Anda di halaman 1dari 21

i-ISSN: 2597-4033

Vol. 6, No. 3, Juni 2022

EVALUASI DAN KORELASI BATUAN INDUK-MINYAK BUMI BERDASARKAN


ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON DI LAPANGAN SP,
SUB-CEKUNGAN JAMBI

Shalsya Alyahaq Prasetiyohadi1*, Jana Maulana Supriatna2 , Dodi Wirasatia2,


Nisa Nurul Ilmi1, Edy Sunardi1
1,
Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Bandung
2
KST Universitas Padjadjaran, Bandung
*Korespondensi: shalsya18001@mail.unpad.ac.id

ABSTRAK
Daerah penelitian terletak di Sub-Cekungan Jambi yang merupakan salah satu cekungan produktif di Indonesia. Sampel
batuan induk pada daerah penelitian diambil dari Sumur Monpafe-1, Monpafe-2, dan Monpafe-3. Sampel minyak bumi
pada daerah penelitian diambil dari Sumur Monpafe-1. Identifikasi batuan induk dan minyak bumi menggunakan metode
geokimia hidrokarbon. Berdasarkan analisis geokimia, Sumur Monpafe-1 menunjukkan batuan induk yang efektif mulai
dari Formasi Talang Akar Atas (UTAF) hingga Formasi Lahat (LAF) dengan tipe kerogen III yang menghasilkan gas.
Sumur Monpafe-2 menunjukkan batuan induk yang efektif mulai dari Formasi Talang Akar Bawah (LTAF) hingga
Formasi Lahat (LAF) dengan tipe kerogen III yang menghasilkan gas. Sumur Monpafe-3 menunjukkan batuan induk
yang efektif mulai dari Formasi Gumai (GUF) bagian bawah dengan tipe kerogen II/III yang menghasilkan minyak/gas
dan Formasi Talang Akar Atas (UTAF) tipe kerogen III yang menghasilkan gas. Berdasarkan analisis biomarker, batuan
induk dan minyak bumi yang ada di Sumur Monpafe-1 menunjukkan korelasi negatif sehingga diinterpretasikan berasal
dari proses migrasi sumber lain yaitu sumber pembentuk hidrokarbon area Sumur Monpafe-3 Formasi Lahat atau Formasi
Talang Akar. Pemodelan sejarah pemendaman menunjukkan bahwa generasi minyak dimulai di Formasi Gumai (GUF)
dan Formasi Talang Akar Atas (UTAF) pada Miosen Awal.

Kata kunci: Batuan Induk; Sub-Cekungan Jambi; Biomarker; Geokimia; Korelasi

ABSTRACT
The research area is located in the Jambi Sub-Basin, part of the South Sumatra Basin which is the most prolific
hydrocarbon-bearing basins in Indonesia. Source rock data were evaluated from Monpafe-1, Monpafe-2, and
Monpafe-3 wells. Oil data was evaluated from the Monpafe-1 well. The identification of the source rock and oil samples
were done by using the geochemical hydrocarbon method. Based on the geochemical analysis of source rock samples,
the Monpafe-1 well shows the effective source rock on Upper Talang Akar Formation (UTAF) to Lahat Formation (LAF)
and consists of kerogen type III which potential to generate gas. The Monpafe-2 well shows the effective source rock on
Lower Talang Akar Formation (LTAF) toLahat Formation (LAF) and consists of kerogen type III which potential to
generate gas. The Monpafe-3 well shows the effective rock on the lower part of Gumai Formation (GUF) and consists of
kerogen type II/III which potential to generate mixed oil/gas and Upper Talang Akar Formation (UTAF) with kerogen
type III which potential to generate gas. Based on biomarker analysis, the source rock sample shows a negative
correlation to the oil sample which interpreted as the migration of oil from another source rock, the oil kitchen of
Monpafe-3 well area, either from the Lahat Formation or Talang Akar Formation. Based on burial history modeling, the
oil generation began in Gumai Formation (GUF) and Upper Talang Akar Formation (UTAF) in the Early Miocene to
the present.

Keywords: Source Rock; Jambi Sub-Basin; Biomarker; Geochemical; Correlation

855
Evaluasi dan Korelasi Batuan Induk-Minyak Bumi Berdasarkan Analisis Geokimia Hidrokarbon di Lapangan SP, Sub-Cekungan Jambi
(Shalsya)

1. PENDAHULUAN Pulau Sumatra dalam produksi minyak bumi


Eksplorasi minyak dan gas bumi akan terus (De Coster, 1974). Cekungan Sumatra Selatan
dilakukan dalam usaha meningkatkan dan memiliki arah barat laut-tenggara yang dibatasi
mempertahankan angka produksi hidrokarbon oleh Pegunungan Duabelas dan Pegunungan
di suatu negara. Salah satu bagian dari Tigapuluh di barat laut yang memisahkan
Cekungan Sumatera Selatan yaitu Sub- Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan
Cekungan Jambi yang terletak di bagian utara Sumatra Tengah, Batuan Pra-Tersier Paparan
merupakan cekungan busur belakang atau Sunda di timur laut, Tinggian Lampung pada
back-arc basin dan salah satu cekungan bagian tenggara memisahkan Cekungan
produktif di Indonesia (De Coster, 1974). Sumatra Selatan dengan Cekungan Sunda, dan
Berdasarkan Mirzani (2011) dalam Jamaluddin Bukit Barisan dan Sesar Semangko di barat
dkk. (2019), Sub-Cekungan Jambi memiliki daya (Gambar 1) (Setyawan dkk., 2020).
rasio keberhasilan dalam menghasilkan Pembentukan Cekungan Sumatra Selatan
hidrokarbon sebesar 51% itupun masih belum merupakan hasil dari interaksi dua sistem
dieksplorasi secara intensif. Maka, hadirnya struktur utama dan intervensi basinal sag
formasi-formasi penting penghasil sehingga menghasilkan dua deposenter yaitu
hidrokarbon seperti Formasi Air Benakat, Sub-Cekungan Jambi dan Sub-Cekungan
Formasi Gumai, Formasi Talang Akar dan Palembang (A Caughey et al., 1996).
Formasi Lahat pada Sub-Cekungan Jambi Berdasarkan Jackson (1961) dalam Setyawan
dapat membuktikan cekungan tersebut dkk. (2020), proses sedimentasi pada
termasuk dalam kategori cekungan produktif Cekungan Sumatra Selatan mengalami dua
(A Caughey et al., 1996). fase yaitu fase transgresi diendapkannya
Studi geokimia dan analisis biomarker biasa Kelompok Telisa secara tidak selaras pada
dilakukan terhadap suatu cekungan sedimen batuan induk Pra-Tersier yang mana terdiri dari
sehingga dapat digunakan pada daerah Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi
penelitian untuk mendapatkan hasil analisis Batu Raja, dan Formasi Gumai. Selain itu, fase
berupa potensi batuan sedimen sebagai batuan transgresi diendapkannya Kelompok
induk, karakteristik, waktu pembentukan, Palembang yang terdiri dari Formasi Air
tingkat kematangan, dan lingkungan Benakat, Formasi Muara Enim, dan Formasi
pengendapan baik pada batuan maupun Kasai menghasilkan sedimen. Selain itu, dasar
minyak (Peters & Cassa, 1994). Identifikasi cekungan terdiri dari batuan metamorf dan
batuan induk pada Sub-Cekungan Jambi batuan beku yang berumur Mesozoikum.
berfokus pada tiga sumur penelitian, yaitu 2.2 Tektonik Regional
Monpafe-1, Monpafe-2, dan Monpafe-3 yang Menurut De Coster (1974), selama
memiliki potensi sebagai batuan induk secara pembentukannya, Cekungan Sumatra Selatan
geologi serta korelasi batuan induk dengan mengalami 3 peristiwa orogenesa yang
minyak bumi mengambil sampel minyak bumi membentuk susunan struktur di Cekungan
dari Sumur Monpafe-1 (Gambar 4). Sumatra Selatan yakni (Gambar 2) :
1. Orogenesa Mesozoikum Tengah (Fase
2. TINJAUAN PUSTAKA Kompresi)
2.1 Fisiografi Terjadi subduksi Lempeng Eurasia dan
Cekungan Sumatra Selatan terdiri dari Lempeng Samudra India sehingga
sedimen Tersier yang terendapkan secara tidak menghasilkan sesar-sesar mendatar dekstral
selaras di atas batuan beku dan metamorf Pra- berarah relatif utara-selatan di sepanjang
Tersier serta salah satu cekungan penting di Palung Sumatra (A Caughey et al., 1996;

856
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 855-875

Setiadi et al., 2010). Selama fase ini, lapisan Pramudito dkk., 2021). Pada Miosen Tengah-
sedimen terendapkan di Sumatra mulai dari Pliosen Awal (10,5-1,6 Ma) menunjukkan
Paleozoikum Akhir dan pada Mesozoikum adanya pengangkatan Bukit Barisan dan terjadi
Awal-Tengah lapisan tersebut terangkat, pengendapan bersamaan dengan peristiwa
mengalami proses metamorfosis, patah, dan regresi (Kusnama dkk., 1993; A Caughey et al.,
terlipat membentuk blok atau jalur struktural 1996). Pliosen-Pleistosen terjadi pengangkatan
besar dan diintrusi oleh batolit granit lalu dan erosi yang lebih tinggi di Bukit Barisan
tersingkap di Bukit Barisan menjadi dasar atau bisa disebut puncak dari pengangkatan
Sumatra (De Coster, 1974). sehingga mengakibatkan ketidakselarasan
2. Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal lokal (Kusnama dkk., 1993). Berdasarkan
(Fase Ekstensional) Suhendan (1984) dalam Bishop (2001), selama
Sekitar 40-29 Ma terjadi megasikuen syn Pliosen hingga saat ini, terjadi kompresi pada
rift yang diawali oleh peregangan Lempeng batuan dasar, pembalikan cekungan dan sesar
Benua Australia ke arah timur dan Lempeng normal sehingga membentuk antiklin yang
Samudra India ke arah barat selama Eosen menjadi jebakan hidrokarbon utama di
hingga Oligosen menghasilkan sekuen horst cekungan tersebut.
dan graben berarah utara-selatan (Bishop, 2.3 Stratigrafi Regional
2001; Ginger & Fielding, 2005). Selanjutnya, Sub-Cekungan Jambi merupakan bagian
syn rift Cekungan Sumatra Selatan terhenti dari utara Cekungan Sumatra Selatan (A
karena termal litosfer kembali stabil Caughey et al., 1996). Formasi Lahat terdiri
mengalami sagging atau dalam periode tenang dari batupasir tufaan, konglomerat, breksi, dan
secara tektonik yang disebut megasikuen post batulempung (Anggota Kikim) secara selaras
rift (29-16 Ma) (A Caughey et al., 1996; Ginger terendapkan oleh serpih, batulanau, batupasir,
& Fielding, 2005). Selama post rift, terjadi dan batubara di lingkungan lakustrin air tawar
transgresi yang cukup lama membentuk hingga air payau (Anggota Benakat) (Ginger &
Formasi Talang Akar sehingga cekungan Fielding, 2005). Formasi Talang Akar terdiri
mengalami tingkat subsidence atau penurunan atas batupasir, batulanau, serpih, dan batubara
yang tinggi dan kenaikan muka air laut yang (Hutapea, 1981 dalam Bishop, 2001) Formasi
relatif tinggi hingga mencapai batas Gumai terdiri atas batulanau, batupasir, dan
maksimum pada 16 Ma dan mengakibatkan serpih laut yang mengandung banyak fosil
hampir seluruh cekungan tergenang (Ginger & dengan batugamping glaukonit tipis hasil dari
Fielding, 2005). transgresi maksimum singkat membentuk seal
3. Orogenesa Miosen Tengah-Resen (Fase regional yang luas (Ginger & Fielding, 2005);
Kompresi) Hutchinson, 1996 dalam Bishop, 2001).
Berdasarkan Kusnama dkk. (1993) dan Formasi Air Benakat tersusun dari
A Caughey et al. (1996) pada Miosen Tengah batulempung laut dengan glaukonit dan
(16-10 Ma) zona subduksi bergerak mikroforam yang melimpah, lapisan batupasir
mengakibatkan subduksi Lempeng Samudra pada bagian atas cekungan yang mengandung
India dan Lempeng Eurasia sehingga vulkaniklastik (A Caughey et al., 1996).
mengaktifkan kembali sesar normal yang telah Formasi Muara Enim terdiri dari batupasir,
diam sejak Miosen Awal menjadi sesar naik, lumpur, dan batubara (A Caughey et al., 1996;
terjadinya pembalikan graben cekungan Bishop, 2001). Formasi Kasai terdiri atas
membentuk lipatan-lipatan berarah relatif barat batupasir tufaan, batulempung, dan batupasir
laut-tenggara, dan Sesar Semangko vulkaniklastik (Kusnama dkk., 1993; A
berkembang (A Caughey et al., 1996;

857
Evaluasi dan Korelasi Batuan Induk-Minyak Bumi Berdasarkan Analisis Geokimia Hidrokarbon di Lapangan SP, Sub-Cekungan Jambi
(Shalsya)

Caughey et al., 1996; Ginger & Fielding, 2005)


(Gambar 3). 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.4 Sistem Petroleum Cekungan Sumatra 4.1 Evaluasi Batuan Induk
Selatan 4.1.1 Sumur Monpafe-1
Hidrokarbon pada Cekungan Sumatra Hasil dalam penentuan kuantitas dan
Selatan dominan berasal dari Formasi Talang kualitas material organik pada Sumur
Akar dan Formasi Lahat namun Formasi Monpafe-1 (Gambar 6) menunjukkan pada
Gumai dan Formasi Batu Raja juga dapat Formasi Gumai (GUF) memiliki nilai TOC
menggenerasikan di daerah lokal (Bishop, dengan rentang 0,73-1,41% yang
2001; Ginger & Fielding, 2005). Reservoir menunjukkan kuantitas baik dengan nilai HI
yang berpotensi pada batuan dasar, Formasi sebesar 100-164 mg HC/gTOC yang
Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Batu menunjukkan tipe kerogen III penghasil gas.
Raja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, Formasi Talang Akar Atas (UTAF) memiliki
Formasi Muara Enim, dan Formasi Kasai nilai TOC dengan rentang 0,74-1,48% yang
(Bishop, 2001). Batuan penutup secara menunjukkan kuantitas baik dengan nilai HI
regional berada di Formasi Gumai (Bishop, sebesar 81-130 mg HC/gTOC yang
2001). Namun, Formasi Talang Akar Atas dan menunjukkan tipe kerogen III penghasil gas.
Formasi Batu Raja juga memiliki kualitas yang Formasi Talang Akar Bawah (LTAF) memiliki
sangat baik sebagai batuan penutup regional nilai TOC dengan rentang 0,72-3,82% yang
(Ginger & Fielding, 2005). Perangkap menunjukkan kuantitas baik dengan nilai HI
umumnya berupa antiklin berorientasi barat sebesar 86-139 mg HC/gTOC yang
laut-tenggara (Bishop, 2001) (Gambar 5). menunjukkan tipe kerogen III penghasil gas.
Formasi Lahat (LAF) memiliki nilai TOC
3. METODE dengan rentang 0,78-0,98% yang
Penentuan batuan induk efektif didasarkan menunjukkan kuantitas cukup dengan nilai HI
pada aspek-aspek yang harus dicapai yaitu sebesar 100-124 mg HC/gTOC yang
kuantitas material organik, kualitas material menunjukkan tipe kerogen III penghasil gas.
organik dan kematangan material organik Penentuan kematangan material organik
(Peters & Cassa, 1994). Maka, pada penelitian pada Sumur Monpafe-1 dilakukan dengan
ini dilakukan analisis sebagai berikut : menganalisis parameter reflektansi vitrinit
1. Kuantitas Material Organik (Ro) (Gambar 7) dan Tmaks (Gambar 8)
Menggunakan parameter TOC (Total menunjukkan Formasi Gumai (GUF) memiliki
Organic Carbon). nilai Ro sebesar 0,44-0,56% yang
2. Kualitas Material Organik mengindikasikan material organik yang belum
Menggunakan parameter HI (Indeks matang. Namun, berdasarkan nilai Tmaks yang
Hidrogen) berada pada rentang 434-445°C, kematangan
3. Kematangan Material Organik material organik berada pada kondisi matang
Menggunakan parameter Ro (reflektansi awal, yaitu pada kedalaman 1464 m (jendela
vitrinit) dan Tmaks. minyak). Formasi Talang Akar Atas (UTAF)
Penentuan genetik minyak bumi diperlukan mulai memasuki jendela minyak pada
agar dapat dilakukan korelasi dengan batuan kedalaman 1850 m dengan nilai Ro sebesar
induk menggunakan analisis biomarker (Peters 0,73% yang mengindikasikan kematangan
et al., 2005) melalui analisis kromatografi gas material organik matang awal. Sementara itu,
atau gas chromatograph (GC) dan nilai Tmaks berada pada rentang 451-453°C
kromatografi gas-spektrometri massa atau gas yang menunjukkan kematangan material
chromatograph-mass spectrometry (GC-MS). organik berada pada kondisi matang akhir.

858
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 855-875

Formasi Talang Akar Bawah (LTAF) memiliki Penentuan kematangan material organik
nilai Ro sebesar 0,86-0,92% yang pada Sumur Monpafe-2 dilakukan dengan
mengindikasikan kematangan material organik menganalisis parameter reflektansi vitrinit
puncak matang. Sementara itu, nilai Tmaks (Ro) (Gambar 10) dan Tmaks (Gambar 11)
berada pada rentang 461-473°C yang menunjukkan Formasi Gumai (GUF) memiliki
menunjukkan kematangan material organik nilai Ro sebesar 0,47-0,58% yang
berada pada kondisi matang akhir. Formasi mengindikasikan material organik yang belum
Lahat (LAF) mulai memasuki jendela gas pada matang. Namun, berdasarkan nilai Tmaks yang
kedalaman 2486 m dengan nilai Ro sebesar berada pada rentang 436-450°C, kematangan
1,33-1,38% yang mengindikasikan material organik berada pada kondisi matang
kematangan material organik berada pada awal, yaitu pada kedalaman 888 m (jendela
kondisi matang akhir dan nilai Tmaks berada minyak). Formasi Talang Akar Atas (UTAF)
pada rentang 448-457°C yang menunjukkan dengan nilai Ro sebesar 0,56-0,62%
kematangan material organik berada pada mengindikasikan kematangan material organik
kondisi matang akhir. yang belum matang. Sementara itu, nilai
Maka dari itu, hasil analisis evaluasi batuan Tmaks berada pada rentang 447-454°C yang
induk terhadap Sumur Monpafe-1 menunjukkan kematangan material organik
menunjukkan batuan induk yang efektif mulai pada puncak matang. Formasi Talang Akar
dari UTAF hingga LAF. Sedangkan GUF Bawah (LTAF) mulai memasuki jendela
berpotensi menjadi batuan induk (Peters & minyak pada kedalaman 1618 m dengan nilai
Cassa, 1994). Ro sebesar 0,82-0,98% yang mengindikasikan
4.1.2 Sumur Monpafe-2 kematangan material organik pada puncak
Hasil dalam penentuan kuantitas dan matang. Sementara itu, nilai Tmaks berada
kualitas material organik pada Sumur pada rentang 468-470°C yang menunjukkan
Monpafe-2 (Gambar 9) menunjukkan pada kematangan material organik pada matang
Formasi Gumai (GUF) memiliki nilai TOC akhir. Formasi Lahat (LAF) memiliki nilai Ro
dengan rentang 0,52-1,16% yang sebesar 1,01-1,16% yang menunjukkan
menunjukkan kuantitas cukup dengan nilai HI kematangan material organik berada pada
sebesar 92-280 mg HC/gTOC yang kondisi matang akhir dan nilai Tmaks berada
menunjukkan tipe kerogen III penghasil gas. pada rentang 450-473°C yang menunjukkan
Formasi Talang Akar Atas (UTAF) memiliki kematangan material organik pada matang
nilai TOC dengan rentang 0,5-0,6% yang akhir.
menunjukkan kuantitas cukup dengan nilai HI Maka dari itu, hasil analisis evaluasi batuan
sebesar 100-170 mg HC/gTOC yang induk terhadap Sumur Monpafe-2
menunjukkan tipe kerogen III penghasil gas. menunjukkan batuan induk yang efektif mulai
Formasi Talang Akar Bawah (LTAF) memiliki dari LTAF hingga LAF. Sedangkan GUF
nilai TOC dengan rentang 2,13-2,42% yang hingga UTAF menunjukkan batuan induk yang
menunjukkan kuantitas sangat baik dengan potensial (Peters & Cassa, 1994).
nilai HI sebesar 128-136 mg HC/gTOC yang 4.1.3 Sumur Monpafe-3
menunjukkan tipe kerogen III penghasil gas. Hasil dalam penentuan kuantitas dan
Formasi Lahat (LAF) memiliki nilai TOC kualitas material organik pada Sumur
dengan rentang 0,52-5,18% yang Monpafe-3 (Gambar 12) menunjukkan pada
menunjukkan kuantitas sangat baik dengan Formasi Recent memiliki nilai TOC dengan
nilai HI sebesar 107-155 mg HC/gTOC yang rentang 0,54-0,68% yang menunjukkan
menunjukkan tipe kerogen III penghasil gas. kuantitas cukup dengan nilai HI sebesar 99-100

859
Evaluasi dan Korelasi Batuan Induk-Minyak Bumi Berdasarkan Analisis Geokimia Hidrokarbon di Lapangan SP, Sub-Cekungan Jambi
(Shalsya)

mg HC/gTOC yang menunjukkan tipe kerogen Sedangkan, berdasarkan nilai Tmaks berada
III penghasil gas. Formasi Air Benakat (ABF) pada rentang 331-433°C yang menunjukkan
memiliki nilai TOC dengan rentang kematangan material organik belum matang.
0,38-2,12% yang menunjukkan kuantitas Formasi Talang Akar Atas (UTAF) mulai
cukup dengan nilai HI sebesar 52-168 memasuki jendela gas pada kedalaman 2910 m
mg HC/gTOC yang menunjukkan tipe kerogen dengan nilai Ro sebesar 0,96-2,53% yang
III penghasil gas. Formasi Gumai (GUF) mengindikasikan kematangan material organik
memiliki nilai TOC dengan rentang 0,36- berada pada kondisi pasca matang. Sementara
1,15% yang menunjukkan kuantitas cukup itu, nilai Tmaks berada pada rentang 368-
dengan nilai HI sebesar 98-524 mg HC/gTOC 517°C yang menunjukkan kematangan
yang menunjukkan tipe kerogen II/III material organik berada pada kondisi matang
penghasil campuran minyak dan gas. Formasi awal. Formasi Talang Akar Bawah (LTAF)
Talang Akar Atas (UTAF) memiliki nilai TOC tidak didapatkan nilai Ro sehingga tidak dapat
dengan rentang 0,36-1,25% yang diketahui tingkat kematangannya. Namun,
menunjukkan kuantitas cukup dengan nilai HI berdasarkan nilai Tmaks, yaitu 390-423°C
sebesar 66-330 mg HC/gTOC yang menunjukkan kematangan material organik
menunjukkan tipe kerogen III penghasil gas. belum matang.
Formasi Talang Akar Bawah (LTAF) memiliki Maka dari itu, hasil analisis evaluasi batuan
nilai TOC dengan rentang 0,59-2,85% yang induk terhadap Sumur Monpafe-3
menunjukkan kuantitas baik dengan nilai HI menunjukkan batuan induk yang efektif mulai
sebesar 52-432 mg HC/gTOC yang dari GUF bagian bawah hingga UTAF.
menunjukkan tipe kerogen III penghasil gas. Sedangkan Formasi Recent, ABF, GUF bagian
Penentuan kematangan material organik atas, dan LTAF menunjukkan batuan induk
pada Sumur Monpafe-3 dilakukan dengan yang potensial (Peters & Cassa, 1994).
menganalisis parameter reflektansi vitrinit
(Ro) (Gambar 13) dan Tmaks (Gambar 14) 4.2 Korelasi Batuan Induk dan Minyak
menunjukkan Formasi Recent memiliki nilai Bumi
Ro sebesar 0,39% yang mengindikasikan 4.2.1 Analisis Biomarker Batuan Induk
kematangan material organik belum matang Analisis biomarker yaitu mendata
dan Tmaks berada pada rentang 419-422°C biomarker alkana normal dan isoprenoida
yang menunjukkan kematangan material dengan memvisualisasikan perbandingan nilai
organik belum matang. Formasi Air Benakat Pristana/nC17 dengan Fitana/nC18 dan
(ABF) memiliki nilai Ro sebesar 0,31-0,45% perbandingan nilai Pristana/nC17 dengan rasio
yang mengindikasikan kematangan material Pristana/Fitana berdasarkan klasifikasi Bissada
organik belum matang dan Tmaks berada pada et al. (1993) dalam bentuk diagram plot.
rentang 416-429°C yang menunjukkan Berdasarkan diagram plot perbandingan nilai
kematangan material organik belum matang. Pristana/nC17 dengan Fitana/nC18 (Gambar
Kematangan material organik pada Formasi 15) menunjukkan sampel batuan induk pada
Gumai (GUF) terbagi menjadi dua yaitu pada Formasi Gumai (GUF) berasal dari material
bagian atas formasi memiliki nilai Ro sebesar organik campuran alga/bakteri dengan
0,32-0,6% yang mengindikasikan material tumbuhan tingkat tinggi pada lingkungan
organik yang belum matang dan bagian bawah pengendapan transisi dalam kondisi reduksi.
formasi, yaitu pada kedalaman 2190 m Hal ini juga ditunjukkan pada Formasi Talang
memiliki nilai Ro sebesar 0,7-0,86% yang Akar Bawah (LTAF) namun pada sampel di
mengindikasikan material organik memasuki kedalaman 2114-2116 meter menunjukkan
jendela minyak pada puncak matang. kondisi yang oksidasi. Sedangkan pada

860
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 855-875

Formasi Lahat (LAF) menunjukkan material alga/bakteri laut. Diinterpretasikan bahwa


organik berasal dari sapropelik laut. Ketiga GUF dan LTAF diendapkan di lingkungan
formasi tersebut juga menunjukkan kerogen delta. Sedangkan pada LAF menunjukkan nilai
yang matang. C29 yang dominan namun tidak terlalu jauh
Selanjutnya perbandingan nilai dengan nilai C27 sehingga mengindikasikan
Pristana/nC17 dengan rasio Pristana/Fitana. kandungan material organik tumbuhan tingkat
Gambar 16 menunjukkan Formasi Gumai tinggi namun masih dipengaruhi material
(GUF) memiliki material organik yang organik alga/bakteri laut. Diinterpretasikan
dominan berupa alga/bakteri pada lingkungan bahwa LAF diendapkan di lingkungan delta
anoksik tinggi. Hal tersebut juga ditunjukkan laut.
oleh Formasi Talang Akar Bawah. Namun, Selanjutnya, analisis sidik jari GC-MS
sampel pada kedalaman 2114-2116 m dilakukan terhadap hopana, trisiklik triterpana
menunjukkan material organik berupa dan pentasiklik triterpana, melalui analisis m/z
campuran alga/bakteri dengan tumbuhan 191 pada sampel batuan induk Monpafe-1
tingkat tinggi pada lingkungan anoksik hingga ditunjukkan pada Gambar 19. Pada trisiklik
suboksik. Begitupun pada Formasi Lahat yang triterpana, GUF ditemukan nilai karbon C19
menunjukkan material organik dominan dan C20 (diwakili oleh nomor pik 7 dan 8) yang
alga/bakteri pada lingkungan anoksik tinggi. lebih kecil daripada nilai karbon C23 (diwakili
Selanjutnya, analisis sidik jari GC pada oleh nomor pik 10) sehingga mengindikasikan
sampel batuan induk Monpafe-1 ditunjukkan bahwa material organik berasal dari
pada Gambar 17. GUF, LTAF hingga LAF lingkungan laut. LTAF ditemukan nilai karbon
mengindikasikan material organik alga dan C19 yang lebih besar namun nilai karbon C20
bakteri (lingkungan pengendapan laut) lebih kecil daripada nilai karbon C23 yang
ditandai dengan pola titik puncak berada pada mengindikasikan bahwa material organik
rantai karbon pendek (nC12-nC21). Rasio nilai berasal dari lingkungan transisi. LAF
pristana dengan fitana dari keempat sampel ditemukan nilai karbon C19 dan C20 lebih kecil
sebesar 0,93-3,24 mengindikasikan material daripada nilai karbon C23 yang
organik berasal dari lingkungan yang anoksik mengindikasikan bahwa material organik
hingga suboksik. berasal dari lingkungan laut.
Tahap selanjutnya mendata komposisi Pada pentasiklik triterpana, GUF ditemukan
sterana yang dapat menunjukkan lingkungan nilai oleanana yang tinggi sehingga
pengendapan batuan induk dengan mengindikasikan material organik tumbuhan
memvisualisasikan perbandingan nilai C27, C28 tingkat tinggi yang berasal dari lingkungan
dan C29. Berdasarkan klasifikasi Huang & darat. LTAF juga ditemukan nilai oleanana
Meinschein (1979) dalam bentuk diagram mengindikasikan material organik tumbuhan
segitiga yang ditunjukkan pada Gambar 18 tingkat tinggi yang berasal dari lingkungan
menunjukkan GUF, LTAF dan LAF memiliki darat. Sedangkan pada LAF ditemukan nilai
material organik campuran alga/bakteri dan gamaserana namun masih lebih rendah
tumbuhan tingkat tinggi yang berasal dari daripada nilai oleanana yang mengindikasikan
lingkungan estuari/lakustrin dangkal. material organik campuran alga/bakteri dengan
GUF dan LTAF menunjukkan nilai C29 tumbuhan tingkat tinggi yang berasal dari
yang dominan namun masih memiliki nilai C27 lingkungan transisi.
yang cukup sehingga mengindikasikan Tahap selanjutnya mendata isotop karbon
kandungan material organik tumbuhan tingkat dengan memvisualisasikan perbandingan nilai
tinggi yang dominan namun masih dipengaruhi aromatik dan saturat sampel batuan induk. Hal

861
Evaluasi dan Korelasi Batuan Induk-Minyak Bumi Berdasarkan Analisis Geokimia Hidrokarbon di Lapangan SP, Sub-Cekungan Jambi
(Shalsya)

ini dilakukan untuk memperkuat penentuan Pristana/Fitana berdasarkan klasifikasi Bissada


lingkungan pengendapan batuan induk di tiap et al. (1993) dalam bentuk diagram.
formasinya. Berdasarkan klasifikasi Bissada et Berdasarkan diagram plot perbandingan nilai
al. (1993) dalam bentuk diagram yang Pristana/nC17 dengan Fitana/nC18 (Gambar
ditunjukkan pada Gambar 21Gambar 20 21) menunjukkan sampel minyak bumi berasal
menunjukkan bahwa lingkungan pengendapan dari material organik tumbuhan tingkat tinggi
GUF adalah darat sehingga dapat pada lingkungan pengendapan darat dalam
mengindikasikan material organik dominan kondisi oksidasi. Perbandingan nilai
berupa tumbuhan tingkat tinggi. Sedangkan Pristana/nC17 dengan rasio Pristana/Fitana
pada LTAF dan LAF mengindikasikan (Gambar 22) menunjukkan minyak bumi
material organik alga laut/non-laut. memiliki material organik berupa tumbuhan
Tahap selanjutnya menentukan tingkat tingkat tinggi dengan lingkungan oksidasi
kematangan. Berdasarkan nilai CPI dari GUF tinggi.
(1,02), LTAF (1-1,01) dan LAF (1) Selanjutnya, analisis sidik jari GC pada
menunjukkan angka mendekati 1 sehingga sampel batuan induk Monpafe-1 ditunjukkan
mengindikasikan ketiga formasi sudah pada Gambar 23. Sampel minyak bumi
memasuki tingkat kematangannya. mengindikasikan material organik alga dan
Hal tersebut diperkuat oleh parameter bakteri (lingkungan pengendapan laut)
biomarker triterpana rasio C30moretana/hopana ditandai dengan pola titik puncak berada pada
dengan interval 0,11-0,16 maka dapat rantai karbon pendek (nC12-nC21). Namun,
diinterpretasikan sampel batuan induk rasio nilai pristana dengan fitana dari sampel
mencapai tingkat kematangannya. minyak bumi sebesar 6,47 mengindikasikan
Berdasarkan analisis GC, GC-MS, dan material organik berasal dari lingkungan darat.
isotop karbon maka dapat dinyatakan bahwa Terdapat kelemahan dalam menggunakan
batuan induk pada Sumur Monpafe-1 bahwa parameter pristana dan fitana dalam analisis
pada GUF dan LTAF berasal dari material minyak bumi karena besar kemungkinan telah
organik campuran alga/bakteri dan tumbuhan dipengaruhi oleh kematangan yang tinggi
tingkat tinggi di lingkungan delta. Sedangkan (Peters et al., 2005) sehingga membuat rasio
LAF berasal dari material campuran pristana/fitana juga tinggi. Parameter ini dapat
alga/bakteri dan tumbuhan tingkat tinggi di menggugurkan analisis dan harus diperkuat
lingkungan delta laut. Ketiga formasi tersebut dengan parameter biomarker lainnya.
sudah mencapai tingkat kematangannya. Tahap selanjutnya mendata komposisi
4.2.2 Analisis Biomarker Minyak Bumi sterana yang dapat menunjukkan lingkungan
Parameter yang digunakan merupakan hasil pengendapan minyak bumi dengan
analisis kromatografi gas (GC), kromatografi memvisualisasikan perbandingan nilai C27, C28
gas-spektrometri massa (GC-MS), dan isotop dan C29. Berdasarkan klasifikasi Huang &
karbon. Sampel minyak bumi yang digunakan Meinschein (1979) dalam bentuk diagram
berasal dari sumur yang sama dengan sampel segitiga yang ditunjukkan pada Gambar 24
batuan induk yaitu Sumur Monpafe-1 di menunjukkan minyak bumi memiliki material
kedalaman 1947,5-1949,5 meter pada Formasi organik yang berasal dari lingkungan laut
Talang Akar Atas (UTAF). Tahap awal terbuka karena memiliki nilai C27 yang lebih
korelasi yaitu mendata biomarker alkana tinggi daripada nilai C29.
normal dan isoprenoida dengan Selanjutnya, analisis sidik jari GC-MS
memvisualisasikan perbandingan nilai dilakukan terhadap hopana, yaitu trisiklik
Pristana/nC17 dengan Fitana/nC18 dan triterpana dan pentasiklik triterpana, melalui
perbandingan nilai Pristana/nC17 dengan rasio analisis m/z 191 ditunjukkan pada Gambar 25.

862
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 855-875

Berdasarkan trisiklik triterpana, pada sampel Berdasarkan Ginger & Fielding (2005) dan
minyak bumi ditemukan nilai karbon C19 dan Doust & Noble (2008), hidrokarbon pada
C20 (diwakili oleh nomor pik 7 dan 8) yang batuan induk di Sub-Cekungan Jambi
lebih kecil daripada nilai karbon C23 (diwakili umumnya berasal dari Formasi Lahat dan
oleh nomor pik 10) sehingga mengindikasikan Formasi Talang Akar yang memiliki
bahwa material organik berasal dari karakteristik material organik dari lingkungan
lingkungan laut. Berdasarkan pentasiklik lakustrin hingga paralik dengan litologi
triterpana, pada sampel minyak bumi dominan berupa serpih.
ditemukan nilai gamaserana yang
mengindikasikan material organik alga/bakteri 4.3 Sejarah Pemendaman
yang berasal dari lingkungan laut. Berdasarkan pemodelan 1D sejarah
Tahap selanjutnya mendata isotop karbon pemendaman, maka ditunjukkan bahwa Sumur
dengan memvisualisasikan perbandingan nilai Monpafe-1 (Gambar 27) menunjukkan batuan
aromatik dan saturat sampel minyak bumi. induk yang memasuki awal kematangan di
Berdasarkan klasifikasi Bissada et al. (1993) GUF pada kedalaman ± 1400 meter pada umur
dalam bentuk diagram yang ditunjukkan pada Miosen Awal (± 22,5 Ma). Sumur Monpafe-2
Gambar 26 mengindikasikan bahwa sampel (Gambar 28) menunjukkan batuan induk yang
minyak bumi berasal dari material organik alga memasuki awal kematangan di UTAF pada
laut/non-laut. kedalaman ± 1700 meter pada umur Miosen
Tahap selanjutnya menentukan tingkat Awal (± 16 Ma). Sumur Monpafe-3 (Gambar
kematangan. Berdasarkan nilai CPI sampel 29) menunjukkan batuan induk yang
minyak bumi yaitu 0,97 menunjukkan angka memasuki awal matang hingga puncak matang
mendekati 1 sehingga mengindikasikan sampel di GUF pada kedalaman ± 1600 meter pada
sudah memasuki tingkat kematangannya. Hal umur Miosen Awal (± 21 Ma). Hal tersebut
tersebut diperkuat oleh parameter biomarker menunjukkan Formasi Talang Akar dan
triterpana rasio C30moretana/hopana yaitu Formasi Lahat merupakan formasi yang
0,11, maka dapat diinterpretasikan sampel berpotensi sebagai batuan induk paling efektif.
batuan induk mencapai tingkat
kematangannya.
Berdasarkan analisis GC, GC-MS, dan 5. KESIMPULAN
isotop karbon, maka dapat dinyatakan bahwa 1. Hasil evaluasi batuan induk pada Sumur
minyak bumi pada Sumur Monpafe-1 berasal Monpafe-1 menunjukkan batuan induk
dari material organik alga/bakteri di efektif pada UTAF, LTAF, dan LAF.
lingkungan laut dan sudah mencapai tingkat Sedangkan batuan induk potensial pada
kematangannya. GUF. Sumur Monpafe-2 menunjukkan
Maka, dapat disimpulkan bahwa minyak batuan induk efektif pada LTAF dan LAF.
bumi yang terdapat di Sumur Monpafe-1 Sedangkan batuan induk potensial pada
berkorelasi negatif dengan batuan induk di GUF dan UTAF. Sumur Monpafe-3
Sumur Monpafe-1 karena memiliki asal menunjukkan batuan induk efektif pada
material organik dari lingkungan pengendapan GUF bagian bawah dan UTAF. Sedangkan
yang berbeda dengan batuan induk meskipun batuan induk potensial pada Formasi
memiliki tingkat kematangan yang sama Recent, ABF, GUF bagian atas, dan LTAF.
sehingga diinterpretasikan berasal dari proses Pada ketiga sumur tersebut, diindikasikan
migrasi sumber sumur lain yaitu berasal dari memiliki tipe kerogen III yang
Formasi Lahat atau Formasi Talang Akar. menghasilkan gas kecuali GUF pada Sumur

863
Evaluasi dan Korelasi Batuan Induk-Minyak Bumi Berdasarkan Analisis Geokimia Hidrokarbon di Lapangan SP, Sub-Cekungan Jambi
(Shalsya)

Monpafe-3 diindikasikan memiliki tipe DAFTAR PUSTAKA


kerogen II/III yang menghasilkan A Caughey, C., Nawawi, A., Anwar, S., Heriyanto,
minyak/gas. N., Abdullah, M., & Mertani, B. (1996).
2. Hasil analisis GC, GC-MS, dan isotop South Sumatra Basins. In A. Nawawi, A.
karbon pada sampel batuan induk Sumur Suseno, & N. Heriyanto (Ed.), Petroleum
Geology of Indonesian Basins : Principles,
Monpafe-1 menunjukkan GUF dan LTAF
Methods, and Application. Pertamina BPPKA
memiliki material organik campuran (Foreign Contractors Ventures Development
alga/bakteri dan tumbuhan tingkat tinggi di Body).
lingkungan delta. LAF memiliki material Bishop, M. G. (2001). South Sumatra Basin
organik campuran alga/bakteri dan Province, Indonesia: The Lahat/Talang Akar-
tumbuhan tingkat tinggi di lingkungan delta Cenozoic Total Petroleum System. United
laut. Ketiga formasi sudah mencapai tingkat States Geological Survey (USGS) Open-File
kematangannya. Report, 99-50-S.
3. Hasil analisis GC, GC-MS, dan isotop Bissada, K. K., Elrod, L. W., Robison, C. R.,
karbon pada sampel minyak bumi Sumur Darnell, L. M., Szymczyk, H. M., & Trostle,
Monpafe-1 yang ditemukan di UTAF J. L. (1993). Geochemical Inversion - A
Modern Approach to Inferring Source-Rock
menunjukkan material organik alga/bakteri
Identity from Characteristics of Accumulated
di lingkungan laut dan sudah mencapai Oil and Gas. Energy Exploration &
tingkat kematangannya sehingga Exploitation, 11(3–4), 295–328.
berkorelasi negatif dengan sampel batuan https://doi.org/10.1177/0144598793011003-
induk karena memiliki asal material organik 405
dari lingkungan pengendapan yang berbeda De Coster, G. L. (1974). The Geology of the
dengan batuan induk meskipun memiliki Central and South Sumatra Basins. Proc.
tingkat kematangan yang sama sehingga Indon. Petrol. Assoc., 3rd Ann. Conv., 1974,
diinterpretasikan berasal dari proses migrasi 77–110.
sumber lain. https://doi.org/10.29118/ipa.670.77.110
4. Hasil pemodelan 1D sejarah pemendaman Doust, H., & Noble, R. A. (2008). Petroleum
Sumur Monpafe-1 menunjukkan batuan systems of Indonesia. Marine and Petroleum
Geology, 25(2), 103–129.
induk yang memasuki awal kematangan di https://doi.org/10.1016/j.marpetgeo.2007.05.
GUF pada kedalaman ± 1400 meter pada 007
umur Miosen Awal (± 22,5 Ma). Sumur Ginger, D., & Fielding, K. (2005). The Petroleum
Monpafe-2 menunjukkan batuan induk Systems and Future Potential of The South
yang memasuki awal kematangan di UTAF Sumatra Basin. Proc. Indon. Petrol. Assoc.,
pada kedalaman ± 1700 meter pada umur 30th Ann. Conv., 2005, 67–89.
Miosen Awal (± 16 Ma). Sumur Monpafe-3 https://doi.org/10.29118/ipa.2226.05.g.039
menunjukkan batuan induk yang memasuki Huang, W., & Meinschein, W. G. (1979). Sterols as
awal matang hingga puncak matang di GUF ecological indicators. Geochimica et
pada kedalaman ± 1600 meter pada umur Cosmochimica Acta, 43(5), 739–745.
Miosen Awal (± 21 Ma). Jamaluddin, Maria, & Ryka, H. (2019).
Karakterisasi Potensi Batuan Induk
Hidrokarbon Berdasarkan Analisis Geokimia
Material Organik Sumur Jmb , Sub-Cekungan
Jambi, Cekungan Sumatra Selatan. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi V, 18–26.
http://e-
journals.unmul.ac.id/index.php/SEMNASTE
K/article/view/2782

864
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 855-875

Kusnama, K., Mangga, S. A., & Sukarna, D. DAN KOMPARTEMEN ENDAPAN


(1993). Tertiary stratigraphy and tectonic POSTRIFT FORMASI TALANGAKAR
evolution of southern Sumatra. Bulletin of the ATAS, LAPANGAN BELUT, CEKUNGAN
Geological Society of Malaysia, 33, 143–152. SUMATRA SELATAN. Bulletin of Geology,
https://doi.org/10.7186/bgsm33199311 5(2), 638–651.
Peters, K. E., & Cassa, M. R. (1994). Applied https://doi.org/10.5614/bull.geol.2021.5.2.6
Source Rock Geochemistry. In L. B. Magoon Setiadi, I., Setyanta, B., & Widijono, B. S. (2010).
& W. G. Dow (Ed.), The Petroleum System - Delineasi Cekungan Sedimen Sumatra
From Source to Trap (hal. 93–120). The Selatan Berdasarkan Analisis Data Gaya
American Association of Petroleum Berat. Jurnal Sumber Daya Geologi, 20(2),
Geologist Memoir 60. 93–106.
Peters, K. E., Walters, C. C., & Moldowan, J. M. Setyawan, R., Subroto, E. A., Sapiie, B.,
(2005). The Biomarker Guide, Volume 2 : Condronegoro, R., & Syam, B. (2020). Shale
Biomarkers and Isotopes in Petroleum Gas Potential In Jambi Sub-Basin, Indonesia:
Systems and Earth History. In The Biomarker Insights From Geochemical And
Guide. Cambridge University Press. Geomechanical Studies. Journal of
https://doi.org/10.1017/cbo9781107326040 Geoscience, Engineering, Environment, and
Pramudito, D., Nugroho, D., & Abdurrachman, M. Technology, 5(2), 81–88.
(2021). KARAKTERISASI RESERVOIR https://doi.org/10.25299/jgeet.2020.5.2.4191

865
Evaluasi dan Korelasi Batuan Induk-Minyak Bumi Berdasarkan Analisis Geokimia Hidrokarbon di Lapangan SP, Sub-Cekungan Jambi
(Shalsya)

Gambar 2. Lokasi Cekungan Sumatra Selatan (A Caughey et al., 1996)

Gambar 1. Tektonik regional Sumatra Selatan (Pulunggono dkk., 1992)

Gambar 3. Stratigrafi regional Sub-Cekungan Jambi (Argakoesoemah dan Kamal,


2005)

866
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 855-875

Gambar 4. Peta lokasi sumur penelitian

Gambar 5. Sistem petroleum di Cekungan Sumatra Selatan (Patra Nusa


Data, 2006 dalam Setyawan et al., 2020)

Gambar 6. Diagram plot nilai HI dengan TOC pada Sumur Monpafe-1

867
Gambar 7. Diagram plot nilai kedalaman dengan Ro pada Sumur Monpafe-1

Gambar 8. Diagram plot nilai kedalaman dengan Tmaks pada Sumur Monpafe-1

Gambar 9. Diagram plot nilai HI dengan TOC pada Sumur Monpafe-2

855
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 855-875

Gambar 11. Diagram plot nilai kedalaman dengan Ro pada Sumur Monpafe-2

Gambar 10. Diagram plot nilai kedalaman dengan Tmaks pada Sumur Monpafe-2

Gambar 12. Diagram plot nilai HI dengan TOC pada Sumur Monpafe-3

869
Evaluasi dan Korelasi Batuan Induk-Minyak Bumi Berdasarkan Analisis Geokimia Hidrokarbon di Lapangan SP, Sub-Cekungan Jambi
(Shalsya)

Gambar 14. Diagram plot nilai kedalaman dengan Ro pada Sumur Monpafe-3

Gambar 13. Diagram plot nilai kedalaman dengan Tmaks pada Sumur Monpafe-3

Gambar 15. Diagram nilai Pristana/nC17 dengan Fitana/nC18 pada sampel batuan induk

870
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 855-875

Gambar 16. Diagram nilai Pristana/nC17 dengan rasio


Pr/Ph pada sampel batuan induk Sumur Monpafe-1

Sampel Batuan Induk Sampel Batuan Induk


Monpafe-1 Monpafe-1
GUF LTAF
Kedalaman 1262-1264 m Kedalaman 2114-2116 m

Pristana Pristana
Fitana Fitana

Pr/Ph : 1,53 Pr/Ph : 3,24

Sampel Batuan Induk Sampel Batuan Induk


Monpafe-1 Monpafe-1
LTAF LAF
Kedalaman 2160-2162 m Kedalaman 2450-2452 m

Pristana Pristana
Fitana Fitana

Pr/Ph : 0,99 Pr/Ph : 0,93

Gambar 17. Sidik jari kromatografi gas n-alkana pada sampel batuan induk Sumur Monpafe-1

Gambar 18. Diagram komposisi sterana C27,


C28, dan C29 pada sampel batuan induk
Sumur Monpafe-1

871
Evaluasi dan Korelasi Batuan Induk-Minyak Bumi Berdasarkan Analisis Geokimia Hidrokarbon di Lapangan SP, Sub-Cekungan Jambi
(Shalsya)

Oleanana
Sampel Batuan Induk Sampel Batuan Induk
Monpafe-1 Monpafe-1
Formasi GUF Formasi LTAF
Kedalaman 1262-1264 m Pentasiklik triterpana Kedalaman 2160-2162 m Oleanana

Pentasiklik triterpana
Tri-/tetrasiklik triterpana
Tm
Ts
Tri-/tetrasiklik triterpana C19
Ts
C20 C23
Tm
C23
C19 C20

Sampel Batuan Induk


Monpafe-1
Formasi LAF
Kedalaman 2450-2452 m
Pentasiklik triterpana
Tri-/tetrasiklik triterpana

Ts
Tm Oleanana

C23 Gamaserana
C20
C19

Gambar 19. Sidik jari kromatografi gas-spektrometri massa triterpana pada sampel batuan induk
di Sumur Monpafe-1

Gambar 20. Diagram isotop karbon pada sampel batuan induk


Sumur Monpafe-1

872
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 855-875

Gambar 21. Diagram nilai Pristana/nC17 dengan Fitana/nC18 pada


sampel minyak bumi Sumur Monpafe-1

Gambar 22. Diagram nilai Pristana/nC17 dengan rasio


Pr/Ph pada sampel minyak bumi Sumur Monpafe-1

Sampel Minyak Bumi


Monpafe-1
Formasi UTAF
Kedalaman 1947,5-1949,5 m

Pristana

Fitana

Pr/Ph : 6,47

Gambar 23. Sidik jari kromatografi gas n-alkana pada sampel minyak bumi Sumur
Monpafe-1

873
Evaluasi dan Korelasi Batuan Induk-Minyak Bumi Berdasarkan Analisis Geokimia Hidrokarbon di Lapangan SP, Sub-Cekungan Jambi
(Shalsya)

Gambar 24. Diagram komposisi sterana C27, C28, dan


C29 pada sampel minyak bumi Sumur Monpafe-1

Sampel Minyak Bumi


Monpafe-1
Formasi UTAF Pentasiklik triterpana
Kedalaman 1947,5-1949,5 m

Ts
Tri-/tetrasiklik triterpana
Tm

C23 Gamaserana

C19 C20

Gambar 25. Sidik jari kromatografi gas-spektrometri massa pada sampel minyak bumi
Sumur Monpafe-1

Gambar 26. Diagram isotop karbon pada sampel minyak bumi


Sumur Monpafe-1

874
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 855-875

Gambar 27. Pemodelan 1D sejarah pemendaman Sumur Monpafe-1

Gambar 28. Pemodelan 1D sejarah pemendaman Sumur Monpafe-2

Gambar 29. Pemodelan 1D sejarah pemendaman Sumur


Monpafe-3

875

Anda mungkin juga menyukai