Anda di halaman 1dari 12

PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

REKAYASA GEOMETRI DESAIN LERENG BERDASARKAN ANALISIS NILAI


FAKTOR KEAMANAN PIT TAMBANG AIR LAYA UTARA PT BUKIT ASAM Tbk
1)
Kesya Simbolon*, 1)Stevanus Nalendra Jati 2)Jodistriawan Ersyari
1)
Prodi Teknik Geologi, Universitas Sriwijaya
2)
PT Bukit Asam Tbk
*E-mail: kesyasimbolon01@gmail.com

ABSTRAK

Tambang Air Laya Utara merupakan pit area yang dikelola oleh PT Bukit Asam Tbk dengan
metode tambang terbuka. Seperti pada tambang terbuka lainnya, kestabilan lereng menjadi hal yang
sangat kritis untuk selalu dilakukan evaluasi secara berkala. Maka dari itu penelitian ini berfokus
pada rekayasa geometri desain lereng berdasarkan analisis faktor keamanan (FK). Penelitian ini
menerapkan metode Bishop untuk evaluasi empat penampanng yang berbeda. Lebih lanjut, FK dari
nilai material properties old dump berdasarkan data bor tahun 2019 dikomparasi dengan data
mould tahun 2020. Hasil kajian diantaranya; lereng dengan kondisi muka air tanah jenuh memiliki
nilai FK<1,25 yaitu pada penampang A,B dan C; sedangkan penampang D memiliki nilai FK>1,25.
Adapun kajian rekayasa yang dilakukan adalah : a) peningkatan nilai FK dilakukan dengan
memodifikasi geometri desain bulan Mei dengan perbandingan tinggi dan lebar bench 1:3 untuk
material old dump dan 1:1 pada material insitu; b) single slope bench dimodifikasi menjadi 20⁰
dengan lebar berm 18-20 m; c) pengupasan old dump hingga 30 m. Tiga komponen rekayasa
tersebut dijadikan acuan dalam evaluasi desain tahun 2020. Tindak lanjut berikutnya pada
kestabilan lereng yang dipengaruhi oleh penurunan muka air tanah adalah desain paritan secara
horizontal maupun vertikal.

Kata kunci: Nilai Faktor Keamanan, Metode Bishop, Rekayasa

ABSTRACT

Pit of North Air Laya is a pit area managed by PT Bukit Asam Tbk, with an open pit mine method.
As in the other open pit mine, the stability of the slopes is very critical so it must be regularly
evaluated. This research is about engineering geometry design based on safety factor analysis (FK)
and applied Bishop method for evaluation of four different sections. Furthermore, FK from the old
dump material properties value based on the 2019 drill data are compared with the 2020 mould
data. The results of the analysis include; slopes with saturated groundwater conditions have FK
value < 1,25 at cross sections A, B and C; while cross section D has FK value > 1,25. The
engineering studies consist of : a) FK value increased by calculating geometry of the May design
with ratio 1:3 of bench height and width for old dump material and 1:1 for insitu material; b)
single slope bench is 20⁰ and berm width 18-20 m; c) stripping of old dump is up to 30 m. The three
components are used as references for 2020 design evaluation. Slope stability can be carried out
by lowering the groundwater level with the horizontal and vertical trench design.

Keywords: Safety Factor Value, Bishop Method, Slope Engineering

107
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

A. PENDAHULUAN

Tambang Air Laya Utara (TAL Utara) merupakan salah satu wilayah yang dikelola oleh PT Bukit
Asam Tbk (PTBA). Metode penambangan yang dilakukan di perusahaan ini adalah metode
penambangan terbuka (open pit mining). Kestabilan lereng merupakan hal yang harus diperhatikan
pada saat menggunakan metode tersebut. Jika kestabilan lereng terganggu maka akan berdampak
terhadap proses penambangan, keselamatan kerja dan hasil produksi. Wilayah ini memiliki material
old dump (material lepas) yang cukup tebal sehingga menyebabkan kestabilan lereng cukup
rendah. Oleh karena itu diperlukan geometri desain lereng yang memperhatikan faktor-faktor
penyebab pergerakan massa tanah atau batuan seperti struktur geologi, litologi, hidrologi dan
morfologi lereng.
Secara administrasi, penelitian terletak di Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten
Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan letak geografis, daerah penelitian berrada
pada 3⁰ 42’ 300” LS – 4⁰ 47’30” LS dan 103⁰ 45’00” BT – 103⁰ 50’10”. Lokasi penelitian secaa
geologi regional termasuk kedalam peta geologi Lembar Lahat dengan skala 1:250.000 dan hanya
mencakup satu formasi yaitu Formasi Muara Enim.

Gambar 1. Lokasi penelitian yang menggambarkan kondisi geologi secara regional


(sumber : Geologi PTBA)

Cekungan Sumatera Selatan terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok Telisa dan kelompok
Palembang. Kelompok Telisa terendapkan pada fase transgresi sedangkan Kelompok Palembang
terendapkan pada fase regresi. Urutan stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan dari yang tertua
hingga yang termuda (Ginger & Fielding, 2005) :

1. Kelompok Pra-Tersier
Kelompok ini merupakan basement dari cekungan Sumatera Selatan. Beberapa batuan
diketahui berumur Kapur Akhir sampai Eosen Awal berdasarkan hasil dating. Batuan beku
Mesozoikum, batuan metamorf Paleozoikum-Mesozoikum dan batuan karbonat yang
termetamorfosa merupakan batuan dasar Cekungan Sumatera Selatan (Adiwijaya dkk, 1973).
2. Formasi Lahat
Formasi Lahat berumur Eosen Awal-Oligosen dan terendapkan secara tidak selaras diatas
diatas basement cekungan Sumatera Selatan (Adiwijaya dkk, 1973). Litologi yang terdapat pada
formasi ini antara lain berupa breksi, konglomerat, tuffa breksi dan lempung tuffan. Bagian bawah

108
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

formasi ini terdiri dari batupasir kasar, kerikilan dan konglomerat. Pengendapan formasi ini
terdapat di lingkungan darat/aluvial-fluvial hingga lakustrin.
3. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar terendapkan tidak selaras diatas Formasi Lahat. Hal ini menunjukkan
terjadinya proses erosi secara regional. Formasi ini tersusun oleh batupasir, batulempung dan
batulempung sisipan batubara. Pengendapan formasi ini berlangsung pada Oligosen Tengah hingga
Oligosen Akhir dimana pada Miosen Awal terjadi trannsgresi maksimum dengan munculnya
endapan laut. Hal ini menjadi penunjuk berakhirnya pengendapan Formasi Talang Akar.
4. Formasi Baturaja
Formasi yang diendapkan setelah Formasi Lahat adalah Formasi Baturaja pada kala
Miosen Awal. Endapan batugamping pada bagian platform dan batas cekungan merupakan hasil
dari pembentukan karbonat. Formasi ini sangat fossiliferous. Ketebalan formasi ini di Pegunungan
Garba sekitar 1700 feet (520 m).
5. Formasi Gumai (Telisa)
Formasi Gumai terletak di Pegunungan Gumai. Menurut Pulonggono (1986), formasi ini
terendapkan secara selaras dengan Formasi Baturaja pada tepi cekungan yang dangkal. Sedangkan
pada beberapa tempat cekungan yang dalam terendapkan secara menjari. Litologi pengisi formasi
ini antar lain batulempung, serpih, batulanau dan batupasir.
6. Formasi Air Benakat
Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras diatas Formasi Gumai selama pada awal
fase regresi. Litologi pengisi formasi ini antara lain batulempung, batulempung sisipan tufan dan
napal, batupasir dan batuserpih (Gafoer dkk, 1993). Formasi ini berumur Miosen Tengah-Miosen
Akhir. Lingkungan pengendapan di laut dangkal.
7. Formasi Muara Enim
Formasi Muara Enim merupakan formasi pembawa batubara. De Coster (1974)
menyatakan bahwa formasi ini terendapkan pada kala Miosen Akhir-Pliosen dimana terjadi fase
regresi kedua setelah pengendapan Formasi Air Benakat. Lingkungan pengendapan mulai dari
dataran pantai delta plain dan lingkungan non marine.

Gambar 2. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan, (b) Batubara Formasi Muara Enim, (c)
measured section lapisan batubara M2 (Nalendra, S. Jati dkk., 2020)

109
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

8. Formasi Kasai
Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim. Formasi ini
merupakan formasi paling muda yang diendapkan pada Plio-Pleistosen. Formasi ini diendapkan
pada fase regresi ketiga dan ditandai dengan adanya produk vulkanik. Erosi pengangkatan
pegunungan Barisan dan Tiga Puluh menghasilkan formasi ini. Batuan penyusun Formasi Kasai
antara lain lempung, kerakal, batupasir tuffan dan lapisan tipis batubara. Lingkungan pengendapan
formasi ini adalah fluvial.

Geologi teknik mengkaji gejala geologi dan daya dukung tanah yang berpengaruh terhadap
kekuatan tanah sehingga dapat dibuat design geometri yang aman untuk penambangan. Aturan
tentang analisis kestabilan lereng terdapat pada Keputusan Menteri ESDM No 1827 K/30/MEMM
Tahun 2018 pada lampiran II point 4 berkaitan dengan Pemanfaatan Teknologi, Kemampuan
Rekayasa, Rencana Bangun, Pengembangan dan Penerapan Teknologi.

Kestabilan lereng merupakan kemampuan lereng untuk bertahan pada kondisi stabil. Lereng
memiliki 2 macam gaya yaitu gaya penahan dan gaya penggerak. Gaya penahan merupakan gaya
yang berfungsi untuk menahan massa dari pergerakan. Jika suatu lereng memiliki gaya penahan
yang lebih besar daripada gaya penggerak maka massa tanah atau batuan pada lereng akan berada
pada kondisi stabil sedangkan jika gaya penggerak lebih besar dari gaya penahan maka akan terjadi
longsor. Perbandingan antara gaya penahan dengan gaya penggerak disebut dengan Faktor
Keamanan (FK).

Gambar 3. Gaya gravitasi, peggerak dan penahan pada bidang miring

Sifat fisik dan mekanik tanah yang diperlukan dalam melakukan analisa kestabilan lereng antara
lain :

a. Bobot isi (γ)


Bobot isi merupakan perbandingan antara berat dengan volume material dan dinyatakan
dalam satuan berat per volume. Semakin besar bobot isi batuan maka gaya penggerak yang
menyebabkan lereng longsor akan semakin besar sehingga kemantapan lereng akan
semakin berkurang.
b. Sudut geser dalam (ɸ)
Sudut geser dalam merupakan sudut antara hubungan tegangan normal dengan tegangan
geser dalam material tanah/batuan. Semakin besar sudut dalam material maka material
tersebut akan lebih tahan menerima tegangan luar yang dikenalkan.
c. Kohesi (c)
Kohesi merupakan kekuatan tarik menarik antara butiran tanah dan dinyatakan dalam
satuan berat per satuan luas. Kekuatan geser berbanding lurus dengan kohesi tanah,
sehingga jika kekuatan geser besar maka harga kohesi dari tanah juga akan semakin besar.
Nilai faktor keamanan yang sama dapat dibuat dengan kemiringan yang menyesuaikan
dengan nilai kohesinya. Artinya, jika tanah memiliki kohesi besar dapat dibuat lereng
dengan kemiringan yang besar pula.

110
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Tingkat kestabilan suatu lereng dapat dinyatakan dengan menghitung faktor keamanan lereng.
Perhitungan faktor keamanan dilakukan dengan membuat lengkungan gelincir terlebih dahulu dan
menghitung gaya atau momen yang menyebabkan longsoran pada bidang tersebut (Md).
Perbandingan antara gaya penahan dengan gaya penggerak disebut dengan Faktor Keamanan (FK).
Upaya antisipasi longsor dilakukan dengan mengambil nilai FK yang terkecil. Data yang
diperlukan untuk menghitung nilai FK antara lain:

• Data lereng berupa penampang lereng yang meliputi sudut, tinggi dan panjang lereng dari
kaki ke puncak lereng.
• Data mekanika tanah berupa sudut geser dalam, bobot satuan isi tanah, kohesi dan kadar
air tanah.
Faktor keamanan dibagi menjadi 3 ditinjau dari intensitas kelongsorannya berdasarkan penelitian
dan studi yang menyeluruh tentang keruntuhan lereng (Bowles, 1989 dalam Zakaria, 2009).

Tabel 1. Faktor keamanan lereng Bowles (1989)


Faktor Keamanan Kejadian / Intensitas Longsor
<1,07 Lereng labil (longsor sering terjadi)
1,07 – 1,25 Lereng kritis (longsor pernah terjadi)
>1,25 Lereng relatif stabil (longsor jarang terjadi)

B. METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan terdiri dari pengumpulan data, analisis laboratorium dan kerja studio. Data
yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data geometri
lereng, data sampel mould dan data pengukuran muka air tanah. Sementara data sekunder terdiri
dari data hasil uji laboratorium berupa nilai sifat fisik dan mekanik batuan berdasarkan uji sampel
bor yang dilakukan di 10 titik. Analisis laboratorium terdiri dari uji kuat geser langsung batuan
(direct shear) untuk mengetahui nilai kohesi dan sudut geser dalam. Selain itu, dilakukan juga
pengukuran unit weight terhadap sampel mould di Laboratorium Mekanika Tanah milik PT Bukit
Asam Tbk. Nilai unit weight didapat dengan cara menimbang material tersebut.

Gambar 4. Pengujian unit weight

Material timbunan dicetak terlebih dahulu kedalam pipa kemudian ditimbang. Setelah itu material
tersebut dikeluarkan dari dalam pipa dan pipa kembali ditimbang untuk mengetahui berat asli
material. Pengujian yang dilakukan setelah unit weight adalah pengujian direct shear. Sampel
dicetak terlebih dahulu kedalam tabung tara. Setelah itu dilakukan pengujian dengan menggunakan
direct shear. Hasil pengujian aka dibaca dengan menggunakan software DS7.

111
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Gambar 5. Pengujian direct shear

Tahap kerja studio terdiri dari analisis FK terhadap geometri desain lereng menggunakan software
GeoStudio pada 4 sayatan. Metode yang digunakan pada saat kerja studio adalah metode Bishop.
Kemudian hasilnya diklasifikasikan menurut faktor keamanan lereng Bowles (1989).

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan pada lereng tambang batubara Pit TAL Utara. Analisis dilakukan dengan
menggunakan 4 sayatan. Hal ini diharapkan mewakili kondisi aktual di lapangan sehingga
memudahkan analisis faktor keamanan. Desain penampang tersebut merupakan desain penampang
bulan Mei 2020 yang akan dijadikan acuan untuk desain kedepannya setelah dilakukan uji nilai
faktor keamanan.

Gambar 6. Peta udara dan letak lereng Pit TAL Utara

Kondisi lereng pada Pit TAL Utara dapat dilihat pada gambar dibawah. Material bekas
longsoran dapat dilihat di sekitar area penampang B-B’ dan C-C’ desain bulan Mei. Selain itu
ditemukan genangan air pada material old dump sehingga dalam analisis nilai FK akan
menggunakan muka air tanah jenuh.

112
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

a N 330 E b

Gambar 7. (a) Kondisi lereng dilihat dari view point , (b) Genangan air pada Pit TAL Utara

Nilai faktor keamanan pada 4 sayatan desain aktual bulan Mei 2020 dianalisis dengan
menggunakan software GeoStudio. Penampang A-A’, B-B’ dan C-C’ menghasilkan nilai FK yang
tidak stabil. Sedangkan penampang D-D’ menghasilkan nilai FK yang stabil.

Gambar 8. Desain aktual lereng bulan Mei 2020 penampang A-A’ kondisi muka air tanah jenuh

Berdasarkan nilai faktor keamanan (FK) pada penampang A-A’, lereng dalam keadaan
labil secara aktual. Desain lereng yang digunakan termasuk kritis karena memiliki nilai FK hanya
1,024. Lereng tersebut pada desain awal penampang memiliki 7 jenjang. Tinggi lereng 43 m yaitu
mulai dari elevasi +82 m hingga +125 m. Overall slope dari lereng highwall sebesar 12⁰.

Gambar 9. Desain aktual lereng bulan Mei 2020 penampang B-B’ kondisi muka air tanah jenuh

Gambar 9. menunjukkan desain aktual lereng bulan Mei dimana nilai FK nya hanya 1,137
yang menunjukkan bahwa lereng tersebut riskan. Desain tersebut memiliki 15 jenjang. Tinggi
lereng 132 m yaitu pada elevasi +34 m hingga +136 m. Lereng ini memiliki overall slope 9⁰.

113
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Gambar 10. Desain aktual lereng bulan Mei 2020 penampang C-C’ kondisi muka air tanah jenuh

Nilai faktor keamanan pada desain penampang C merupakan yang paling kecil diantara 3 desain
lainnya yaitu 0,86. Analisis desain diatas menunjukkan bahwa lereng dipastikan akan longsor jika
menggunakan bentuk geometri lereng seperti diatas. Lereng memiliki 13 jenjang dan tinggi 132 m
yaitu mulai dari elevasi +35 m hingga +138 m. Jumlah jenjang antara lain 12 dengan overall slope
12⁰.

Gambar 11. Desain aktual lereng bulan Mei 2020 penampang D-D’ kondisi muka air tanah jenuh

Nilai faktor keamanan pada penampang D tergolong stabil berbeda dengan 3 penampang
sebelumnya yaitu sebesar 1,505. Lereng berada pada elevasi +69 m hingga +125 m sehingga
tingginya adalah 56 m dengan overall slope 20⁰. Jumlah jenjang pada lereng ini adalah 7.

Setelah didapatkan nilai FK berdasarkan desain aktual lereng bulan Mei 2020, terdapat 3
penampang yang tidak stabil sehingga dilakukan rekayasa desain geometri lereng berdasarkan
parameter sampel bor pada 10 titik dan dikomparasi dengan parameter sampel mould material old
dump. Nilai material properties yang digunakan pada desain pit TAL Utara berdasarkan data
sampel bor ditunjukkan pada tabel dibawah.

Tabel 2. Material properties berdasarkan data sampel bor


No Material Kohesi Sudut Geser Dalam Unit Weight

1 Old dump 19.49 19.1 14.64


2 OB A1 98.84 23 20.75
3 Coal 232 32 12.06
4 IB A1-A2 69.28 28.21 19.92
5 IB A2-B1 77.53 30.37 21.11
6 IB B1-B2 109.45 27.52 21.62
7 IB B2-C 183.69 29.75 22.06

114
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Pengupasan old dump dilakukan pada penampang A-A’ dengan kedalaman 10 m sepanjang 240 m.
Kemudian dibentuk 3 single slope dengan lebar 18 m dan slope -20⁰. Elevasi +82 dibuat berm
dengan lebar 35 m dan slope 20⁰. Faktor keamanan pada desain seperti ini adalah 1.403 (stabil).

Gambar 12. Desain rekomendasi lereng penampang A-A’ kondisi muka air tanah jenuh

Lereng pada penampang B-B’ memiliki 5 jenjang yang terletak di elevasi +131 m hingga +102 m.
Kemudian pada elevasi +102 m hingga +34 m terdiri dari 8 jenjang. Tinggi lereng 97 m. Overall
slope dari lereng tersebut adalah 8,23⁰. Single slope pada elevasi +120 m sampai +102 m masing-
masing memiliki slope 20⁰. Lebar berm 18 m dengan tinggi 6 m. Elevasi +102 m sampai +68m
memiliki slope 20⁰. Kemudian pada elevasi +60 m hingga +34 m mengikuti jenjang seperti desain
aktual. Nilai FK overall penampang yang sudah didesain ulang adalah 1,332 (stabil) pada kondisi
muka air tanah jenuh.

Gambar 13. Desain rekomendasi lereng penampang B-B’ kondisi muka air tanah jenuh

Penampang C-C’ pada lereng pit TAL Utara memiliki 11 jenjang. Tinggi lereng 74 m yaitu pada
elevasi +110 m hingga +34 m. Overall slope dari lereng tersebut adalah 7,99⁰. Elevasi +120 m
higga +82 m memiliki single slope dengan sudut 20⁰ dan tinggi 7 m dan lebar berm 40 m.
Kemudian pada elevasi +52 m hingga +34 m memiliki single slope dengan sudut yang sama yaitu
20⁰, lebar berm 20 m. Lereng pada elevasi +48 m hingga +34 m dibentuk mengikuti bagian atas
interburden B1-B2 karena penggalian hanya dilakukan sampai batubara seam B2 saja. Desain
rekomendasi penampang C overall memiliki nilai FK yang cukup tinggi. Nilai FK pada kondisi
muka air tanah jenuh adalah 1,821 (stabil).

115
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

Gambar 14. Desain rekomendasi lereng penampang C-C’ kondisi muka air tanah jenuh

Desain lereng pada penampang D-D’ aktual sudah mencapai kondisi stabil. Namun nilai FK dapat
ditingkatkan lagi dengan mendesain ulang pada material old dump. Tinggi lereng adalah 56 m yaitu
pada elevasi +125 m hingga elevasi +89 m. Overall slope 17,99⁰. Material old dump terdiri dari 4
jenjang dengan slope 20⁰ dengan lebar berm 18 m. Desain pada material selanjutnya mengikuti
desain lama. Nilai FK pada saat muka air tanah jenuh adalah 1,623 (stabil).

Gambar 15. Desain rekomendasi lereng penampang D-D’ kondisi muka air tanah jenuh

Desain diatas dikomparasi dengan desain yang menggunakan parameter sampel mould material old
dump dimana nilai unit weight 18,75 kN/m3 , kohesi 19,74 kPa dan sudut geser dalam 20,16⁰.
Geometri desain lereng yang digunakan tetap sama, perubahan hanya dilakukan pada nilai
parameter saja. Nilai FK yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Penampang A-A’ memiliki nilai FK
1,545 (stabil). Sama halnya dengan penampang A-A’, penampang B-B’ memiliki nilai FK yang
meningkat jika dibandingkan dengan menggunakan material properties timbunan dari data bor.
Nilai FK penampang B-B’ pada kondisi jenuh awalnya hanya 1,653 (stabil). Setelah menggunakan
material properties timbunan dari data mould nilainya menjadi 1,780 (stabil). Desain rekomendasi
lereng pada penampang C-C’ juga mengalami peningkatan nilai FK menjadi 2,023 (stabil). Nilai
FK pada penampang D-D’ setelah menggunakan nilai material properties dari data mould adalah
1,689 (stabil).

D. KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Desain geometri lereng aktual bulan Mei 2020 menghasilkan nilai faktor keamanan yang
tidak stabil pada penampang A-A’, B-B’ dan C-C’.
2. Hal yang dilakukan untuk meningkatkan nilai faktor keamanan didaerah penelitian adalah
mengubah geometri desain lereng bulan Mei dengan slope menjadi 1:3 pada material old
dump dan 1:1 pada material insitu. Lebar berm pada geometri desain diubah menjadi 18m-

116
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

20 m. Selain itu, untuk meningkatkan kestabilan lereng di wilayah penelitian perlu


dibuat desain paritan baik secara horizontal maupun vertikal.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PERHAPI karena telah menyelenggaraka TPT
XXIXPERHAPI 2020. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Muhammad Hafits Qistan beserta seluruh karyawan dan staff di Satker Eksplorasi dan Geoteknik
PT Bukit Asam Tbk yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Abramson, Lee, Sharma & Boyce (2001): Slope Stability and Stabilization Methods. 2nd Edition.
New York: A Wiley-Interscience Publication. Jhon Wiley & Sons, Inc.
Adiwijadjaja, P. and De Coster, G.L. (1973): Pre-Tertiary Paleontopography and Related
Sedimentation in South Sumatra, Proceedings of the 22nd Annual Convention, Jakarta, 89-
104.
Andriyan, Febri, dan Yuliadi (2018): Stabilisasi Optimal Lereng Timbunan Overburden pada
Area Disposal PT Insani Baraperkasa tambang Loa Janan, Provinsi Kalimantan Timur
dengan Rekayasa Geoteknik. Prosiding Teknik Pertambangan. Vol 4. No2.
Bishop, M. G. (2001): South Sumatra Basin Province, Indonesia: the Lahat/Talang Akar-Cenozoic
Total Petroleum System. U.S. Geological Survey, Colorado.
Bowles, J.E. (1989): Sifat-sifat Fisik & Geoteknis Tanah, Erlangga, Jakarta, 562.
De Coster, G. (1974). The Geology of Central and South Sumatra Basin. Proceeding Indonesia
Petroleum Association Vol.143, 77-110.
Gafoer, S., Cobrie, T., and Purnomo, J. (1986): Geological map of the Lahat Quadrangle,
South Sumatra, scale 1:250.000. Geological Research and Development Centre, Bandung.
Hardiyatmo.H.C. (2007): Mekanika Tanah 2,UGMPress, Yogyakarta.
Hoek, E., dan Bray, J. W. (1981): Rock Slope Engineering. The Institution of Mining and
Metallurgy, 3rd edition, London.
Nalendra, S. Jati, Sutriyono, E., Hastuti, EWD. (2019): Coal Properties and Cleat Attributes at
Tanjung Enim Coalfield in South Palembang Sub-basin South Sumatra. Intern. Conf. on
Earth Sci., Earth and Energy, Icemine Proc. v.2, p.48.
Karnawati (2008): Mitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan Teknik Pemodelan
SIG, Jurnal Teknik Lingkungan ISSN-1441-318.
Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Nomor 1827 K/ 30/ MEM/
218.
Morgenstern, R. N., Price, V. E. (1965): The Analysis of the Stability of General Slip Surfaces.
Geotechnique, 79 – 93.
Pangemanan, Violetta (2014): Analisis Kestabilan Lereng Dengan Metode Fellenius (StudiKasus:
Kawasan Citraland), Jurnal Sipil Statik, 2014. Vol.2 No.1.
Pulonggono and Cameron (1984): Sumatran Microplate. Their Characteristic and Their Rock in
The Evolution of Central South Sumatra Basin. Proccedings 13tn Annual Convention
Indonesian Petroleum Assosiation, Jakarta.
Read, John and Peter Stacey (2010): Open Pit Slope Design, CSIRO, Australia.
Zakaria, Zulfiadi (2011): Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Fakultas Teknik Geologi, Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.

117
PROSIDING TPT XXIX PERHAPI 2020

118

Anda mungkin juga menyukai