Anda di halaman 1dari 18

GEOLISTRIK TERAPAN – TG 4104

AKUISISI, PENGOLAHAN DATA DAN INTERPRETASI


Studi Kasus : Desa Jatimulyo, Kec. Jati Agung, Lampung Selatan.

Oleh:

Kelompok II

Adelia Gita Parera Gustika Indriani yahya


Ambar Nabilla Ivan Zamorano Saputra Sitepu
Andreas Pujian Sihombing M. Artfanton Mahartanto
Arvico Putraloka Putri Sabila Damayanti
Ekky Riwandha Refmon Zikri Herdiwansyah
Felik Destian Putra Amijaya Teresia O.A. Sinuraya
Fitri Cahya Wulan

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNOLOGI DAN PRODUKSI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2019
ABSTRAK

Dengan meningkatnya populasi serta tingginya pertumbuhan penduduk di Desa


Jatimulyo dan sekitarnya, maka kebutuhan air bersih meningkat. Air tanah merupakan
sumber utama dalam penyediaan air bersih di daerah ini, dimana dalam daerah tersebut
sebagai penopang untuk kebutuhan bertani dan bercocok tanaman sebagai pasar induk.
Oleh sebab itu, data bawah permukaan diperlukan untuk memberikan informasi letak
lapisan batuan pembawa air atau akuifer. Data tersebut dicari dengan menggunakan
metode geolistrik, yang secara efektif dapat memetakan nilai tahanan jenis batuan di bawah
permukaan. Pengukuran dilakukan dalam arah Timur-Barat. Hasil pengukuran
menunjukkan model sebaran tahanan jenis hingga kedalaman 38.4 meter, jenis rendah -
sedang yang di interpretasikan sebagai lapisan pembawa air terletak langsung di bawah
permukaan namun dengan ketebalan bervariasi. Di Desa Jatimulyo, lapisan ini
diperkirakan memiliki ketebalan sekitar 35 meter.
Kata kunci: air tanah, Jatimulyo, geolistrik, model tahanan jenis
PENDAHULUAN
Selain populasi yang meningkat, daerah Desa Jatimulyo, Kec. Jati agung juga tengah
berkembang pesat menjadi daerah kawasan pasar induk dan daerah pemukiman warga.
Keberadaan tersebut menyebabkan adanya kekhawatiran akan pengambilan air tanah yang
berlebih. Oleh sebab itu diperlukan manajemen pengaturan sumberdaya air yang baik.
Pengetahuan akan fitur geologi dan hidrogeologi dapat membantu perencanaan pengaturan
ini. Dalam hal ini, metode-metode geofisika akan sangat membantu dalam mencari informasi
atau data bawah permukaan seperti retakan (fractures), patahan (sesar), ruang-ruang hampa,
kedalaman batuan dasar (bedrock), serta struktur sedimen lainnya. Melalui investigasi yang
menyeluruh dan dikorelasikan dengan data yang ada, data geofisika dapat membantu
memutuskan letak dan bagaimana melakukan pemboran, misalnya. Karakteristik akuifer
seperti arah aliran, kecepatan, salinitas dan delineasi dapat ditentukan dengan akurasi yang
tinggi (e.g. Ndatuwong dan Yadav, 2014; Andersen et al., 2013; McNeill 1991). Metode
yang biasa digunakan untuk pengamatan geologi dekat permukaan ini adalah pemetaan
elektromagnetik, tomografi listrik, pemetaan listrik vertikal (Vertical Electrical Sounding)
dan seismik refraksi.

Pengukuran resistivitas pada arah vertikal atau Vertikal Electrical Sounding (VES)
merupakan salah satu metode geolistrik resistivitas untuk menentukan perubahan resistivitas
tanah terhadap kedalaman yang bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan di
bawah permukaan bumi secara vertikal. Metode Vertical Electrical Sounding (VES)
dilakukan untuk mengetahui susunan lapisan batuan bawah tanah, yaitu dengan cara
memberikan arus listrik ke dalam tanah dan mencatat perbedaan potensial terukur. Nilai
tahanan jenis batuan yang diukur langsung di lapangan adalah nilai tahanan jenis semu
(apparent resistivity), dengan demikian nilai tahanan jenis di lapangan harus dihitung dan
dianalisis untuk mendapatkan nilai tahanan jenis sebenarnya (true resistivity) dengan
konfigfurasi Schlumberger. Selanjutnya untuk pengolahan dan perhitungan data lapangan
untuk mendapatkan nilai tahanan jenis yang sebenarnya, serta intepretasi kedalaman dan
ketebalannya digunakan perangkat lunak komputer. Berdasarkan nilai tahanan jenis
sebenarnya, maka dapat dilakukan interpretasi macam batuan, kedalaman, dan ketebalan
lapisan.
Gambar 1. Gambaran sederhana garis-garis arus listrik dan permukaan ekipotensial
yang timbul dari (a). Satu buah elektroda sumber (current cource)
(b). Satu set elektroda (current source and sink).
Dalam penelitian ini, pengukuran geofisika dengan menggunakan metoda geolistrik
dilakukan pada daerah Desa Jatimulyo, Kec. Jati Agung – Perumahan Green Jatimulyo untuk
memetakan pola sebaran dan kedalaman airtanah. Dengan metode geolistrik, dapat diperoleh
data untuk memetakan geometri lapisan bawah permukaan berdasarkan sebaran nilai tahanan
jenis. Nilai tahanan jenis dapat menggambarkan karakter suatu lapisan batuan. Dari nilai-
nilai tahanan jenis tersebut, dapat diperkirakan letak lapisan – lapisan yang mungkin
merupakan lapisan pembawa air atau akuifer.

Gambar 1. Peta Cekungan Air Tanah – Lampung.


Gambar 2. Peta Geologi Regional, Tanjung Karang

Gambar 3. Lokasi Pengukuran.


1. LATAR BELAKANG

Metode VES atau Vertical Electrical Sounding adalah salah satu dari metode geolistrik
(Lowrie, 2007). Metode VES digunakan untuk menduga lapisan-lapisan material di bawah
permukaan Bumi berdasarkan sifat resistivitasnya (Telford et al., 2004). Nilai resistivitas (ρ)
dihitung berdasarkan data arus listrik (I) dan beda potensial (V) yang diperoleh di lapangan.
Data arus listrik dan beda potensial diperoleh dari injeksi arus listrik ke bawah permukaan
bumi melalui pasangan elektroda arus (C1,C2) dan elektroda potensial (P1, P2) (Loke,
2000). Pengukuran dengan menggunakan metode ini banyak digunakan untuk mengetahui
variasi resistivitas sebagai fungsi dari kedalaman atau sering disebut sebagai pemodelan 1-
D. Penyelidikan lapangan di daerah studi menggunakan metoda pengukuran geolistrik
Teknik VES dengan konfigurasi elektroda Schlumberger:

C1 P1 P2 C2
n a
a
K= 𝝅𝒂𝒏 (𝒏 + 𝟏)
Gambar . Konfigurasi elektroda Schlumberger.

Pasangan elektroda arus (C1, C2) disusun dengan jarak yang lebih besar dibandingkan
pasangan elektroda potensial (P1, P2). Jarak antar pasangan elektroda arus (AB atau L)
diperbesar untuk mengukur nilai resistivitas material yang lebih dalam. Saat beda potensial
mulai sulit terukur, sensitivitas alat berkurang sehingga jarak antar pasangan elektroda
potensial (MN atau a) harus diperbesar. Besarnya arus listrik dan beda potensial untuk
masing-masing jarak elektroda arus dan elektoda potensial dicatat untuk menghitung nilai
resistivitas semu dari material penyusun di bawah permukaan.
1.1. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi litologi lapisan tanah.


2. Menentukan posisi akuifer dan ketebalannya.
3. Menganalisis sebaran akuifer di lokasi penelitian.

1.2. GEOLOGI

1.2.1 Fisiografi

Secara umum Lampung dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi : dataran dan
bergelombang di bagian timur dan timur laut, pegunungan kasar di bagian tengah dan barat
daya, dan daerah pantai berbukit sampai datar. Daerah dataran bergelombang menempati
lebih dari 60% luas lembar dan terdiri dari endapan vulkanoklastika Tersier-Kuarter dan
alluvium dengan ketinggian beberapa puluh meter diatas muka laut. Pegunungan bukit
barisan menempati 25-30% luas lembar, terdiri dari batuan beku dan malihan serta batuan
gunung api muda. Lereng-lereng umumnya curam dengan ketinggian sampai dengan 500-
1.680 m diatas muka laut. Daerah pantai bertopografi beraneka ragam dan seringkali terdiri
dari batuan gunung api tersier dan kuarter serta batuan terobosan. Daerah penelitian masuk
dalam satuan formasi lampung, dengan umur yang terbilang muda masa transisi dari Pliosen
dan Plistosen. Pembentukan didominasi oleh satu unit batuan, yang merupakan produk dari
aktivitas gunung berapi, letusan dan deformasi akibat vulkanik, tektonik atau sedimentasi.
Batuan vulkanik terdiri dari tuff pumiceous, tuff riolytic, dialas tuff, tufaan batu lempung
dan batupasir tufaan.

Peta Fisiografi daerah Lampung (Mangga, 1993)


1.2.2 Stratigrafi Regional

Berdasarkan lembar Tanjungkarang urutan stratigrafi dibagi menjadi 3 bagian yaitu


Kuarter, Tersier, dan Mesozoikum. Setiap satuan batuan yang diperkiranakn litostratigrafi,
telah diberi nama berdasarkan Sandi Stratigrafi Indonesia pada tahun 1975 dan Panduan
Stratigrafi Internasional (Hedberg, 1976). Batuan disekitar lokasi penelitian diperkirakan
didominasi oleh batuan gunungapi kuarter berupa batu tuf. Daerah yang dihadapi adalah
batuan yang memiliki kandungan/komposisi seperti batuan beku tetapi secara fisik seperti
batuan sedimen. Dimana batuan tuf memiliki porositas, sehingga dapat menyimpan air.
Sehingga tanah yang akan dihasilkan dari batuan tuf akan memiliki porositas yang baik.

Peta Geologi Lembar Tanjungkarang (Mangga, 1993)


1.3. Metode Geolistrik

Metoda geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika yang mempelajari sifat aliran
listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi. Parameter
yang diukur dalam pengukuran geolistrik, diantaranya: potensial, arus, dan medan
elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah ataupun akibat injeksi arus ke dalam bumi.
Ada beberapa metoda geolistrik, yaitu: Resistivitas (tahanan jenis), Induced Polarization
(IP), Self Potensial (SP), dan lain-lain.

Dalam metoda geolistrik Resistivitas dan IP, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi
melalui dua elektroda arus, beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda
potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang
berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis masing-masing lapisan
bawah titik ukur.

Pengukuran Geolistrik dengan menggunakan metode resistivitas bertujuan untuk


menetapkan distribusi potensial listrik pada permukaan tanah dan metode IP bertujuan
mengamati beda potensial yang terjadi setelah arus listrik dihentikan. Hal tersebut secara
tidak langsung juga merupakan penentuan resisitivitas dan chargeability pada lapisan tanah.
Dalam metode geolistrik resistivitas dan IP arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui
dua elektroda arus , beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial.
Metoda geolistrik digunakan untuk eksplorasi mineral, reservoar air, geothermal, gas
biogenik, kedalaman batuan dasar, dan lain-lain. (Surdaryo & Rohima, 2008).
1.3.1 Teori Dasar Geolistrik

1. Hukum Ohm
Hukum Ohm menyatakan hubungan antara nilai tahanan yang sebanding Dengan nilai
potensial dan berbanding terbalik dengan nilai arus, dimana nilai tahanan memiliki satuan
Ohm, nilai potensial memiliki satuan volt dan arus memiliki satuan ampere.
𝑉
𝑅= 𝐼

Dengan : R = tahanan (Ohm)


V = Beda potensial (Volt)
I = arus (Ampere)

2. Arus listrik searah


Konsep mengenai arus listrik searah merupakan konsep arus listrik I yang melewati suatu
medium dengan luas penampang A, Panjang medium L dan memiliki beda potensial V
antara kedua ujungnya. Secara matematis dituliskan sebagai :
A A
I V atau I  V
L L
Kedua konsep tersebut dapat digabungkan secara matematis menjadi :
AV
I
L
Dengan : V : Beda potensial antara kedua ujung kawat (Volt)
 : tahanan jenis bahan (Ohm m)
L : Panjang bahan
 : Konduktivitas (siemens/meter)
I

V1 V2

L : Arus listrik searah


Gambar 2.3
Harga tahanan jenis batuan ditentukan oleh masing – masing tahanan jenis unsur
pembentuk batuan. Hantaran listrik pada batuan yang ada didekat permukaan tanah ,
sebagian besar ditentukan oleh distribusi elektrolit yang ada dalam pori – pori batuan
tersebut. Selain dari jenis batuan dan jumlah masing – masing unsure pembentuk batuan ,
tahanan jenis ditentukan juga oleh factor – factor :

1. Porositas
2. Hantaran jenis / tahanan jenis cairan yang ada dalam pori – pori batuan
3. Temperatur
4. Permeabilitas atau kesanggupan suatu bahan yang mempunyai pori – pori untuk
mengalirkan cairan.

1.3.2 Susunan (Konfigurasi) elektroda dalam pengukuran.

Konfigurasi Schlumberger.

Dalam susunan elektroda Schlumberger ini, jarak antara dua elektroda arus A dan
B dibuat lebih besar daripada jarak elektroda potensialnya M dan N. Umumnya pada susunan
ini elektroda – elektroda diletakkan satu garis lurus seperti yang ditunjukan oleh gambar
dibawah ini :

Sumber

n 𝛥𝑉 n

a a

0
A / C1 M / P1 N / P2 B / C2
L

Gambar 2.4 Susunan Elektroda Schlumberger


Berdasarkan besaran fisis yang diukur susunan elektroda schlumberger ini bertujuan
untuk mengukur gradien potensial listriknya. Besar faktor geometris untuk susunan
elektroda schlumberger ini sesuai dengan persamaan :

2
K
1 1 1 1
      
 r1 r2   r3 r4 

AM  BN  r1  r4  b  a / 2
AN  BM  r2  r1  b  a / 2

 b2 a 
sehingga : K     
 a 4

 b 2 a  V
Jadi,  a , s     
 a 4 I

1.3.3 Pengukuran Tahanan Jenis

Berdasarkan tujuannya, metode resistivitas dibagi 2 :

a. Sounding, dipakai bila ingin mendapatkan distribusi hambatan jenis listrik bumi
terhadap kedalaman dibawah suatu titik di permukaan bumi. Disini spasi antara elektroda
dengan titik pengukuran diperbesar secara berangsur-angsur.
b. Mapping, dipakai untuk mengetahui variasi hambatan jenis bumi secara lateral
mauoun horizontal. Kedalaman dibawah permukaan yang tersurvey adalah sama. Dalam
pengukuran ini jarak antar elektroda dipertahankan tetap dan secara bersama-sama digeser
sepanjang lintasan pengukuran.

Jadi, Metode Mapping merupakan metode yang bertujuan mempelajari variasi


resistivitas lapisan bawah permukaan secara horisontal, Sedangkan Sounding dalam arah
vertikal. Pada Mapping, elektroda digeser namun dengan jarak yang tetap, sedangkan
Sounding semakin menjauhi titik tengah.
Dalam metode Mapping dengan konfigurasi wenner, elektrode arus dan elektrode
potensial mempunyai jarak yang sama yaitu C1P1= P1P2 = P2C2 sebesar a. Jadi jarak antar
elektrode arus adalah tiga kali jarak antar elektrode potensial. Perlu diingat bahwa keempat
elektrode dengan titik datum harus membentuk satu garis. Pada Sounding, batas pembesaran
spasi elektrode tergantung pada kemampuan alat. Makin sensitif dan makin besar arus yang
dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar jarak spasi elektrode tersebut,
sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau teramati. Sedangkan, Pada resistivitas
Mapping, jarak spasi elektrode tidak berubah-ubah untuk setiap titik datum yang diamati
(besarnya a tetap).

Langkah lanjut jika pada Metoda Sounding adalah memplot harga tahanan jenis
semu hasil pengukuran versus spasi elektroda pada grafik log-log. Survei ini berguna untuk
menentukan letak dan posisi kedalaman benda anomali di bawah permukaan.

Gambar . Susunan elektrode Metode Sounding. (Modul Praktikum, 2018).


2. METODOLOGI
2.1 Akuisisi Data

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan alat Pengembangan Pribadi Dosen.


Pada pengukuran pengambilan data kabel dibentangkan sepanjang Ca 0m – Cb 200m, dan
elektroda arus dan potensial sebanyak 4 buah di pasang mengikuti kabel, Setelah terpasang
semua antara Alat Pengukuran, kabel dan elektraoda, sebelum dilakukan pengukuran
dilakukan terlebih dahulu pengecekan apakah semua alat sudah terpasang dengan baik
dengan melihat arus sudah terhubung apa tidak dari nilai SP, apabila sudah terpasang dengan
baik maka dilakukan pengukuran sesuai dengan konfigurasi yang kita inginkan.

2.1 Pengolahan Data

Gambar . Worksheet data pengukuran


Pengolahan data dan pemodelan data dilakukan menggunakan software IP2WIN

Data Sebelum delete datum

Data Sesudah delete datum.


3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan dengan panjang lintasan 200 m,
dengan arah lintasan Timur - Barat, data pengukuran yang diperoleh berupa nilai resistivitas
semu, kemudian diolah menggunakan software IP2WIN. Hasil pengolahan data merupakan
gambaran bawah permukaan yang nantinya dianalisis dan diinterpretasi. Berdasarkan hasil
pengolahan data yang telah dilakukan, kedalaman yang terukur mencapai 96 meter. Nilai
resistivitas yang terukur dari yang terkecil hingga yang terbesar adalah 261 Ωm hingga 926
Ωm .

Nilai Resistivitas Batuan (Telford,1990)

Interpretasi hasil penampang menggunakan nilai resistivitas batuan (Telford,1990) .


Hasil penampang tersebut dikelompokkan menjadi 3 lapisan. Lapisan 1 dengan nilai
resistivitas berkisar 594 Ωm berada pada kedalaman 2 meter hingga kedalaman berkisar
hingga 3,24 meter, lapisan ini diinterpretasikan sebagai lapisan tuff, lapisan 2 dengan nilai
resistivitas berkisar 261 Ωm berada pada kedalaman 3,24 meter hingga kedalaman
berkisar hingga 38,4 meter, lapisan ini diinterpretasikan sebagai lapisan pasir, lapisan 3
dengan nilai resistivitas berkisar 926 Ωm berada pada kedalaman 35,1 meter hingga
kedalaman berkisar hingga 96 meter, lapisan ini diinterpretasikan sebagai lapisan batu
beku yang dapat berperan sebagai bedrock.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
Berdasarkan akuisisi data geolistrik pada daerah Desa Jatimulyo dapat disimpulkan bahwa :
1. Litologi batuan penyusun terbentuk oleh satu formasi batuan geologi yaitu batuan
tuff yang terdiri tuff pumiceous, tuff riolytic, dialas tuff, tufaan batu lempung dan batupasir
tufaan.
2. Lapisan akuifer dangkal berada pada kedalaman 2-3.24 m di bawah permukaan
tanah dengan ketebalan beragam mulai dari 1 m. litologi yang berkembang pada lapisan
tersebut didominisasi oleh pasir lempungan dan pasir tufaan dengan nilai tahanan jenis
berkisar antara 200-600 ohm meter. Sedangkan lapisan akuifer dalam berada pada
kedalaman 3.24-38.4 m di bawah permukaan tanah dengan ketebalan > 35 m. Litologi yang
berkembang pada lapisan tersebut berupa pasir tufaan dengan nilai tahanan jenis > 260
ohm meter.
3. Sebaran akuifer di wilayah pengukuran merupakan akuifer endapan tufaan atau
endapan permukaan, dan endapan sedimen, dengan sistem aliran airtanah pada akuifer ini
adalah melalui ruang antar butir. Aliran airtanah dangkal mengikuti bentuk umum
topografi yaitu mengalir ke arah utara dimana sebaran akuifer bebas semakin ke utara
semakin dangkal karna kemiringan kontur. Pada akuifer dalam sebarannya relatif merata
dengan ketebalan > 35 meter sehingga dugaan kami mempunyai potensi untuk
dimanfaatkan.
4.2 Saran
Saat melakukan pengukuran di lapangan, operator / praktikan melakukan Quality Control
data secara langsung guna untuk memantau perbedaan plot nilai rho yang negatif atau
bermasalah, sehingga kendala dan perbedaan nilai bisa di benahi, perbedaan nilai pada
plotting point terjadi akibat beberapa faktor yang terjadi saat pengukuran di lapangan :
1. Kesalahan Operator / Crew.
2. Installation Tools yang salah “ Coupling / Overlap “
3. Keadaan Alam.

Daftar Pustaka
Lowrie, W., 2007, Fundamentals of Geophysics, 2nd Edition, Cambridge University
Press, Cambridge
Anggraeni, F. 2004. “Aplikasi Metode Geolistrik Resistivity untuk Mendeteksi Air
Tanah”. Jember: Universitas Jember
Bowen, R. 1986. Groundwater. Elsevier Applied science Publishers. London and New
York.
Suripin, 2001. Pelestarian Sumberdaya Air dan Tanah. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai