Anda di halaman 1dari 14

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9

PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

HUBUNGAN SISTEM CLEAT DENGAN PERMEABILITAS BATUBARA


PERINGKAT RENDAH, PADA TAMBANG BANKO BARAT, MUARA ENIM,
SUMATERA SELATAN

Taslim Maulana1
Ferian Anggara2*
1
Program Studi S-1 Departemen Teknik Geologi,Universitas Gadjah Mada
2
Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada
*Corresponding author; Email : ferian@ugm.ac.id

SARI
Penelitian dilakukan di Formasi Muara Enim, Cekungan Sumatera Selatan yang merupakan salah satu
target eksplorasi Gas Metana Batubara (GMB) di Indonesia. Salah satu aspek yang mempengaruhi
keekonomian suatu lapangan GMB adalah nilai permeabilitas batubara. Permeabilitas akan sangat
dikontrol oleh sistem cleat yang berkembang pada lapisan batubara tersebut. Berdasarkan hal tersebut,
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik batubara, sistem cleat
yang berkembang dan nilai permeabilitasnya. Metode yang digunakan meliputi pengukuran atribut
cleat di lapangan dan analisis laboratorium. Pengukuran atribut cleat dilakukan menggunakan metode
window scan pada 16 lokasi pengukuran yang tersebar pada 3 lapisan batubara, yaitu A1, A2, dan B1.
Atribut cleat yang diukur adalah orientasi, panjang, apertur, dan cleat spacing. Analisis laboratorium
terdiri dari analisis proksimat, analisis petrografi, analisis Scanning Electron Microscope (SEM), dan
nilai calorific value. Perhitungan nilai permeabilitas berdasarkan atribut cleat menggunakan rumus
Robertson dan Christiansen (2006) dan Lucia (1983). Karakteristik batubara pada daerah penelitian
menunjukkan kandungan kadar lengas berkisar 26 – 30,5 % (ar), abu 1,1 – 2,5 % (adb), zat terbang 40
– 43,5 % (adb), karbon tertambat 41,3 – 47 % (adb) dan nilai calorific value 5773 – 6092 cal/gr (adb).
Peringkat batubara adalah Subbituminus A. Orientasi cleat berarah timur laut – barat daya dengan
rata-rata panjang cleat 23,89 cm – 46,87 cm, apertur 0,0343 – 0,067 cm dan spacing 2,48 – 4,57 cm.
Nilai permeabilitas berdasarkan formula Robertson dan Christiansen (2006) berkisar 90,33 – 1020
Darcy. sedangkan berdasarkan formula Lucia (1983) berkisar 2,069 – 45,8192 Darcy. Hasil
perhitungan menunjukkan lapisan batubara A2 memiliki nilai permeabilitas tertinggi dan B1 memiliki
permeabilitas terendah. Nilai permeabilitas akan berbanding lurus dengan nilai apertur, panjang dan
densitas cleat namun berbanding terbalik dengan cleat spacing. Material pengisi cleat terdiri dari silika,
amber, dan pirit.

Kata kunci : cleat, permeabilitas, batubara, GMB

I. PENDAHULUAN dengan memproduksi gas metana yang ada di


batubara secara insitu. Gas Metana Batubara
Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau (GMB) merupakan terminologi yang
yang memiliki cadangan batubara terbesar di digunakan untuk menyatakan gas yang
Indonesia, khususnya pada Cekungan dikandung di batubara (Moore, 2012).
Sumatera Selatan (PSDG, 2015). 95 % dari Keberadaan batubara di Indonesia cukup
cadangan total batubara di Indonesia melimpah, namun ekplorasi dan produksi
merupakan batubara peringkat rendah. GMB belum dilakukan secara intensif karena
Batubara peringkat rendah merupakan terbatasnya informasi dan studi mengenai
batubara yang memiliki kalori <7000 Cal/gr GMB.
(Taylor dkk., 1998). Karena keterdapatan
batubara peringkat rendah yang melimpah Salah satu aspek yang mempengaruhi
dan tidak ekonomis untuk dilakukan keekonomian suatu lapangan GMB adalah
penambangan terbuka, untuk itu perlu nilai permeabilitas. Permeabilitas batubara
dilakukan pemanfaatan lain, salah satunya akan sangat dikontrol oleh sistem cleat yang
227
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
berkembang pada lapisan batubara tersebut. pengukuran terhadap orientasi cleat, spacing
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan cleat , apertur dan intensitas cleat (Gambar 3)
studi lebih lanjut mengenai sistem cleat pada dalam dimensi 1X1 meter, pengukuran
batubara di daerah penelitian. Tujuan menggunakan window scan mengikuti
penelitian ini adalah untuk mengetahui penelitian yang dilakukan Apriyani dkk
hubungan antara karakteristik batubara, (2014). Pengukuran window scan dilakukan
sistem cleat yang berkembang dan nilai jika ketebalan batubara lebih atau sama
permeabilitasnya. dengan satu meter. Pengukuran data cleat
dilakukan pada 16 lokasi dengan rincian 4
II. LOKASI PENELITIAN DAN lokasi dilakukan pada seam B1, 7 lokasi
GEOLOGI REGIONAL dilakukan pada seam A2, dan 5 lokasi
Daerah penelitian secara administratif dilakukan pada seam A1.
termasuk daerah Izin Usaha Pertambangan Analisis laboratorium yang dilakukan
(IUP) PT Bukit Asam, Tambang Banko Barat meliputi analisis proksimat, analisis calorific
Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara value dan analisis petrografi sayatan poles.
Enim, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia
(Gambar 1). Analisis proksimat dan calorific value
dilakukan pada 6 sampel yang tersebar pada
Daerah penelitan secara fisiografi termasuk masing-masing seam, dengan rincian 2
Cekungan Sumatera Selatan yang merupakan sampel pada seam B1, 2 sampel pada seam
cekuan belakang busur, serta termasuk Sub- A2, dan 2 sampel pada seam A1. Analisis
Cekungan Palembang Selatan. petrografi sayatan poles dilakukan pada 3
Secara stratigrafi, daerah penelitian termasuk sampel material pengisi cleat yang terdapat di
Formasi Muara Enim yang terendapkan pada lokasi penelitian.
Akhir Miosen, formasi ini didominasi oleh Perhitungan permeabilitas berdasarkan
sedimen fluvial-deltaik dan swamp (Ginger sistem cleat dilakukan menggunakan rumus
dan Fielding, 2005). Formasi Muara Enim Robertson dan Christiansen (2006) dan Lucia
memiliki 4 anggota formasi yaitu dari yang (1983) pada persamaan 1 dan 2
tertua M1, M2, M3 dan M4 (Shell Mijnbouw,
1978 dalam Rudiyanto, 2014). Daerah k = b3/12a (1)
2
penelitian termasuk Anggota Formasi M2. dengan k = permeabilitas (cm )
Anggota M2 terdiri dari 3 seam batubara b = lebar rekahan / aperture (cm)
utama yaitu petai (seam C), suban (seam B), a = fracture spacing (cm)
dan mangus (seam A), selain itu Anggota M2 k = 84,4 x 105 W3/Z (2)
terdiri dari perulangan batulempung dan dimana k atau ks = permeabilitas (darcy)
batulempung pasiran. Fokus penelitian pada W = apertur cleat (cm)
Seam Mangus (A1 dan A2) serta Seam Suban Z = cleat spacing (cm)
(B1). Geologi regional didaerah penelitian
dapat dilihat di Gambar 2. Menurut Apriyani (2014) formula Lucia
(1983) dapat dimodifikasi untuk cubes dan
III. METODE match stick seperti yang dituliskan pada
persamaan 3, 4 dan 5 dibawah ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari pengambilan data lapangan, kf = 8,35 x 106 W2 (3)
analisis laboratorium, dan perhitungan cubes, k2 = 2/3 (kf W2/Z) (4)
permeabilitas berdasarkan sistem cleat. matc sticks, k2 = 1/2 (kf W2/Z) (5)
Tahap pengambilan data lapangan terdiri dari, dimana kf = konstanta permeabilitas (cm2)
pengukuran stratigrafi terukur, pengukuran k2 = permeabilitas (Darcy)
cleat, dan pengambilan sampel. Pengukuran
cleat dilakukan menggunakan metode
window scan, pada metode ini dilakukan
228
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

IV. DATA  Spacing cleat


a. Stratigrafi daerah penelitian Rata-rata spacing face cleat berkisar 2,13
cm hingga 3,34 cm, sedangkan rata-rata
Pengukuran stratigrafi dilakukan mulai spacing butt cleat berkisar antara 2,6
beberapa meter dari bagian floor seam B1 hingg 6,4 cm. Persebaran rata-rata face
hingga bagian top dari seam A1. Litologi dan butt cleat pada setiap lokasi
yang mendominasi pada bagian bawah dan pengukuran ditampilkan pada Gambar 6d.
atas dari seam B1 adalah batulempung Gambar 10b menunjukan kisaran spacing
dengan sisipan batulempung karbonan. dengan jumlahnya, cleat dengan kisaran 2
Selain itu terdapat juga lapisan batupasir – 2,99 cm memiliki jumlah terbanyak
tuffan, batupasir, batulanau, serta serpih dengan 299, kemudian cleat dengan
karbonan pada interbed antara seam A2 dan kisaran 3-3,99 cm dengan jumlah 199.
seam A1 (Gambar 4).  Densitas cleat
b. Orientasi cleat Densitas adalah nilai perhitungan antara
jumlah panjang cleat pada suatu lokasi
Orientasi face cleat pada daerah penelitian
pengukuran dibagi dengan luas wilayah
memiliki arah jurus N 30°E atau berkisar
pengukuran. Densitas face cleat berkisar
timur laut – barat daya, sedangkan butt cleat
0,13 cm/cm2 hingga 0,26 cm/cm2.
memiliki arah jurus sekitar N120°E atau barat
Sedangkan densitas butt cleat berkisar
laut - tenggara. Persebaran orientasi dari face
0,006 cm/cm2 hingga 0,017 cm/cm2 .
cleat dan butt cleat pada setiap lokasi
Persebaran nilai rata-rata densitas pada
pengukuran dapat dilihat pada gambar 5a dan
setiap lokasi pengukuran ditampilkan
gambar 5b
pada Gambar 6c.
c. Atribut cleat  Intensitas cleat
Atribut cleat pada penelitian ini terdiri atas Intensitas merupkan jumlah cleat yang
panjang cleat, apertur cleat, spacing cleat, terdapat dalam dimensi pengukuran pada
densitas cleat, dan intensitas cleat (Apriyani dkk., 2014). Intensitas face
cleat berkisar 27-52, sedangkan intensitas
 Panjang cleat butt cleat berkisar 23-45. Persebaran nilai
Berdasarkan pengukuran, panjang face Intensitas pada setiap lokasi pengukuran
cleat rata-rata berkisar 34,3 cm hingga ditampilkan pada Gambar 6e.
85,5 cm dan butt cleat berkisar 2,4 cm
hingga 9 cm (lihat pada Gambar 6a) d. Analisis proksimat
 Apertur cleat Kadar lengas tertinggi dimiliki oleh seam A1
Apertur cleat batubara berkisar 0,03 cm dengan nilai total moisture 30,5 % dan
hingga 0,4 cm. Lokasi cleat 4 memiliki inherent moisture 14,7 %. Sedangkan
rata-rata apertur face cleat terbesar kandungan abu tertinggi dimiliki oleh seam
dengan nilai 0,08 cm, sedangkan rata-rata B1 dengan nilai 2,5 % (adb), dan terendah
apertur butt cleat terbesar dimiliki lokasi dimiliki seam A2 dengan nilai 1,1 % (adb).
cleat 2 dengan rata-rata apertur butt cleat Kandungan zat terbang tertinggi dimiliki oleh
0,047 cm. Persebaran rata-rata face dan seam A2 dengan nilai 43,5 % (adb),
butt cleat pada setiap lokasi pengukuran sedangkan yang terendah dimiliki seam A1
dapat dilihat pada Gambar 6b. dengan nilai 40 % (adb). Kandungan karbon
Gambar 10a menampilkan persebaran tertambat tertinggi dimiliki oleh seam A1
jumlah cleat yang memiliki besaran dengan nilai 47 % (adb), dan yang terendah
tertentu. Cleat yang memiliki apertur dimiliki oleh seam A2 dengtan nilai 41,3 %
berkisar 0-049 cm memiliki kuantitas (adb). Hasil analisis proksimat dapat dilihat
terbanyak dengan jumlah 792, dan kisaran pada Tabel 2.
0,05-0,099 cm dengan jumlah 253.

229
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
e. Cleat petrologi karbon tertambat hasil analisis proksimat
memiliki basis air dried basis (adb),
Cleat petrologi merupakan istilah yang
sedangkan klasifikasi Teichmuller (1987)
digunakan untuk menjelaskan mengenai
menggunakan basis dry, ash free (daf),
mineral/material yang mengisi cleat batubara
sehingga perlu dilakukan konversi.
(Laubach dkk., 1998). Pada lokasi penelitian
Penentuan peringkat batubara dapat dilihat
ditemukan tiga jenis pengisi cleat yaitu silika,
pada Tabel 3.
amber dan pirit dengan deskripsi sebagai
berikut: Parameter pertama adalah kadar lengas,
Kadar lengas yang digunakan untuk
1. Silika ditemukan pada seam A2, tepatnya
menentukan peringkat batubara pada
sekitar satu meter di bawah roof dari
klasifikasi Teichmuller (1987) adalah bed
batubara. Keterdapatan silika tidak
moisture. Bed moisture merupakan kadar
terlalu banyak, hanya pada daerah yang lengas batubara yang masih tersisa setelah
dekat dengan batubara silikaan (Gambar kadar lengas permukaan (surface moisture)
7.3a dan 7.3c). dihilangkan (Speight, 2005). Berdasarkan
2. Amber adalah material getah dari tabel 3a diketahui bahwa peringkat batubara
tumbuhan yang mengalami pengerasan. adalah Subbituminus A, karena memiliki
Pada lokasi penelitian amber ditemukan nilai inherent moisture berkisar 10-20 % .
pada seam A1, sekitar 1,5 meter di atas Parameter kedua adalah calorific value.
base. Keterdapatan amber sebagai Berdasarkan calorific value diketahui bahwa
pengisi cleat cukup melimpah (Gambar peringkat batubara adalah Subbituminus B,
7.2a dan 7.2b) karena memiliki nilai kalori 5000-6000
3. Pirit merupakan mineral logam yang Cal/gr (Tabel 3b) .
memiliki warna kuning pucat dengan
Parameter selanjutnya yang digunakan untuk
kilap logam dan berbentuk kubus. Pirit
penentuan peringkat batubara memerlukan
ditemukan pada seam B1, beberapa konversi basis dari air dried basis (adb) ke
sentimeter di bawah top. Keterdapatan dry, ash free (daf). Berikut cara menghitung
pirit sebagai pengisi cleat cukup faktor konversi.
melimpah (Gambar 7.1a dan 7.1b).
100
f. Analisis permeabilitas 100 − (𝑀𝑎𝑑 + 𝐴𝑎𝑑)

Perhitungan permeabilitas secara umum Dengan Mad = kadar lengas pada air dried
menggunakan 2 rumus yaitu Robertson dan basis (%)
Christiansen (2006) dan Lucia (1983). Aad = kandungan abu pada air
Namun pada rumus Robertson dan dried basis (%)
Christiansen (2006) dilakukan konversi Selanjutnya faktor konversi yang didapat
terhadap satuan permeabilitas yang awalnya dikalikan dengan parameter yang ingin
cm2 menjadi Darcy. Sedangkan pada rumus diubah basisnya.
Lucia (1983) dilakukan pengembangan
Parameter selanjutnya adalah kandungan zat
dengan menggabungkan dengan hukum
terbang. Peringkat batubara yang didapat
darcy (Tabel 1).
memiliki variasi pada setiap seam. Pada seam
B1 memiliki peringkat Subbituminus B,
V. PEMBAHASAN
sedangkan pada seam A2 pada sampel
a. Peringkat batubara pertama memiliki peringkat Subbituminus B
Penentuan peringkat batubara dilakukan dan sampel kedua Subbituminus C. Pada
berdasarkan nilai kadar lengas, kandungan seam A1 pada sampel pertama memiliki
zat terbang, kandungan karbon tertambat, dan peringkat Subbituminus B dan sampel kedua
calorific value. Kandungan zat terbang dan Subbituminus A (Tabel 3c).
230
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
Berdasarkan seluruh analisis yang dilakukan, berbanding terbalik jika ditarik garis trend,
peringkat batubara di lokasi penitian adalah walaupun dalam plottingnya terdapat
subbituminous B. anomali (Gambar 9b)
b. Hubungan atribut cleat dengan Selanjutnya, hubungan kandungan karbon
permeabilitas. tertambat dengan permeabilitas memiliki
kecenderungan berbanding terbalik. Semakin
Secara umum hubungan antara atribut cleat besar nilai kandungan karbon tertambat maka
dengan permeabilitas di lokasi penelitian permeabilitas semakin kecil, terdapat
adalah sebagai berikut: anomali pada A1, dimana kandungan karbon
1. Panjang cleat memiliki kecenderungan tertambat lebih besar dari B1, namun
berbanding lurus dengan permeabilitas, memiliki nilai permeabilitas lebih besar dari
B1. (Gambar 9d). Yang terakhir adalah
semakin tinggi densitas cleat maka
hubungan calorific value dengan
permeabilitas batubara akan semakin
permeabilitas. Pada Gambar 9e diperlihatkan
besar (Gambar 8a).
hubungan calorific value dengan
2. Apertur akan berbanding lurus dengan permeabilitas berbanding terbalik.
permeabilitas, semakin besar apertur
batubara maka permeabilitas batubara d. Perbandingan nilai permeabilitas cleat
dengan permeabilitas pada
akan semakin besar (Gambar 8b) .
sumur pemboran
3. Spacing memiliki kecenderungan
berbandingan terbalik dengan Berdasarkan Sosrowidjojo (2006) diketahui
permeabilitas, semakin besar nilai bahwa permeabilitas batubara pada sumur
spacing cleat maka semakin kecil nilai pemboran berkisar 2,60 – 9,66 mD.
permeabilitas (Gambar 8c). Sedangkan permeabilitas berdasarkan
4. Densitas dengan permeabilitas memiliki pengukuran cleat berkisar 1,55 – 1020 D.
Dari nilai permeabilitas dapat dilihat terdapat
kecenderungan berbanding lurus.
peningkatan nilai permeabilitas mencapai
Semakin tinggi densitas cleat maka nilai
100.000 kali dari nilai permeabilitas insitu.
permeabilitas batubara akan semakin
besar (Gambar 8d). Penelitian Weniger dkk (2016)
5. Intensitas cleat tersebar cukup beragam memperlihatkan perbandingan nilai
diberbagai nilai permeabilitas, sehingga permeabilitas berdasarkan perhitungan
apabila ditarik garis trend maka akan sistem cleat dan perhitungan permeabilitas
insitu. Berdasarkan penelitain tersebut nilai
menunjukan garis yang lurus (Gambar
permeabilitas cleat memiliki median 3,7
8e).
x10-11 m2, sedangkan permeabilitas insitu
c. Hubungan karakteristik batubara dengan memiliki nilai 5,8 x10-16 m2, rentan antara dua
permeabilitas. nilai permeabilitas juga berkisar 100.000 kali.
Permeabilitas yang akan dibandingkan Data permeabilitas berdasarkan pengukuran
dengan karakteristik batubara, merupakan cleat dan berdasarkan pada sumur pemboran
permeabilitas menggunakan formula didapatkan hasil yang cukup jauh, hal ini
Robertson dan Christiansen (2006) yang disebabkan pada saat pengukuran cleat,
telah dikonversi ke satuan darcy. kondisi batubara yang diukur telah tersingkap
di permukaan dengan kondisi tekanan
Pertama, hubungan kadar lengas dengan
overburden yang hampir nol, sehingga
permeabilitas adalah berbanding lurus
apertur cleat akan mengalami pelebaran.
(Gambar 9a). Hubungan kandungan abu
dengan permeabilitas memiliki e. Genesa cleat batubara
kecenderungan berbanding terbalik (Gambar Apriyani (2014) menyatakan cleat terdiri dari
9c), sedangkan hubungan zat terbang dengan cleat endogenik dan cleat eksogenik, cleat
permeabilitas memiliki kecenderungan yang
231
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
endogenik merupakan cleat yang terbentuk  Orientasi cleat pada daerah penelitian
selama proses pembatubaraan, dan cleat berkisar timur laut – barat daya. Rata-rata
eksogenik adalah cleat yang terbentuk akibat panjang cleat berkisar 23,89 cm – 46,87
tekanan dari luar termasuk tekanan tektonik. cm. Rata-rata apertur pada daerah
Cleat endogenik dan eksogenik dapat penelitian 0,0343 – 0,067 cm. Rata-rata
dibedakan berdasarkan trend cleat terhadap spacing mulai dari 2,48 – 4,57 cm. Rata-
bidang perlapisan, dimana cleat endogenik rata densitas cleat pada daerah penelitian
akan memiliki sudut sekitar 700 - 900 terhadap mulai dari 0,163 – 0,272 cm/cm2.
bidang perlapisan, sedangkan cleat Intensitas cleat pada daerah penelitian
eksogenik akan memiliki sudut yang kurang berkisar 53 – 93 cleat.
dari 700 terhadap perlapisan.  Nilai permeabilitas pada lokasi penelitian
berdasarkan formula Robertson dan
Pada lokasi penelitian sendiri diketahui Christiansen (2006) berkisar 90,33 –
bahwa sebanyak 12 lokasi pengukuran cleat 1020 Darcy. Nilai permeabilitas
didominasi endogenik dan 4 lokasi menggunakan formula Lucia (1983)
didominasi eksogenik cleat. lokasi yang yang cubes berkisar 2,069 – 45,8192
termasuk cleat eksogenik yaitu cleat 3, cleat Darcy. nilai permeabilitas cleat pada
5, clat 15 dan cleat 16, dengan sudut antara penelitian weniger dkk (2016) memiliki
trend cleat dengan bidang perlapisan sekitar median 3,7 x10-11 m2, sedangkan
600-650 . permeabilitas insitu memiliki nilai 5,8
x10-16 m2, rentan antara dua nilai
VI. KESIMPULAN permeabilitas juga berkisar 100.000 kali.
 Karakteristik batubara pada daerah
penelitian yaitu kandungan kadar lengas VII. ACKNOWLEDGEMENT
berkisar 26 – 30,5 % (ar), kandungan abu Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada
1,1 – 2,5 % (adb), kandungan zat terbang PT Bukit Asam Tbk yang telah memberikan
40 – 43,5 % (adb), kandungan karbon kesempatan melakukan penelitian, dan juga
tertambat 41,3 – 47 % (adb) dan calorific kepada Universitas Gadjah Mada yang telah
value 5773 – 6092 cal/gr (adb) banyak membantu dalam kelancaran
 Peringkat batubara pada lokasi penelitian penelitian ini.
adalah Subbituminus B.

DAFTAR PUSTAKA
Apriyani, N., Suharmono., Muhammad, M., Setiabudi, D., Arifin, S., Andrean, S., Anom, S.M., 2014,
Integrated Cleat Analysis and Coal Quality on CBM Exploration at Sangatta II PSC, Kutai Basin,
Indonesia: AAPG International Convention and Exhibition.
Ginger, D., Kevin, F., 2005, The Petroleum Systems and Future Potential of The South Sumatra Basin:
Proceeding Indonesian Petroleum Association, p.67-89
Laubach, S.E., R.A.Marett., J.E.Olson., A.R.Scott., 1998, Characteristics And Origins of Coal Cleat :
A Review: Elsevier International Journal of Coal Geology, p.175-207
Moore, T.A., 2012, Coalbed methane : A review: Elsevier International Journal of Coal Geology, p.36-
81
Pusat Sumber Daya Geologi., 2015, Executive Summary Pemutakhiran Data dan Neraca Sumber Daya
Energi Tahun 2015 : Bandung, psdg.bgl.esdm.go.id, 20p
Robertson, E.P., Richard, L.C., 2006. A Permeability Model For Coal and Other Fractured, Sorptive-
Elastic Media: Society of Petroleum Engineers Eastern Regional Meeting.
232
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
Rudiyanto, I.R., 2014, Intergrasi Karakteristik Cleat dan Pengaruh Cleat Terhadap Potensi CBM
Daerah Muara Tiga Besar, Kecamatan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim Provinsi
Sumatera Selatan, Laporan tugas akhir di PT. Bukit Asam, Unpublished
Satuan Kerja Eksplorasi Rinci., 2014, Welcome to Bukit Asam: Tanjung Enim, Unpublished 12p
Sosrowidjojo, I.B., 2006, Coalbed Methane Potential In The South Palembang basin: Proceedings
Jakarta International Geoscience Conference Exhibition, 5p.
Taylor, G.H., 1998, Organic petrology: a new handbook incorporation some revised part of stach’s
textbook of coal petrology: gebruder borntraeger, 704p.
Weniger, S., Weniger, P., Littke, R., 2016, Characterizing Coal Cleats From Optical Measurement for
CBM Evaluation: Elsevier International Journal of Coal Geology, p.176-192.

TABEL
Tabel 1. Perhitungan permeabilitas berdasarkan sistem cleat

Lokasi Seam average average Robertson Robertson Lucia Lucia Lucia


pengukuran spacing aperture and and (carbonat) (cubes) (match
Cleat Christiansen Christiansen (Darcy) (Darcy) sticks)
(cm2) (Darcy) (Darcy)
cleat 1 A2 3,593 0,0536 3,572E-06 357,20403 361,7762 12,79 9,5922
cleat 2 A2 2,484 0,0672 1,02E-05 1020,0797 1033,137 45,82 34,364
cleat 3 A2 2,565 0,051 4,32E-06 431,95336 437,4824 14,73 11,045
cleat 4 A1 2,65 0,062 7,51E-06 751,01995 760,633 31,13 23,344
cleat 5 A2 3,724 0,0343 9,033E-07 90,33366 91,48993 2,07 1,5525
cleat 6 A2 3,197 0,0434 2,126E-06 212,646 215,3679 6,161 4,6207
cleat 7 A1 3,809 0,0413 1,544E-06 154,37192 156,3479 4,261 3,1958
cleat 8 A1 2,624 0,0394 1,942E-06 194,23535 196,7216 5,112 3,8339
cleat 9 B1 2,673 0,0423 2,362E-06 236,21774 239,2413 6,677 5,008
cleat 10 B1 4,577 0,0417 1,32E-06 131,97584 133,6651 3,676 2,7569
cleat 11 A1 2,943 0,0344 1,156E-06 115,57796 117,0574 2,658 1,9937
cleat 12 A1 3,655 0,0403 1,495E-06 149,49627 151,4098 4,027 3,0201
cleat 13 B1 3,327 0,0353 1,098E-06 109,75137 111,1562 2,585 1,9385
cleat 14 B1 3,208 0,0348 1,094E-06 109,4356 110,8364 2,544 1,9077
cleat 15 A2 2,885 0,0395 1,775E-06 177,49423 179,7662 4,679 3,5089
cleat 16 A2 3,277 0,0359 1,173E-06 117,33445 118,8363 2,811 2,1084

233
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Tabel 2. Hasil analisis proksimat

No. LAPISAN HASIL PENGUJIAN


Urut
TM*) IM*) Ash *) VM *) FC TS *) GCV(Cal/gr)*)
% % % % % % % % % % (ar)
(ar) (adb) (adb) (ar) (adb) (ar) (adb) (ar) (adb) (ar) (adb)
1 A1 30,50 14,70 1,60 1,30 41,40 33,70 42,30 34,50 0,22 0,15 5787 4715
2 A1 26,40 11,50 1,50 1,30 40,00 33,30 47,00 39,10 0,27 0,20 5946 4949
3 A2 27,40 13,70 2,00 1,70 41,40 34,80 42,90 36,10 0,12 0,08 5773 4856
4 A2 29,40 14,00 1,10 0,90 43,50 35,70 41,30 33,90 0,11 0,08 5779 4744
5 B1 26,60 10,70 2,50 2,00 42,50 34,90 44,50 36,50 0,88 0,65 6092 4960
6 B1 26,00 12,10 3,10 2,60 42,30 35,60 42,30 35,50 0,25 0,19 5923 4980
TM total moisture, IM inherent moisture, VM volatile matter, FC fixed carbon, TS total sulphur, GCV gross
calorific Value

Tabel 3. Penentuan peringkat batubara

234
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

GAMBAR

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 2. Geologi regional daerah penelitian (PT. Bukit Asam, 2014 dengan modifikasi)

235
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3. Atribut cleat, (s) cleat spacing, (A) Apertur, (P) panjang cleat, (F) face cleat, (B) butt cleat

Gambar 4. Stratigrafi daerah penelitian

236
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 5. Peta orientasi face cleat (a) dan butt cleat (b)

Gambar 6. Persebaran atribut cleat disetiap lokasi pengukuran, (a) panjang cleat, (b) rata-rata apertur
cleat, (c) densitas cleat, (d) rata-rata spacing cleat, (e) intensitas cleat
237
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

(3a)
(1a) (2a)

0,5 mm 0,5 mm
0,5 mm

(1b) (2b) (3b)


Gambar 7. Cleat petrologi, (1a)pirit, sayatan poles pirit PPL(1b), (2a)amber, (2b)sayatan poles amber
PPL, (3a)silika, (3b)sayatan poles silika PPL.

238
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

(a) (b)

(c) (d)

(e)
Gambar 8. Hubungan permeabilitas dengan (a) rata-rata panjang, (b) rata-rata apertur, (c) rata-rata
spacing, (d) densitas cleat, (e) Intensitas cleat

239
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 9. Hubungan permeabilitas dengan karakteristik batubara, (a) kadar lengas, (b) kandungan zat
terbang, (c) kandungan abu, (d) kandungan karbon tertambat, (e)clorific value

Gambar 10. Persebaran jumlah apertur (a), Persebaran jumlah spacing (b)

240

Anda mungkin juga menyukai