Anda di halaman 1dari 18

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM GEOLOGI DASAR


ACARA 4 : BATUAN METAMORF

LAPORAN

OLEH :
ANGGUN ANGGRIANI
D061221046

GOWA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Geologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kebumian yang


mempunyai peranan penting dalam bidang pertambangan. Geologi
mempelajari batuan metamorf, meliputi genesa, Struktur, Tekstur, dan
Komposisi mineral. Batuan merupakan bahan pembentuk kerak bumi. Batuan
didefenisikan sebagai kumpulan dari satu atau lebih mineral yang terbentuk di
alam secara alamiah yang merupakan bagian dari kerak bumi. Batuan adalah
materi yang terbentuk secara alamiah, telah terkonsolidasikan, terdiri dari satu
jenis mineral (monominerallic) atau lebih dan umumnya terdiri dari
agregat/kumpulan dari beberapa mineral yang berbeda.
Batuan metamorf berasal dari kata metamorfosa berasal dari bahasa
Yunani, yaitu metamorphism dimana ‘meta’ yang artinya berubah dan
‘morph’ yang artinya bentuk. Batuan metamorf (batuan malihan) adalah salah
satu kelompok utama batuan yang merupakan hasil transformasi atau ubahan
dari suatu tipe batuan yang telah ada sebelumnya, protolith, oleh suatu proses
yang disebutmetamorfisme, yang berarti perubahan bentuk. Batuan Metamorf
merupakan batuan yang terbentuk dari batuan asal yang mengalami atau
terkena proses metamorfisme berupa tekanan dan suhu.
Dalam dunia pertambangan, mengetahui jenis batuan metamorf diolah
serta digunakan sesuai dengan karakterisitk dari batuan itu sendiri, seperti
batu marmer yang digunakan sebagai ornamen dan lantai, selain itu batu
sabak digunakan untuk alat menulis, dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Mengetahui proses keterbentukan dari batuan metamorf dapat
mengindikasikan letak keterbentukannya seperti pada batuan thermal (panas)
maka akan terbentuk pada wilayah yang dekat dengan sekitar intrusi magma
sedangkan tekanan biasanya terdapat pada struktur berupa folding
(perlipatan), selain itu mengetahui batuan asal dapat mengetahui asosiasi
batuan contohnya seperti batu marmer akan terbentuk berada pada sekitar
kelompok batu gamping, namun pada kelompok batu gamping belum tentu
terdapat batu marmer.
1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari praktikum ini adalah praktikan diharapkan dapat

memahai apa itu batuan metamorf.

Adapun tujuan dari dilakukannya pratikum ini:

1. Praktikan dapat mendeskripsikan setiap sampel batuan metamorf dilihat

dari warna, tekstur, struktur, komposisi mineral, dan nama batuan.

2. Praktikan mampu memahami genesa batuan metamorf.

1.3. Manfaat Praktikum

1.4. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengenalan

batuan metamorf adalah:

1. Lembar Kerja Praktikum

2. Penuntun

3. ATK

4. Pensil Warna

5. Komparator Batuan Sedimen

6. Lup

7. HCL

8. Penggaris

9. Kamera

10. Lap kasar dan halus


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Batuan Metamorf

Metamorf (metamorphism) merupakan kata yang berasal dari bahasa

yunani, yakni “meta” yang berarti “berubah” dan “morph” yang berarti

“bentuk”. Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk dari batuan

batuan asal (batuan beku, sedimen, metamorf) yang mengalami perubahan

secara fisik dari komposisi mineralnya dan perubahan tekstur serta struktur

akibat adanya Tekanan (P) serta Temperatur (T) yang cukup tinggi tanpa

adanya penambahan unsur kimia (Dari padat ke padat). (Amysebi, 2019).

Batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan

mineralogik dan struktur proses metamorfisme dan terjadi langsung dari fase

padat tanpa melalui fase cair. (Turner, 1954).

Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuanyang

telah ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi

mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid

rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di

kerak bumi. (Ehlers and Blatt, 1982)


2.2. Tipe Metamorfisme

Gambar 2.1 Tipe-Tipe Metamorfisme

Adapun tipe-tipe metamorfisme yaitu sebagai berikut.

1. Metamorfisme Regional (Orogenik)

Metamorfisme ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi

proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan

metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang teroreintasi dan

membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer.

Proses metamorfisme memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara

puluhan juta tahun.

Jenis Batuan Metamorf yang terbentuk:

a. Slate (Batu sabak) Slate merupakan batuan metamorf yang

terbentuk dari proses metamorfisme batuan sedimen Shale atau

Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang rendah.

Batuan jenis ini mempunyai struktur foliasi (slaty cleavage) dan

tersusun atas butir-butir yang sangat halus (very fine grained).

Struktur ini dicirikan oleh adanya bidang-bidang planar yang

sangat rapat, teratur dan sejajar. Ciri khasnya mudah membelah


menjadi lembaran tipis. Tekstur batuan ini adalah Kristaloblastik

(lepidoblastik).

b. Filit Merupakan batuan metamorf yang umumnya tersusun atas

kuarsa, sericite mica dan klorit. Terbentuk dari kelanjutan proses

metamorfisme dari Slate, yakni batuan asalnya batulempung.

Batuan jenis ini mempunyai struktur foliasi (phylitic). Tekstur

batuan ini adalah Kristaloblastik (lepidoblastik).Batuan ini

mempunyai ukuran butir halus dan mempunyai ciri khas membelah

mengikuti permukaan gelombang.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif


yang dilaksanakan di ruangan Laboratorium Sedimentologi, Departemen
Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin pada hari kamis 29
September 2022 pukul 11.00-13.00 WITA.
Sumber data yang digunakan adalah buku penuntun praktikum geologi
dasar untuk membantu praktikan mengidentifikasi objek yang sedang diteliti.
Fokus penelitian batuan piroklastik yaitu untuk mengetahui jenis batuan,
tekstur, struktur, komposisi kimia, komposisi mineral, komposisi material,
ukuran butir dan lingkungan pengendapan.
3.2. Tahapan Penelitian

Adapun tahapan pada praktikum kali ini terdiri dari :


3.2.1 Tahap Pendahuluan

1. Asistensi acara
2. Tugas Pendahuluan
3. Responsi
3.2.2 Tahap Praktikum

1. Mengambil foto sampel menggunakan kamera hp


2. Mebuat sketsa sampel
3. Mengisi LKP
4. Ulangi hingga sampel kelima
3.2.3 Analisis Data

1. Melengkapi isi LKP yang kurang dan memperbaiki yang keliru


2. Membuat laporan
3. Asistensi minimal tiga kali
3.2.4 Laporan
1. Asiten membimbing praktikan untuk membuat laporan
2. Asisten memperbaiki laporan praktikan hingga ACC
3. Melakukan kembali asitensi hingga laporan disetujui.

PERSIAPAN

PRAKTIKUM

ANALISA DATA

LAPORAN

Gambar 3.1 Diagram Alir


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1 Sampel 1 (MJST41)

Batuan dengan nomor peraga MJST41 merupakan batuan piroklastik


yang berwarna segar abu-abu kecoklatan dan lapuk coklat kehitaman.
Permeabilitas pada batuan ini yakni buruk karena tidak dapat meloloskan
suatu fluida. Porositas pada batuan ini yakni baik karena memiliki besar butir
penyusun batuan yang seragam. Pada batuan ini memiliki kemas yang terbuka
karena fragmen yang tidak seragam. Sortasi batuan ini yakni terpilah buruk
dikarenakan ketidakseragaman ukuran butir penyusun batuan. Ukuran butir
pada batuan ini yakni Tuff Lapili (2-64 mm). Komposisi kimia dari batuan ini
adalah Silika (SiO2) dikarenakan tidak bereaksi ketika diteteskan HCL
sehingga dapat dipastikan bahwa batuan asal dari batuan ini adalah batuan
beku. Sehingga berdasarkan ciri fisik, maka batuan tersebut adalah Tufa
Kasar (Fisher, 1984).

Gambar 4.1 Tufa Kasar


4.1.2 Sampel 2 (MJST37)

Batuan dengan nomor peraga MJST37 merupakan batuan piroklastik


yang berwarna segar merah kecoklatan dan lapuk hijau keabua-abuan.
Permeabilitas pada batuan ini yakni buruk karena tidak dapat meloloskan
suatu fluida. Porositas pada batuan ini yakni baik karena memiliki besar butir
penyusun batuan yang seragam. Pada batuan ini memiliki kemas yang terbuka
karena fragmen yang tidak seragam. Sortasi batuan ini yakni terpilah buruk
dikarenakan ketidakseragaman ukuran butir penyusun batuan. Ukuran butir
pada batuan ini yakni block (>64 mm). Komposisi kimia dari batuan ini
adalah Silika (SiO2) dikarenakan tidak bereaksi ketika diteteskan HCL
sehingga dapat dipastikan bahwa batuan asal dari batuan ini adalah batuan
beku. Sehingga berdasarkan ciri fisik, maka batuan tersebut adalah Breksi
Vulkanik (Fisher, 1984).

Gambar 4.2 Breksi Vulkanik


4.1.3 Sampel 3 (MJST51)
Batuan dengan nomor peraga MJST51 merupakan batuan piroklastik
yang berwarna segar abu-abu kecoklatan dan lapuk berwarna putih keabu-
abuan. Permeabilitas pada batuan ini yakni buruk karena tidak dapat
meloloskan suatu fluida. Porositas pada batuan ini yakni buruk karena
memiliki besar butir penyusun batuan yang beragam. Pada batuan ini
memiliki kemas yang tertutup karena fragmen yang seragam. Sortasi batuan
ini yakni sanga terpilah buruk dikarenakan ketidakseragaman ukuran butir
penyusun batuan. Ukuran butir pada batuan ini yakni block (>60 mm).
Komposisi kimia dari batuan ini adalah Silika (SiO2) dikarenakan tidak
bereaksi ketika diteteskan HCL sehingga dapat dipastikan bahwa batuan asal
dari batuan ini adalah batuan beku. Sehingga berdasarkan ciri fisik, maka
batuan tersebut adalah Breksi Vulkanik (Fisher, 1984).

Gambar 4.3 Breksi Vulkanik


4.1.4 Sampel 4 (YST04)

Batuan dengan nomor peraga YST04 merupakan batuan piroklastik


yang berwarna segar putih keabu-abuan dan lapuk berwarna abu-abu
kecoklatan. Permeabilitas pada batuan ini yakni baik karena dapat meloloskan
suatu fluida. Porositas pada batuan ini yakni baik karena memiliki besar butir
penyusun batuan yang seragam. Pada batuan ini memiliki kemas yang
tertutup karena fragmen yang seragam. Sortasi batuan ini yakni terpilah
sangat buruk dikarenakan ketidakseragaman ukuran butir penyusun batuan.
Ukuran butir pada batuan ini yakni tuff halus (0,06-2 mm). Komposisi kimia
dari batuan ini adalah CaCo3 dikarenakan bereaksi ketika diteteskan HCL
sehingga dapat dipastikan bahwa batuan asal dari batuan ini adalah batuan
sedimen. Sehingga berdasarkan ciri fisik, maka batuan tersebut adalah Tufa
Halus (Fisher, 1966).
Gambar 4.4 Tufa Halus
4.1.5 Sampel 5 (MJST08)

Batuan dengan nomor peraga MJST08 merupakan batuan piroklastik


yang berwarna segar kuning keemasan dan lapuk hijau kehitaman.
Permeabilitas pada batuan ini yakni buruk karena tidak dapat meloloskan
suatu fluida. Porositas pada batuan ini yakni buruk karena memiliki besar
butir penyusun batuan yang tidak seragam. Pada batuan ini memiliki kemas
yang tertutup karena fragmen yang seragam. Sortasi batuan ini yakni sangat
baik dikarenakan seragaman ukuran butir penyusun batuan. Ukuran butir
pada batuan ini yakni tuff (<0,06 mm). Komposisi kimia dari batuan ini
adalah CaCo3 dikarenakan bereaksi ketika diteteskan HCL sehingga dapat
dipastikan bahwa batuan asal dari batuan ini adalah batuan sedimen. Sehingga
berdasarkan ciri fisik, maka batuan tersebut adalah Tufa Halus (Fisher,
1984).

Gambar 4.5 Tufa Halus


4.2. Pembahasan

4.2.1 Genesa Tufa Kasar

Tufa kasar adalah batuan piroklastik yang terbentuk dari material


vulkanik klastik melalui serangkaian proses yang terkait dengan letusan
gunung berapi, dengan ukuran butir debu kasar (<64 mm). Seringkali
dijumpai dari efek pembakaran, yang merupakan karakteristik batuan
piroklastik. Tufa kasar terkandung dalam endapan jatuhan piroklastik karena
merupakan hasil letusan eksplosif material vulkanik ke atmosfer dan jatuh
serta terkumpul di sekitar gunung berapi, sedangkan tufa kasar terutama
dicirikan oleh ukuran butir yang relatif seragam.
4.2.2 Genesa Tufa Halus

Tufa halus adalah batuan piroklastik dengan ukuran partikel debu halus
(<0,2 mm) yang terbentuk dari material vulkanik klastik yang dihasilkan oleh
serangkaian proses yang terkait dengan letusan gunung berapi. Biasanya
dijumpai dari efek pembakaran, yang merupakan karakteristik batuan
piroklastik. Porositasnya buruk, wadahnya tertutup, dan sortasinya baik, dan
diagenesisnya berasal dari batuan sedimen. Tufa halus termasuk dalam
endapan jatuhan piroklastik karena merupakan hasil letusan eksplosif material
vulkanik ke atmosfer dan jatuh dan terkumpul di sekitar gunung berapi. Ciri
utama tufa halus adalah ukuran butir yang relatif seragam.
4.2.3 Genesa Breksi Vulkanik

Umumnya, breksi vulkanik terbentuk oleh vulkanisme tipe endapan


aliran, yang mengalami proses pergerakan leteral dipermukaan tanah dari
fragmen-fragmen piroklastik yang di transport dalam bentuk gas atau cairan
yang mengangkut material vulkanik ini ke jarak yang sangat jauh. Dari
gunung berapi, biasanya dengan aliran ke bawah. Dari pusat letusan gunung
berapi, ada kecepatan tinggi jika terjadi longsoran. Endapan ini sering
mengandung batuan seukuran bongkahan batu yang dihasilkan oleh material
vulkanik dan hasil pelapukan batuan yang dilaluinya. Setelah proses
penguraian material atau sisa-sisa pelapukan, batuan akan terurai menjadi
fragmen-fragmen yang disemen dengan mineral lain. Fragmen ini kemudian
menjadi batuan piroklastik.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:


1. Batuan piroklastik dapat diidentifikasi secara makroskopik, yang itu
dengan mengamati warna, tekstur, ukuran butir, komposisi kimia dan
komposisi mineral. Setelah mengidentifikasi batuan piroklastik maka
dapat diketahui nama dari batuan piroklastik tersebut dengan
menggunakan klasifikasi Fisher 1984. Pada praktikum kali ini diperoleh
sampel MJST41 dengan nama batuan Tufa Kasar, sampel MJST37
dengan nama Breksi Vulkanik, sampel MJST51 dengan nama Breksi
Vulkanik, sampel YST04 dengan nama Tufa Halus, dan sampel
MJST08 dengan nama Tufa Halus.
2. Batuan piroklastik merupakan batuan yang susunannya disusun oleh
material hasil dari letusan gunung berapi akibat adanya gaya endogen,
yang kemudian mengalami pengendapan sesuai dengan bidang
pengendapannya, lalu setelah proses pengendapan mengalami proses
kompaksi (litifikasi) yang kemudian menjadi batuan piroklastik. Batuan
piroklastik ini terbentuk dari hasil letusan gunung berapi yang memiliki
material asalnya yang berbeda, lalu terendapkan sebelum mengalami
suatu proses transportasi oleh media air.
5.2. Saran

a. Laboratorium
Dapat memberi dukungan dalam hal kelengkapan praktikum yaitu kursi
agar praktikum bisa berjalan dengan baik serta tetap menjaga
kebersihan laboratorium.
b. Asisten
Saran saya untuk asisten agar lebih membimbing praktikan dalam
menjalankan praktikum dan tetap semangat untuk kedepannya.
c. Praktikan
Saran saya untuk praktikan yaitu tetap menjaga kebersihan saat masuk
ke dalam laboratorium agar tidak mengganggu praktikan yang lainnya,
serta lebih rajin untuk melakukan asistensi.
DAFTAR PUSTAKA

Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: Lembaga

Pengembangan Pendidikan (LPP)

Graha, D. S. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung: Penerbit Nova

Katili. Dr. Prof. 1976. Pengantar Geologi Dasar. Jakarta: Djaya Makmoer.

Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Bogor: Pakuan University Press.

Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Bogor: Pakuan University Press.


L

Anda mungkin juga menyukai