LABORATORIUM TEKNIK
GEOFISIKA FAKULTAS ILMU DAN
TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
METODE MAGNETIK
TANGGAL
PRAKTIKUM
KENDARI – INDONESIA
© 2022 Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo 9
Laporan Praktikum GFS65042 Metode Magnetik, Semester V Tahun 2022
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geofisika merupakan ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk
mengetahui dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan bumi atau dapat pula
diartikan mempelajari bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika. Geofisika
digunakan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan bumi yang melibatkan
pengukuran permukaan dari parameter fisika yang dimilki oleh batuan yang ada di
bawah permukaan bumi. Metode fisika umumnya dibagi menjadi metode aktif dan
pasif. Metode aktif adalah suatu metode yang dilakukan dengan membuat medan
buatan kemudian mengukur resons yang dilakukan oleh bumi. Sedangkan metode pasif
adalah suatu metode yang digunakan untuk mengukur medan alami yang dipancarkan
oleh bumi.
Metode magnetik merupakan salah satu metode geofisika yang didasarkan pada
pengukuran variasi intensitas medan magnet di permukaan bumi. Metode magnetik
sendiri adalah salah satu metode pasif dimana prinsip kerjanya adalah bahwasanya
Bumi memiliki medan magnetik yang disebut dengan magnetik field. Metode magnetik
umumnya digunakan untuk mengetahui sifat magnetik batuan, serta untuk mengetahui
struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali medan magnetik. Selain itu,
metode magnetik sering digunakan untuk survei pendahuluan pada eksplorasi minyak
bumi, panas bumi, batuan mineral, maupun untuk keperluan pemantauan (monitoring)
gunungapi (Umamii, 2017).
B. Struktur Geologi
Struktur geologi yang mengontrol daerah ini adalah zona sesar (diperkirakan)
yang melintang timur laut-barat daya (Tumpak Pengilon-Bunder). Zona sesar yang lain
berada di Kempes Bunder (Utara-Selatan) mengikuti kelokan Kali Dadap. Struktur
geologi yang lain adalah kekar-kekar intensif dan rekahan. Pada beberapa singkapan
batupasir napal dan konglomerat pasiran terdapat rembesan air tanah melalui celah antar
lapisan dan rekahan (Nahrowi, 1978).
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Pacitan, Jawa (Samodra, dkk., 1992) batuan dari
Formasi Arjosari (Toma) merupakan batuan penyusun daerah gerakan tanah. Formasi
ini terdiri dari konglomerat aneka bahan, batupasir, batulanau, batugamping,
batulempung, napal pasiran, batupasir batuapung, bersisipan breksi gunungapi, lava dan
tuf. Jalur Sesar Karangrejo melintas di baratlaut-tenggara daerah gerakan tanah. Sesar
ini berjenis sesar geser. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa batuan di lokasi
bencana berupa napal pasiran di bagian atas dan batupasir di bagian bawah. Napal
pasiran tersingkap dalam kondisi lapuk seluruhnya sedangkan batupasir berada dalam
kondisi lapuk sebagian. Tanah pelapukan berupa lempung pasiran, poros dengan
ketebalan <2 meter dan memiliki kontak gradasi dengan batuan segarnya (Tim Badan
Geologi,2018).
C. Stratigrafi
Satuan litologi paling tua di Desa Kasihan adalah lapisan batupasir vulkanik
dengan selang seling batulanau. Batupasir yang segar berwarna hijau kekuningan,
sedangkan yang lapuk berwarna cokelat kemerahan, berukuran butir pasir kasar, sortasi
kurang bagus, struktur berlapis (10-50 cm), struktur sedimen laminasi sejajar dan
bergelombang. Pada beberapa singkapan menunjukan gradasi, fragmennya adalah
kuarsa, feldspar dan tuf serta material vulkanik. Sedangkan matriksnya diduga adalah
lempung. Sebagian besar lapisan batupasir ini dalam keadaan lapuk (berwarna merah-
kecokelatan), sedangkan yang segar berwana abu-abu hijau keputihan. Ketebalan satuan
ini kurang lebih 685 m, terbentuk pada lingkungan pengendapan laut (neritik tengah
luar) yang bersamaan dengan terjadinya aktivitas vulkanik, diduga berumur Miosen
Tengah. Satuan ini ditemukan di sepanjang Kali Dadap dan jalan Desa Kasihan.
Di atas satuan batupasir vulkanik menumpang secara tidak selaras satuan
konglomerat pasiran yang fragmennya didominasi oleh butiran batuan beku (andesit dan
dasit) ukuran kerakal-pasir kasar, kuarsa (chalcedony dan chert), dengan matriks diduga
adalah lempung (clay). Terdapat sisipan fosil kayu yang tersilisifikasi (petrified wood)
dan sisipan konglomerat batugamping yang fragmennya terdiri dari batugamping
terumbu (masif dominan), batuan beku (andesit) dalam kondisi lapuk, napal masif,
batulanau masif, dan mineral kuarsa (chalcedony dan chert). Lingkungan terbentuknya
satuan ini adalah lingkungan laut dalam. Fragmen batugamping (terbentuk pada laut
dangkal) telah tererosi dan tertransportasikan sampai laut dalam. Satuan ini diperkirakan
berumur Miosen Tengah dengan ketebalan 187 m. Satuan ini terdeformasikan secara
intensif yang tampak dari kekar-kekar gerus yang ada dan juga diterobos oleh batuan
beku pada beberapa singkapan. Satuan ini tersingkap setempat-setempat di Kali
Pringapus dan sepanjang Kali Dadap. Satuan yang paling muda adalah intrusi andesit
dan dasit yang menerobos dua satuan batuan di atasnya. Pada batuan intrusi ini
terbentuk kekar-kekar akibat pendinginan dan banyak membentuk struktur dike yang
terisi oleh larutan silika. Batuan intrusi ini tersingkap di tempat-tempat di sepanjang
Kali Dadap, lereng Gunung Pangajaran dan Gunung Dringo, dan bukit-bukit sekitar
Desa Kasihan (Nahrowi, 1978).
2.1.3 Teori Dasar
A. Pengertian Metode Magnetik
Metode magnetik merupakan salah satu metode geofisika yang dapat digunakan
untuk mengukur variasi medan magnet di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya
variasi distribusi benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Variasi medan magnet
yang terukur kemudian ditafisirkan dalam bentuk distribusi bahan magnetik di bawah
permukaan yang kemudian dijadikan dijadikan dasar bagi pendugaan keadaan geologi
atau target magnetik yang mungkin dalam aplikasinya. Metode magnetik
mempertimbangkan variasi arah dan besar vektor magnetisasi.
B. Suseptibilitas Magnet
M =k ⃗
⃗ H
M adalah intensitas magnet dalam A/m, k adalah nilai suseptibilitass suatu bahan
Dengan ⃗
H adalah kuat medan magnet dalam A/m.
dan tidak memiliki dimensi serta ⃗
Nilai k adalah parameter dasar yang digunakan dalamm metode magnet. Nilai
suseptibilitas batuan semakin besar jika dalam batuan tersebut dijumpai banyak mineral
yang bersifat magnet. Litologi (karakteristik) dan kandungan mineral batuan adalah faktor
yang mempengaruhi harga suseptibilitas suatu bahan (Telford et al, 1990).
11 Piroksenit 125
13 Andesit 160
1. Koreksi Harian
Variasi harian medan magnetik adalah penyimpangan intensitas medan magnetik
bumi yang disebabkan oleh adanya perbedaan waktu pengukuran dan efek sinar matahari
dalam satu hari. Koreksi Variasi Harian adalah koreksi yang dilakukan terhadap data
magnetik terukur untuk menghilangkan pengaruh medan magnetik luar atau variasi
harian.
2. Koreksi IGRF
Koreksi IGRF adalah koreksi yang dilakukan terhadap data medan magnetik
terukur untuk menghilangkan pengaruh medan magnetik utama bumi. Medan magnet
utama bumi berubah terhadap waktu. Untuk menyeragamkan nilai-nilai medan utama
magnet bumi, dibuat standar nilai yang disebut sebagai International Geomagnetics
Reference Field yang diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut
diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang
dilakukan dalam waktu satu tahun.
D. Tranformasi RTP
Dalam akuisisi data magnetik dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu secara
looping, base rover, atau gradien vertikal. Perbedaan dalam beberapa cara tersebut hanya
di tekankan dalam penggunaan instrument dalam pengukuran. Pengukuran secara satu
alat merupakan suatu konsep pengukuran geomagnetik dengan memanfaatkan suatu titik
base yang digunakan sebagai titik acuan dan pengukuran awal hingga terakhir akan
kembali pada titik tersebut (looping). Konsep satu alat / looping sebenarnya pengukuran
yang kurang akurat dibandingkan pengukuran secara base-rover, dikarenakan pengukuran
secara looping hanya memperhitungkan variasi harian dari suatu daerah berdasarkan dua
titik saja. Yaitu titik base dan titik looping. Dimana selisih intensitas medan magnet pada
awal pengukuran dengan intensitas medan magnet pengukuran terakhir adalah sebagai
koreksi variasi harian. Sedangkan pada saat pengukuran berlangsung terjadi perubahan
kondisi matahari Pengukuran looping biasa jarang dilakukan karena tingkat akurasi
datanya agak kurang baik dibandingkan pengukuran secara base-rover yang, menghitung
variasi harian setiap beberapa jam sekali karena perubahan kondisi yangberbeda dari
matahari.
E. Kontinuasi ke atas
Kontinuasi ke atas (Upward Continuation) dilakukan dengan tujuan untuk
menghilangkan pengaruh lokal yang berasal dari sumber-sumber di permukaan dan
memperjelas pengaruh anomali medan magnetik regional. Semakin tinggi kontinuasi
data, maka informasi lokal semakin hilang, dan informasi regional semakin jelas.
F. Analisis Spectrum
Analisis spektrum merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui
kedalaman anomali. Analisis spektrum menggunakan prinsip transformasi fourier yaitu
dengan mengubah data dari domain ruang menjadi domain bilangan gelombang. Gradien
dari grafik analisis spektrum besarnya sebanding dengan kedalaman bidang anomali,
dimana gradien yang bernilai besar mencerminkan anomali regional sedangkan gradien
yang bernilai lebih kecil mencerminkan anomali residual.
3. DATA DAN PENGOLAHAN
t n −t a
( H −H a)
t b −t a b
Mulai
Akuisisi
Koreksi IGRF
Anomali
medan total
RTP
Analisis spektrum
Kontinuasi
Anomali residual
ke atas
Anomali
regional
Pemodelan 2D
Interpretasi
Hasil
Kesimpulan
3.3 Output yang keluar dari proses pengolahan.
2. Interpretasi data magnetik secara kualitatif didasarkan pada pola kontur anomali
medan magnetik yang bersumber dari distribusi benda-benda termagnetisasi atau struktur
geologi bawah permukaan bumi. Selanjutnya pola anomali medan magnetic yang
dihasilkan ditafsirkan berdasarkan informasi geologi setempat dalam bentuk distribusi
benda magnetik atau struktur geologi, yang dijadikan dasar pendugaan terhadap keadaan
geologi yang sebenarnya.
[3] Santosa, Bagus Jaya, dkk. 2012. Interpretasi Metode Magnetik Untuk Penentuan
Struktur Bawah Permukaan di Sekitar Gunung Kelud Kabupaten Kediri.
Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya, Vol. 2 No. 1, Juni.
[4] Tampubolon, Togi, dkk. 2017. Identifikasi Anomali Magnetik Bawah Permukaan
Daerah Gunung Sinabung. Jurnal Hasil Penelitian Bindang Fisika, Vol. 5
No. 2.
[5] Umamii, Aufi Maslihah, dkk. 2017. Aplikasi Metode Magnetik Untuk Identifikasi
Sebaran Bijih Besi di Kabupaten Solok Sumatera Barat. Youngster Physics
Journal, Vol. 6 No. 4.