Anda di halaman 1dari 10

Analisis Balik Stabilitas Lereng Tambang Dan Rekomendasi Rekayasa Keteknikan,

Studi Kasus : Area Low Wall Pit 1 Utara Banko Barat PT. Bukit Asam Tbk

Thorif Muhammad Daffa’1, Dr.rer.nat. Ir. Thomas Triadi P, S.T., M.Eng,. IPU., ASEAN Eng.1,
Devina Trisnawati, S.T., M.Eng.1, Najib, S.T., M.Eng., Ph.D.1
thorifdaffa2@gmail.com1
Departemen Teknik Geologi Universitas Diponegoro1

Abstrak
Sektor batubara masih mejadi sektor kebutuhan energi yang besar di Indonesia. Akibat dari
tingginya kebutuhan batubara menyebabkan banyaknya kegiatan pertambangan batubara di
Indonesia, salah satu perusahaan yang menjalankan kegiatan penambangan tersebut adalah
PT. Bukit Asam Tbk site Tanjung Enim, Muara Enim. Dalam melaksanakan kegiatan
penambangan perlu memperhatikan beberapa aspek yang salah satunya adalah aspek
kestabilan lereng. Karena kestabilan lereng merupakan faktor yang penting dalam pekerjaan
yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah. Lereng yang telah dianalisis
stabil masih bisa mengalami longsor, sehingga perlu dilakukannya analisis balik kestabilan
lereng untuk mengetahui nilai kohesi dan sudut geser dalam yang baru yang nantinya bisa
diterapkan pada lereng-lereng di sekitar lereng yang longsor untuk mencegah terjadinya
longsor. Metode yang digunakan dalam perhitungan kestabilan lereng ini menggunakan
metode Morgenstern-Price yang dibantu dengan software Slide 6.0. Kondisi geologi pada
daerah penelitian tersusun atas batupasir, batubara, dan batulempung. Dari hasil analisis balik
kestabilan lereng diketahui bahwa terdapat perubahan nilai kohesi dan nilai sudut geser dalam
pada material Under C yang menyebabkan lereng memiliki FK<1,07 atau mengalami longsor.
Oleh karena itu perlu dilakukannya suatu rekayasa geoteknik berupa perubahan geometri
lereng.
Kata Kunci: batubara, kestabilan lereng, longsor, analisis balik, rekayasa geoteknik

Abstract
The coal sector is still a large energy demand sector in Indonesia. As a result of the high
demand for coal causing a large number of coal mining activities in Indonesia, one of the
companies that carry out these mining activities is PT. Bukit Asam Tbk site Tanjung Enim,
Muara Enim. In carrying out mining activities, it is necessary to pay attention to several
aspects, one of which is the aspect of slope stability. Because slope stability is an important
factor in work related to excavation and landfilling. Slopes that have been analyzed to be
stable can still experience landslides, so it is necessary to do a back analysis of slope stability
to determine the new cohesion values and internal shear angles which can later be applied to
the slopes around the sliding slopes to prevent landslides. The method used in calculating the
stability of this slope uses the Morgenstern-Price method assisted by Slide 6.0 software. The
geological conditions in the study area are composed of sandstone, coal and claystone. From
the results of the back analysis of slope stability it is known that there is a change in the value
of cohesion and the value of the internal shear angle in the Under C material which causes
the slope to have a FK <1.07 or experience a landslide. Therefore it is necessary to do a
geotechnical engineering in the form of changes in slope geometry.
Keywords: coal, slope stability, landslide, back analysis, geotechnical engineering
PENDAHULUAN Penelitian ini dilakukan pada area low
wall Pit 1 Utara Banko Barat PT. Bukit
LATAR BELAKANG Asam Tbk site Tanjung Enim, Muara
Sektor batubara merupakan sektor Enim, Sumatera Selatan (Gambar 1) pada
kebutuhan energi yang besar di Indonesia lereng bagian low wall. Tanjung Enim
selain minyak dan gas bumi (Sudirman, S., merupakan salah satu kelurahan yang
dkk, 2013). Pemanfaatan batubara sebagai berada di Kecamatan Lawang Kidul,
energi alternatif dikarenakan terjadinya Kabupaten Muara Enim, Provinsi
krisis sumber energi minyak dan gas bumi, Sumatera Selatan. Kesampaian daerah
sedangkan cadangan batubara yang menuju Tanjung Enim dari Palembang
terdapat di Indonesia hampir mencapai 30 yaitu sekitar 4,5 jam perjalanan darat dari
milyar ton yang tersebar di berbagai daerah Palembang ke arah barat daya.
di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi,
serta terdapat sedikit cadangan di Jawa
(Aladin, 2011). Akibat tingginya
kebutuhan batubara dalam negeri banyak
perusahaan yang melakukan kegiatan
penambagan batubara, salah satunya
adalah PT. Bukit Asam Tbk. Pada kegiatan
tambang terbuka banyak proses yang mesti
dilalui agar kegiatan penambangan dapat
berjalan dengan lancar kedepannya. Salah
satu aspek yang penting dalam kegiatan
penambangan batubara yaitu aspek
kestabilan lereng.
Kestabilan lereng merupakan faktor
yang penting dalam pekerjaan yang
berhubungan dengan penggalian dan
penimbunan tanah. Karena lereng yang
telah dianalisis stabilitasnya lerengnya
aman juga masih berpotensi terjadi longsor
(Pangemanan dkk, 2014), seperti yang
terjadi pada bulan Maret tahun 2022 di
salah satu site batubara milik PT. Bukit
Asam Tbk pernah terjadi peristiwa longsor, Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
dimana peristiwa ini terjadi pada lereng (PTBA, 2022)
tambang yang sebelumnya dianalisis stabil
namun mengalami longsor. Dari kejadian METODOLOGI PENELITIAN
tersebut, maka perlu dilakukannya analisis
balik stabilitas lereng untuk mengetahui Metode penelitian yang dilakukan
nilai kohesi dan sudut geser dalam yang dalam penelitian ini yaitu dengan
baru yang nantinya bisa diterapkan pada menggunakan data sekunder berupa studi
lereng-lereng di sekitar lereng yang literature terkait tema serta daerah
longsor untuk mencegah terjadinya penelitian, kemudian juga diberikan data
longsor. oleh perusahaan yang digunakan untuk
proses analisis dalam penelitian ini. Data
Lokasi Penelitian yang diberikan oleh perusahaan merupakan
data-data seperti geometri lereng, beberapa kedalaman juga ditemukan
pengeboran geologi, dan hasil pengujian batulempung dengan semen
geoteknik yang telah dilakukan oleh karbonatan. Batulempung ini memliki
perusahaan PT. Bukit Asam Tbk. struktur berupa perlapisan dengan
kondisi batuan yang masif, tersusun
HASIL PENELITIAN atas sedikit bentonit dan mengandung
Kondisi Geologi karbon.
Penentuan kondisi litologi daerah
penelitian berdasarkan dari hasil
pengeboran geologi pada daerah
penelitian. Titik pengeboran pada daerah
penelitian berjumlah 3 titik yaitu titik
BKGT 45, BKGT 46, dan BKGT 47. Pada
area tambang menunjukkan bahwa pada
permukaan area tambang tersebut tersusun
atas beberapa batuan sehingga batuan-
batuan tersebut dikelompokkan menjadi 3
satuan batuan yaitu satuan batupasir,
batubara, dan batulempung (Gambar 2).
Gambar 2. Peta Geologi Daerah Penelitian
Berikut ini merupakan deskripsi dari
litologi tersebut : Kondisi Geomorfologi
1. Batupasir
Satuan batuan ini memiliki Secara geografis daerah penelitian
karakteristik berwarna abu-abu sedang tugas akhir berada pada daerah dengan
hingga abu-abu gelap, tersusun atas morfologi dataran hingga perbukitan
material pasir berukuran halus hingga dikarenakan pada lokasi penelitian terdapat
sedang, memiliki sortasi yang baik, area dengan kontur yang renggang dan
kemas tertutup, tersusun atas kuarsa, area dengan kontur yang rapat. Nilai
dan diselingi oleh lapisan tipis dengan elevasi tertinggi pada daerah penelitian
kandungan karbon. sebesar 122 meter dan elevasi terendahnya
2. Batubara sebesar -32 meter dengan beda tinggi
Satuan batuan ini memiliki sebesar 154 meter. Pada daerah penelitian
karakteristik berwarna coklat termasuk ke dalam bentuklahan
kehitaman hingga hitam, cerat hitam denudasional dikarenakan pada daerah
mengkilap, memiliki dip lapisan penelitian memiliki jarak antar kontur yang
sebesar 19º. dan di beberapa lokasi cukup renggang serta pada daerah ini
dijumpai batubara dengan pecahan sudah terjadi proses eksogen berupa
concoidal. pelapukan dan akibat aktivitas manusia.
Dari hasil analisis pperhitungan
3. Batulempung morfometri pada area penelitian memiliki
Satuan batuan ini memiliki nilai persen lereng sebesar 47% yang
karakteristik berwarna abu-abu dan berdasarkan klasifikasi relief Van Zuidam
bersifat masif. Batuan ini memiliki 1983 termasuk ke dalam jenis daerah
sortasi dan kemas yang tidak diketahui berbukit terjal (Gambar 3).
karena ukuran butirnya yang sangat
halus sehingga tidak dapat
teridentifikasi. Batuan ini memiliki
semen non karbonatan, namun di
Tabel 1. Kondisi Material Properties Lereng
Material Densitas Kohesi Sudut
geser
dalam
Top soil 18,12 19,23 11,77°
kN/𝑚3 kPa
Seam C 11,86 162,71 22,63°
kN/𝑚3 kPa
Under C 21 kN/𝑚3 100.35 18,29°
kPa

Gambar 1. Peta Geomorfologi Regional


Daerah Penelitian Analisis Balik Kestabilan Lereng

Kondisi Lereng Daerah Penelitian Material penyusun lereng terbagi


menjadi 3 jenis material yaitu Top soil,
Pada area tersebut terbagi menjadi 3 Seam C, dan Under C, dengan material
lereng yang mengalami longsor, sehingga Under C berupa carbonaceous shale dan
ketiga lereng tersebut perlu dianalisis lempung, kemudian parameter yang perlu
kestabilan lerengnya. Lokasi dari ketiga diperhatikan juga yaitu geometri lereng.
lereng terdapat pada Gambar 4. Pada Parameter selanjutnya adalah kondisi air
lereng yang dianalisis tersusun atas tanah, dimana pada ketiga lereng tersebut
beberapa lapisan material penyusun lereng. kondisi air tanahnya dianggap jenuh air.
Material penyusun lerengnya dibagi Parameter yang perlu dimasukkan ke
menjadi 3 lapisan yaitu lapisan top soil, dalam analisis data yaitu faktor getaran
Seam C, dan Under C. Pada ketiga lapisan pada area disekitar lereng yang
material ini telah dilakukan uji diasumsikan sebagai efek dari penggunaan
laboratorium untuk mengetahui nilai alat berat Penggunaan asumsi pengaruh
parameter dari lapisan-lapisan tersebut alat berat yang bekerja pada area tersebut
(Tabel 1). juga berpengaruh dengan memasukkan
nilai seismic load sebesar 0,02. Setelah
semua parameter telah diinput, maka
dilakukan trial and error pada nilai kohesi
dan sudut geser dalam material Under C
dikarenakan pada lapisan ini yang
mengalami longsoran bidang.
Dari Tabel 2 dapat dilihat hasil analisis
balik kestabilan lereng pada ketiga lereng
tersebut yang awalnya stabil, namun
karena adanya perubahan nilai material
properties ketiga lereng tersebut menjadi
Gambar 4. Kondisi Lereng pada Area longsor. Berikut merupakan hasil
Penelitian pengolahan pada setiap lerengnya pada
Gambar 5 sampai Gambar 7 :
Tabel 2. Nilai Material Properties Lereng A,
B, dan C

Sebelum Sesudah
Leren c
c phi FK phi FK
g (kPa
(kPa) (º) (º)
)

100,3 18,2 4,23 25,0 1,0


A 5 9 7 0 4,5 7

100,3 18,2 4,00 24,0 4,5 1,0 Gambar 7. Hasil Analisis Balik pada
B 5 9 8 0 9 7 Lereng C

Rekayasa Keteknikan
100,3 18,2 4,02 23,0 4,0 1,0
C 5 9 9 0 4 7 1. Perubahan Geometri Lereng
Rekayasa geoteknik yang dapat
dilakukan salah satunya dengan merubah
geometri lereng. Geometri lereng
merupakan bentuk aktual dari suatu tubuh
lereng, sehingga dengan merubah geometri
lereng ini diharapkan bisa meningkatkan
nilai faktor keamanan dari suatu lereng.
Dalam melakukan perubahan geometri
lereng perlu dilakukannya tindakan-
tindakan pencegahan untuk mencegah
terjadinya kelongsoran dengan cara
melakukan pemotongan bench yang
didasarkan pada tinggi pemotongan bench
yang aman pada suatu lereng.
Gambar 5. Hasil Analisis Balik pada
Lereng A Pada lereng A perubahan geometri
lereng dilakukan dengan cara
menambahkan bench dengan tinggi 3
meter, lebar 5 meter, dan sudut bench
sebesar 12°. Pada lereng B perubahan
geometri lereng dilakukan dengan cara
menambahkan bench dengan tinggi 3
meter, lebar 5 meter, dan sudut bench
sebesar 18°. Pada lereng C perubahan
geometri lereng dilakukan dengan cara
menambahkan bench dengan tinggi 3
meter, lebar 5 meter, dan sudut bench
sebesar 16°. Berdasarkan hasil dari
Gambar 6. Hasil Analisis Balik pada perubahan nilai faktor keamanan dari
Lereng B ketiga lereng ini dapat diartikan bahwa
lereng A, B, dan C telah menjadi stabil
dikarenakan nilai FK>1,25 (Tabel 3).
Berikut merupakan hasil pengolahan pada
setiap lerengnya pada Gambar 8 sampai
Gambar 10 :
Tabel 3. Nilai FK Hasil Perubahan
Geometri Lereng
Nilai Faktor
Keamanan (FK)
Lereng Kondisi
Sebelum Sesudah
rekayasa rekayasa
A 1,07 1,629 Stabil Gambar 10. Hasil Perubahan Geometri
B 1,07 1,657 Stabil Lereng pada Lereng C
C 1,07 1,578 Stabil 2. Simulasi Muka Air Tanah (MAT)
Muka air tanah (MAT) merupakan
batas antara tanah jenuh air dengan tanah
tak jenuh air. Dalam kegiatan untuk
meningkatkan nilai faktor keamanan dari
suatu lereng bisa dengan cara melakukan
simulasi penurunan muka air tanah (MAT).
Karena efek dari keberadaan air dalam
massa batuan dapat menambah massa jenis
batuan sehingga menambah beban yang
harus ditanggung oleh suatu lereng
tersebut. Selain itu, air juga dapat
menimbulkan tekanan pori yang
Gambar 8. Hasil Perubahan Geometri Lereng menyebabkan menurunnya kekuatan massa
pada Lereng A batuan (Maulana & Jerry, 2019). Bentuk
kondisi muka air tanah yang disimulasikan
berdasarkan dari gambar kondisi air Hoek
& Bray tahun 1981 (Gambar 11).

Gambar 9. Hasil Perubahan Geometri Lereng


pada Lereng B

Gambar 11. Kondisi MAT Menurut


E. Hoek & J. W. Bray (1981)
Simulasi penurunan muka air (MAT) Pada simuasi penurunan MAT pada
dilakukan dalam kondisi 2xH, 4xH, 8xH, Lereng C juga tidak berhasil dikarenakan
dan kering. Simuasi penurunan MAT pada nilai FK pada lereng tersebut masih belum
Lereng A tidak berhasil dikarenakan nilai stabil atau FK<1,25 (Tabel 6).
FK pada lereng tersebut masih belum stabil
atau FK<1,25 (Tabel 4). Tabel 6. Nilai Hasil Simulasi Penurunan
MAT pada Lereng C
Tabel 4. Nilai Hasil Simulasi Penurunan
Lereng C
MAT pada Lereng A
Kondisi Nilai Faktor
No. Kondisi
Lereng A MAT Keamanan (FK)
Tidak
Nilai Faktor 1 Jenuh 1,07
Kondisi stabil
No. Keamanan Kondisi
MAT Rawan
(FK) 2 2xH 1,119
longsor
Tidak Rawan
1. Jenuh 1,07 3 4xH 1,178
stabil longsor
Rawan Rawan
2. 2xH 4 8xH 1,2
1,12 longsor longsor
Rawan Rawan
3. 4xH 1,177 5 Kering 1,209
longsor longsor
Rawan
4. 8xH 1,2
longsor
Berikut merupakan hasil pengolahan
Rawan
5. Kering 1,211 pada setiap lerengnya pada Gambar 12
longsor
sampai Gambar 23 :

Kemudian simuasi penurunan MAT Lereng A


pada Lereng B juga tidak berhasil
dikarenakan nilai FK pada lereng tersebut
masih belum stabil atau FK<1,25 (Tabel
5).
Tabel 5. Nilai Hasil Simulasi Penurunan
MAT pada Lereng B

Lereng B
Nilai Faktor
Kondisi
No. Keamanan Kondisi
MAT
(FK)
Tidak
1. Jenuh 1,07 Gambar 12. Hasil Simulasi MAT 2xH Lereng
stabil
Rawan A
2. 2xH 1,116
longsor
Rawan
3. 4xH 1,171
longsor
Rawan
4. 8xH 1,207
longsor
Rawan
5. Kering 1,217
longsor
Lereng B

Gambar 13. Hasil Simulasi MAT 4xH Lereng


A
Gambar 16. Hasil Simulasi MAT 2xH Lereng
B

Gambar 14. Hasil Simulasi MAT 8xH Lereng


A
Gambar 17. Hasil Simulasi MAT 4xH Lereng
B

Gambar 15. Hasil Simulasi MAT Kering


Lereng A
Gambar 18. Hasil Simulasi MAT 8xH Lereng
B
Gambar 19. Hasil Simulasi MAT Kering Gambar 22. Hasil Simulasi MAT 8xH Lereng
Lereng B C

Lereng C

Gambar 23. Hasil Simulasi MAT Kering


Lereng C
Gambar 20. Hasil Simulasi MAT 2xH Lereng
C KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil pengeboran geologi
pada daerah penelitian tersusun atas
beberapa batuan, batuan penyusun
pada daerah penelitian yaitu batupasir,
batubara, dan batulempung. Pada
daerah penelitian terdapat 3 lereng
pada area low wall yang mengalami
longsor. Berdasarkan hasil penelitian
dan pengujian laboratorium dari PT.
Bukit Asam pada area lereng tersebut
tersusun atas 3 jenis lapisan yaitu Top
Gambar 21. Hasil Simulasi MAT 4xH Lereng soil, Seam C, dan Under C dengan
C material Under C berupa carbonaceous
shale dan lempung. Daerah penelitian
termasuk ke dalam bentuklahan
Denudasional Berbukit Terjal dan
bentuklahan Antropogenik.
2. Berdasarkan hasil analisis balik hasil rekayasa geometri lereng yang
kestabilan lereng diketahui pada lereng telah dibuat.
A terjadi perubahan nilai kohesi dari 2. Melakukan pemetaan geoteknik secara
100,35 kPa menjadi 25 kPa dan menyeluruh pada area tambang, agar
perubahan nilai sudut geser dalam dari didapatkan kondisi geoteknik yang
18,29° menjadi 4,5°. Lereng B terjadi lebih detail atau spesifik.
perubahan nilai kohesi dari 100,35 kPa
menjadi 24 kPa dan perubahan nilai DAFTAR PUSTAKA
sudut geser dalam dari 18,29° menjadi
4,59°. Lereng C terjadi perubahan nilai Aladin, A. 2011. Sumber Daya Alam
kohesi dari 100,35 kPa menjadi 23 kPa Batubara. Lubuk Agung, Bandung.
dan perubahan nilai sudut geser dalam
Aprilia, J., Muslim, D., Zakaria, Z., &
dari 18,29° menjadi 4,04°. Dari
Tedy, O. 2019. EVALUASI
perubahan nilai kohesi dan sudut geser
KESTABILAN LERENG TAMBANG
dalam inilah didapatkan nilai FK<1,07
BATUBARA PIT ‘XY’
atau dapat dinyatakan lereng dalam
MENGGUNAKAN METODE
kondisi longsor.
KESETIMBANGAN BATAS PT.
3. Rekomendasi keteknikan yang perlu
BUKIT ASAM Tbk. Geoscience
dilakukan adalah perubahan geometri
Journal, 3(3), 175-181.
lereng. Pada lereng A perubahan
geometri lereng dilakukan dengan cara Bowless J. E. 1984. Sifat – Sifat Fisis dan
menambahkan bench dengan tinggi 3 Geoteknis Tanah (Mekanika
meter, lebar 5 meter, dan sudut bench Tanah), Edisi Kedua,
sebesar 12° sehingga nilai faktor Erlangga: Jakarta.
keamanan lerengnya menjadi 1,629.
Pada lereng B perubahan geometri Hoek, E., & Bray, J. D. 1981. Rock slope
lereng dilakukan dengan cara engineering. CRC Press.
menambahkan bench dengan tinggi 3
meter, lebar 5 meter, dan sudut bench Maulana, L. H., & Jerry Dwi Fajar, S. T.
sebesar 18° sehingga nilai faktor 2019. KAJIAN GEOTEKNIK
keamanan lerengnya menjadi 1,657. UNTUK OPTIMALISASI
Selanjutnya, pada lereng C perubahan DESAIN TAMBANG
geometri lereng dilakukan dengan cara BATUBARA MENGGUNAKAN
menambahkan bench dengan tinggi 3 LIMIT EQUILIBRIUM
meter, lebar 5 meter, dan sudut bench METHOD1. Prosiding Temu
sebesar 16° sehingga nilai faktor Profesi Tahunan PERHAPI, 1(1),
keamanan lerengnya menjadi 1,578. 499-514.
Hasil dari simulasi penurunan muka air Pangemanan, V. G. M., Turangan, A. E., &
tanah (MAT) pada ketiga lereng Sompie, O. B. 2014. Analisis
tersebut tidak berhasil. kestabilan lereng dengan metode
Fellenius (Studi kasus: Kawasan
SARAN
Citraland). Jurnal Sipil Statik, 2(1).
1. Melakukan perubahan geometri lereng
sesuai dengan mempertimbangkan

Anda mungkin juga menyukai