ACARA 1
BATUAN BEKU
A. Tinjauan Umum
Tekstur adalah hubungan antar kristal pada batuan. Dari tekstur batuan
beku, dapat diketahui nama dan petrogenesanya sehingga sangat penting untuk
dikuasai.
1. Tingkat kristalisasi
2. Ukuran kristal
3. Bentuk kristal
4. Tekstur khusus
Equigranular : ukuran kristal relatif sama besar. Terdiri atas tekstur phanerik dan
aphanitik.
Inequigranular : ukuran kristal tidak seragam (terdapat fenokris dan masa dasar).
Terdiri atas faneroporfiritik dan porfiroafanitik.
gelas.
Tekstur Glomeroporfiritik:
kenampakan fenokris berupa
kumpulan (cluster) dari kristal-
kristal.
Patchy Zoning
Tekstur Amygdaloidal:
kenampakan adanya lubang-
lubang gas yang telah terisi oleh
mineral sekunder.
Oscillatory Zoning
Contoh soal:
Diketahui tekstur suatu batuan faneritik. Sebagian mengalami alterasi.
Ukuran kristal 1 – 4mm. Tekstur Equigranular hipidiomorfik. Komposisi
Plagioklas 51%, Ortoklas 3%, Mikroklin 2%, Biotit 5%, dan sisanya Hirnblenda.
Apakah nama batuan tersebut (berdasarkan Klasifikasi Russel B.Travis) ?
Jawab:
TOTAL FELDSPAR = Plagioklas + K Feldpsar
= 51% + (3% + 2%)
= 56 %
% Plagioklas = 51/56 = 0.91 (> 2/3)
% K Feldspar = 2 / 56 = 0.04 (<10%)
X = Q atau F
Z= A
Y= P
Cara menggunakannya:
1. Identifikasi terlebih dahulu semua mineralnya
2. Lakukan Normalisasi
3. Angka yang sudah ada kemudian diplot ke dalam diagram
Setalah dimasukaan dan ditemukan perpotongannya, selanjutnya menentukan
nama dari batuan tersebut dengan menggunakan klasifikasi di bawah ini:
(Batuan Plutonik)
(Batuan Vulkanik)
(Batuan mafik)
(Batuan Ultramafik)
BATUAN PIROKLASTIK
A. PENGERTIAN
Piroklastik berasal dari kata pyro (Bahasa Yunani yang berarti api) dan clastic yang
berarti fragmen atau pecahan. Menurut McPhie (1993), batuan piroklastik adalah batuan yang
tersusun oleh material-material yang berasal dari hasil erupsi gunung api yang eksplosif, dan
diendapkan dengan proses-proses vulkanik primer. McPhie (1993) memasukkan batuan
piroklastik ke dalam kelompok batuan vulkaniklastik, yaitu batuan klastika hasil erupsi gunung
api, bersama dengan batuan autoklastik dan batuan sedimen vulkanogenik.
Batuan piroklastik juga masuk ke dalam kelompok batuan beku fragmental bersama
kelompok hialoklastik dan autoklastik menurut Fisher & Schmincke (1984), karena batuan ini
sering terbentuk dari pembekuan magma secara cepat dan tiba-tiba, yang menyebabkan
terjadinya fragmentasi magma, pada fase eksplosif gunung api. Kelompok batuan ini menjadi
penting untuk dipelajari mengingat kondisi geologi Indonesia yang banyak dijumpai gunung
api, membuat keberadaan batuan ini sangat umum dijumpai di Indonesia, khususnya pada
daerah-daerah vulkanik aktif.
19
Modul Pengenalan Batuan
20
Modul Pengenalan Batuan
Tabel 1. Jenis batuan fragmental yang dihasilkan oleh erupsi gunung api
(McPhie, 1993)
Major class Styles Name of Rocks
Autoclastic Extrusive Flow breccia
Intrusive Intrusion breccia
Pyroclastic Subterranean Explosion breccias
Intrusive breccias
Surface Pyroclastic fall deposits :
> 64 mm bombs
2-64 mm lapili
< 2 mm ash
Klasifikasi batuan piroklastik dibagi menjadi dua, yaitu klasifikasi secara deskriptif (non-
genetis) dan klasifikasi secara genetis (McPhie, 1993). Klasifikasi batuan piroklastik secara
deskriptif mengelompokkan batuan piroklastik berdasarkan karakteristik dan kenampakan umum
yang dapat diketahui dari pengamatan langsung, contohnya ukuran butir dan komposisi.
Sementara klasifikasi secara genetis membedakan endapan piroklastik berdasarkan mekanisme
transportasi dan mekanisme pengendapannya selama proses erupsi berlangsung. Penentuan
klasifikasi secara genetis umumnya harus melihat kenampakan endapan piroklastik dan
geometrinya secara keseluruhan di lapangan, serta melihat deskripsi endapan secara rinci
sebelum dapat ditentukan jenis endapan piroklastiknya.
21
Modul Pengenalan Batuan
1. Klasifikasi Deskriptif
Gambar 2. Klasifikasi non-genetis batuan piroklastik yang didasarkan pada : (a) komposisi batuan, dan
(b) Ukuran material penyusunnya (Fisher, 1966)
2. Klasifikasi Genetis
22
Modul Pengenalan Batuan
c. Pyroclastic surge
Merupakan endapan material piroklastik yang terbentuk dari hasil seruakan material
vulkanik. Bagian dari piroklastik aliran yang banyak mengandung air (wet) sehingga
23
Modul Pengenalan Batuan
membentuk arus turbulen, densitas rendah. Endapan pyroclastic surge mempunyai ciri-ciri
antara lain :
Gambar 4. Perbedaan konsentrasi endapan pyroclastic fall, surge dan flow pada morfologi lembah dan puncak bukit.
(McPhie, 1993)
24
Modul Pengenalan Batuan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam deskripsi batuan piroklastik antara lain :
a. Warna
Umumnya batuan piroklastik berwarna cerah apabila banyak mengandung abu vulkanik
(ash grain) dan pumis, dan berwarna gelap apabila dominan fragmen-fragmen batuan
gunung api.
b. Tingkat konsolidasi
Tingkat konsolidasi menggambarkan tingkat kekuatan ikatan antar butiran (antar fragmen
dengan matriksnya)
c. Struktur
Batuan piroklastik dapat memiliki struktur sedimen, seperti perlapisan, dan laminasi, atau
struktur khusus seperti kenampakan welded pada batuan.
d. Tekstur
Terdiri dari ukuran butir dan bentuk butir. Batuan piroklastik umum tersusun oleh fragmen
dan matriks, sehingga deskripsi tekstur batuan dipisahkan antara fragmen dengan
matriksnya.
e. Komposisi
Batuan piroklastik umumnya tersusun oleh 3 komponen utama, yaitu gelas, fragmen batuan,
dan kristal (mineral) (Fisher, 1966). Gelas umumnya hadir dalam tuff, sebagai salah satu
komponen abu vulkanik. Fragmen batuan berasal dari batuan gunung api di sekitar pusat
erupsi, atau batuan dinding pada kawah gunung berapi, yang ikut terlontarkan bersama
dengan material magma. Kristal-kristal mineral umumnya berasal dari magma yang telah
mengalami kristalisasi sebagian.
Deskripsi komposisi dilakukan pada setiap material dengan melihat jenis material tersebut,
serta dipisahkan antara komposisi fragmen dan matriks.
E. REFERENSI
25
PANDUAN PRAKTIKUM PETROGRAFI
ACARA BATUAN METAMORF
A. PENGERTIAN
Metamorfisme adalah proses yang melibatkan perubahan isi/komposisi dan atau
struktur mikro batuan, secara dominan pada kondisi padat. Proses ini utamanya berkaitan
dengan penyesuaian batuan terhadap perbedaan kondisi pada saat batuan itu terbentuk serta
antara kondisi normal di permukaan bumi dengan zona diagenesis. Proses tersebut
berdampingan dengan pelelehan sebagian (partial melting) dan bisa menyebabkan
perubahan komposisi kimia utama batuan. (Fettes dan Desmond, 2007)
2. Phyllitic, adalah struktur batuan metamorf yang memiliki ukuran butir halus
sampai sedang yang dicirikan oleh kilap yang berkilau serta skistositas baik yang
dihasilkan oleh susunan parallel filosilikat. Contoh batuan: Phyllite.
3. Schistosic, adalah tipe struktur yang dicirikan oleh skistositas yang berkembang
baik. Skitositas tersebut bisa tersebar seragam di seluruh batuan maupun
membentuk zona berulang dengan jarak antar zonanya kecil, beberapa sentimeter
atau kurang. Contoh batuan: Schist.
5. Mylonitic, adalah struktur yang dicirikan oleh skistositas yang berkembang baik
dihasilkan dari pengurangan ukuran butir akibat tektonik. Pada umumnya
mengandung porfiroklas bundar serta fragmen litik yang memiliki komposisi yang
sama dengan komposisi matriksnya. Contoh batuan: Mylonite.
b. Non foliasi, adalah struktur batuan metamorf yang tidak memperlihatkan penjajaran
mineral-mineral dalam batuan tersebut. Beberapa contoh diantaranya adalah:
1. Granofelsic, adalah tipe struktur yang dihasilkan oleh ketidakhadiran skistositas
seperti pada butiran-butiran mineral ataupun agregat butiran mineral yang equant
(persegi). Atau jika tidak persegi memiliki orientasi yang acak. Bisa terdapat
perlapisan secara mineralogi maupun litologi. Contoh batuan: Granofels.
2. Hornfelsic, adalah struktur yang memiliki ukuran butir halus yang saling
mengunci (interlocking), ukuran dan bentuknya bisa bervariasi. Contoh batuan:
Hornfels.
Lepidoblastik Nematoblastik
Granoblastik Granuloblastik
Gambar2.1:Tekstur batuan metamorf berdasarkan bentuk mineral (J.P. Bard, 1983)
b) Tekstur Khusus
Selain tekstur yang diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Porfiroblastik, apabila terdapat mineral yang ukurannya lebih besar tersebut
sering disebut porphyroblasts.
2. Poikiloblastik/Sieve texture, tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts
tampak melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.
3. Mortar texture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa
dasar material yang barasal dari kristal yang sama yang terkena pemecahan
(crushing).
4. Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak
menunjukkan keteraturan orientasi.
5. Saccaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.
Decussate Saccharoidal
Gambar 2.2. Ilustrasi tekstur khusus dalam batuan metamorf (J.P. Bard, 1983)
Gambar 3.2. Beberapa tipe utama batuan metamorf dan lokasi pembentukannya (Press dkk,
2003 dengan modifikasi).
2. Fasies Metamorfisme
Fasies metamorfisme adalah suatu kumpulan mineral-mineral metamorfik,
secara berulang berasosiasi dalam ruang dan waktu dan menunjukkan hubungan umum
antara komposisi mineral dan komposisi kimia secara keseluruhan. Oleh karena itu
fasies metamorfisme terkait dengan kondisi metamorfisme yang berbeda, pada suhu dan
tekanan yang khusus, walaupun beberapa variabel, seperti PH2O juga dapat
dipertimbangkan (Fettes dan Desmond, 2007). Posisi relatif dari fasies metamorfik
terhadap P-T dan lokasi pembentukan fasies metamorfik pada zona subduksi dapat
dilihat pada gambar 3.3 dan 3.4 secara berurutan.
Gambar 3.3. Fasies metamorfisme yang digambarkan oleh wilayah-wilayah pada grafik P-T (Winter,
2010).
a. Fasies Zeolite
Fasies zeolite merupakan fasies tingkat rendah, umumnya terbentuk dari alterasi
gelas vulkanik menjadi mineral zeolite berupa heulandite atau stibnite (terkadang
berupa analcime), bersama dengan mineral-mineral phyllosilicate, seperti
celadonite, smectite, kaolinite, atau montmorillonite, dan kuarsa atau mineral
karbonat sekunder. Mineral kristalin batuan beku tidak mengalami perubahan. Pada
kedalaman yang sedikit lebih dalam, mineral klorit dapat muncul, dan heulandite
digantikan oleh laumontite, dan analcime oleh albite. Wairakite merupakan mineral
zeolite lain yang dapat terbentuk, yang umumnya lebih stabil pada grade yang lebih
tinggi dibandingkan laumontite.
b. Fasies Prehnite-pumpellyite
Fasies prehnite-pumpellyite merupakan salah satu fasies tingkat rendah selain fasies
zeolite. Pada bagian atas dari fasies zeolite, laumontite akan hilang dan digantikan
oleh mineral prehnite + pumpellyite + kuarsa yang menjadi stabil. (umumnya
bersama dengan albite, chlorite, phengite dan titanite). Fasies ini terbentuk sesaat
sebelum fasies blueschist dan greenschist terbentuk.
c. Fasies Greenschist
Dalam kondisi tekanan dan suhu fasies greenschist, batuan metabasaltik asal
punggungan tengah samudra (mid oceanic ridge basalt – MORB) terubah menjadi
greenschist dengan kumpulan mineral asosiasi berupa aktinolit + klorit + epidot +
albit ± kuarsa. Tiga mineral pertama memberikan warna hijau. Keempat mineral
pertama merupakan mineral yang harus ada dalam greenschist dan penciri fasies
greenschist.
Fasies greenschist terbentuk pada suhu 300 oC hingga 500 oC dengan tekanan
rendah-menengah. Transisi antara fasies greenschist dan amphibolite bergradasi.
Pada suhu sekitar 450 oC, batuan metabasa akan membentuk mineral hornblende
(menggantikan aktinolit) sebagai hasil reaksi antara epidot dan klorit serta terbentuk
pula plagioklas yang lebih basa.
d. Fasies Amphibolite
Di bawah kondisi tekanan dan suhu fasies amphibolites, metabasalt terubah menjadi
amphibolites dengan kandungan plagioklas (oligoklas–andesine) + hornblende ±
kuarsa. Mineral hornblende menjadi penciri utama fasies ini hingga > 50 %. Pada
suhu lebih rendah dalam fasies ini, mineral epidot mungkin masih tersisa. Mineral
garnet juga melimpah pada banyak jenis amphibolites. Pada tingkat yang lebih
tinggi dalam fasies ini, klinopiroksen bisa hadir, tentu dalam kondisi tekanan tinggi.
e. Fasies Granulite
Fasies granulite terdiri dari batuan-batuan tingkat tinggi yang terbentuk pada suhu
tertinggi dari metamorfisme orogenik. Mineral penciri fasies ini terdiri dari
klinopiroksen + plagioklas ± kuarsa ± ortopiroksen. Klinopiroksen pada fasies ini
merupakan hasil replacement dari hornblende pada fasies amphibolite. Mineral-
mineral hydrous lain seperti mika tidak hadir dalam fasies ini, karena batuan dalam
fasies ini terdehidrasi secara kuat dan pembentukannya dipengaruhi oleh tekanan air
yang tinggi.
f. Fasies Blueschist
Nama fasies blueschist berasal dari kehadiran glaukofan dan mineral-mineral sodic
amfibol yang lainnya. Mineral-mineral tersebut umumnya dijumpai bersama dengan
mineral lawsonit, zoisit, epidot, garnet, klorit, phengite, paragonit, kloritoid, talk,
kyanit, jadeit, ankerit dan aragonit. Dalam fasies ini mineral feldspar dan biotit tidak
hadir dalam batuan. Fasies blueschist terbentuk pada suhu rendah dan tekanan yang
relatif tinggi, yaitu di sepanjang gradien geotermal rendah yang terkait dengan
proses subduksi.
g. Fasies Eclogite
Pada fasies eclogite, batuan dicirikan dengan kehadiran kelompok mineral
ompachite + garnet, sementara plagioklas tidak hadir pada fasies ini. Eklogit
merupakan batuan tekanan tinggi yang terbentuk pada rentang suhu yang luas, dan
terjadi pada tatanan geodinamik yang berbeda. Low-T eklogit dihasilkan dari proses
subduksi kerak samudra. Umumnya dicirikan oleh kehadiran mineral-mineral
hydrous seperti kloritoid, zoisit dan talk disamping mineral omfasit dan garnet.
Intermediate-T eklogit dihasilkan dari penebalan akibat akresi antara kerak benua.
Eklogit tipe ini masih mengandung mineral hydrous, umumnya berupa zoisit +
phengite. Pada high-T eklogit, mineral hydrous tidak dijumpai lagi dan dicirikan
dengan kehadiran kyanit yang berasosiasi dengan omphacite dan garnet.
Fasies eclogite yang berupa lherzolite dapat mengandung pasangan mineral olivin
+ garnet. Tidak ada batas tekanan pada fasies eclogite, namun istilah ultra-high
pressure metamorphism (UHPM) digunakan untuk batuan fasies eclogite yang
mengandung mineral coesite, yang telah mengalami metamorfosa pada kondisi di
mana mineral coesite dapat stabil.
h. Fasies Hornfels
Fasies Hornfels merupakan fasies yang terbentuk pada kondisi tekanan yang rendah
dan hanya dipengaruhi oleh perubahan temperatur yang signifikan pada daerah
kontak metamorfisme. Fasies ini terbagi menjadi 3, yaitu fasies albite-epidote
hornfels, hornblende hornfels, dan pyroxene hornfels. Fasies sanidite sangat jarang
ditemukan, karena umumnya hanya terbatas pada xenolith dalam magma basa atau
pada bagian paling dalam dari zona aureol kontak yang berhubungan dengan intrusi
basa atau anorthosit. (pirometamorfisme).
Gambar 3.4. Lokasi pembentukan fasies-fasies metamorfisme pada zona subduksi (Winter,
2010).
DAFTAR PUSTAKA
Bard, J.P. 1983. Microtexture of Igneous and Metamorphic Rocks. Boston: D. Reidel
Publishing Company.
Winter, O.D. 2010. An Introduction to Igneous and Metamorphic Petrology. New Jersey:
Prentice Hall Upper Saddle.
Sumber Foto: Internet
I. Pendahuluan
Batuan karbonat merupakan batuan sedimen yang tersusun > 50 % mineral atau
material karbonat. Batuan karbonat disebut sebagai Batugamping apabila penyusun
utamanya terdiri dari kalsit >90% dan dolomit jika teridiri dari dolomit > 90 persen
(Boggs,1987). Beberapa mineral yang dijumpai pada batuan sedimen karbonat diantaranya
adalah sebagai berikut :
Interpartikel
Porositas yang terbentuk akibat
kontak antara material yang menyusun Fenestral
batuan karbonat sehingga menyisakan Porositas yang dicirikan ruang
ruang atau spasi. atau pori antar partikel yang
memanjang, pengisian sparit pada
sedimen sedimen mikritic yang
dihasilkan dari proses grain bridging,
bioturbasi, pembentukan gelembung
gas yang berasosiasi dengan
dekomposisi material organic dan lain -
lain.
Fracture
Porositas ini terbentuk akibat
rekahan yang membentuk zona -zona
pengisian, sehingga proses pelarutan
dapat memicu pelebaran pori.
Interkristalin Channel
Porositas interkristalin Porositas Channel dicirikan oleh
terbentuk sebagai ruang atau pori rongga atau pori pada batuan karbonat
diantara kristal-kristal kalsit atau dengan bentuk tidak beraturan dan
mineral karbonat lainnya. besar yang terbentuk oleh proses
pelarutan di sepanjang zona rekahan.
Vuggy
Porositas Vuggy terbentuk oleh
proses disolusi secara intensif oleh air
meteoric dalam jangka waktu yang lama
dicirikan ukuran pori yang melebihi
butiran disekitarnya membentuk fitur
vug atau lubang.
A. Klasifikasi Folk
Parameter utama yang digunakan pada klasifikasi ini adalah tekstur deposisi (ham,
1962). Folk menyatakan, bahwa proses pengendapan batuan karbonat dapat
disebandingkan (comparable) dengan proses pengendapan batupasir atau batulempung
(shale). Menurut Folk, ada 3 macam komponen utama penyusun batugamping, yaitu :
Allochem, Mikrit dan Sparit.
Gambar 5. Gambaran Tekstural untuk endapan Karbonat (Folk, 1962 dalam Scholle,
Peter A. dan Ulmer-Scholle, Dana S., 2003)
1. Kelimpahan relatif antara material penyusun utamanya yaitu antara butiran, matriks,
dan semen.
2. Bentuk, ukuran, sortasi, dan karakteristik lain dari butiran karbonat termasuk jenis
fosilnya.
3. Asal dari matriksnya
4. Jenis semen yang terkandung.
5. Asal mula dari kemasnya baik berupa grain supported, matrix supported, ataupun
,mud supported.
Terdapat 9 sabuk fasies utama atau zona fasies yang melambangkan lingkungan
karbonat utama (Wilson 1975 dalam Boggs 2009). Zona fasies ini diantaranya:
Gambar 8. Zona Fasies, model untuk rimmed carbonate platform (After Wilson, J. E;1975
dengan tambahan oleh Flügel;2004 dalam Boggs;2009)
1. Zona Fasies 1 : shale gelap dan mudstone karbonat. Terdeposisi pada lingkungan laut
dalam atau umumnya dibawah batas oksigen pada air (kondisi reduksi)
2. Zona Fasies 2 : batugamping yang sangat berfosil dengan sisipan shale. Terbentuk
pada lingkungan laut terbuka dibawah storm-wave base namun diatas batas oksigen
di air.
3. Zona Fasies 3 : batugamping gradasi atau non gradasi, berbutir halus,
berkemungkinan mengandung blok jatuhan dari foreslope. Berada pada bagian bawah
dari foreslope.
4. Zona Fasies 4 : batugamping berbutir halus hingga kasar dengan bongkahan jatuhan
dan breksi. Merupakan debris karbonat dari zona fasies 5.
5. Zona Fasies 5 : organic buildups (terumbu dan bioherm lain) terdiri dari boundstone,
framestone. Umumnya merupakan rim dari platform karbonat, namun tidak selalu
hadir pada keseluruhan platform karbonat.
I. PENDAHULUAN
Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari batuan yang telah ada
sebelumnya, dapat berupa batuan beku, batuan metamorf, atau batuan sedimen itu sendiri.
Asal mula batuan sedimen terbentuk dari proses – proses yang menyangkut proses
sedimentasi yaitu pelapukan, erosi, transportasi, sedimentasi, dan diagenesa. Medium
transportnya berupa air, angin, ataupun salju.
Tahapan proses deskripsi petrografi secara umum ada batuan sedimen siisiklastik
dapat dilihat pada gambar 1.
SAMPEL DESKRIPSI
BATUAN SAYATAN SAYATAN
SEDIMEN PETROGRAFI PETROGRAFI
SILISIKLASTIK
PROVENANCE NAMA
KLASIFIKASI
BATUAN
II. DESKRIPSI
Pada praktikum petrografi batuan sedimen silisiklastik ada beberapa hal yang harus
dideskripsi, yaitu :
Gambar 2. Hal yang dideskripsi pada sayatan petrografi batuan sedimen silisiklastik
1
2. Tekstur
a. Ukuran butir
Ukuran butir sedimen silisiklastik dapat dilihat dan disesuaikan dengan klasifikasi
ukuran butir Wenworth adalah seperti di bawah ini :
Boulder : > 256 mm
Cobble : 64 – 256 mm
Pebble : 4 – 64 mm
Granule : 2 – 4 mm
Sand : 1/16 – 2 mm
Silt : 1/256 – 1/16 mm
Clay : < 1/256 mm
b. Sortasi
Sortasi baik : batuan yang memiliki ukuran butir yang merata dan hanya
mengandung sedikit matriks.
Sortasi buruk : batuan yang memiliki ukuran butir tidak merata dan dijumpai
banyak matriks.
c. Bentuk
2
Tingkat kebundaran (roundness) merupakan bentuk serta sifat permukaan dari
batuan yang diamati. Hal ini dipengaruhi oleh pengaruh tranpsort terhadap
butiran yang akibatnya butiran menjadi membundar. Sedangkan sphericity
merupakan bentuk butiran batuan sedimen silisiklastik untuk mendekati bentuk
bola.
Floating mass
Adanya massa yang mengambang diantara matriks dan antara fragmen
tidak saling bersentuhan satu sama lain.
3
Point contact
Hubungan antar butir sedimen yang hanya berhubungan satu dengan yang
lain di satu titik.
Suture contact
Hubungan antara butiran sedimen yang bidang batasnya saling mengunci
(menggigit) satu sama lain dengan bentuk seperti gigi.
Long contact
Hubungan antar butir sedimen yang bidang batasnya garis lurus.
Concave convex
Hubungan antar butir sedimen yang bidang batasnya bidang cekungan dan
cembungan.
f. Tingkat kedewasaan
Tingkat kedewasaan atau maturitas dikontrol oleh 3 hal penting yaitu
persentase clay, sortasi dan roundness.
4
g. Porositas dan permeabilitas
Porositas merupakan besarnya pori yang berada dalam batuan. Sedangkan
permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk meloloskan fluida.
5
lainnya seperti foraminifera. Porositas jenis ini akan cepat menurun setelah
proses diagenesis berlangsung.
Intercristaline
Porositas yang terdapat diantara kristal-kristal. Porositas jenis ini sering
dijumpai pada batuan sedimen evaporasi, batuan beku dan batuan metamorf.
Sering juga dijumpai pada batuan sedimen yang mempunyai pertumbuhan
kristal baik seperti dolomit.
Mouldic
Porositas yang disebabkan oleh pelarutan butir atau fragmen, umumnya
akibat sementasi. Pelarutan dapat terjadisecara terpilih, hanya pada satu jenis
butir. Sehingga kesaranganmoldic ini dapat dibagi lagi, misalnya oomoldic,
dan pelmoldic atau biomoldic.
Shelter
Ruang atau pori yangterbentuk di bawah partikel besar seperti kerang-
kerangan yangcembung. Porositas ini merupakan jenis porositas yang kecil
tetapimenjadi pelengkap porositas lainnya.
Cavites de croissance
Porositas yang terbentuk oleh skeletal growth seperti koral, stromatoporoid
atau alga.
b. Non fabric selective
Fracture
Jenis porositas yang terbentuk olehretakan, umumnya dalam batuan yang
brittle, yang biasanyadisebabkan oleh tektonik. Porositas ini terdapat banyak
dan dapatmeningkatkan permeabilitas pada batugamping.
Chenaux
Porositas yang terbentuk ketika batugampingmengalami dissolution dibawah
titik jenuh air. Pori ini berbentuk memanjang.
Vuggy
Porositas yang memiliki diameter lebih dari 1 / 16 mm sehingga dapat terlihat
dengan mata telanjang. Pori ini memiliki bentuk yang kasar. Kebanyakan
vuggy dapat mewaili peningkatan pada porositas intergranular atau porositas
interkristalin. Beberapa porositas vuggy dapat terbentuk menjadi CO2 yang
kaya air tanah yangdihasilkan selama terbentuknya hidrokarbon.
6
Caverne
Porositas yang berukuran sangat besar dengan bentuk dapat berupa channel
atau vuggy.
Breccia
Jenis pori yang merupakan kelanjutan dari porositas rekahan dengan
pertambahan jarak antara dinding-dindingyang merekah. Seperti halnya
porositas rekahan, porositas initerbentuk dari tektonik.
Boring dan Burrow
Porositas yang terbentuk dari hasil biologi
3. Komposisi
Ada 3 unsur komposisi utama batuan sedimen silisiklastik, yaitu :
Butiran (grain) : butiran klastik yang tertransport dan berupa fragmen.
Massa dasar (matrix) : lebih halus dari butiran dan diendapakan bersama
fragmen / butiran
Semen (cemen) : berukuran halus, merekat pada fragmen dan matriks yang
terendapkan setelah fragmen dan matrik telah terendapkan
7
Untuk menentukan komposisi dengan metode point counting, dapat dilakukan
dengan menghitung jumlah setiap jenis mineral yang dapat dilihat dalam medan pandang.
Penghitungan ini tidak memperhatikan ukuran mineral yang ada, meskipun ukurannya
sangat kasar atau ukuranya halus jika masih dapat dilihat maka dianggap sama
(jumlahnya). Misalnya dalam suatu batupasir, ada butiran kuarsa yang memiliki ukuran
lebih kasar dibandingkan dengan feldspar yang berukuran lebih halus, maka kuarsa yang
lebih kasar tersebut tetap dihitung satu butir, sama dengan butiran plagioklas yang
berukuran lebih halus. Sehingga metode ini cukup baik digunakan untuk pemerian batuan
sedimen silisiklastik yang tersusun atas klastika – klastika berukuran relative sama.
IV. KLASIFIKASI
1. KLASIFIKASI UNTUK PENENTUAN NAMA BATUAN
Gambar 10. Klasifikasi Batuan sedimen silisiklastik, After Pettijohn et al. (1987)
Penentuan nama batuan dengan klasifikasi Pettijohn 1987 berdasarkan atas persen
matrik, fragmen batuan (litik), feldspar, dan kuarsa. Pada klasifikasi ini secara umum
terbagi menjadi 3 jenis batuan yaitu arenit, wackes dan mudrock. Pembagian ketiga jenis
batuan tersebut berdasar atas persen matriknya. Matriks merupakan material penyusun
batuan silisiklastik yang memiliki ukuran butir < 0.03 mm. pembagian jenis batuan
tersebut, yaitu :
1. Arenit
Untuk penentuan nama batuan jika matrik kurang dari 25 % digolongkan lagi menjadi
7 jenis batuan tergantung kelimpahan kuarsa, feldspar dan litik.
Quartz arenit : jika kelimpahan kuarsa lebih dari 95 %.
8
Subarkose : jika kelimpahan kuarsa kurang dari 95 % dan lebih dari 75 %, feldspar
dan litik kurang dari 25 % tetapi lebih dominan feldspar.
Sublitharenit : jika kelimpahan kuarsa kurang dari 95 % dan lebih dari 75 %, feldspar
dan litik kurang dari 25 % tetapi lebih dominan litik.
Arkose : jika kelimpahan kuarsa kurang dari 75 %, feldspar lebih dari 25 %, dan litik
kurang dari 25 %.
Litik arkose : jika kelimpahan kuarsa kurang dari 75 %, feldspar lebih dari 25 %, dan
litik lebih dari 25 %.
Arkosic arenit : jika kelimpahan feldspar lebih dari 50 %.
Litharenit : jika kelimpahan litik lebih dari 50 %.
2. Wackes
Untuk penentuan nama batuan jika matrik lebih dari 25 % dan kurang dari 75 %.
Wackes digolongkan menjadi 3 yaitu :
Quartzwacke : jika kelimpahan kuarsa lebih dari 95 %.
Feldspar greywacke : jika kelimpahan feldspar lebih dari 50 %.
Litik greywacke : jika kelimpahan litik lebih dari 50 %.
3. Mudrocks
Untuk penentuan nama batuan jika mengandung matrik lebih dari 75 %.
Gambar 11. Klasifikasi setting tektonik, After Dickinson, W. R., et al. (1983)
9
LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA
PRAKTIKUM PETROGRAFI
BORANG MATERI
ACARA: PETROGRAFI BATUAN ALTERASI
Asisten Acara:
1....................................................................................
2. ..................................................................................
3. ..................................................................................
4. ..................................................................................
Borang ini ditujukan kepada praktikan guna mempermudah pemahaman materi selama
praktikum. Praktikan wajib melengkapi bagian kosong yang telah disediakan dengan
kata/kalimat yang sesuai.
Buku Referensi:
Corbett, G. J. dan Leach, T. M., 1998, Southwest Pacific Rim Gold-Copper Systems: Structure,
Alteration, and Mineralization, Society of Economic Geologist, Inc., USA.
Browne, P. R. L., 1978, Hydrothermal Alteration in Active Geotermal Fields dalam Annual
Reviews Earth Planet Science 6, pp 229-250.
Browne, P. R. L., 1995, Hydrothermal Alteration, Geotermal Institute, University of Auckland,
Auckland.
Pirajno, F., 2009, Hydrothermal Processes and Mineral Systems, Springer, Australia.
Thompson, A. J. B. Dan Thompson, J. F. H., 1998, Atlas of Alteration: A Field and
Petrographic Guide to Hydrothermal Alteration Minerals, Mineral Deposit Division,
Geological Association of Canada, Canada.
White, Noel,1996, Hydrothermal alteration in porphyry copper system. Unpublished.
I. PENGERTIAN
Alterasi hidrotermal merupakan pergantian (mineralogy) dan kimiawi yang terjadi ketika
batuan berinteraksi dengan fluida hidrotermal (White, 1996). Fluida hidrotermal
mengandung zat-zat terlarut, baik yang bersifat reaktif maupun yang tidak, berupa larutan
panas dengan suhu diantara 50 - >500oC (Pirajno, 2009). Sumber fluida dapat
berupa magmatic/juvenile fluids, connate water, meteoric, atau metamorphic water.
Penggantian (replacement)
Fluida panas tidak hanya mengendapkan mineral yang terlarut lagi tetapi bahkan
menggantikan atau replace batuan yang ada dengan mineral terlarut yang terdapat pada
fluida tersebut.
Pelarutan (leaching)
Fluida yang bersifat asam akan dengan mudah untuk melarutkan ion metal khususnya
ion-ion yang tidak sesuai di dalam struktur kristal dari suatu mineral untuk keluar dari
mineral tersebut. Hal ini dapat menyebabkan keluarnya unsur-unsur jejak seperti Cu
yang terdapat di sekitar suatu batuan.
II. KLASIFIKASI
Sersitik (minor)
meningkat
pH netral
pH netral
argillic
potassic
III. KOMPONEN
Contoh alterasi hidrothermal pada batuan tipe propilitik yang ditandai adanya kehadiran
klorit, kalsit dan epidot.
Contoh alterasi hidrothermal pada batuan tipe potasik yang ditandai adanya kehadiran K-
feldspar dan biotit.
* : berupa kesan dan pesan mengenai praktikum Mineralogi Optik dan Petrografi atau dapat
ditujukan pada salah seorang asisten