Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Formasi Nanggulan merupakan salah satu formasi batuan berumur Paleogen

yang tersingkap di daerah Jawa Tengah, selain di Karangsambung dan Bayat.

Formasi ini tersingkap di sebelah timur Pegunungan Menoreh di Kecamatan

Nanggulan dan sekitarnya, Kabupaten Kulon Progo. Formasi Nanggulan terkenal

sebagai formasi batuan yang memiliki kandungan variasi fauna Paleogen yang

terawetkan dengan sangat baik. Fauna yang ada di Formasi Nanggulan diantaranya

adalah kelompok moluska, foraminifera bentik besar, foraminifera kecil plantonik

dan bentonik, spora dan polen serta nannofossil gampingan.

Dalam beberapa penelitian biostratigrafi yang telah dilakukan pada Formasi

Nanggulan (Hartono, 1969; Okada, 1981; Purnamaningsih dan Pringgoprawiro,

1981; Lelono, 2000; Lunt dan Sugiatno, 2003; Marliyani, 2005) diketahui bahwa

umur Formasi Nanggulan adalah Eosen Tengah - Oligosen Awal. Okada (1981)

melakukan studi nannofossil gampingan yang menghasilkan umur Formasi

Nanggulan berkisar pada Eosen Tengah (CP 13 CP 14). Kemudian

Purnamaningsih dan Pringgoprawiro (1981) dengan data foraminifera plangtonik

menghasilkan kisaran umur Formasi Nanggulan Eosen Tengah sampai Oligosen

Awal (P12 - P18). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Lelono pada tahun 2000,

berdasarkan kandungan fosil polen berhasil menyimpulkan bahwa umur formasi ini

adalah Eosen Tengah - Eosen Atas.

1
2

Pada tahun 2003, Lunt dan Sugianto dalam makalahnya yang berjudul A

Review of Eocene and Oligocene in the Nanggulan Area, South Central Java,

menyimpulkan bahwa Formasi Nanggulan berumur Eosen Tengah hingga Oligosen

Awal atau P12 - P18 dengan menggunakan foraminifera plangtonik dan NP16 -

NP23 dengan menggunakan nannofossil gampingan. Yang terakhir adalah pada

tahun 2005, Marliyani melakukan penelitian pada lintasan Balak, dengan

menggunakan fosil foraminifera plangtonik dan bentonik menyimpulkan bahwa

Formasi Nanggulan khususnya bagian atas, memiliki kisaran umur P12 P18 atau

Eosen Tengah hingga Oligosen Awal.

Dari sekian penelitian biostratigrafi yang sudah dilakukan di Formasi

Nanggulan, hanya dua penelitian yang menggunakan nannofosil sebagai data untuk

biostratigrafi, yaitu oleh Okada (1981) dan Lunt dan Sugiatno (2003). Padahal studi

biostratigrafi nannofosil gampingan dapat menghasilkan resolusi yang tinggi, yang

secara umur lebih detail dibandingkan studi biostratigrafi dengan mengguunakan

data foraminifera.

Pada tahun 2013 LKFT UGM melakukan pengeboran batuan inti di

Formasi Nanggulan. Lokasi pengeboran ini berada di 1 kilometer di sebelah barat

dari lokasi pengeboran sebelumnya oleh Lunt dan Sugiatno (2003), menghasilkan

data geologi baru dari Formasi Nanggulan. Hal ini membuka peluang untuk

dilakukannya penelitian geologi dan biostratigrafi di Formasi Nanggulan.

Sampai saat ini penelitian nannofossil gampingan pada Formasi Nanggulan

masih langka, setelah penelitian Lunt & Sugiatno (2003) belum ada lagi studi

nannofossil gampingan yang dilakukan pada Formasi ini. Kondisi ini menyebabkan

minimnya data dan pengetahuan yang tersedia mengenai kandungan nannofosil dari
3

Formasi Nanggulan. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa studi nannofossil

gampingan pada Formasi Nanggulan menjadi penting untuk dilakukan.

I.2. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Berdasarkan analisis umur, keragaman dan kelimpahan nannofossil

gampingan di daerah penelitian, seperti apa zona biostratigrafi yang

dihasilkan?

2. Bagaimana kesebandingan biostratigrafi nannofossil gampingan dari batuan

inti dengan hasil penelitian biostratigrafi yang telah ada sebelumnya?

I.3. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan maksud melakukan studi biostratigrafi pada

Formasi Nanggulan berdasarkan data nannofossil gampingan yang telah

diidentifikasi dari sampel batuan inti.

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mangidentifikasi keragaman dan kelimpahan nannofossil gampingan

pada batuan inti hasil pengeboran.

2. Menentukan zona biostratigrafi nannofossil gampingan dari batuan inti

hasil pemboran.

3. Mengetahui kisaran umur dari batuan inti yang berasal dari sumur

pemboran di Formasi Nanggulan

4. Membandingkan zona biostratigrafi yang dihasilkan dengan zona

biostratigrafi pada penelitian sebelumnya.


4

I.4. LOKASI DAERAH PENELITIAN

Daerah penelitian berada pada 2 titik sumur dimana pemboran batuan inti

dilakukan, yaitu di Dusun Ngroto, Desa Pendawareja, Kec. Girimulyo dan Dusun

Klepu, Desa Banjararum, Kec. Nanggulan, Kab. Kulon Progo, D.I Yogyakarta,

yang selanjutnya disebut sebagai sumur Nanggulan-1 dan sumur Nanggulan-2.

Gambar 1.1. Lokasi Sumur Pemboran pada Peta RBI Daerah Penelitian

Sumur Nanggulan-1 berada pada Dusun Ngroto dengan koordinat geografis

Lat.7o 43 46.916 S dan Long.110o 11 37.418 E, untuk koordinat UTM ada pada

zona 49S dengan koordinat X 0411089 dan Y 9145500 pada elevasi 196 mdpl

dengan total kedalaman pemboran 75 m.


5

Sumur Nanggulan-2 berada pada Dusun Klepu dengan koordinat geografis

Lat. 7o 43 48.757 S dan Long.110o 11 46.457 E, untuk koordinat UTM ada pada

zona 49S dengan koordinat X 0411366 dan Y 9145444 pada elevasi 184 mdpl

dengan total kedalaman pemboran 100 m. Secara lebih jelas akan diperlihatkan

dalam peta lokasi pada Gambar 1.1.

Sebelumnya sudah pernah juga dilakukan pengeboran oleh Lunt dan

Sugiatno, titik pengeboran berjarak 1 kilometer di sebelah timur dari lokasi

penelitian. Perbedaan lokasi ini menyebabkan adanya perbedaan litologi yang

ditemukan dan diharapkan juga menunjukkan karakter fosil yang berbeda baik

secara spesies maupun kisaran umur, khususnya nannofossil gampingan.

I.5. BATASAN MASALAH

Penelitian yang akan dilakukan ini dibatasi pada dua hal yaitu :

1. Data yang digunakan adalah data batuan inti dari sumur Nanggulan-1 dan

Nanggulan-2 dengan objek penelitian yaitu : kandungan nannofossil

gampingan dari batuan inti yang berasal dari kedua sumur.

2. Analisis yang dilakukan adalah analisis biostratigrafi, dengan cakupan

keterdapatan nannofossil meliputi kelimpahan dan keragaman, kisaran umur

nannofossil dan batuan inti, serta perbandingan dengan penelitian yang

terdahulu.

I.6 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini menjadi penelitian nannofossil pertama setelah tahun 2003.

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui kisaran umur batuan inti yang diambil

dari sumur Nanggulan-1 dan Nanggulan-2 dan juga kandungan nannofossil yang

ada di dalamnya. Secara lebih luas memberikan kontribusi mengenai keterdapatan


6

nannofosil di Formasi Nanggulan, umur nannofossil sekaligus umur batuan dari

Formasi Nanggulan yang ada di daerah penelitian yaitu di Kecamatan Girimulyo

dan Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo.

Penelitian ini menghasilkan zona biostratigrafi dengan resolusi yang lebih

tinggi dan kisaran umur yang lebih akurat, sehingga dapat melengkapi penelitian -

penelitian biostratigrafi yang pernah dilakukan sebelumnya, khususnya pada

Formasi Nanggulan.

I.7. PENELITI TERDAHULU

Di daerah Kulon Progo, batuan dari Formasi Nanggulan adalah batuan

tertua yang tersingkap. Meskipun demikian singkapan batuan Eosen di Nanggulan

adalah singkapan batuan Paleogen yang paling banyak diteliti dibandingkan di

tempat lain di Pulau Jawa. Hal ini terutama karena Formasi Nanggulan memiliki

kandungan fosil yang sangat kaya, paling beragam dan paling baik terawetkan di

Asia Tenggara.

Kekayaan batuan Formasi Nanggulan akan fauna Eosen terbilang unik,

dimana fosil moluska dan foraminifera baik kecil maupun besar hadir bersama -

sama. Daerah Nanggulan ini juga merupakan lokasi-tipe bagi sejumlah spesies

moluska dan foraminifera besar, antara lain Nummulites djokdjakartae (MARTIN),

Nummulites nanggoelina (VERBEEK), Discocyclina papyracea var. javana

(VERBEEK).

Pentingnya daerah Nanggulan sebagai sumber informasi tentang fosil fauna

dan flora (pollen) Eosen tercermin dari sejarah penelitian yang panjang di daerah

ini yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu sejak akhir Abad 19 sampai awal

abad 21 ini (Tabel 1.1).


7

Tabel 1.1. Rangkuman Penelitian Terdahulu yang dilakukan pada Formasi Nanggulan.

Tahun Peneliti Keterangan

Verbeek dan Menentukan batuan Nanggulan sebagai batuan


1896
Fennema berumur Oligosen berdasarkan rasio moluska.

Pertama kali membagi batuan Formasi Nanggulan

berdasarkan stratigrafi dan paleontologi.

Oppenoorth dan *) Tiga litostratigrafi,antara lain : 1e, 2e, dan


1929
Gerth 3e (e : Eogen ~ Paleogen sekarang).

*) Tiga biostratigrafi, antara lain : Axinaea,

Djokdjakartae dan Discocyclina beds.

Menetapkan enam spesies foraminifera nummulites

antara lain : N. balongensis, N. canaliferoides, N.

1941 Tan Sin Hok crijptospira, N. indistincta, N. spirifera dan N.

Zwierzyckii, pada Formasi Nanggulan, menunjukkan

umur Eosen.

Menemukan spesies baru foram besar Sigmoilina

1946 Mohler personata, dari Nanggulan, sebagai fosil penunjuk

untuk zona Ta-b atau setara Eosen Tengah.

Studi foraminifera plangtonik, menemukan dua jenis

Napal Globigerina yang diyakini berkaitan dengan


1969 Hartono
fase transgresif di Formasi Nanggulan. Dalam

penelitiannya Hartono berkesimpulan semua fasies


8

batuan yang tersingkap di Nanggulan berumur

Eosen Tengah Eosen Akhir pada kisaran P12 P

17.

Melakukan analisa biostratigrafi menggunakan

foraminifera plangtonik dan bentonik, menghasilkan

Purmaningsih kisaran umur Formasi Nanggulan pada kisaran

1981 dan Eosen Tengah Eosen Akhir (P12 P18) dan

Pringgoprawiro mengajukan definisi resmi dari Globigerina marl

menjadi Anggota Seputih sebagai satuan bagian atas

Formasi Nanggulan.

Studi detil nannofossil pertama, menghasilkan

biostratigrafi Formasi Nanggulan terdiri dari CP 13

CP 24, atau setara NP 15 - NP 16 (Eosen Tengah).


Okada
1981 Okada meragukan Formasi Nanggulan mencapai

umur Oligosen awal karena ditemukannya

Sphenolithus distentus sebagai fosil penunjuk

Oligosen hanya pada satu sampel saja.

Memperbaiki Peta Geologi Lembar Yogyakarta

tahun 1977. Menyimpulkan kisaran umur Formasi


1995 Rahardjo, dkk.
Nanggulan pada Eosen Tengah Eosen Akhir setara

P11 P 17

Melakukan studi mendetail dalam bidang Palinologi


2000 Lelono
pada Formasi Nanggulan. Membedakan 300 lebih
9

jenis pollen yang menjadikan Nanggulan sebagai

salah satu tempat di dunia dengan palinoflora Eosen

paling beragam. Menyimpulkan umur formasi

nanngulan pada Eosen Tengah hingga Eosen Atas.

Meneliti Formasi Nanggulan dan menyatakan

pembagian Formasi ini menjadi 6 satuan, yaitu :

Songo Bed, Watu Puru Bed, Jetis Bed, Pellatispira

Transgression Bed , Cunialensis Clay dan Tegalsari


Lunt dan
2003 Marls. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa
Sugiatno
Formasi Nanggulan berumur Eosen Tengah hingga

Oligosen Tengah, setara dengan P12 P20

berdasarkan foraminifera, dan NP 16 NP 23

berdasarkan nannofossil gampingan.

Meneliti paleobatimetri dan batas atas Formasi

Nanggulan dengan menggunakan analisa

foraminifera plangtonik dan bentonik. Penelitian ini


2005 Marliyani
menghasilkan temuan kisaran umur Formasi

Nanggulan adalah Eosen Tengah Oligosen Awal,

setara P12 P18.

Meneliti litostratigrafi dan lingkungan pengendapan

Anshori dan dari serpih Formasi Nanggulan berdasarkan data


2014
Amijaya pengeboran batuan inti sumur Nanggulan-1 dan

Nanggulan 2 (lokasi yang sama dengan penelitian


10

ini), menghasilkan temuan bahwa lingkungan

pengendapan Formasi Nanggulan berkembang dari

fluvial-delta, estuarine hingga ke marine. Batuan

inti merupakan bagian bawah Formasi Nanggulan

yang berumur Eosen Tengah atau setara (P12 P16).

Anda mungkin juga menyukai