Anda di halaman 1dari 15

BIOSTRATIGRAFI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN

FORMASI NGRAYONG DI DAERAH CEPU

Iman Firman Sjamsuddin*


Djuhaeni **

* Pertamina EP, Jakarta, (021)57892452, iman.firman@pertamina-ep.com


** Institut Teknologi Bandung, djuhaeni@gc.itb.ac.id

ABSTRAK

Lingkungan tempat diendapkannya Formasi Ngrayong sampai saat ini masih


diperdebatkan. Penelitian mengenai lingkungan pengendapan Formasi Ngrayong dengan
menggunakan data yang komprehensif, antara lain biostratigrafi dan litostratigrafi, akan
memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai batas interval, umur serta lingkungan
pengendapan dari Formasi Ngrayong, khususnya di daerah Cepu.

Data yang digunakan pada studi ini terdiri dari data deskripsi lumpur pemboran pada 6
sumur, data biostratigrafi dan data seismik. Metode yang dipergunakan pada studi ini
adalah dimulai dengan melakukan analisis biostratigrafi dan batimetri. Analisis
biostratigrafi dilakukan dengan cara menentukan kemunculan awal atau akhir dari suatu
fosil foraminifera planktonik, yang dapat dipakai untuk biomarker dalam korelasi sumur
satu dengan sumur lainnya. Selain itu dilakukan pula pengelompokan fasies-fasies yang
terdapat pada Formasi Ngrayong, penentuan umur dan lingkungan pengendapannya.

Berdasarkan analisis pada sumur Cepu-1, Cepu-5 dan Cepu-6, terdapat lima zona
foraminifera planktonik, yaitu Zona Orbulina suturalis – Globorotalia peripheroacuta, Zona
Globorotalia peripheroacuta – Globorotalia praefohsi, Zona Globorotalia praefohsi –
Globorotalia fohsi, Zona Globorotalia fohsi – Sphaeroidinellopsis subdehiscens dan Zona
Sphaeroidinellopsis subdehiscens – Globigerina nepenthes. Formasi Ngrayong di daerah
Cepu diendapkan pada umur Miosen Tengah atau berada pada zona kisaran N9 – N12
(Blow, 1979). Berdasarkan analisis biostratigrafi yang dilakukan pada sumur Cepu-1,
Cepu-5 dan Cepu-6, dapat ditentukan tiga biomarker, yaitu kemunculan awal fosil
Sphaeroidinellopsis subdehiscens, kemunculan awal fosil Globorotalia cultrata dan
kemunculan awal fosil Sphaeroidinellopsis semminulina kochi.

Formasi Ngrayong di daerah Cepu dibatasi oleh batugamping Formasi Bulu pada bagian
atas dan batugamping Formasi Tawun pada bagian bawah, serta terdiri dari tiga kelompok
fasies, yaitu fasies batupasir, batugamping dan serpih. Formasi Ngrayong pada daerah
Cepu diendapkan pada lingkungan paparan. Pengendapan Formasi Ngrayong ditafsirkan
berhenti pada lingkungan paparan 100 – 200 m atau zona neritik luar, setelah itu
berkembang endapan batulanau dan serpih Formasi Tawun hingga lingkungan bathyal.
Rasio batupasir – serpih dari Formasi Ngrayong di daerah Cepu relatif semakin menurun
ke arah selatan seiring dengan perubahan zona batimetri ke arah yang lebih dalam.
Dominasi fosil laut dangkal terhadap fosil laut dalam pada sumur Cepu-1 ditafsirkan
bahwa telah terjadi proses badai pada pengendapan Formasi Ngrayong di daerah Cepu.

98
Sedangkan pada sumur Cepu-5 dan Cepu-6, dimana secara biostratigrafi setara dengan
Formasi Ngrayong di sumur Cepu-1 (N9 – N12), dominasi fosil-fosil laut dalam terhadap
fosil-fosil laut dangkal ditafsirkan telah terjadi proses turbidit pada saat pengendapan
Formasi Tawun di daerah Cepu.

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa endapan di daerah Cepu yang berada pada
kisaran N9 – N12 tidak seluruhnya berkembang Formasi Ngrayong, namun sebagian
diendapkan Formasi Tawun yang diendapkan pada lingkungan bathyal dengan indikasi
telah terjadi proses turbidit. Sementara Formasi Ngrayong di daerah Cepu diendapkan
pada lingkungan paparan dengan indikasi proses badai.

pada daerah Cepu dan sekitarnya


A. Pendahuluan
tersusun atas sepuluh formasi
Lingkungan tempat diendapkannya
(Pringgoprawiro, 1983), yaitu Formasi
Formasi Ngrayong sampai saat ini masih
Kujung, Prupuh, Tuban, Tawun,
diperdebatkan. Berbagai singkapan yang
Ngrayong, Bulu, Wonocolo, Ledok,
ditemukan di sebelah utara daerah Cepu,
Mundu dan Lidah. Urutan stratigrafi
salah satunya di daerah Ngepon,
daerah penelitian dapat dilihat pada
menunjukkan lingkungan pengendapan
Gambar 2.
daerah pantai dan pasang surut
(Poedjoprajitno dan Djuhaeni, 2006).
Formasi Ngrayong yang menjadi objek
Sedangkan menurut Ardhana (1993),
pada studi ini diendapkan pada umur
Formasi Ngrayong merupakan endapan
Miosen Tengah, berupa batupasir kuarsa
paparan hingga kipas bawah laut.
yang berukuran halus pada bagian
bawah dan cenderung mengkasar pada
Studi mengenai lingkungan pengendapan
bagian atas dan terkadang gampingan
Formasi Ngrayong dengan menggunakan
(Pringgoprawiro, 1983). Pada umumnya,
data yang komprehensif, antara lain
satuan batuan ini dicirikan oleh pasir
biostratigrafi, akan memberikan
kuarsa lepas-lepas, disuatu tempat
pemahaman yang lebih baik mengenai
berselingan dengan serpih karbonan,
batas interval, umur serta lingkungan
serpih dan batulempung. Ke arah atas
pengendapan dari Formasi Ngrayong,
dijumpai sisipan batugamping bioklastik
khususnya di daerah Cepu.
yang mengandung fosil Orbitoid
(Poedjoprajitno dan Djuhaeni, 2006).
B. Geologi Regional
Daerah studi bertempat di daerah Cepu
(Gambar 1). Secara regional, stratigrafi

99
Pasir Ngrayong diendapkan dalam fase Untuk sumur yang tidak memiliki data
regresif dari lingkungan laut dangkal biostratigrafi, korelasi dilakukan dibantu
zona neritik pinggir hingga rawa-rawa dengan memakai lintasan seismik. Selain
pada waktu Miosen Tengah itu dilakukan pula pengelompokan fasies-
(Poedjoprajitno dan Djuhaeni, 2006). fasies yang terdapat pada Formasi
Formasi Ngrayong kontak dengan Ngrayong, penentuan umur dan
batugamping Formasi Tawun pada lingkungan pengendapannya.
bagian bawah dan dibagian atas ditutupi
oleh batugamping Formasi Bulu D. Studi Formasi Ngrayong
(Poedjoprajitno dan Djuhaeni, 2006). Analisis biostratigrafi telah dilakukan
terhadap tiga sumur, yaitu Cepu-1, Cepu-
C. Data dan Metode 5 dan Cepu-6. Analisis biostratigrafi
Data yang digunakan pada studi ini terdiri dilakukan pada interval 200 – 1500 meter
data deskripsi lumpur pemboran pada 6 untuk sumur Cepu-1, interval 600 – 1300
sumur dan data biostratigrafi. Data meter untuk sumur Cepu-5 dan interval
seismik juga dipergunakan pada studi ini 1400 – 2300 meter untuk sumur Cepu-6,
untuk menelusuri marker-marker dari seperti ditampilkan pada Gambar 3 – 5.
sumur yang satu ke sumur yang lainnya.
Posisi sumur dan lintasan seismik yang Berdasarkan analisis biostratigrafi yang
terdapat pada daerah studi ditampilkan dilakukan pada sumur-sumur tersebut,
pada Gambar 1. dapat ditentukan tiga biomarker. Ketiga
biomarker tersebut adalah sebagai
Metode yang dpergunakan pada studi ini berikut :
adalah dimulai dengan melakukan • Kemunculan awal fosil
analisis biostratigrafi dan batimetri. Sphaeroidinellopsis subdehiscens,
Analisis biostratigrafi dilakukan dengan pada sumur Cepu-1 dijumpai pada
cara menentukan kemunculan awal atau kedalaman 420 meter, pada sumur
akhir dari suatu fosil foraminifera Cepu-5 pada kedalaman 890 meter
planktonik, yang dapat dipakai untuk dan pada sumur Cepu-6 pada
biomarker dalam korelasi sumur satu kedalaman 1613 meter. Kemunculan
dengan sumur lainnya. Terdapat 3 sumur awal fosil Sphaeroidinellopsis
yang memiliki data biostratigrafi, yaitu subdehiscens ini juga merupakan
sumur Cepu-1, Cepu-5 dan Cepu-6. batas atas dari zona N12.

100
• Kemunculan awal fosil Globorotalia petrografi yang dilakukan oleh Lemigas
cultrata, pada sumur Cepu-1 pada sumur Cepu-3 di kedalaman 724,
dijumpai pada kedalaman 580 meter, 724.3, 724.6, 725, 725.3 dan 725.6
pada sumur Cepu-5 pada kedalaman meter, batupasir Formasi Ngrayong
1054 meter dan pada sumur Cepu-6 termasuk batupasir subarkose. Butiran
pada kedalaman 1693 meter. batupasir berukuran halus (0,13 – 0,18
Kemunculan awal fosil Globorotalia mm), pemilahan sedang, kebundaran
cultrata berada pada zona N11. menyudut tanggung – membulat
• Kemunculan awal fosil tanggung. Butiran batupasir didominasi
Sphaeroidinellopsis semminulina oleh butiran kuarsa monokristalin (39 –
kochi, pada sumur Cepu-1 dijumpai 44%) dan feldspar (5 – 7%), sisanya
pada kedalaman 700 meter, pada terdiri dari fragmen batuan dan pecahan
sumur Cepu-5 pada kedalaman 1130 cangkang foraminifera. Matrik terdiri dari
meter dan pada sumur Cepu-6 pada serpih (3 – 16%), sedangkan semen
kedalaman 1723 meter. Kemunculan tersusun atas lempung autogenik, pirit,
awal fosil Sphaeroidinellopsis silika dan karbonat.
semminulina kochi berada pada
zona N10. Fasies batugamping Formasi Ngrayong
terdiri dari batugamping berwarna
Berdasarkan deskripsi lumpur pemboran, abumuda, pasiran dengan ukuran halus -
Formasi Ngrayong di daerah penelitian sedang, bentuk butir membulat tanggung,
terdiri dari tiga kelompok fasies, yaitu : pemilahan baik dan mengandung kalsit.
a. Fasies batupasir Berdasarkan analisis petrografi yang
b. Fasies batugamping dilakukan oleh Lemigas pada sumur
c. Fasies serpih Cepu-3 di kedalaman 666.6, 667.6 dan
668 meter, batugamping Formasi
Fasies batupasir Formasi Ngrayong Ngrayong termasuk batugamping
terdiri dari batupasir berwarna putih, packstone – grainstone. Batugamping
berukuran pasir halus – sedang, packstone tersusun atas butiran
pemilahan sedang, kebundaran foraminifera besar Lepidocyclina sp. (48
menyudut tanggung - membundar – 67%), mengandung butiran kuarsa
tanggung, mengandung kuarsa serta monokristalin (5 - 16%) dan feldspar (1 -
gampingan. Berdasarkan analisis 5%). Matriks tersusun atas lempung

101
karbonat (2 - 5%), serta semen tersusun interval Formasi Ngrayong semakin ke
atas pirit (2 - 5%) dan siderit (5%). selatan semakin menipis. Setelah sumur
Butiran berukuran 0,08 – 0,12 mm dan 1 Cepu-3, endapan batupasir dan
– 3 mm untuk butiran foraminifera, batugamping Formasi Ngrayong
pemilahan sedang, kebundaran menghilang, berubah menjadi endapan
menyudut tanggung – membundar batulanau dan serpih pada sumur Cepu-
tanggung. Batugamping grainstone 6. Penipisan Formasi Ngrayong ke arah
tersusun atas butiran foraminifera besar selatan diakibatkan oleh semakin
Lepidocyclina sp. (51%), foraminifera sedikitnya suplai sedimen kasar yang
bentonik (6%), foraminifera planktonik bisa menjangkau bagian selatan daerah
(1%), alga merah (10%), echinoid (<1%), penelitian. Penampang berarah barat –
mengandung kuarsa monokristalin timur (Gambar 7), dengan marker
berbutir halus (9%), feldspar (3%) dan Sphaeroidinellopsis subdehiscens
fragmen batuan (<1%). Semen tersusun disejajarkan, menampakkan variasi
atas pirit (1%). Butiran berukuran 2 – 3 ketebalan Formasi Ngrayong yang
mm, pemilahan sedang, kebundaran berubah-ubah.
membundar tanggung.
Berdasarkan analisis batimetri, Formasi
Fasies serpih Formasi Ngrayong terdiri Ngrayong pada sumur Cepu-1
dari serpih berwarna abu dan diendapkan pada lingkungan neritik
gampingan. Berdasarkan analisis pinggir – neritik tengah dengan rasio
petrografi yang dilakukan oleh Lemigas foraminifera planktonik bentonik berkisar
pada sumur Cepu-3 di kedalaman 662.3 0 – 36%, pada sumur Cepu-2
meter, serpih Formasi Ngrayong tersusun diendapkan pada lingkungan neritik
atas matriks berukuran lempung (65%), pinggir – neritik dan pada sumur Cepu-4
mengandung butiran globigerinida (12%), diendapkan pada lingkungan neritik
bivalve (8%), kuarsa monokristalin dan tengah – neritik luar. Pada sumur Cepu-3
feldspar (8%). tidak dilakukan analisis foraminifera,
namun berdasarkan analisis terhadap
Penampang berarah utara – selatan batuan inti pada interval 804 – 807 meter
(Gambar 6), dengan marker didapat kesimpulan bahwa interval
Sphaeroidinellopsis subdehiscens tersebut diendapkan pada lingkungan
disejajarkan, menunjukkan bahwa paparan. Pada sumur Cepu-5 dan Cepu-

102
6 tidak berkembang Formasi Ngrayong, masing-masing menunjukkan nilai rasio
namun pada interval N12 – N8 batupasir – serpih 0 %, karena pada
diendapkan pada lingkungan neritik luar - sumur-sumur tersebut tidak berkembang
bathyal atas dengan rasio planktonik 45 – Formasi Ngrayong. Berdasarkan nilai-
88%. nilai tersebut, terlihat bahwa rasio
batupasir – serpih semakin menurun
Secara umum Formasi Ngrayong seiring dengan perubahan zona batimetri
diendapkan pada lingkungan paparan. ke arah yang lebih dalam. Kaitan antara
Pengendapan Formasi Ngrayong nilai rasio batupasir – serpih dengan
ditafsirkan berhenti pada lingkungan perubahan batimetri ditampilkan pada
paparan 100 – 200 m atau zona neritik Gambar 8.
luar, setelah itu berkembang endapan
batulanau dan serpih Formasi Tawun Percampuran fosil foraminifera planktonik
hingga lingkungan bathyal. Pada sumur pada sumur Cepu-1, dimana terdapat
Cepu-1, Formasi Ngrayong diendapkan fosil laut dalam, menunjukkan adanya
pada lingkungan neritik pinggir atau suatu proses pengendapan tertentu yang
sekitar 5 – 20 meter, kemudian membawa fosil-fosil dari laut yang lebih
berangsur-angsur ke selatan, lingkungan dalam ke zona yang lebih dangkal. Pada
pengendapan Formasi Ngrayong menjadi sumur Cepu-1, hasil analisis batimetri
semakin dalam, yaitu mencapai neritik menunjukkan lingkungan paling dangkal
tengah atau 20 – 100 meter pada sumur adalah neritik pinggir, yaitu pada interval
Cepu-2 dan mencapai neritik luar atau kedalaman 420 – 460 m, 500 – 550 m
100 – 200 meter pada sumur Cepu-4. dan 600 – 1000 m. Ketiga interval
tersebut didominasi oleh fosil-fosil
Perhitungan rasio batupasir – serpih penunjuk zona neritik pinggir, namun
dilakukan pada interval Formasi terdapat pula fosil-fosil penunjuk zona
Ngrayong, sumur Cepu-1 menunjukkan neritik luar. Perbandingan jumlah fosil-
nilai rasio batupasir – serpih 47%, Cepu- fosil tersebut ditampilkan pada Tabel 1.
2 menunjukkan nilai rasio batupasir – Dominasi fosil laut dangkal terhadap fosil
serpih 32 %, Cepu-3 menunjukkan nilai laut dalam pada sumur Cepu-1
rasio batupasir – serpih 14 % dan Cepu-4 ditafsirkan bahwa telah terjadi proses
menunjukkan nilai rasio batupasir – badai pada pengendapan Formasi
serpih 29 %. Pada sumur Cepu-5 dan 6 Ngrayong. Hasil analisis petrografi dari

103
sumur Cepu-2 pada sampel batupasir biostratigrafi, umur endapan bathyal atas
ikut memperkuat indikasi bahwa Formasi tersebut sama dengan umur Formasi
Ngrayong pada lingkungan paparan ini Ngrayong yang terdapat di sumur Cepu-1
dipengaruhi oleh proses badai. (N12 – N9), namun secara litologi tidak
Pemilahan sedang, terdapatnya dapat disamakan dengan Formasi
pecahan-pecahan cangkang foraminifera Ngrayong. Endapan bathyal atas tersebut
besar serta komposisi matrik yang lebih masuk ke dalam Formasi Tawun.
besar dari 15 % menunjukkan bahwa
batupasir Formasi Ngrayong di
lingkungan paparan ini dipengaruhi oleh Ucapan Terima Kasih
suatu arus yang dapat mencampur
adukkan komponen-komponen itu Ucapan terima kasih disampaikan
semua, arus yang dimaksud kepada Tim Proyek Percepatan
diinterpretasikan sebagai arus badai. Eksplorasi Prospek Dangkal Cepu PT
Pertamina EP, atas izin penggunaan data
Sedangkan pada sumur Cepu-5 dan untuk pembuatan tesis yang selanjutnya
Cepu-6, dimana secara biostratigrafi dijadikan bahan penulisan makalah ini.
setara dengan Formasi Ngrayong di
sumur Cepu-1 (N12 – N9), endapan
diendapkan pada lingkungan bathyal atas Daftar Pustaka
dengan dominasi fosil-fosil laut dalam.
Interval batimetri bathyal atas pada Ardhana, W. 1993. A Depositional Model
sumur Cepu-5 ada pada 1000 – 1300m, for The Early Middle Miocene
sedangkan pada sumur Cepu-6 ada pada Ngrayong Formation and
1623 - 1703 m, 1763 - 1863 m dan 1983 Implication for Exploration in The
- 2303 m. Perbandingan jumlah fosil-fosil East Java Basin. Jakarta: 22nd IPA
tersebut pada sumur Cepu-5 dan Cepu-6 Proceed.
ditampilkan pada Tabel 1. Adanya fosil- Blow, Walter. 1979. The Cainozoic
fosil laut dangkal yang bercampur Globigerinida. Leiden: EJ Brill.
dengan fosil-fosil laut dalam tersebut, Pringgoprawiro, H. 1983, Stratigrafi
diinterpretasikan bahwa telah terjadi cekungan Jawa Timur Utara dan
proses turbidit pada saat Paleogeografinya: sebuah
pengendapannya. Walaupun secara

104
pendekatam baru. Disertasi Doktor. Desa Ngepon Jatim, Cekungan
ITB: Tidak diterbitkan. Jawa Timur Utara. Bandung: 38th
Soedjoprajitno, S and Djuhaeni. 2006. Geologi Bull.
Unit Genesa Pasir Ngrayong di

Gambar 1. Lokasi daerah penelitian (Ardhana, 1993), serta peta dasar lokasi sumur dan
penampang seismik

105
Gambar 2. Stratigrafi daerah Cepu (Pringgoprawiro, 1983)

106
Gambar 3. Analisis biostratigrafi dan batimetri pada Sumur Cepu-1 (Lemigas, 1990)

107
Gambar 5. Analisis biostratigrafi dan batimetri pada Sumur Cepu-6 (Lemigas, 2000)

108
Gambar 6. Korelasi litologi berarah utara – selatan pada sumur Cepu-1, Cepu-2, Cepu-3 dan
Cepu-6

109
Gambar 7. Korelasi litologi berarah barat – timur pada sumur Cepu-5, Cepu-4, Cepu-2 dan
Cepu-3

110
Gambar 8. Overlay nilai rasio batupasir – serpih dalam persen (kontur) dengan lingkungan
batimetri (warna) pada Formasi Ngrayong di daerah Cepu

111
Tabel 1. Perbandingan fosil-fosil penunjuk litoral dan bathyal pada sumur Cepu-1, Cepu-5
dan Cepu-6 112

Anda mungkin juga menyukai