Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Paleontologi adalah salah satu bidang ilmu dasar yang berada di ilmu
geologi yang mempelajari fosil. Fosil diartikan sebagian sisa organisme termasuk
jejaknya yang terawetkan secara alamiah dan berumur lebih tua dari holosen atau
10.000 tahun yang lalu. Proses menjadi fosil disebut dengan fosilisasi. Sisa
organisme tidak dapat menjadi fosil bila tidak terendapkan pada lingkungan yang
menghambat proses pembusukan dari organisme tersebut.

Fosil dapat digunakan sebagai fosil indeks sebagai penunjuk suatu zaman,
masa ataupum kala. Selain itu dengan mempelajari fosil, kita juga dapat
mengetahui kesamaan lapisan struktur batuan di suatu daerah, menentukan umur
relatif dari lapisan tersebut dan masih banyak lagi manfaatnya. Fosil penting
untuk memahami sejarah batuan sedimen bumi. Organisme berubah sesuai dengan
berjalannya waktu. Persebaran geografi fosil memungkinkan ara ahli geologi
untuk mencocokan susunan batuan dari bagian-bagian lain di dunia.

Selain fosil, dalam bagian paleontology juga membahas tentang batuan


dan hubungannya dengan sekitar dalam cabang ilmu stratigrafi. Batuan adalah
kumulan yang homogeny antara satu atau lebih mineral yang mengeras dan
membatu, hasil dari pelapukan batuan ini akan menjadi tanah. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka diperlukannya dilakukan praktikum paleontology untuk
lebih mengetahui lebih lanjut mengenai fosil dan batuan di permukaan bumi.

Paleontologi 1
I.2. Maksud dan Tujuan

Maksud diadakannya praktikum lapangan paleontologi ini adalah untuk


mengaplikasikan ilmu paleontologi yang di dapat serta untuk mengetahui secara
langsung jenis fosil yang hidupn/terdapat di daerah penelitian.

Tujuan dari praktikum lapangan paleontology ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui jenis-jenis batuan yang ada di daerah praktikum


2. Untuk mengetahui jenis-jenis fosil yang mendominasi di daerah penelitian
3. Untuk mengetahui jenis geomorfologi daerah praktikum

I.3. Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari praktikum lapangan paleontology ini


adalah dengan mengetahui jenis-jenis fosil di daerah praktikum kita juga dapat
mengetahui umur dari fosil tersebut dan sejarah bumi. Selain itu kita juga dapat
mengetahui jenis batuan di daerah praktikum.

I.4. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam Field Trip mata kuliah Paleontologi
kali ini, dapat dilihat pada tabel 1.1. dan 1.2. dibawah ini :

Tabel 1.1. Alat Beserta Kegunaan

No. Alat Kegunaan


Untuk menentukan slope serta lokasi praktikum
1 Kompas Geologi
dipeta.

2 Palu Sebagai alat untuk menyampling batuan


Sebagai alat untuk membantu dalam pengukuran
4 Papan Clipboard
strike dan dip pada suatu singkapan batuan
Kamera Sebagai alat untuk mengambil data lapangan berupa
5
foto singkapan

Paleontologi 2
6 Alat Tulis Menulis Sebagai alat tulis menulis di lapangan
Sebagai alat untuk mengamati sampel batuan yang

7 Lup di ambil serta untuk mengamati komposisi


penyusun batuan tersebut

8 Busur Derajat Sebagai alat bantu dalam orientasi medan


Sebagai alat bantu untuk melakukan pengeplotan
9 Mistar 30 cm
titik di lapangan

10 Pensil Warna Sebagai alat untuk memberikan keterangan warna

Tabel 1.2. Bahan Beserta Fungsi/Kegunaan

No. Bahan Kegunaan


1 Kantung sampel Untuk menyimpan sampel yang di ambil
2 Karung Untuk menyimpan semua sampel
3 Rool meter Untuk mengambil sampel dengan metode MS
4 Pita meter Untuk mengambil sampel batuan persatuan meter
5 Buku lapangan Untuk mencatat hasil deskripsi dan data-data
lapangan lainnya.

I.5. Waktu, Letak, dan Kesampaian Daerah

Praktikum lapangan Paleontologi ini dilakukan pada hari Jumat, tanggal 1

Januari 2016 bertempat di daerah Toronipa, Kec. Soropia, Kab. Konawe. Field

Trip ini dilakukan satu hari dimulai dari jam 06.00 WITA sampai pada jam 04.30

WITA. Daerah tersebut dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun

roda dua, dengan waktu tempuh 1 jam dari Kampus Hukum Lama Universitas

Halu Oleo.

Paleontologi 3
I.6. Peneliti Terdahulu

Nama-nama peneliti terdahulu yang telah meneliti daerah tersebut, adalah

sebagai berikut:

1. Endharto, M. dan Surono, 1991. Preliminari Study of The Meluhu Complex

Related to Terrane Formation in Sulawesi.

2. Hamilton, W., 1979. Tectonics of The Indonesian Region.

3. Rusmana, E., Sukido, Sukarna, D., Haryono, E., Simandjuntak, T.O. 1993.

Keterangan Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari, Sulawesi Tenggara,

Skala 1:250000.

4. Sukamto, R., 1975. Structural of Sulawesi in The Light of Plate Tectonic.

5. Surono dan Bachri S., 2001. Stratigraphy, Sedimentation, and

Paleogeographic Significance of The Triassic Meluhu Formation, Southeast

Arm of Sulawesi, Eastern Indonesia.

6. Surono, 2013,. Geologi Lengan Tenggara Sulawesi.

Paleontologi 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetian Paleontologi

Paleontologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan masa


lampau melalui jejak-jejak, rangka, dan sisa-sisa organisme yang hidup di masa
lampau. Paleontologi terbagi menjadi dua cabang ilmu, yaitu makropaleontologi
dan mikropaleontologi. Makropaleontologi merupakan ilmu yang mempelajari
fosil berdasarkan kenampakan makroskopisnya, sedangkan mikropaleontologi
merupakan ilmu yang mempelajari fosil berdasarkan kenampakan mikroskopisnya
dengan menggunakan mikroskop polarisasi.

Dengan menerapkan ilmu paleontologi melalui penunjuk berupa fosil,


dapat ditentukan umur relatif suatu lapisan batuan dan hubungan antara lapisan
batuan yang satu dengan lapisan batuan yang lain berdasarkan hubungan fosil
yang terdapat pada lapisan batuan, maka dari itu ilmu paleontologi juga
berkorelasi dengan ilmu stratigrafi dalam hal pengurutan lapisan batuan beserta
kejadian-kejadian geologi di dalamnya. Melalui pengamatan fosil juga dapat
dipelajari evolusi kehidupan yang telah terjadi serta dapat mengetahui kondisi
lingkungan di masa lampau.

2.2. Pengetian Fosil

Fosil berasal dari bahasa Latin fossilis. Kata fossilis merujuk pada setiap
benda yang didapat dari menggali tanah. Kata fosil mulai dipakai dalam geologi
pada abad keenambelas. Pada masa itu yang disebut fosil meliputi mineral,
artefak, dan benda aneh lainnya yang didapat dari dalam tanah. Saat ini pengertian
fosil dibatasi pada sisa-sisa mahluk hidup (hewan, tumbuhan, manusia) yang telah
terawetkan di dalam batuan. Ada dua macam fosil, yaitu fosil tubuh dan fosil
jejak. Pada fosil tubuh yang terawetkan adalah tubuh organisma secara

Paleontologi 5
keseluruhan dan mengalami proses fosilisasi; sedangkan pada fosil jejak yang
terawetkan adalah bekas-bekas suatu organisma seperti jejak kaki, jejak liang,
atau jejak tumbuhan.

Selain itu, berdasarkan asal katanya, fosil berasal dari bahasa latin yaitu
fossa yang berarti bahan galian. fosil adalah benda alam yang berupa tubuh atau
cangkang organisme yang berupa jejak, bekas-bekas, sisa-sisa kehidupan yang
terproses secara alamiah, teawetkan dan terekam terutama pada batuan sedimen
kemudian mengeras menjadi batu atau mineral. Fosil yang merupakan tubuh
organisme baik utuh maupun kepingan disebut sebagai body fossil, sedangkan
fosil yang merupakan jejak organisme disebut trace fossil. Untuk menjadi fosil,

sisa hewan atau tanaman ini harus segera tertutup sedimen.

2.3. Syarat-Syarat Terbentuknya Fosil

Secara singkat definisi dari fosil harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut :

1. Organisme harus memiliki bagian keras (cangkang, tulang, gigi, jaringan


kayu), namun adanya bagian keras tidak mutlak karena pada kejadian tertentu

bagian lunak pun dapat menjadi fosil.

2. Organisme harus terhindar dari kehancuran setelah mati. Apabila bagian tubuh
dari bagian organisme tersebut hancur, membusuk maka organisme tersebut

tidak akan menjadi fosil.

3. Organisme harus segera terkubur oleh material yang dapat mencegah


terjadinya pembusukan. Jenis material yang mengubur suatu organisme
tergantung dari tempat organisme itu hidup.
4. Fosil harus terawetkan secara alamiah bukan oleh produk kecerdasan

manusia

5. Pada umumnya terekam dalam batuan sedimen. Karena berdasarkan proses


pembentukan batuan, akan sangat sulit bagi fosil untuk dapat bertahan pada

Paleontologi 6
batuan selain pada pengendapan batuan sedimen.

6. Berumur lebih dari 10.000 tahun. Fosil index merupakan fosil yang baik

untuk digunakan sebagai penciri waktu geologi tertentu dan sangat penting
untuk korelasi stratigrafi.
Syarat-syarat fosil menjadi fosil index adalah :

1. Mudah dikenali

2. Berjumlah banyak

3. Penyebaran geografis luas

4. Kisaran hidup yang pendek Contoh dari fosil index adalah Trilobita,

Brachiopoda, Crinoid, Koral rugosa dan Tabulata.

2.4. Pengenalan Cangkang Plankton dan Bhentos

1. Komposisi test

Berdasarkan komposisnya test foraminifera dikelompokkan menjadi


empat, yaitu ;

1. Dinding chitin/tektin

Dinding tersebut terbuat dari zat tanduk yang disebut chitin, namun
foraminifera dengan dinding seperti ini jarang dijumpai sebagai fosil. Ciri-ciri
dinding chitin adalah fleksibel, transparan, berwarna kekuningan dan imperforate.
Foraminifera yang mempunyai dinding chitin, antara lian :

Golongan allogromidae

Golongan miliolidae

Golongan lituolidae

Beberapa golongan Astroizidae

Paleontologi 7
2. Dinding arenaceous dan aglutinous

Dinding arenaceous dan aglutinin terbuat dari zat atau material asing
disekelilingnya kemudian direkatkan satu sama lain dengan zat perekat oleh
organisme tersebut. Pada dinding arenaceous materialnya diambil dari butir-butir
pasir saja, sedangkan agglutinin materialnya diambil dari butir-butir pasir,
sayatan-sayatan mika, spone specule, fragmen-fragmen foraminifera lainnya dan
lumpur. Zat perekatnya bisa chitin, oksida besi, silica dan gampingan. Zat perekat
gampingan adalah cirri khas dari foraminifera yang hidup di perairan tropis,
sedangkan zat perekat silica khas untuk foraminifera yang hidup di perairan
dingin.
Contoh :

Dinding aglitinous : Ammobaculites aglutinous


Dinding Arenaceous : Psammosphaera

3. Dinding siliceous

Beberapa ahli (Brady, Hubler, Chusman, Jones) berpendapat bahwa


dinding silicon dihasilkan oleh organisme itu sendiri. Menurut Glessner dinding
silicon berasal dari zat primer (organisme itu sendiri)maupun zat skunder. Tipe
dinding ini jarang ditemukan, hanya dijumpai pada beberapa golongan
Ammodiscidae dan beberapa spesies dari Miliolidae.

4. Dinding calcareous/gampingan

Dinding yang terbuat dari zat gampingan dijumpai pada sebagian besar
foraminifera. Dinding gampingan dapat dikelompokkan menjadi :

Gampingan porselen : adalah dinding gampingan yang tidak berpori,


mempunyai kenampakan seperti pada porselen, bila kena sinar berwarna
putih opaque. Contohnya Quingueloculina, Pyrgo.
Gamping granular adalah dinding yang terbuat dari Kristal-kristal kalsit
yang granular, pada sayatan tipis terlihat gelap. Contohnya Endothyra.

Paleontologi 8
Gamping komplek : dinding yang dijumpai berlapis, kadang-kadang
terdiri dari satu lapis yang homogen, kadang terdiri dari dua bahkan empat
lapis. Terdapat pada glongan Fussulinidate.
Gamping hyaline : terdiri dari zat-zat gamping yang trasparan dan
berpori. Kebanyakan dari foraminifera plankton yang mempunyai dinding
seperti ini

2. Susunan kamar

a) Susunan kamar planktonik

Susunan kamar foraminifera plankton dibagi menjadi :

Planispiral yaitu sifatnya berputar pada satu bidang, semua kamar terlihat
dan pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh:
Hastigerin.
Trochospiral yaitu sifat berputar tidak pada satu bidang, tidak semua
kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal tidak
sama. Contohnya : Globigerina.
Streptospiral yaitu sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral
menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh:
Pulleniatina.

b) Susunan kamar foraminifera benthos

Susunan kamar foraminifera benthonik memiliki kemiripan dengan


foraminifera plantonik, susunan kamar dan bentuknya dapat dibedakan menjadi :

Monothalamus

Monotalamus yaitu susunan dan bentuk kamar-kamar akhir foraminifera


yang hanya terdiri dari satu kamar. Macam-macam dari bentuk monothalamus
antara lain adalah :

1. Bentuk globular atau bola atau spherical, terdapat pada kebanyakan subfamily
saccaminidae. Contohnya: Saccammina

Paleontologi 9
2. Berbentuk botol (flarkashaped), terdapat pada kebanyakan subfamily
proteonaniae. Contoh: Lagena.
3. Berbentuk tabung (tabular), terdapat pada kebanyakan subfamily
Hyperminidae. Contoh: Hyperammina, Bathysiphon.
4. Berbentuk antara kombinasi botol dan tabung. Contohnya : Lagena
5. Cyclical atau annular chamber
6. Planispiral pada awalnya kemudian terputar tak teratur. Contoh :
Orthovertella, Psammaphis.
7. Planispiral kemudian lurus (uncoiling). Contoh : Rectocornuspira.
8. Cabang (bifurcating). Contohnya : Rhabdamina abyssorum. Zig-zag.
Contohnya Lenticulina sp.
9. Stellate
10. Fistoluse
11. Arburescent. Contohnya : Dendrophyra crecta.
12. Radiate. Contohnya : Astroshizalimi colasandhal.
13. Tak teratur (irregular). Contohnya : Planorbulinoides reticnaculata.
14. Setengah lingkaran (hemispherical) contoh : Pyrgo murrhina.
15. Inverted v-shaped chamber (palmate). Contohnya : Flabellina rugosa.

Polythalamus

Polythalamus merupakan suatu susunan kamar dan bentuk akhir kamar


foraminifera yang memiliki lebih dari satu kamar. Misalnya uniserial saja atau
biserial saja. Macam-macam polythalamus antara lain :

1. Uniserial yang terbagi lagi mejadi:


o Rectilinear (linear punya leher) test uniserial terdiri atas kamr-kamar bulat
yang dipisahkan dengan stolonxy atau neck. Contohnya : Siphonogerina,
Nodogerina.
o Linear tanpa leher yaitu kamar tidak bulat dan satu sama lain tidak
dipisahkan leher-leher. Contohnya : Nodosaria.
o Equitant unserial yaitu test uniserial yang tidak memiliki leher tetapi

Paleontologi 10
sebaliknya kamarnya sangat berdekatan sehingga menutupi sebagian yang
lain. Contohnya : Glandulina.
o Curvilinier/uniserial arcuate yaitu test uniserial tetapi sedikit melengkung
dan garis batas kamar satu dengan yang lain atau suture membentuk sudut
terhadap sumbu panjang. Contohnya: Dentalina.
o Kombinasi antara rectilinier dengan linier tanpa leher.
o Coiled test atau test yang terputar, macam-macamnya antara lain :
o Involute yaitu test yang terputar dengan putaran akhir menutupi putaran
yang sebelumnya, sehingga putaran akhir saja yang terlihat. Contoh :
Elphidium
o Evolute yaitu test yang terputar dengan seluruh putarannya dapat terihat.
Contohnya : Anomalia
o Nautiloid yaitu test yang terputara dengan kamr-kamar dibagian umbirical
(ventral) menumpang satu sama lain. Sehingga kelihatan kamar-kamarnya
lebih besar dibagian peri-peri dibandingkan dibagian umbilicus. Contoh:
Nonion.
o Rotaloid test merupakan test yang terputar tidak pada satu bidang dengan
posisi pada dorsal seluruh putaran terlihat, sedangkn pada ventral hanya
putaran terakhir terlihat. Contoh : Rotalia.
o Helicoids test merupakan test yang terputar meninggi dengan lingkarannya
cepat menjadi besar. Terdapat pada subfamily Globigeriniidae (plankton)
contoh: Globigerina.

2. Biserial yaitu test yang tersusun oleh dua baris kamar yang terletak berselang-
seling. Contoh : Textularia.
3. Teriserial yaitu test yang tersusun oleh tiga baris kamar yang terletak
berselang-seling. Contoh : Uvigerina, Bulmina.
o Biformed test merupakan dua macam susunan kamar yang sangat berbeda
satu dengan yang lainnya dalam sebuah test, misalnya biserial pada
awalnya kemudian menjadi uniserial pada akhirnya. Contoh : Bigerina.
o Triformed test yaitu tiga bentuk susunan kamar dalam sebuah test

Paleontologi 11
misalnya permulan biserial kemudian berputar sedikit dan akhirnya
menjadi uniserial. Contohnya : Vulvulina.
o Multiformed test merupakan dalam sebuah test lebih dari tiga susunan
kamar, bentuk ini jarang ditemukan.

2. Bentuk test dan kamar

Bentuk test adalah bentuk keseluruhan dari cangkang sedangkan bentuk


kamar merupakan bentuk masing-masing kamar pembentuk test. Macam-macam
pembentuk test antara lain :

Tabular (berbentuk tabung), contohnya Bathyspiral rerufescens


Bifurcating (bentuk cabang), contohnya Rhabdammina abyssorum.
Radiate (bentuk radial), contohnya Astrorizalimicola sandhal.
Arborescent (bentuk pohon), contohnya Dendrophrya crecta.
Irregular (bentuk tak teratur), contohnya Planorbulinoides sp.
Hemispherical (bentuk setengah bola), contohnya Pyrgo murrhina.
Zig-zag (bentuk berbelok-belok), contohnya Lenticulina.
Lancealate (bentuk seperti gada), contohnya Guttulina sp.
Conical (bentuk kerucut), contohnya Textularilla cretos.
Spherical (bentuk bola), contohnya Orbulina universa.
Discoidal (bentuk cakram), contoh Cycloloculina miocenica.
Fusiform (bentuk gabungan), contohnya Vaginulina leguman
Biumbilicate (mempunyai dua umbilicus), contohnya Anomalinella
rostrata.
Biconvex (bentuk cembung di kedua sisi), contohya Robulus nayaroensis.
Flaring (bentuk seperti obor), Goesella rotundeta.
Spiroconvex (bentuk cembung di sisi dorsal), contohnya Cibicides
refulgens.
Umbilicoconvex (bentuk cembung di sisi ventral), contohnya

Paleontologi 12
Pulvinulinella pacivica.
Lenticular biumbilicate (bentuk lensa), contohnya Cassidulina laevigata.
Palmate (bentuk daun), contohnya Flabellina frugosa

Macam-macam bentuk kamar antara lain :

Spherical, contohnya Ellipsobulimina sp


Pyriform, contohnya Ellipsoglandulina velascoensis.
Tabular, contohnya Pleurostomella subhodosa.
Globular, contohnya Globigerina bulloides.
Ovate, contohnya Guttlina problema
Angular truncate, contohnya Virgulina gunteri.
Hemispherical, contohnya Pulleniatina obliquiloculata.
Angular rhomboid, yaitu Globorotalia tumida.
Radial elongate, contohnya Clavulina insignis.
Clavate, contohnya Hastigerinella bermudezi.
Tubulospinate, contohnya Hantkeninaalabamensis.
Cyclical, contohya Cycloloculina miocenica.
Flatulose, contohnya Pleurostamella clavata.
Semicircular, contohnya Pavonina flabelliformis.
3. Septa dan suture

Septa adalah bidang yang merupakan batas antara kamar satu dengan
lainnya, biasanya terdapat lubang-lubang halus yang disebut foramen. Septa tidak
dapat terlihat dari luar test, sedangkan yang tampak pada dinding luar test hanya
berupa garis yang disebut suture. Suture merupakan garis yang terlihat pada
dinding luar test, merupakan perpotongan septa dengan dinding kamar. Suture
penting dalam pengklasifikasian foraminifera karena beberapa spesies memiliki
suture yang khas.

Macam-macam bentuk suture :

Tertekan (melekuk), rata atau muncul dipermukaan test. Contohnya:

Paleontologi 13
Chilostomella colina.
Lurus, melengkung lemah, sedang atau kuat. Contoh: Orthomorphina
challegeriana
Suture yang mempunyhai hiasan. Contohnya: Elphidium incertum untuk
hiasan berupa bridge.

4. Jumlah kamar dan jumlah putaran

Mengklasifikasikan foraminifera berdasarkan jumlah kamar dan jumlah


putaran perlu diperhatikan. Karena spesies tertentu mempunyai jumlah kamar
pada sisi ventral yang hampir pasti sedang dan pada bagian sisi dorsal akan
berhubungan erat dengan jumlah putaran. Jumlah putaran yang banyak umumnya
mempunyai jumlah kamar yang banyak pula , namun jumlah putaran itu juga
jumlah kamarnya dalam satu spesies mempunyai kisaran yang hampir pasti.
Pada susunan kamar trochospiral jumlah putaran dapat diamati pada sisi dorsal,
sedangkan pada planispiral jumlah putaran pada sisi ventral dan dorsal
mempunyai kenampakan yang sama. Cara menghitung putaran adalah dengan
menentukan arah putaran dari cangkang. Kemudian menentukan urutan
pertumbuhan kamar-kamarnya dan menarik garis pertolongan yang memotong
kamar 1 dan 2 dan menarik garis tegak lurus yang melalui garis pertolongan pada
kamar 1 dan 2.

5. Aperture

Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak pada
kamar terakhir. Khusus foraminifera plankton mempunyai bentu aperture maupun
variasinya lebih sederhana. Umumnya mempunyai bentuk aperture utama
interiomarginal yang terletak pada dasar (tepi) kamar terakhir (septal face) dan
melekuk kedalam, terdapat pada bagian ventral (perut). Macam-macam aperture
yang dikenal pada foraminifera plankton :

1. Primary aperture interiomarginal, yaitu :


a. Primary aperture interiomarginal umbilical adalah aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah umbilical atau pusat putaran.

Paleontologi 14
Contoh : Globigerina.
b. Primary aperture interiomarginal umbilical extra umbilical yaitu aperture
utama interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus melebar
sampai peri-peri. Contohnya : Globorotalia.
c. Primary aperture interiomarginal equatorial yaitu aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah equator, dengan cirri-ciri dari
samping terlihat simetri dan hanya dijumpai pada susunan kamar
planispiral. Equator merupakan batas putaran akhir dengan putaran
sebelumnya pada peri-peri. Contohnya : Hestigerina.

2. Secondary aperture/supplementary aperture

Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau lubang
tambahan dari aperture utama. Contoh : Globigerinoides.

3. Accessory aperture

Yaitu aperture sekunder yang terletak pada struktur accessory atau


aperture tambahan. Contohnya : Catapsydrax.

Sedangkan aperture foraminifera benthos memiliki bentuk aperture yang


bervariasi dan aperture itu sendiri merupakan bagian penting dari test
foraminifera, karena merupakan lubang yang protoplasma organisme tersebut
bergerak keluar dan masuk. Macam-macam aperture foraminifera benthos antara
lain:

1. Simple aperture
Open end of tube/at end of tabular chamber.
At base of aperture face.
In middle apertural face.
Aperture yang bulat dan sederhana, biasanya terletak diujung sebuah test
(terminal) lubangnya bulat. Contoh : Lagena, Frondioularia.. Falmula.
Aperture Virgulina/Loop shaped/comma shaped, mempunyai
koma/melengkung, tetapi tegak lurus pada permukaan septum/septal face.

Paleontologi 15
Contoh: Virgulina, Bulimina.
With neck and phialine lip.
Aperture Phyaline, merupakan sebuah lubang yang terletak di ujung neck yang
pendek tapi menyolok.
Entosolenia tube.
Aperture slit like, berbentuk lubang sempit yang memanjang, umum dijumpai
pada foraminifera yang bertest hyaline. Contoh: Nonion,
Aperture Crescentic, lubangnya berbentuk tapal kuda. Contoh: Nodosarella.

2. Apertural teeth
3. Supplementary aperture
Apertur yang memancar (radiate), terminal sangat umum pada famili
Nodosaridae dan 'Yolymorphinidae merupakan sebuah lubang yang,bulat,
tetapi mempunyai pematang yang memancar dari pusat lubang. Contoh
Nodosaria, Folymorphina. Radiate with apertural chamberlet.
Median and peripheral/peripheral and areal.

4. Multiple aperture
Multiple sutural, aperture yang terdiri dari banyak, lubang, terletak di
sepanjang suture.
Multiple equatorial, Interiomarginal at base of apertural face.
Aperture cribrate/areal, cribrate/inapertural face cribrate. Bentuknya seperti
saringan, lubang umumnya halus dan terdapat pada permukaan kamar akhir.
Contoh Cribostomun.. Hiliola., Ammomassilina.
At base and in apertural face/areal multiple.
Terminal.
Areal s upplementary.
Sutural and umbilical canal openings

5. Primary aperture

Paleontologi 16
Umbilical.
Interiomarginal'umbilical extra umbilical/simple aperture lip/ventral and
peripheral.
Spilo umbilical/interiomarginal equatorial

6. Oranamen (hiasan)

Ornament atau hiasan juga dapat dipakai sebagi penciri khas untuk genus
atau spesies tertentu contohnya pada genus Globoquadina yang memiliki hiasan
pada aperture yaitu flap. Berdasarkan letak hiasannya dapat dibagi mejadi :

a. Pada suture antara lain :


Suture bridge (bentuk suture yang menyerupai jembatan), contohnya
Sphaeroidinella dehiscens
Suture limbate (bentuk suture yang tebal), contohnya Globotruncana
angusticarinata.
Retral processes (bentuk suture zig-zag), contohnya Elphidium incertum.
Raised bosses (bentuk suture benjol-benjol), contohnya Globotruncana
calcarat.

b. Pada umbilicus, antara lain :


Depply umbilicus (umbilicus yang berlubang dalam), contohnya
Globoquadrina dehiscens.
Open umbilicus (umbilicus yang terbuka lebar), contohnya Spaerodinella
dehiscens.
Umbilical flap (umbilicus yang mempunyhai penutup), contohnya Robulus sp.
Ventral umbo (umbilicus yang menonjol di permukaan), contohnya Cibicides.

c. Pada peri-peri antara lain :


Keel (lapisan tipis dan bening), contohnya Globorotalia menardi.
Spine (bentuk menyerupai duru), contohnya Hantkenina alabamensis.

Paleontologi 17
d. Pada aperture antara lain :
Lip/rim (bibir aperture yang menebal), contohnya Globogerina nepenthes.
Flap (bentuk menyerupai anak lidah), contohnya Globoquadrina dehiscens.
Tooth (bentuk menyerupai gigi), contohnya Globorotalia nana.
Bulla (bentuk segi enam yang teratur), contohnya Catapydrax dissimilis
Tegilla (bentuk yang tak teratur), contohnya Catapsydrax stainforty.
e. Pada permukaan test, antara lain :
Smooth (permukaan yang licin), contohnya Pulleniatina primalis.
Punotate (permukaan bintik-bintik), contohnya Orbulina bilobata
Reticulate (permukaan seperti sarang madu), contohnya Hedbergelina
washitensis.
Pustulose (permukaan dengan tonjolan-tonjolan bulat), contohnya
Rugoglobigerina rotundata.
Canceliate (permukaan dengan tonjolan yang memenjang), contohnya
Rugoglobigerina rugosa.
Axial costae (permukaan dengan garis searah sumbu), contohnya
Amphicoryna separans.
Spiral costae (permukaan dengan garis searah putaran kamar), contohnya
Lenticulina costata.

2.5. Tipe-Tipe Pengawetan Fosil


a. Tipe Fosil Dari Organismenya Sendiri

1. Pengawetan Bagian Lunak Organisme Proses pengawetan tipe fosil seperti

ini sangat jarang dijumpai dan terjadi pada kondisi yang sangat khusus.
Organisme harus terkubur dalam suatu medium contohnya getah, tanah beku
yang dapat melindungi tubuh lunaknya dari pembusukan. Contohnya fosil
serangga yang terjebak dalam amber, fosil Mammoth di tanah beku Alaska
dan Siberia.

2. Pengawetan Bagian Keras Dari Organisme Proses pengawetan fosil diaman

Paleontologi 18
bagian keras organisme harus tersusun atas mineral-mineral ayng tahan /
resisten terhadap proses pelapukan dan reaksi kimia, sehingga memungkinkan
terbentuknya fosil.

Fosil yang bersifat karbonatan : fosil yang tersusun atas kalsium

karbonat misalnya cangkang, kerang, siput, dan koral. Banyak diantara

mereka yang terawetkan dalam bentuk aslinya.

Fosil yang bersifat fosfatan : fosil yang tersusun atas kalsium fosfat
misalnya pada gigi, gading, dan beberapa rangka luar suatu organisme.
Senyawa ini sangat bagus untuk pengawetan sehingga banyak yang
menjadi fosil yang bagus.
Fosil yang bersifat silikatan : fosil yang tersusun atas senyawa silikat

seperti pada golongan plankton.

Fosil yang bersifat khitinan : fosil yang tersusun atas senyawa khitin
biasanya terdapat pada rangka luar organisme golongan arthropoda.

b. Tipe Fosil Bagian Keras yang Mengalami Perubahan

1. Karbonisasi : dikenal dengan proses destilasi dimana zat organik pada


organisme mengalami pembusukan perlahan-lahan setelah terkubur, kemudian
kehilangan gas dan cairannya, sehingga yang tertinggal hanya lapisan

karbon

2. Petrifikasi / Pemineralisasi : terjadi apabila airtanah mengandung mineral


menyusup ke dalam body fosil melalui pori-pori dan mengendapkan mineral
sehingga sisaorganisme bertambah berat dan resisten terhadap pelapukan.
Permineralisasi jika yang diendapkan hanya satu jenis mineral, dan petrifikasi

jika yang diendapkan bermacam-macam mineral.

3. Penggantian / Replacement Proses dimana bagian keras dari organisme

hilang / larut leh airtanah, sehingga yang tertinggal hanya rongga, kemudian
diikuti pengendapan senyawa lain sehingga mempunyai struktur dan bentuk

Paleontologi 19
yang sama dengan aslinya, tetapi komposisinya telah berubah. Contoh
Silicified Wood.
c. Tipe Fosil yang Merupakan Sisa-Sia Aktifitasnya

1. Pengawetan Tapak, Jejak, Sisa Organisme

Mold : terbentuk apabila cangkang suatu organisme menekan sedimen


yang belum membatu, kemudian meninggalkan cetakan bagian cangkang

yang menekan sedimen tersebut.

Cast : Apabila mold tersebut terisi material sedimen. Terbagi atas internal
cast dan external cast. Internal cast menunjukkan karakteristik bentuk
cetakan bagian dalam. External cast menunjukkan karakteristik cetakan
bagian luar.
Track : sisa organisme yang berupa tapak kaki. Dengan adanya jejak kaki
ini kita dapat mengetahui kebiasaan hidup dari organise tersebut
Trail : sisa organisme yang berupa jejak yang berupa alur-alur pergerakan

organisme.

Burrow : sisa aktifitas organisme yang berupa galian. Burrow


menunjukkan bukti bahwa kehidupan suatu organisme didalam tanah

dimana organisme tersebut menggali lubang.

Coprolite : adalah sisa organisme yang berupa kotoran hewan. Erat


kaitannya dengan bentuk anatomi dari pencernaan serta jenis makanan
yang sering dimakan.
Gastrolith : bautan halus, berbentuk well rounded yang terdapat pada
perut organisme yang berguna untuk membantu pencernaan biasanya pada
beberapa golongan reptile

2.6. PEMBENTUKAN FOSIL

Setelah kematian suatu mahluk hidup, sebuah fosil akan muncul lewat
pengawetan bagian-bagian keras yang tersisa, seperti tulang, gigi, cangkang, atau

Paleontologi 20
kuku. Fosil secara umum dianggap sebagai bagian satu tumbuhan atau binatang
dalam keadaan membatu. Akan tetapi, fosil tidak muncul hanya lewat pembatuan.
Sebagian mengalami pembusukan struktur tubuh, seperti mamot yang membeku
di dalam es atau serangga serta spesies reptil dan invertebrata

Ketika mahluk hidup mati, jaringan-jaringan lunak yang membentuk otot-


otot dan organ-organnya mulai membusuk karena pengaruh bakteri dan keadaan
lingkungan. (Pada kejadian yang sangat jarang, seperti suhu dingin di bawah titik
beku air atau panas kering gurun pasir, pembusukan tidak terjadi).

Bagian-bagian organisme yang lebih tahan, biasanya yang mengandung


mineral seperti tulang dan gigi, dapat bertahan untuk masa yang lebih lama,
memungkinkan bagian-bagian itu untuk mengalami beraneka proses fisika dan
kimia. Proses-proses itu membuat pemfosilan terjadi. Karena itu, sebagian besar
bagian tubuh yang memfosil adalah tulang dan gigi vertebrata, cangkang
brakiopoda dan moluska, rangka luar krustasea tertentu dan trilobit, garis luar
organisme mirip karang, dan spons serta bagian-bagian berkayu tetumbuhan.

Keadaan sekeliling dan lingkungan organisme juga berperan penting


dalam pembentukan fosil. Orang dapat meramalkan apakah pemfosilan akan
terjadi atau tidak atas dasar lingkungan organisme. Misalnya, menurut
pembentukan fosil, lingkungan bawah air lebih menguntungkan daripada tanah
kering.

Proses pemfosilan yang paling umum dan luas disebut permineralisasi atau
mineralisasi. Selama proses ini, organisme digantikan oleh mineral-mineral dalam
cairan di tanah tempat tubuhnya terendam. Selama proses mineralisasi, tahap-
tahap berikut ini berlangsung:

Pertama, setelah diselimuti tanah, lumpur, atau pasir, tubuh organisme


mati itu segera dilindungi dari pengaruh udara. Selama bulan-bulan berikutnya,
lapisan-lapisan baru endapan ditimbunkan ke sisa-sisa tubuh yang terkubur.
Lapisan-lapisan ini bertindak sebagai tameng penebal, fungsinya untuk

Paleontologi 21
melindungi tubuh binatang dari anasir-anasir luar dan pelapukan fisik. Semakin
banyak lapisan terbentuk, yang satu menutupi yang lainnya; dan dalam beberapa
ratus tahun, sisa-sisa binatang terbaring beberapa meter di bawah permukaan
tanah atau dasar danau. Sambil waktu terus berlalu, struktur-struktur seperti
tulang, cangkang, sisik atau tulang rawan pelan-pelan mulai mengalami
penguraian kimia. Air bawah tanah mulai menembus struktur-struktur itu dan
mineral-mineral terlarut yang terkandung dalam air-kalsit, pirit, silika, dan besi,
yang jauh lebih tahan erosi dan penguraian kimia-perlahan-lahan mulai
menggantikan zat-zat kimia dalam jaringan. Maka, selama jutaan tahun, mineral-
mineral ini memunculkan salinan batu yang persis dengan menggantikan jaringan
tubuh organisme. Akhirnya, fosil pun memiliki bentuk dan tampak luar yang sama
dengan organisme aslinya, walau kini telah beralih menjadi batu. Berbagai
keadaan dapat dijumpai selama mineralisasi :

1. Jika rangka sepenuhnya berisi larutan cair dan penguraian terjadi pada
tahap lanjutan, struktur dalam membatu.
2. Jika rangka sepenuhnya digantikan oleh mineral selain aslinya, suatu
salinan lengkap cangkang akan dihasilkan.
3. Jika cetakan persis rangka terbentuk akibat tekanan, maka sisa-sisa
permukaan luar rangka mungkin bertahan.

Di sisi lain, pada fosil tumbuhan, yang terjadi adalah karbonisasi akibat
bakteri terkait. Selama proses karbonisasi, oksigen dan nitrogen ditukar dengan
karbon dan hidrogen. Karbonisasi terjadi dengan penguraian molekul-molekul
jaringan oleh bakteri melalui perubahan-perubahan tekanan dan suhu atau
beragam proses kimia, yang mendorong perubahan-perubahan kimia pada struktur
protein dan selulosa sedemikian sehingga hanya serat-serat karbon yang tersisa.
Bahan-bahan organik lain seperti karbon dioksida, metana, asam sulfat, dan uap
air lenyap. Proses ini menghasilkan lapisan batubara alami yang terbentuk dari
rawa-rawa yang ada selama Zaman Karbon (354 hingga 290 juta tahun silam).
Fosil kadang kala terbentuk ketika organisme terendam dalam air yang kaya

Paleontologi 22
kalsium dan terlapisi oleh mineral-mineral semacam travertin. Sambil membusuk,
organisme itu meninggalkan jejak dirinya di lapisan mineral.

Pemfosilan sempurna bagian-bagian lunak mahluk hidup, bahkan


termasuk rambut, bulu atau kulit, jarang ditemukan. Sisa-sisa bentuk kehidupan
berjaringan lunak Zaman Prakambria (4,6 milyar hingga 543 juta tahun yang lalu)
terawetkan sangat baik. Ada juga sisa-sisa jaringan lunak mahluk hidup yang
memungkinkan struktur-struktur dalam dari Zaman Kambria (543 hingga 490 juta
tahun lalu) untuk dipelajari hingga saat ini di samping sisa-sisa jaringan kerasnya.
Fosil bulu dan rambut binatang yang terawetkan dalam damar dan sisa-sisa fosil
berumur 150 juta tahun merupakan contoh-contoh lain yang memungkinkan
penyelidikan terinci. Mamot yang membeku di bongkahan es Siberia atau
serangga dan reptil yang terjebak dalam damar di hutan-hutan Baltik juga
memfosil bersama dengan struktur jaringan lunaknya

Fosil bisa sangat beragam dari segi ukuran, sesuai dengan jenis organisme
yang terawetkan. Beraneka fosil telah diperoleh dari mikroorganisme yang
membatu hingga fosil raksasa binatang-binatang yang hidup bersama sebagai
kelompok atau kawanan, menurut pola hidup bermasyarakat. Salah satu contoh
fosil raksasa yang paling mencolok seperti itu adalah karang spons di Italia. Mirip
dengan sebuah bukit raksasa, karang itu terdiri atas spons batu gamping berumur
145 juta tahun yang tumbuh di dasar laut kuno Tethys dan belakangan terangkat
sebagai akibat gerakan lempeng tektonik. Fosil ini mengandung spesimen-
spesimen bentuk kehidupan yang menghuni karang spons selama Zaman Trias.
Lapis batuan Burgess di Kanada dan Chengjiang di China termasuk di antara
lapisan-lapisan fosil terbesar yang berisi ribuan fosil dari Zaman Kambria.
Lapisan-lapisan damar di Republik Dominika dan sepanjang pantai barat Laut
Baltik adalah sumber-sumber utama lainnya bagi fosil serangga. Lapisan fosil
Sungai Hijau (Green River) di negara bagian Wyoming, Amerika Serikat, lapisan
fosil Sungai Putih (White River) di Amerika Tengah, lapisan Eichstatt di Jerman
dan lapisan fosil Hajulah di Lebanon adalah contoh-contoh lain yang layak
disebutkan.

Paleontologi 23
Sebagaimana dengan mahluk yang masih hidup, fosil juga dipelajari
menurut kelompok-kelompok yang dirujuk sebagai kingdom (kerajaan). Di abad
ke-19, fosil-fosil dikelompokkan bersama menurut dua kelompok dasar:
tumbuhan atau hewan. Sesuai dengan pengelompokan fosil yang dikembangkan di
tahun 1963, fosil dipelajari menurut lima kerajaan terpisah :

1. Animalia-fosil-fosil dari kerajaan hewan, dengan spesimen tertua yang


diketahui berasal dari 600 juta tahun silam.
2. Plantaea-fosil-fosil dari kerajaan tumbuhan, dengan spesimen tertua yang
diketahui berasal dari 500 juta tahun silam.
3. Monera-fosil-fosil bakteri tanpa inti, dengan spesimen tertua yang
diketahui berasal dari 3,9 milyar tahun silam.
4. Protoctista-fosil-fosil organisme bersel tunggal. Spesimen tertua yang
diketahui berasal dari 1,7 milyar tahun silam.
5. Fungi-fosil-fosil organisme bersel banyak. Spesimen tertua yang diketahui
berasal dari 550 juta tahun silam.

Gambar Proses Pembentukan fosil

a. Terbentukknya Fosil di Lautan

Terbentuknya fosil di lautan bisa terjadi 3 kemungkinan. Setelah makhluk


hidup mati dan tenggelam ke dasar laut, secara bertahap menjadi karang, tetapi

Paleontologi 24
bagian tubuhnya mungkin berubah secara kimiawi, atau mungkin membentuk
cetakan dalam sebuah lubang.

b. Terbentuknya Fosil Didaratan

Pertama-tama hewan hancur dan mati. Kemudian hewan itu mulai


membusuk (hanya pada bagian yang lunak saja). Hewan itu kini hanya tinggal
tulangnya saja. Semakin lama hewan itu tinggal tulangnya saja, tulang tersebut
semakin tertimbun dan terkubur oleh tanah, pasir, atau lumpur. Setelah beribu-
ribu tahun lamanya, tanah, pasir, atau lumpur itu berubah menjadi batu, sehingga
tulang itu ikut berubah menjadi batu. Pergantian cuaca dan erosi membuat fosil
muncul di permukaan.

Tetapi pada jenis serangga proses fosil terbentuk dengan proses berbeda.
Serangga ditemukan dalam batu ambar. Batu ambar adalah resin pohon yang
terfosilkan. Kadang-kadang banyak serangga yang terperangkap di dalam getah
pohon dan terawetkan di sana. DNA serangga yang berada di batu ambar sudah
diekstrasikan. Sangat sedikit sekali fosil serangga ambar yang ditemukan,
walaupun serangga saat ini merupakan hewan terbanyak.

c. Proses Pembentukan Fosil Pada Batuan

Fosil pada dasarnya adalah sisa-sisa mahluk hidup yang terawetkan dan
terkubur dalam batuan. Namun tidak semua batuan dapat mengandung fosil,
biasanya jenis batuan yang paling banyak mengandung fosil adalah batuan
sedimen. Batuan sedimen pun tidak semuanya memiliki fosil ada faktor-faktor
lainnya yang memengaruhi cara kerja pemfosilan yaitu faktor fisik, kimia dan
biologi.

Secara fisik batu sedimen seperti batupasir (sandstone) dan konglomerat


dibentuk pada lingkungan kasar yang dapat menghancurkan sisa mahluk hidup
yang mati dan terkubur di dalamnya. Selain itu butuh waktu lama bagi sebuah
sedimen berubah menjadi batuan sedimen melalui proses lithification. Andaipun

Paleontologi 25
suatu lapisan sedimen penuh dengan sisa tulang atau tubuh mahluk hidup yang
mati, tulang-tulang tersebut akan hancur karena larut dalam air yang asam atau
terkena karbon dioksida. Kalupun juga fosil itu terbentuk dalam batuan sedimena,
proses panas, suhu dan tekanan karena gaya endogen akan menghancurkan fosil
itu sendiri.

Secara Biologi mayat atau tubuh mahluk hidup yang mati akan cepat
dimakan oleh organisme (bakteri) ketika terkubur di dalam tanah. Jadi sebenarnya
kunci utama agar fosil terbentuk adalah mengubur tubuh mahluk hidup tersebut
dengan baik dan mencegah udara kaya oksigen masuk ke dalam tanah. Jadi
mengapa tidak semua batuan sedimen dapat mengandung fosil? alasannya adalah:

Batuan tersebut terbentuk di daerah dimana tidak ada organisme besar


yang hidup.
Batuan tersebut terbentuk sebelum organisme muncul.

2.7. Proses yang mempengaruhi terbentuknya fosil

Berikut proses-proses yang berpengaruh dalam terbentuknya fosil, yaitu :

a. Histometabasis adalah penggantian sebagian tubuh fosil tumbuhan


dengan pengisian mineral lain (cth : silika) dimana fosil tersebut
diendapkan
b. Permineralisasi adalah histometabasis pada binatang
c. Rekristalisasi adalah berubahnya seluruh/sebagian tubuh fosil akibat P &
T yang tinggi, sehingga molekul-molekul dari tubuh fosil (non-kristalin)
akan mengikat agregat tubuh fosil itu sendiri menjadi kristalin
d. Replacement/Mineralisasi/Petrifikasi adalah penggantian seluruh bagian
fosil dengan mineral lain
e. Dehydrasi/Leaching/Pelarutan
f. Mold/Depression Adalah Fosil berongga dan terisi mineral lempung
g. Trail & Track

Paleontologi 26
Trail adalah cetakan/jejak-jejak kehidupan binatang purba yang
menimbulkan kenampakan yang lebih halus.
Track adalah sama dengan trail, namun ukurannya lebih besar
Burrow lubang-lubang tempat tinggal yang ditinggalkan binatang
purba

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Geologi Regional.


3.1.1 Geomorfologi Regional

Pulau Sulawesi mempunyai luas sekitar 172.000 km ( Van Bemmelem,


1949). Dikelilingi oleh laut yang cukup dalam sebagian besar daratan dibentuk
oleh pegunungan yang ketinggiannya mencapai 3.440 meter ( Gunung
Latimojong).

3.1.1.1 Morfologi

Van Bemmelem (1949) membagi Lengan Tenggara Sulawesi menjadi tiga


bagian ujung Utara, bagian Tengah dan ujung Selatan. Ujung Utara dimulai dari
palopo sampai teluk Tolo, dibentuk oleh bebatuan ofiolit, bagian Tengah yang
merupakan bagian paling lebar ( sampai 162,5 km ), didominasi oleh batuan
malihan dan batuan sedimen mesozoikum.

Paleontologi 27
Ada lima satuan morfologi yang dapat dibedakan dari citra IFSAR di
bagian tengah dan ujung selatan lengan Tenggara Sulawesi, yakni satuan
pegunungan, pebukitan tinggi, pebukitan rendah, dataran rendah dan karst. Secara
umum morfologi regional untuk wilayah toronipa termasuk dalam kategori
morfologi Perbukitan Rendah yang merupakan dataran alluvium yang luas, terdiri
atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang bergelombang. Batuan utama
penyusun satuan ini adalah batuan sedimen klastika Mesozoikum dan Tersier.

Satuan morfologi dataran rendah dijumpai dibagian tengah ujung selatan


Lengan Tenggara, merupakan dataran rendah. Batuan penyusunnya terdiri atas
batupasir kuarsa dan konglongmerat kuarsa Formasi Meluhu. Dalam dataran ini
mengalir sungai-sungai, pada saat musim hujan, air melimpah dan pada musim
kemarau air kering. Hal ini mungkin disebabkan batupasir dan konglongmerat
sebagai dasar sungai masih lepas, sehingga air dengan mudah merembes masuk ke
dalam tanah.

3.1.1.2 Stratigrafi Regional

Wilayah Toronipa terdiri dari endapan sungai meandering dan didominasi


oleh sandstone diselingi batuan sandstone konglomerat, mudstone dan shale.
Sandstone di wilayah Toronipa terdiri dari litharenite, sublitharenite dan
quartzarenite berasal dari daur ulang sumber orogen. Fragmen batuan metamorf di
dalam sandstone mengindikasikan bahwa area sumber formasi Meluhu didominasi
oleh batuan dasar metamorfik. Batuan metamorf itu mungkin tertutup oleh
sedimen tipis. Adanya sedikit fragmen vulkanik dalam formasi Meluhu
menunjukkan bahwa batuan vulkanik juga membentuk lapisan tipis dengan
cakupan lateral terbatas di daerah sumber. Sedikit fragmen igneous rock mungkin
berasal dari dyke yang menerobos basement metamorf.

Anggota Toronipa, Formasi Meluhu didominasi oleh batu pasir dan


konglonmerat dengan sisipan serpih, batu lanau dan batu lempung. Sisipan tipis

Paleontologi 28
lignit ditemukan setempat seperti di sungai kecil di dekat Mesjid Nurul Huda,
Kota Kendari dan tebing tepi jalan di selatan Tinobu. Lokasi tipe Anggota
Toronipa berada di Tanjung Toronipa sebelah tenggara desa Toronipa.
Penampang tegak hasil pengukuran stratigrafi terperinci di Tanjung Toronipa
tersajikan dalam Batupasir berlapis berfasies St dan Sp telah ditemukan. Di
bebrapa tempat, batupasir pejal tersingkap baik, yang diduga merupakan hasil
pengendapan prain flow. Secara setempat, batupasir krikilan (Gh) sering dijumpai
di atas permukaan bidang erosi. Ketebalan Anggota Toronipa pada lokasi tipe
tersebut adalah 8 00 m. Ketebalan maksimum anggota ini diduga ke arah timur.

Struktur sedimen yang terekam pada Anggota toronipa berupa silang siur
(planar, trough, dan epsilon), tikas seluring (flute wark), gelembur gelombang
(ripple mark), perlapisan bersusun dan permukaan erosi. Lag deposit umum
ditemukan pada bagian bawah runtutan sedimen di atas permukaan erosi. Batang,
ranting, dan/atau cetakan daun juga ditemukan pada endapan klastik halus. Setipa
runtutan batuan sedimen menunjukkan penghalusan ke atas, yang menunjjukkan
energi melemah ke arah atas. Semua fakta di lapangan ini memberikan gambaran
bahwa Anggota Toronipa diendapkan pada lingkungan sungai kekelok. Arah arus
purba, yang sebagian besar diangkut pada silang siur, menunjukan hasil
kecenderungan unimondal. Kondisi seperti ini umum ditemui pada arus sungai
kekelok.

Pada waktu pengendapan Anggota Toronipa, laut berada di timur laut dan
garis pantai bergerak ke arah barat daya pada waktu pengendapan anggota
Watutaluboto dan Anggota Tuetue. Integrasi hasil berbagai analisis tersebut diatas
menggambbarkan bahwa cekungan Formasi Meluhu mempunyai iklim subtropis
bercurah hujan tinggi dan topografi purba melandai ke arah utara. Topografi
daerah sumber batuan kasar mungkin disebabkan aktivitas tektonik sewaktu
proses lepasnya kepingan Benua Sulawesi Tenggara dari tepi utara Australia.

3.1.1.3 Struktur Geologi Regional

Paleontologi 29
Toronipa adalah daerah yang dilalui oleh sesar Lawanopo. Sistem sesar
lawanopo termasuk sesar-sesar berarah utama barat laut-tenggara yang
memanjang sekitar 260 km dari utara Malili sampai Tanjung Toronipa. Ujung
barat laut sesar ini menyambung dengan Sesar Matano, sementara ujung
tenggaranya bersambung dengan sesar Hamilton, yang memotong Sesar Naik
Tolo. System sesar ini diberi nama Sesar Lawanopo oleh Hamilton (1979)
berdasarkan Dataran Lawanopo yang ditorehnya.

Kenampakan fisiografi system sesar lawanopo tergambar jelas lebih dari


50 km pada citra inderaan jauh, termasuk cira Landsat dan IFSAR. Citra tersebut
menggambarkan adanya lembah linier panjang, scarp, offset dan pembelokan
aliran sungai. Aliran sungai yang tergeser mengiri dapat diidentifikasi di beberapa
tempat antaraTinobu dan Soropia, Utara Kendari,contohnya pergese ran mengiri 2
km Sungai Andonowu (selatan Tinobu). Jarak pergeseran, yang membesar
semakin dekat dengan sesar yang bersangk utan, merupakan tanda sesar geser
(Sylvester,1988). Pergeseran mengiri sepanjang sesar yang diperkirakan sejauh 25
km, didasarkan atas pergeseran Formasi Meluhu yang berada di tengah lengah
Tenggara Sulawesi.

Interpretasi citra foto udara di sekitar Tinobu menunjukan penyebaran


Batuan Campur-aduk Toreo. Kepingan batuan yang berasal dari Formasi Meluhu,
Formasi Tampakura, dan ofiolit, dijumpai sebagai bodin dalam batuan campur-
aduk itu. Analisis strereografis orientasi bodin, yang diukur pada tiga lokasi,
menunjukan keberagaman azimuth rata-rata/plunge: 300/440, 30/490 dan
208,70/210.
Kehadiran mata air panas muncul di Desa Toreo, sebelah tenggara Tinobu serta
adanya pergeseran pada bangunan dinding rumah, menunjukan bahwa sistem
Sesar Lawanopo masih aktif sampai sekarang

3.2. Metode Penelitian

Paleontologi 30
Dalam pengukuran dan penelitian untuk menetukan suatu kedudukan fosil
dari suatu batuan ataupun tidak dapat di gunakan metode Measurement Section.
System ini merupakan analisis system pengukuran yang benar-benar akurat dab
dapat dipertanggung jawabkan. Adapun prosedur pengamatan yang di lakukan di
lapangan dengan menggunakan metode ini, yaitu :

1. Membentangkan rool meter pada daerah yang telah di tentukan dengan


panjang yang telah di sepakati, yaitu sepanjang data singkapan pada
litologi dan sepanjang 50 m pada data fosil.
2. Mengukur setiap meter atau setiap perubahan litologi menggunakan pita
meter untuk data singkapn yang berguna sebagai data interval, jika 1
litologi panjang melebihi 50 cm maka data yang diambil yaitu data atas,
tengah dan bawah, sedangkan untuk data fosil dilakukan dengan
pengambilan fosil di setiap meteran.
3. Untuk pengukuran data MS pada singkapan batuan, disetiap perubahannya
di tentukan strike dan dip batuan serta slope dan arah penggambaran.
4. Terakhir dilakukan pendeskripsian pada masing-masing litologi.

Berikut skema praktikum paleontologi :

PENDAHULUAN PENGAMBILAN
DATA
Terdiri atas :
Terdiri atas :

Studi Lapangan

Observasi Geomorfologi

Persiapan Observasi Singkapan

Observasi Struktur

Alat dan bahan


Paleontologi 31
Pengambilan Data MS

Pengambilan Fosil

TAHAPAN
TAHAPAN
PENGELOLAAN
AKHIR
Terdiri atas :

Pembuatan Laporan
Sementara Pembuatan Laporan
Lengkap

Pembuatan Peta
Stasiun

Pembuatan Profil
Lintasan

Pembuatan Penampang
Litostratigrafi

Paleontologi 32
19840106 200902 1 004

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondis i Geomorfologi Daerah Penelitian

Secara umum morfologi regional untuk wilayah toronipa termasuk


dalam kategori morfologi Perbukitan Rendah yang merupakan dataran alluvium
yang luas, terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang
bergelombang. Dari 2 stasiun praktikum yang diamati, di ketahui terdapat 2 jenis
bentang alam, yaitu :

1. Bentang Alam Denudasional

Bentuk lahan asal denudasional dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk


lahan yang terjadi akibat proses-proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass
wating) dan proses pengendapan yang terjadi karena agradasi atau degradasi
(Herlambang, Sudarno. 2004:42). Bentang alam denudasional di daerah penelitian
memiliki bentuk yang bergelombang yang disebabkan proses degradasi yang

Paleontologi 33
cenderung menyebabkan penurunan permukaan bumi, sedangkan agradasi
menyebabkan kenaikan permukaan bumi. Ciri-ciri bentuklahan asal denudasional
ini diamati dari pola - pola punggungan yang tidak beraturan, pola aliran sungai
yang membentuk pola dendritik dengan kerapatan pola pengaliran yang cukup
rapat dan lereng relatif terjal. Material penyusun biasanya terdiri dari batuan
homogen yang mudah lapuk, seperti pasir, lempung, lanau, serpih, dan breksi.
Faktor-faktor yang membuat terbentuknya bentang alam denudasional ini adalah
pelapukan, erosi atau pengikisan tanah oleh air hujan serta gerakan tanah. Batuan
penyusun dari bentang ala mini di daerah penelitian terdiri atas batupasir kuarsa
dan dan terdapat vein-vein kuarsa Formasi Meluhu. Dalam dataran ini mengalir
sungai-sungai, pada saat musim hujan, air melimpah dan pada musim kemarau air
kering. Hal ini mungkin disebabkan batupasir sebagai dasar sungai masih lepas,
sehingga air dengan mudah merembes masuk ke dalam tanah.

2. Bentang Alam Marine

Geomorfologi asal marin merupakan bentuk lahan yang terdapat di


sepanjang pantai. Proses perkembangan daerah pantai itu sendiri sangat
dipengaruhi oleh kedalaman laut. Semakin dangkal laut maka akan semakin
mempermudah terjadinya bentang alam daerah pantai, dan semakin dalam laut
maka akan memperlambat proses terjadinya bentang alam di daerah pantai. Selain
dipengaruhi oleh kedalaman laut, perkembangan bentang lahan daerah pantai juga
dipengaruhi oleh:
1. Struktur, tekstur, dan komposisi batuan.
2. Keadaan bentang alam atau relief dari daerah pantai atau daerah di
daerah sekitar pantai tersebut
3. Proses geomorfologi yang terjadi di daerah pantai tersebut yang
disebabkan oleh tenaga dari luar, misalnya yang disebabkan oleh
angin, air, es, gelombang, dan arus laut.

Paleontologi 34
4. Proses geologi yang berasal dari dalam bumi yang mempengaruhi
keadaan bentang alam di permukaan bumi daerah pantai, misalnya
tenaga vulkanisme, diastrofisme, pelipatan, patahan, dan sebagainya.
5. Kegiatan gelombang, arus laut, pasang naik dan pasang surut, serta
kegiatan organisme yang ada di laut.

Aktifitas marine yang utama adalah abrasi, sedimentasi, pasang-surut, dan


pertemuan terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas marine
berada di kawasan pesisir di daerah penelitian yang terhampar sejajar garis pantai.
Pengaruh marine dapat mencapai puluhan kilometer ke arah darat, tetapi
terkadang hanya beberapa ratus meter saja. Sejauh mana efektifitas proses abrasi,
sedimentasi, dan pertumbuhan terumbu pada pesisir ini, tergantung dari kondisi
pesisirnya. Batuan penyusun dari bentang alam mini adalah batupasir, lanau,
lempung dan kadang terdapat serpih.

Gambar bentang alam marine dengan arah penggambaran N 2310 E.

4.2. Stratigrafi Daerah Penelitian

Lokasi daerah penelitian di dominasi oleh satuan batupasir merah dan


batulempung merah serta terkadang terdapat sisipan serpih formasi meluhu.
Berikut penjelasan dari kedua satuan batuan tersebut, yaitu :

1. Satuan Batupasir

Paleontologi 35
Dinamakan satuan batupasir karena batuan penyusun yang dominan
berupa batupasir yang mempunyai ciri, secara megaskopis berwarna lapuk hitam
kecoklatan dan berwarna segar merah tua, memiliki struktur yang berlapis, bentuk
butir membulat tanggung hingga membulat, sortasi baik dan kemas tertutup,
matriks pasir sangat kasar-pasir halus, komposisi silika, dan ortoklas dengan tebal
perlapisan 15 cm. Dalam satuan batuan ini, kadang terdapat sisipan-sisipan
lanau dan terkadang terdapat serpih.

Satuan batupasir pada daerah praktikum terbagi-bagi lagi menjadi


beberapa bagian yaitu batupasir halus, batupasir sedang, batupasir kasar dan
batupasir sangat kasar. Batupasir adalah suatu batuan sedimen klastik yang
dimana partikel penyusunya kebanyakan berupa butiran berukuran pasir.
Kebanyakan batupasir dibentuk dari butiran-butiran yang terbawa oleh pergerakan
air, seperti ombak pada suatu pantai atau saluran di suatu sungai. Butirannya
secara khas di semen bersama-sama oleh tanah kerikil atau kalsit untuk
membentuk batupasir tersebut. Batupasir paling umum terdiri atas butir kwarsa
sebab kwarsa adalah suatu mineral yang umum yang bersifat menentang laju arus.

2. Satuan Batulempung

Batulempung, secara megaskopis berwarna lapuk coklat gelap dan warna


segarnya , struktur massif dan terdapat perlapisan, ukuran butirnya lempung yaitu
> 1/256, sortasi baik, kemas tertutup, porositas dan permeabilitasnya tinggi.
Dalam satuan batuan ini terkadang dapat di temukan sisipan kuarsit, lanau bahkan
serpih. Lingkungan pengendapan dari batuan ini ada di darat dan sebagian
terdapat di pesisir garis pantai di daerah penelitian.

Type utama batulempung menurut terjadinya terdiri dari lempung residu


dan lempung letakan (sedimen), lempung residu adalah sejenis lempung yang
terbentuk karena proses pelapukan (alterasi) batuan beku dan ditemukan disekitar

Paleontologi 36
batuan induknya. Kemudian material lempung ini mengalami proses diagenesa
sehingga membentuk batu lempung.

4.3. Kondisi Struktur Daerah Penelitian

Di daerah penelitian memiliki jenis sesar lawanopo. Sistem sesar


lawanopo termasuk sesar-sesar berarah utama barat laut-tenggara. Sistem sesar ini
diberi nama Sesar Lawanopo oleh Hamilton (1979) berdasarkan Dataran
Lawanopo yang ditorehnya. Sedangkan untuk struktur sedimennya tergolong
dalam perlapisan bersusun. Pada daerah praktikum terdapat kekar karena terdapat
rekahan-rekahan pada batuan serta terisi oleh mineral-mineral lain berupa kalsit,
kuarsa serta terdapat intrusi dari vein-vein kuarsit. Rekahan ini bisa nampak di
permukaan di akibatkan oleh gaya eksogen. Jenis kekar yang terdapat di daerah
penelitian adalah shear joint atau kekar gerus yang berarti rekahan yang
membentuk pola-pola saling berpotongan membentuk sudut lancip dengan arah
gaya utama.

4.4. Litostratigrafi Daerah Penelitian

Litostratigrafi merupakan cabang ilmu stratigrafi berdasarkan karakteristik


litologi dan hubungan stratigrafinya. Litologi yang diamati ketika melakukan
observasi di lapangan meliputi jenis batuan, kenampakan fisik batuan seperti
warna, mineral, komposisi, dan ukuran butir, struktur geologi, dan gejala lain pada
tubuh batuan. Kandungan fosil juga harus diamati apabila terdapat pada tubuh
batuan, karena merpakan salah satu komponen batuan. Dari hasil praktikum di
ketahui jenis batuan/litologi pada daerah penelitian tergolong dalam Formasi
Meluhu Anggota Toronia dengan Satuan Batupasir serta memiliki perlaipisan
pada lokasi singkapan. Adapun satuan batupasir pada daerah penelitian terdiri atas
:
1. Batupasir halus

Paleontologi 37
Batu ini memiliki warna lapuk hitam keabu-abuan dan warna segar merah
kecoklatan. Memiliki struktur berlapis, well sorted atau pemilahan butir yang
baik, kemas tertutup, porositas dan permeabilitasnya sedang dan memiliki ukuran
butir 1/8 1/4 mm dengan komposisi mineralnya berupa kuarsa, silica dan
ortoklas.

2. Batupasir Sedang

Batu ini memiliki warna lapuk coklat keabu-abuan dan warna segar merah
kecoklatan. Memiliki struktur berlapis, well sorted atau pemilahan butir yang
baik, kemas tertutup, porositas dan permeabilitasnya sedang dan memiliki ukuran
butir 1/4 1/2 MM dengan komposisi mineralnya berupa kuarsa, silica, biotit dan
ortoklas.

3. Batupasir kasar

Batu ini memiliki warna lapuk coklat dan warna sekar merah tua.
Memiliki struktur berlapis, well sorted atau pemilahan butir yang baik, kemas
tertutup, porositas dan permeabilitasnya sedang dan memiliki ukuran butir 1/2 1
MM dengan komposisi mineralnya berupa kuarsa, silica, biotit dan ortoklas.

4. Batupasir sangat kasar

Batu ini memiliki warna lapuk hitam dan warna sekar merah kecoklatan.
Memiliki struktur berlapis, well sorted atau pemilahan butir yang baik, kemas
tertutup, porositas dan permeabilitasnya sedang dan memiliki ukuran butir 1 - 2
MM dengan komposisi mineralnya berupa kuarsa, biotit dan ortoklas.

Setiap runtutan batuan di lokasi menunjukkan penghalusan ke atas, yang


menunjukkan energi melemah ke arah atas. Semua fakta di lapangan ini
memberikan gambaran bahwa Anggota Toronipa diendapkan pada lingkungan

Paleontologi 38
sungai berkelok. Arah arus purba, yang sebagian besar diangkut pada silang siur,
menunjukan hasil kecenderungan unimondal. Kondisi seperti ini umum ditemui
pada arus sungai berkelok. Cekungan Formasi Meluhu mempunyai iklim
subtropis bercurah hujan tinggi dan topografi purba melandai ke arah utara.
Topografi daerah sumber batuan kasar mungkin disebabkan aktivitas tektonik
sewaktu proses lepasnya kepingan Benua Sulawesi Tenggara dari tepi utara
Australia.

4.5. Fosil

Fosil Adalah sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batu
atau mineral. Untuk menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus segera
tertutup sedimen. Oleh para pakar dibedakan beberapa macam fosil. Ada fosil
batu biasa, fosil yang terbentuk dalam batu ambar, fosil ter, seperti yang terbentuk
di sumur ter La Brea di Kalifornia. Hewan atau tumbuhan yang dikira sudah
punah tetapi ternyata masih ada disebut fosil hidup. Ilmu yang mempelajari fosil
adalah paleontologi. Kebanyakan fosil ditemukan dalam batuan endapan
(sedimen) yang permukaannya terbuka. Batu karang yang mengandung banyak
fosil disebut fosiliferus. Tipe-tipe fosil yang terkandung di dalam batuan
tergantung dari tipe lingkungan tempat sedimen secara ilmiah terendapkan.
Sedimen laut, dari garis pantai dan laut dangkal, biasanya mengandung paling
banyak fosil. Pada lokasi kedua daerah penelitian dilakukan pengambilan data
fosil MS sehingga di dapatkan fosil-fosil sebagai berikut :

a. Cypraea Erosa

Fosil dari Cyraea Erosa, ini memiliki susunan kamar plispiral yaitu semua
kamarnya dapat terlihat serta jumlah kamar ventral dan dorsalnya juga
sama,bentuk test atau cangkanganya seperti botol, memiliki kamar yang

Paleontologi 39
monotalamus karena jumlah kamarnya 1. Komposisi test dari fosil ini adalah
karbonatan dengan jenis apertunya yaitu simple aperture kategori aperture slit lake
karena aperturnya berbentuk lunbang sempit yang memanjang. Memiliki hiasan
pada permukaannya jenis smooth karena permukaannya yang halus dan memiliki
hiasan pada umbilikusnya yang disebut depply umbilicus atau umbilicus yang
berlubang dalam.

Fosil pada peraga ini dalam pengklasifikasinnya termasuk ke dalam


kingdom animalia. Kemudian fosil tersebut termasuk dalam kelas gastropoda
karena dapat diperkirakan bahwa alat geraknya menggunakan otot perut.
Lingkungan hidup dari fosil ini diperkirakan bahwa habitat semasa hidupnya
yakni di laut, pada perairan yang dangkal dan perairan yang dalam. Fosil pada
peraga ini diperkirakan lingkungan pengendapannya di lingkungan transisi yakni
bias berupa delta. Prosese dari fosil ini dapat diinpretasikan bahwa fosil ini
terawetkan dan terendapkan di lingkungan sedimen yang berada di wilayah
transisi yang berupa delta. Sedangkan tipe pemfosilan dari fosil ini yakni
merupakan tipe bagian keras yang terawetkan. Dalam hal ini hanya bagian
cangkang saja yang terawetkan. Fosil tipe ini hidup di zona laut dangkal dengan
persenyawaan karbonat.

Berikut susunan taksonomi dari Cypraea Erosa, yaitu :

Kingdom : Animalia

Pylum : Mollusca

Kelas : Gastropoda

Sub kelas : Prosobranchia

Ordo : Mesogastropoda

Famili : Cypraeidae

Genus : Cypraea

Spesies : Cypraea sp

Paleontologi 40
b. Pleuromeris Delemcostata
Classification : Biota
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Heterodonta
Infraclass : Archiheterodonta
Order : Carditoida
Superfamily :
Carditoidea

Family : Carditidae

Genus : Pleuromeris

Paleontologi 41
Species : Pleuromeris decemcostata (Huber,
2010)

Huber, M. (2010). Compendium of bivalves. A full-color guide to 3,300 of the


worlds marine bivalves. A status on Bivalvia after 250 years of research.
Hackenheim: ConchB ooks. 901 pp., 1 CD-ROM. (look up in IMIS)

Paleontologi 42

Anda mungkin juga menyukai