Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN EKSKURSI

TA-4117 HIDROGEOLOGI DAN SUMBERDAYA AIR TANAH

OLEH :
AMRITA OZA NABILLA (12115007)
ALFIN ARI NUGRAHA (12115084)
I GEDE YOGA RADEVA (12116030)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Ekskursi (TA-4117) dengan lancar. Laporan
ini menjelaskan mengenai pengamatan yang dilakukan selama kegiatan ekskursi.
Laporan ini disusun berdasarkan pengolahan data yang diberikan. Laporan ini bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Hidrogeologi dan Sumberdaya Air Tanah (TA-4117) dan
juga untuk menambah wawasan bagi pembaca. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Irwan Iskandar ST,MT,Ph.D. selaku dosen mata kuliah Hidrogeologi dan
Sumberdaya Air Tanah (TA-4117)
2. Orangtua dan teman-teman yang selalu memberikan dukungan baik moral dan
materil
Sekian laporan ini penulis susun, laporan ini masih jauh dalam kata sempurna oleh karena
itu penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi semua yang membacanya. Terima kasih.

Bandung, 25 November 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

DAFTAR GAMBAR 5

DAFTAR TABEL 6

BAB I 7

PENDAHULUAN 7

1.1 Latar Belakang 7


1.2 Tujuan 7
1.3 Lokasi Penelitian 7
BAB II 8

DASAR TEORI 8

2.1 Geologi Daerah Penelitian 8


2.2 Stereonet 8
2.3 Lereng 9
2.4 Struktur Bidang Diskontinu 10
2.5 Analisa Kinematika 11
2.6 Tipe Longsoran 12
BAB III 17

DATA DAN PENGOLAHAN 17

3.1 Data 17
3.2 Pengolahan 18
BAB IV 20

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 20

BAB V 23

KESIMPULAN DAN SARAN 23

5.1 Kesimpulan 23
5.2 Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lokasi penelitian 7
Gambar 2. Geologi penelitian 8
Gambar 3. Ilustrasi pengeplotan pada stereonet 9
Gambar 4. Ilustrasi lereng 9
Gambar 5. Ilustrasi geometri bidang diskontinu 11
Gambar 6. Ilustrasi analisa kinematik 11
Gambar 7. Ilustrasi longsoran bidang 13
Gambar 8. Ilustrasi longsoran baji 14
Gambar 9. Ilustrasi longsor guling 15
Gambar 10. Ilustrasi longsor busur 16
Gambar 11. Lokasi pengukuran scanline 17
Gambar 12. Sebagian data pengukuran 17
Gambar 13. Ilustrasi Dips 6.0 18
Gambar 14. Peta arah umum bidang lemah 20
Gambar 15. Peta potensi longsor pada penampang yang ada 22
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rekapan pengukuran pada penampang 19
Tabel 2. Rekapan arah umum bidang lemah 21
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya, peredaran dan
agihannya, sifat-sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk
hubungannya dengan mahluk-mahluk hidup (International glossary of Hidrology, 1974).
Hidrogeologi berbeda dengan hidrologi, hidrogeologi (hidro- berarti air, dan -geologi berarti
ilmu mengenai batuan) merupakan bagian dari hidrologi yang mempelajari penyebaran dan
pergerakan air tanah dalam tanah dan batuan di kerak bumi (umumnya dalam akuifer). Air tanah
merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan. Berdasarkan keberadaannya di
dunia ini, air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Air tanah merupakan
sumber daya alam yang renewable, artinya dapat diperbaharui. Dalam daur hidrologi, dijelaskan
bahwa pengisian kembali (recharge) air tanah berasal dari air yang ada di permukaan tanah
seperti air hujan, air sungai, air danau, dan sebagainya.
Hidrogeologi dan sumber daya air tanah sangat erat kaitannya dengan kehidupan
masyarakat. Air menjadi unsur penting yang menunjang kehidupan manusia dalam pemenuhan
kebutuhannya. Menjadi hal yang menarik untuk mengamati segala kejadian hidrogeologi yang
ada dan menghubungkannya dengan kegiatan manusia. Untuk mendalami teori yang telah
dipelajari di kelas, maka diperlukannya kegiatan lapangan (ekskursi) sehingga bisa menerapkan
teori secara langsung.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini ialah :
1. Mengamati dan memahami fenomena hidrologi, hidrogeologi dan air tanah dari setiap lokasi
yang diamati.
2. Menentukan parameter-parameter kualitas air dari setiap lokasi yang dikunjungi,
3. Memahami pengaruh struktur geologi, faktor hidrologi dan hidrogeologi, pengaruh iklim,
faktor alam yang mempengaruhi kondisi dan lingkungan lokasi pengamatan.
1.3 Ketersampaian Daerah
Kegiatan ekskursi dilaksanakan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Perjalanan
dimulai dari ITB menuju titik pertama ditempuh menggunakan mobil dengan jarak sekitar 14,6
km (waktu tempuh sekitar 1 jam). Total jarak dari titik pertama hingga titik terakhir adalah 27
km, dengan waktu total ekskursi kami yaitu sekitar 12 jam. Titik yang dituju meliputi(secara
berurutan) antara lain Curug Nagrak, Curug Cimahi, Peternakan Sapi, dan yang terakhir yaitu
TPA Leuwi Gajah.

Gambar 1.1 Lokasi ekskursi


BAB II
DASAR TEORI
2.1 Geologi Daerah Penelitian
Menurut van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah Jawa Barat dibagi menjadi lima
bagian besar, yaitu Dataran Aluvial Jawa Barat Utara, Antiklinorium Bogor, Kubah dan
Pegunungan pada Zona Depresi Tengah, Zona Depresi Tengah Jawa Barat, dan Pegunungan
Selatan Jawa Barat. Daerah penelitian terletak pada Zona Bandung.

Gambar 2.1 Geologi daerah penelitian (menurut van Bemmelen, 1949).


Zona Bandung merupakan daerah gunung api yang relatif memiliki bentuk depresi
dibandingkan zona yang mengapitnya yaitu Zona Bogor dan Zona Pegunungan Selatan.
Sebagian besar terisi oleh endapan aluvial dan vulkanik muda (Kuarter) dari produk gunung api
yang terletak pada dataran rendah di daerah perbatasan dan membentuk barisan. Walaupun Zona
Bandung membentuk depresi, ketinggiannya masih terbilang cukup besar seperti misalnya
depresi Bandung dengan ketinggian 700-750 mdpl (meter di atas permukaan laut). Di beberapa
tempat pada zona ini merupakan campuran endapan Kuarter dan Tersier, pegunungan Tersier
tersebut yaitu Pegunungan Bayah (Eosen), bukit di Lembah Cimandiri (kelanjutan dari
Pegunungan Bayah), Bukit Rajamandala (Oligosen) dan plateau Rongga termasuk dataran
Jampang (Pliosen), dan Bukit Kabanaran.

Menurut Martodjojo (1984), wilayah Jawa Barat dapat dibagi menjadi empat mandala
sedimentasi, yaitu:
- Mandala Paparan Kontinen Utara terletak pada lokasi yang sama dengan Zona Dataran
Pantai Jakarta pada pembagian zona fisiografi Jawa Bagian Barat oleh van Bemmelen
(1949). Mandala ini dicirikan oleh endapan paparan yang umumnya terdiri dari
batugamping, batulempung, dan batupasir kuarsa, serta lingkungan pengendapan
umumnya laut dangkal. Pada mandala ini pola transgresi dan regresi umumnya jelas
terlihat. Struktur geologinya sederhana, umumnya sebagai pengaruh dari pergerakan
isostasi dari batuan dasar. Ketebalan sedimen di daerah ini dapat mencapai 5000 m.
- Mandala Sedimentasi Banten kurang begitu diketahui karena sedikitnya data yang ada.
Pada Tersier Awal, mandala ini cenderung menyerupai Mandala Cekungan Bogor,
sedangkan pada Tersier Akhir, ciri dari mandala ini sangat mendekati Mandala Paparan
Kontinen.
- Mandala Cekungan Bogor terletak di selatan Mandala Paparan Kontinen Utara. Pada
pembagian zona fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949), mandala ini meliputi
Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan. Mandala sedimentasi ini
dicirikan oleh endapan aliran gravitasi, yang kebanyakan berupa fragmen batuan beku
dan batuan sedimen, seperti andesit, basalt, tuf, dan batu gamping. Ketebalan sedimen
diperkirakan lebih dari 7000 m.
- Mandala Pegunungan Selatan Jawa Barat terletak di selatan Mandala Cekungan Bogor.
Pada pembagian zona fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949), mandala ini
meliputi Pegunungan Selatan Jawa Barat dan Zona Bandung.
Berdasarkan pembagian mandala sedimentasi di atas, daerah penelitian terletak pada Mandala
Cekungan Bogor. Mandala Cekungan Bogor menurut Martodjojo (1984) mengalami perubahan
dari waktu ke waktu sepanjang zaman Tersier–Kuarter. Mandala ini terdiri dari tiga siklus
pengendapan. Pertama-tama diendapkan sedimen laut dalam, kemudian sedimen darat yang
berangsur berubah menjadi sedimen laut dangkal, dan yang terakhir diendapkan sedimen dengan
mekanisme aliran gravitasi. Siklus pertama dan kedua sedimen berasal dari utara, sedangkan
siklus ketiga berasal dari selatan.

2.2 Cekungan Daerah Penelitian


Cekungan Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia, dengan ketinggian
berkisar antara 660 dan 2.750 m di atas permukaan laut. Itu dikelilingi oleh Gunung Burangrang-
Tangkuban Perahu Kompleks ke Utara dan Kompleks Gunung Wayang-Windu Mandalawangi
ke Selatan. Cekungan dibangun oleh produk Kuarter Vulkanik yang tidak terkonsolidasi dan
tidak dibedakan, serta endapan danau kering (Dam et al, 1996).
Secara umum, bawah permukaan Cekungan Bandung terdiri dari endapan horizontal
Kuarter, yang terdiri atas endapan dataran banjir, endapan saluran (sebagai lensa), endapan
danau, endapan kipas danau, endapan kipas Bandung (klastik), dan endapan kipas aluvial
mewakili produk yang tertua. Karena itu, akuifer kebanyakan terdiri dari endapan saluran dan
lensa.
Beberapa akuifer dangkal dapat ditemukan di deposito dataran banjir. Akuifer yang lebih
dalam terletak di lereng kaki daerah perbukitan yang melingkari Cekungan Bandung. Pada
cekungan bagian tengah, akuifer yang lebih dalam sangat langka dengan transmisivitas yang
sangat rendah.

Gambar 2.2. Peta Geologi Cekungan Bandung dan Penampangnya (Dam, 1992).
2.3 Hidrologi

Gambar 2.3 Siklus hidrologi


Siklus hidrologi umumnya dimulai dari evapor-transpirasi dari air laut maupun air
permukaan dan tumbuhan. Terjadi kondensasi dan terbentuk awan, selanjutnya jika sudah jenuh
maka terjadi presipitasi. Selanjutnya air hujan yang jatuh ada yang masuk ke dalam tanah
(infiltrasi) dan mengalir di permukaan (run-off). Pada akhirnya air akan kembali ke laut.
Pada pengukuran kualitas air di lapangan ada beberapa aspek yang ditinjau, yaitu:
1. Warna
2. Suhu
Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapatkan perhatian dalam pengkajian-
pengkajian. Data suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja hanya untuk mempelajari gejala-gejala
fisika dalam laut tetapi juga dalam kaitannya dengan kehidupan hewan atau tumbuhan, bahkan
dapat juaga dimanfaatkan untuk mengkaji metodologi (Notji, 1989).
3. pH, mengukur konsentrasi ion hidrogen dalam air. pH>7 termasuk basa dan pH<7 termasuk
asam. pH = 7 termasuk air murni.
Gambar 2.4 Urutan ph
4. TDS : Total Dissolved Solids (mg/L), yaitu pengukuran kandungan organik dan anorganik
yang terkandung di dalam air.
Tabel 2.1 Parameter TDS air

5. Bau
6. Rasa
7. Eh : Redox Potential (volt)
8. TSS: Total Suspended Solids (mg/L),kandungan koloid yang terkandung didalam air.
9. Turbidity : kekeruhan air yang disebabkan partikel yang mengendap. Satuannya ntu.
10. EC : Electrical Conductivity (siemens / cm)
11. DO : Dissolved Oxygen, mengukur kandungan oksigen terlarut dalam air (mg/l).
Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan kualitas air.
Oksigen terlarut akan langsung berpengaruh pada kemampuan organisme untuk bertahan di
perairan tercemar. Pada perairan yang jenuh biasanya mengandung oksigen dalam rentang 8-15
mg / l. Tergantung pada salinitas dan temperatur bagi organisme – organisme akuatik biasanya
membutuhkan dengan konsentrasi 5-8 mg/l untuk dapat hidup secara normal
( Naster,1991 dalam Wibowo, 2004).

Gambar 2.5 Grafik DO


12. Salinitas, mengukur kandungan garam dalam air.
Tabel 2.2 Kandungan garam dalam air

Di dalam manajemen kualitas air adalah merupakan suatu upaya memanipulasi kondisi
lingkungan sehingga mereka berada dalam kisaran yang sesuai untuk kehidupan dan
pertumbuhan ikan. Di dalam usaha perikanan, diperlukan untuk mencegah aktivitas manusia
yang mempunyai pengaruh merugikan terhadap kualitas air dan produksi ikan (Widjanarko,
2005).
Air yang baik idealnya tidak berbau, tidak berwarna, tidak memiliki rasa/ tawar dan suhu
untuk air minum idealnya ±30 C. Padatan terlarut total (TDS) dengan bahan terlarut diameter
<10-6 dan koloid (diameter 10-6-10-3 mm) yang berupa senyawa kimia dan bahan-bahan lain
(Effendi, 2003).
Air untuk minum umumnya berasal dari Air Permukaan (Surface Water) seperti danau,
sungai dan cadangan air lainnya di permukaan Bumi atau dari Air Tanah (Ground Water) atau
air yang dipompa (melalui pengeboran) dari dalam tanah yang umumnya bebas dari kandungan
zat berbahaya, namun tidak selalu bersih (Krisnandi, 2009).
Kualitas air yang baik ini minimal mengandung oksigen terlarut sebanyak lebih 5 mg/l.
Oksigen terlarut ini dapat ditingkatkan dengan menambah oksigen ke dalam air dengan
menggunakan aerator atau air yang terus mengalir. Kelebihan plankton dapat menyebabkan
kandungan oksigen didalam air menjadi berkurang. Maka dengan itu plankton dalam kolam
harus selalu dipantau (Ansori, 2008).
Pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah pengukuran
kualitas air dengan parameter fisika dan kimia (suhu, O2 terlarut, CO2 bebas, pH, konduktivitas,
kecerahan, alkalinitas ), sedangkan yang kedua adalah pengukuran kualitas air dengan parameter
biologi (plankton dan benthos) (Sihotang, 2006).
Dalam pengukuran kualitas air secara umum, menggunakan metode purposive sampling,
yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan kondisi
serta keadaan daerah pengamatan (Fajri, 2013).
Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya
matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga
oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Di samping
itu pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik,
penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan, sehingga badan air terkena
cahaya matahari secara langsung (Barus, 2003).
Kecerahan suatu perairan menentukan sejauh mana cahaya matahari dapat menembus
suatu perairan dan sampai kedalaman berapa proses fotosintesis dapat berlangsung sempurna.
Kecerahan yang mendukung adalah apabila pinggan secchi disk mencapai 20-40 cm dari
permukaan. (Chakroff dalam Syukur, 2002).
Amonium ( NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion amonium
adalah bentuk transisi dari amoniak. Sumber amoniak di perairan adalah pemecahan nitrogen
organik ( protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam limbah dan air, yang
berasal dari bahan organik yang terdapat di dalam limbah dan air,yang berasal dari bahan
organik ( tumbuhan ) dan biota akuatik yang telah mati oleh mikroba dan jamur ( Effendi, 2003).
BAB III
PEMBAHASAN
Kegiatan ekskursi ini mengunjungi 4 lokasi, yaitu :
1. Curug Nagrak
2. Curug Cimahi
3. Peternakan sapi
4. TPA Leuwi Gajah
Pada setiap lokasi dilakukan pengukuran kualitas air. Berikut penjelasan detail tiap
lokasinya.
3.1 Lokasi 1 – Curug Nagrak
Lokasi ini didominasi oleh batuan vulkanik seperti tuff. Adapun air panas yang berada
pada lokasi ini diduga tidak berasal reservoir karena kandungan klorida yang minim. Sehingga
diduga air panasnya timbul karena aktivitas vulkanik bawah permukaan. Terdapat gradien panas
akibat aktivitas tersebut, sehingga air meteorik yang masuk akan terpengaruh gradien panas
tersebut. Adapun hasil pengukuran kualitas air pada lokasi ini adalah:
Kualitas air di Curug Nagrak
No Parameter Nilai
1. pH 2,72
2. CD (micro siemen) 1931
3. Salinity (%) 0,02
4. TDS (mg/l) 1258
5. Suhu (o) 34,3
6. Turbidity (ntu) 5,11
Dari tabel di atas, terlihat bahwa pH pada mata air ini termasuk asam dan TDS yang
lumayan tinggi. Ini menunjukkan adanya peranan logam terlarut dalam air tersebut. Jika dilihat
di lapangan, terdapat batuan yang kemerahan dan bau belerang yang cukup kuat. Hal ini sesuai
dengan tabel di atas.

3.2 Lokasi 2 – Curug Cimahi


Kualitas air di Curug Cimahi
No Parameter Nilai
1. pH 8,4
2. CD (micro siemen) 138,7
3. Salinity (%) 0,01
4. TDS (mg/l) 94,7
5. Suhu (o) 19,4
6. Turbidity (ntu) 5,2

3.3 Lokasi 3 – Peternakan Sapi


Pada lokasi ini, dilakukan pengukuran debit dari 3 pipa berbeda, menggunakan peralatan
sederhana yaitu botol air minum 640 ml dan stopwatch, diperoleh data sebagai berikut.
a. Pipa 1  0,44 l/s
b. Pipa 2  0,24 l/s
c. Pipa 3  0,007 l/s
Diperoleh total debitnya 0,687 l/s. Selanjutnya diperkirakan jumlah orang yang bisa
menerima pasokan air dengan debit tersebut. Asumsinya penggunaan air untuk pedesaan adalah
60 l/orang/hari, sehingga:
Jumlah orang = 0,687*86400*/60 = 989,28 orang 989 orang
Maka, dengan debit tersebut dapat memasok air untuk sekitar 989 orang di pedesaan.
Kualitas air di Peternakan Sapi
No Parameter Nilai
1. pH 5,67
2. CD (micro siemen) 1931
3. Salinity (%) 0,01
4. TDS (mg/l) 151
5. Suhu (o) 23,7
6. Turbidity (ntu) 0,06

3.4 Lokasi 4 – TPA Leuwi Gajah

Kualitas air di TPA


No Parameter Nilai
1. pH 8,82
2. CD (mili siemen) 3,1
3. Salinity (%) 0,18
4. TDS (mg/l) 2540
5. Suhu (o) 24,3
6. Turbidity (ntu) 87

Kualitas air hujan


No Parameter Nilai
1. pH 8,0
2. CD (mikro siemen) 124,9
3. Salinity (%) 0,01
4. TDS (mg/l) 83,4
5. Suhu (o) 24,5
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari ekskursi ini ialah:
1. Fenomena hidrologi, hidrogeologi dan air tanah dari setiap lokasi yang diamati.
2. Parameter-parameter air pada lokasi yang dikunjungi dan faktor dominan penentu
kualitasnya.

5.2 Saran
Adapun saran dari ekskursi ini ialah:
1. Memerhatikan keselamatan diri di setiap lokasi pengamatan, terutama medan yang relatif
tidak aman dan licin akibat hujan
2. Memperhatikan prosedur pengambilan dan pengujian sampel yang benar dan runtut agar
tidak terjadi ketidaksesuaian dengan data faktual yang seharusnya ada di setiap lokasi
3. Ketepatan waktu dan lamanya pengamatan agar lebih efektif dan efisien di setiap lokasi
1. Melakukan analisa sudut geser dalam dengan mempertimbangkan jenis litologi.
2. Melakukan analisa FK sehingga dapat ditentukan kestabilan lereng tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, R.W. van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. Ia. General Geology, Martinus
Nijhoff, 732 p, The Hague.
Dam, M.A.C., Suparan, P., 1992, Geology of the Bandung Basin, Special Publication No. 13,
Geological Research and Development Center, Bandung, Indonesia.
Ansori, A.K. 2008. Penentuan Kekeruhan Pada Air Reservoir di PDAM Tirtanadi Instalasi
Pengolahan Air Sunggal Medan Metode Turbidimetri. Karya Ilmiah. Program Studi
Diploma III Kimia Analis Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Program Studi Diploma III Kimia Analis Universitas Sumatera Utara. Medan.
Barus, T. A, 2003. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA USU. Medan
Effendi,H.2003.Telaah Kualitas Air.Yogyakarta.
Krisnandi, Y.K. 2009. Kimia Dalam Air. Bahan ajar. KBI Kimia Anorganik Universitas
indonesia. Jakarta.
Sihotang,C. dan Efawani. 2006. Penuntun Praktikum Limnologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan UR. Pekanbaru.
Slide Kuliah Hidrogeokimia Terapan
Syukur, A., 2002. Kualitas Air dan Struktur Komunitas Phytoplankton di Waduk Uwai.
Nontji,Anugerah.1987.Laut Nusantara.PT Grafindo.Jakarta.
Wibowo,Harri.2001.Tingkat Eutrofikasi Rawa Pening dalam Rangka Kajian Produktivitas
Primer Fitoplankton.Universitas Diponegoro.Semarang.
Widjanarko., 2005. Tingkat Kesuburan Perairan. Kendari.

Anda mungkin juga menyukai