Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

PETROGRAFI

BATUAN ALTERASI

Disusun Oleh:
Arghajati Maulana
21100117130050

LABORATORIUM SUMBER DAYA MINERAL DAN BATUBARA


DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
MEI 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Petrografi, acara: Batuan Alterasi yang disusun oleh Arghajati
Maulana yang disahkan pada:
hari :
tanggal :
pukul :
Sebagai tugas Laporan Praktikum mata kuliah Petrografi

Semarang, Mei 2019


Asisten Acara, Praktikan,

Roynaldo LumbanBatu Arghajati Maulana


NIM.21100116120017 NIM.21100117130050

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud
 Mendesripsi sayatan tipis batuan alterasi tekstur umum, tekstur khusus, dan
komposisi mineral primer dan mineral sekunder.
 Melakukan interpretasi zona alterasi berdasarkan keterdapatan mineral
 Mampu menentukan penamaan pada Batuan alterasi

1.2. Tujuan
 Dapat mendeskripsikan tekstur umum, tekstur khusus, dan komposisi mineral
primer dan mineral sekunder dari sayatan tipis batuan alterasi.
 Dapat menginterpretasi petrogenesa dari Batuan alterasi.
 Dapat memberi penamaan pada Batuan alterasi. berdasarkan klasifikasi Russel B.
Travis (1955)

1.3 Pelaksanaan Praktikum


 Pengamatan ke -1
Hari, Tanggal : Kamis, 23 Mei 2019
Waktu : 16.00-17.00 WIB
Tempat : Laboratorium Sumberdaya Mineral & Batubara

3
BAB II
HASIL DESKRIPSI

4
BAB III

PEMBAHASAN

Pada praktikum petrografi acara batuan Alterasi yang dilaksanakan pada


tanggal 20 Mei 2019, dilakukan deskripsi sayatan batuan dengan pengamatan
secara mikoskopis menggunakan mikroskop polarisasi. Pengamatan meliputi
Tekstur umum yaitu granularitas, kristalinitas, Hubungan antar Kristal, dan
ukuran Kristal. Lalu di deskripsi juga komposisi mineral dengan mengamati ciri-
ciri mikroskopis yang dimiliki oleh suatu mineral, baik mineral primer maupun
mineral sekunder yang sudah terkena proses ubahan menjadi mineral lain.
Pengamatan dilakukan sebanyak tiga medan pandang dengan pengamatan secara
nikol sejajar, nikol bersilang dan baji kuarsa, dengan perbesaran 4x. Sayatan tipis
batuan yang dideskripsi yaitu dengan nomor peraga EA Jambi, ALT 4, dan ALT
5. Berikut pembahasannya :
3.1 Sayatan Batuan Nomor Peraga EA Jambi
Pengamatan sayatan batuan dilakukan secara tiga tahap, yang
pertama yaitu dilakukan secara nikol sejajar (PPL) untuk mengetahui
warna mineral, relief mineral, bentuk mineral, pecahan dan belahan serta
bidang batas antara mineral yang satu dengan yang lain. Pengamatan
kedua secara nikol bersilang (XPL) untuk mengamati gelapan atau
kembaran dari suatu mineral yang dilakukan dengan cara memasukkan
Analisator ke dalam mikroskop polarisasi. Pengamatan dengan baji kuarsa
untuk mengetahui warna inteferensi dan tanda rentang optic dengan cara
memasukkan polarisator ke dalam mikroskop polarisasi tersebut. Selain
itu, pengamatan dilakukan dalam 3 medan pandang, tujuannya agar
komposisi mineral yang terlihat cukup merata, dan datanya menjadi lebih
valid, yang kemudian akan lebih akurat dalam penamaan dan petrogenesa
pada batuan. Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis, sayatan nomor
peraga EA Jambi memiliki warna abu-abu kehitaman dalam pengamatan

5
nikol bersilang. Dari segi teksturnya, sayatan EA Jambi memiliki jenis
kristalinitas yang holokristalin, karena seluruh batuan tersebut tersusun
atas Kristal-kristal mineral (Fenokris) tanpa adanya massa dasar berupa
gelasan. Dilihat dari keseragaman butir (granularitas) sayatan tersebut
tergolong equigranular karena ukuran butirnya seragam antara mineral
yang satu dengan yang lain, faneroporfiritik karena fenokris dikelilingi
masa dasar yang masih dapat diidentifikasi (Fanerik). Sedangkan bentuk
butir sayatan tersebut tergolong subhedral sehingga fabrik tergolong
Hypidiomorfik karena bidang batas mineral yang terlihat ada yang jelas
dan ada yang tidak jelas, sedangkan ukuran Kristal termasuk sedang yaitu
sekitar 2 mm karena perbesaran mikroskop yaitu 4x. Pada sayatan batuan
ini ditemukan tekstur khusus berupa intergranular.
Komposisi mineral penyusun batuan pada sayatan tersebut,
ditemukan beberapa mineral yang berbeda berdasarkan kenampakan pada
Nikol Sejajar (PPL), Nikol Bersilang (XPL), dan pengamatan baji kuarsa.
Mineral pertama memiliki mineral dengan warna hitam sebagai mineral
opaq dengan presentase pada batuan yaitu 5%. Kemudian terdapat mineral
sekunder, yang pertama terdapat mineral dengan warna colorless dan
gelapan bergeombang yang merupakan mineral kuarsa dengan presentase
85%, kemudian terdapat mineral dengan warna kecoklatan, fibrous, bias
rangkap rendah dan belahan 2 arah yang diinterpretasikan merupakan
mineral anhidrit dengan persentase 5%, dan yang terakhir terdapat mineral
dengan warna coklat seperti gula pasir yang diinterpretasikan sebaai
mineral serisit, dengan persentase 5% dari keseluruhan batuan.
Berdasarkan pengamatan komposisi mineral maka didapatkan hasil
presentase total mineral sebagai berikut :

6
Tabel 3.1 Kelimpahan mineral pada sayatan EA Jambi
Mineral MP 1 MP 2 MP 3 Rata-Rata
Kuarsa 85% 85% 85% 85%
Anhidrit 5% 5% 5% 5%
Serisit 5% 5% 5% 5%
Opaq 5% 5% 5% 5%
Berdasarkan keterdaparan mineralnya nama batuan sayatan
peraga EA Jambi adalah Kuarsit.

Proses perubahan mineral yang terjadi pada peraga ini dilihat dari
tekstur dan komposisinya merupakan proses aliterasi hidrothermal dari
fluida hidrothermal. Dimana mineral primer pada batuan yang terkena
alterasi mengalami ubahan secara komposisi kimia dan mineralogi dari
batuan tersebut. Menurut Bateman dan Jensen ( 1991 ), faktor - faktor
yang mempengaruhi proses tipe dan intensitas ubahan hidrothermal adalah
:
- Karakteristik batuan induk
- Komposisi larutan hidrothermal
- Tekanan dan temperatur serta perubahan fase pada hidrothermal
- Perubahan unsur tertentu
Namun, temperatur dan komposisi kimia (pH) larutan hidrothermal
dianggap sebagai faktor utama, mineral - mineral yang terkena fluida
hidrothermal cenderung terubah menjadi mineral sekunder baru yang lebih
sesuai dengan perubahan kondisi pH dan temperatur. Keterdapatan mineral
serisit dan kuarsa menunjukkan batuan yang sebelumnya kaya akan
feldspar dan kuarsa, sehingga diinterpretasikan batuan asalnya cenderung
bersifat intermediet. Keterdapatan mineral Serisit, kuarsa, anhidrit dan
tidak adanya mineral sekunder lainnya menunjukkan suhu pembentukan
batuan. Kondisi yang memungkinkan terbentuk banyak mineral kuarsa
adalah Proses Silicification, yaitu proses penambahan silika (SiO2)
Sekunder. Silisifikasi adalah salah satu tipe alterasi yang paling umum
terjadi dan dijumpai dalam bentuk yang berbeda-beda. Salah satu bentuk

7
yang paling mungkin dijumpai adalah “Silica Flooding” , merupakan hasil
pergantian batuan dengan microcrystalline quartz (Chalcedony). Porositas
besar dari batuan akan memfasilitasi proses ini. Selain itu bentuk dari
silisifikasi adalah pembentukan rekahan dekat spasi dalam jaringan /
stockworks yang berisi kuarsa. Silica Flooding / stockworks kadang-
kadang hadir dalam wallrock sepanjang batas quartz vein (Urat Kuarsa).
Silisifikasi dapat terjadi melalui beberapa temperatur.

Gambar 3.1 Kisaran temperatur mineral aliterasi ( Kingston Morrison,1995)

8
Gambar 3.2 Zona Alterasi
3.2 Sayatan Batuan Nomor Peraga ALT 5
Pengamatan sayatan batuan dilakukan secara tiga tahap, yang
pertama yaitu dilakukan secara nikol sejajar (PPL) untuk mengetahui
warna mineral, relief mineral, bentuk mineral, pecahan dan belahan serta
bidang batas antara mineral yang satu dengan yang lain. Pengamatan
kedua secara nikol bersilang (XPL) untuk mengamati gelapan atau
kembaran dari suatu mineral yang dilakukan dengan cara memasukkan
Analisator ke dalam mikroskop polarisasi. Pengamatan dengan baji kuarsa
untuk mengetahui warna inteferensi dan tanda rentang optic dengan cara
memasukkan polarisator ke dalam mikroskop polarisasi tersebut. Selain
itu, pengamatan dilakukan dalam 3 medan pandang, tujuannya agar
komposisi mineral yang terlihat cukup merata, dan datanya menjadi lebih
valid, yang kemudian akan lebih akurat dalam penamaan dan petrogenesa
pada batuan. Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis, sayatan nomor
peraga ALT 5 memiliki warna abu-abu kehitaman dalam pengamatan
nikol bersilang. Dari segi teksturnya, sayatan ALT-5 memiliki jenis
kristalinitas yang holokristalin, karena seluruh batuan tersebut tersusun
atas Kristal-kristal mineral (Fenokris) tanpa adanya massa dasar berupa
gelasan. Dilihat dari keseragaman butir (granularitas) sayatan tersebut

9
tergolong inequigranular karena ukuran butirnya tidak seragam antara
mineral yang satu dengan yang lain, faneroporfiritik karena fenokris
dikelilingi masa dasar yang masih dapat diidentifikasi (Fanerik).
Sedangkan bentuk butir sayatan tersebut tergolong subhedral sehingga
fabrik tergolong Hypidiomorfik karena bidang batas mineral yang terlihat
ada yang jelas dan ada yang tidak jelas, sedangkan ukuran Kristal
termasuk sedang yaitu sekitar 1-5 mm karena perbesaran mikroskop yaitu
4x. Pada sayatan batuan ini ditemukan tekstur khusus berupa porphiritic.
Komposisi mineral penyusun batuan pada sayatan tersebut,
ditemukan beberapa mineral yang berbeda berdasarkan kenampakan pada
Nikol Sejajar (PPL), Nikol Bersilang (XPL), dan pengamatan baji kuarsa.
Mineral pertama memiliki warna colorless, Relief rendah, kembaran albit
yang menunjukkan ciri-ciri mineral plagioklas dengan presentase pada
batuan yaitu 45 %. Kemudian mineral dengan warna dippl colorless dan
saata xpl berwarna kecoklatan, berbentuk prismatic yang diinterpretasikan
sebagai mineral nephelin dengan presentase pada batuan yaitu 5%,
Kemudian mineral dengan warna hitam pada kondisi PPL,CPL, dan baji
kuarsa yang diinterpretasikan sebagai mineral opaq dengan presentase
pada batuan yaitu 5% kemudian terdapat mineral sekunder, yang pertama
terdapat vein serisit dengan persentase 15%, terdapat juga kenampakan
dengan warna kecoklatan dan tidak memiliki belahan dan terdapat pecahan
yang diinterpretasikan sebagai mineral gypsum dengan persentase 5% dan
terdapat juga mineral feldspar sekunder dengan persentase 25%
Berdasarkan pengamatan komposisi mineral maka didapatkan hasil
presentase total mineral sebagai berikut :

Tabel 3.2 Kelimpahan mineral pada sayatan ALT 5

10
Mineral MP 1 MP 2 MP 3 Rata-Rata
Plagioklas 45% 45% 45% 45%
Mineral opaq 5% 5% 5% 5%
Nephelin 5% 10% 0% 5%
Feldspar 25% 25% 25% 25%
Vein serisit 15% 15% 15% 15%
Gypsum 0% 0% 15% 5%
Karena Jumlah Plagioklas > 2/3 dari keseluruhan Feldspar, Total
K-Feldspar < 10%, Termasuk kedalam Na-Plagioklas ,Kandungan Kuarsa
dan Feldspatoid < 10%, serta Teksturnya yang afanit maka
diinterpretasikan nama batuan sayatan nomor peraga ALT 5 adalah Porfiri
Andesit Terubahkan (Klasifikasi Russel B.Travis, 1955).

Gambar 3.3 Klasifikasi Russel B.Travis, 1955

Proses perubahan mineral yang terjadi pada peraga ini dilihat dari
tekstur dan komposisinya merupakan proses aliterasi hidrothermal dari
fluida hidrothermal. Dimana mineral primer pada batuan yang terkena
alterasi mengalami ubahan secara komposisi kimia dan mineralogi dari

11
batuan tersebut. Menurut Bateman dan Jensen (1991), faktor - faktor yang
mempengaruhi proses tipe dan intensitas ubahan hidrothermal adalah :
- Karakteristik batuan induk
- Komposisi larutan hidrothermal
- Tekanan dan temperatur serta perubahan fase pada hidrothermal
- Perubahan unsur tertentu
Namun, temperatur dan komposisi kimia (pH) larutan hidrothermal
dianggap sebagai faktor utama, mineral - mineral yang terkena fluida
hidrothermal cenderung terubah menjadi mineral sekunder baru yang lebih
sesuai dengan perubahan kondisi pH dan temperatur. Pada batuan ini telah
mengalami proses alterasi dengan intensitas sedang-tinggi, hal ni dapat dilihat
dengan adanya mineral-mineral ubahasan seperti mineral kalsit. Berdasarkan
mineral-mineral sekundernya berupa serisit maka dapat diketahui suhu
pembentukan dari mineral tersebut merupakan suhu tinggi yaitu berkisar
antara 220°-400°C. Kondisi yang memungkinkan terbentuk banyak mineral
serisit adalah Alterasi zona philyc. Melimpahnya serisit pada zona ini
merupakan hasil ubahan dari mineral palgioklas dan ortoklas ( Feldspar) yang
menyusun batuan, reaksi kimianya sebagai berikut :
3KalSi3O8 + 2H+        Kal3Si3O10(OH)2 + 6SiO2 + 2 K+
Feldspar                      Serisit                  Kuarsa
Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik.
Batas zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik
yang berkembang pada intrusi. Mineral serisit terbentuk pada proses hidrogen
metasomatis yang merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan
mineral feldspar yang stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit
dengan penambahan unsur H+, menjadi mineral phylosilikat atau kuarsa.
Zona ini tersusun oleh himpunan mineral kuarsa-serisit-pirit, yang umumnya
tidak mengandung mineral-mineral lempung atau alkali feldspar. Kadang
mengandung sedikit anhidrit, klorit, kalsit, dan rutil. Terbentuk pada
temperatur sedang-tinggi (240°- 350°C), fluida asam-netral, dan salinitas
beragam. Pada sayatan ini diinterpretasikan telah mengalami proses leaching,

12
atau pengelasan. Hal ini dapat dilihat bahwa pada sayatan ini didapatkan
adanya vein serisit.

Gambar 3.4 Kisaran temperatur mineral aliterasi ( Kingston Morrison,1995)

Gambar 3.5 Zona alterasi

13
3.3 Sayatan Batuan Nomor Peraga ALT 4
Pengamatan sayatan batuan dilakukan secara tiga tahap, yang
pertama yaitu dilakukan secara nikol sejajar (PPL) untuk mengetahui
warna mineral, relief mineral, bentuk mineral, pecahan dan belahan serta
bidang batas antara mineral yang satu dengan yang lain. Pengamatan
kedua secara nikol bersilang (XPL) untuk mengamati gelapan atau
kembaran dari suatu mineral yang dilakukan dengan cara memasukkan
Analisator ke dalam mikroskop polarisasi. Pengamatan dengan baji kuarsa
untuk mengetahui warna inteferensi dan tanda rentang optic dengan cara
memasukkan polarisator ke dalam mikroskop polarisasi tersebut. Selain
itu, pengamatan dilakukan dalam 3 medan pandang, tujuannya agar
komposisi mineral yang terlihat cukup merata, dan datanya menjadi lebih
valid, yang kemudian akan lebih akurat dalam penamaan dan petrogenesa
pada batuan. Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis, sayatan nomor
peraga ALT 5 memiliki warna abu-abu kehitaman dalam pengamatan
nikol bersilang. Dari segi teksturnya, sayatan ALT-5 memiliki jenis
kristalinitas yang holokristalin, karena seluruh batuan tersebut tersusun
atas Kristal-kristal mineral (Fenokris) tanpa adanya massa dasar berupa
gelasan. Dilihat dari keseragaman butir (granularitas) sayatan tersebut
tergolong inequigranular karena ukuran butirnya tidak seragam antara
mineral yang satu dengan yang lain, faneroporfiritik karena fenokris
dikelilingi masa dasar yang masih dapat diidentifikasi (Fanerik).
Sedangkan bentuk butir sayatan tersebut tergolong subhedral sehingga
fabrik tergolong Hypidiomorfik karena bidang batas mineral yang terlihat
ada yang jelas dan ada yang tidak jelas, sedangkan ukuran Kristal
termasuk sedang yaitu sekitar 1-5 mm karena perbesaran mikroskop yaitu
4x. Pada sayatan batuan ini ditemukan tekstur khusus berupa porphiritic.
Komposisi mineral penyusun batuan pada sayatan tersebut,
ditemukan beberapa mineral yang berbeda berdasarkan kenampakan pada
Nikol Sejajar (PPL), Nikol Bersilang (XPL), dan pengamatan baji kuarsa.
Mineral pertama memiliki warna colorless, Relief rendah, kembaran albit

14
yang menunjukkan ciri-ciri mineral plagioklas dengan presentase pada
batuan yaitu 55%. Kemudian mineral dengan warna hitam pada kondisi
PPL,CPL, dan baji kuarsa yang diinterpretasikan sebagai mineral opaq
dengan presentase pada batuan yaitu 5%. Kemudian terdapat mineral
sekunder, yang pertama terdapat mineral dengan warna abu abu coklat,
berbentuk fibrous yang diinterpretaskan sebagai anhidrit dengan
persentase 15%, kemudian mineral dengan warna colorless, berbentuk
prismatic, dengan gelapan bergelombang yang diinterpretasikan sebagai
mineral kuarsa dengan presentase pada batuan yaitu 5%, dan ditemukan
pula adanya vein serisit yang merupakan ubahan dari mineral feldspar
dengan persentase 20%. Berdasarkan pengamatan komposisi mineral maka
didapatkan hasil presentase total mineral sebagai berikut :
Tabel 3.3 Kelimpahan mineral pada sayatan ALT 4
Mineral MP 1 MP 2 MP 3 Rata-Rata
Kuarsa 0% 10% 5% 5%
Mineral opaq 5% 5% 5% 5%
Plagioklas 50% 50% 50% 50 %
Vein anhidrit 20% 20% 20% 20%
Vein serisit 20% 20% 20% 20 %
Karena Jumlah Plagioklas > 2/3 dari keseluruhan Feldspar, Total
K-Feldspar < 10%, Termasuk kedalam Na-Plagioklas ,Kandungan Kuarsa
dan Feldspatoid < 10%, serta Teksturnya yang afanit maka
diinterpretasikan nama batuan sayatan nomor peraga ALT 4 adalah Porfiri
Andesit Terubahkan (Klasifikasi Russel B.Travis, 1955).

15
Gambar 3.6 Klasifikasi Russel B.Travis, 1955

Proses perubahan mineral yang terjadi pada peraga ini dilihat dari
tekstur dan komposisinya merupakan proses aliterasi hidrothermal dari
fluida hidrothermal. Dimana mineral primer pada batuan yang terkena
alterasi mengalami ubahan secara komposisi kimia dan mineralogi dari
batuan tersebut. Menurut Bateman dan Jensen (1991), faktor - faktor yang
mempengaruhi proses tipe dan intensitas ubahan hidrothermal adalah :
- Karakteristik batuan induk
- Komposisi larutan hidrothermal
- Tekanan dan temperatur serta perubahan fase pada hidrothermal
- Perubahan unsur tertentu
Namun, temperatur dan komposisi kimia (pH) larutan hidrothermal
dianggap sebagai faktor utama, mineral - mineral yang terkena fluida
hidrothermal cenderung terubah menjadi mineral sekunder baru yang lebih
sesuai dengan perubahan kondisi pH dan temperatur. Pada batuan ini telah
mengalami proses alterasi dengan intensitas sedang-tinggi, hal ni dapat dilihat
dengan adanya mineral-mineral ubahasan seperti mineral kalsit. Berdasarkan
mineral-mineral sekundernya berupa serisit maka dapat diketahui suhu
pembentukan dari mineral tersebut merupakan suhu tinggi yaitu berkisar
antara 220°-400°C. Kondisi yang memungkinkan terbentuk mineral serisit dan

16
anhidrit adalah Alterasi zona potasic. Zona alterasi ini biasanya terletak pada
bagian luar dari zona potasik. Batas zona alterasi ini berbentuk circular yang
mengelilingi zona potasik yang berkembang pada intrusi. Mineral serisit
terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang merupakan dasar dari
alterasi serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang stabil menjadi rusak
dan teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsur H+, menjadi mineral
phylosilikat atau kuarsa. Zona ini tersusun oleh himpunan mineral kuarsa-
serisit-biotit-anhididrit-K-feldspar. Terbentuk pada temperatur tinggi
(>300°C), fluida alkalin-netral, dan salinitas beragam. Pada sayatan ini
diinterpretasikan telah mengalami proses leaching, atau pengelasan. Hal ini
dapat dilihat bahwa pada sayatan ini didapatkan adanya vein serisit.

Gambar 3.7 Kisaran temperatur mineral aliterasi ( Kingston Morrison,1995)

17
Gambar 3.8 Zona alterasi

18
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
 Sayatan kode EA Jambi memliliki nama petrografi kuarsit dengan
intensitas alterasi tinggi. Memliki tekstur umum berupa kristalinitas
holokristalin, granularitas equigranular, ukuran mineral 2mm, dan
hubungan antar mineral subhedral. Memiliki tekstur khusus berupa
intergranular. Dan memiliki komposisi mineral primer berupa mineral
opaq dan mineral sekunder berupa mineral kuarsa polimorf, anhidritn dan
serisit. Terbentuk pada zona potasik dengan temperature >300°C dengan
konsisi pH netral hingga alkalin.
 Sayatan kode EA Jambi memliliki nama petrografi kuarsit dengan
intensitas alterasi tinggi. Memliki tekstur umum berupa kristalinitas
holokristalin, granularitas inequigranular, ukuran mineral 1-5mm, dan
hubungan antar mineral subhedral. Memiliki tekstur khusus berupa
porphyritic. Dan memiliki komposisi mineral primer berupa mineral
plagioklas, nepheline, dan opaq dan mineral sekunder berupa feldspar,
gypsum, dan serisit sebagai vein. Terbentuk pada zona phylic dengan
temperature 220°-400°C dengan konsisi pH netral hingga alkalin.
 Sayatan kode EA Jambi memliliki nama petrografi kuarsit dengan
intensitas alterasi tinggi. Memliki tekstur umum berupa kristalinitas
holokristalin, granularitas inequigranular, ukuran mineral 1-5mm, dan
hubungan antar mineral subhedral. Memiliki tekstur khusus berupa
porphyritic. Dan memiliki komposisi mineral primer berupa mineral
plagioklas, nepheline, dan opaq dan mineral sekunder berupa kuarsa,
anhidirit, dan serisit sebagai vein. Terbentuk pada zona potasik dengan
temperature >300°C dengan konsisi pH netral hingga alkalin.

19
4.2 Saran
 Sebaiknya pada saat pengamatan dilakukan diberi tambahan waktu agar
deskripsi bisa maksimal
 Lebih ditekankan lagi pada konsep dasar alterasi hidrotermal dan ciri-ciri
khas mineral sekunder agar tidak salah ketika pengamatan petrografi
berlangsung

20
DAFTAR PUSTAKA

Tim Asisten Praktikum Petrografi, 2016. Buku Panduan Praktikum Petrografi.


Semarang : Universitas DIponegoro

21
LAMPIRAN

22

Anda mungkin juga menyukai