Anda di halaman 1dari 26

PRAKTIKUM SEISMIK REFRAKSI

TUGAS METODE T-X

Oleh:
ZERLINA MUTIARA HIKMAH
115.200.047

LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM SEISMIK REFRAKSI
METODE T-X

Laporan ini disusun sebagai syarat mengikuti acara Praktikum Seismik


Refraksi selanjutnya, tahun ajaran 2021/2022, Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

Disusun Oleh :

ZERLINA MUTIARA HIKMAH


115.200.047

Yogyakarta, Februari 2022


ACC 2

(asisten)

LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. Wb.


Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan berkah, rahmat dan karunianya, semangat Saya selalu terjaga untuk
dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Praktikum Seismik Refraksi 2022
mengenai “Metode T-X” sesuai dengan kaidah penyusunan laporan yang baik dan
sesuai apa yang Saya harapkan untuk bisa menjadi laporan yang utuh. Tidak lupa
saya mengucapan terimakasih kepada dan asisten praktikum seismik refraksi yang
telah membimbing, mengarahkan, dan membentuk karakter sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan kegiatan pembelajaran. Selain itu juga kepada teman-
teman yang telah membantu dan memberi semangat dalam menyelesaikan laporan
praktikum ini
Saya berharap dalam Laporan Praktikum Seismik Refraksi ini, bisa
menjadi laporan yang sesuai dengan apa yang saya dapatkan selama pembelajaran
serta dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya, semoga laporan ini bisa menjadi
bacaan yang baik dapat menjadi literatur pembelajaran. Selain itu, Saya tak lupa
meminta maaf jika dalam penyusunan laporan ini masih terdapat beberapa
kesalahan baik dari kata, kalimat, atau penjelasan yang kurang sesuai. Untuk itu,
Saya berharap para pembaca dapat memberi kritik dan saran untuk dapat
memperbaiki kesalahan dan sebagai motivasi dalam penyusunan laporan lain
untuk kedepannya.

Yogyakarta, Februari 2022

Zerlina Mutiara Hikmah


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Maksud dan Tujuan

BAB II. DASAR TEORI


2.1. Seismik Refraksi
2.2. Hukum Dasar
2.3. Asumsi-Asumsi Dasar
2.4. Metode T-X
2.5. Metode Intercept Time
2.5.1. Intercept Time Satu Lapis
2.5.2. Metode Intercept Time Banyak Lapis
2.5.3. Metode Intercept Time Lapisan Miring
2.6. Metode Critical Distance
2.6.1. Metode Critical Distance Satu Lapis
2.6.2. Metode Critical Distance Banyak Lapis
2.6.3. Metode Critical Distance Lapisan Miring

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Diagram Alir Pengolahan Data
3.2. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Tabel Pengolahan Data
4.1.1. Metode Intercept Time
4.1.1.1. Metode Intercept Time Satu Lapis
4.1.1.2. Metode Intercept Time Banyak Lapis
4.1.1.3. Metode Intercept Time Lapisan Miring
4.1.2. Metode Critical Distance
4.1.2.1. Metode Critical Distance Satu Lapis
4.1.2.2. Metode Critical Distance Banyak Lapis
4.1.2.3. Metode Critical Distance Lapisan Miring
4.2. Hasil dan Pembahasan Pengolahan Data
4.2.1 Metode Intercept Time
4.2.1.1. Metode Intercept Time Satu Lapis \
4.2.1.1.1. Grafik T-X
4.2.1.1.2. Profil Bawah Permukaan
4.2.1.2. Metode Intercept Time Banyak Lapis
4.2.1.2.1. Grafik T-X
4.2.1.2.2. Profil Bawah Permukaan
4.2.1.3. Metode Intercept Time Lapisan Miring
4.2.1.3.1. Grafik T-X
4.2.1.3.2. Profil Bawah Permukaan
4.2.2. Metode Critical Distance
4.2.2.1. Metode Critical Distance Satu Lapis
4.2.2.1.1. Grafik T-X
4.2.2.1.2. Profil Bawah Permukaan
4.2.2.2. Metode Critical Distance Banyak Lapis
4.2.2.2.1. Grafik T-X
4.2.2.2.2. Profil Bawah Permukaan
4.2.2.3. Metode Critical Distance Lapisan Miring
4.2.2.3.1. Grafik T-X
4.2.2.3.2. Profil Bawah Permukaan

BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
A. TABEL KECEPATAN BATUAN
B. TURUNAN RUMUS ITM SATU LAPIS
C. TURUNAN RUMUS CDM SATU LAPIS
LEMBAR KONSULTASI
LEMBAR PENILAIAN

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian kali ini adalah praktikan dapat memahami cara
melakukan pengolahan data seismik menggunakan metode T-X yang terbagi
menjadi dua cara, yaitu ITM (Intercept Time Mehod) dan CDM (Critical
Distance Method) untuk mengetahui nilai kedalaman suatu lapisan dan juga
kecepatan rambat gelombang sehingga dapat menentukan litologi dari
lapisan tersebut.
Tujuan dilakukan penelitian kali ini adalah untuk mendapatkan hasil
berupa grafik dan profil bawah permukaan dari data sintetik tersebut
sehingga dapat diketahui informasi berupa kedalaman lapisan batuan, waktu
penjalaran gelombang, kecepatan rambat gelombang, dan litologi suatu
lapisan tersebut dilihat dari tabel kecepatan batuan

BAB II.
DASAR TEORI
2.1. Seismik Refraksi
Metode seismik refraksi merupakan salah satu metode geofisika untuk
mengetahui penampang struktur bawah permukaan, merupakan salah satu metode
untuk memberikan tambahan informasi yang diharapkan dapat menunjang
penelitian lainnya. Metode ini mencoba menentukan kecepatan gelombang
seismik yang menjalar di bawah permukaan. Metode seismik refraksi didasarkan
pada sifat penjalaran gelombang yang mengalami refraksi dengan sudut kritis
tertentu yaitu bila dalam perambatannya, gelombang tersebut melalui bidang batas
yang memisahkan suatu lapisan dengan lapisan yang di bawahnya yang
mempunyai kecepatan gelombang lebih besar. Parameter yang diamati adalah
karakteristik waktu tiba gelombang pada masing-masing geophone (Fenti, 2006).
Gelombang yang terjadi setelah sinyal pertama (first break) diabaikan, karena
gelombang seismik refraksi merambat paling cepat dibandingkan dengan
gelombang lainnya kecuali pada jarak (offset) yang relatif dekat. Kecepatan yang
dimiliki oleh gelombang P lebih besar dibandingkan dengan kecepatan pada
gelombang S, maka waktu datang gelombang P yang digunakan dalam
perhitungan metode ini. Parameter jarak dan waktu penjalaran gelombang
dihubungkan dengan cepat rambat gelombang dalam medium. Besarnya
kecepatan rambat gelombang dikontrol oleh konstanta fisis yang terdapat pada
material.
Gelombang seismik refraksi yang dapat terekam oleh receiver pada
permukaan bumi hanyalah gelombang seismik refraksi yang merambat pada batas
antar lapisan batuan. Hal ini hanya dapat terjadi jika sudut datang merupakan
sudut kritis atau ketika sudut bias tegak lurus dengan garis normal (r = 90 o
sehingga sin r =1). Hal ini sesuai dengan asumsi awal bahwa kecepatan lapisan
dibawah interface lebih besar dibandingkan dengan kecepatan diatas interface
(Nurdiyanto 2011).

2.2. Hukum Dasar


2.2.1. Prinsip Huygens
Prinsip Haygens menyatakan bahwa setiap detik pada muka gelombang dapat
dipandang sebagai sumber gelombang yang baru. Melalui titik-titik sumber
gelombang yang baru, posisi muka gelombang berikutnya dapat digambarkan atau
ditentukan (Stacey, 1977). Secara fisis bahwa setiap partikel terletak pada
wavefront telah pindah dari titik kesetimbangannya dengan pendekatan kelakuan
yang sama, gaya elastis di dekat partikel berubah, sehingga resultan dari
perubahan gaya yang disebabkan oleh gerak titik dari gelombang depan mulai
menghasilkan gerak yang menghasilkan wavefront berikutnya.
Prinsip Huygnes membantu menjelaskan informasi tentang gangguan seismik
yang terjadi di dalam bumi. Khususnya, diberikan lokasi dari wavefront tertentu,
posisi wavefront berikutnya dapat ditemukan dengan mempertimbangkan setiap
titik pada wavefront yang pertama sebagai sumber gelombang baru.

Gambar 2.1. Kontruksi Prinsip Huygens (Sherif, 1999)

Gambar (2.1.), AB merupakan wavefront pada saat dan kita berharap

menemukan wavefront pada waktu kemudian . Selama interval ,

gelombang akan menempuh jarak v . V merupakan kecepatan (yang mungkin

bervariasi dari titik ke titik). Apabila dipilih titik pada wavefront, dan

selanjutnya, yang mana kemudian mengambar busur dari v . Dengan memilih


titik yang cukup, sungkup dari busur (A’B’) akan menentukan keakuratan posisi
yang diharapkan (Sherif, 1995)

2.2.2. Asas Fermat


Prinsip Fermat yang lebih lengkap dan lebih umum dinyatakan pertama kali
oleh ahli matematika Prancis Pierre de Fermat pada abad ke-17 yang menyatakan
bahwa lintasan yang dilalui oleh cahaya untuk merambat dari satu titik ke titik lain
adalah sedemikian rupa sehingga waktu perjalanan itu tidak berubah sehubungan
dengan variasi-variasi dalam lintasan tersebut (Tipler 2001). Prinsip Fermat
menyatakan bahwa gelombang yang menjalar dari satu titik ke titik yang lain akan
memilih lintasan dengan waktu tempuh tercepat. Prinsip Fermat dapat
diaplikasikan untuk menentukan lintasan sinar dari titik ke titik yang lainnya yaitu
lintasan yang waktu tempuhnya bernilai minimum. Dengan diketahuinya lintasan
dengan waktu tempuh minimum maka dapat dilakukan penulusuran jejak sinar
yang telah merambat di dalam medium. Penelusuran jejak sinar seismik ini akan
membantu dalam menentukan posisi reflektor di bawah permukaan. Jejak sinar
seismik yang tercepat ini tidaklah selalu terbentuk garis lurus (Rawlinson, 2003).

Gambar 2.2. Prinsip Fermat (Rawlinson, 2003)

2.2.3. Hukum Snellius


Hukum Snellius menjelaskan bahwa gelombang akan dipantulkan dan
dibiaskan pada bidang batas antara dua medium. Gelombang akan dibiaskan jika
sudut datang gelombang lebih kecil atau sama dengan sudut kritisnya. kemudian
gelombang akan dipantulkan jika sudut datangnya lebih besar dari sudut kritisnya
(Susilawati, 2004).
Gambar 2.3. Hukum Snellius (Gadallah dan Fisher, 1965)

Gelombang tersebut mengikuti Hukum Snellius , yaitu:

...........................................(2.1)

Dengan adalah sudut datang gelombang P, adalah sudut pantul gelombang

P, adalah sudut pantul gelombang S, sudut bias gelombang P, sudut bias

gelombang S, adalah kecepatan gelombang P pada medium pertama,

adalah kecepatan gelombang P pada medium kedua, adalah kecepatan

gelombang S pada medium pertama, adalah kecepatan gelombang S pada medium

kedua dan P adalah parameter gelombang (Stacey, 1977).

2.3. Asumsi-Asumsi Dasar


Menurut Sismanto (1999), asumsi dasar yang harus dipenuhi untuk penelitian
perlapisan dangkal adalah:
1. Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan setiap lapisan menjalarkan
gelombang seismik dengan kecepatan yang berbeda beda.
2. Semakin bertambah kedalamannya, batuan  lapisan akan semakin kompak.
3. Panjang gelombang seismik lebih kecil daripada ketebalan lapisan bumi.
4. Perambatan gelombang seismik dapat dipandang sebagai sinar, sehingga
mematuhi hukum – hukum dasar lintasan sinar.
5. Pada bidang batas antar lapisan, gelombang seismik merambat dengan
kecepatan pada lapisan dibawahnya.
6. Kecepatan gelombang bertambah dengan bertambahnya kedalaman.

2.4. Metode T-X


Dalam pengolahan data seismik refraksi memiliki beragam cara pengolahan
salah satunya merupakan metode T-X. Metode T-X merupakan salah satu cara
yang dianggap paling sederhana dan hasilnya relatif cukup kasar, kedalaman
lapisan diperoleh pada titik-titik tertentu saja, namun pada sistem perlapisan yang
cendrung homogen dan relatif rata cara ini mampu memberikan hasil yang relatif
akurat dengan kesalahan kecil. Metode T-X sendiri memanfatkan hubungan waktu
tiba (arrival time) dengan offset suatu titik penerima gelombang dalam suatu
grafik X dan Y. Waktu tiba memberikan informasi yang dapat dikembangkan
menjadi cepat rambat gelombang pada lapisan atau bidang yang dilewatinya.
analisa pengolahan data di setiap turunannya untuk seismik refraksi seperti Kurva
Travel Time (atas) dan penjalaran gelombang refraksi banyak lapisan (bawah) dan
grafik kurva jarak vs waktu yang didapat dari rumus perhitungan untuk seismik
refraksi. A Metode T-X terdiri dari metode Intercept Time Method (ITM) dan
Critical Distance Method (CDM) (Sava, dkk., 2018)

2.5. Metode Intercept Time


Metode interpretasi yang paling mendasar dalam analisis data seismik
refraksi adalah intercept time. Intercept time artinya waktu penjalaran gelombang
seismik dari source ke geofon secara tegak lurus (zero offset). Metode Intercept
Time adalah Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data waktu tiba pertama
gelombang yang berasal dari sumber seismik saat diterima oleh setiap geofon.
Lalu hubungan antara jarak dengan waktu dari setiap geofon dengan sumber
seismik atau posisi ledakan dibuat dalam bentuk grafik (Reny, dkk., 2018). Dalam
metode Intercept Time asumsi yang digunakan adalah:
a. Lapisan homogen sehingga kecepatan lapisan yang relatif seragam.
b. Bidang batas lapisan rata atau tanpa undulasi.
2.5.1. Intercept Time Satu Lapis
Pada titik S diadakan getaran sehingga timbul gelombang seismik yang
menjalar ke arah penerima (geophone) di titik G. Dengan mengamati waktu tiba
dapat dibuat grafik hubungan jarak dengan waktu tiba sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar (2.4).

Gambar 2.4. Kurva Travel Time (atas) dan Penjalaran Gelombang Refraksi Satu
Lapisan (La Hamimu, 2017)

Gambar (2.4) menjelaskan bahwa titik S adalah sumber dan G adalah geophone,
dan S-A-B-G adalah jejak penjalaran gelombang refraksi, maka persamaan waktu
total (Tt) untuk satu lapisan mulai dari source ke geophone yaitu:

Kemudian dapat disederhanakan menjadi:

Berdasarkan definisi Intercept Time maka X = 0, maka , sehingga:

Diketahui persamaan Intercept Time adalah:


Dan kecepatan pada lapisan pertama ( dan lapisan kedua (

 
dan merupakan slope atau kemiringan tendensi waktu gelombang
langsung dan refraksi. Persamaan () dan () hanya berlaku apabila surveynya
menggunakan penembakan maju. Dengan kata lain, kecepatan didapatkan dari

slope tendensi gelombang langsung sedangkan kecepatan  ari slope tendensi


gelombang refraksi pada grafik jarak vs waktu (Susilawati, 2004).

2.5.2. Metode Intercept Time Banyak Lapis


Untuk menentukan kedalaman di bawah sumber gelombang dari medium
dua lapis horizontal, dapat dilakukan pengukuran seperti pada Gambar (2.5)
berikut.

Gambar 2.5. Sistem dua lapis sederhana dengan


bidang batas parallel (Susilawati,2004).

Pada titik A diadakan getaran sehingga timbul gelombang seismik yang


menjalar ke arah penerima (geophone) di titik D. Dengan mengamati waktu tiba
dapat dibuat grafik hubungan jarak dengan waktu tiba sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Kurva travel time pada dua lapis sederhana dengan bidang batas
(Sismanto,1999).
Berdasarkan grafik hubungan jarak dengan waktu tiba dapat ditentukan
harga dan Xc. adalah kecepatan gelombang seismik pada medium 1

sedang adalah kecepatan gelombang seismik pada medium 2, Ti adalah waktu


penggal (intercept time), dan Xc adalah jarak kritis. Untuk menentukan
kedalaman di bawah sumber gelombang h, ditinjau terlebih dahulu tentang
lintasan penjalaran gelombang bias pada Gambar 2.5. Waktu yang diperlukan
untuk penjalaran dari lintasan A-B-C-D adalah T (susilawati, 2004).

Dengan menggunakan persamaan () serta manipulasi matematis, persamaan ()


dapat disederhanakan menjadi:

Berdasarkan waktu penggal (intercept time) Dari persamaan (8), untuk X = 0

maka besarnya adalah:


Penjalaran gelombang pada medium tiga lapis horizontal dapat dilihat pada
Gambar (2.6).

Gambar 2.7. Penjalaran gelombang seismik untuk medium tiga lapis horizontal
(Susilawati, 2004)

Kecepatan penjalaran gelombang seismik masing-masing lapisan adalah h1


(lapisan 1), dan h2 (lapisan 2). Gambar (2.7) adalah grafik hubungan jarak dengan
waktu tempuh untuk medium tiga lapis horizontal. Waktu yang diperlukan untuk
penjalaran gelombang adalah T, yang besarnya :

atau

Gambar 2.8. Kurva tavel time pada tiga lapisan datar (Sismanto,1999)

Dari persamaan () untuk X = 0, maka diperoleh harga yang besarnya


adalah :

Dari persamaan (), h2 adalah:

Sehingga kedalaman lapisan ketiga adalah

Untuk sejumlah n refraktor datar, secara umum dapat waktu rambat


gelombangnya sebagai :

dan kedalaman lapisan,

2.5.3. Metode Intercept Time Lapisan Miring


Penjalaran Gelombang pada Lapisan Miring Untuk menentukan kedalaman
di bawah sumber gelombang medium dua lapis miring dengan kemiringan ξ, perlu
diadakan pengukuran bolak-balik yaitu, pengukuran kearah perlapisan naik (Up-
Dip) dan pengukuran kearah perlapisan turun (Down-Dip), seperti ditunjukkan
pada Gambar (2.9.) (Susilawati, 2004).
Gambar 2.9. Penjalaran gelombang seismik untuk dua lapis miring, sumber gelombang
di titik O pengukuran Down-Dip, sedang untuk sumber di O1
pengukuran Up-Dip (Susilawati, 2004)

Gambar 2.10. Time-offset crossplot from forward-reverse model (Reynolds,


1986)

Waktu perambatan gelombang untuk lintasan OMPO1 pada arah penembakan O –


O1 (Down-Dip) adalah :

Mengingat hubungan hu = hd + X sin ξ, maka waktu rambat td dapat dituliskan


sebagai :

dengan cara yang sama, waktu rambat untuk penembakan arah O1 –O (Up-Dip)
adalah,

Perlu diingat bahwa waktu rambat dari O-O1 (Down-Dip) sama dengan waktu
rambat dari O1 -O (Up-Dip). Secara ringkas kedua persamaan td dan tu di atas
dapat dituliskan sebagai :
Vd dan Vu disebut sebagai kecepatan semu (apparent velocity). Sedangkan
besarnya sudut kemiringan dan sudut kritis dihitung dari hubungan kedua
persamaan (), yaitu:

Kecepatan V1 dihitung langsung dari slope gelombang langsung, V 2d dan


V2u dihitung dari slope gelombang bias pada masing-masing arah penembakan.
Kedalaman lapisan hd dan hu dapat diperoleh dari membaca intercept time t 1d dan
t1u pada data rekaman, lalu dihitung melalui persamaan:
Pada pengukuran Down-Dip, untuk X = 0

2.6. Metode Critical Distance


Metode Critical Distance Method (CDM) digunakan untuk mencari
kedalaman lapisan datar, banyak lapisan dan miring sama dengan mengasumsikan
bahwa lapisan homogen (kecepatan lapisan relatif seragam) dan bidang batas
lapisan rata atau tanpa undulasi. Jarak kritis terjadi pada saat gelombang refraksi
tiba terlebih dahulu dari gelombang langsung sedangkan gelombang refraksi kritis
merupakan gelombangang terbentuk padasudut kritis dengan sudut bias 90o
dengan V1 / V2 = sin i. Pengolahan data seismik refraksi menggunakan metode
CDM terdiri atas beberapa macam seperti pada lapisan datar dengan satu lapisan
datar atau banyak lapisan datar serta pada lapisan miring (Sava, dkk., 2018).
Dalam metode Critical Distance asumsi yang digunakan adalah:
a. Lapisan homogen sehingga kecepatan lapisan yang relatif seragam.
b. Bidang batas lapisan rata atau tanpa undulasi.
2.6.1. Metode Critical Distance Satu Lapis
Gambar (2.5) menjelaskan bahwa titik S merupakan sumber dan G adalah
geophone, dan S-A-B-G adalah jejak penjalaran gelombang refraksi, maka
persamaan waktu total (Tt) untuk satu lapisan mulai dari source ke geophone yaitu
(Susilawati, 2004):

Kemudian dapat disederhanakan menjadi:

Pada Cross Over Distance, waktu gelombang langsung = waktu gelombang


refraksi, sehingga :

Maka, Ketebalan lapisan pertama (Z1) dapat dicari dengan persamaan:

2.6.2. Metode Critical Distance Banyak Lapis


Berdasarkan jarak kritis X0 untuk mencari kedalaman dua lapisan
horizontal, dapat dilihat pada Gambar (2.6), grafik T1 dan T2 berpotongan di titik
(Xo, To). Di titik potong ini berlaku T1 = T2 = To dan X = Xo. Dengan demikian
besarnya h adalah (Susilawati, 2004) :

Untuk tiga lapis datar menggunakan jarak kritis X c2. Cara ini menggunakan titik
potong antara grafik T2 dan T3. Kedua grafik T2 dan T3 berpotongan di titik (XC2,
TC2). T2 grafik hubungan antara waktu tiba dengan jarak untuk lapisan kedua.
Sedangkan grafik T3 untuk lapisan ketiga. Dengan menggunakan persamaan ()
dan T = T3 dan persamaan () T = T2 untuk T2 = T3 maka diperoleh

Sehingga kedalaman lapisan ketiga adalah

Untuk sejumlah n refraktor datar, secara umum dapat waktu rambat


gelombangnya sebagai :
dan kedalaman lapisan,

2.6.3. Metode Critical Distance Lapisan Miring


Dari rumus Intercept Time Methode untuk mencari waktu tempuh pada lapisan
miring adalah:

Dari kurva travel time dapat diketahui:


BAB III.
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Diagram Alir Pengolahan Data


Tahapan proses yang akan dilakukan dalam penelitian ini digambarkan
dalam diagram alir sebagai berikut:

Gambar 3.1. Diagram alir pengolahan data Metode T-X

3.2. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data


Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan, berikut ini pembahasan
mengenai langkah-langkah pengolahan data yang dijelaskan pada diagram alir:
1. Dalam memulai penelitian diawali dengan menyiapkan data sekunder dalam
bentuk Microsoft Excel berupa data offset dan time.
2. Membuat grafik dari data offset dan time berupa grafik gelombang langsung
dan gelombang refracted.
3. Melakukan pengolahan data dengan Intercept Time Method dan Critical
Distance Method. Pada pengolahan metode tersebut terdiri dari 3 macam
pengolahan, yaitu: satu lapisan datar, banyak lapisan datar, dan lapisan miring.
Pada metode ITM, pengolahan satu lapisan datar dilakukan dengan
menggunakan nilai Ti yang didapat dari fungsi gelombang refraksi pada
grafik, kemudian menghitung nilai V1, V2, Ic, Cos Ic, dan kedalaman.
Selanjutnya, pengolahan pada banyak lapisan datar digunakan nilai Ti 1 untuk
lapisan pertama dan Ti2 untuk lapisan kedua yang diketahui pada grafik. Nilai
Ti tersebut digunakan untuk menghitung V, Ic, Cos, Ic, dan Z. Pada
pengolahan lapisan miring, digunakan nilai Ti pada fungsi gelombang refraksi
forward dan gelombang refraksi reverse. Dari nilai tersebut, untuk
menentukan V, Vrata-rata, Ic, Cos Ic, Teta, Cos Teta, Z forward, Z reverse, Z
forward koreksi, Z reverse koreksi, dan Z sigma.
4. Pada pengolahan metode CDM, nilai dari Ti dan Kecepatan bernilai sama
pada pengolahan metode ITM. Kemudian untuk menentukan nilai Xc dan Z
menggunakan nilai dari koefisien fungsi gelombang pada grafik. Selanjutnya,
untuk pengolahan banyak lapis nilai V sama dengan metode CDM. Kemudian
untuk mencari nilai Xc digunakan koefisien fungsi pada grafik dan nilai Z
digunakan nilai V dan Xc. Pada pengolahan lapisan miring nilai Ti, V, V rata-
rata, Ic, Cos Ic, Teta, Cos Teta, Z forward, Z reverse, Z forward koreksi, Z
reverse koreksi, dan Z sigma bernilai sama pada pengolahan lapisan miring
dengan metode ITM. Kemudian untuk mengetahui nilai Xc menggunakan
nilai koefisien fungsi pada grafik, sedangkan nilai Z menggunakan nilai V dan
Xc.
5. Dari nilai Z yang didapatkan pada metode tersebut, dapat dibuat profil bawah
permukaan
6. Profil bawah permukaan tersebut kemudian dianalisa dengan informasi
geologi dan membuat pembahasan mengenai profil bawah permukaan tersebut
7. Terakhir yaitu membuat kesimpulan dari pengolahan data sintetik tersebut
selesai

Anda mungkin juga menyukai