
dikenal dengan batuapung.

32
2. Kelompok material Asesori (Cognate).
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah bila materialnya berasal dari
endapan letusan sebelumnya dari gunungapi yang sama atau tubuh vulkanik yang
lebih tua.

3. Kelompok Asidental (bahan asing)


Yaitu material hamburan dari batuan dasar yang lebih tua dibawah gunungapi
tersebut, terutama adalahbatuan dinding disekitar leher vulkanik. Batuannya dapat
berupa batuan beku, endapan maupun batuan ubahan.

II.2.3 Mekanisme pembentukan endapan piroklastik

Endapan Piroklastik Jatuhan (pyroclastic fall)


Yaitu onggokan piroklastik yang diendapkan melalui udara. Endapan ini pada
umumnya akan berlapis baik, dan pada lapisannya akan memperlihatkan struktur
butiranbersusun. Endapan ini meliputi Aglomerat, Breksi, Piroklasti, tuff dan lapili.

Endapan Piroklastik Aliran (pyroclastic flow)


Yaitu material hasil langsung dari pusat erupsi kemudian teronggokan disuatu
tempat. Umumnya berlangsung pada suhu tinggi antara 500 0C 600 0C dan
temperaturnya cenderung menurun selama pengalirannya. Penyebaran pada bentuk
endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi sebab sifat sifat endapan tersebut adalah
menutup dan mengisi cekungan. Bagian bawah menampakkan morfologi asal dan
atasnya datar.

Endapan Piroklastik Surge (pyroclastic surge)


Yaitu suatu awan campuran dari bahan padat dan gas atau uap air yang memiliki
rapat masa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara turbulen diatas
permukaan. Umumnya memiliki struktur pengendapan primer seperti laminasi dan
perlapisan bergelombang hingga planar. Yang khas dari endapan ini adalah struktur
silang siur, melensa dan bersudut kecil. Endapan surge umumnya kaya akan keratan
batuan dan kristal.

II.2.4 Tekstur

Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus


dapat dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff.
Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan
penyusunnya. Gambar II.21 adalah klasifikasi batuan vulkanik menurut keduanya.

33
Gambar II.21 Klasifikasi batuan gunung api fragmental berdasarkan tekstur menurut
Pettijohn (1975; kiri) dan Fisher (1966; kanan)

II.2.5 Klasifikasi

1) Tuf: merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan eksplosif,
selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat tersusun atas
fragmen litik, gelas shards, dan atau hancuran mineral sehingga membentuk
tekstur piroklastika

plagioklas
plagioklas
Litik teralterasi Litik teralterasi

Gambar II.22 Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan kanan:
nikol sejajar). Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan
sifat kembaran pada hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi berukuran halus.

34
2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir antara 2-
64 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera) berasosiasi
dengan tuf gunung api. Lapili tersebut kalau telah mengalami konsolidasi dan
pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili terdiri atas fragmen
pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam massa dasar gelas atau tuf
gunung api atau kristal mineral. Gambar VI.3 adalah batu lapili yang tersusun atas
fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam massa dasar tuf.

Gambar II.23 Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa dan
tertanam dalam massa dasar tuf halus..

3) Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite): Glass shards,


dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam
rongga-rongga pumis. Material ini nampak seperti cabang-cabang slender yang
berbentuk platy hingga cuspate, kebanyakan dari gelas ini menunjukkan tekstur
simpang tiga (triple junctions) yang menandai sebagai dinding-dinding
gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut tidak
terelaskan, namun dapat tersimpan dengan baik di dalam batuan (Gambar VI.4).

35
Gambar II.24 Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883
dengan glass shards yang sedikit terkompaksi.

Gambar II.25 Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards yang
sedikit memipih dan gelembung gelas yang telah hancur membentuk garis-garis oval.

4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards dan
pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik hingga
pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami deformasi akibat
jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan: (1) bentuk Y pada
shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas / gelas, arah jatuhnya
pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal dan fragmen litik, (3)
lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan (4) jatuhnya fragmen pumis
yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular yang disebut fiamme (Gambar
VI.6.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api dapat diketahui dari
warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada kondisi pengelasan
tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan obsidian. Batuan ini

36
sering berasosiasi dengan shards memipih yang mengelilingi fragmen litik dan
kristal.

a. b. c.
Gambar II.26 a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko utara, c. tuf
terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal

II.2.6 GenesaBatuanPiroklastik
Batuan piroklastik merupakan batuan yang susunannya disusun oleh material
hasil dari letusan gunung berapi akibat adanya gaya endogen, yang kemudian
mengalami pengendapan sesuai dengan bidang pengendapannya, lalu setelah proses
pengendapan mengalami proses kompaksi (litifikasi) yang kemudian menjadi batuan
piroklastik.
Batuan piroklastik ini terbentuk dari hasil letusan gunung berapi yang
memiliki material asalnya yang berbeda, lalu terendapkan sebelum mengalami suatu
proses transportasi oleh media air.
Di dalamgunungberapi magma yang bersifat encer bergerak kepermukaan
bumi menerobos melalui celah-celah oleh proses tektonisme, sehingga apabila
magma tersebut bertekanan tinggi maka gunung tersebut meletus dan magma pun
terlempar keudara dan menuju kepermukaan. Akibat dari letusan tersebut maka
selanjutnya terjadi suatu proses pendinginan yang sangat cepat, sehingga magma
membeku dan membentuk gelas (obsidian), tufa (abu halus), dan batuan apung
dengan rongga-rongga yang mengandung gas. Material-material halus atau tufa
karena berat jenisnya yang sangat ringan umumnya akan terbawa jauh oleh udara
tetapi pada obsidian dan lapili biasanya berada di sekitar puncak gunungapi atau pada
area vulcanic flow.

37
Gambar I.26 GenesaBatuanPiroklastik
Keterbentukannya batuan piroklastik diawali oleh meletusnya gunungapi,
mengeluarkan magma dari dalam bumi diakibatkan dari energi yang sangat besar
yaitu gaya endogen dari pusat bumi.Gaya endogen ini berupa panas inti bumi yang
menyebabkan arus konveksi terjadi. Magma yang dikeluarkan oleh gunung itu
terhempas ke udara melalui bidang yang lemah atau celah, sehingga magma tersebut
membeku karena penurunan suhu dan membentuk gumpalan yang mengeras yang
kemudian disebut batu. Gumpalan tersebut memiliki tekstur dan struktur yang
tertentu pula. Sedangkan batu-batu tadi yang telah mengalami proses pengangkutan
(transportasi) oleh factor luar yaitu angin dan air, maka batuan tersebut disebut
dengan batuan epiklastik.
Batuan epiklastik ini yaitu batuan yang telah tertransportasikan yang
mengakibatkan terjadinya pengikisan pada batuan oleh factor luar tersebut. Batuan
epiklastik ini terdapat pada dataran yang rendah, disebabkan oleh air dan angin yang
membawanya ke tempat yang rendah disekitar gunung api atau berupa cekungan dan
lembah.

II.3 Petrografi Batuan Sedimen

II.3.1 Pengertian Batuan Sedimen


Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sesuai dengan pemadatan dari
bahan endapan lepas atau penguapan kimia dari suatu larutan pada atau dekat
permukaan bumi, suatu batuan aorganik yang terdiri dari sisa sisa tetumbuhan dan
hewan yang sudah mati. Material pembentukan batuan sedimen terjadi karena
ketidakstabilan secara kimia maupun secara fisika dari pembentukan batuan beku
maupun batuan metamorf terhadap kondisi atmosfer. Keseimbangan yang baru ini

38
akan membentuk material baru ataupun material rombakan sebagai material
pembentuk batuan sedimen.

Di dalam proses sedimentasi berlangsung proses erosi, transportasi,


sedimentasi dan litifikasi. Batuan vulkanik tidak termasuk di dalam kelompok
batuan sedimen, karena dihasilkan langsung dari aktivitas gunungapi, tidak ada
proses erosi. Terdiri dari:

Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi


butirannya
Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan dengan kondisi batuannya.

II.3.2 Tekstur
Tekstur batuan sedimen merefleksikan sejarah pembentukannya.Tekstur batuan
sedimen terdiri dari Klastik (merupakan tekstur hasil transportasi) dan Non klastik
(tekstur yang dihasilkan tidak dari proses transportasi : kalsitifikasi, evaporit,
biokimia, dan proses alami lainnya),Tekstur batuan sedimen terdiri dari :

a. Bentuk butir
Bentuk butir didapatkan berdasarkan perbandingan diameter panjang,
menengah dan pendek. Maka eda empat bentuk butir didalam batuan
sedimen yaitu : Oblate, Equant, Bladed,dan Prolate.

Gambar II.27 Empat kelas bentuk butir berdasarkan perbandingan diameter panjang
(l), menengah (i) dan pendek (s) menurut T. Zingg. Kelas A = oblate (tabular atau
bentuk disk); B = equant (kubus atau bulat); C = bladed dan D = prolate (bentuk rod).

b. Kebundaran

39
Berdasarkan kebundaran atau keruncingan dari butir sedimen maka
kategori kebundaran ditunjukan dalam enam tingkat, yaitu :

1. Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)


2. Meruncing (menyudut) (angular)
3. Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)
4. Membundar (membulat) tanggung (subrounded)
5. Membundar (membulat (rounded), dan
6. Sangat membundar (membulat) (well-rounded).

Gambar II.28 kategori kebundaran dan keruncingan butiran sedimen (Pettijohn,


dkk.,1987).
c. Ukuran Butir
Pada umumnya ukuran butir pada batuan sedimen menggunakan
klasifikasi Pettijohn, yaitu :

Ukuran butir Nama butiran Nama batuan


(mm)
Boulder/ bongkah Breksi
256 ( bentuknya
runcing)
Cobble/ kerakal Konglomerat
64 256 ( bentuknya
relative
membulat
4 64 Pebble Batupasir kasar
24 Granule ( kerikil ) Batupasir sedang
1/16 1/ 2 Sand ( pasir ) Batupasir halus
1/16 1/256 Silt ( lanau ) Batulanau

40
Clay ( lempung ) batulempung

d. Kemas/ fabric
Pada batuan sedimen kemas terbagi kedalam dua istilah yaitu kemas
tertutup dan kemas terbuka.

1. Kemas tertutup, bila butiran fragmen di dalam batuan sedimen saling bersentuhan
atau bersinggungan atau berhimpitan, satu sama lain (grain/clast supported).
Apabila ukuran butir fragmen ada dua macam (besar dan kecil), maka disebut
bimodal clast supported. Tetapi bila ukuran butir fragmen ada tiga macam atau
lebih maka disebut polymodal clast supported.
2. Kemas terbuka, bila butiran fragmen tidak saling bersentuhan, karena di
antaranya terdapat material yang lebih halus yang disebut matrik (matrix
supported).
Gambar : memperlihatkan kemas di dalam batuan sedimen, meliputi bentuk
pengepakan (packing), hubungan antar butir/fragmen (contacts), orientasi butir atau
arah-arah memanjang (penjajaran) butir, dan hubungan antara butir fragmen dan
matriks.

Gambar II.29 Batuan sedimen berkemas butir: paking, kontak dan orientasi
butir sertahubungan antara butir matrik.

e. Pemilahan
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran butir penyusun batuan
sediment, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya juga
seragam maka pemilahan semakin baik.

41
1. Pemilahan baik, bila ukuran butir dalam batuan sedimen tersebut
seragam. Hal ini biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan kemas
tertutup
2. Pemilahan sedang, bila ukuran butir didalan batuan sedimen ada
yang seragam dan ada yang tidak seragam.
3. Pemilahan buruk, bila ukuran butir didalam batuan sedimen sangat
seragam, dari halus hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat dalam
batuan sedimen dengan kemas terbuka.

Gambar II. 30 Pemilahan ukuran butir di dalam batuan sedimen.


f. Porositas
Porositas adalah tingkatan banyaknya lubang dalam atau pori didalam
batuan. Batuan dikatakan mempunyai porositas yang tinggi apabila
dijumpai pori. Sedangkan batuan dikatakan berporositas rendah apabila
kenampakannya kompak atau tersementasi dengan baik sehingga tidak ada
pori.

g. Permeabilitas

Tingkat kemampuan suatu batuan untuk meluluskan air yang terdiri dari
batuan yang permeabel yaitu batuan yang dapat meloloskan air dan batuan
impermiabel yaitu batuan yang tidak dapat meloloskan air lewat porinya.

II.3.3 Komposisi Mineral Batuan

Mineral-mineral yang biasanya menyusun batuan sediment berupa


mineral tek stabil (olivine, piroksen, hornblende, biotit, dan feldspar) dan
mineral stabil (albit, ortoklas, mikroklin, muscovite, dan kuarsa).

Mineral tak stabil terbagi dalam dua kelompok yaitu :

Mineral Alogenik

42
Mineral ini dimulai dari mineral yang paling tidak stabil yaitu olivine,
piroksen, plagioklas Ca (An 50 100), hornblende, andesine oligoklas,
sfene, epidot, andalusit, staurolit, kianit, megnetit, ilmenit, garnet, dan
spinel.

Mineral Autigenik
Mineral stabil dalam kondisi diagenesa dan tidak stabil dalam proses
pengendapan, yaitu : gypsum, karbonat, apatit, glaukonit, pirit, zeolit
(terutama yang kaya akan Ca), klorit, ortoklas, mikroklin.

Mineral stabil dalam siklus sedimentasi baik mineral alogenik maupun


produk autigenik seperti : mineral lempung, kuarsa, rijang, muskovit,
tourmaline, sirkon, rutil, brokit, anatase.

II.3.4 Struktur
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan Dari perlapisan normal dari
batuan sedimen sebagai akibat dari proses pengendapan dan kondisi energi
pembentukannya. Pembentukannya dapat tejadi pada waktu pengendapan ataupun
segera setelah proses pengendapan.Pembelajaran struktur sedimen akan sangat baik
dilakukan di lapangan (Pettijohn, 1975). Pada batuan sedimen, struktur dapat
dikelompokkan
menjadi 2 yaitu: struktur syngenetik dan struktur epygenetik.
1. Struktur syngenetik
a. Karena proses fisik
Struktur ekstemal: kelihatan dari luar, misal:(contoh: bentuk lembaran, lensa,
lidah, delta,dan lain-lain).termasuk didalamnya berupa konkresi menjari dan
melidah.
Struktur intemal : tercermin pada batuan sedimen itu sendiri. (contoh:
a.Perlapisan dan laminasi: pelapisan normal, perlapisan silang siur, perlapisan
bersusun.b.Kenampakan
permukaan lapisan: ripple mark, md curk, rain drops print, swash and rill
marks, flute cast dan load cast.c.Struktur deformasi: terjadinya perubahan
struktur batuan pada saat sedimen terendapkan karena adanya tekanan).
b. Karena proses biologi
Struktur ekatenal: contoh: biostromes dan bioherm.
Struklur intemal: contoh: fosil dalam batuan.
2. Struktur epigenetik
a. Karena proses fisik

43
Struktur eksternal: kelihatan dari luar, (contoh: batas antara tiap
lapiaan seperti batas tegas atau gradual, batas selaras atau tidak
selaras: lipatan dan struktur).
Struktur intemal: tercermin pada batuan sedimen itu sendiri. (contoh:
"clastic dike yaitu terjadi karena adanya tekan hidrostiatika yang kuat
sehingga materlal seperti diinjeksikan).
b. Karena proses kimia dan organisme
Contoh: Corrosion zone, concreations, stilolites, cone in cone, crystal mold
and cast seins and dike.

II.3.5 Klasifikasi
Berdasarkan proses dominan yang mempengaruhi: Sedimen Klastika
terrigen (silisiklastika atau epiklastika); Sedimen biogen, biokimia dan
organik; Sedimen kimiawi dan Sedimen volkaniklastika.

Sedimen klastika Sedimen biogen, Sedimen Sedimen


terrigen biokimia & kimiawi volkaniklastika
organic
Konglomerat/ Batugamping, Sedimen Ignimbrit,
breksi, batupasir rijang, fosfat, evaporit dan aglomerat, tuf
dan mudrocks batubara dan oil ironstone
shale
Tabel 3 Klasifikasi Batuan Sedimen

Gambar II.31 Klasifikasi batuan sedimen (Koesoemadinata 1981)

44
Gambar II.32 Klasifikasi umum batuan sedimen

1. Klasifikasi Konglomerat dan breksi

Gambar II.33 Klasifikasi Batuan sedimen yang fragmennya pebble dan cobble.

2. Klasifikasi Batupasir
Bahan penyusun utama batu pasir:
Kuarsa/silika (kuarsa, opal & kalsedon)
Felspar (K-felspar & plagioklas)
Fragmen batuan

45
MUDROCKS
WACKES
QUARTZ quartzwacke
quartz arenite ARENITES
subarkose 5

sublitharenite
25
arkose
lithicarkose 75

lith- 50
arkosic arenite
arenite 15

FELDSPAR
50

0
ROCK FRAGMENTS

Gambar II.34 Klasifikasi batupasir menurut Pettijohn (1973)

Gambar II.35 Klasifikasi batupasir (modifikasi dari Dott, 1964 dalam WTG 1982.
Komponentiga mineral dari pasir : Q kuarsa, F feldsapr, dan L lithik.

46
Gambar II.36 Sayatan tipis batuan Quartz arenit

Gambar II.37 Klasifikasi batupasir menurut Pettijohn dimodifikasi (1973)

47
Gambar II. 38 klasifikasi batuan sedimen menurut gilbert, 1954.

Macam macam batu pasir menurut Pettijhon (1973), yaitu :

Feldspathic sandstone (Batupasir felspar) : Batupasir dengan penyusun


utama felspar (felspar > 10 %)

Arkose : jenis batupasir felspar yang banyak juga mengandung kuarsa (Gbr.
7-7, hal. 214, Pettijohn, 1975).

Lithic sandstone (Batupasir litik) = batupasir graywacke, yaitu batupasir


dimana proporsi fragmen batuan sama dengan proporsi felspar.

Batupasir subgraywacke = lithic arenit, yaitu batupasir dengan matriks < 15


%, dan proporsi butiran lithik sebanding dengan felspar, yaitu 25 %.

Quartz arenit = batupasir kuarsa, yaitu batupasir dengan penyusun utama


mineral kursa.

Batupasir yang lain:

Green sand: batupasir banyak mengandung glaukonit.

Phosphatic sandstone: batupasir banyak mengandung mineral fosfat.

Calcarenaceous sandstone: batupasir yang tersusun oleh detrital kuarsa dan


karbonat (dalam bentuk pecahan cangkang atau oolit).

Calcareous sandstone: batupasir dimana karbonat berfungsi sebagai semen.

48
Calclithites: batupasir dimana komponen litik berasal dari rombakan batuan
karbonat.

Ilacolumite: Batupasir banyak mengandung sekis (Fig. 7-32, hal. 247,


Pettijohn, 1975).

V.5.3 Sedimen Karbonat (Non Klastik)

Gambar II.39 Klasifikasi batu gamping Folk (1959 dalam WTG, 1982)

Gambar II.40 Tekstur batugamping menurut Dunham (1962 dalam Tucker & Wright,
1990)

49
Gambar II.41 Klasifikasi batugamping berdasar kedewasaan tekstur (Folk,1959
dalam Tucker & Wright, 1990)

Gambar II.42 Klasifikasi Batugamping modifikasi dari Dunham dalam Tucker &
Wright, 1962 oleh C.G.St.C Kendal 2005)

50
Gambar II.43 Klasifikasi dan penamaan batugamping (Dunham, Folk, Grabau dalam
WTG 1982).

Gambar II.44 Klasifikasi Batugamping modifikasi dari Folk 1959 dalam Tucker &
Wright, 1962 oleh (C.G.St.C Kendal 2005)

51
Gambar II.45 Klasifikasi Tekstur Batugamping terumbu oleh Embry & Klovan
(1971) dan James (1984).

Gambar II.46 Klasifikasi Lempung karbonat ~ batugamping oleh Barth, Correns dan
Eskola 1939.

52
II.3.5 Petrogenesa
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen,
sebagai material lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan
longsoran gravitasi, gerakan tanah atau tanah longsor. Batuan sedimen juga dapat
terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, silika, garam dan material lain.

Batuan sedimen klastika (detritus, mekanik, eksogenik) adalah batuan


sedimen yang terbentuk sebagai hasil pengerjaan kembali (reworking) terhadap
batuan yang sudah ada. Proses pengerjaan kembali itu meliputi pelapukan, erosi,
transportasi dan kemudian redeposisi (pengendapan kembali). Sebagai media proses
tersebut adalah air, angin, es atau efek gravitasi (beratnya sendiri). Media yang
terakhir itu sebagai akibat longsoran batuan yang telah ada. Kelompok batuan ini
bersifat fragmental, atau terdiri dari butiran/pecahan batuan (klastika) sehingga
bertekstur klastika.
Batuan sedimennon-klastika adalah batuan sedimen yang terbentuk sebagai
hasil penguapan suatu larutan, atau pengendapan material di tempat itu juga (insitu).
Proses pembentukan batuan sedimen kelompok ini dapat secara kimiawi, biologi
/organik, dan kombinasi di antara keduanya (biokimia). Secara kimia, endapan
terbentuk sebagai hasil reaksi kimia, misalnya CaO + CO 2 CaCO3. Secara organik
adalah pembentukan sedimen oleh aktivitas binatang atau tumbuh-tumbuhan, sebagai
contoh pembentukan rumah binatang laut (karang), terkumpulnya cangkang binatang
(fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai akibat penurunan daratan menjadi laut.
Sanders (1981) dan Tucker (1991), membagi batuan sedimen menjadi :
1. Batuan sedimen detritus (klastika)
2. Batuan sedimen kimia
3. Batuan sedimen organik, dan
4. Batuan sedimen klastika gunungapi.
Batuan sedimen jenis ke empat itu adalah batuan sedimen bertekstur klastika
dengan bahan penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunungapi.

Graha (1987) membagi batuan sedimen menjadi 4 kelompok juga, yaitu :


1. Batuan sedimen detritus (klastika/mekanis)
2. Batuan sedimen batubara (organik/tumbuh-tumbuhan)
3. Batuan sedimen silika, dan
4. Batuan sedimen karbon

II. 4 Petrografi Batuan Metamorf

53
II.4.1 Pengertian Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk (batuan beku,
sedimen, maupun batuan metamorf) yang telah mengalami perubahan minerologi,
tekstur dan struktur akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi.
Kata metamorf berasal dari Yunani, META = perubahan, MORPH =
bentuk, jadi metamorf adalah perubahan bentuk. Dalam ilmu geologi, metamorf
khusus menjelaskan perubahan kumpulan dan tekstur mineral dimana hasilnya
berasal dari inti batuan berupa tekanan dan perbedaan temperature dari bentuk batuan
dasar. Diagenesis juga menjelaskan perubahan bentuk dari batuan sediment. Didalam
geologi proses diagenesa terbentuk pada temperature kurang lebih 2000 C, dan
tekanan kurang dari 300Mpa standard Mpa berupa mega pascal dengan eqivalen
tekanan berkisar 3000 atm. Metamorfisme terbentuk pada temperature dan tekanan
minimal lebih dari 2000 C dan lebih dari 300 Mpa. Batuan dapat juga terbentuk pada
temperature dan tekanan yang tinggi, seperti halnya batuan yang berada dibawah
pada suatu kedalaman di dalam bumi. Burial biasanya berada pada suatu tempat
seperti hasil dari proses tektonik, misalnya tumbukan benua ( Subduksi ). Batas
tertinggi dari metamorfisme terjadi pada tekanan dan temperature yang menyebabkan
Partial melting.
Metamorfisme adalah proses perubahan struktur dan mineralogy batuan yang
berlangsung pada fase padatan, sebagai tanggapan atas kondisi kimia dan fisika yang
berbeda dari kondisi batuan tesebut sebelumnya. Metamorfosa tidak temasuk pada
proses pelapukan dan diagenesa. Wilayah proses berada antara suasana akhir proses
diagenesa dan permulaan proses peleburan batuan menjadi tubuh magma.
Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi empat yaitu

(1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan

(2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan

(3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas.

(4) Metamorfisme Regional Beban

Metamorfisme Kontak

Terjadi pada batuan terpanasi leh intrusi magma yang besar. Pancaran panas
tersebut akan semakin menurun bila semakin jauh dari tubuh intrusinya.

Metamorfisme Kataklastik

54
Terbatas pada sekitar sesar, dengan penghancuran mekanik dan tekanan shear
menyebabkan perubahan fabric batuan. Batuan hasil kataklastik seperti breksi sesar,
milonit, filonit, dinamai berkaitan dengan ukuran butirnya.

Metamorfisme Regional Dinamothermal

Sering dikaitkan dengan jalur orogenesa, berlangsung berkaitan dengan gerak


gerak penekanan. Hal ini dibuktikan dengan struktur siskositas.

Metamorfisme Regional Beban

Metamorfisme ini tidak berkaitan dengan orogenesa atau intrusi magma.


Suatu sediment pada cekungan yang dalam akan terbebani material diatasnya.
Suhunya hingga pada kedalaman yang besar yang berkisar antara 4000C 4500C.

Gambar II.47 Diagram skematik yang memperlihatkan hubungan antara T & P untuk
jenis-jenis metamorfosa yang berbeda (Winkler, 1967).

II.4.2 Tekstur Secara Petrografi


Secara umum kandungan mineral didalam batuan metamorf akan
mencerminkan tekstur, contoh melimpahnya mika akan memberikan tekstur
skistose pada batuannya. Dengan demikian tekstur dan minerologi memegang
peranan penting di dalam penamaan batuan metamorf. Dengan munculnya
konsep fasies, penamaan batuan kadang kadang rancu dengan pengertian
fasies.

55
Mineral dalam batuan metamorf disebut mineral metamorfisme yang terjadi
karena kristalnya tumbuh dalam suasana padat dan batuan mengkristal dalam
lingkungan cair.

1. Bentuk
- Idioblastik, merupakan suatu Kristal asal metamorfisme yang dibatasi
oleh muka Kristal itu sendiri
- Xenoblastik, merupakan suatu Kristal asal metamorfisme yang
dibatasi bukan oleh muka kristalnya sendiri, ini ekivalen dan anhedral.
2. Orientasi
a. Orientasi yang tidak kuat
Batuan equigranuler yaitu batuan dengan butiran butiran mineral yang
hampir sama ukurannya.
- Tekstur mosaik : kristalnya eqiudimensional, pada umumnya berbentuk
polygonal dengan batas batas Kristal lurus atau melengkung.
- Tekstur suture : kristalnya equidimensional atau lentikuler, mempunyai
batas batas tak teratur, banyak diantaranya saling menembus terhadap
butir butir disampingnya. Jika batuan xenoblastik sangat interlocking
disebut suture.
- Tekstur mylenitik : suatu penghancuran mekanik, berbutir amat halus tanpa
rekristalisasi mineral mineral primer dan beberapa batuannya
memperlihatkan kenampakan berarah sebagai lapisan lapisan tipis
material terhancurkan dapat terlitifikasi oleh proses sementasi larutan
hidrotermal.
- Tekstur hornfelsik : suatu jenis yang berkembang dalam batuan sedimen
pelitik oleh metamorfisme termal. Shale dan batuan karbonat berubah
secara luas tetapi batupasir memperlihatkan sedikit menjadi kuarsit.
Perwujudan nyata berupa pembentukan mika dan klorit yang terlihat
sebagai bintik bintik.

Batuan inequigranuler yaitu batuan yang ukuran butirannya relatif


tidak seragam. Secara mendasar berasal dari 2 proses : 1) rekristalisasi
dalam suatu batuan polimineral sebagai hasil metamorfisme tanpa
dipengaruhi oleh tegangan yang berarah ; 2) penghancuran mekanik yang
tidak sempurna dan tidak disertai oleh perkembangan suatu orientasi yang
kuat.
- Tekstur kristaloblastik : suatu tekstur kristalin yang terbentuk oleh
kristalisasi metamorfisme
a) Xenonoblstik, bila kristalnya subhedral dan unhedral.

56
b) Idioblastik, bila kristalnya euhedral.
c) Lepidoblastik, bila orientasi mineral - mineral pipih atu tabular
menunjukkan hampir paralel atau paralel.
d) Nematoblastik, bila susunan paralel atu hampir parallel merupakan
mineral mineral prismatik atau fibrous.
- Tekstur porfiriblastik : merupakan tekstur kristoblastik yang tersusun oleh
2 mineral atau lebih. Berbeda ukuran butirnya dan ekivalen dengan tekstur
porfiritik dalam batuan beku, kristal kristal yang besar yang besar
(tunggal) disebut porfiroblast.

Gambar II.48 Tekstur Porfiroblast

- Tekstur poikiloblastik : istilah lain dari tekstur saringan sieve yang


dicirakan oleh porfiroblast porfiroblast yang mengandung sejumlah
butiran butiran yang lebih kecil (inklusi).

Gambar II.49 Tekstur poikiloblastik

57
- Tekstur dedussate : merupakan tekstur kristoblastik pada batuan
polimineral yang tidak menunjukkan butiran butir terorientasi. Biotit
melimpah dalam hornfels dan umumnya tersusun sembarangan.
- Tekstur kataklastik atau autoklastik : dihasilkan oleh penghancuran
mekanik tanpa disertai proses rekristalisasi yang esensial. Batuan dapat
atau tanpa memperlihatkan kenampakan berarah.
- Tekstur mortal : suatu tekstur yang terdiri dari fregmen mineral lebih besar
di dalam masa dasar material terhancurkan dan tersusun oleh Kristal
Kristal yang sama. Setiap individu mineral mineral sering memperlihatkan
pembengkokan mekanik, bagian tepi terhancur. Struktur mortar
berkembang sebagai tekstur kataklastik dalam batuan quartztose atau
quartz feldspar.

Gambar II.50 Tekstur batuan metamorf oleh Spry (1969) dalam Graha
1987.

II.4.3 Struktur
Struktur dalam batuan metamorf adalah kenampakan pada batuan yang
tediri dari bentuk, ukuran dan orientasi kesatuan banyak butir mineral. Secara
umum dapat dibedakan menjadi : struktur foliasi dan struktur non foliasi.

1. Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit,
muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular,
jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.

58
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran
mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan
kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

Gambar II.51 Diagram yang mempersentasikan variasi unsur-unsur kemas untuk


mendefinisikan foliasi (Hoobs et al.1976)

Gambar II.52 Sayatan tipis batuan metamorf yang memperlihatkan struktur foliasi
(penjajaran mineral pipih) pada kuarsit

2. Struktur Non Foliasi


a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif
seragam.

59
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran
terhadap batuan asal.
c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi
mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan
yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur
milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk
lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir
felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai
ukuran beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk
jarus atau fibrous.

Gambar II.53 Sayatan Tipis batuan metamorf yang memperlihatkan non foliasi pada
Gneiss.

II.4.4 Klasifikasi
Jenis batuan metamorf penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi
mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara
tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur
granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari
batupasir atau chert/rijang.
Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:

60
Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya
adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin
klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan
garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal,
tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan
beku.
Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa,
felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik.
Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa
datar kuarsa dan/atau felspar.
Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-
butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast
atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut
granofels.
Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh
pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi
protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen
yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan
sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari
kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat.
Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang
terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral
kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena
perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.

61
Tabel Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).

Gambar II.54 Seri Metamorfisme Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).

II.4.5 Metamorfisme

Facies merupakan suatu pengelompokkan mineral-mineral metamorfik


berdasarkan tekanan dan temperatur dalam pembentukannya pada batuan metamorf.

62
Setiap facies pada batuan metamorf pada umumnya dinamakan berdasarkan jenis
batuan (kumpulan mineral), kesamaan sifat-sifat fisik atau kimia.

Dalam hubungannya, tekstur dan struktur batuan metamorf sangat dipengaruhi oleh
tekanan dan temperatur dalam proses metamorfisme. Dan dalam facies
metamorfisme, tekanan dan temperatur merupakan faktor dominan, dimana semakin
tinggi derajat metamorfisme (facies berkembang), struktur akan semakin berfoliasi
dan mineral-mineral metamorfik akan semakin tampak kasar dan besar.

2.4.6 Petrogenesa
Metamorfisme terbentuk pada temperature dan tekanan minimal lebih dari
0
200 C dan lebih dari 300 Mpa.Metamorfisme adalah proses perubahan struktur dan
mineralogy batuan yang berlangsung pada fase padatan, sebagai tanggapan atas
kondisi kimia dan fisika yang berbeda dari kondisi batuan tesebut sebelumnya.
Metamorfosa tidak temasuk pada proses pelapukan dan diagenesa. Wilayah proses
berada antara suasana akhir proses diagenesa dan permulaan proses peleburan batuan
menjadi tubuh magma.
Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi empat yaitu

(1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan

(2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan

63
(3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas.

(4) Metamorfisme Regional Beban

Gambar II.55 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen,


1982).

64
Gambar II.56 Klasifikasi Batuan Metamorf berdasarkan tekanan dan suhu (ODunn
dan Sill,1986).

II. 5 Petrografi Batuan Alterasi

II.5.1 Pengertian Batuan Alterasi

Alterasi merupakan perubahan komposisi mineralogi batuan (dalam keadaan


padat) karena adanya pengaruh Suhu dan Tekanan yang tinggi dan tidak dalam
kondisi isokimia menghasilkan mineral lempung, kuarsa, oksida atau sulfida logam.
Proses alterasi merupakan peristiwa sekunder, berbeda dengan metamorfisme yang
merupakan peristiwa primer.

Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang sangat kompleks yang


melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, dan tekstur yang disebabkan oleh
interaksi fluida panas dengan batuan yang dilaluinya (wall rock), di bawah kondisi
evolusi fisio-kimia. Proses alterasi merupakan suatu bentuk metasomatisme, yaitu
pertukaran komponen kimiawi antara cairan-cairan dengan batuan dinding (Pirajno,
1992). Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya (batuan

65
dinding), akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral primer menjadi mineral
ubahan (mineral alterasi), maupun fluida itu sendiri (Pirajno, 1992, dalam Sutarto,
2004).

II.4.2 Tekstur dan Mineralisasi secara Petrografis

Gambar II. 57 Mineralogi dan Alterasi dalam sistim Hidrothermal ( Corbet & Leach
1996 )

66
Black Ore

Black ore merupakan suatu kumpulan mineral logam yang pembentukannya


mempunyai hubungan erat dengan aktivitas gunungapi (Vulkanisme bawah laut), oleh
karena pembentukannya dipengaruhioleh faktor faktor dari aktivitas tersebut. Unsur
unsur penyusun dari mineral mineral logam itu antara lain Cu, Pb, Zn dan S serta
Ag.
Pada tipe endapan kuroko, memperlihatkan adanya hubungan dengan aktivitas
vulkanisme bawah laut yang kemudian dipengaruhi pula oleh aktivitas hidrotermal.
Endapan - endapan mineral tersebut terjadi pada aktivitas akhir vulkanisme (post
Vulkanik), yang menghasilkan endapan logam sulfida dan sulfate. Unsur Unsur
yang dominan terdapat pada tipe endapan ini adalah Pb, Cu dan Zn.
- Zeolit
Zeolit merupakan mineral ubahan dari material material vulkanik berupa
tufa. Di alam, Zeolit biasa terdapat diantara celah-celah atuan . Mineral ini dapat pula
terdapat diantara lapisan batuan bersama mineral-mineral lain seperti kalsit, kuarsa,
klorit, renit dan fluorit. Dari semua jenis Zeolit yang ada dia alam baru beberapa jenis
yang baru diketahui pada batuan sedimen pirpklastik.
Mineral ini telah lama dikenal sebagai bahan bangunan, ornamen, dan plester,
oleh karena sifatnya yang fleksibel serta daya absorpsinya yang tinggi.
- Kaolin
Kaolin termasuk kedalam mineral lempung (Clay minerals). Mineral ini
mempunyai sifat fisik yang tidak plastis, lunak, dengan variasi warna yang beragam
seperti putih, abu-abu, sampai putih keabuan.
Kaolin terbentuk dari alterasi batuan yang banyak mengandung alkali felspar
dan plagioklas asam dan dapat pula terbentuk dari pelapukan akibat ion-ion hidrogen
yang terdapat dalam air tanah yang bereaksi dengan mineral-mineral silika.
Menurut Betektin (Sutoto, 1991), kaolin dapat terjadi dari proses pelapukan
batuan beku dan batuan metamorf yang banyak mengandung alumosilikat seperti p-
ada batuan granit, gneiss, kuarsit porphiri dan syenit. Selain itu kaolinisasi bisa
terjadi akibat pengaruh hidroterma dalam kondisi suhu yang rendah oleh larutan yang
bersifat asam.
- Endapan Silika
Endapan silika merupakan endapan mineral yang berasal dari mineral-
mineral silika yang saling mengikat satu sama lain membentuk endapan silika. Hal
ini disebabkan oleh konfigurasi elektronnya dimana mempunyai struktur koordinasi
empat elektron dengan oksigen.

67
Mineral-mineral silika merupakan mineral yang umum ditemukan sebagai
penyusun kerak bumi, dimana 60% merupakan felspar grup dan 12% merupakan
mineral kuarsa.
Endapan ini dapat terbentuk dari hasil aktivitas vulkanik, dimana material-
material piroklastik yang berkuran halus dengan kandungan volatile yang tinggi yang
dihasilkan dari aktivitas vulkanik, terendapkan di laut dan membentuk batuapung
(Pumice). Akibat pengaruh air laut yang beraksi dengan material material tersebut,
akan terbentuk endapan yang berupa kristal-kristal mineral silika.
- Endapan Logam Lainnya
Selain mineral-mineral logam yang telah diterangkan diatas, ada beberapa
mineral logam lain yang biasa ditemukan seperti mangan, malasit, barit, sphalerit, dan
klorit. Mineral-mineral ini keberadaannya dapat digunakan sebagai dasar dalam
penentuan adanya endapan-endapan ekonomis pada suatu daerah meskipun
keterdapatannya dalam skala yang tidak terlalu besar (relatif minimum).
Pola alterasi dan mineralisasi dapat dibagi dalam beberapa tipe dasar yaitu :
a. Keiko Ore / Derajat rendah
Terdiri atas veinlet kwarsa yang mengandung galena masif, sphalerite, dan
Barite dengan variasi jumlah Calcopyrite dan pyrite. Setempat mengandung sulfida
dan lapisan rijang ferigenous. Mineral penyerta lain yaitu arsenic, emas, perak dan
nikel, dan sulfosat mineral terutama tetrahydrite tennatite.
b.Tipe Kuroko
Yang dimaksud dengan endapan Kuroko yaitu endapan yang berupa urutan
pengendapan dari logam-logam sulfida dan sulfat. Proses pembentukannya yang erat
dengan kegiatan vulkanisme bawah lautdan dipengaruhi oleh pengaruh aktivitas
hidrothermal. Tipe ini di sertai alterasi mineral Zeolith sebagai penciri green tuff dari
Jepang. Zona dekat kontak stockwork diperkaya oleh Mg Clorite dan serisit hasil
alterasi dan silisifikasi. Terdapat pula seri alterasi Serisit Montmorilonite, dan Fe/Mg
chlorite dengan kondisi temperatur pembentukan tipe kuroko sekitar 200 oC 320oC.

II.4.3 Zonasi dan tipe alterasi

Alterasi dapat diartikan sebagai perubahan yang terjadi pada suatu batuan dan
mineral penyusunnya, baik terjadi perubahan sifat kimia maupun sifat fisiknya
dimana yang disebabkan oleh larutan hidrothermal, proses kimiawi dan proses Ada 6
faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan mineral ubahan (Browne, 1991)
sebagai berikut :

1. Temperatur. Kenaikan temperatur akan berdampak pada dehidrasi mineral dan


tingkat kristalinitas

68
2. Kimia Fluida. Komposisi kimia (kandungan ion-ion) dalam larutan.

3. Konsentrasi. Berdampak pada tingkat saturasifluida dalamkaitannya dengan


mineral tertentu.

4. Komposisi batuan samping (host Rock).Durasi Aktifitas atau tingkat


kesetimbangan.

5. Durasi aktifitas atau tingkat kesetimbangan

Berdasarkan kumpulan mineral ubahan maka zona alterasi dapat dibagi


menjadi 5 zona, yaitu :
1. Zona Potassic
Zona ini tidak selalu hadir dan merupakan zona alterasi yang berada pada
bagian dalam sistem hidrothermal dengan kedalaman bervariasi, umumnya lebih dari
beberapa ratus meter.
Alterasi ini disebabkan oleh penambahan unsur Potassium pada proses
metasomatis dan disertai sedikit banyak unsur Kalsiu dan Sodium. Dicirikan oleh
mineral ubahan ortoklas dan biotit sekunder atau ortoklas klorite, ortoklas-biotit-
klorit, serisit, K-Feldspar, Kwarsa dan magnetit. Kwarsa hadir dalam bentuk
stockwork. Dijumpai core derajat rendah dengan kandungan klorite dan serisit yang
mencolok. Calcopyrite dan Pyrite memiliki perbandingan 1 : 1 hingga 1 : 3. Endapan
dijumpai berupa mikroveinlet , veinlet atau disseminated.
2. Zona Serisitisasi (Phyllic Zone)
Zona serisitisasi ini terletak dibagian luar zona potassic. Dicirikan oleh
kumpulan Kwarsa Serisit Pyrite yang melimpah dan biasanya disertai minor
klorit, llit dan rutile. Prophyllite mungkin hadir. Bagian dalam zona ini didominasi
oleh serisit. Volume pyrite mencapai 10% dari volume batuan dalam bentuk
disseminated dan calcopyrite hanya sekitar 0,5%.. Alterasi ini berhubungan dengan
tingginya rekahan dimana bentuk endapannya berupa veinlet atau vein yang diisi oleh
serisit, kwarsa dan mineral sulfida.
3.Zona Argilik
Zona ini tidak selalu hadir. Dicrikan oleh kumpulan mineral lempung, kwarsa
dan karbonat. Pyrite umum, tetapi lebih sedikit dibanding zona phyllic. Diatas zona
ini kadang terbentuk zona advanced argilic yang tersusun oleh mineral Diaspore,
Kwarsa atau silika amorf, Andalusit, korundum dan Alunite dalam kondisi asam
tinggi. Zona ini hadir pada bagian terluar dalam suatu sistem hidrothermal.
4. Zona Propilitik

69
Zona ini selalu hadir, berkembang pada bagian terluar dari suatu zona alterasi
(the outer and peripheral alteration zone), yang dicirikan oleh kumpulan mineral
Epidote maupun karbonat terutama kalsit dan juga mineral klorite. Alterasi ini
dipengaruhi oleh penambahan unsur H+ dan CO2. Mineral mafic primer (Biotit dan
Hornblende) teralterasi oleh sebagian atau keseluruhan menjadi klorit dan karbonat.
Plagioklas mungkin terubah. Zona ini berangsur mengelilingi batuan hingga lebih
dari ratusan meter. Mineral logam sulfida berupa pyrite mendominasi zona ini dimana
mengganti fenokris pyroksin maupun hornblende, sedangkan kalkopyrite jarang
dijumpai.
5. Alterasi Skarn (Calc-Silikat Zone)
Alterasi ini terbentuk akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan
karbnat, zona ini sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan
kandungan mineral karbonat. Pada kondisi kurang air, zona ini dicirikan oleh
pembentukan mineral Garnet, Klinopyroksin dan Wollastonite serta mineral
Magnetite dalam jumlah besar pada kondisi kaya air. Zona ini ditandai dengan
kehadiran mineral Klorit, Tremolit - Aktinolit dan Kalsit dari larutan hydrothermal.
Secara geokimia, endapan metal atau endapan sulfida massive dapat dibagi
dalam lima tipe, yaitu :
a. Tipe Siprus (Tipe Black Ore / Tipe Busur Belerang )
Endapan ini terbentuk dari seri formasi daripada lava bantal di lingkungan
oceanic atau Kerak Oceanic yang berasosiasi dengan kompleks ofiolith, pyroklastik
yang kadang ada dan kadang tidak. Endapan ini tersusun oleh mineral sulfida, dengan
pyrite atau tanpa berasosiasi dengan chalcopyrite. Alterasi hydrothermal yang
terbentuk ini adalah prophyllite karena bersifat Basa, sebab jika asam akan
membentuk kaolin yang juga mengandung colloform fall
b. Tipe Lokken (Tipe Black Ore )
Tipe Endapan ini hampir sama dengan tipe Siprus akan tetapi Ti, Zr, dan Cr
tinggi.
c. Tipe Noranda (Ocean Basin / Kerak Samudera )
Tipe Endapan ini berhubungan dengan tipe lava kepulauan dan memiliki
komposisi kimia berupa Ti, Zr, Y, Nb, Ta dan Hf yang rendah.
d. Tipe Yoma ( Kontinental margin )
Tipe Endapan mengandung Nb dan Cr tinggi
e. Tipe Kuroko (Acid Island Ore )
Tipe endapan ini merupakan tipe endapan post volkanik berupa endapan logam
sulfida dan sulfate yang erat sekali hubungannya dengan suatu kegiatan volkanik
bawah samudera. Misalnya, endapan Tipe Kuroko yang berumur Miosen (Green
Tuff) yang di temukan di daerah Honshu dan Hokkaido dan Endapan Mineral tipe
kuroko pada batuan Fanerozoik.

70
Genetik endapannya berhubungan dengan vulkanik bawah laut yang
berkomposisi Rhyolite atau Dasitik, dan proses runtuhan kaldera volkanik.
Pembentukan dari type kuroko ini berhubungan dengan proses rifting pada back arc
yang dapat menghasilkan sulfida masif. Dan beberapa daerah dapat berhubungan
dengan batuan basalt menghasilkan sulfida sebagai indikasi volkanis bimodal mafic-
felsic dalam suatu proses mineralisasi.

II.4.4 Klasifikasi
Creasey (1966, dalam Sutarto, 2004) membuat klasifikasi alterasi hidrotermal
pada endapan tembaga porfir menjadi empat tipe yaitu propilitik, argilik, potasik, dan
himpunan kuarsa-serisit-pirit. Lowell dan Guilbert (1970, dalam Sutarto, 2004)
membuat model alterasi-mineralisasi juga pada endapan bijih porfir, menambahkan
istilah zona filik untuk himpunan mineral kuarsa, serisit, pirit, klorit, rutil, kalkopirit.

Gambar II.58 Zonasi alterasi hidrotermal

II.4.5 Petrogenesa

Adapun menurut M Bateman maka proses pembentukan mineral dapat dibagi atas
beberapa proses yang menghasilkan jenis mineral tertentu baik yang bernilai
ekonomis maupun mineral yang hanya bersifat sebagai gangue mineral :

71
1) Proses Magmatis. Proses ini sebagian besar berasal dari magma primer yang
bersifat ultra basa lalu mengalami pendinginan dan pembekuan membentuk mineral-
mineral silikat dan bijih. Pada temperatur tinggi > 600 oC stadium likwido magmatis
mulai membentuk mineral-mineral baik logam maupun non logam. Asosiasi mineral
yang terbentuk sesuai dengan temperatur pendinginan pada saat itu.
1. Early magmatis yang terbagi atas :
a) Disseminated, contoh endapannya Intan
b) Segregasi, contoh endapan chromit
c) Injeksi, contoh magmatik Kiruna
2. Late magmatis yang terbagi atas :
a) Residual liquid segregation, contohnya Magmatis Taberg
b) Residual liquid injection ,contohnya magmatik Adirondack
c) Immiscible liquid segregation, contohnya sulfida Insizwa
d) Immiscible liquid injection, contohnya Vlackfontein, Afrika Selatan.
2) Pegmatisme, Setelah proses pembentukan magmatisme, larutan sisa magma
(larutan pegmatisme) yang terdiri dari cairan dan gas. Stadium endapan ini 600-
450oC berupa larutan magma sisa. Asosiasi batuan umumnya berupa granit.
3) Pneumatolisis,Setelah temperatur mulai turun 550 450oC akumulasi gas
mulai membentuk mineral sampai pada temperatur 450oC volume unsur volatilnya
makin menurun karena membentuk jebakan pneumatolitis dan tinngal larutan sisa
magma yang makin encer. Unsur volatil akan bergerak menerobos batuan beku yang
telah ada dan batuan samping disekitarnya kemudian akan membentuk mineral baik
karena proses sublimasi maupun karena reaksi unsur volatile tersebut dengan batuan
yang diterobosnya sehingga terbentuk endapan mineral yang disebut endapan
pneumatolitis.
4) Proses hydrotermal, merupakn proses pembentukan mineral yang terjadi oleh
pengaruh temperatut dan tekanan yang santa rendah ,dan larutan magma yang
terbentuk ini merupakan unsur volatil yang sangat encer yang terbentuk setelah tiga
tahapan sebelumnya.Secara garis besar endapan hidrotermal dapat dibagi atas
1. Endapan hipotermal, dengan ciri-ciri yaitu :
Tekanan dan temperatur pembekuan relatif paling tinggi.
Endapan berupa urat-urat dan korok yang berasosiasi dengan intrusi dengan
kedalaman yang besar.
Asosiasi mineralnya berupa sulfida, misalnya pirit, kallopirit, galena, dan
spalerit serta oksidasi besi.
Pada intrusi granit sering berupa nedapan logam Au, Pb, Sn, W, dan Z.
2. Endapan Mesotermal, dengan ciri-ciri yaitu :
Tekanan dan temperatur yang berpengaruh lebih rendah daripada endapan
hipotermal.

72
Endapannya berasosiasi dengan batuan beku asam-basa dan dekat dengan
permukaan bumi.
Tekstur akibat cavity filling jelas terlihat, sekalipun sering mengalami
proses penggantian antara lain berupa crustification dan banding.
Asosiasi mineralnya berupa sulfida, misalnya Au, Cu, Ag, As, Sb dan Oksida
Sn.
Proses pengayaan sering terjadi.
3. Endapan Epitermal, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Tekanan dan temperatur yang berpengaruh paling rendah.
Tekstur penggantian tidak luas, jarang terjadi.
Endapan bias dekat atau pada permukaan bumi.
Kebanyakan teksturnya berlapis atau berupa fissure-vein.
Struktur khas yang sering terjadi adalah cockade structure.
Asosiasi mineral logamnya berupa Au dan Ag dengan mineral ganguenya
berupa klasit dan zeolit disamping kuarsa.
Adapun bentuk bentuk endapan mineral yang dapat dijumpai sebagai
endapan hidrotermal adalah sebagai Cavity filling Cavity filling yaitu proses
mineralisasi berupa pengisian ruang-ruang bukaan atau rongga rongga dalam
batuan yang terdiri atas mineral mineral yang diendapkan dari larutan pada bukaan
bukaan batuan. , yang berupa Fissure veins ,Shear-zone deposits,Stockworks,Ladder
veins,Saddle reefs,Tension crack fillings,Breccia fillings : vulkanik, Tektonik, dan
Collapse,Solution cavity fillings : Caves and channels, Gash veins, Pore space
fillings, Vessiculer fillings .
5) Replacement, atau metasomatic replacement merupakan proses dalam
pembentukan endapan-endapan mineral epigenetic yang didominasi oleh
pembentukan mineral pada endapan Hypothermal dan Mesothermal dan sangat
penting dalam group Epithermal. Mineral-mineral bijih pada endapan metasomatic
kontak telah di bentuk oleh proses ini, dimana proses ini dikontrol oleh pengayaan
unsur-unsur sulfida dan dominasi pada formasi unsur-unsur endapan mineral
lainnya.Replacement diartikan sebagai proses dari larutan yang sangat penting berupa
pelarutan kapiler dan pengendapan yang terjadi secara serentak di mana terjadi
penggantian suatu mineral atau lebih menjadi mineral-mineral baru yang lain. Atau
dapat diartikan bahwa penggantian mineral membutuhkan ion yang tidak mempunyai
ion secara umum dengan zat kimia yang di gantikan. Penggantian mineral yang
dibawa dalam larutan dan zat kimia yang dibawa keluar oleh larutan dan merupakan
kontak terbuka.terbagi atas : Massive, Lode fissure, dan Disseminated.
6) Sedimenter, terbagi atas endapan besi, mangan, phospate, nikel dll.
7) Evaporasi, terdiri atas evaporasi laut, danau, dan air tanah.
8) Konsentrasi Residu dan mekanik, terbagi atas ;

73
Konsentrasi Residu berupa endapan residu mangan, besi, bauxite dll
Konsetrasi mekanik (endapan placers ), berupa : sungai, pantai, elivial, dan
eolian.
9) Supergen enrichment
10) Metamorfisme, terbagi atas : endapan termetamorfiskan dan endapan
metamorfisme.

74
BAB III
PEMBAHASAN

Di dalam bab ini akan dibahas beberapa contoh petrografi dari beberapa
batuan. Adapun pengamatan petrografi yang dilakukan menggunakan dua metode
yakni metode kualitatif yang meliputi pendeskripsian batuan secara kualitatif yakni
berisi tentang pendeskripsi mineral dan ttekstur batuan pada sayatan tipis, kemudia
metode kedua yang digunakan adalah metode kuantitatif yakni dengan cara
menghitung mineral- mineral utama penyusun sebuah batuan menggunakan bantuan
titik perpotongan garis (grid) yang telah ditentukan ukuran dan jumlahnya.
Berikut susunan pembahasan petrografi batuan pada bab bab ini:
1. Acara Petrografi Kualitatif Dan Kuantitatif

2. Acara Batuan Beku

3. Acara Batuan Metamorf

4. Acara Batuan Sedimen

5. Acara Batuan Alterasi

75

Anda mungkin juga menyukai