Anda di halaman 1dari 26

I.

PENDAHULUAN
Berdasarkan struktur litotektonik, Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya dibagi
menjadi empat, yaitu; Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic
Arc) sebagai jalur magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda,
Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang
ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia, Mandala timur (East
Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak
samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-Miosen dan yang
keempat adalah Fragmen Benua Banggai-Sula-Tukang Besi, kepulauan paling
timur dan tenggara Sulawesi yang merupakan pecahan benua yang berpindah ke
arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea.

Gambar 1. Peta Geologi Sulawesi (Hall and Wilson, 2000)


II. MANDALA TENGAH (CENTRAL SULAWESI METAMORPHIC
BELT)

Gambar 2. Peta Geologi Wilayah Palu-Koro, Sulawesi Tengah

Batuan magmatik potassic calc-alkaline berusia akhir Miosen di Sulawesi Tengah


terdapat di bagian kiri bentangan zona sesar Palu-Koro, dimana batuan granit di
wilayah tersebut berkorelasi dengan subduksi microcontinent Banggai-Sula dengan
Pulau Sulawesi pada pertengahan Miosen. Berdasarkan aspek petrografi, batuan
granit berumur Neogen tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok dari
yang paling tua sampai dengan yang termuda untuk melihat karakteristik
perubahannya di masa mendatang. Pertama adalah KF-megacrystal bantalan granit
yang kasar (Granitoid-C) yang terdistribusi di bagian utara dan selatan wilayah
Palu-Koro yang berumur 8,39-3,71 Ma, dimana dua karakteristik petrografi
tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu biotit yang mengandung granit dan
hornblende sebagai mineral mafik (4,15-3,71 Ma dan 7,05-6,43 Ma) dan biotit yang
mengandung granit sebagai mineral mafik utama (8,39-7,11Ma). Kelompok kedua
adalah batuan granit medium mylonitic-gneissic (Granitoid-B) yang relatif terdapat
di daerah pusat (sekitar Palu-Kulawi) berupa medium grained granitoids yang
kadang-kadang mengandung xenoliths. Batuan granit ini juga dapat dibagi lagi
menjadi hornblende-biotit yang terdistribusi di bagian selatan (Saluwa-Karangana)
sekitar 5,46-4,05 Ma dan granit bantalan biotit yang berumur 3,78-3,21 Ma di
sekitar Kulawi. Kelompok ketiga adalah Fine and biotite-poor granitoid (Granitoid-
A) kelompok batuan termuda yang tersebar di daerah Palu-Koro sekitar 3,07-1,76
Ma, yang nampak sebagai dyke kecil hasil potongan dari granit lain. Batuan tersebut
berwarna putih bersih mengandung sejumlah biotites sebagai mineral mafik
tunggal, kebanyakan batuan tersebut terlihat di antara daerah Sadaonta dan Kulawi.

Gambar 3. Peta Geologi Sulawesi Tengah (Villeneuve dkk., 2002)


Litologi pada mandala ini didominasi oleh batuan volkanik dan metamorf.
Adapun urutan stratigrafi dari yang muda hingga yang tua adalah sebagai berikut :
• Endapan alluvium;
• Endapan teras (Kuarter);
• Batuan tufa (Pliosen – Kuarter);
• Batuan sedimen dan batuan meamor derajat rendah dan batuan malihan yang
keduanya termasuk Formasi Tinombo (Kapur Atas – Eosen Bawah);
• Batuan gunungapi (Kapur Atas- Oligosen Bawah) yang menjemari dengan Fm.
Tinombo; dan
• Batuan intrusi granit (Miosen Tengah - Miosen Atas).

POTENSI SUMBER DAYA GEOLOGI


Daerah Sulawesi Tengah memiliki sumber daya bahan galian dan mineral, antara
lain mineral logam industri dan bahan bangunan serta bahan bakar fosil yaitu batu
bara dan minyak. Bahan galian golongan A (strategis) antara lain minyak dan gas
bumi, batu bara dan nikel. Bahan galian golongan B (vital) antara lain emas,
molibdenum, chronit, tembaga dan belerang. Bahan galian golongan C (bukan
strategis dan vital) meliputi sirtukil, granit, marmer, pasir kuarsa, pasir besi,
lempung dan sebagainya.

Galian A (Strategis)
Potensi pertambangan bahan galian golongan A berupa minyak dan gas bumi
terletak di kabupaten Banggai dan Morowali, gas alam beralokasi di kabupaten
Banggai yang pada saat ini sedang dalam tahap eksplorasi. Untuk batubara yang
berlokasi di kabupaten Morowali dan Banggai Kepulauan saat ini dalam tahap
eksploitasi, sedangkan potensi nikel berlokasi di Morowali, Banggai dan kabupaten
Tojo Una-Una masih pada tahap eksplorasi. Namun ada pula potensi yang masih
bersifat indikasi yaitu Galena (Timah hitam) yang terdapat di kabupaten Donggala,
Toli-toli dan kabupaten Poso dan sedang dalam tahap eksplorasi yang berlokasi di
Minahaki, Serono I Matindak oleh PT. Union Texas, Serono II oleh PT. Expan dan
Pertamina, Sinorang I dan Dongin oleh Pertamina. Di lapangan Tiaka juga terdapat
cadangan minyak bumi sebesar 110 juta barrel, sedangkan di Sinorang kecamatan
Batui terdapat cadangan gas sebanyak 4 trilyun kubik (TFC) yang dapat
dimanfaatkan untuk industri petro kimia, elpiji, bahan bakar pabrik dan pembangkit
listrik serta gas.

1. Nikel
Arel tambang nikel yang terdapat dikabupaten Morowali sebesar 149.700 ha
dengan cadangan terduga terbesar 8.000.000 WMT. Blok Tompira sendiri memiliki
cadangan infered Linonit sejumlah 6 juta ton kadar Ni 1,40% , saprolit 0.3 juta ton
kadar Ni 2,4 %. Diblok Ungkaya potensi infered Limonit sebanyak 3,1 juta ton
kadar Ni 1.37%, Saprolit 0,2 juta ton kadar Ni 2,63%. Blok Taloa infered Limonit
1 juta ton kadar Ni 1,36 %. Dikabupaten Banggai Nikel yang terkandung pada Blok
Siuna dengan luas arel tambang 45.000 ha kadar Nikel (niko) 1,23-2,93% cadangan
infered 14.048 juta ton nico. Pada blok pagimana-Bunta luas areal tambang nikel
50.000 ha dengan mmkadar nico 1,45% cadangan infered 3.6 juta ton. Untuk
balinggara luas aeral tambang 15.000 ha sebaran Ni Laterit 250 ha dan Blok Toli
dengan luas areal tambang 62.500 ha dengan kadar Ni 1,15%. Untuk kabupaten
Tojo Una-Una pada blok Ulubongka dan blok Balingara di kecamatan Ampanatete
dimana cadangan dan kadar belum diketahui atau masih dalam pendataan.

2. Migas
Potensi minyak bumi yang dijadikan unggulan dari propinsi Sulawesi Tengah
teradapat di kabupaten Morowali kecamatan Bungku Utara termasuk blok Tomori
sulawesi lapangan tiaka telah berhasil satu sumur di eksploitasi oleh Medco Energi
JOB Pertamina E&P yang menghasilkan 6000 barrel / hari. Kabupaten Donggala
juta memiliki potensi minyak bumi di blok Surumana yang berbatasan dengan
Sulawesi Barat, yang saat ini telah dimenangkan oleh Exxon Mobile dan pada blok
Balaesang serta blok Dampelas belum ada yang di lelang. Potensi gas bumi terdapat
di kabupaten Banggai kecamatan Toili dan Batui dengan cadangan 1,6 triliun kaki
kubik dan luas 475 km2.
3. Batubara
Untuk batubara yang ada di kabupaten Morowali, kecamatan Mori atas dengan
tebal lapisan 0,3-1,0 m jenis gambut (peat), lignit dan brow coal pada kabupaten
Donggala di kecamatan Sirenja dengan penyebaran 15 ha dan ketebalan 0,35 m.
hasil analisa grap sampling menujukkan kadar air 20,79 %, abu 9,68% fx carbon
29,55 %, belerang 1,26 % dengan nilai kalori seluruhnya 4.130 kkal. Untuk
kabupaten Banggai kepulauan teradapat di kecamatan Bulage (Tatarandang)
dengan tebal lapisan 1,5 m dan kalori 5.600 kkal. Didaerah Paisabatu dan Lelengan
di kecamatan Buko nerlapis 20 cm – 2 m, dengan kalori 5.700 kkal dimana
cadangan potensinya belum diketahui.

4. Galena
Di kabupaten Donggala kecamatan Marawola potensi Galena belum diketahui
cadangan dan kadarnya. Sedangkan di kabupaten Toli-Toli kecamatan Dondo
penyebaran Galena (Pb) bersama-sama dengan seng (Zn) dan Molibdenum (MoS2)
pada koordinat 120 33 40 BT dan 00 40 24 LS. Sumber daya tereka 100.000.000
ton (Bambang Pardianto/Hartono Lahar-Dit.SDM Bandung, 1999)

5. Biji Besi
Potensi biji besi terdapat di kabupaten Tojo Una-una di kecamatan Ulubongka, dan
Blok Balingara kecamatan Ampana Tete dengan kadar Fe203 53%. Di kabupaten
Banggai terdapat di Blok Siuna dengan luas 45.000 ha, cadangan infered 14.048
juta ton. Blok Pagimana-Bunta dengan luas areal tambang 50.000 ha dan kadar
Fe203 42,46% cadangan infered 3.6juta ton dan pada blok Balingara luas 15.000
ha. Sedangkan biji besi yang ada di kabupaten Morowali dengan luas areal tambang
149.700 ha dimana cadangan terduga 8.000.000 WMT. Blok Tampira mempunyai
cadangan infered limonit 6 juta ton, pada blok Ungkaya potensi inferred limonit
sebanyak 3.1 juta ton dan Saprolit 0.2 juta ton. Pada blok Bulu Taloa potensi
infeered limonit terdapat 1 juta ton dengan kadar rata-rata Fe203 47%
6. Chromit
Chromit juga merupakan salah satu potensi yang diunggulkan di Propinsi Sulawesi
Tengah dimana titik chromit terdapat di Kabupaten Morowali kecamatan Petasia,
kecamatan Bungku Tengah dan kecamatan Bungku Barat. Luas areal tambang
chromit di kecamatan Bungku Barat sebesar 3000 ha dengan cadangan pasti 88.010
DMT (Dry Metric Ton), dimana cadangan terkira sebesar 459.772 DMT, cadangan
terduga 250.000 DMT dengan kadar rata-rata 4% CR2 03.

Galian B (Vital)
1. Tembaga
Potensi Tembaga yang terdapat di Propini Sulawesi Tengah tersebar di kabupaten
Parigi Moutong, Kabupaten Toli-Toli di kecamata Dondo, kabupaten Buol di
kecamata Biau dan kecamatan Bokat, kabupaten Poso di kecamatan Lore Utara
dengan cadangan yang ada belum diketahui pada tiap-tiap kabupaten

2. Emas
Emas yang juga dijadikan potensi unggulan terdapat di kabupaten Parigi Moutong
kecamatan Moutong yang hingga saat ini masih ditambang secara tradisional oleh
masyarakat dengan produksi 0.3-1.0 gram/hari/orang, demikian juga halnya yang
terjadi di kecamatan Tolai dan Ampibabo dengan hasil 0.5-1.5 gram/hari/orang.
Penambangan tradisional juga masih dilakukan oleh masyarakat kabupaten Toli-
Toli di kecamatan Dondo dan kabupaten Donggala di kecamatan Sirenja.
Sedangkan di kabupaten Buol kecamatan Palele potensi emas dengan sumber daya
tereka 1.000.000 ton dengan kadar emas 30-51 gram/ton dan Ag 125-575 gram/ton
yang masih ditambang secara sederhana menggunakan peralatan tromol. Di
kecamatan Bunobogu (Bulagidun) sumber daya tereka 15.000.000 ton dengan
unsur utama tembaga (Cu) 7% dan Au 0.7 gram/ton. Sedangkan di kecamatan Biau
cadangan dan kadarnya masih belum diketahui. Untuk di kota Palu sendiri potensi
emas terdapat di kecamatan Palu Timur (Poboya) dengan luas areal tambang 49.460
ha, perkiraan cadangan 1.5 juta oz Au (USD 300/oz Au), 1.5 juta oz Ag (USD 5/oz
Ag), dengan perkiraan produksi 150.000 oz Au/Tahun, 150.000 oz Au/tahun
dengan perkiraan umur tambang 10 (sepuluh) tahun.
3. Wofram – Tungsten
Di kabupaten Poso kecamatan Lore Utara ditemukan Wolfram – Tungsten dalam
bentuk Schelite dan Wolframite dengan kadar 1.600 ppm.

4. Molibdenum
Potensi Molibdenum terdapat di kabupaten Toli-Toli kecamatan Dondo dengan
kadar rata-rata MoS2 = 0.14% dan cadangan mereka 18 juta ton dan di kabupaten
Parigi Moutong di kecamatan Moutong dengan cadangan dan kadar yang belum
diketahui.

Galian C (Bukan Strategis dan Bukan Vital)


Tabel 1. Daftar komoditas pertambangan Galian C.

III. DAERAH YANG TERMASUK SISTEM TEKTONIK MANDALA


TENGAH
a. SULAWESI BAGIAN UTARA
Fisiografi
Secara umum, berdasarkan geologi dan fisiografi, lengan utara Sulawesi dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu lengan utara Sulawesi bagian barat dan lengan
utara Sulawesi bagian timur. Lengan utara Sulawesi bagian barat tersusun oleh
kompleks metamorf-granitoid yang berasal dari Sundaland. Lengan utara Sulawesi
bagian barat tersusun oleh busur kepulauan Neogen yang berhubungan dengan
aktivitas gunungapi Paleogen di sebelah utara (Leeuwen dkk., 2007; Kavalieris
dkk., 1992). Peta geologi lengan utara Sulawesi bagian barat dapat dilihat pada
Gambar 1. Leeuwen dkk. (2007) menyebutkan kedua segmen ini dipisahkan oleh
Kompleks Metamorf Malino (MMC, Metamorphic Malino Complex) yang tersusun
oleh sekis mika, sekis hijau dan gneiss, berumur Devon-Karbon Awal.

Hasil analisa kimia mengindikasikan kompleks metamorf ini berada pada


kedalaman 27 – 30 km yang kemudian mengalami ekshumasi selama Miosen
Tengah, yang sebelumnya mengalami subduksi-kolisi ke bawah lengan utara pada
Paleogen (Oligosen Akhir). Kompleks Metamorf Malino secara tidak selaras
ditindih oleh endapan turbidit Formasi Latimojong yang berumur Kapur Atas dan
Formasi Tinombo yang berhubungan dengan pembentukan cekungan graben oleh
mekanisme rifting selama Eosen Tengah, menghasilkan endapan sedimen
transgresif (Leeuwen dkk., 2005; Perello, 1994).

Tektonik
Paleogen-Neogen
Evolusi tektonik Paleogen – Neogen berhubungan dengan pembentukan busur
magmatisme dan beberapa diantaranya menghasilkan gunungapi yang masih aktif
hingga sekarang. Evolusi busur magmatisme Paleogen-Neogen lengan utara
Sulawesi dapat dipisahkan menjadi dua tahap; yaitu kolisi lengan utara Sulawesi
dengan mikrokontinen Sula pada Miosen dan aktivitas magmatisme yang
berhubungan dengan rifting pasca kolisi (Kavalieris dkk., 1992). Sebelum kolisi
mikrokontinen Sula terjadi subduksi Eosen Akhir-Tengah di lengan utara Sulawesi
menghasilkan busur magmatisme Papayato berafinitas tholeit mengintrusi Formasi
Tinombo di Tolitoli (Leeuwen dkk., 2005) (Gambar 6). Formasi Tinombo sebagian
terubah menjadi batuan metamorf derajat rendah (fasies sekis hijau). Leeuwen dkk.
(2007) menyebutkan bahwa mikrokontinen yang berkolisi dengan lengan utara
Sulawesi merupakan mikrokontinen asal Gondwanaland-Australia yang kemudian
pada Oligosen Akhir-Miosen Tengah mengalami ekshumasi, menghasilkan
Kompleks Metamorf Malino (Gambar 7). Aktivitas magmatisme Papayato setelah
kolisi mikrokontinen pada Miosen Awal menghasilkan perubahan afinitas magma
dari tholeit ke kalk-alkali (Leeuwen dkk., 2005; Kavalieris dkk., 1992).

Gambar 4. Evolusi pembentukan kompleks busur magmatisme Papayato


dipengaruhi oleh subduksi pada Eoasen Akhir diikuti kolisi mikrokontinen Sula
pada Miosen Awal (Leeuwen dkk., 2005)

Gambar 5. Kolisi mikrokontinen asal Gondwanaland-Australia dengan lengan


utara Sulawesi kemudian mengalami ekshumasi pada Miosen Awal (Leeuwen
dkk., 2005)

Aktivitas kolisi mikrokontinen Sula menyebabkan lengan utara Sulawesi berotasi


searah jarum jam. Hal ini menyebabkan awal berkembangnya subduksi di utara
Sulawesi menghasilkan palung Sulawesi Utara (North Sulawesi Trench) (Kavalieris
dkk., 1992). Selanjutnya setelah kolisi mikrokontinen, aktivitas vulkanisme pada
busur Sulawesi utara lebih berhubungan dengan rifting di sepanjang busur yang
telah terbentuk sebelumnya, daripada berhubungan secara langsung dengan
subduksi di sepanjang palung Sulawesi Utara (Kavalieris dkk., 1992). Hal ini
terindikasi oleh aktifnya Gunung Una Una di Teluk Tomini yang diduga lebih
berhubungan dengan adanya aktivitas rifting (Cardwell dan Isacks, 1981 di dalalm
Kavalieris dkk., 1992) (Gambar 8). Menurut Surmont dkk. (1994) subduction slab
(penunjaman jalur subduksi) yang dihasilkan oleh subduksi di palung Sulawesi
Utara belum mencapai titik peleburan, sehingga hal ini tidak menghasilkan busur
volkanik. Aktivitas gunungapi Kuarter di ujung lengan utara Sulawesi dan busur
vulkanik Sangihe berhubungan dengan subduksi lempeng Mulucca ke arah barat.

Gambar 6. Kolisi mikrokontinen Sula meyebabkan lengan utara Sulawesi berotasi


searah jarum jam mempengaruhi pembentukan palung subduksi Sulawesi Utara
(North Sulawesi Trench) (Kavalieris dkk., 1992)

Stratigrafi
Stratigrafi lengan utara Sulawesi bagian barat dapat dibedakan menjadi tiga bagian,
yaitu daerah Lariang, leher Sulawesi (neck) dan daerah Tolitoli (Leeuwen, dkk.,
2005) (Gambar 4). Stratigrafi daerah Lariang pada bagian bawah terbentuk oleh
Formasi Latimojong berumur Kapur Akhir menumpang secara tidak selaras di atas
Kompleks Metamorf Karrosa-Palu. Formasi Latimojong tersusun oleh
konglomerat, batupasir, kuarsit, rijang, lava basaltik-andesitik, dan batugamping.
Secara tidak selaras di atas Formasi Latimojong terbentuk Formasi Budungbudung
atau disebut sebagai Lamasi volcanic rocks oleh Hadiwijoyo dkk., 1993 di dalam
Leeuwen dkk., 2005, berumur awal Eosen Tengah – Miosen Awal.

Formasi Budungbudung bagian bawah tersusun oleh batupasir interkalasi dengan


batulempung, konglomerat, dan batugamping, ke arah atas tersusun oleh breksi
volkanik, tuff, batupasir tuff, dan lava. Pada umur yang sama, di daerah Tolitoli
terbentuk Formasi Tinombo yang diintrusi oleh Gunungapi Papayato. Formasi
Tinombo bagian bawah tersusun oleh filit, batupasir kuarsa, batulanau, rijang, dan
sekis hijau, ke arah atas didominasi oleh batupasir, konglomerat, batugamping, dan
material volkanik. Batuan Gunungapi Papayato berupa intrusi gabro, diorit, diabas,
lava bantal, aglomerat setempat berasosiasi dengan batugamping merah dan rijang.

Gambar 7. Ilustrasi Peta Geologi Sulawesi Utara. Kompleks Metamorf Malino di


bagian barat lengan utara Sulawesi merupakan batas kontinental di sebelah barat
dan busur kepulauan yang berhubungan dengan kerak samudera di sebelah utara
(Leeuwen dkk., 2007).
Stratigrafi lengan utara Sulawesi bagian timur tersusun oleh busur kepulauan
Neogen-Kuarter yang dipengaruhi oleh subduksi Miosen Awal dan subduksi palung
Sulawesi Utara pada Miosen Akhir (Leeuwen dkk., 2007; Kavalieris dkk., 1992)
(Gambar 5). Perello (1992) dalam Kavalieris dkk. (1992) menyebutkan bahwa telah
terjadi dua kali periode magmatisme selama Neogen dan Kuarter, yaitu
magmatisme Miosen Awal (22-16 Ma) dan magmatisme pada Miosen Akhir-
Kuarter (lebih muda dari 9 Ma). Busur magmatisme Miosen Awal menghasilkan
aktivitas magmatisme berafinitas kalk-alkali dan endapan sedimen laut dangkal.
Batuan beku didominasi oleh andesit piroksen, andesit-basalt piroksen-hornblenda.
Tipe granitoid dijumpai sebagai tipe I-granitoid, berupa diorit-granit berukuran
halus hingga sedang.

Gambar 8. Stratigrafi lengan utara Sulawesi bagian barat dapat dibedakan menjadi
tiga bagian; yaitu daerah Lariang, leher Sulawesi (neck) dan daerah Tolitoli
(Leeuwen dkk., 2005)
Gambar 9. Stratigrafi lengan utara Sulawesi bagian timur tersusun oleh busur
kepulauan Neogen-Kuarter, dipengaruhi oleh subduksi Miosen Awal dan
subduksi palung Sulawesi Utara pada Miosen Akhir (Kavalieris dkk., 1992)

Aktivitas magmatisme pada Miosen Akhir-Kuarter pasca kolisi diperkirakan


berhubungan dengan subduksi pada palung Sulawesi Utara (North Sulawesi arc),
namun belum banyak diketahui. Data yang ada menunjukkan bahwa akktivitas
volkanisme menghasilkan batuan beku felsik-mafik yang diperkirakan
berhubungan dengan mekanisme rifting, pengangkatan, dan pembentukan kaldera.
Namun demikian, mekanisme rifting diperkirakan berhubungan dengan North
Sulawesi Trench, aktivitas magmatisme tidak berhubungan dengan lempeng
Celebes Sea (Kavalieris dkk., 1992).

Kaldera utama yang terbentuk pada Pliosen-Kuarter dapat dijumpai di Kotamobagu


(Kaldera Moat) dan Tondano. Ignimbrit kaldera Tondano berupa andesit dan
dipengaruhi oleh aktivitas Gunung Lokon dan Soputan yang masih aktif hingga saat
ini. Aktivitas magmatisme di ujung lengan utara Sulawesi berhubungan dengan
sistem subduksi Sangihe, namun tetap berhubungan dengan rifting selama Miosen
Awal (Kavalieris dkk., 1992).

Volkanisme Miosen Atas-Pliosen di Gorontalo-Kotamobagu menghasilkan basalt,


andesit, dan dasit-riolit. Volkanisme di utara Tombulilato menghasilkan batuan
beku menengah dan basa ditumpangi oleh riolit dan dintrusi oleh diorit kuarsa yang
menghasilkan mineralisasi porfiri Cu-Au.

b. SULAWESI BAGIAN TIMUR


Fisiografi
Sulawesi bagian timur terdiri dari 4 zona fisiografi yaitu Semenanjung Bualemo,
Sulawesi Timur bagian Tengah, Sulawesi Timur bagian Barat dan Kepulauan
Banggai. Semenanjung Bualemo memilikipucak tertinggi di Gunung Balantak
(1590 mdpl) dan pada ujung timurnya dipisahkan dengan Gunung Balantak oleh
daratan sempit diantara Teluk Poh dan Teluk Besama.

Sulawesi Timur bagian Tengah dibentuk oleh Pegunungan Batui dan Gunung
Bulutumpu (2400 mdpl) yang melintasi bagian tengah Sulawesi Timur secara
diagonal berarah timur laut barat daya. Bagian Barat Sulawesi Timur merupakan
jalur pegunungan yang membujur antara garis Ujung Api sampai Teluk Kolokolo
di bagian barat. Puncak tertinggi pada zona ini adalah Pegunungan Tokala (2628
mdpl). Zona terakhir adalah Kepulauan Banggai yang terletak di luar bagian lengan
timur.

Tektonik
Evolusi tektonik Sulawesi Timur dimulai sejak Paleozoikum. Sulawesi Timur
merupakan fragmen mikrokontinen dari benua Australia – New Guinea yang
mengalami detachment dari Australia dan kemudian bergerak ke barat laut menuju
lokasi saat ini dan kemudian mengalami kolisi pada Eosen.

Selama fase syn-drifting kondisi tektonik relative stabil sehingga terendapkan


formasi Buya dan Nambo (Gambar 20).Evolusi tektonik pra-kolisi dimulai sejak
zaman Kapur berupa subduksi di timur Sulawesi. Pada 30-40 juta tahun yang lalu
terjadi kolisi pertama yang menyebabkan terangkatnya Pompangeo Schist Complex
di sebelah timur yang diikuti pengangkatan East Sulawesi Ophiolite.
Kompresi yang terus menerus terjadi menyebabkan pada 20 hingga 10 juta tahun
yang lalu terjadi subduksi yang kemudian menjadi suplai magma untuk Neogen
Volcanic Complex sehingga aktivitas volkanisme kembali aktif dan terendapkan
endapan volkaniklastik Neogen di sebelah timur.

Kompresi yang terus berlanjut dan pengaruh Sesar Sorong yang terus mendorong
Banggai Sula ke arah barat daya menyebabkan terjadinya docking Banggai Sula
yang diikuti oleh pembentukan sesar-sesar sebagai produk post docking, salah
satunya adalah Batui Thrust.

Gambar 10. Evolusi Tektonik Sulawesi Timur


Stratigrafi
Berbeda dengan lengan Barat yang didominasi oleh batuan volkanik dari Paparan
Sunda, stratigrafi Sulawesi Timur terdiri dari fragmen mikrokontinen Australia dan
produk-produk docking. Sulawesi Timur merupakan wilayah yang banyak
dipengaruhi oleh kolisi Banggai Sula. Menurut Surono (2010), secara
tektonostratirafi, batuan di lengan timur Sulawesi dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok batuan sepei di Sulawesi Tenggara, yaitu Continental Terrane yang
berasal dari Austalia Oceanic Terrane dari lempeng samudera Pasifik dan endapan
mollase Sulawesi (Gambar 11).

Gambar 11. Tektonostratigrafi Lengan Timur Sulawesi (Surono, 2010)

Basement lengan timur Sulawesi merupakan batuan metamorf berumur


Paleozoikum yang diterobos oleh intrusi granit yang berasosiasi dengan volkanik
tua berkarakteristik asam. Basement tersebut kemudian ditindih oleh Formasi
Nanaka yang berumur Trias yang diikuti oleh Formasi Buya dan Nambo ya berumur
Jura. Pada Trias hingga Kapur cekungan mengalami pendalaman dan fragmen
mikrokontinen ini terus bergerak dengan kecepatan sekitar 3.75 cm per tahun. Pada
Kapur hingga Eosen terjadi kolisi dan pengangkatan sehingga ofiolit dan sedimen
pelagic laut dalam tersingkap ke permukaan. Kondisi tektonik setelah Paleosen
relatif stabil sehingga Formasi Salodik dan Poh dapat terendapkan. Fase post-
collision terjadi sejak Miosen Awal hingga Pliosen yang ditandai dengan
munculnya sesar-sesar sebagai produk ekstensi berupa block faulting dan
terendapkan mollase Sulawesi yang berupa sedimen klasik karbonat pada cekungan
terisolir dan laut dangkal. Selain itu akibat aktiitas volkanisme yang aktif pada
Neogen, terendapkan juga endapan volkaniklastik di lengan Timur Sulawesi.

Penyebaran batuan secara lebih detail dapat dilihat pada Gambar 12 dibawah ini:

Gambar 12. Peta Geologi Sulawesi Timur (Kadarusman, 2014)

IV. BANGGAI SULA


Fisiografi Banggai Sula
Banggai Sula merupakan kepulauan di timur Sulawesi yang memanjang timur barat
dan terdiri dari pulau Sulabesi, Mangole, Taliabu, Banggai dan Peleng. Berdasarkan
Supandjono, dkk. (1986) dalam Garrard (1988), Banggai Sula dapat dibagi menjadi
4 zona fisiografi (Gambar 21) yaitu:

• Zona pegunungan, terletak di bagian tengah dan barat Taliabu dengan ketinggian
mencapai 700 m dan 1735 mdpl. Umumnya pegunungan tersebut tertutupi oleh
hutan hujan.
• Zona perbukitan, terletak di Pulau Taliabu, Mangole bagian barat, Banggai,
Selue Besar dan beberapa pulau kecil sekitarnya dengan ketinggian sekitar 50
mdpl.
• Zona karst, terletak di Pulau Peleng dan Banggai bagian timur dengan ketinggian
mencapai 1000 mdpl.
• Zona dataran rendah, terletak di sepanjang pantai utara Pulau Peleng, Banggai
bagian selatan, Taliabu bagian utara dan selatan serta Kano bagian timur.

Gambar 13. Fisiografi Banggai Sula


Tektonik
Penelitian-penelitian terdahulu dari Hall, Garrard, Satyana maupun Surono telah
menujukkan bahwa Banggai Sula merupakan suatu mikrokontinen yang bergerak
menumbuk Sulawesi Timur. Namun masih terdapat perbedaan mengenai asal dari
Banggai Sula. Pigram (1985) dalam Garrard (1988) mengemukakan bahwa
Banggai Sula merupakan bagian dari utara Australia sedangkan Ferdinan (2001)
mengungkapkan bahwa Banggai Sula berasal dari bagian barat New-Guinea
(Ferdinan, 2001). Mulai dari Perm hingga Resen, terjadi 4 episode tektonik di
Banggai Sula yang ditunjukkan oleh tabel tektonik, mengacu pada Garrard (1988),
dibawah ini:

Tabel 2. Event Tektonik Banggai Sula berdasarkan Garrard (1988)


Gambar 14. Penampang evolusi tektonik Banggai Sula (Garrad, dkk., 1988)

Periode kolisi dapat dibagi menjadi dua fase, pra-kolisi dan pos-kolisi (Gambr 14).
Fase pra-kolisi terjadi sejak awal Miosen. Pada fase ini Sula platform bergerak ke
arah barat laut dan kondisi tektonik relative stabil sehingga dapat terendapkan
platform karbonat di sepanjang batas margin. Kemudian fase post-collision terjadi
pada Pliosen Akhir yang diikuti oleh pembentukan sesar-sesar post-docking, yang
salah satunya adalah Batui Thrust.

Stratigrafi
Berdasarkan Silver, dkk (1983), tepi utara dari Banggai Sula menunjukkan lapisan
batuan dengan kemiringan tajam kearah utara yang merupakan kemenerusan dari
batuan sedimen Mesozoik yang tersingkap di Banggai, Taliabu dan Mangole.
Bagian barat dan barat laut dari Banggai merupakan lengan timur Sulawesi,
keduanya dibatasi oleh produk kolisi. Bagian timur laut dari Sula merupakan
komplek kolisi Mollucca Sea yang tercermin dengan kemunculan Halmahera dan
Sangihe Arcs. Lebih lanjut mengenai Halmahera dan Sangihe Arc akan dibahas
pada poin III.
Gambar 15. Kolom stratigrafi Banggai Sula (Surono, 2012)

Basement batuan di Banggai Sula terdiri dari batuan metamorf berumur Karbon dan
lebih tua yang diintrusi oleh granit berumur Perm-Trias yang berasosiasi dengan
batuan volkanik asam pada umur yang sama (Gambar 15). Pada beberapa tempat
tersingkap batuan berumur Trias yang terdiri dari batugamping dan dolomit. Batuan
berumur Awal Jura yang terdiri dari konglomerat dan batupasir kuarsa tersingkap
di zona sesar sepanjang Taliabu, Peleng dan Banggai. Selain itu juga dijumpai
produk minor berupa batubara di Formasi Kabauw yang disetarakan dengan
Formasi Bobong di Mangole dan Sulabesi. Formasi Bobong ini kemudian ditindih
oleh black shales berumur Jura Tengah hingga Kapur Awal yang kemudian tertutup
oleh batuan karbonat berumur Kapur Akhir hingga Pleosen dari Formasi Tanamu.
Formasi Tanamu terendapkan pada kedalaman lebih dari 200 meter dibawah
permukaan laut dan didominasi oleh carbonate mudstone dengan foraminifera
planktonic. Diatas Formasi Tanamu terendapkan secara tidak selaras formasi Poh
dan Salodik yang terdiri dari batuan metamorf dan batugamping. Formasi Salodik
yang berumur Eosen hingga Miosen Awal tersingkap baik di bagian barat Banggai
Sula. Pada Miosen hingga Pliosen terendapakan sedimen molase Sulawesi yang
menandakan post-orogenic system di Banggai Sula. Singkapan batuan Kuarter
hingga Resen yang dijumpai di Banggai Sula adalah Formasi Peleng yang terdiri
dari batugamping dan alluvium. Formasi Peleng tersingkap hampir di seluruh
bagian Banggai Sula. Adanya unconformity dan keragamaan litologi tersebut
mencerminkan evolusi tektonik Banggai Sula.

POTENSI SUMBER DAYA GEOLOGI


Kandungan mineral di daerah Banggai, menyimpan potensi untuk bisa
dimanfaatkan secara optimal. Kekayaan alam yang terserak dibeberapa titik itu
terdiri dari potensi kekayaan alam yang strategis dan vital, termasuk juga yang
mengandung potensi energi. Beberapa bentuk potensi kekayaan mineral yang
terkandung diperut bumi Kabupaten Banggai, antara lain adalah :

Potensi Migas
Di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah, pengelolaan Migas dibagi dalam
2 blok yaitu blok Senoro dan blok Matindok. Dari dua blok inilah nantinya gas yang
dihasilkan akan dialirkan ke LNG Plant maupun Power Plant. Blok LNG yang ada
di Kabupaten Banggai ini adalah Blok LNG yang keempat di Indonesia dan yang
keenam di Asia Tenggara. Sebelumnya telah beroperasi Arun LNG di Aceh, Badak
LNG di Kalimantan Timur dan Tangguh LNG di Papua. PT Donggi Senoro LNG
adalah perusahaan yang mengubah gas dari sumber gas menjadi LNG. Kilang LNG
Donggi Senoro dirancang untuk memproduksi 2,1 juta metrik ton LNG per tahun
selama 15 tahun.

Bahan Galian
1. Emas
Berlokasi di Kecamatan Toili dan Kecamatan Bunta. Untuk mengakses lokasi ini
bisa ditempuh dari ibukota Kabupaten Banggai dengan menggunakan kenderaan
roda empat dan roda dua. Jarak tempuh sekitar 170 kilometer.
2. Nikel
Berada di Kecamatan Luwuk Timur, Kecamatan Pagimana, Kecamatan Bunta dan
Kecamatan Toili. Nikel adalah material yang dapat digunakan sebagai bahan baku
pengolahan nikel untuk digunakan sebagai campuran dengan material logam
lainnya. Prospek pemanfaatan nikel aktual dan potensial adalah sebagai berikut :
 Blok Siuna Kecamatan Pagimana luas areal prospek ± 3.400 Ha.
 Blok Pagimana Bunta luas areal prospek ± 2.000 Ha.
 Blok Balingara luas areal prospek ± 200 Ha.
 Blok Toili luas areal ± 2.800 Ha.

3. Besi
Lokasi keberadaanya terletak di wilayah Kecamatan Kintom. Pemanfaatan besi
adalah sebagai bahan baku untuk industri pengolahan besi, bahan campuran untuk
pengolahan seng, bahan baku industri otomotif dan lain sebagainya.

4. Batu Gamping
Hampir seluruh wilayah di Kabupaten Banggai didominasi oleh jenis bebatuan ini.
Pada beberapa wilayah telah diolah secara tradisional untuk keperluan lokal seperti
Desa Biak Kecamatan Luwuk. Lokasi dapat ditempuh dari ibukota Kabupaten
Banggai dengan menggunakan kenderaan roda dua dan roda empat dengan jarak
tempuh kurang lebih 0,5 – 1 jam. Batu gamping digunakan sebagai bahan
bangunan, batu bangunan, bahan penstabil jalan raya, pengapuran pertanian, bahan
keramik, industri kaca, industri semen, pembuatan karbid, untuk peleburan dan
pemurnian baja, untuk bahan pemutih dalam industri kertas pulp dan karet, untuk
pembuatan soda abu, untuk penjernihan air, untuk proses pengendapan biji logam
non ferous dan industri gula.

5. Marmer
Terdapat di Desa Salodik, Desa Lauwon, Desa Bantayan, dan Desa Minangandala
di Kecamatan Luwuk. Lokasi dapat ditempuh dari ibukota Kabupaten Banggai
dengan menggunakan kenderaan roda dua dan roda empat. Dengan jarak tempuh
kurang lebih 1 – 1,5 jam. Marmer biasa digunakan sebagai bahan ornamen dinding
dan lantai rumah, serta untuk pembuatan cindera mata. Berdasarkan kenampakan
di lapangan dan hasil pemolesan, marmer di Kabupaten Banggai mempunyai warna
putih, abu-abu, kecokelatan serta merah kecoklatan. Hasil analisis fisik yang
dilakukan pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi menunjukkan hasil
yang layak untuk digunakan sebagai bahan dasar lantai utama berdasarkan standar
persyaratan mutu batu pualam.
DAFTAR PUSTAKA

Garrard, R.A., Supandjono, J.B., and Surono, 1988, The geology of the Banggai- Sula
micro-continent, Eastern Indonesia, Proceedings of Indonesian Petroleum
Association, 17th Annual Convention, p. 23-52.
Hall, R., & Wilson, M.E.J. 2000: Neogen sutures in eastern Indonesia, Journal of Asian
Science, 18, 781 – 808
Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S., Parkinson, C. D., Ishikawa, A., 204.
Petrology, Geochemistry and Paleogeographic Reconsruction of the East
Sulawesi Ophiolite, Indonesia, Tectonophysic Journal, hal 55-83
Surono dan Hartono E., 2012, Geologi Sulawesi, Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral
van Leeuwen, T.M, Muhardjo. 2004: Stratigraphy and tectonic setting of the
Cretaceous and Paleogen volcanic-sedimentary successions in northwest
Sulawesi, Indonesia: implicatons for theCenozoic evolution of Western and
Northern Sulawesi, Journal of Asian Science, xx, 1-27
van Leeuwen, T., et al. 2006. Petrologic, Isotopic, And Radiometric Age Constraints
On The Origin And Tectonic History Of The Malino Metamorphic Complex, NW
Sulawesi, Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences

Anda mungkin juga menyukai