Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Petrografi

Petrografi adalah salah satu cabang ilmu kebumian yang mempelajari


batuan berdasarkan kenampakan mikroskopis, termasuk di dalamnya
melakukan pemerian dan pengklasifikasian batuan. Pengamatan secara
seksama pada sayatan tipis pada batuan dilakukan dibawah mikroskop
polarisasi, namun kenyataannya, pengamatan dengan menggunakan
mikroskop petrografik sangat sulit, meskipun begitu pengamatan singkapan
di lapangan dengan menggunakan lensa tangan atau lup juga penting.
Pemerian secara petrografi pada batuan pertama-tama melibatkan
identifikasi mineral (bila memungkinkan) dan penentuan komposisinya.
Hubungan tekstural antara butir-butir dicatat, hal ini tidak hanya membantu
dalam pengklasifikasian tetapi dapat memberikan bukti-bukti atau petunjuk
tentang proses-proses aktif selama pembentukan batuan. Batuan kemudian
diklasifikasikan berdasarkan prosentase volume dari berbagai mineral
pembentuk batuan “rock- forming minerals”.

1.2 Ruang Lingkup Petrografi

Petrografi merupakan salah satu cabang dari ilmu kebumian yang


mmempelajari batuan berdasarkan kenampakan mikroskopis, termasuk
didalamnya untuk dipergunakan sebagai langkah pemerian, pendeskrifsian
dan klasifikasi batuan. Pemerian secara petrografi pada batuan pertama-tama
melibatkan identifikasi mineral (bila memungkinkan), dan penentuan
komposisi dan hubungan tekstural antar butir batuan.

1
Petrografi sendiri merupakan kepentingan yang tak terbaras namun bila
mempertimbangkan sebagian dari petrologi kepentingan akan menjadi luas,
dimana petrografi memberikan data umum yang petrologi perjuangkan
untuk menginterpretasikan dan menerangkan asal-ususl batuan.
Batuan sebagai agregat mineral-mineral pembentuk kulit bumi secara
genesa dapat dikelompokan dalam tiga jenis batuan, yaitu :
1. Batuan beku (Igneous Rock), adalah kumpulan interlocking agregat
mineral-mineral silikat hasil magma yang mendingin (Walter T.
Huang, 1962).
2. Batuan Sedimen (Sedimentary Rock), adalah batuan hasil litifikasi
bahan rombakan batuan hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun
mengenai hasil kegiatan organisme (Pettijohn, 1964).
3. Batuan Metamorf (Metamorphic Rock), adalah batuan yang berasal
dari suatu batuan induk yang mengalami perubahan tekstur dan
komposisi mineral pada fase padat sebagai akibat perubahan kondisi
fisika (tekanan, temperatur, atau tekanan dan temperatur, HGF.
Winkler, 1967,1979)

1.3 Tujuan Pembelajaran Petrografi

Tujuan dari studi petrografi adalah memerikan dan mengelompokkan


batuan secara optis sehingga dapat diketahui pertologinya, hal ini akan
sangat terbatas tanpa bantuan dari cabang ilmu geologi lain, seperti
mineralogi, mineral optik, petrologi, dan petrografi. Kepentingan Petrogafi
dalam hal ini merupakan bagian sangat berarti dalam petrologi ( ilmu tentang
pembentukan batuan ).
Pada pemerian petrografi, pertama-tama akan diamati mineral penyusun
batuan, selanjutnya tekstur batuan. Tekstur batuan sangat membantu dalam
pengelompokan batuan selain memberikan gambaran proses yang terjadi
selama pembentukan batuan.

2
BAB II
PETROGRAFI BATUAN BEKU

2.1 Pengertian Batuan Beku

Batuan beku terbentuk karena pendinginan dan pembekuan magma.


Magma adalah cairan silikat pijar didalam bumi, bersuhu tinggi (900 - 13000
C), terbantuk alamiah dan berasal dari dalam perut bumi atau bagian atas
selimut atau cenderung bergerak kebagian permukaan bumi. Karena hasil
pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material penyusunnya. Komposisi
mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur secara
kimiawi, sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya.
Dalam mempelajari, menganalisa dan menginterprestasikan batuan beku
terdapat beberapa hal yang sangat mendasar yang harus diperhatikan yaitu
kenampak secara optik dan makronya. Dalam penamaan batuannya juga
menggunakan persentasi mineral primer sebelum terjadi ubahan, namun dapat
digunakan kata terubah lajut dibelakangnya. Dalam mempelajari sayatan tipis
:Thin Section” juga dipelajari bersama-sama contoh setangannya,dikarenakan
sayatan tipisnya tidak mewakili batuan secara menyeluruh, juga persentasi
kehadiran mineraloginya.
Dalam mempelajari, menganalisis dan menginterpretasikan batuan beku
terdapat beberapa hal yang sangat mendasar yang harus diperhatikan:
Batuan beku selalu diklasifikasikan berdasarkan mineral-mineral primer.
Mineral-mineral primer adalah mineral utama yang terbentuk langsung dari
magma selama proses pendinginannya atau mengikuti seri Bowen dan
mineral tambahan (maks. 3%) misal: magnetit, apatit, zirkon, pirit, sedangkan
mineral-mineral sekunder terbentuk kemudian setelah mineral primer,
mineral hasil ubahan atau alterasi dari mineral primer karena pengaruh
larutan sisa magma dan mineral hasil pelapukan setelah batuan itu terbentuk.
Dalam pemeriannya harus dijelaskan bahwa mineral-mineral primer tertentu
telah mengalami ubahan menjadi mineral sekunder yang tertentu pula.

3
Dalam penamaan batuannya juga menggunakan persentase mineral primer
sebelum terjadi ubahan, namun dapat digunakan kata terubah lanjut
dibelakangnya (misal: andesit terubah lanjut). Derajat alterasi suatu batuan
dapat ditunjukkan oleh persentase mineral-mineral primer yang telah
mengalami ubahan. Sebaiknya, dalam mempelajari sayatan tipis “thin
sections” juga dipelajari bersama-sama contoh setangannya atau sampel.
Dikarenakan sayatan tipisnya kadang-kadang tidak mewakli batuan secara
menyeluruh, juga presentase kehadiran mineraloginya.

Diagram 2.1. Urutan Seri Reaksi Bowen dengan Kristalisasi Batuannya.

2.2 Tekstur

Tekstur menunjukan hubungan individu butir dengan butir yang ada


disekitarnya, tekstur berurusan dengan kenampakan skala kecil “small-scale”.
Dalam contoh setangan atau kenampakan di bawah mikroskopis seperti:
tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, dan pertumbuhan bersama
kristal. Tekstur merupakan kenampakan hubungan antara komponen dari
batuan yang dapat merefleksikan sejarah kejadiannya atau petrogenesa.
Tekstur tergantung atas beberapa faktor:

4
1. Tingkat kristalisai
a. Holokristalin : Seluruhnya terdiri dari massa kristal – kristal

Gambar 2.1. Derajat Kristalisasi Holokristalin

b. Hollohialin : Seluruhnya terdiri dari massa gelas

Gambar 2.2. Derajat Kristalisasi Holohyalin

c. Hipokristalin : Sebagian terdiri dari massa kristal dan gelas.

Gambar 2.3. Derajat Kristalisasi Hipokristalin

5
2. Ukuran butir (wiliam, et, al, 1945)
a. Halus : Ø < 1 mm.
b. Sedang : Ø 1 – 5 mm.
c. Kasar : Ø 5 – 30 mm.
d. Sangat kasar : Ø > 30 mm.

• Tekstur Faneritik, kristal-kristalnya dapat dibedakan


dengan mata biasa atau mikroskop.
• Tekstur Afanitik, sangat halus, tidak dapat dibedakan
dengan mikroskop (Ø < 0,01 mm).
• Tekstur Equigranular, ukuran besar butir relatif sama atau
seragam.
• Tekstur Inequigraular, ukuran butir tidak sama besar atau
berbeda, ada fenokris dan matrik.
• Kriptokristalin, terlalu kecil dan bahkan tidak dapat
diidentifikasi dengan mikroskop (Ø < 0,01 mm).
• Mikrokristalin, masih dapat dibedakan dengan mikroskop

3. Hubungan antar butir mineral didalam batuan ditunjukan dari dominasi


bentuk butirnya.
a. Euhedral/Idiomorfik (Automorfik), Krisral – Kristal mempunyai
bentuk lengkap dan dibatasi oleh bidang batas yang jelas.
b. Anhedral/Allotriomorfik (Xenomorfik), mineral tidak mempunyai
bentuk sendiri yang jelas.
c. Subhedral/Hipidiomorfik, bentuk – bentuk Kristal kurang baik
sebagian sisi Kristal tidak jelas batasnya.

Gambar 2.4. Bentuk Kristal: a. Euhedral, b. Subhedral, c. Anhedral

6
4. Hubungan Kristal
a. Equigaranular, butiran Kristal sutu mineral yang mempunyai ukuran
butir hampir sama atau seragam.
b. Inequigranular, butiran mineral suatu Kristal yang mempunyai ukuran
butir yang tidak sama atau tidak seragam.

2.3 Tekstur Khusus


Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses
kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. Batuan beku
intrusi dalam (plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda dengan batuan
beku ekstrusi atau intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk kristal
batuan beku dalam cenderung euhedral, sedangkan batuan beku luar anhedral
hingga subhedral (Tabel)

Jenis batuan Intrusi dalam Intrusi dangkal Batuan Vulkanik


(plutonik) dan Ekstrusi
Tekstur

Fabrik Equigranular Inequigranular Inequigranular


Bentuk kristal Euhedral- Subhedral- Subhedral-anhedral
anhedral anhedral
Ukuran kristal Kasar (> 4 mm) Halus-sedang Halus-kasar

Tekstur khusus - Porfiritik- Porfiritik:


poikilitik intermediet-basa
Ofitik-subofitik Vitroverik-Porfiritik:
Pilotaksitik Asam-intermediet
Derajad Holokristalin Hipokristalin Hipokristalin
Kristalisasi Holokristalin Holokristalin
Tekstur khusus - Perthit-perlitikZoning pada
plagioklas, tumbuh
bersama antara
mineral mafik dan
plagioklas dan
intersertal
Tabel 2.1 Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi
dangkal dan ekstrusi dan pada batuan vulkanik.

7
1. Tekstur Intergrowth
a. Grafik, tumbuh bersama antara alkali feldspar dengan kuarsa,
disini kuarsa berbentuk runcing-runcing.

Gambar 2.5. Tekstur Grafik

b. Granoferik, tekstur yang dibentuk oleh kalium feldspar dan kuarsa


dimana kuarsa menginklusi di dalam kalium feldspar.

Gambar 2.6. Tekstur Granoferik

c. Mirmekitik, kuarsa yang terbentuk manjari diinklusi oleh


plagioklas asam (oligoklas).

Gambar 2.7. Tekstur Mirmekitik

8
d. Intergranular, tekstur dimana ruang antar butir plagioklas ditempati
oleh olivin, piroksen, atau bijih besi.

Gambar 2.8. Tekstur Intergranular

e. Diabasik, plagioklas tumbuh bersama dengan piroksen, disini


piroksen tidak terlihat jelas, plagioklas radier terhadap piroksen.

Gambar 2.9. Tekstur Diabasik

f. Ofitik, plagioklas tumbuh secara acak dan merata ditutupi oleh


piroksen atau olivine yang utuh.

Gambar 2.10. Tekstur Ofitik

9
g. Subofitik, plagioklas tumbuh secara acak dan merata bersamaan
dengan piroksen, dimana ukuran plagioklas lebih besar
dibandingkan dengan mineral piroksen dan olivin yang
ditutupinya.

Gambar 2.11. Tekstur Subofitik

h. Intersertal, hampir sama dengan intergranular tetapi disini ruang


antar plagioklas diisi oleh masa gelas, kriptokristalin atau mineral
sekunder dan mineral tambahan.

Gambar 2.12. Tekstur Intersertal

i. Poikilitik, merupakan suatu tekstur dalam hornblende peridotit.


Dalam suatu mineral hronblende yang utuh menutupi mineral
olivin dan diopsid.

Gambar 2.13. Tekstur Poikilitik

10
j. Porfiritik, mengandung mineral-mineral yang memiliki ukuran
yang berbeda, fenokris augit, olivin dan leusit tertanam dalam
masadasar kristalin atau juga gelas.

Gambar 2.14. Tekstur Porfiritik

k. Corona, tekstur dimana mineral yang lebih awal dikelilingi atau


dilingkupi butiran memanjang kristal yang lain yang radial atau
menyebar, biasanya olivin dilingkupi oleh piroksen ortho.

Gambar 2.15. Tekstur Corona

l. Perthitic, tekstur yang terbentuk oleh plagioklas dan kalium


feldspar. Alkali feldspar tumbuh lebih besar.

Gambar 2.16. Tekstur Perthitic

11
m. Vitrofirik, kenampakan tekstur batuan beku dimana terdapat
fenokris-fenokris yang tertanam dalam masadasar atau matrik
gelas.

Gambar 2.17. Tekstur Vitrofirik

2. Tekstur Aliran

a. Pilotaksitik, fenokris dan masadasar plagioklas menunjukkan pola


kesejajaran.
b. Trakitik, fenokris atau mikrolit plagioklas menunjukkan pola
kesejajaran.
c. Hialopiliti, sama dengan trakitik hanya saja dibentuk oleh mikrolit
plagioklas dengan masa gelas.

2.4 Struktur Batuan Beku

Struktur batuan yang berhubungan dengan magma dikenal dengan struktur


batuan vulkanik, struktur batuan plutonik dan struktur dari hasil inklusi.
Banyak batuan beku mengandung inklusi dari batuan lain atau material asing
yang dikenal sebagai senolit ”xenoliths”. Senolit mungkin accidental bila
disusun oleh batuan yang seluruhnya tidak berubah terhadap batuan beku
dimana mereka ditemukan atau mungkin cognate bila terbentuk dari batuan
yang secara genetik berhubungan dengan batuan beku induk “igneous host
rock”.

12
Perbedaan di atas tidak selalu mudah dibedakan. Senolit dapat pula terdiri
dari individu kristal yang dikenal sebagai xenocrystal. Beberapa senolit
cognate dibentuk oleh fenokris yang mempunyai kelompok dan tumbuh
bersama-sama membentuk tekstur glomeroporfiritik. Struktur batuan beku
yang pada umunya merupakan kenampakan skala besar sehingga dapat
dikenali dilapangan, seperti:
a. Banding (perlapisan)
b. Lineasi (laminasi, segregasi)
c. Kekar (lembar, tiang)
d. Vesikuler (bentuk, ukuran, pola)
e. Aliran

Berikut struktur-struktur yang berhubungan dengan aliran magma:


a. Schlieren: struktur kesejajaran yang dibentuk mineral prismatik, pipih
atau memanjang atau oleh xenolith akibat pergerakan magma.
b. Segregasi: struktur pengelompokan mineral (biasanya mineral mafik)
yang mengakibatkan perbedaan komposisi mineral dengan batuan
induknya.
c. Lava bantal: struktur yang diakibatkan oleh pergerakan lava akibat
interaksi dengan lingkungan air, bentuknya menyerupai bantal, di
mana bagian atas cembung dan bagian bawah cekung.

Berikut struktur-struktur yang berhubungan dengan pendinginan magma:


a. Vesikuler:lubang-lubang bekas gas pada batuan beku (lava).
b. Amigdaloidal: lubang-lubang bekas gas pada batuan beku (lava), yang
telah diisi oleh mineral sekunder, seperti zeolit, kalsit, kuarsa.
c. Kekar kolom: kekar berbentuk tiang dimana sumbunya tegak lurus
arah aliran.
d. Kekar berlembar: kekar berbentuk lembaran, biasanya pada tepi/atap
intrusi besar akibat hilangnya beban, atau pada lava.

13
Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi
batuan beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan
perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari
batuan beku yang tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita
perhatikan. Kenampakan inilah yang disebut sebagai struktur batuan beku.

1. Struktur Batuan Beku Ekstrusif


Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya
berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang
memiliki berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang
terjadi pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya:
a. Masif yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang
terlihat seragam.
b. Sheeting joint yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai
lapisan.
c. Columnar joint yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah
poligonal seperti batang pensil.
d. Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang
bergumpalgumpal. Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi
pada lingkungan air.
e. Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada
batuan beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat
pembekuan.
f. Amigdaloidal yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh
mineral lain seperti kalsit, kuarsa atau zeoli.
g. Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya
kesejajaran mineral pada arah tertentu akibat aliran.

14
2. Struktur Batuan Beku Intrusif
Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya
berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya
terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku
intrusif terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan.

A. Konkordan
Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan
disekitarnya, jenis jenis dari tubuh batuan ini yaitu :

a. Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan


perlapisan batuan
b. Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome),
dimana perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi
melengkung akibat penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan
bagian dasarnya tetap datar. Diameter laccolih berkisar dari 2
sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan meter.
c. Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari
laccolith, yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah.
Lopolith memiliki diameter yang lebih besar dari laccolith,
yaitu puluhan sampai ratusan kilometer dengan kedalaman
ribuan meter.
d. Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau
antiklin yang telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith
berkisar antara ratusan sampai ribuan kilometer.

15
B. Diskordan
Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan
disekitarnya. Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu:

a. Dike, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan


disekitarnya dan memiliki bentuk tabular atau memanjang.
Ketebalannya dari beberapa sentimeter sampai puluhan
kilometer dengan panjang ratusan meter.
b. Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat
besar yaitu > 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang
besar.
c. Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi
ukurannya lebih kecil.

2.5 Klasifikasi Batuan Beku


Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya,
kandungan SiO2, dan indeks warna. Dengan demikian dapat ditentukan nama
batuan yang berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama, menurut
dasar klasifikasinya.

A. Menurut Rosenbusch (1877-1976)


Klasifikasi Berdasarkan Terjadinya :
a. Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan.
b. Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.
c. Deep seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam bumi.
Oleh W.T. Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang
batuan effusive disebut batuan vulkanik.

16
2. Klasifikasi Kandungan Mineral, Kandungan Silika dan Tekstur :
Tabel rosenbusch digunakan dalam melakukan pendeterminasian
batuan beku. Tabel Rosenbusch berisi tentang komposisi mineral pada
batuan beku yang kemudian dihubungkan dengan tekstur pada batuan
beku. Dengan mencocokan takstur batuan dan mineral penyusun batuan
yang sedang diuji dengan data-data yang terdapat pada tabel rosenbusch
maka kita dapat dengan mudah mendeterminasikan batuan beku.

Tabel 2.2 Tabel Klasifikasi Batuan Beku Menurut Rosenbusch (1877-


1976)

B. Menurut C.L. Hugnes (1962)


Klasifikasi berdasarkan kandungan SiO2 :
a. Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%.
Contohnya adalah riolit.
b.Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% –
66%. Contohnya adalah dasit.
c. Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% – 52%.
Contohnya adalah andesit.
d.Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%.
Contohnya adalah basalt.

17
Gambar 2.18 Contoh Batuan Klasifikasi Berdasarkan Kandungan SiO2
Menurut C.L. Hugnes (1962).

C. Menurut S.J. Shand (1943)

Klasifikasi berdasarkan indeks warna :

a. Leucoctaris rock, apabila mengandung kurang dari 30% mineral


mafik.
b. Mesococtik rock, apabila mengandung 30% – 60% mineral mafik.
c. Melanocractik rock, apabila mengandung lebih dari 60% mineral
mafik

D. Menurut S.J. Ellis (1948)

Klasifikasi berdasarkan indeks warna :

a. Holofelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari


10%.
b. Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.
c. Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai
70%.
d. Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.

18
E. Menurut Russell B. Travis (1955)

Berdasarkan ukuran butir mineral dan tempat terjadi :

a. Batuan Beku Dalam


Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral yang menyusun
batuan tersebut dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan alat
pembesar. Terbentuk kurang lebih 3 – 4 km di bawah permukaan bumi,
dan batuan dalam sering disebut juga batuan plutonik atau batuan
abisik. Struktur kristalnya adalah holokristalin atau berhablur penuh.
Contoh batuannya adalah gabbro dan granodiorit.

Gambar 2.19 Gabro

b. Batuan Beku Gang


Bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik atau bertekstur
porfiritik dengan masa dasar afanitik. Terbentuk dalam celah-celah atau
retak-retak kulit bumi, pada jalan magma menuju permukaan bumi.
Batuan gang sering disebut juga batuan hypoabisik dan struktur
kristalnya adalah holkristalin dan porfir atau amorf. Contoh batuannya
adalah diorite porfiri dan granit porfiri.

Gambar 2.20 Granit Porfiri

19
c. Batuan Beku Luar
Bertekstur afanitik, yaitu individu mineralnya tidak dapat dilihat
dengan mata biasa. Terbentuk melalui pembekuan tiba-tiba ketika
magma sampai ke permukaan bumi dan berubah menjadi lava yang
langsung menjadi padat karena pendinginan dari lingkungan.
Sedangkan batuan lelehan memiliki struktui kristal yang kecil-kecil
atau bahkan tidak mempunyai bentuk Kristal (amorf). Contoh
batuannya adalah batu riolit dan obsidian.

Gambar 2.21 Riolit dan Obsidian

20
BAB III

PETROGRAFI BATUAN GUNUNGAPI

3.1 Pengertian Batuan Gunungapi

Pada dasarnya batuan gunungapi (vulkanik) dihasilkan dari


aktivitas vulkanisme. Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya
magma ke permukaan bumi, baik secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif
(letusan). Batuan gunung api yang keluar dengan jalan efusif
mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan eksplosif
menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api)..
Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika
terdiri dari tefra (pumis dan abu gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's
hair, bom dan blok gunung api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan
fragmen litik), endapan jatuhan piroklastika, endapan aliran piroklastika,
tuf terelaskan dan endapan seruakan piroklastika. Aliran piroklastika
merupakan debris terdispersi dengan komponen utama gas dan material
padat berkonsentrasi partikel tinggi.
Mekanisme transportasi dan pengendapannya dikontrol oleh gaya
gravitasi bumi, suhu dan kecepatan fluidisasinya. Material piroklastika
dapat berasal dari guguran kubah lava, kolom letusan, dan guguran
onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979). Material yang berasal dari
tubuh kolom letusan terbentuk dari proses fragmentasi magma dan batuan
dinding saat letusan. Dalam endapan piroklastika, baik jatuhan, aliran
maupun seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal dari batuan
dinding, magmanya sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut
terbawa saat tertransportasi.

21
Gambar 3.1. Material Piroklastika.

3.2 Komponen Penyusun Batuan Gunungapi

Menurut Fisher, 1984 dan Williams, 1982 :


A. Kelompok Material Esensial (juvenil)
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah material langsung dari
magma yang diletuskan baik yang tadinyaberupa padatan atau cairan serta
buih magma. Massa yang tadinya berupa padatan akan menjadi
blokpiroklastik, massa cairan akan segera membeku selama diletuskan dan
cenderung membentuk bom piroklastikdan buih magma akan menjadi
batuan yang porous dan sangat ringan, dikcnal dcngan batuapung.

B. Kelompok material Asesori (Cognate)


Yang termasuk dalam kelompok ini adalah biia materialnya
berasal dari endapan letusan sebelumnya darigunungapi yang sama atau
tubuh volkanik yang lebih tua.

C. Kelompok Asidental (bahan asing)


Yang dimaksud dengan material asidental adalah material
hamburan dari batuan dasar yang lebih tua di bawahgunung api tersebut,
terutama adalah batuan dinding di sekitar leher volkanik. Batuannya dapat
berupa batuanbeku,endapan maupun batuan ubahan.

22
3.3 Macam – Macam Batuan Gunungapi dan Mekanisme Pembentukanya
A. Macam – Macam Batuan Gunungapi
Batuan gunungapi atau piroklastik merupakan bagian dari batuan
volkanik. Batuan fragmental yang secara khusus terbentuk oleh proses
volkanik eksplosif (letusan). Berikut ini akan dijelaskan beberapa
deskripsi batuan Piroklastik seperti Skoria, Pumice, Tuff, Lapilli, dan
Obsidian.
a. Pumice
Batuan Pumice yang memiliki kenampakan warna yaitu
coklat kemerahan, struktur batuannya massive, sifat batuannya
ialah asam, derajat kristalisasinya holohyalin dimana komposisi
mineral penyusunnya mayoritas adalah glass, tekstur pada batuan
pumice ialah glassy dengan ukuran batuannya ialah Bomb (d > 64
mm). Sedangkan bentuk dari pumice ialah glassy. Petrogenesa
dari batuan pumice ialah terbentuk dari batuan asam yang
terbetuk dari letusan gunung api. Pumice sering disebut
batuapung.
Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan
gunungapi yang mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian
mengalami transportasi secara horizontal dan terakumulasi
sebagai batuan piroklastik. Batu apung mempunyai sifat vesicular
yang tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak (berstruktur
selular) akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di
dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau
fragmen-fragmen dalam breksi gunungapi.
Sedangkan mineral-mineral yang terdapat dalam Pumice
adalah feldspar, kuarsa, obsidian, kristobalit, dan tridimit. Jenis
batuan lainnya yang memiliki struktur fisika dan asal
terbentuknya sama dengan Pumice adalah pumicit, volkanik
cinter, dan scoria.

23
Didasarkan pada cara pembentukan, distribusi ukuran partikel
(fragmen), dan material asalnya, Pumice diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis, yaitu: sub-areal, sub-aqueous, new ardante, dan
hasil endapan ulang (redeposit).
Sifat kimia dan fisika batu apung antara lain, yaitu:
mengandung oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, Na2O, K2O, MgO,
CaO, TiO2, SO3, dan Cl, hilang pijar (Loss of Ignition) 6%, pH 5,
bobot isi ruah 480 – 960 kg/cm3, peresapan air (water absorption)
16,67%, berat jenis 0,8 gr/cm3, hantaran suara (sound
transmission) rendah, rasio kuat tekan terhadap beban tinggi,
konduktifitas panas (thermal conductivity) rendah, dan ketahanan
terhadap api sampai dengan 6 jam.

Gambar 3.2 Pumice

Keterdapatan Pumice selalu berkaitan dengan rangkaian


gunungapi berumur Kuarter sampai Tersier. Penyebaran meliputi
daerah Serang, Sukabumi, Pulau Lombok, dan Pulau Ternate.
Pemanfaatna batuan Pumice adalah sebagai bahan baku pembuatan
agregat ringan dan beton agregat ringan, hal ini disebabkan karena
sifat batuan Pumice ringan, kedap suara, mudah dibentuk atau
dipahat menjadi blok-blok yang berukuran besar, sehingga dapat
mengurangi pelesteran. Selain itu, Pumice juga tahan terhadap api,
kondensi, jamur dan panas, serta cocok untuk akustik. Dalam
sektor industri lain, Pumice digunakan sebagai bahan pengisi
(filler), pemoles/penggosok (polishing), pembersih (cleaner),
stonewashing, abrasif, isolator temperatur tinggi dan lain-lain.

24
Properties Pumice terdiri dari piroklastik kaca yang sangat
microvesicular dengan sangat tipis, tembus dinding-dinding
gelembung extrusive batu beku. Hal ini umumnya, tetapi tidak
secara eksklusif dari felsic untuk silicic atau penengah dalam
komposisi (misalnya, rhyolitic, dasit, andesit, pantellerite,
phonolite, trachyte), tetapi komposisi basaltik dan lain diketahui.
Pumice umumnya berwarna cerah, mulai dari putih, krem, biru atau
abu-abu, atau hijau-cokelat. Batu apung adalah produk umum
letusan bahan peledak (Plinian dan ignimbrite-membentuk) dan
umumnya membentuk zona-zona di bagian atas silicic lavas.

b. Scoria
Scoria adalah sebuah bebatuan vulkanik. Nama lama Scoria
adalah cinder. Scoria diproduksi oleh fragmentasi aliran lava.
Kubah vulkanik scoria dapat ditinggalkan setelah letusan,
biasanya membentuk gunung dengan kawah di puncaknya.
Contohnya Gunung Wellington, Auckland di Selandia Baru yang
seperti gunung Three Kings di selatan kota yang sama.

Gambar 3.3 Scoria

Batuan scoria, yang memiliki kenampakan warna yaitu


kecokelatan dan kemerahan, sifat batuan dari scoria yaitu basa,
struktur batuannya vesikuler, dan derajat kristalisasinya
holohyalin dimana komposisi mineral penyusunnya mayoritas
adalah glass, tekstur pada scoria ialah glassy dengan ukuran
batuannya ialah bomb (d>64 mm).

25
Sadangkan bentuk dari scoria ialah masa dasar glass. Scoria
terbentuk dari batuan piroklastik lava yang dikeluarkan dari gunung
berapi.
Scoria adalah jenis batuan tekstur dan bukan batu yang
diklasifikasikan oleh mineralogi atau kimia. Terbentuk dari lava yang
kaya volatiles atau gas tetapi kurang kental dari lava membentuk batu
apung. Ketika batuan cair meningkat dalam pipa vulkanik, gas mulai
terbentuk dan mengumpulkan dan gas-gas yang membentuk gelembung
besar dalam lava. Batu adalah Scoria. Meskipun ruang terbuka di dapat
Scoria batu besar umumnya lebih berat daripada air yang tidak seperti
kebanyakan batu apung bisa mengapung di atas air.
Terbentuk dari batuan piroklastik lava yang dikeluarkan dari gunung
berapi. Scoria yang juga dikenal sebagai abu, merupakan komponen
utama cinder cone. Sebuah kerucut cinder adalah kecil tetapi tipe gunung
berapi yang sangat umum. Cinder cone juga telah disebut Scoria cones.
Cinder cone jarang tumbuh sangat besar, tetapi kadang-kadang bentuk
yang sangat simetris bukit-bukit berbentuk kerucut. Scoria tidak memiliki
banyak kegunaan. Bahkan nama ini berasal dari sebuah istilah untuk
sampah. Namun dapat digunakan sebagai batu hias yang menarik dengan
warna kemerahan. Sebagian besar patung-patung Pulau Paskah disebut
Moai telah Scoria batu dalam desain mereka.
Petrogenesa batuan ini adalah ketika terjadi peningkatan tekanan
magma, gas terlarut dapat exsolve dan membentuk vesikula. Beberapa
vesikula terjebak ketika magma membeku. Biasanya vesikula kecil, bulat
dan tidak menimpa satu sama lain. Kerucut vulkanik Scoria dapat
ditinggalkan setelah letusan, biasanya membentuk gunung dengan kawah
di puncak. Contoh adalah Gunung Wellington, Auckland di Selandia
Baru, yang seperti Three Kings di selatan kota yang sama telah banyak
digali. Quincan, bentuk unik Scoria, yang digali di Gunung Quincan di
Far North Queensland, Australia. Pertambangan di Puna Pau on Rapa
Nui / Pulau Paskah adalah sumber Scoria berwarna merah yang
digunakan orang rapanui mengukir patung-patung Moai khas mereka.

26
c. Tuff
Tuff (dari bahasa Italia "tufo") adalah jenis batu yang terdiri
dari konsolidasi abu vulkanik yang dikeluarkan dari lubang
ventilasi selama letusan gunung berapi. Tuff kadang-kadang
disebut tufa, terutama bila digunakan sebagai bahan bangunan,
meskipun tufa juga mengacu pada batu yang sangat berbeda.

Gambar 3.4 Tuff

Batu Tuff yang memiliki kenampakan warna yaitu putih


terang, struktur batuannya berlapis, derajat kristalisasinya
holohyalin dimana komposisi mineral penyusunnya mayoritas
adalah glass, tekstur pada batuan tuff ialah fragmental dengan
ukuran batuannya ialah ash / abu (d < 2 mm). Sedangkan bentuk
dari tuff ialah fragmental. Petrogenesa dari batuan terbentuk dari
hasil letusan gunung api dan kemudian diendapkan.
Produk dari letusan gunung berapi adalah gas vulkanik,
lava, uap, dan tephra. Magma meledak ketika berinteraksi hebat
dengan gas vulkanik dan uap. Bahan padat diproduksi dan
dilemparkan ke udara oleh letusan gunung berapi seperti disebut
tephra, terlepas dari komposisi atau ukuran fragmen. Jika
potongan-potongan yang dihasilkan letusan cukup kecil, materi ini
disebut abu vulkanik, yang didefinisikan sebagai partikel-partikel
seperti kurang dari 2 mm dengan diameter, berukuran pasir atau
lebih kecil

27
d. Lapili Stone
Lapili stone (Lapili) yang memiliki kenampakan warna yaitu
hitam, struktur batuannya massive, dan derajat kristalisasinya
hipokristalin dimana komposisi mineral penyusunnya mayoritas
adalah glass dan kristal, tekstur pada lapili stone ialah fragmental
dengan ukuran batuannya ialah lapili (2-64 mm). Sedangkan
bentuk dari lapili stone ialah fragmental. Petrogenesa dari lapili
stone ini ialah terbentuk didalam permukaan, tetapi mineral ada
yang belum membentuk kristal yang utuh. Lapili stone memilki
komposisi mineral dalam batuannya, mineralnya ialah plagioklas
dan hornblende (amphibol).
Sebuah partikel piroklastik lebih besar dari lapili dikenal
sebagai bom vulkanik ketika cair, atau blok vulkanik ketika padat,
sementara partikel yang lebih kecil daripada lapili disebut sebagai
abu vulkanik. Lapili dapat masih belum benar-benar membeku
ketika mendarat, sehingga tidak memiliki bentuk khusus
(Unconsolidated)

Gambar 3.5 Lapili

e. Obsidian
Obsidian yang memiliki kenampakan warna yaitu hitam
mengkilat, struktur batuannya massive, derajat kristalisasinya
holohyalin dimana komposisi mineral penyusunnya mayoritas
adalah glass, tekstur pada batuan tuff ialah glassy dengan ukuran
batuannya ialah Bomb (d= 2 - 64 mm). Petrogenesa dari batuan
terbentuk secara rapidly sehingga tidak sempat membuntuk kristal.

28
Obsidian adalah batu beku extrusive terbentuk ketika lava felsic
meletus dari sebuah gunung berapi dan mendinginkan terlalu cepat
untuk memungkinkan kristal untuk membentuk, mengakibatkan
kaca. Obsidian berkisar dalam warna dari hijau menjadi jelas paling
sering hitam. Obsidian biasanya 70% atau lebih SiO2 dan
komposisinya mirip granit atau rhyolite. Obsidian mineral terdiri
dari SiO2 relatif murni (sama seperti kuarsa), tapi tentu saja adalah
non-kristalin kaca.
Obsidian adalah kaca vulkanik yang terjadi secara alami
terbentuk sebagai sebuah batu beku ekstrusif. Hal ini dihasilkan
ketika ekstrusi felsic lava dari gunung berapi mendingin tanpa
pembentukan kristal. Obsidian umumnya ditemukan di dalam
batas-batas aliran lava. Rhyolitic dikenal sebagai obsidian
mengalir, di mana komposisi kimia (kandungan silika tinggi)
menginduksi viskositas tinggi dan derajat polimerisasi lava. Atom
yang inhibisi difusi melalui ini sangat kental dan polimerisasi lava
menjelaskan kurangnya pertumbuhan kristal. Karena kurangnya
struktur kristal, tepi bilah obsidian bisa mencapai hampir molekul
kurus, yang menyebabkan kuno digunakan sebagai proyektil poin,
dan modern yang digunakan sebagai pisau bedah pisau bedah.

Gambar 3.6 Obsidian

29
Obsidian adalah mineral, tetapi tidak mineral sejati karena
sebagai kaca tidak kristalin; di samping itu, komposisi terlalu rumit
untuk membentuk satu mineral. Kadang-kadang diklasifikasikan
sebagai mineraloid. Meskipun obsidian berwarna gelap mirip
dengan batu mafic seperti basalt, obsidian komposisi sangat asam.
Obsidian terdiri dari SiO2 (silikon dioksida), biasanya 70% atau
lebih. Batu kristal dengan komposisi obsidian termasuk granit dan
rhyolite. Obsidian memiliki kadar air rendah ketika segar, biasanya
kurang dari 1% air berdasarkan berat, tetapi menjadi semakin
kering saat terkena air bawah tanah, membentuk perlite.
Obsidian biasanya gelap dalam penampilan, meskipun warna
bervariasi tergantung pada kehadiran pengotor. Besi dan
magnesium biasanya memberikan obsidian hijau tua menjadi
cokelat ke warna hitam. Sangat sedikit sampel hampir tidak
berwarna. Dalam beberapa batu, dimasukkannya kecil, putih,
kristal berkumpul radial kristobalit di kaca hitam menghasilkan
jerawat atau pola kepingan salju (kepingan salju obsidian). Pola-
pola tersebut mungkin juga mengandung gelembung gas yang
tersisa dari aliran lava, sejajar sepanjang lapisan diciptakan sebagai
batuan cair mengalir sebelum didinginkan. Gelembung ini dapat
menghasilkan efek yang menarik seperti emas kemilau (kilau
obsidian) atakilau pelangi (rainbow obsidian).

B. Mekanisme Pembentukan Batuan Gunungapi

1. Endapan Piroklastik Jatuhan (pyroclastic fall)


Yaitu onggokan piroklastik yang diendapkan melalui udara.
Endapan ini pada umumnya akan berlapis baik, dan pada
lapisannya akan memperlihatkan struktur butiranbersusun.
Endapan ini meliputi Aglomerat, Breksi, Piroklasti, tuff dan lapili.

30
2. Endapan Piroklastik Aliran (pyroclastic flow)
Yaitu material hasil langsung dari pusat erupsi kemudian
teronggokan disuatu tempat. Umumnya berlangsung pada suhu
tinggi antara 500 0C – 600 0C dan temperaturnya cenderung
menurun selama pengalirannya. Penyebaran pada bentuk
endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi sebab sifat – sifat
endapan tersebut adalah menutup dan mengisi cekungan.
Bagian bawah menampakkan morfologi asal dan atasnya datar.

3. Endapan Piroklastik Surge (pyroclastic surge)


Yaitu suatu awan campuran dari bahan padat dan gas atau
uap air yang memiliki rapat masa rendah dan bergerak dengan
kecepatan tinggi secara turbulen diatas permukaan. Umumnya
memiliki struktur pengendapan primer seperti laminasi dan
perlapisan bergelombang hingga planar. Yang khas dari
endapan ini adalah struktur silang siur, melensa dan bersudut
kecil. Endapan surge umumnya kaya akan keratan batuan dan
kristal.

Gambar 3.7 Mekanisme Pembentukan


Material Endapan Piroklastik.

31
3.4 Tekstur Batuan Gunungapi
A. Tekstur umum
Pengertian tekstur batuan piroklastik mengacu pada kenampakan
butir-butir mineral yang ada di dalamnya yang meliputi Glassy dan
Fragmental.
a. Glassy, merupakan tekstur pada batuan piroklastik yang nampak pada
batuan tersebut ialah glass.
b. Fragmental, merupakan tekstur pada batuan piroklastik yang nampak
pada batuan tersebut ialah fragmen-fragmen hasil letusan gunungapi.

B. Tektur Khusus

a. Vitrovirik, merupakan tekstur batuan beku dimana fragmennya

berupa batuan piroklastik yang dikelilingi oleh masadasar.

Gambar 3.8. Tekstur Vitrovirik

b. Perlitik, merupakan tekstur batuan piroklastik dimana terdapat


benang- benang perlit berwarna kuning keemasan.

Gambar 3.9. Tekstur Perlitik

32
c. Hyalopilitic, merupakan tekstur batuan piroklastik dimana feldspar
dikelilingi oleh masadasar berupa gelas vulkanik.

Gambar 3.10. Tekstur Hyalopilitic

d. Intersertal, merupakan tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh


susunan intersertal antar kristal plagioklas, mikrolit plagioklas yang
berada di antara atau dalam masadasar gelas interstital.

Gambar 3.11. Tekstur Intersertal

e. Intergranular, merupakan tekstur batuan piroklastik dimana mineral


piroksen dan olivin terdapat atau sering dijumpai diantara mineral
plagioklas yang memanjang dan tidak teratur.

Gambar 3.12. Tekstur Intergranular

33
3.5 Klasifikasi

1. Tuf

Merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan


eksplosif, selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat
tersusun atas fragmen litik, gelas shards, dan atau hancuran mineral
sehingga membentuk tekstur piroklastika.

Gambar 3.13. Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang
dan kanan: nikol sejajar).

Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan


sifat kembaran pada hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi
berukuran halus.

Diagram 3.1. Klasifikasi Tuf Berdasar Komposisi (Schmid, 1981).

34
2. Batulapili
Merupakan batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran
butir antara 2-64 mm, biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan
kaldera) berasosiasi dengan tuf gunung api. Batulapili tersebut kalau telah
mengalami konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu lapili.
Komposisi batu lapili terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik
yang tertanam dalam massa dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal
mineral.

Gambar 3.14. Breksi pumis (batulapili) yang hadir bersama dengan kristal
kuarsa dan tertanam dalam massa dasar tuf halus.

3. Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite)


Glass shards yang dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung
gelas (vitric bubble) dalam rongga-rongga pumis. Material ini nampak
seperti cabang-cabang slender yang berbentuk platy hingga cuspate,
kebanyakan dari gelas ini menunjukkan tekstur simpang tiga (triple
junctions) yang menandai sebagai dinding-dinding gelembung gas. Dalam
beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut tidak terelaskan, namun
dapat tersimpan dengan baik di dalam batuan.

Gambar 3.15. Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau pada tahun
1883 dengan glass shards yang sedikit terkompaksi.

35
4. Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite)
yaitu gelas shards dan pumis yang mengalami kompaksi dan
pengelasan saat lontaran balistik hingga pengendapannya. Biasanya pumis
dan gelas tersebut mengalami deformasi akibat jatuh bebas, yang secara
petrografi dapat terlihat dengan:
a. Bentuk Y pada shards dan rongga-rongga bekas gelembung-
gelembung gas atau gelas, arah jatuhnya pada bagian bawah Y.
b. Arah sumbu memanjang kristal dan fragmen litik.
c. Lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal.
d. Jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan
lenticular yang disebut fiamme.
Derajad pengelasan dalam batuan gunung api dapat diketahui dari
warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada kondisi
pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan
obsidian. Batuan ini sering berasosiasi dengan shards memipih yang
mengelilingi fragmen litik dan kristal.

Gambar 3.16. Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat,


menampakkan shards yang sedikit memipih dan gelembung gelas
yang telah hancur membentuk garis-garis oval.

36
Gambar 3.17. [a] Tuf terelaskan dari Idaho, [b] Tuf terelaskan dari
Valles, Mexiko utara, [c] Tuf terelaskan dengan
cetakan-cetakan fragmen kristal.

37
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Acara Kristal dan Mineral


A. Definisi
Mineral adalah bahan anorganik, terbentuk secara alamiah, seragam
dengan komposisi kimia yang tetap pada batas volumenya, dan
mempunyai struktur kristal karakteristik yang tercermin dalam bentuk dan
sifat fisiknya.
Kristal merupakan kumpulan mineral berbutir padat yang memiliki
bahan-bahan kimia tertentu dan terikat dalam bentuk ion, atom, atau
senyawa kimia tertentu. Kristal memiliki bidang-bidang datar yang
mengelilinginya. Bidang-bidang datar ini biasa disebut bidang muka
kristal. Bidang-bidang muka Kristal memiliki bentuk yang berbeda-beda,
namun kristal memiliki bentuk yang sangat geometris sebab kristal akan
terlihat sama pada sisi tertentu.
Saat ini telah dikenal lebih dari 2000 mineral. Sebagian merupakan
mineral - mineral utama yang dikelompokkan sebagai Mineral Pembentuk
Batuan. Mineral - mineral tersebut terutama mengandung unsur-unsur
yang menempati bagian terbesar di bumi, antara lain unsur Oksigen (O),
Silikon (Si), Aluminium (AL), Besi (Fe), Kalsium (Ca), Sodium (Na),
Potasium (K) dan Magnesium (Mg).

B. Pemahaman Mineral
Mineral dapat dikenal dengan menguji sifat fisik umum yang
dimilikinya. Sebagai contoh, garam dapur halite (NaCl) dapat dengan
mudah dirasakan. Komposisi kimia seringkali tidak cukup untuk
menentukan jenis mineral, misalnya mineral grafit (graphite) dan intan
(diamond) mempunyai satu komposisi yang sama yaitu karbon (C).
Mineral-mineral yang lain dapat terlihat dari sifat fisik seperti bentuk
kristal, sifat belahan atau warna, atau dengan peralatan yang sederhana
seperti pisau atau potongan gelas dengan mudah diuji kekerasannya.

38
Mineral dapat dipelajari dengan seksama dengan memerikan dari
bentuk potongan (hand specimen) dari mineral, atau batuan dimana dia
terdapat, dengan menggunakan lensa pembesar (hand lens/loupe), dan
mengujinya dengan alat lain, seperti pisau, kawat baja, potongan gelas atau
porselen dan cairan asam (misalnya HCL). Mineral juga dipelajari lebih
lanjut sifat fisik dan sifat optiknya dalam bentuk preparat sayatan tipis
(thin section) dengan ketebalan 0,03 mm, dibawah mikroskop polarisasi.

C. Bentuk Kistal dan Perawakan (Crystal Habit)


Suatu kristal dibatasi permukaan (sisi kristal) yang mencerminkan
struktur dalam dari mineral. Bentuk kristal merupakan kumpulan dari sisi-
sisi yang membentuk permukaan luar kristal. Sifat simetri kristal adalah
hubungan geometri antara sisi-sisinya, yang merupakan karakteristik dari
tiap mineral. Satu mineral yang sama selalu menunjukkan hubungan
menyudut dari sisi-sisi kristal yang disebut sebagai sudut antar sisi
(constancy of interfacial angels), yang merupakan dasar dari sifat simetri.
Bentuk kristal ditentukan berdasarkan sifat-sifat simetrinya yaitu, bidang
simetri dan sumbu simetri.

Gambar 4.1 Sistem Kristal, Kubus (Cubic), Tetragonal, Ortorombik


(Orthorombic), Monoklin (Monoclonic), Triklin (Triclinic), Hexagonal
dan Trigonal.

39
4.2 Pengenalan Mikroskop Polarisasi

Dengan kemampuan mata manusia yang terbatas maka


untukpengamatan mineral penyusun batuan lebih lanjut harus
menggunakanalat yaitu mikroskop. Yang dimaksud di sini adalah mikroskop
polarisasiyang berbeda dengan mikroskop biasa, dimana mikroskop biasa
hanyamemperbesar benda yang diamati. Mikroskop polarisasi
menggunakancahaya yang dibelokkan atau terbias, bukan cahaya terpantul.
Selain itu,perbedaannya pada beberapa komponen khusus yang hanya
terdapatpada mikroskop ini, antara lain keping analisator,
polarisator,kompensator, dan lensa amici bertrand. Jenis/tipe dari mikroskop
inicukup beragam, ada beberapa tipe yang biasa digunakan misalnya
tipeOlympus, Bausch & Lomb, dan Reichert.
Mikroskop yang dipergunakan untuk pengamatan sayatan tipis dari
batuan, pada prinsipnya sama dengan mikroskop yang biasa dipergunakan
dalam pengamatan biologi. Keutamaan dari mikroskop ini adalah cahaya
(sinar) yang dipergunakan harus sinar terpolarisasi. Karena dengan sinar itu
beberapa sifat dari kristal akan nampak jelas sekali. Salah satu faktor yang
paling penting adalah warna dari setiap mineral, karena setiap mineral
mempunyai warna yang khusus.
Untuk mencapai daya guna yang maksimal dari mikroskop polarisasi
maka perlu difahami benar bagian-bagiannya serta fungsinya di dalam
penelitian. Setiap bagian adalah sangat peka dan karenanya haruslah dijaga
baik-baik. Kalau mikroskop tidak dipergunakan sebaiknya ditutup dengan
kerudung plastik. Bagian-bagian optik haruslah selalu dilindungi dari debu,
minyak dan kotoran lainnya. Perlu kiranya diingat bahwa buttr debu yang
betapapun kecilnya akan dapat dibesarkan berlipat ganda sehingga akan
mengganggu jalannya pengamatan.

40
Gambar 4.2 Mikroskop Polarisasi Olympus CX -31

A. Bagian – Bagian Mikroskop Polarisasi

Dalam aspek pengamatan petrografi sangat penting halnya


pengenalan alat yang akan digunakan dalam hal ini ialah mikroskop
polarisasi Olympus CX – 31. Bagian – bagian dan kegunaan dari alat
pengamatan ini juga menjadi suatu aspek yang harus d pahami.
Berikut bagian – bagian mikroskop polarisasi :

Gambar 4.3 Bagian – Bagian Mikroskop Polarisasi Olympus CX - 31

41
A. Kaki Mikroskop
Merupakan tempat tumpuan dari seluruh bagian mikroskop,
bentuknya ada yang bulat dan ada yang seperti tapal kuda (U). Pada
mikroskop tipe Bausch & Lomb, kaki mikroskop juga digunakan
untuk menempatkan cermin. Pada tipe olympus yang akan kita
gunakan, kaki mikroskop sebagai tempat lampu halogen sebagai
sumber cahaya pengganti cermin.

B. Substage Unit

a. Polarisator atau ” lower nicol ”


Merupakan suatu bagian yang terdiri dari suatu lembaran
polaroid. Berfungsi untuk menyerap cahaya secara terpilih
(selective absorbtion), sehingga hanya cahaya yang bergetar pada
satu arah bidang getar saja yang bisa diteruskan. Dalam mikroskop
lembaran ini diletakkan sedemikian hingga arah getaran sinarnya
sejajar dengan salah satu benang silang pada arah N-S atau E-W.

b. Diafragma Iris
Terdapat di atas polarisator, alat ini berfungsi untuk
mengatur jumlah cahaya yang diteruskan dengan cara mengurangi
atau menambah besarnya apertur/bukaan diafragma. Hal ini
merupakan faktor penting dalam menentukan intensitas cahaya
yang diterima oleh mata pengamat, karena kemampuan akomodasi
mata tiap-tiap orang relatif berbeda.
Fungsi penting lainnya adalah untuk menetapkan besarnya
daerah pada peraga yang ingin diterangi, juga dalam penentuan
relief, di mana cahaya harus dikurangi sekecil mungkin untuk
pengamatan “garis becke”.

42
c. Kondensor
Terletak pada bagian paling atas dari “substage unit”.
Kondensor berupa lensa cembung yang berfungsi untuk
memberikan cahaya memusat yang datang dari cermin di
bawahnya. Lensa kondensor dapat diputar/diayun keluar dari
jalan cahaya apabila tidak digunakan/difungsikan. Fungsi
kondensor lebih lanjut akan dibahas pada bab konoskop.

d. Meja Objek
Bentuknya berupa piringan yang berlubang di bagian
tengahnya sebagai jalan masuknya cahaya. Meja objek ini
berfungsi sebagai tempat menjepit preparat/peraga. Meja objek ini
dapat berputar pada sumbunya yang vertikal, dan dilengkapi
dengan skala sudut dalam derajat dari 0 sampai 360o.
Pada bagian tepi meja terdapat tiga buah sekerup pemusat
untuk memusatkan perputaran meja pada sumbunya (centering).

C. Tubus Mikroskop
Bagian ini terletak di atas meja objek dan berfungsi sebagai unit
teropong.
Terdiri atas beberapa bagian antara lain :

a. Lensa Objektif
Merupakan bagian paling bawah dari tubus mikroskop,
berfungsi untuk menangkap dan memperbesar bayangan sayatan
mineral dari meja objek.
Biasanya pada mikroskop polarisasi terdapat tiga buah
lensa objektif dengan perbesaran yang berbeda, tergantung
keinginan pengamat, dan biasanya perbesaran yang digunakan
adalah 4x, 10x dan 40x, kadang ada yang 100x.

43
b. Lubang Kompensator
Adalah suatu lubang pipih pada tubus sebagai tempat
memasukkan kompensator, suatu bagian yang digunakan untuk
menentukan warna interferensi. Kompensator berupa baji kuarsa
atau gips yang menipis ke arah depan, sehingga pada saat
dimasukkan lubang akan menghasilkan perubahan warna
interferensi pada mineral.

c. Analisator
Adalah bagian dari mikroskop yang fungsinya hampir sama
dengan polarisator, dan terbuat dari bahan yang sama juga, hanya
saja arah getarannya bisa dibuat searah getaran polarisator (nikol
sejajar) dan tegak lurus arah getaran polarisator (nikol bersilang).

d. Lensa Amici Bertrand


Lensa ini difungsikan dalam pengamatan konoskopik saja,
untuk memperbesar gambar interferensi yang terbentuk pada
bidang fokus balik (back focal plane) pada lensa objektif, dan
memfokuskan pada lensa okuler.

e. Lensa Okuler
Terdapat pada bagian paling atas dari tubus mikroskop,
berfungsi untuk memperbesar bayangan objek dan sebagai tempat
kita mengamati medan pandang. Pada lensa ini biasanya terdapat
benang silang, sebagai pemandu dalam pengamatan dan
pemusatan objek pengamatan.

D. Lengan mikroskop
untuk memegang tubus mikroskop, serta memindahkan mikroskop.

44
4.3 Prosedur Identifikasi Mineral

Pengamatan mineral dengan menggunakan mikroskop dilakukan


dengan cara mengamati sifat optis dari mineral hingga akhirnya dapat
ditentukan nama dari mineralnya. Ada beberapa jenis pengamatan
mikroskopis, dimana dari masing-masing pengamatan akan dapat diamati
sifat optis mineral.

1. Pengamatan Mikroskopis Orthoskopis Paralel Nikol


Pengamatan Mikroskopis Orthoskopis Parallel Nicol merupakan
pengamatan mikroskopis pada mineral dimana analisator tidak digunakan
dengan syarat bidang getar analisator sejajar dengan polarisator. Sifat-
sifat optik yang dapat diamati pada pengamatan parallel nicol adalah :
a. Sifat optik yang mempunyai hubungan erat dengan sumbu kristal,
misalnya bentuk belahan.
b. Sifat optik yang mempunyai hubungan erat dengan mineral atau
kristalnya, misal : warna, pleokroism, relief dan indeks bias.

A. Warna
Warna yang diamati adalah warna yang dihasilkan oleh kekuatan
sinar yang sedang bergetar sejajar dengan arah polarisator.
Kenampakan warna akan sangat tergantung pada kemampuan
mineral untuk menyerap sinar serta komposisi mineral, yaitu mineral-
mineral yang mengandung unsur transisi, seperti : Ti, Y, Cr, Mn, Fe,
Ni, Cu dan Zn. Mineral-mineral yang kenampakkan megaskopis
berwarna relatif pucat (misal Kwarsa, Feldspar group) dibawah
mikroskop akan nampak tidak berwarna/colourless. sedangkan
mineral-mineral yang tampak/memberikan warna dibawah mikroskop
biasanya secara megaskopis mineral-mineral tersebut berwarna gelap.

45
Warna terbagi atas :
a. Warna Aliokromatik, Jika warna utamanya sudah berubah
menjadi warna lain yang disebabkan oleh pengotoran-
pengotoran mineral lain.
b. Warna Idiokromatik, Merupakan warna dari mineral yang
terlihat dibawah mikroskop dan sesuai dengan warna
sesungguhnya.

B. Bentuk (Shape)

Pengamatan bentukmineral dilakukan dengan mengamati bidang


batas/garis batas dari mineral, dapat dibedakan atas :
a. Bentuk Euhedral, bila mineral secara keseluruhan dibatasi oleh
bidang kristal itu sendiri.
b. Bentuk Subhedral, bila mineral sebagian dibatasi oleh bidang
kristalnya sendiri.
c. Bentuk anhedral, bila mineral sama sekali tidak dibatasi oleh
bidang bidang kristalnya.
Istilah lain yang berhubungan dengan bentuk kristal dan juga sering
digunakan dalam mineral optik adalah :
a. Tabular, bentuk dari mineral yang mempunyai satu bidang dengan
kedua sisinya hampir sama panjang dengan ketebalan yang tipis.
b. Kubik atau equant, bentuk dari mineral dimana ketiga sisi dari
mineral atau kristal mempunyai panjang yang sama. Misal : Pirit
(mineral sistem isometri).
c. Lath-like, bentuk dari mineral dimana ketiga sisi dari mineral atau
kristal panjangnya berbeda, dimana salah satu dari sisinya jauh
lebih panjang dari kedua sisi yang lain. Misal Plagioklas.
d. Jarum atau acicular, kristal yang panjangnya bila dipotong tegak
lurus terhadap arah memanjang akan berbentuk persegi empat
dengan kedua sisinya jauh lebih pendek dari kristalnya itu sendiri.
Misal : Silimanit, actinolite.

46
e. Serat atau Fibrous, masing-masing kristal berbentuk panjang dan
sangat kecil, semua serta merupakan suatu kelompok yang
biasanya agak memusat.
f. Pipih atau platy atau micacecous, mineral terdapat sebagai
tumbukan yang berlapis-lapis.

Ol Ol
Ol

Ol

A B C
Gambar 4.4. Bentuk bentuk mineral : (A) Bentuk mineral yang euhedral. (B)
Bentuk mineral yang subhedral. (C) Bentuk mineral yang anhedral.

Gambar 4.5. Beberapa bentuk mineral secara tiga dimensi (A) Bentuk
prismatik amfibol, (B) bentuk prismatik piroksen (C) bentuk tabular, (D)
bentuk kubik, (E) bentuk lath-like,

47
C. Belahan

Dalam arti sifat, belahan adalah kecenderungan dari mineral/kristal


untuk terbelah sejajar dengan salah satu atau lebih arah didalam kristal.
Belahan dari mineral tidak terlepas dari struktur dalam atau sistem kristal
yang dimiliki dari masing-masing mineral. Tidak semua mineral memiliki
belahan dan belahan pada mineral tertentu akan mempunyai sifat tertentu
pula. Belahan yang dimiliki oleh mineral ada beberapa arah, seperti :
a. Belahan satu arah, misal : Muskovit, Topaz, Biotit.
b. Belahan dua arah, misal : Piroksen, Hornblende, Feldspar.
c. Belahan tiga arah, misal : Kalsit, Dolomit.
d. Belahan empat arah, misal : Intan, Klorit, Spinel, Fluorit.
e. Belahan lima arah, misal : Sfalerit.
Berdasarkan kenampakan garis-garis belahannya, belahan dapat
dibedakan atas:
a. Belahan sempurna (Perfect cleavage), bila garis belahan terlihat
menerus atau berupa garis-garis lurus didalam mineral (belahan
terlihat jelas)
b. Belahan Baik (good cleavage), bila garis belahan secara umum
membentuk garis lurus (sebagian ada terputus)
c. Belahan Jelek (poor cleavage),bila garis belahan dari mineral terlihat
terputus-putus atau tidak tampak jelas.

D. Indeks Bias

Indeks bias merupakan suatu angka (konstanta) yang menunjukkan


perbandingan antara sinus sudut datang dan sinus sudut pantul (hukum
sinilus dalam perjalanan cahaya atau sinar yang terbias). Indeks bias juga
merupakan fungsi dari sinar didalam medium.

48
Pengukuran indeks bias mineral dibawah mikroskop dapat dilakukan
dengan cara berikut:
1. Menentukan Indeks Bias secara Relatif
a. Metode Garis Becke
Garis Becke adalah suatu garis terang yang timbul pada batas
antara dua media yang saling bersentuhan, disebabkan oleh adanya
perbedaan indeks bias dari kedua media tersebut. Penentuan harga
indeks bias relatif pada dasarnya adalah membandingkan secara relatif
antara harga indeks bias mineral yang diamati dengan harga indeks
bias Balsem Kanada.
Untuk melihat garis Becke, tutuplah sebagian dari diafragma iris
(kurangi intensitas cahaya), pada kondisi ini garis becke akan tepat
berada pada batas mineral (berimpit, warna putih keabuan). Agar
pergerakan garis becke terlihat, maka gerakanlah tubus mikroskop
(dinaik turunkan). Bila tubus dinaikkan atau dijauhkan dari meja
objek, garis becke akan bergerak kearah media yang indeks biasnya
lebih besar. Dengan kata lain bila tubus dinaikkan :
- Garis becke bergerak kearah dalam, maka indeks bias mineral (N)
lebih besar dari indeks bias Balsem Kanada (n) atau N > n.
- Garis becke bergerak kearah dalam, maka indeks bias mineral (N)
lebih kecil dari indeks bias Balsem Kanada (n) atau N < n.
Catatan :
 Cara tersebut diatas untuk mikroskop model Olimpus (skrup
pengatur fokus diputar kearah atas)
 Untuk mikroskop model Zeiss, maka meja objek dijauhkan dari
lensa objektif (skrup pengatur fokus) diputar kearah bawah.

A B

Gambar 4.6. Penentuan Indeks bias dengan metode garis becke (A) Garis
becke bergerak, kedalam (N > n) (B) Garis Becke bergerak, keluar (N < n)

49
b. Metode Oblique illumination
Pada metode ini dilakukan dengan cara menutup sebagian jalan sinar
yang masuk (cermin) dengan kartu. Batasan :
- Bila bayangan gelap (dark shadow) terjadi pada pihak yang
sama dengan penutupan sinar (jalan sinar yang ditutup), maka
indeks bias sinar (jalan sinar yang ditutup), maka indeks bias
mineral < dari indeks bias balsem kanada (N < n)

N>n
N<n

Kartu

Gambar 4.7. Penentuan Indeks Bias dengan metode Oblique


Illumination

2. Penentuan Indeks Bias secara Absolute


Penentuan indeks bias cara ini dengan menggunakan immersion oil
(minyak imersi), dimana harga indeks biasnya sudah tertentu. Metode
yang digunakan adalah metode garis becke. Adapun cara melakukannya
adalah :
a. Mineral yang akan ditentukan indeks biasnya diletakkan diatas gelas
preparat (tidak ditutup cover glass).
b. Tetesi dengan minyak imersi yang diketahui harga indeks biasnya
(misal ...n1).
c. Dengan metode garis becke tentukan harga indeks biasnya apakah N
> n atau N < n.
d. Bila hasil (3) N > n, maka minyak imersi diganti dengan minyak
imersi yang harga indeks bias n2 lebih besar dari n1 (n2 > n1) atau
sebaliknya.
e. Lihat lagi dengan metode garis becke.
f. Demikian selanjutnya sampai garis becke tidak bergerak yang berarti
harga N = n dengan demikian harga indeks bias mineral (N)
diketahui harganya.

50
E. Relief

Relief adalah kenampakan yang timbul karena adanya perbedaan


harga indeks bias mineral dengan media sekitarnya. Pengamatan relief
pada dasarnya pengamatan terhadap kenampakan bidang atau garis batas
dari mineral, apakah terlihat jelas atau tidak jelas kenampakan bidang
atau garis batas mineral. Kenampakan dari relief sangat tergantung pada
besarnya perbedaan harga indeks bias dari mineral yang saling
bersinggungan. Berdasarkan hal tersebut pengamatan relief dibedakan
atas :
 Relief rendah, bila bidang atau garis batas antara mineral yang
bersinggungan mempunyai harga indeks bias yang relatif sama atau
garis batas mineral relatif tidak terlihat.
 Relief sedang, bila harga indeks bias dari mineral yang saling
bersinggungan berbeda (tidak terlalu jauh harga perbedaannya) atau
bidang atau garis batas mineral sangat terlihat jelas.
 Relief kuat, bila perbedaan harga dari indeks bias dari mineral yang
bersiggungan sangat besar, maka bidang atau garis batas mineral
sangat terlihat jelas.
Untuk melihat kenampakan relief dari mineral, bukalah diafragma iris
selebar-lebarnya (intensitas cahaya dibuat maksimum) sehingga akan
terlihat kenampakkan relief yang lemah, sedang maupun kuat.

F. Pleokroik

Pleokroik merupakan gejala perubahan warna saat meja objek diputar,


disebabkan oleh adanya perbedaan daya serap atau absorbsi dari sumbu-
sumbu kristal. Kenampakan pleokroik juga tergantung pada posisi
penyayatan mineral terhadap sumbu C kristal.

51
Berdasarkan hal tersebut pleokroik dibedakan atas :
 Nokroik, bila meja diputar tidak terjadi perubahan warna.
 Dikroik, terjadi dua kali perubahan warna saat meja diputar 0-90. bisa
dimiliki oleh mineral yang mempunyai sistem kristal tetragonal, trigonal
dan heksagonal.
 Trikoik, terjadi perubahan warna tiga kali saat meja diputar sejauh 0-90.
biasa dimiliki oleh mineral yang bersistem kristal ortorombik, monoklin
dan triklin.
Berdasarkan sifat atau kecepatan perubahan warnanya, plekroik
dibedakan atas plekroik lemah, sedang dan kuat.

G. Perting

Perting merupakan kecenderungan dari beberapa zat yang bersifat


kristalin untuk terbelah sejajar dengan bidang-bidang yang rata (tidak
selalu sejajar dengan bidang-bidang kristal atau permukaan kristal).
Perting bersifat tidak tetap dan sering dikontrol oleh kembaran atau
kungkungan yang terorientasi secara teratur sehingga menghasilkan
bidang-bidang yang mudah terbelah.

H. Pecahan (Fracture)

Pecahan adalah kecenderungan dari mineral untuk pecah dengan cara


tertentu yang tidak dikontrol oleh struktur atom. Contoh pecahan gelass
yang biasanya berbentuk Subconcoidal. Pecahan ada yang bersifat
memotong dan biasanya pecahan tegak lurus terhadap sumbu C. Contoh :
olivin, ortopiroksen dan nefelin yang dominan memperlihatkan pecahan
dibandingkan dengan belahannya sendiri, dimana biasanya pecahannya
tidak menerus.

2. Pengamatan Mikroskopis Orthoscopic Cross Nicol

52
Sifat optis yang diamati pada pengamatan ini adalah sifat optis yang
dihasilkan dari perjalanan sinar atau cahaya yang masuk dari cermin,
kemudian melalui polarisator kemudian masuk melalui peraga dan akhirnya
melalui analisator. Sifat optis yang umum yang dapat diamati adalah : Bias
rangkap, tanda rentang atau orientasi dan pemadaman. Dan dalam
pengamatan cross nicol analisator digunakan (kondensor dan lensa betrand
amici tidak dipergunakan).

A. Bias Rangkap
Bias rangkap adalah harga angka yang menunjukkan perbedaan
antara indeks ordiner dan ekstra ordiner yang maksimum. Atau harga
beda lintasan yang terjadi oleh adanya dua sinar yang bergerak kearah
yang berbeda dengan kecepatan yang berbeda. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengamatan bias rangkap dapat dilakukan dengan
bantuan tabel Michel-levy, yaitu tabel warna interferensi. Cara
menentukan Bias rangkap :
 Meletakkan mineral pada posisi terang maksimum.
 Menentukan warnanya atau W.I. orde harga bias rangkap.

Cara membaca tabel W.I. :


 W.I. (warna bias rangkap) ditunjukkan oleh perpotongan antara garis
vertikal ketebalan sayatan (0,035mm) dengan garis horizontal warna
interferensi (disebut perpotongan titik X) dan lihat warnanya, maka
itulah warna bias rangkap mineral yang diamati.
 Orde dari bias rangkap diperoleh dengan mengikuti garis horizontal
dari perpotongan titik X kearah kiri sampai tepi tabel dan melihat
masuk keorde berapa warna bias rangkap titik X tertentu.
 Harga bias rangkap diperoleh dengan melihat perpotongan antara
garis miring yang melalui titik X. Garis miring yang melalui titik X
tersebut diikuti sampai memotong garis tepi tabel sebelah kanan, lalu
baca bias rangkap.

Berdasarkan ordenya bias rangkap dibedakan atas :

53
 Bias rangkap lemah, bila berada pada orde I bawah
 Bias rangkap sedang, bila berada pada orde I atas – orde II
 Bias rangkap kuat, bila berada pada orde III bawah – atas
 Bias rangkap ekstrim, bila berada pada orde IV

Tabel 4.1 Tabel Michel-levy Chart

54
Kolom Garis Ketebalan sayatan Kolom Harga

Orde 0,035 mm Bias Rangkap

Garis

Miring

II

Warna

Interferensi P

Kolom Warna Interferensi

Dalam bentuk garis horizontal

Gambar 4.8. Sketsa Tabel warna Interferensi dan cara membacanya dari
gambar diperoleh bias rangkap : W.I. = abu-abu ; Orde = II dan harga bias
rangkapnya = P

55
B. Orientasi atau Tanda Rentang

Orientasi optik dari suatu mineral, secara umum menunjukkan


hubungan antara arah memanjangnya kristal terhadap arah getaran sinar
cepat ataupun arah getaran sinar lambat. Dengan ketentuan :

 Bila arah getaran sinar cepat terletak searah atau menyudut lancip
terhadap arah memanjangnya mineral, maka mineral memiliki
orientasi atau tanda rentang negatif (-) atau elongasi negatif atau
elongasi cepat Length fast orientation.
 Bila arah getaran sinar lambat terletak searah atau menyudut lancip
terhadap arah memanjangnya mneral, maka mineral memiliki orientasi
atau tanda rentang positif (+) atau elongasi positif atau elongasi
lambat Length Slow.

Dalam mengamati orientasi dibawah mikroskop digunakan keping


kompensator, baik dari keping gips maupun dari keping mika (sesuai
kebutuhan), yaitu dengan melihat perubahan warna interferensi (warna
bias rangkap). Dengan Ketentuan :

 Bila saat dimasukkan keping kompensator terjadi kenaikan warna


interferensi atau orde disebut gejala addisi atau orientasi atau tanda
rentang positif (+)
 Bila saat dimasukkan keping kompensator terjadi penurunan warna
interferensi atau orde, disebut gejala substraksi atau orientasi atau
tanda rentang negatif (-)

56
 Cara menentukan Orientasi
a. Letakkan mineral dengan sumbu c sumbu panjang sejajar (//)
dengan garis vertikal.
b. Putar meja sayatan hingga mineral pada posisi terang
maksimum, catat warna interferensi dan ordenya (seperti
penentuan bias rangkap).
c. Pada posisi b, masukkan kompensator atau komperator, dengan
ketentuan :
 Bila bias rangkap lemah – sedang gunakan kompensator
keping gips ( = 550)
 Bila bias rangkapnya kuat atau ekstrim gunakan keping
mika ( = 147,3)
Lihat perubahan warna interferensi atau orde, tentukan
orientasi apakah positif (+) atau gejala addisi atau orientasi
negatif (-) atau gejala subtraksi.

Sb. C Sb. C Sb. C

Sb. C Sb. C Sb. C

B
Gambar 4.9. Hubungan antara getaran/jalannya sinar dengan sumbu kristal
pada orientasi negatif (A) dan orientasi positif (B)

57
C. Pemadaman

Pemadaman atau gelapan terjadi bila sumbu indikatrik atau sumbu-


sumbu sinar (dua sumbu sinar) sejajar dan tegak lurus dengan bidang getar
polarisator. Atau dengan kata lain bahwa pemadaman terjadi bila bidang
getar sumbu sinar yang satu berada dalam bidang analisator dan sumbu
sinar yang satu lagi bidang getarnya berada dalam bidang polarisator. Hal
tersebut menyebabkan tidak ada sinar yang dibias ganda, sehingga tidak
ada sedikitpun cahaya yang diteruskan kemata sipengamat.
Berdasarkan hubungan antara sumbu-sumbu kristalografi dengan
sumbu-sumbu sinar, maka pemadaman dibagi atas tiga atau dari
kenampakan dibawah mikroskop, berdasarkan hubungan antara sumbu
kristal terhadap benang silang, yaitu :

 Pemadaman sejajar, mineral menjadi gelap bila sumbu-sumbu


kristalografi (sumbu c atau belahan kristal) sejajar dengan benang
silang.
 Pemadaman miring, mineral menjadi gelap pada kedudukan arah
memanjang atau belahan kristal berada diantara benang silang
(tidak sejajar dengan salah satu benang silang).
 Pemadaman simetri, hanya dijumpai pada mineral yang
mempunyai bidang-bidang batas atau garis-garis belahan yang
membentuk sufut tertentu. Mineral menjadi padam pada saat
benang silang membagi kedua arah batas/bidang kristal menjadi
dua sama besar atau benang silang membagi kedua sudut yang
dibentuk oleh belahan sama besar (simetri).

58
(A)

(B) (C)
Gambar 4.10. Jenis-jenis pemadaman, (A) Pemadaman Paralel, (B)
Pemadaman Miring, (C) Pemadaman Simetri.

Cara untuk menentukan sudut pemadaman untuk pemadaman miring :

a. Posisikan mineral dengan sumbu c atau belahan mineral sejajar (//)


dengan benang vertikal (mineral terang maksimum), baca posisi ini
dengan nonius yang menunjukkan harga dimeja mikroskop misal : X
b. Putar meja objek sampai mineral tampak gelap maksimum, baca
kedudukan ini, misal : Y
c. Tentukan sudut pemadaman, dengan ketentuan
 Bila pada saat orientasi menunjukkan gejala addisi, maka sudut
pemadaman mineral atau Z = Y - X
 Bila saat orientasi menunjukkan gejala subtraksi, maka sudut
pemadaman mineral atau Z = 90 - (Y - X)

59
D. Kembaran (Twinning)
Kembaran ditunjukkan oleh adanya kenampakan terang dan gelap
yang dibatasi oleh garis atau bidang batas yang jelas dalam satu mineral.
Secara genetis kembaran dibagi atas :
1. Kembaran Tumbuh (grouth twinning)
Merupakan hasil dari proses pertumbuhan dan terbentuk pada saat
kristal sedang tumbuh.
a. Terbentuk dari dua kristal atau lebih yang tumbuh bersama-sama
dan saling mengikat, disebut juga kembaran penetrasi. Contoh :
grafik (tumbuh bersama-sama K-feldspar dengan kwarsa) dan
mirmiketik (tumbuh bersama antara plagioklas dan kwarsa)
b. Terbentuk karena satu bagian atau lebih dari suatu kristal
mengalami rotasi secara mekanis terhadap bagian yang
berdampingan, disebut juga kembaran singgung (contac twinning)
Contoh :
 Kembaran kalsbat (pada plagioklas, piroksin dan ortoklas)
 Kembaran Albit (pada plagioklas)
 Kembaran Kalsbat – Albit (pada plagioklas)
 Kembaran Periklin (pada plagioklas)
 Kembaran Cross hatch (pada mikroklin)

Kalsba Albit Kalsbat-Albit


t

Perikli Cross hatch


n
Gambar 4.11. Kenampakan beberapa jenis kembaran

60
2. Kembaran Deformasi (deformation twinning),
Terbentuk oleh adanya proses deformasi dan terjadi pada saat
kristal sudah padat. Besar sudut pemadaman dari kembaran Albit dan
Kalsbat-Albit dapat digunakan untuk menentukan jenis plagioklas.
Cara penentuan sudut pemadaman dan jenis plagioklas
a. Cara penentuan sudut pemadaman kembaran albit

Gambar 4.12. Cara menentukan pemadaman untuk kembaran


albit
 Posisikan mineral dengan garis/bidang kembaran sejajar garis
vertikal, baca kedudukan di meja objek, misal aº
 Putar meja ke kanan sampai terjadi gelap maksimum pada
sebagian garis kembaran, baca kedudukan, misal bº, ..........
maka X1 = bº - aº
 Kembalikan mineral pada posisi point ( 1 ), lalu putar kekiri
sampai terjadi terang meksimum pada bagian yang gelap
meksimum saat diputar kekanan (kenampakan gelap
maksimum di kiri bergantian dengan posisi saat di putar ke
kakan atau lihat gambar), catat kedudukan, misal cº, ...........
maka X2 = cº - aº
 Besar sudut pemadaman dari kembaran albit adalah nilai rata-
rata dari X1 dan X2 atau Zº = (X1 + X2)/2. Dengan batasan
selisih antara X1 dan X2 harus lebih kecil atau sama dengan
enam (6) atau (X1-X2)  6.

61
b. Penentuan jenis plagioklas dari sudut pemadaman kembaran albit
Untuk penentuan jenis plagioklas digunakan metode Michel-Levy,
yaitu dengan menggunakan kurva F.E Wright dengan cara sebagai
berikut :

Diagram 4.1 Kurva F.E. Wright, untuk penentuan jenis plagioklas dari sudut
pemadaman kembaran albit.

 Plotkan harga Zº pada garis/sumbu vertical, tarik garis sampai


berpotongan dengan garis kurva. Dari titik perpotongan tarik garis
vertikal ke arah bawah (cara matrik) sampai ke garis atau sumbu
horizontal, maka di dapat jenis dari plagioklas dengan kedudukan An
(baca di garis horizontal)
 Untuk harga Zº < 20º atau = 20º , terdapat dua kurva, maka batasanya:
- Bila N < n, digunakan kurva sebelah kiri dan bila N > n,
digunakan kurva kanan
- Atau bila mineral plagioklas bertanda optik positip, gunakan
kurva kiri dan bila bertanda optik negatip, gunakan kurva sebelah
kanan.

62
c. Cara penentuan sudut pemadaman dari kembaran Kalsbat–Albit

Gambar 4.13. Cara penentuan sudut pemadaman untuk kembaran Kalsbat –


Albit

 Pada kembaran Kalsbat – Albit, pada bagian yang terang (kanan) dan
bagian yang gelap (kiri) terdapat kembaran/garis-garis Albit.
 Penentuan besar sudut pemadaman sama dengan cara menentukan besar
sudut pemadaman untuk masing-masing kembaran albit (sebelah kanan
dan kiri) secara bergantian, sehingga akan diperoleh dua harga besar
sudut pemadaman, yaitu Xº dan Yº .
 Untuk Albit sebelah kanan, lakukan seperti cara penentuan besar sudut
pemadaman albit di atas, sehingga diperoleh : Yº = (Y1 + Y2)/2,
dimana : Y1 = bº - aº dan Y2 = cº - aº
 Untuk Albit sebelah kiri, lakukan cara penentuan besar sudut
pemadaman seperti di atas, sehingga diperoleh : Xº = (X1 + X2)/2,
dimana : X1 = dº - aº dan X2 = eº - aº

63
d. Penentuan jenis plagioklas dari sudut pemadaman kembaran Kalsbat –
Albit,
Seperti halnya penentuan jenis plagioklas dari sudut pemadaman
kembaran albit, penentuan jenis plagioklas dari kembaran Kalsbat – Albit
juga menggunakan metode Mechel-Levy, yaitu dengan kurva F.E
Wright, sebagai berikut :
 Plotkan harga sudut pemadaman yang bernilai kecil (dari Xº atau Yº)
ke dalam garis atau sumbu vertikal, dan harga sudut pemadaman yang
besar (dari Xº atau Yº) di plot pada kurva yang melengkung.
 Tentukan perpotongan kedua sudut pemadaman tersebut (secara
matrik), lalu tarik garis vertikal kearah bawah, sehingga di peroleh
jenis dari plagioklas dengan kedudukan An.

Diagram 4.2. Kurva F.E Wright, untuk penentuan jenis plagioklas dari
sudut pemadaman kembaran kalsbat – albit (metode Michel Levy)

64
4.4 Pengenalan Mineral

A. Definisi Mineral

Mineral adalah padatan senyawa kimia homogen, non-organik,


yangmemiliki bentuk teratur dalam sistem kristal dan terbentuk secara
alami.Istilah mineral termasuk tidak hanya bahan komposisi kimia tetapi juga
struktur mineral. Mineral termasuk dalam komposisi unsur murni dan garam
sederhanasampai silikat yang sangat kompleks dengan ribuan bentuk yang
diketahuimisalnya berupa senyawaan organik biasanya tidak termasuk.

Berikut ini adalah beberapa definisi mineral oleh para ahli

1. A.W.R. Potter dan H. Robinson, 1977


Mineral adalah suatu zat atau bahan yang homogen
mempunyaikomposisi kimia tertentu atau dalam batas-batas tertentu
atau dalambatas-batas tertentu dan mempunyai sifat-sifat tetap,
dibentuk di alamdan bukan hasil suatu kehidupan.
2. L.G. !err" dan !. Mason, 19#9
Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di
alamterbentuk secara anorganik, mempunyai komposisi kimia pada
batas-batas tertentu dan mempunyai atom-atom yang tersusun secara
teratur.

3. D.G.A. W%itten dan &.R.'. !roo(s, 197

Mineral adalah suatu bahan padat yang secara structural


homogenmempunayai komposisi kimia tertentu, dibentuk oleh
proses alam yanganorganik.

65
4.4.1. Mineral Mafik

Mafik adalah kata sifat yang menggambarkan batuan atau


mineral silikat yang kaya akan magnesium dan besi, dan karenanya
merupakan lakuran dari "magnesium" dan "ferik". Kebanyakan
mineral mafik berwarna gelap, dan mineral- mineral mafik
pembentuk batuan yang paling umum yakni olivin, piroksen, amfibol,
dan biotit. Batuan mafik yang umum adalah basal, dolerit dan gabro.
Secara kimia, batuan mafik berada di sisi lain dari spektrum
batuan felsik. Istilah mafik sesuai dengan kelas batuan basa yang
lebih tua.
Lava mafik, sebelum pendinginan, memiliki viskositas
rendah dibandingkan dengan lava felsik, karena kandungan silika
pada mafik magma lebih rendah. Air dan volatil lainnya dapat lebih
mudah dan secara bertahap melepaskan diri dari lava mafik, sehingga
letusan gunungapi yang terbuat dari lava mafik kurang eksplosif
dibandingkan dengan letusan lava felsik. Kebanyakan gunungapi
lava mafik merupakan gunung berapi perisai, seperti di Hawaii.

66
Tabel 4.2 Batuan Mafik dan Tekstur.
4.4.2 Mineral Felsik

Dalam geologi, felsik mengacu batuan beku yang relatif kaya


akan unsur yang membentuk feldspar dan kuarsa. Hal ini kontras
dengan batuan mafik, yang relatif lebih kaya akan magnesium dan
besi (ferik). Felsik mengacu pada batuan yang kaya akan mineral
silikat, magma, dan batuan lainnya yang diperkaya dengan unsur-
unsur yang lebih terang seperti silikon, oksigen, aluminium,
Natrium, dan kalium.
Batuan - batuan tersebut biasanya berwarna terang dan
memiliki berat jenis yang kurang dari 3. Batuan felsik paling
umum adalah granit. Mineral felsik umum adalah termasuk
kuarsa, muskovit, ortoklas, dan feldspar plagioklas kaya natrium.
Dalam hal kimia, mineral dan batuan felsik berada di ujung lain
dari spektrum unsur mineral dan batuan mafik.
Agar batuan dapat diklasifikasikan sebagai felsik, umumnya
perlu mengandung lebih dari 75% mineral felsik; yaitu kuarsa,
ortoklas dan plagioklas. Batuan dengan lebih dari 90% mineral
felsic juga dapat disebut leukokratic, yang berarti 'Berwarna
terang.
Felsit adalah istilah bidang petrologi yang digunakan untuk
merujuk kepada batuan vulkanik yang sangat halus atau afanitik
yang berwarna terang, yang kemudian di klasifikasi kembali
setelah analisis mikroskopis atau kimia yang lebih rinci.
Dalam beberapa kasus, batuan vulkanik felsik mungkin berisi
fenokris mineral mafik, biasanya hornblende, piroksen atau
mineral feldspar, dan mungkin perlu dinamai berdasarkan nama
mineral fenokris mereka, seperti 'felsite hornblende-bearing.

67
Nama kimia dari batuan felsik diberikan sesuai dengan
klasifikasi TAS dari Le Maitre (1975). Namun, ini hanya berlaku
untuk batuan vulkanik. Jika batuan ketika dianalisis dan
ditemukan felsik tetapi merupakan batuan metamorf dan tidak
memiliki protolith vulkanik yang pasti, mungkin cukup untuk
hanya menyebutnya dengan 'sekis felsik.
Untuk batuan felsik faneritik, diagram QAPF harus
digunakan, dan nama yang diberikan harus sesuai dengan
nomenklatur granit. Seringkali spesies mineral mafik dimasukan
dalam nama, misalnya, granit bantalan-hornblende (hornblende-
bearing granite), tonalit piroksen atau augit megakristik monzonit,
karena istilah "granit" sudah dianggap mengandung felspar dan
kuarsa.
Terakhir, tekstur batuan juga menentukan nama dasar dari
batuan felsik

Tabel 4.3 Batuan Felsik dan Tekstur.

68
4.5 Acara Petrografi Kuantitatif dan Kualitatif

Dalam sebuah penelitian memiliki dua buah metode yakni kualitatif dan
juga kuantitatif. Suatu penelitian ilmiah dapat menggunakan pendekatan
kuantitatif maupun kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan alat uji
statistik, maupun matematik yang sering disebut sebagai analisis deskriptif
kuantitatif, sedangkan pendekatan kualitatif lebih mendasarkan pada
penalaran logis (logical reasoning).
Dalam petrografi analisa berupa sayatan tipis menggunakan metode
tersebut baik kuantitatif maupun kualitatif, dimana analisa kualitatif dikenal
dengan teknik penyamaan visual dan analisa kuantitatif dikenal dengan
teknik point counting.

A. TeknikPenyamaan Visual (Kualitatif)


Cara perhitungan dengan teknik ini adalah dengan menyamakan
secara visual sebaran dan bentuk mineral (biasanya fenokris atau
fragmen), dengan standar yang telah dibuat oleh Terry & Chillingar,
dalam Best, 2006).

69
Gambar 4.14. Penentuan volumetrik secara visual (dalam Best,
2013)
B. Teknik Point Counting (Kuantitatif)

Teknik perhitungan kuantitatif berupa teknik point counting,


berupa teknik perhitungan dengan membuat titik titik berdasarkan grid
yang disepakati.
Teknik ini dikembangkan sejak lama, mulai dari cara manual oleh
[Delesse 1848], Rosiwal [Rosiwal 1898], Shand [Shand 1916], Chayes
[Chayes 1949] dan lainnya. Pada tahun 1993 [Gatlin CL 1993]
mengembangkan metode semi-otomatis dengan peralatan elektro
mekanik yang ditempatkan pada mikroskop. Saat ini teknik ini
dikembangkan dengan metode elektronik dan analisis gambar.

Teknik point counting dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Buat titik (point), dari pertemuan garis-garis grid yang telah dibuat

Berdasarkan data statistik, maka diperlukan titik sebanyak 1000


titik untuk ukuran butir < 2mm, dan 1500 titik (point) untuk ukuran 2 –
4 mm dan dilakukan pada satu sayatan tipis [Danish Petrographic
Methode TI B 52, dalam Jensen, 2001].

70
Gambar 4.15. Grid yang dibuat sebagai dasar
perhitungan
2. Lakukan pengamatan di perbesaran objektif 4X
3. Sebelum perhitungan, tentukan jenis jenis mineral atau nama butiran
utama yang akan dilakukan perhitungan (>0.0625 mm).
4. Buat tabel komposisi mineral, seperti contoh dibawah ini

Tabel 4.4 Contoh Tabel Point Counting Work-Sheet.

5. Lakukan perhitungan
Perhitungan point Counting, dilakukan dengan menentukan nama
mineral atau material di sayatan yang terkena titik, dimana pengamatan
harus dilakukan secara objektif. Mineral yang ditulis dalam
perhitungan harus terkena titik grid yang telah dibuat. Perhitungan
dapat dilakukan secara manual dengan analisis gambar/foto atau
dengan bantuan program secara otomatis.

Gambar 4.16. Skema


penentuan perhitungan
point counting pada
batuan

71
(http://www.desert.com/p
etroweb)
4.5.1 Batuan Beku

Batuan beku (igneous rocks) merupakan bersumber dari kristalisasi


magma yang terbentuk secara cumulate, deuteric, metasomatic atau
proses metamorfosa. Klasifikasi utama batuan beku harus di dasarkan
pada keberadaan mineral atau mode, jika tidak memiliki kristal atau
gelas maka digunakan klasifikasi berdasarkan komposisi kimianya.

Beberapa istilah yang perlu diketahui adalah


a.
Batuan Plutonik : tekstur faneritik, berukuran butir relatif kasar
(>3 mm), dimana setiap mineral dapat dibedakan dengan mata
telanjang.
b.
Batuan Vulkanik : tekstur afanitik, rukuran butir relatif halus (<1
mm), diamana individu kristal mineral tidak dapat dibedakan
dengan mata telanjang, dan biasanya mengandung gelas vulkanik.
c.
Batuan harus dinamakan apa adanya, bukan berdasarkan
kemungkinan.
d.
Batuan dinamakan dengan klasifikasi QAPF (kuarsa, alkali
feldspar, Plagioklas, Feldspatoid).
e.
Akhiran –bearing (pembawa) dipakai dengan nama mineral
penting dengan komposisi <5%, contoh plagioclase bearing
ultramafic. Atau sampai 20 % jika gelas vulkanik
f.
Akhiran –rich (kaya) dipakai dengan nama mineral, jika mineral
lebih dari 20 %. Contoh gabbro kaya biotit.
g.
Akhiran –mineral dipakai jika mineral selain QAPF sebanyak 5 –
20%, contoh Andesit Hornblenda
h.
Awalan mikro -, dipakai untuk mengindikasikan batuan plutonik
(intrusi) dengan ukuran butir lebih halus dari biasanya, contoh
microdiorite (Diorit mikro). Kecuali diabas dan dolerit.
i. Klasifikasi batuan beku, selalu menggunakan parameter indeks
mafik (M) yang terlihat sebagai tingkat kegelapan warna batuan.

72
Batuan ultramafik mempunyai nilai M ≥ 90, sedangkan batuan
lainnya mempunyai M < 90.
j.
Pembeda nama batuan antara basal dan andesit, gabbro dan diorit
adalah nilai M yang berbanding dengan nilai keasaman batuan
(SiO2)

Diagram 4.3. Kategori pembagian parameter batuan beku, (a)


parameter tekstur ukuran butir/ kristal, (b) parameter warna
atau tingkat kecerahan batuan, (c) klasifikasi keasaman batuan
beku berdasarkan kandungan SiO2 (Gill, 2010)

73
A. Klasifikasi Batuan Beku Plutonik

Klasifikasi ini dipakai untuk batuan faneritik (fanero-porfiritik)


dengan ukuran > 3mm, dan untuk batuan intrusi yang berukuran halus
(mikro-).

Klasifikasi berdasarkan kehadiran mineral dilakukan dengan 3


tahap, yaitu :
a. Jika M (indeks mineral mafik) kurang dari 90% maka batuan
diklasifikan dengan mineral felsiknya, yaitu dengan QAPF
diagram
b. Jika M lebih besar atau sama dengan 90%, maka batuan
diklasifikasikan seagai Ultramafik.
c. Untuk Gabbro dan Diorit, dibedakan berdasarkan indeks M. Gabro
mempunyai nilai M >35%. (lihat kembali.

74
Diagram 4.4. Klasifikasi QAPF untuk batuan plutonik (Streckeisen,
1976 dalam Le Maitre, 2006). Q = kuarsa, A = Alkali feldspar, P =
Plagioklas, F = Felsdpatoid.

Gambar 4.19. Klasifikasi untuk batuan Ultramafik (Streckeisen,


1973 dalam Le Maitre, 2006). Ol (olivin), Px (piroksen), Cpx
(klinopiroksen), Opx (ortopiroksen), Hbl (Hornblenda).

B. Klasifikasi Batuan Beku Vulkanik

Klasifikasi QAPF-vulkanik hanya dipakai untuk batuan dengan


tekstur teridentifikasi sebagai batuan vulkanik, dan jika mineral telah
teridentifikasi kehadirannya. Untuk kolom basalt dan andesit, maka
penamaan dibedakan berdasarkan indeks warna dan persentase SiO2

Diagram 4.5. Klasifikasi


QAPF untuk batuan vulkanik
(Streckeisen, 1976 dalam Le
Maitre, 2006).
Q = kuarsa,
A = Alkali feldspar,

75
P = Plagioklas,
F = Felsdpatoid.

4.5.2 Batuan Gunungapi

Batuan Gunungapi atau piroklastik didefinisikan sebagai fragmen


produk langsung dari proses vulkanik, yang terbagi menjadi kristal,
gelas, atau fragmen batuan. Proses pembentukan batuan piroklastik
dan vulkaniklastik, terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan
genesanya.

Diagram 4.6. Pembagian genetik jenis batuan vulkaniklastik (Mc Phie,


1993).

76
Ukuran fragmen batuan gunung api terbagi menjadi Bomb dan blok
(>64mm), Lapili (2 – 64mm), dan butiran abu (< 2mm).

Penamaan batuan piroklastik, menggunakan klasifikasi Fisher (1996)

Diagram 4.7. Diagram ternary untuk klasifikasi piroklastik. a) berdasarkan


tipe material, Pettijohn (1975) dan Harper & Row, Schmid (1981), (b)
berdasarkan ukuran material, Fisher (1966).

Penamaan piroklastika dalam petrografi berlaku untuk batuan dengan


kandungan > 75% material piroklastik, jika terdapat pencampuran material
lainnya maka dinamakan dengan klasifikasi campuran piroklastik dan
epiklastik.

77
Tabel 4.5. Istilah yang digunakan untuk batuan campuran piroklastik - epiklastik

Penamaan Batuan Vulkaniklastik

Batuan vulkaniklastik, merupakan jenis batuan klastika dengan parameter


tertentu, dan sering di bingungkan dengan adanya transisi penamaan menuju
epiklastik.

Dasar penamaan sebagai batuan piroklastik menggunakan ukuran butir pada


Tabel 4.5 (Schmid, 1981) dan Diagram 4.7 (Fisher, 1966), dimana digunakan
pada batuan dengan kandungan >75% komponen piroklastika.

Penamaan batuan vulkaniklastik atau piroklastika dapat mengikuti beberapa


parameter, yaitu :

1. Penamaan Lapangan :

a. Berdasarkan ukuran butir dan untuk batuan batuan piroklastika


dengan butiran fragmen <2 mm dinamakan Tuf, yang terbagi
menjadi Tuf kasar, Tuf sedang, dan Tuf halus.

b. Menggunakan parameter dan penamaan menurut Mc Phie (1996)

2. Penamaan petrografi :

a. Membagi berdasarkan kehadiran material penyusun : gelas, kristal


mineral, dan batuan.

b. Menambahkan penamaan dengan tambahan tekstur – tekstur


khusus pada batuan: welded, alteration, diagenesa.

c. Menambahkan penamaan dengan tambahan sifat batuan, seperti :


andesitik, dasitik, riolitik, atau basaltik. Hal ini didasarkan
kehadiran mineralogi atau litik yang dominan. Dan juga
berdasarkan kecerahan atau kimia batuan.

78
4.6 Analisis Studi Kasus

Studi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam
riset yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang
mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus
dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan,
pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya,
akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan
dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Studi kasus dapat digunakan untuk
menghasilkan dan menguji hipotesis
Dalam petrografi studi kasus dilaksanakan untuk mendapatkan data falid
secara visual di lapangan.

79
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Petrografi adalah salah satu cabang ilmu kebumian yang mempelajari batuan
berdasarkan kenampakan mikroskopis berupa ciri-ciri fisik yang menjadi kekhasan
suatu jenis batuan, termasuk di dalamnya melakukan pemerian dan pengklasifikasian
batuan, serta menentukan volume komposisi yang terdapat di dalam batuan, baik
batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf. Batuan beku sendiri adalah
batuan yang terbentuk karena pendinginan dan pembekuan magma. Magma adalah
cairan silikat pijar di dalam bumi, bersuhu tinggi (900o – 1300oC), terbentuk secara
alamiah dan berasal dari bagian bawah kerak bumi atau bagian atas selimut atau
selubung bumi, serta mempunyai kekentalan tinggi, bersifat mudah bergerak dan
cenderung bergerak menuju ke permukaan bumi.

Batuan piroklastik adalah jenis batuan yang dihasilkan oleh proses lisenifikasi
bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat volkanis selama erupsi yang bersifat
eksplosif. Batuan sedimen adalah suatu batuan yang terbentuk sebagai hasil
pemadatan “consolidation” dari bahan endapan lepas atau penguapan kimiawi dari
suatu larutan pada atau dekat permukaan bumi atau suatu bahan organik yang terdiri
dari sisa-sisa tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sedangkan batuan metamorf adalah
batuan yang berasal dari batuan induk (batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan
metamorf) yang telah mengalami proses metamorfisme, yaitu perubahan mineralogi,
tekstur dan struktur akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi.

Petrografi begitu sangat penting karena hakikatnya memberikan data umum yang
petrologi perjuangkan untuk menginterpretasikan dan menerangkan asal-usul batuan.
Oleh karena itu mahasiswa peserta praktikum dan kuliah petrografi hendaknya telah
mengikuti kuliah dan praktikum petrologi (termasuk didalamnya yaitu kuliah dan
praktikum kristalografi-mineralogi, petrologi dan mineral optik) yang sebelumnya
telah didapatkan

80
5.2 Kritik dan Saran

A. Kritik

Ruangan laboratorium cukup sempit dan tata letak properti yang


kurang teratur membuat kondisi laboraturium kurang nyaman dan
sirkulasi udara yang sangat minim membuat udara di dalam ruangan
tidak begitu nyaman, terlebih pada saat suhu sekitar sedang tinggi.
Kemudian yang perlu di perhatikan adalah dari modul atau buku panduan
praktikum yang kondisinya sangat minim, karena berupa fotocopy-an,
maka gambar-gambar optis dari contoh tekstur dan struktur batuan sangat
sulit untuk di pahami serta kondisi mikroskop polarisasi yang kurang
terawat dan jauh dari kata layak dan jumlah dari sayatan tipis yang sangat
minim kuantitas dan kualitasnya.

B. Saran

Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang optimal sebaiknya


peserta praktikum petrografi dapat memperhatikan segala penjelasan dari
asisten praktikum dengan sebaik-baiknya, bila ada bagian yang kurang
jelas, maka jangan segan-segan untuk bertanya. Kemudian hal lain yang
harus lebih diperhatikan adalah perawatan terhadap mikroskop polarisasi
dan menjaga sampel sayatan tipis batuan adalah hal yang tidak kalah
pentingnya, karena mengingat sulitnya untuk mendapatkan sayatan tipis
batuan. Kedua komponen penting ini adalah hal utama yang perlu di
perhatikan karena menjadi kunci utama dalam keberlangsungan dari
praktikum petrografi ini.

81

Anda mungkin juga menyukai