Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS SIFAT MAGNETIK BATUAN DAN TANAH DISEKITAR

DANAU DIATAS, SUMATERA BARAT

Rizki Nurul Fajri*,1), Rizaldi Putra, Caroline Bouvet de Maisonneuve , Ahmad


Fauzi, Yohandri, Hamdi Rifai1)

*)
Program Pasca Sarjana Fisika, FMIPA Universitas Negeri Padang
Email: rizkinurulfajri0880@gmail.com
Email: rifai.hamdi@gmail.com

Abstrak

Batuan memiliki karakteristik sifat magnetik yang berbeda untuk setiap jenisnya.
Apabila batuan ini mengalami pelapukan, maka material batuan tersebut akan terbawa
kedaerah sekitar seperti danau, melalui angin, air kemudian tersedimentasi. Sedimen tersebut
dapat juga berasal dari debu hasil letusan gunung api (abu vulkanik) dimana sifat magnetik
yang berasal dari batuan sekitar berbeda dengan sifat magnetik yang berasal dari debu hasil
letusan gunung api. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui karakteristik magnetik dari
batuan dan tanah disekitar danau Diatas Sumatera Barat, yang menjadi salah satu sumber
sedimen. Sifat magnetik ini ditentukan dengan menggunakan metode kemagnetan batuan
yang digunakan untuk menentukan sifat magnetik suatu bahan alam. Karakteristik magnetik
ditentukan melalui uji suseptibilitas magnetik menggunakan Bartington MS2B (Magnetic
Suseptibility sensor B) dual frekuensi yaitu 470 Hz dan 4,7 kHz. Hasil penelitian ini
menunjukkan nilai-nilai χLF (suseptibilitas frekuensi rendah), χHF (suseptibilitas frekuensi
tinggi) dan χFD% (suseptibilitas bergantung frekuensi). Nilai suseptibilitas batuan dan nilai
suseptibilitas tanah yang diperoleh bervariasi pada range 23.77 x 10-8 m3/kg - 2791.6 x 10-8
m3/kg dan 17,4 x 10-8 m3/kg - 2804,4 x 10-8 m3/Kg. Nilai suseptibilitas magnetik batuan dan
tanah tersebut termasuk dalam kelompok mineral ferromagnetik dan jenis mineral yang
terkandung didalamnya adalah ilmenit (FeTiO3) dan hematit (Fe2O3).

Kata kunci: Sifat magnetik, batuan dan tanah, Danau Diatas, Kemagnetan Batuan
Pendahuluan
Gunung api di Indonesia memiliki jumlah yang banyak terbentang dari barat ke timur
dari Sumatera, Jawa sampai Laut Banda. Semua gunung tersebut berada dalam satu rangkaian
Busur Sunda. Indonesia terletak pada pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Indo-
Australia, kedua lempeng tersebut bertumbukan mengakibatkan Indonesia memiliki 129
gunung api aktif atau sekitar 13 % dari gunung aktif di dunia sepanjang Sumatera, Jawa
sampai laut Banda [1]. Sumatera setidaknya memiliki 30 gunung berapi aktif yang dapat
mempengaruhi lingkungan. Aktivitas vulkanik gunung ini menunjukkan adanya lava dibawah
permukaan bumi yang menjadi sumber batuan dan membentuk struktur batuan dipermukaan
bumi.
Batuan merupakan bagian dari kerak bumi, yang memiliki senyawa kimia padat yang
berasal dari magma terdiri dari 1 mineral atau lebih yang terbentuk secara alamiah dengan
nilai magnetik yang berbeda-beda. Apabila batuan ini mengalami pelapukan, maka material
batuan tersebut akan terbawa kedaerah sekitar seperti danau, melalui angin, air kemudian
tersedimentasi. Keadaan lingkungan dapat diketahui dari keberadaan mineral magnetik
sedimen dan kelimpahannya, secara kuantitatif kemagnetan dalam sedimen relatif sedikit,
namun mineral magnetik selalu ada di dalam sedimen walaupun kelimpahannya cukup kecil
sekitar 0.1 % dari massa batuan[2].
Mineral magnetik dapat diidentifikasi dengan menggunakan beberapa metode. Salah
satu metode yang sering digunakan adalah metode kemagnetan batuan (rock magnetic
method). Metode ini didasarkan pada pengukuran variasi intensitas medan magnetik di
permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya variasi distribusi benda termagnetisasi di
bawah permukaan bumi atau disebut dengan suseptibilitas. Suseptibilitas magnetik suatu
bahan merupakan ukuran kuantitatif bahan tersebut untuk dapat termagnetisasi jika dikenakan
pada medan magnetik [3]. Sifat magnetik material pembentuk batuan – batuan dapat dibagi
menjadi yaitu:
a. Diamagnetik
Bahan diamagnetik memiliki nilai suseptibilitas magnetik bahan yang kecil dan bernilai
negatif.
b. Paramagnetik
Bahan paramagnetik memiliki nilai suseptibilitas magnetik bahan yang kecil (kurang dari
10-6 m3/kg), akan tetapi bernilai positif.
c. Ferromagnetik
Bahan ferromagnetik memiliki nilai suseptibilitas magnetik yang sangat besar
d. Ferrimagnetik
Bahan ferrimagnetik memiliki nilai suseptibilitas magnetik yang cukup besar, yaitu lebih
besar dari 10-6 m3/kg
Pengukuran suseptibilitas magnetik sampel di alam terbuka akan memberikan
informasi tentang mineral yang terkandung di dalam sampel [4]. Banyaknya mineral-mineral
yang bersifat magnetik pada batuan akan mempengaruhi besar kecilnya nilai suseptibilitas
magnetik yang didapatkan, semakin besar jumlah mineral-mineral yang bersifat magnetik
maka akan semakin besar pula nilai suseptibilitas magnetiknya dan begitu sebaliknya.
Kontribusi mineral magnetik dalam suatu bahan berbanding lurus dengan suseptibilitas bahan
[5]. Tiap batuan memiliki nilai suseptibilitas magnetik batuan berbeda-beda.
Nilai suseptibilitas magnetik diukur menggunakan Bartington Magnetic Susceptibility
Meter model MS2 yang dihubungkan dengan sensor MS2B. Pengukuran suseptibilitas
magnetik ini terdiri dari suseptibilitas frekuensi rendah (χLF ), suseptibilitas frekuensi tinggi
(χHF), dan suseptibilitas bergantung frekuensi (χFD). Metode dan teknik pengukuran
suseptibilitas magnetik ini dipilih karena metode tersebut mudah, sederhana, dan murah, yang
merupakan metode tidak merusak (non-destructive) dengan peralatan lapangan yang tidak
rumit [6].
Kemagnetan batuan dapat dilakukan untuk kajian lingkungan karena mineral magnetik
ditemukan di semua jenis lingkungan termasuk pada batuan, tanah sedimen, debu, jaringan
organik dan bahan buatan manusia. Dalam beberapa tahun terakhir kajian mengenai
kemagnetan batuan mengalami peningkatan. Di Indonesia kemagnetan batuan telah dikaji dan
dikembangkan sejak abad 19 [7]. Dimulai pada aplikasi paleomagnetism yang digunakan
untuk melacak tektonika lempeng [8], setelah itu diaplikasikan pada biomagnetism, yaitu
kajian tentang kemagnetan pada makhluk hidup; enviromagnetism; magnetoclimatology [9];
industri [10] dan kajian kemagnetan batuan yang sedang berkembang saat sekarang adalah
agromagnetism [11] dan volcanomagnetism [7].
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji sifat magnetik dari batuan dan
tanah disekitar Danau Diatas. Kajian sifat magnetik pada batuan dan tanah, meliputi
konsentrasi mineral magnetik, untuk mengetahui karakteristik magnetik batuan dan tanah,
sebagai acuan untuk menentukan sumber mineral sedimen Danau Diatas. Kajian tentang sifat
magnetik batuan disekitar Danau Diatas sangat penting dilakukan untuk kajian lingkungan
(environmental magnetism). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan
penelitian mengenai “Analisis Sifat Magnetik terhadap Batuan dan Tanah Disekitar Danau
Diatas, Sumatera Barat”.
METODE
Lokasi dan Rancangan Penelitian

a) b)

Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penelitian di Sekitar Danau Diatas. a) Peta Sumatera b) Peta
Lokasi Danau Diatas
Penelitian dilakukan di sekitar Danau Diatas Kabupaten Solok, Sumatera Barat
(Gambar 1a). Danau Diatas terletak, pada posisi geografis antara 1°01’51”-1°07’39” Lintang
Selatan, dan antara 100°43’01”–100°50’26” Bujur Timur, kurang lebih di selatan Danau
Dibawah (Gambar 1b). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Geofisika FMIPA UNP
dengan menggunakan metoda eksperimen. Penelitian ini meliputi pengambilan sampel,
preparasi sampel, pengambilan data, pendolahan data, dan interpretasi data.

Pengambilan Sampel dan Preparasi Sampel

a) b)

Gambar 2. Proses Pengambilan Sampel. a) Proses pengambilan sampel b) Proses


penamaan sampel batuan dan tanah

Sampel pada penelitian ini diambil di beberapa lokasi, yaitu lokasi pertama berada di
Jorong Urak, Kec. Lembah Gumanti, lokasi kedua berada di Batang Ari Jorong Batu Putiah
Kec. Lembah Gumanti, lokasi ketiga berada di Jorong Taluak Dalam Kec. Lembah
Gumanti, dan lokasi keempat berada di Simpang Tanjuang Nan IV Kec. Danau Kembar
(Gambar 2a). Posisi sampel secara geografis (dalam bentuk koordinat geografis) ditentukan
dengan menggunakan alat GPS (Global Positioning System).
Gambar 3. Sampel Siap Ukur dalam Holder

Pada penelitian ini jenis sampel yang digunakan adalah batuan dan tanah. Semua
sampel berjumlah 14 sampel (Gambar 3), yaitu: 9 sampel batuan dan 5 sampel tanah.
Masing-masing sampel dibedakan dengan sistem penamaan sampel (Gambar 2b), yaitu
nama daerah, urutan lokasi pengambilan sampel (untuk sampel batuan: urutan lokasi
pengambilan sampel diberi satu angka sesuai urutan lokasi pengambilan sampel, sedangkan
untuk sampel tanah: urutan lokasi pengambilan sampel diberi dua angka sesuai urutan lokasi
pengambilan sampel), variasi jenis sampel, Tahun-Bulan-Tanggal. Contoh penamaan
sampel: a) untuk sampel batuan: Diatas 01a 2018-07-21, b) untuk sampel tanah: Diatas 011a
2018-07-21. Tiap-tiap holder diberi nama sampel, kemudian diukur massanya menggunakan
neraca digital, hasil pengukuran dimasukkan dalam tabel Excel.
Untuk sampel batuan yang berbentuk bongkahan dihancurkan menggunakan palu,
kemudian dihaluskan menggunakan mortar hingga menjadi bubuk. Sampel bubuk tersebut
diayak dengan saringan agar diperoleh sampel bubuk yang lebih halus. Untuk sampel tanah,
dikeringkan terlebih dahulu dengan dijemur dibawah terik matahari, selanjutnya tanah yang
masih menggumpal dihaluskan menggunakan mortar, hingga berbentuk bubuk. Sampel
batuan dan tanah yang sudah berbentuk bubuk dimasukkan kedalam holder sampai padat
dan penuh (Gambar 3). Selanjutnya, diukur massa holder berisi sampel menggunakan
neraca digital, pengukuran ini dimaksudkan agar diperoleh massa sampel. Hasil pengukuran
dimasukkan dalam tabel Excel dan sampel siap untuk diukur (Gambar 3).

Pengukuran Sampel
Pengukuran sampel batuan dan tanah dilakukan dengan menggunakan dua frekuensi
yaitu 470 Hz untuk suseptibilitas frekuensi rendah (χLF) dan 4,7 KHz untuk suseptibilitas
magnetik frekuensi tinggi (χHF), masing–masing sampel diukur nilai suseptibilitas
magnetiknya sebanyak 3 kali pengukuran, hasil ketiga pengukuran di rata-ratakan.
Pengukuran ini dimaksudkan untuk menghasilkan frequency dependent magnetic suceptibility
χFD (%), yang didefenisikan:
χFD (%) = (χLF - χHF)/ χLF x 100%

Tabel 1. Interpretasi nilai χfd (%) [12]


Nilai χfd (%) Keterangan
< 2.0 % Tidak ada atau mengandung kurang dari 10 % bulir
superparamagnetik
2.0 - 10.0 % Campuran bulir superparamagnetik dan bulir non-superparamagnetik
yang lebih kasar, atau bulir superparamagnetik berukuran <0.005μm
10.0 - 14.0 % Keseluruhan atau terdiri dari lebih dari 75 % bulir
superparamagnetik
RESULT AND DISCUSSION
Tabel 2. Hasil Pengukuran Suseptibilitas Magnetik
Suceptibility (χ)
No Nama Sampel Jenis Sampel χLF (x10- χHF (x10- χFD (%)
8 3 8 3
m /kg) m /kg)
1 Diatas 011 Tanah 802.4 776.2 3.3
2018-07-21

2 Diatas 022 Tanah Liat 779.8 771.1 1.1


2018-07-21

3 Diatas 022A Tanah Liat Putih 2804.4 2781.9 0.8


2018-07-21

4 Diatas 033 Tanah 58.4 50.6 13.5


2018-07-21

5 Diatas 044 Tanah 18.2 17.4 4.6


2018-07-2

6 Diatas 01A Batu Andesit 2332 2314.3 0.8


2018-07-21

7 Diatas 01B Batu Diorit 2161.7 2144.9 0.8


2018-07-21

8 Diatas 01C Batu Diorit 2791.6 2780.1 0.4


2018-07-21

9 Diatas 02 Batu Slate 23.9 23.77 0.6


2018-07-21

10 Diatas 03A Batu Andesit 1828.5 1817 0.6


2018-07-21

11 Diatas 03B Batu Andesit 1675.8 1668.5 0.4


2018-07-21

12 Diatas 04A Batu Diorit 1806.4 1795.5 0.6


2018-07-21

13 Diatas 04B Batu Andesit 1887.4 1877.4 0.5


2018-07-21

14 Diatas 04C Batu Andesit 1681.5 1675.3 0.4


2018-07-21

Tabel 3. Sifat magnetik dari sejumlah batuan dan mineral magnetik [13]
Suseptibilitas
Mineral Rumus Kimia Densitas Volume k Mass χ
(103kg m-3) (10-6 SI) (10-8 m3 kg-1)
Hematit Fe2O3 5,26 500-400.000 10-760
Maghemit αFe2O3 4,9 2.000.000-2.500.000 40.000-50.000
Ilmenit FeTiO3 4,72 2.200-3.800.00 46-80.000
Magnetit Fe3O4 5,18 1.000.000-5.700.000 20.000-110.000
Titanomagnetit Fe3-xTixO4 4,98 130.000-620.000 2.500-12.000
Titanomaghemit Fe(3-x)RTixRO3 4,99 2.800.000 57.000
Ulvospinel Fe2TiO4 4,78 4.800 100

Hasil pengukuran suseptibilitas mineral magnetik batuan dan tanah dapat dilihat pada
Tabel 2. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut dapat diidentifikasi klasifikasi bahan
magnetik yang terkandung pada sampel. Dari pengukuran 9 sampel batuan didapatkan nilai
suseptibilitas magnetik bervariasi pada range antara 23.77 x 10-8 m3/Kg - 2791.6 x 10-8 m3/Kg.
Ini bisa dikatakan bahwa adanya perbedaan kuantitas mineral magnetik pada tanah tersebut.
Suseptibilitas magnetik 23.77 x 10-8 m3/Kg, merupakan nilai suseptibilitas magnetik batu
slate. Ini bisa dikatakan bahwa kandungan mineral magnetik pada titik tersebut rendah atau
sampel bersifat ferrimagnetik.Rendahnya nilai suseptibilitas magnetik pada titik tersebut
disebabkan karena adanya proses pelapukan dan pengendapan yang mengakibatkan tercampur
dengan bahan-bahan organik yang bersifat diamagnetik [18]. Jika dihubungkan dengan Tabel
3 dapat diinterpretasikan bahwa jenis mineral yang terkandung pada sampel adalah mineral
hematit (Fe2O3).
Suseptibilitas magnetik 2791.6 x 10-8 m3/Kg, merupakan nilai suseptibilitas magnetik
batu diorit. ini bisa dikatakan bahwa kandungan mineral magnetik pada titik tersebut cukup
tinggi atau sampel bersifat ferromagnetik. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh kandungan
unsur dari sampel yang berasal dari batuan aslinya yang belum mengalami proses pelapukan.
Jika dihubungkan dengan Tabel 3 dapat diinterpretasikan bahwa mineral magnetik yang
menjadi pembawa sifat magnetik pada sampel didominasi oleh mineral ilmenit (FeTiO3).
Dari pengukuran 5 sampel tanah didapatkan nilai suseptibilitas magnetik bervariasi
pada range antara 17,4 x 10-8m3/Kg - 2804,4 x 10-8m3/Kg. Suseptibilitas magnetik dengan
nilai 17,4 x 10-8 m3/Kg, ini bisa dikatakan bahwa kandungan mineral magnetik pada tanah
tersebut rendah atau jumlah mineral ferrimagnetik yang terdapat dalam sampel sedikit.
Rendahnya nilai suseptibilitas magnetik pada titik tersebut mungkin disebabkan karena lokasi
pengambilan sampel jauh dari sumber pembawa sifat magnetik (mineral magnetik). Jika
dihubungkan dengan Tabel 3 dapat diinterpretasikan bahwa mineral magnetik yang menjadi
pembawa sifat magnetik pada sampel didominasi oleh hematit (Fe2O3).
Suseptibilitas magnetik 2804,4 x 10-8 m3/Kg, merupakan nilai suseptibilitas magnetik
tanah liat. Ini bisa dikatakan bahwa kandungan mineral magnetik pada titik tersebut cukup
tinggi atau sampel bersifat ferromagnetik. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh kandungan
mineral besi pada sampel tinggi. Jika dihubungkan dengan Tabel 3 dapat diinterpretasikan
bahwa mineral magnetik yang menjadi pembawa sifat magnetik pada sampel didominasi oleh
mineral ilmenit (FeTiO3). Secara teori komposisi senyawa ilmenit (FeTiO3) terdiri dari
36,80% Fe, 31,57% Ti dan 31,63% O atau 52,66 % TiO2 dan 47,33% FeO. Menurut Madjid,
A (2009), hematit dan ilmenit merupakan beberapa mineral yang terdapat dalam tanah yang
termasuk kedalam kelompok mineral oksida, yaitu mineral bukan silikat.

Batuan
Tanah
Gambar 4. Grafik hubungan χLF (10-8m3/kg) dengan χFD (%)
untuk sampel batuan dan tanah

Gambar 5. Grafik hubungan χHF (10-8m3/kg) dengan χFD (%)


untuk sampel batuan dan tanah

Berdasarkan grafik hubungan χLF (10-8m3/kg) dengan χFD (%) untuk sampel batuan dan
tanah pada gambar 4 dan grafik hubungan χHF (10-8m3/kg) dengan χFD (%) untuk sampel
batuan dan tanah pada gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai χFD pada sampel tanah lebih tinggi
dibandingkan dengan sampel batuan. Nilai χfd (%) yang diperoleh bervariasi pada range antara
0.4 - 13.5 %. Suseptibilitas magnetik bergantung frekuensi 13,5 % merupakan nilai χfd tanah,
berdasarkan Tabel 1 nilai tersebut menginterpretasikan bahwa sampel mengandung lebih dari
75% bulir superparamagnetik. Semakin tinggi nilai χfd (%), maka semakin tinggi pula
kandungan bulir superparamagnetiknya. Sedangkan χfd (%) dengan nilai 3.3 %, dan 4.6 %
merupakan nilai χfd tanah, berdasarkan Tabel 1 nilai tersebut menginterpretasikan bahwa
sampel mengandung campuran bulir superparamagnetik dan bulir non superparamagnetik
yang lebih kasar, atau bulir superparamagnetik berukuran < 0.005μm. Untuk χ fd (%) 0.8 %
dan 1.1 %, merupakan nilai χfd tanah, berdasarkan Tabel 1 nilai tersebut menginterpretasikan
bahwa sampel mengandung kurang dari 10% bulir superparamagnetik.
Tanah yang mengandung bulir superparamagnetik membuat tanah bersifat halus.
Tanah yang halus akan lebih mudah menyerap air dan lebih cepat mengalami kejenuhan.
Untuk χfd (%) 0.4 % - 0.8 %, merupakan nilai χfd batuan, berdasarkan Tabel 1 nilai tersebut
menginterpretasikan bahwa sampel mengandung kurang dari 10% bulir superparamagnetik.
Pada sampel tanah nilai χFD semakin kecil seiring dengan bertambahnya nilai χLF dan χHF,
sedangkan pada sampel batuan nilai χFD cenderung bertambah seiring dengan bertambahnya
nilai χLF dan χHF.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa nilai suseptibilitas magnetik batuan dan tanah bervariasi pada range antara 23.77 x 10-8
m3/kg - 2791.6 x 10-8 m3/kg dan 17,4 x 10-8 m3/kg - 2804,4 x 10-8 m3/Kg. Nilai suseptibilitas
magnetik batuan dan tanah disekitar Danau Diatas termasuk dalam kelompok mineral
ferromagnetik dan ferrimagnetik. Mineral magnetik yang menjadi pembawa sifat magnetik
pada sampel didominasi oleh mineral ilmenit (FeTiO3) dan hematit (Fe 2O3). Untuk nilai
suseptibilitas magnetik bergantung frekuensi χfd (%) berkisar antar 0.4 % sampai 13,5 %.
Nilai suseptibilitas magnetik bergantung frekuensi pada range 0,4 % - 1.1 %, nilai tersebut
menginterpretasikan bahwa sampel mengandung kurang dari 10% bulir superparamagnetik,
nilai χfd (%) pada range 3,3 % dan 4.6 % nilai tersebut menginterpretasikan bahwa sampel
mengandung campuran bulir superparamagnetik dan bulir non superparamagnetik yang lebih
kasar, atau bulir superparamagnetik berukuran < 0.005μm, sedangkan nilai χ fd (%) 13,5 %,
nilai tersebut menginterpretasikan bahwa sampel mengandung lebih dari 75 % bulir
superparamagnetik.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada DRPM Grant (HR) (Skema: Kolaborasi
Penelitian Internasional dan Publikasi Ilmiah) KEMENRISTEK Indonesia dan proyek
Sumathephra EOS, NTU, Singapore (CB).

DAFTAR PUSTAKA
[1] Mulya, Agung. 2004. Pengantar Ilmu Kebumian. Penerbit: Pustaka Setia,
Bandung.

[2] Bijaksana, S. 2002. Analisa Mineral Magnetik Dalam Masalah Lingkungan.


Jurnal Geofisika, 1, 19-27.

[3] Tipler, 2001, Fisika Sains dan Teknik, Erlangga: Jakarta

[4] Trianto, Y., 2002. Pemetaan Nilai Suseptibilitas Magnetik Tanah Lapisan Atas di Kodya
Surakarta Menggunakan Bartington MS2 Sebagai Indikator Sebaran Logam, Semarang

[5] Schoen,

[6] Oldfield, F. 1991. Environmental magnetism-A personal perspective, Quat. Sci. Rev., 10,
73-85.

[7] Zulaikah, S., 2015, Prospek dan Kajian Kemagnetan Batuan pada Perubahan Iklim dan
Lingkungan: Jurnal Fisika Vol. 5 No. 1, Mei 2015.

[8] Butler, R. F. 1998. Paleomagnetism: Magnetic Domains to Geologic Terranes. Boston:


Blackwell Scientific Publication.

[9] Evans, M and Heller, F. 2003. Environmental Magnetism Principle and Application of
Environmagnetics. California: Academic Press.[1] Bijaksana, S. 2002. Analisa Mineral
Magnetik Dalam Masalah Lingkungan. Jurnal Geofisika, 1, 19-27.
[10] Yulianto, A., Bijaksana, S., Loeskmanto, W., dan Karunia, D., 2003b, Produksi Hematit
dari pasir besi: Pemanfaatan potensi alam sebagai bahan industri berbasis sifat
kemagnetan, Jurnal Sains Materi Indonesia, 5 (1), 51-54.

[11] Agustine, E., Fitriani, D., Saifuddin, L. O., Tamutuan, G., and Bijaksana, S., 2013,
Magnetic suceptibility properties of pesticide contaminated volcanic soil, Padjajaran
International Physics Shymposium, 5.

[12] Dearing, J. A. 1999. Environmental Magnetic Susceptibility Using The Bartington MS2
System. England: Chi Publishing.

[13] Hunt, C.P., Moskowitz, B.M,. Banerjee, S.K., 1995. Magnetic Properties of Rocks and
Minerals.

[14] Huliselan, E.K. & Bijaksana, S. 2007. Identifikasi Mineral Magnetik pada Lindi
(Leachate). Jurnal Geofisika, (Online), (http: //www.scribd.com/doc/218974951).

[15] Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai