Anda di halaman 1dari 61

Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

PANDUAN PRAKTIKUM PETROGRAFI

ACARA 1

BATUAN BEKU

A. Tinjauan Umum

Dalam mempelajari batuan beku, perlu diperhatikan hal-hal penting yaitu :

1. Batuan beku selalu diklasifikasikan berdasarkan dasar-dasar mineral-


mineral primer, bukan mineral sekunder. Persentase mineral yang digunakan
untuk menentukan nama batuan adalah mineral primer sebelum terubah. Jika
terubah dapat ditambah dengan penjelasan semisal diorit teralterasi lanjut. Derajat
alterasi pada batuan ditentukan oleh persentase masing-masing mineral primer
yang terubah menjadi mineral sekunder.
2. Dalam melakukan deskripsi batuan dengan sayatan tipis, harus dilakukan
bersama dengan pengamatan contoh setangan. Batuan berukuran kasar dan
bertekstur porfiritik sering tidak mewakili batuan secara keseluruhan. Sehingga
contoh setangan harus diamati terlebih dahulu kemudian dilakukan pengamatan
sayatan tipis.

B. Tekstur Batuan Beku

Tekstur adalah hubungan antar kristal pada batuan. Dari tekstur batuan
beku, dapat diketahui nama dan petrogenesanya sehingga sangat penting untuk
dikuasai.

Faktor yang mempengaruhinya :

1. Tingkat kristalisasi
2. Ukuran kristal
3. Bentuk kristal
4. Tekstur khusus

B.1. Tingkat kristalisasi

Tingkat kristalisasi meliputi :

a. Holokristalin : terdiri atas kristal seluruhnya


b. Holohyalin : terdiri atas gelas seluruhnya
c. Hypokristalin/hypohyalin : terdiri atas sebagian kristal dan sebagian
gelas.

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 1


Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

Keterbentukan gelas diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah


pendinginan yang cepat, viskositas tinggi, dan gas keluar yang sangat cepat.
Umumnya dijumpai pada lava.

B.2. Ukuran kristal

-Ukuran kristal menurut Cox, Price, dan Harte, meliputi:


1. Halus : <1 mm
2. Sedang : 1-5 mm
3. Kasar : >5 mm

Equigranular : ukuran kristal relatif sama besar. Terdiri atas tekstur phanerik dan
aphanitik.

1. Tekstur phaneritik : kristal-kristal penyusunnya dapat dibedakan dengan


mata biasa/mikroskop.
2. Tekstur aphanitik : kristal-kristalnya tidak bisa dibedakan dengan
mikroskop (<0,01 mm)

Inequigranular : ukuran kristal tidak seragam (terdapat fenokris dan masa dasar).
Terdiri atas faneroporfiritik dan porfiroafanitik.

1. Faneroporfiritik : kristal penyusunnya fenokrisnya dapat teramati dan


masa dasarnya dapat diamati pula baik dengan mata biasa/mikroskop
namun memiliki kontras ukuran yang cukup besar.
2. Porfiroafanitik : kristal penyusunnya fenokrisnya dapat diamati namun
masa dasarnya sulit untuk dibedakan dengan mata biasa/mikroskop.

B.3. Bentuk Kristal

Bentuk-bentuk individu kristal dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Euhedral/idiomorf : kristal-kristal yang memiliki bentuk lengkap dan


dibatasi oleh bidang batas yang jelas. Contoh : olivin dalam gabro.
2. Subhedral/hipidiomorf : kristal-kristal yang memiliki bentuk yang kurang
baik, sebagian sisi kristal merupakan batas kristal itu sendiri dan sebagian
lainnya dibatasi oleh kristal lain. Contoh : hornblende dalam diorit.
3. Anhedral : kristal-kristal yang memiliki bentuk yang tidak baik, dimana
batas kristalnya dibatasi oleh kristal dari mineral lain. Contoh : kuarsa
dalam granit.

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 2


Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

B.4. Tekstur Khusus

 Tekstur Porfiritik: kenampakan  Tekstur Idiomorfik Granular:


beberapa kristal yang lebih besar tersusun dominan oleh mineral-
(fenokris) tertanam dalam kristal- mineral berbentuk euhedral.
kristal dengan ukuran yang lebih
kecil (massa dasar).

 Tekstur Graphic: intergrowth


kuarsa dan K-Feldspar, dicirikan

 Tekstur Vitrofirik: kenampakan oleh orientasi kuarsa yang tidak

fenokris tertanam dalam masa teratur.

gelas.

 Tekstur Glomeroporfiritik:
kenampakan fenokris berupa
kumpulan (cluster) dari kristal-
kristal.

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 3


Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

 Tekstur Poikilitik, Ofitik dan o Subofitik: menyerupai ofitik,


Subofitik namun berlaku kebalikannya,
o Poikilitik: inklusi kristal- yaitu kristal piroksen
kristal yang berukuran kecil dikelilingi oleh plagioklas.
secara random ke dalam
kristal berukuran besar.

 Tekstur Myrmekite: intergrowth


o Ofitik: plagioklas euhedral
antara kuarsa dan plagioklas.
dikelilingi kristal piroksen
Kuarsa tampak seperti tubuh
yang berukuran besar. Umum
cacing dan letaknya tidak teratur.
dijumpai pada diabas.
Umumnya ditemukan di granit.

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 4


Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

 Tekstur Intergranular:  Tekstur Hyalopilitik: kristal-


menunjukkan pengisian oleh kristal plagioklas yang berukuran
mineral ferromagnesian (seperti kecil dan mikrokristalin piroksen
olivin dan piroksen) di celah tersebar tidak teratur di dalam
antara mineral-mineral plagioklas massa dasar gelas.
yang saling bersinggungan.

 Tekstur Trasitik: kristal plagioklas


 Tekstur Intersertal: menunjukkan
menunjukkan orientasi/penjajaran
pengisian oleh gelas atau mineral
akibat aliran. Celah antara kristal
kriptokristalin di celah antara
satu dengan yang lainnya diisi
mineral-mineral plagioklas yang
oleh material gelasan atau mineral
saling bersinggungan.
kriptokristalin. Umumnya
dijumpai pada lava.

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 5


Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

 Tekstur Perthite: intergrowth  Tekstur Reaction Rims


antara Na-Feldspar dengan K- (Rapakivi): kenampakan suatu
Feldspar. kristal dikelilingi oleh kristal jenis
lain pada tepiannya.

 Tekstur Zoning: kenampakan  Tekstur Sieve: individu kristal


suatu kristal yang seolah-olah plagioklas banyak terisi oleh
terbagi menjadi beberapa zona. inklusi material gelasan.

Patchy Zoning

 Tekstur Vesikuler: kenampakan


berupa lubang-lubang gas.

 Tekstur Amygdaloidal:
kenampakan adanya lubang-
lubang gas yang telah terisi oleh
mineral sekunder.
Oscillatory Zoning

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 6


Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

C. Bowen Reaction Series

Bowen Reaction Series menjelaskan pembentukan mineral tertentu saat


pendinginan magma pada suhu tertentu. Mineral mineral yang dibentuk sering
disebut mineral pembentuk batuan / Rock Forming Mineral (RFM). Pada
temperatur yang tinggi yang berasosiasi dengan magma mafik dan magma
intermediet, pembentukan mineral di bagi menjadi 2 cabang. Pada cabang yang
continous, menjelaskan evolusi plagioklas feldspar yang kaya akan Ca yaitu
anortit menjadi feldspar yang lebih kaya akan Na yaitu albit. Pada Cabang
Discontinous menjelaskan pembentukan mineral mafik seperti olivine, piroksen,
amphibol, dan mika biotit. Pada suhu tertentu magma membentuk mineral olivin,
akan tetapi apabila magma mendingin lebih cepat maka akan terbetuk mineral
selanjutnya pada reaction series ini yaitu piroksen. Kemudian apabila pendinginan
berlanjut maka selanjutnya piroksen akan membentuk amphibol kemudian mika
biotit. Kemudian seri selanjutnya kedua cabang bertemu dan didapatkan mineral
yang umum dijumpai pada batuan felsik yaitu mika muskovit, Ortoklas feldspar,
dan kuarsa pada suhu terendah yaitu kurang dari 600oC.

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 7


Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

D. Klasifikasi Batuan Beku

Dalam konteks pembahasan mengenai petrografi batuan, analisis terhadap


aspek-aspek mikroskopis mineral menjadi sangat penting. Beberapa aspek yang
harus bisa dianalisis secara mikroskopis adalah:
- Tekstur
- Komposisi Mineral
- Klasifikasi
Hal tersebut sangat penting untuk melakukan interpretasi terhadap proses
pembentukan (genetis) dari batuan tersebut. Dari point tersebut, salah satu aspek
yang sangat penting adalah Klasifikasi batuan.
Klasifikasi batuan dapat menjelaskan dan merepresentasikan kondisi
/komposisi kimia batuan. Dalam pembahasan mengenai petrografi batuan beku,
klasifikasi yang penting dipelajari adalah:
- Klasifikasi Russel B.Travis
- Klasifikasi IUGS

C.1. Klasifikasi Russel B. Travis (klasifikasi terlampir)

1. Pahami dan Kelompokkan mineral-mineral feldspar!


Feldspar ini nanti terbagi menjadi 2 jenis:
- Alkali Feldspar (Sanidin, Ortoklas, Adularia, Mikroklin)
- Plagioklas (Albit, Oligoklas, Andesin, Labradorit, Bitownit, Anortit)

2. Pahami dan kelompokkan mineral-mineral accessories yang utama dan


bukan!
- Feldsphatoid : Nafelin, Sodalit, Leucit
- Mineral Mafik : Forsterit, Fayalit, Olivin, Tephroit, Monticellit
- Grup Piroksen : Ortopiroksen, Klinopiroksen
- Grup Amfibol : Hornblenda
- Iron-Titanium Oksida : Magnetit series/Ilmenit series

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 8


Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

3. Lihat kondisi Tekstur batuan !


(lihat di Bab. B Tekstur Batuan)

Contoh soal:
Diketahui tekstur suatu batuan faneritik. Sebagian mengalami alterasi.
Ukuran kristal 1 – 4mm. Tekstur Equigranular hipidiomorfik. Komposisi
Plagioklas 51%, Ortoklas 3%, Mikroklin 2%, Biotit 5%, dan sisanya Hirnblenda.
Apakah nama batuan tersebut (berdasarkan Klasifikasi Russel B.Travis) ?

Jawab:
TOTAL FELDSPAR = Plagioklas + K Feldpsar
= 51% + (3% + 2%)
= 56 %
% Plagioklas = 51/56 = 0.91 (> 2/3)
% K Feldspar = 2 / 56 = 0.04 (<10%)

Tekstur Faneritik -> Equigranular

Nama Batuan : GABBRO (Klasfikasi Russel B.Travis)


Afinitas : Basaltik
Interpretasi : Lingkungan pembentukkan berupa daerah plutonik. Intrusi dapat
berupa Stok atau Lapolit

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 9


Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

C.2. Klasifikasi IUGS

Klasifikasi ini digunakan untuk batuan beku Plutonik. Sebelum


menggunakan klasifikasi ini, ada beberapa parameter yang harus dipahami
terlebih dahulu mengenai QAPF.
QAPF ini merupakan singkatan dari beberapa kelompok mineral. Berikut
nama-nama kelompok mineral tersebut:

Keterangan: Jika terdapat kelompok Q, Quartz, maka akan sulit dijumpai


kelompok Felsphatoid. Sehingga untuk menentukan nama batuan dengan
menggunakan klasifikasi IUGS, hanya digunakan 3 kelompok mineral, yaitu: Q-
A-P atau A-P-F.

X = Q atau F
Z= A
Y= P

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 10


Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

Cara menggunakannya:
1. Identifikasi terlebih dahulu semua mineralnya
2. Lakukan Normalisasi
3. Angka yang sudah ada kemudian diplot ke dalam diagram
Setalah dimasukaan dan ditemukan perpotongannya, selanjutnya menentukan
nama dari batuan tersebut dengan menggunakan klasifikasi di bawah ini:

(Batuan Plutonik)

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 11


Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

(Batuan Vulkanik)

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 12


Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

(Batuan mafik)

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 13


Panduan Praktikum Petrografi - Acara Batuan Beku

(Batuan Ultramafik)

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 14


Modul Pengenalan Batuan

BATUAN PIROKLASTIK

A. PENGERTIAN

Piroklastik berasal dari kata pyro (Bahasa Yunani yang berarti api) dan clastic yang
berarti fragmen atau pecahan. Menurut McPhie (1993), batuan piroklastik adalah batuan yang
tersusun oleh material-material yang berasal dari hasil erupsi gunung api yang eksplosif, dan
diendapkan dengan proses-proses vulkanik primer. McPhie (1993) memasukkan batuan
piroklastik ke dalam kelompok batuan vulkaniklastik, yaitu batuan klastika hasil erupsi gunung
api, bersama dengan batuan autoklastik dan batuan sedimen vulkanogenik.
Batuan piroklastik juga masuk ke dalam kelompok batuan beku fragmental bersama
kelompok hialoklastik dan autoklastik menurut Fisher & Schmincke (1984), karena batuan ini
sering terbentuk dari pembekuan magma secara cepat dan tiba-tiba, yang menyebabkan
terjadinya fragmentasi magma, pada fase eksplosif gunung api. Kelompok batuan ini menjadi
penting untuk dipelajari mengingat kondisi geologi Indonesia yang banyak dijumpai gunung
api, membuat keberadaan batuan ini sangat umum dijumpai di Indonesia, khususnya pada
daerah-daerah vulkanik aktif.

B. TERMINOLOGI PADA BATUAN PIROKLASTIK

Piroklas (pyroclast) merupakan fragmen-fragmen material vulkanik yang terbentuk dari


hasil proses vulkanisme.
Endapan piroklastik merupakan kumpulan dari piroklas baik yang terkonsolidasi maupun
belum terkonsolidasi.
Tephra merupakan kumpulan dari piroklas yang belum terkonsolidasi.
Welding merupakan deformasi plastis dari piroklas yang bersifat panas (umumnya pumis,
skoria atau gelas vulkanik), sehingga mengalami pemadatan dan pengerasan.

Piroklas dan batuan piroklastik dikelompokkan berdasarkan ukuran butirnya, yaitu :


Ukuran butir Piroklas Batuan piroklastik
> 64 mm Bombs Agglomerate
Blocks Pyroclastic Breccia
64 – 2 mm Lapili Lapili tuff / Lapili stone
< 2 mm Ash grain Tuff / Ash tuff

19
Modul Pengenalan Batuan

Gambar 1. Bagan alir batuan beku volkaniklastik (McPhie, dkk., 1993)

20
Modul Pengenalan Batuan

Tabel 1. Jenis batuan fragmental yang dihasilkan oleh erupsi gunung api
(McPhie, 1993)
Major class Styles Name of Rocks
Autoclastic Extrusive Flow breccia
Intrusive Intrusion breccia
Pyroclastic Subterranean Explosion breccias
Intrusive breccias
Surface Pyroclastic fall deposits :
> 64 mm bombs
2-64 mm lapili
< 2 mm ash

Pyroclastic flow deposits :


Ignimbrite: pumice; ash; scoria and
ash; vesicular andesite and ash;
block and ash

Pyroclastic surge deposits :


Base surge
Ground surge
Ash cloud surge

Submarine Pillow breccia and hyalotuffs


Subaqueous pyroclastic flow
Epiclastic Subaerial and subaqueous Volcanic sediments and lahars

C. KLASIFIKASI BATUAN PIROKLASTIK

Klasifikasi batuan piroklastik dibagi menjadi dua, yaitu klasifikasi secara deskriptif (non-
genetis) dan klasifikasi secara genetis (McPhie, 1993). Klasifikasi batuan piroklastik secara
deskriptif mengelompokkan batuan piroklastik berdasarkan karakteristik dan kenampakan umum
yang dapat diketahui dari pengamatan langsung, contohnya ukuran butir dan komposisi.
Sementara klasifikasi secara genetis membedakan endapan piroklastik berdasarkan mekanisme
transportasi dan mekanisme pengendapannya selama proses erupsi berlangsung. Penentuan
klasifikasi secara genetis umumnya harus melihat kenampakan endapan piroklastik dan
geometrinya secara keseluruhan di lapangan, serta melihat deskripsi endapan secara rinci
sebelum dapat ditentukan jenis endapan piroklastiknya.

21
Modul Pengenalan Batuan

1. Klasifikasi Deskriptif

Gambar 2. Klasifikasi non-genetis batuan piroklastik yang didasarkan pada : (a) komposisi batuan, dan
(b) Ukuran material penyusunnya (Fisher, 1966)

2. Klasifikasi Genetis

Klasifikasi batuan piroklastik secara genetis dibagi menjadi 3 yang dibedakan


berdasarkan mekanisme transportasi serta pengendapannya, yaitu :
a. Pyroclastic fall deposits
b. Pyroclastic flow deposits
c. Pyroclastic surge deposits

a. Pyroclatic Fall Deposits


Merupakan endapan material piroklastik yang terbentuk dari hasil jatuhan material
erupsi yang terlontar dari pusat erupsi. Endapan pyroclastic fall (piroklastik jatuhan)
mempunyai ciri-ciri antara lain :
- Mempunyai sortasi yang baik.
- Ukuran butir dan ketebalan bergradasi secara lateral. Semakin jauh dari pusat erupsi
ukuran butir semakin halus, ketebalan endapan semakin tipis.
- Membentuk perlapisan dengan geometri mengikuti topografi.

22
Modul Pengenalan Batuan

b. Pyroclastic Flow Deposit


Merupakan endapan material piroklastik yang terbentuk dari hasil aliran material
vulkanik. Endapan pyroclastic flow (piroklastik aliran) mempunyai ciri-ciri antara lain :
- Umumnya masif (tidak membentuk perlapisan)
- Memiliki sortasi yang buruk
- Endapan material lebih banyak terkonsentrasi di lembah
- Biasanya membentuk struktur welded
- Bagian bawah endapan menggerus lapisan di bawahnya.

MacDonald (1972) menyebutkan bahwa endapan piroklastik dapat terbentuk melalui


beberapa mekanisme erupsi gunung api, antara lain :
a) Lava-dome collapse (Merapi type)
b) Explosive disruption of lava dome (Peleean type)
c. Collapse from eruption column (Soufriere type)

Gambar 3. Mekanisme pembentukan endapan pyroclastic flow (McDonald, 1972)

c. Pyroclastic surge
Merupakan endapan material piroklastik yang terbentuk dari hasil seruakan material
vulkanik. Bagian dari piroklastik aliran yang banyak mengandung air (wet) sehingga

23
Modul Pengenalan Batuan

membentuk arus turbulen, densitas rendah. Endapan pyroclastic surge mempunyai ciri-ciri
antara lain :

- Membentuk perlapisan dengan struktur sedimen (cross-bedding, laminasi, paralel, wavy,


dll.)
- Sortasi sedang
- Endapan material tidak terlalu terkonsentrasi di lembah
- Bisa membentuk struktur welded, namun jarang dijumpai.

Gambar 4. Perbedaan konsentrasi endapan pyroclastic fall, surge dan flow pada morfologi lembah dan puncak bukit.
(McPhie, 1993)

24
Modul Pengenalan Batuan

D. DESKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam deskripsi batuan piroklastik antara lain :
a. Warna
Umumnya batuan piroklastik berwarna cerah apabila banyak mengandung abu vulkanik
(ash grain) dan pumis, dan berwarna gelap apabila dominan fragmen-fragmen batuan
gunung api.

b. Tingkat konsolidasi
Tingkat konsolidasi menggambarkan tingkat kekuatan ikatan antar butiran (antar fragmen
dengan matriksnya)

c. Struktur
Batuan piroklastik dapat memiliki struktur sedimen, seperti perlapisan, dan laminasi, atau
struktur khusus seperti kenampakan welded pada batuan.

d. Tekstur
Terdiri dari ukuran butir dan bentuk butir. Batuan piroklastik umum tersusun oleh fragmen
dan matriks, sehingga deskripsi tekstur batuan dipisahkan antara fragmen dengan
matriksnya.

e. Komposisi
Batuan piroklastik umumnya tersusun oleh 3 komponen utama, yaitu gelas, fragmen batuan,
dan kristal (mineral) (Fisher, 1966). Gelas umumnya hadir dalam tuff, sebagai salah satu
komponen abu vulkanik. Fragmen batuan berasal dari batuan gunung api di sekitar pusat
erupsi, atau batuan dinding pada kawah gunung berapi, yang ikut terlontarkan bersama
dengan material magma. Kristal-kristal mineral umumnya berasal dari magma yang telah
mengalami kristalisasi sebagian.
Deskripsi komposisi dilakukan pada setiap material dengan melihat jenis material tersebut,
serta dipisahkan antara komposisi fragmen dan matriks.

E. REFERENSI

Fisher, R. V. & Schmincke H.-U., (1984) Pyroclastic Rocks, Berlin, Springer-Verlag.


McPhie, J., Doyle, M., Allen, R., 1993, Volcanic Textures : A Guide to the Interpretation
Textures in Volcanic Rocks., CODES Key Centre, University of Tasmania.

25
PANDUAN PRAKTIKUM PETROGRAFI
ACARA BATUAN METAMORF

A. PENGERTIAN
Metamorfisme adalah proses yang melibatkan perubahan isi/komposisi dan atau
struktur mikro batuan, secara dominan pada kondisi padat. Proses ini utamanya berkaitan
dengan penyesuaian batuan terhadap perbedaan kondisi pada saat batuan itu terbentuk serta
antara kondisi normal di permukaan bumi dengan zona diagenesis. Proses tersebut
berdampingan dengan pelelehan sebagian (partial melting) dan bisa menyebabkan
perubahan komposisi kimia utama batuan. (Fettes dan Desmond, 2007)

B. STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN METAMORF


1. Struktur Batuan Metamorf
Struktur adalah susunan bagian massa batuan yang tidak tergantung kepada
skala, termasuk hubungan antara bagian-bagiannya, ukuran relatif, bentuk dan bentuk
internal dari masing-masing bagian. Secara umum struktur batuan metamorf dibagi
menjadi 2 yaitu foliasi dan non foliasi.
a. Foliasi, adalah struktur planar pada batuan metamorf sebagai akibat dari pengaruh
tekanan pada saat proses metamorfosa. Beberapa contoh diantaranya adalah:
1. Slaty cleavage, adalah tipe struktur yang menunjukkan belahan kontinyu dimana
individu butiran kristal terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Contoh
batuan: Slate.

2. Phyllitic, adalah struktur batuan metamorf yang memiliki ukuran butir halus
sampai sedang yang dicirikan oleh kilap yang berkilau serta skistositas baik yang
dihasilkan oleh susunan parallel filosilikat. Contoh batuan: Phyllite.

3. Schistosic, adalah tipe struktur yang dicirikan oleh skistositas yang berkembang
baik. Skitositas tersebut bisa tersebar seragam di seluruh batuan maupun
membentuk zona berulang dengan jarak antar zonanya kecil, beberapa sentimeter
atau kurang. Contoh batuan: Schist.

4. Gneissic, merupakan tipe struktur yang dicirikan oleh skistositas yang


berkembang buruk , atau jika skistositasnya berkembang baik, maka akan
memiliki spasi yang luas, lebih dari 1 cm. Contoh batuan: Gneiss.

5. Mylonitic, adalah struktur yang dicirikan oleh skistositas yang berkembang baik
dihasilkan dari pengurangan ukuran butir akibat tektonik. Pada umumnya
mengandung porfiroklas bundar serta fragmen litik yang memiliki komposisi yang
sama dengan komposisi matriksnya. Contoh batuan: Mylonite.

b. Non foliasi, adalah struktur batuan metamorf yang tidak memperlihatkan penjajaran
mineral-mineral dalam batuan tersebut. Beberapa contoh diantaranya adalah:
1. Granofelsic, adalah tipe struktur yang dihasilkan oleh ketidakhadiran skistositas
seperti pada butiran-butiran mineral ataupun agregat butiran mineral yang equant
(persegi). Atau jika tidak persegi memiliki orientasi yang acak. Bisa terdapat
perlapisan secara mineralogi maupun litologi. Contoh batuan: Granofels.
2. Hornfelsic, adalah struktur yang memiliki ukuran butir halus yang saling
mengunci (interlocking), ukuran dan bentuknya bisa bervariasi. Contoh batuan:
Hornfels.

3. Cataclastic, adalah struktur yang dicirikan oleh ketidakhadiran skistositas,


porfiroklas umumnya runcing serta fragmen litik tertanam dalam matriks yang
berukuran lebih halus serta memiliki komposisi yang sama. Contoh batuan:
Cataclastite.

2. Tekstur Batuan Metamorf


a) Tekstur Umum
Tekstur adalah ukuran relatif, bentuk serta hubungan antar bentuk butiran
internal pada batuan. Kata kunci: pengamatan utama pada sayatan tipis. Beberapa
tekstur batuan metamorf diantaranya adalah:
a. Ukuran kristal,
- <0.1 mm sangat halus - 5-10 mm kasar
- 0.1-1 mm halus - > 10 mm sangat kasar
- 1-5 mm sedang
b. Bentuk individu kristal,
- Idioblastic : jika butiran kristal euhedral
- Hypidioblastic : jika butiran kristal subhedral
- Xenoblastic : jika butiran kristal anhedral
c. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfisme,
1. Relict / sisa masih menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya. Awalan ‘blasto’
digunakan untuk penamaan tekstur batuan metamorf ini. Contoh tekstur: blasto-
porfiritik, blasto-ofitik, dll. Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini sering
disebut batuan metabeku atau metasedimen.
2. Kristaloblastik terbentuk karena proses metamorfisme itu sendiri. Batuan
dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak
tampak. Penamaannya menggunakan akhiran -blastik. Contoh tekstur:
granuloblastik, porphyroblastik, dll.
d. Tekstur berdasarkan Bentuk Mineral,
1. Lepidoblastik, apabila mineralnya penyusunnya berbentuk tabular.
2. Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic.
3. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan umumnya
kristalnya berbentuk anhedral.
4. Granuloblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya bersifat unsutured (lebih teratur) dan
umumnya kristalnya berbentuk anhedral.

Lepidoblastik Nematoblastik

Granoblastik Granuloblastik
Gambar2.1:Tekstur batuan metamorf berdasarkan bentuk mineral (J.P. Bard, 1983)
b) Tekstur Khusus
Selain tekstur yang diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Porfiroblastik, apabila terdapat mineral yang ukurannya lebih besar tersebut
sering disebut porphyroblasts.
2. Poikiloblastik/Sieve texture, tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts
tampak melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.
3. Mortar texture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa
dasar material yang barasal dari kristal yang sama yang terkena pemecahan
(crushing).
4. Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak
menunjukkan keteraturan orientasi.
5. Saccaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.

Porfiroblastik Poikiloblastik Mortar texture

Decussate Saccharoidal

Gambar 2.2. Ilustrasi tekstur khusus dalam batuan metamorf (J.P. Bard, 1983)

C. TIPE DAN FASIES BATUAN METAMORF


1. Tipe Batuan Metamorf
Klasifikasi utama metamorfisme dari sudut pandang luasan, tatanan tektonik dan
penyebabnya seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.1. Istilah-istilah seperti
metamorfisme termal, metamorfisme dinamik, metamorfisme dinamotermal,
metamorfisme deformasi, metamorfisme terbalik (up-side-down metamorphism),
metamorfisme kataklastik dll, tidak digunakan karena istilah tersebut bertampalan
dengan istilah yang digunakan dalam gambar 3.1 atau memiliki penggunaan yang
ambigu. Beberapa tipe utama batuan metamorf dengan lingkungan tektoniknya dapat
dilihat pada gambar 3.2.
Gambar 3.1. Tipe-tipe utama metamorfisme (Fettes dan Desmond, 2007).

Metamorfisme regional adalah tipe metamorfisme yang meliputi area sangat


luas dan mempengaruhi volume batuan yang sangat besar. Metamorfisme ini
berasosiasi dengan proses tektonik skala besar seperti pemekaran dasar samudra,
penebalan kerak berkaitan dengan tumbukan lempeng, penurunan dasar cekungan yang
dalam, dll.
Metamorfisme lokal adalah tipe metamorfisme meliputi area (volume) terbatas
dimana metamorfisme dapat secara langsung berhubungan dengan penyebab lokal
ataupun sumber khusus, seperti intrusi magma, patahan ataupun tumbukan meteor.
Metamorfisme orogenik adalah tipe metamorfisme skala regional yang
berhubungan dengan pembentukan sabuk orogenik. Metamorfismenya ini bisa
berasosiasi dengan beberapa fase pembentukan pegunungan dan melibatkan proses
kompresi maupun ekstensi. Efek dinamik dan suhu dapat berkombinasi dalam proporsi
dan skala waktu yang berbeda, serta rentang kondisi P-T yang besar.
Metamorfisme burial adalah tipe metamorfisme, umumnya skala regional,
yang mempengaruhi batuan yang terpendam dalam di bawah tumpukan material
sedimen maupun vulkanik dan umumnya tidak berasosiasi dengan deformasi maupun
magmatisme. Batuan yang dihasilkannya sebagian atau seluruhnya mengalami
rekristalisasi dan umumnya tidak berfoliasi atau berfoliasi lemah. Umumnya melibatkan
suhu metamorfime yang sangat rendah hingga sedang serta perbandingan P/T yang
sedang hingga menengah.
Metamorfisme dasar samudra adalah tipe matemorfisme skala regional
maupun lokal yang berhubungan dengan tingginya gradien geothermal di sekitar pusat
pemekaran dalam lingkungan samudra. Rekristalisasinya, yang umumnya tidak
komplit, meliputi beragam suhu. Metamorfisme ini berasosiasi dengan sirkulasi fluida
panas (berhubungan dengan metasomatisme) dan umumnnya menunjukkan kenaikan
suhu metamorfisme terhadap kedalaman.
Metamorfisme dislokasi adalah tipe metamorfisme skala lokal, berasosiasi
dengan patahan atau zona sesar. Pengurangan ukuran butir umumnya terjadi pada
batuan dan batuan yang terbentuk umumnya milonit dan kataklastik.
Metamorfisme tubrukan (impact) adalah tipe metamorfisme skala lokal
disebabkan oleh penjalaran gelombang kejut akibat tubrukan benda angkasa pada
permukaan planet. Metamorfisme ini termasuk proses pelelehan dan penguapan batuan
akibat tumbukan.
Metamorfisme kontak adalah tipe metamorfisme skala lokal yang
mempengaruhi batuan yang diterobos (country rock) di sekitar tubuh magma yang
terletak pada berbagai lingkungan dari vulkanik sampai mantel bagian atas, pada kerak
samudra maupun benua. Metamorfisme ini pada dasarnya disebabkan oleh transfer
panas dari tubuh magma yang mengintrusi kepada batuan yang diterobos, dengan
perbedaan suhu metamorfisme bisa sangat besar. Metamorfisme ini bisa dibarengi oleh
deformasi yang signifikan tergantung dinamika intrusinya.
Pirometamorfisme adalah tipe metamorfisme kontak yang dicirikan oleh suhu
yang sangat tinggi pada tekanan yang sangat rendah, dibentuk oleh tubuh vulkanik
ataupun sub-vulkanik. Metamorfisme ini umumnya terbentuk pada xenolith dalam
tubuh intrusi, dan dapat diikuti oleh beberapa derajat partial melting.
Metamorfisme hidrotermal adalah tipe metamorfisme skala lokal yang
disebabkan oleh fluida panas dengan banyak kandungan H2O. Metamorfisme ini
umumnya skala lokal yang berhubungan dengan penyebab spesifik (yaitu di mana
intrusi batuan beku menghasilkan fluida yang bereaksi dengan batuan sekitarnya).
Namun, pada lokasi dimana intrusi batuan beku terjadi berulang-ulang (seperti pada
pusat pemekaran lantai samudra) perulangan sirkulasi fluida panas ini dapat
meningkakan efek regional seperti pada metamorfisme dasar samudra. Metasomatisme
umumnya berasosiasi dengan tipe metamorfisme ini.
Metamorfisme hot-slab adalah tipe metamorfisme skala lokal yang terjadi di
bawah tubuh lempeng tektonik panas (contohnya adalah metamorfosa kontak
berdimensi kecil di bagian bawah dari obduksi kerak samudera). Gradien termal dari
tipe metamorfisme ini umumnya terbalik dan curam.
Metamorfisme pembakaran (combustion metamorphism) adalah tipe
metamorfisme skala lokal yang dihasilkan dari proses pembakaran spontan material-
material alami, seperti batuan bituminous, batubara maupun minyak.
Metamorfisme akibat petir (lightning metamorphism) adalah tipe
matemorfisme skala lokal yang disebabkan sambaran petir. Batuan yang dihasilkan
umumnya berupa fulgurite, yaitu batuan yang hampir keseluruhannya berupa gelas.

Gambar 3.2. Beberapa tipe utama batuan metamorf dan lokasi pembentukannya (Press dkk,
2003 dengan modifikasi).

2. Fasies Metamorfisme
Fasies metamorfisme adalah suatu kumpulan mineral-mineral metamorfik,
secara berulang berasosiasi dalam ruang dan waktu dan menunjukkan hubungan umum
antara komposisi mineral dan komposisi kimia secara keseluruhan. Oleh karena itu
fasies metamorfisme terkait dengan kondisi metamorfisme yang berbeda, pada suhu dan
tekanan yang khusus, walaupun beberapa variabel, seperti PH2O juga dapat
dipertimbangkan (Fettes dan Desmond, 2007). Posisi relatif dari fasies metamorfik
terhadap P-T dan lokasi pembentukan fasies metamorfik pada zona subduksi dapat
dilihat pada gambar 3.3 dan 3.4 secara berurutan.

Gambar 3.3. Fasies metamorfisme yang digambarkan oleh wilayah-wilayah pada grafik P-T (Winter,
2010).

a. Fasies Zeolite
Fasies zeolite merupakan fasies tingkat rendah, umumnya terbentuk dari alterasi
gelas vulkanik menjadi mineral zeolite berupa heulandite atau stibnite (terkadang
berupa analcime), bersama dengan mineral-mineral phyllosilicate, seperti
celadonite, smectite, kaolinite, atau montmorillonite, dan kuarsa atau mineral
karbonat sekunder. Mineral kristalin batuan beku tidak mengalami perubahan. Pada
kedalaman yang sedikit lebih dalam, mineral klorit dapat muncul, dan heulandite
digantikan oleh laumontite, dan analcime oleh albite. Wairakite merupakan mineral
zeolite lain yang dapat terbentuk, yang umumnya lebih stabil pada grade yang lebih
tinggi dibandingkan laumontite.

b. Fasies Prehnite-pumpellyite
Fasies prehnite-pumpellyite merupakan salah satu fasies tingkat rendah selain fasies
zeolite. Pada bagian atas dari fasies zeolite, laumontite akan hilang dan digantikan
oleh mineral prehnite + pumpellyite + kuarsa yang menjadi stabil. (umumnya
bersama dengan albite, chlorite, phengite dan titanite). Fasies ini terbentuk sesaat
sebelum fasies blueschist dan greenschist terbentuk.
c. Fasies Greenschist
Dalam kondisi tekanan dan suhu fasies greenschist, batuan metabasaltik asal
punggungan tengah samudra (mid oceanic ridge basalt – MORB) terubah menjadi
greenschist dengan kumpulan mineral asosiasi berupa aktinolit + klorit + epidot +
albit ± kuarsa. Tiga mineral pertama memberikan warna hijau. Keempat mineral
pertama merupakan mineral yang harus ada dalam greenschist dan penciri fasies
greenschist.
Fasies greenschist terbentuk pada suhu 300 oC hingga 500 oC dengan tekanan
rendah-menengah. Transisi antara fasies greenschist dan amphibolite bergradasi.
Pada suhu sekitar 450 oC, batuan metabasa akan membentuk mineral hornblende
(menggantikan aktinolit) sebagai hasil reaksi antara epidot dan klorit serta terbentuk
pula plagioklas yang lebih basa.

d. Fasies Amphibolite
Di bawah kondisi tekanan dan suhu fasies amphibolites, metabasalt terubah menjadi
amphibolites dengan kandungan plagioklas (oligoklas–andesine) + hornblende ±
kuarsa. Mineral hornblende menjadi penciri utama fasies ini hingga > 50 %. Pada
suhu lebih rendah dalam fasies ini, mineral epidot mungkin masih tersisa. Mineral
garnet juga melimpah pada banyak jenis amphibolites. Pada tingkat yang lebih
tinggi dalam fasies ini, klinopiroksen bisa hadir, tentu dalam kondisi tekanan tinggi.

e. Fasies Granulite
Fasies granulite terdiri dari batuan-batuan tingkat tinggi yang terbentuk pada suhu
tertinggi dari metamorfisme orogenik. Mineral penciri fasies ini terdiri dari
klinopiroksen + plagioklas ± kuarsa ± ortopiroksen. Klinopiroksen pada fasies ini
merupakan hasil replacement dari hornblende pada fasies amphibolite. Mineral-
mineral hydrous lain seperti mika tidak hadir dalam fasies ini, karena batuan dalam
fasies ini terdehidrasi secara kuat dan pembentukannya dipengaruhi oleh tekanan air
yang tinggi.

f. Fasies Blueschist
Nama fasies blueschist berasal dari kehadiran glaukofan dan mineral-mineral sodic
amfibol yang lainnya. Mineral-mineral tersebut umumnya dijumpai bersama dengan
mineral lawsonit, zoisit, epidot, garnet, klorit, phengite, paragonit, kloritoid, talk,
kyanit, jadeit, ankerit dan aragonit. Dalam fasies ini mineral feldspar dan biotit tidak
hadir dalam batuan. Fasies blueschist terbentuk pada suhu rendah dan tekanan yang
relatif tinggi, yaitu di sepanjang gradien geotermal rendah yang terkait dengan
proses subduksi.

g. Fasies Eclogite
Pada fasies eclogite, batuan dicirikan dengan kehadiran kelompok mineral
ompachite + garnet, sementara plagioklas tidak hadir pada fasies ini. Eklogit
merupakan batuan tekanan tinggi yang terbentuk pada rentang suhu yang luas, dan
terjadi pada tatanan geodinamik yang berbeda. Low-T eklogit dihasilkan dari proses
subduksi kerak samudra. Umumnya dicirikan oleh kehadiran mineral-mineral
hydrous seperti kloritoid, zoisit dan talk disamping mineral omfasit dan garnet.
Intermediate-T eklogit dihasilkan dari penebalan akibat akresi antara kerak benua.
Eklogit tipe ini masih mengandung mineral hydrous, umumnya berupa zoisit +
phengite. Pada high-T eklogit, mineral hydrous tidak dijumpai lagi dan dicirikan
dengan kehadiran kyanit yang berasosiasi dengan omphacite dan garnet.
Fasies eclogite yang berupa lherzolite dapat mengandung pasangan mineral olivin
+ garnet. Tidak ada batas tekanan pada fasies eclogite, namun istilah ultra-high
pressure metamorphism (UHPM) digunakan untuk batuan fasies eclogite yang
mengandung mineral coesite, yang telah mengalami metamorfosa pada kondisi di
mana mineral coesite dapat stabil.

h. Fasies Hornfels
Fasies Hornfels merupakan fasies yang terbentuk pada kondisi tekanan yang rendah
dan hanya dipengaruhi oleh perubahan temperatur yang signifikan pada daerah
kontak metamorfisme. Fasies ini terbagi menjadi 3, yaitu fasies albite-epidote
hornfels, hornblende hornfels, dan pyroxene hornfels. Fasies sanidite sangat jarang
ditemukan, karena umumnya hanya terbatas pada xenolith dalam magma basa atau
pada bagian paling dalam dari zona aureol kontak yang berhubungan dengan intrusi
basa atau anorthosit. (pirometamorfisme).

Gambar 3.4. Lokasi pembentukan fasies-fasies metamorfisme pada zona subduksi (Winter,
2010).

DAFTAR PUSTAKA
Bard, J.P. 1983. Microtexture of Igneous and Metamorphic Rocks. Boston: D. Reidel
Publishing Company.
Winter, O.D. 2010. An Introduction to Igneous and Metamorphic Petrology. New Jersey:
Prentice Hall Upper Saddle.
Sumber Foto: Internet
I. Pendahuluan

Batuan karbonat merupakan batuan sedimen yang tersusun > 50 % mineral atau
material karbonat. Batuan karbonat disebut sebagai Batugamping apabila penyusun
utamanya terdiri dari kalsit >90% dan dolomit jika teridiri dari dolomit > 90 persen
(Boggs,1987). Beberapa mineral yang dijumpai pada batuan sedimen karbonat diantaranya
adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Diagram yang menunjukkan komposisi umum mineral karbonat pada


Batuan Karbonat

II. Komponen utama penyusun batuan karbonat

Gambar 2. Terminologi deskriptif dzari bebagai macam carbonate grain (Allochem).


(After Flugel, E., 2004, Microfacies of Carbonate Rocks : Springer-Verlag, Berlin, Fig.
4.7., p. 100)
1) Allochem

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 1


Allochem merupakan istilah yang diusulkan oleh Folk (1962) untuk
mencakup semua agregat atau butiran karbonat yang menyusun sebagian besar
batugamping. Allochem terbagi menjadi dua kelompok yaitu Skeletal grain dan
NonSkeletal grain.
A. Skeletal grain
Skeletal grain merupakan fragmen kerangka atau kerangka fosil organisme yang
berukuran 0.05 mm hingga beberapa sentimeter.
B. Non-Skeletal grain
a. Coated Grain
Coated grain merupakan istilah yang digunakan pada semua butiran
karbonat yang tersusun oleh suatu nucleus dikelilingi oleh lapisan-lapisan
yang disebut cortex.
• Ooids (Oolith)
Partikel karbonat yang memiliki bentuk membundar hingga oval,
dicirikan oleh kehadiran lapisan-lapisan tipis konsentris yang
mengelilingi Nukleus. Ooids memiliki diameter 0.25 – 2.00 mm.
• Oncoids
Butiran karbonat yang memiliki diameter <1 mm hingga beberapa
desimeter, dicirikan cortex tebal yang memiliki bentuk tidak beraturan
dan Non-konsentris.
• Pisoids
Partikel karbonat berukuran kecil dengan struktur lamina konsentris,
lebih dari 2 mm dan memiliki diameter kurang dari 10 mm.
b. Peloid
Butiran karbonat yang umumnya berukuran lanau mulai dari 0.05 hingga
0.20 mm, membundar atau berbentuk balok dan tidak memiliki struktur
internal.
c. Intraclast
Sedimen karbonat yang telah tererosi dan terendapkan kembali, umumnya
dekat atau dalam sikuen pengendapan yang sama dimana batuan terbentuk
(Folk, 1959 and 1962).
d. Extraclast
Butiran detrital atau klastika batuan sedimen karbonat yang telah terlitifikasi
(Lithoclast), tererosi, dan tersingkap di permukaan serta berasal dari luar
cekungan pengendapan dimana klastika terakumulasi.

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 2


Ooids Oncoids Pisoids

Intraclast Extraclast Skeletal Fragmen


2) Non-Allochem
A. Microcystalline calcite/Micrite
Partikel penyusun batuan karbonat yang memiliki diameter a) 0.001-0.004
mm, translucent, sering memperlihatkan warna kecoklatan dalam asahan tipis.
B. Sparry Calcite/Sparite komponen yang berbentuk butiran atau kristal yang
berdiameter lebih dari 0.004 mm (4-10 mikron) dan memperlihatkan
kenampakan yang jernih dan mozaik dalam asahan tipis. Sparite analog dengan
semen pada clean sandstone.

Gambar 3. Kenampakan Sparite sebagai semen mengelilingi intraclast rounded.

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 3


Gambar 4. Kenampakan batugamping yang kaya akan mikrit, dengan beberapa
skeletal fragmen (putih).

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 4


III. POROSITAS BATUAN KARBONAT

Gambar 1. Klasifikasi porositas berdasarkan non-fabric-selectice dan variasi fabric-


selective (Choquette & Pray, 1970)

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 5


Boring
Porositas ini terbentuk akibat
pengaruh proses pelarutan yang
menyebabkan pelebaran rongga antar Intrapartikel
fragmen atau butir oleh sementasi kalsit porositas ini terbentuk di dalam
atau mikrokristalin, dimana individu fragmen atau material penyusun batuan
butir dapat secara luas seperti bekas karbonat yang umumnya dijumpai pada
lubang galian. cangkang fosil akibat kompaksi mekani k
atau reduksi porositas interpartikel.

Interpartikel
Porositas yang terbentuk akibat
kontak antara material yang menyusun Fenestral
batuan karbonat sehingga menyisakan Porositas yang dicirikan ruang
ruang atau spasi. atau pori antar partikel yang
memanjang, pengisian sparit pada
sedimen sedimen mikritic yang
dihasilkan dari proses grain bridging,
bioturbasi, pembentukan gelembung
gas yang berasosiasi dengan
dekomposisi material organic dan lain -
lain.

Fracture
Porositas ini terbentuk akibat
rekahan yang membentuk zona -zona
pengisian, sehingga proses pelarutan
dapat memicu pelebaran pori.

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 6


Moldic
Moldic merupakan porositas Shelter
sekunder yang terbentuk akibat proses Porositas ini dicirikan oleh
pencucian (leached) dan sementasi kenampakan ruang atau pori seperti
umumnya pada ooids, proses reduksi payung yang terbentuk disepanjang
total porositasdapat menunjukkan klastika memanjang.
waktu relative antara kompaksi dan
sementasi.

Interkristalin Channel
Porositas interkristalin Porositas Channel dicirikan oleh
terbentuk sebagai ruang atau pori rongga atau pori pada batuan karbonat
diantara kristal-kristal kalsit atau dengan bentuk tidak beraturan dan
mineral karbonat lainnya. besar yang terbentuk oleh proses
pelarutan di sepanjang zona rekahan.

Vuggy
Porositas Vuggy terbentuk oleh
proses disolusi secara intensif oleh air
meteoric dalam jangka waktu yang lama
dicirikan ukuran pori yang melebihi
butiran disekitarnya membentuk fitur
vug atau lubang.

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 7


IV. KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT

Klasifikasi batuan karbonat bermacam-macam, namun yang akan digunakan pada


praktikum adalah klasifikasi Folk (1959), Dunham (1962), dan Embry & Klovan (1971).
Syarat utama penggunaan Klasifikasi Folk, Dunham dan Embry & Klovan adalah Mineral
karbonat > 90 %, yaitu khusus batugamping.

A. Klasifikasi Folk
Parameter utama yang digunakan pada klasifikasi ini adalah tekstur deposisi (ham,
1962). Folk menyatakan, bahwa proses pengendapan batuan karbonat dapat
disebandingkan (comparable) dengan proses pengendapan batupasir atau batulempung
(shale). Menurut Folk, ada 3 macam komponen utama penyusun batugamping, yaitu :
Allochem, Mikrit dan Sparit.

Gambar 5. Gambaran Tekstural untuk endapan Karbonat (Folk, 1962 dalam Scholle,
Peter A. dan Ulmer-Scholle, Dana S., 2003)

B. Klasifikasi Dunham (1962)


Dunham membuat klasifikasi batugamping berdasarkan tekstur deposisi
batugamping, yaitu tekstur yang terbentuk pada waktu pengendapan batugamping,
meliputi ukuran butir dan susunan butir (sortasi).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pengklasifikasian


batugamping berdasarkan tekstur deposisinya, yaitu :
1. Derajat perubahan tekstur pengendapan
2. Komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses deposisi.
3. Tingkat kelimpahan antara butiran (grain) dan lumpur karbonat (mud)

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 8


Gambar 6. Klasifikasi batugamping Dunham, 1962

C. Klasifikasi Embry & Klovan (1971)


Klasifikasi ini didasarkan pada tekstur pengendapan dan merupakan pengembangan
dari klasifikasi Dunham (1962), yaitu dengan menambahkan kolom khusus pada kolom
boundstone, menghapus kolom crystalline carbonate, dan
membedakan persentase butiran yang berdiameter < 2mm dari butiran yang
berdiameter > 2mm (lihat gambar 7).

Gambar 7. Klasifikasi Embry & Klovan, 1971

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 9


V. LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT

Dalam penentuan lingkungan pengendapan dari batuan karbonat terdapat


aspekaspek penting yang harus dideterminasi, diantaranya:

1. Kelimpahan relatif antara material penyusun utamanya yaitu antara butiran, matriks,
dan semen.
2. Bentuk, ukuran, sortasi, dan karakteristik lain dari butiran karbonat termasuk jenis
fosilnya.
3. Asal dari matriksnya
4. Jenis semen yang terkandung.
5. Asal mula dari kemasnya baik berupa grain supported, matrix supported, ataupun
,mud supported.

Terdapat 9 sabuk fasies utama atau zona fasies yang melambangkan lingkungan
karbonat utama (Wilson 1975 dalam Boggs 2009). Zona fasies ini diantaranya:

Gambar 8. Zona Fasies, model untuk rimmed carbonate platform (After Wilson, J. E;1975
dengan tambahan oleh Flügel;2004 dalam Boggs;2009)

1. Zona Fasies 1 : shale gelap dan mudstone karbonat. Terdeposisi pada lingkungan laut
dalam atau umumnya dibawah batas oksigen pada air (kondisi reduksi)
2. Zona Fasies 2 : batugamping yang sangat berfosil dengan sisipan shale. Terbentuk
pada lingkungan laut terbuka dibawah storm-wave base namun diatas batas oksigen
di air.
3. Zona Fasies 3 : batugamping gradasi atau non gradasi, berbutir halus,
berkemungkinan mengandung blok jatuhan dari foreslope. Berada pada bagian bawah
dari foreslope.
4. Zona Fasies 4 : batugamping berbutir halus hingga kasar dengan bongkahan jatuhan
dan breksi. Merupakan debris karbonat dari zona fasies 5.
5. Zona Fasies 5 : organic buildups (terumbu dan bioherm lain) terdiri dari boundstone,
framestone. Umumnya merupakan rim dari platform karbonat, namun tidak selalu
hadir pada keseluruhan platform karbonat.

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 10


6. Zona Fasies 6 : pasir karbonatan tersortasi yang tersusun oleh butiran skeletal yang
berasal dari zona fasies 4 dan 5. Ooid umum ditemukan. Berada pada laut yang sangat
dangkal.

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 11


7. Zona Fasies 7 : endapan mix karbonat yang terdiri dari wackestone,
mudstone, dengan sisipan shale atau silt. Patch reef mungkin dapat muncul.
Berada pada laut dangkal dengan sirkulasi air normal.
8. Zona Fasies 8 : bioclastic wackestone, pasir bioklastik dan litoklastik,
mudstone, stromatolites, sisipan shale atau lanau. Berada pada laut dangkal
dengan sirkulasi air yang kurang baik.
9. Zona Fasies 9 : anhidrit dan nodular dolomit, stromatolit, lumpur dan lanau
silisiklastik. Berada pada zona intertidal hingga supratidal.
10. Zona Fasies 10 : batugamping pada kondisi subaerial atau subaquatik yang
telah terpengaruh air meteorik dibawah zona vadose.

Gambar 9. Zonasi Fasies terumbu dalam pembentukan Batugamping (james, 1992)

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM 12


Page

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM 13


MODUL PRAKTIKUM PETROGRAFI
BATUAN SEDIMEN SILISIKLASTIK

I. PENDAHULUAN
Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari batuan yang telah ada
sebelumnya, dapat berupa batuan beku, batuan metamorf, atau batuan sedimen itu sendiri.
Asal mula batuan sedimen terbentuk dari proses – proses yang menyangkut proses
sedimentasi yaitu pelapukan, erosi, transportasi, sedimentasi, dan diagenesa. Medium
transportnya berupa air, angin, ataupun salju.
Tahapan proses deskripsi petrografi secara umum ada batuan sedimen siisiklastik
dapat dilihat pada gambar 1.

SAMPEL DESKRIPSI
BATUAN SAYATAN SAYATAN
SEDIMEN PETROGRAFI PETROGRAFI
SILISIKLASTIK

PROVENANCE NAMA
KLASIFIKASI
BATUAN

Gambar 1. Diagram alir tahapan pengamatan petrografi batuan sedimen silisiklastik

II. DESKRIPSI
Pada praktikum petrografi batuan sedimen silisiklastik ada beberapa hal yang harus
dideskripsi, yaitu :

Gambar 2. Hal yang dideskripsi pada sayatan petrografi batuan sedimen silisiklastik

1. Warna batuan pada sayatan tipis


Warna batuan pada sayatan petrografi dapat menunjukkan warna mineral yang
mendominasi. Warna ini meliputi warna interferensi pada nikol sejajar dan nikol
bersilang.

1
2. Tekstur
a. Ukuran butir
Ukuran butir sedimen silisiklastik dapat dilihat dan disesuaikan dengan klasifikasi
ukuran butir Wenworth adalah seperti di bawah ini :
Boulder : > 256 mm
Cobble : 64 – 256 mm
Pebble : 4 – 64 mm
Granule : 2 – 4 mm
Sand : 1/16 – 2 mm
Silt : 1/256 – 1/16 mm
Clay : < 1/256 mm

b. Sortasi

Sortasi atau pemilahan terbagi menjadi 2 yaitu :

 Sortasi baik : batuan yang memiliki ukuran butir yang merata dan hanya
mengandung sedikit matriks.
 Sortasi buruk : batuan yang memiliki ukuran butir tidak merata dan dijumpai
banyak matriks.

Gambar 3. Ilustrasi sortasi batuan sediemn silisiklastik

c. Bentuk

Roundness dan Sphericity

2
Tingkat kebundaran (roundness) merupakan bentuk serta sifat permukaan dari
batuan yang diamati. Hal ini dipengaruhi oleh pengaruh tranpsort terhadap
butiran yang akibatnya butiran menjadi membundar. Sedangkan sphericity
merupakan bentuk butiran batuan sedimen silisiklastik untuk mendekati bentuk
bola.

Gambar 4. Ilustrasi bentuk batuan Roundness dan Sphericity


d. Kemas (fabric)
Packing dan orientasi
Packing merupakan fungsi ukuran dan bentuk butir yang dipengaruhi oleh
proses fisika dan kimia selama proses kompaksi sedimen. Sedangkan orientasi
adalah susunan butiran pada batuan sedimen silisiklastik yan gdipengaruhi
oleh proses fisik serta kondisi selama proses pengendapan.

Gambar 5. Ilustrasi fabrik sedimen


e. Hubungan antar butir sedimen

Hubungan antar butir sediemen ini terbagi menjadi 5, yaitu :

 Floating mass
Adanya massa yang mengambang diantara matriks dan antara fragmen
tidak saling bersentuhan satu sama lain.

3
 Point contact
Hubungan antar butir sedimen yang hanya berhubungan satu dengan yang
lain di satu titik.
 Suture contact
Hubungan antara butiran sedimen yang bidang batasnya saling mengunci
(menggigit) satu sama lain dengan bentuk seperti gigi.
 Long contact
Hubungan antar butir sedimen yang bidang batasnya garis lurus.
 Concave convex
Hubungan antar butir sedimen yang bidang batasnya bidang cekungan dan
cembungan.

Gambar 6. Ilustrasi hubungan antar butir sedimen

f. Tingkat kedewasaan
Tingkat kedewasaan atau maturitas dikontrol oleh 3 hal penting yaitu
persentase clay, sortasi dan roundness.

Gambar 7. Kurva tingkat kedewasaan

4
g. Porositas dan permeabilitas
Porositas merupakan besarnya pori yang berada dalam batuan. Sedangkan
permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk meloloskan fluida.

Gambar 8. Ilustrasi tipe porositas


Di bawah ini merupakan penjelasan tipe – tipe porositas batuan sedimen :
a. Fabric selective
 Intercorpuscules
Merupakan porositas pada ruang (space) yang terdapat di antara butir-butir
dalam batuan sedimen. Porositas jenis ini sangat penting dalam batuan
sedimen dan hadir pada hampir semua batuan sedimen. Meningkatnya
diagenesa batuan biasanya diikuti menurunnya porositas jenis ini.
 Fenestrae
Porositas pada kemas batuan sedimen lebih besar dari celah pada batuan yang
dikuasi butiran (grain-supported). Porositas jenis ini sangat umum dijumpai
pada batuan karbonat dan terbentuk karena dehidrasi, litifikasi dan
pengeluaran gas sehingga membentuk rongga mendatar.
 Intracorpuscules
Merupakan jenis porositas dalam bentuk butir atau kepingan batuan berupa
rongga yang ada pada fosil seperti moluska, koral, briozoa dan fosil renik

5
lainnya seperti foraminifera. Porositas jenis ini akan cepat menurun setelah
proses diagenesis berlangsung.
 Intercristaline
Porositas yang terdapat diantara kristal-kristal. Porositas jenis ini sering
dijumpai pada batuan sedimen evaporasi, batuan beku dan batuan metamorf.
Sering juga dijumpai pada batuan sedimen yang mempunyai pertumbuhan
kristal baik seperti dolomit.
 Mouldic
Porositas yang disebabkan oleh pelarutan butir atau fragmen, umumnya
akibat sementasi. Pelarutan dapat terjadisecara terpilih, hanya pada satu jenis
butir. Sehingga kesaranganmoldic ini dapat dibagi lagi, misalnya oomoldic,
dan pelmoldic atau biomoldic.
 Shelter
Ruang atau pori yangterbentuk di bawah partikel besar seperti kerang-
kerangan yangcembung. Porositas ini merupakan jenis porositas yang kecil
tetapimenjadi pelengkap porositas lainnya.
 Cavites de croissance
Porositas yang terbentuk oleh skeletal growth seperti koral, stromatoporoid
atau alga.
b. Non fabric selective
 Fracture
Jenis porositas yang terbentuk olehretakan, umumnya dalam batuan yang
brittle, yang biasanyadisebabkan oleh tektonik. Porositas ini terdapat banyak
dan dapatmeningkatkan permeabilitas pada batugamping.
 Chenaux
Porositas yang terbentuk ketika batugampingmengalami dissolution dibawah
titik jenuh air. Pori ini berbentuk memanjang.
 Vuggy
Porositas yang memiliki diameter lebih dari 1 / 16 mm sehingga dapat terlihat
dengan mata telanjang. Pori ini memiliki bentuk yang kasar. Kebanyakan
vuggy dapat mewaili peningkatan pada porositas intergranular atau porositas
interkristalin. Beberapa porositas vuggy dapat terbentuk menjadi CO2 yang
kaya air tanah yangdihasilkan selama terbentuknya hidrokarbon.

6
 Caverne
Porositas yang berukuran sangat besar dengan bentuk dapat berupa channel
atau vuggy.
 Breccia
Jenis pori yang merupakan kelanjutan dari porositas rekahan dengan
pertambahan jarak antara dinding-dindingyang merekah. Seperti halnya
porositas rekahan, porositas initerbentuk dari tektonik.
 Boring dan Burrow
Porositas yang terbentuk dari hasil biologi

3. Komposisi
Ada 3 unsur komposisi utama batuan sedimen silisiklastik, yaitu :
 Butiran (grain) : butiran klastik yang tertransport dan berupa fragmen.
 Massa dasar (matrix) : lebih halus dari butiran dan diendapakan bersama
fragmen / butiran
 Semen (cemen) : berukuran halus, merekat pada fragmen dan matriks yang
terendapkan setelah fragmen dan matrik telah terendapkan

III. CARA PENENTUAN PERSENTASE KOMPOSISI BATUAN DEGAN


METODE POINT COUNTING

Gambar 9. Ilustrasi point counting

7
Untuk menentukan komposisi dengan metode point counting, dapat dilakukan
dengan menghitung jumlah setiap jenis mineral yang dapat dilihat dalam medan pandang.
Penghitungan ini tidak memperhatikan ukuran mineral yang ada, meskipun ukurannya
sangat kasar atau ukuranya halus jika masih dapat dilihat maka dianggap sama
(jumlahnya). Misalnya dalam suatu batupasir, ada butiran kuarsa yang memiliki ukuran
lebih kasar dibandingkan dengan feldspar yang berukuran lebih halus, maka kuarsa yang
lebih kasar tersebut tetap dihitung satu butir, sama dengan butiran plagioklas yang
berukuran lebih halus. Sehingga metode ini cukup baik digunakan untuk pemerian batuan
sedimen silisiklastik yang tersusun atas klastika – klastika berukuran relative sama.

IV. KLASIFIKASI
1. KLASIFIKASI UNTUK PENENTUAN NAMA BATUAN

Gambar 10. Klasifikasi Batuan sedimen silisiklastik, After Pettijohn et al. (1987)

Penentuan nama batuan dengan klasifikasi Pettijohn 1987 berdasarkan atas persen
matrik, fragmen batuan (litik), feldspar, dan kuarsa. Pada klasifikasi ini secara umum
terbagi menjadi 3 jenis batuan yaitu arenit, wackes dan mudrock. Pembagian ketiga jenis
batuan tersebut berdasar atas persen matriknya. Matriks merupakan material penyusun
batuan silisiklastik yang memiliki ukuran butir < 0.03 mm. pembagian jenis batuan
tersebut, yaitu :
1. Arenit
Untuk penentuan nama batuan jika matrik kurang dari 25 % digolongkan lagi menjadi
7 jenis batuan tergantung kelimpahan kuarsa, feldspar dan litik.
 Quartz arenit : jika kelimpahan kuarsa lebih dari 95 %.

8
 Subarkose : jika kelimpahan kuarsa kurang dari 95 % dan lebih dari 75 %, feldspar
dan litik kurang dari 25 % tetapi lebih dominan feldspar.
 Sublitharenit : jika kelimpahan kuarsa kurang dari 95 % dan lebih dari 75 %, feldspar
dan litik kurang dari 25 % tetapi lebih dominan litik.
 Arkose : jika kelimpahan kuarsa kurang dari 75 %, feldspar lebih dari 25 %, dan litik
kurang dari 25 %.
 Litik arkose : jika kelimpahan kuarsa kurang dari 75 %, feldspar lebih dari 25 %, dan
litik lebih dari 25 %.
 Arkosic arenit : jika kelimpahan feldspar lebih dari 50 %.
 Litharenit : jika kelimpahan litik lebih dari 50 %.

2. Wackes
Untuk penentuan nama batuan jika matrik lebih dari 25 % dan kurang dari 75 %.
Wackes digolongkan menjadi 3 yaitu :
 Quartzwacke : jika kelimpahan kuarsa lebih dari 95 %.
 Feldspar greywacke : jika kelimpahan feldspar lebih dari 50 %.
 Litik greywacke : jika kelimpahan litik lebih dari 50 %.

3. Mudrocks
Untuk penentuan nama batuan jika mengandung matrik lebih dari 75 %.

2. KLASIFIKASI SETTING TEKTONIK

Gambar 11. Klasifikasi setting tektonik, After Dickinson, W. R., et al. (1983)

9
LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

PRAKTIKUM PETROGRAFI
BORANG MATERI
ACARA: PETROGRAFI BATUAN ALTERASI
Asisten Acara:
1....................................................................................
2. ..................................................................................
3. ..................................................................................
4. ..................................................................................

Nama Praktikan : DIMAS BHERLYANO E.R.


NIM : 19/446580/TK/49685

Borang ini ditujukan kepada praktikan guna mempermudah pemahaman materi selama
praktikum. Praktikan wajib melengkapi bagian kosong yang telah disediakan dengan
kata/kalimat yang sesuai.

Buku Referensi:
Corbett, G. J. dan Leach, T. M., 1998, Southwest Pacific Rim Gold-Copper Systems: Structure,
Alteration, and Mineralization, Society of Economic Geologist, Inc., USA.
Browne, P. R. L., 1978, Hydrothermal Alteration in Active Geotermal Fields dalam Annual
Reviews Earth Planet Science 6, pp 229-250.
Browne, P. R. L., 1995, Hydrothermal Alteration, Geotermal Institute, University of Auckland,
Auckland.
Pirajno, F., 2009, Hydrothermal Processes and Mineral Systems, Springer, Australia.
Thompson, A. J. B. Dan Thompson, J. F. H., 1998, Atlas of Alteration: A Field and
Petrographic Guide to Hydrothermal Alteration Minerals, Mineral Deposit Division,
Geological Association of Canada, Canada.
White, Noel,1996, Hydrothermal alteration in porphyry copper system. Unpublished.

PETROGRAFI ACARA ALTERASI


LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

I. PENGERTIAN
Alterasi hidrotermal merupakan pergantian (mineralogy) dan kimiawi yang terjadi ketika
batuan berinteraksi dengan fluida hidrotermal (White, 1996). Fluida hidrotermal
mengandung zat-zat terlarut, baik yang bersifat reaktif maupun yang tidak, berupa larutan
panas dengan suhu diantara 50 - >500oC (Pirajno, 2009). Sumber fluida dapat
berupa magmatic/juvenile fluids, connate water, meteoric, atau metamorphic water.

Ilustrasi yang menunjukkan kerangka tektonik dan lokasi di mana aktivitas


hidrotermal dapat terjadi. (Pirajno, 2009)

Macam-macam Proses Alterasi Hidrotermal


 Pengendapan langsung (direct deposition)
Fluida panas yang mengandung mineral terlarut akan mengendapkan mineral terlarut
tersebut pada rekahan-rekahan yang dilalui oleh fluida panas tersebut pada suatu
batuan.

PETROGRAFI ACARA ALTERASI


LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

 Penggantian (replacement)
Fluida panas tidak hanya mengendapkan mineral yang terlarut lagi tetapi bahkan
menggantikan atau replace batuan yang ada dengan mineral terlarut yang terdapat pada
fluida tersebut.

 Pelarutan (leaching)
Fluida yang bersifat asam akan dengan mudah untuk melarutkan ion metal khususnya
ion-ion yang tidak sesuai di dalam struktur kristal dari suatu mineral untuk keluar dari
mineral tersebut. Hal ini dapat menyebabkan keluarnya unsur-unsur jejak seperti Cu
yang terdapat di sekitar suatu batuan.

Jenis – jenis Reaksi Kimia yang Terjadi:

Hidrolisis Perpindahan molekul air dari fluida ke dalam mineral.

Hidrasi-dehidrasi Perpindahan molekul air pada mineral ke dalam fluida.


Merupakan reaksi aktif antara fluida dengan batuan dan
Metasomatisme mineral yang mengakibatkan terjadinya pengurangan atau
penambahan unsur pada batuan dan mineral tersebut.
Merupakan penambahan mineral silikat ke dalam
Silisifikasi batuan seperti penambahan mineral kalsedon, opal, atau
jasper
penggantian mineral-mineral pada batuan oleh mineral
Silikasi
silika
Merupakan reaksi penting yang berpengaruh terhadap
kandungan ferri-ferrous iron, dan mineralogi sulfur dan
Reduksi-oksidasi ikatan lainnya. Reaksi ini juga berpengaruh pada sistem
yang bereaksi dengan kandungan unsur vanadium, uranium,
mangan dan pasangan-pasangan redoks lainnya.
Reaksi-reaksi lainnya Karbonatisasi, desulfidasi, sulfidasi dan fluoridasi.

PETROGRAFI ACARA ALTERASI


LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

Faktor Pengontrol Alterasi Hidrotermal


• Temperatur
Temperatur
• Tekanan
Tekanan
• Durasi aktivitas hidrotermal *Browne, 1978
• Komposisi fluida hidrotermal
• Komposisi batuan primer
• Permeabilitas

Intensitas alterasi, tingkat alterasi teramati pada batuan (Morrison, 1996).


a. Tidak teralterasi, tidak dijumpai mineral sekunder
b. Lemah, mineral sekunder hadir <25% volume batuan
c. Sedang, mineral sekunder berkisar 25-75% volume batuan
d. Kuat, mineral sekunder hadir >75% volume batuan
e. Sangat kuat, batuan teralterasi keseluruhan, tekstur utama masih dapat terlihat
f. batuan telah teralterasi lengkap, tekstur utama telah hilang.

II. KLASIFIKASI

Jenis Mineral-mineral Mineral-mineral Suhu


Kimia Fluida
alterasi kunci aksesoris (oC)
Smektit atau
Kondisi pH
perlapisan antara Sulfida, zeolit,
<200
100-300 netral, aCa+/aH+
Argilik
smektit-illit, kuarsa, kaolin (200-250) moderat
*Corbett
montmorilonit
1998
pH netral tetapi
Phengite,
Serisit (illit) dan kandungan
Filik
muskovit, kaolinit >220 + +
kuarsa aH /aK

Sersitik (minor)
meningkat

Klorit, illit dan pH netral


Propilitik Klorit disertai 250
beberapa mineral sulfida kandungan
Epidot
seperti epidot,
illit/serisit, kalsit,
albit dan anhidrit
(Pirajno, 2009)

PETROGRAFI ACARA ALTERASI


LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA
+ +
aCa /zH relatif
tinggi

pH netral

Propilitik Epidot dan kandungan


Klorit dan illit 300 + +
Dalam aktinolit aCa /zH relatif
tinggi

pH netral

Biotit, K-feldspar, Kalsit, kalkopirit, kandungan


Potasik 320 + +
magnetit pirit, magnetit aK /aH relatif
tinggi

Argilik lanjut Kalsedon,


Kaolinit, dan
(temperatur kristobalit, kuarsan 180 Kondisi pH asam
Alunit
rendah) dan pirit
Umumnya
250,
Argilik lanjut Kuarsa, sulfida,
Pyropilit, diaspor, terkadang
(temperatur turmalin, enargit, Kondisi pH asam
dan andalusit mencapai
tinggi) lurzonit
>320
(andalusit)

PETROGRAFI ACARA ALTERASI


LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

argillic

potassic

III. KOMPONEN

Contoh alterasi hidrothermal pada batuan tipe propilitik yang ditandai adanya kehadiran
klorit, kalsit dan epidot.

PETROGRAFI ACARA ALTERASI


LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

Contoh alterasi hidrothermal pada batuan tipe potasik yang ditandai adanya kehadiran K-
feldspar dan biotit.

Contoh alterasi hidrothermal pada batuan


tipe argilik yang ditandai adanya
kehadiran montmorilonit dan kaolin.

Contoh alterasi hidrothermal pada batuan


tipe argilik lanjut yang ditandai adanya
kehadiran kuarsa yang melimpah dan
alunit.

PETROGRAFI ACARA ALTERASI


LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

*Kesan & Pesan:


...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................

* : berupa kesan dan pesan mengenai praktikum Mineralogi Optik dan Petrografi atau dapat
ditujukan pada salah seorang asisten

PETROGRAFI ACARA ALTERASI

Anda mungkin juga menyukai