Dibimbing oleh:
Ratih Puspita Dewi, S.Pd., M.Pd.
Disusun oleh:
Firda Astari Nurrohmah A610210003
Salsabilla Fatih Dominica A610210033
Agus Hermansyah A610210036
PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
هَّٰلل
ِ س ِْم ٱ ِ ٱلرَّحْ ٰ َم ِن ٱلر
َّح ِيم
Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam.
Atas izin dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan laporan tepat waktu tanpa
kurang suatu apa pun. Tak lupa pula Kami haturkan shalawat serta salam kepada
junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di
hari akhir kelak.
Laporan ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu
kami menyampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan laporan ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karenanya Kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar Kami dapat memperbaiki laporan ini.
Akhir kata, Kami berharap semoga laporan ini bisa memberikan inspirasi
maupun manfaat untuk pembaca.
Kelompok 9
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
DAFTAR GAMBAR 5
BAB I 7
PENDAHULUAN 7
A. Latar Belakang 7
B. Rumusan Masalah 8
C. Tujuan 9
D. Manfaat 9
BAB II 10
KAJIAN PUSTAKA 10
A. Bentuklahan Struktural 10
C. Bentuklahan Karst (Solusional) 11
D. Bentuklahan Marine 12
E. Bentuklahan Aeolin 12
F. Bentuklahan Vulkanisme 13
G. Bentuklahan Denudasional 14
BAB III 15
HASIL PENGAMATAN 15
A. Desa Krajan, Weru, Sukoharjo 15
B. Desa Umbulrejo, Ponjong, Gunungkidul 19
C. Pantai Sadeng (Muara Sungai Bengawan Solo Purba) 24
BAB IV 27
PENUTUP 27
A. Kesimpulan 27
B. Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 30
4
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR TABEL
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
7
meliputi, tektonisme yang mengakibatkan proses pengangkatan, penurunan, dan
lipatan, patahan, pergeseran dan vulkanisme yang mengakibatkan terjadinya
gunung api dan berbagai proses keluarnya magma ke permukaan. Sedangkan gaya
eksogen terdiri dari kekuatan air, gelombang, arus, angin dan gletser serta
memiliki sifat yang merusak bumi.
Bentang budaya merupakan kenampakan dari suatu masyarakat yang
mempunyai pengertian sebagai sekumpulan penduduk dengan seluruh
karakteristik sosialnya dan lingkungan sosialnya yang meliputi faktor-faktor
kebiasaan, tradisi, adat istiadat, hukum, kepercayaan, agama, ideologi, dan
sebagainya (Mitchell, 2002). Bentang budaya timbul sebagai hasil interaksi dan
adaptasi antara manusia dengan alam dan dalam prosesnya terjadi hubungan
timbal balik. Dari hubungan tersebut maka akan membentuk suatu perwujudan
bentang budaya dengan jenis tertentu dan tentunya juga akan mengakibatkan
munculnya gejala sosial seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, jenis mata
pencaharian, dan sebagainya
B. Rumusan Masalah
8
C. Tujuan
D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan
ini, sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi bentanglahan yang ada di Desa
Krajan Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo dan Desa Umbulrejo,
Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul.
2. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi Budaya, Sosial dan Ekonomi di
Desa Krajan Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo dan Desa Umbulrejo,
Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul.
3. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi fisik dan sosial di Pantai Sadeng
(Sungai Bengawan Solo Purba) di Desa Songbanyu Kecamatan Girisubo
Kabupaten Gunungkidul.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Bentuklahan Struktural
B. Bentuklahan Fluvial
Bentuklahan fluvial adalah proses yang terjadi di alam baik secara fisika
maupun kimia yang mengakibatkan perubahan bentuk permukaan bumi
disebabkan oleh aksi air permukaan baik secara terpadu (sungai) maupun yang
tidak terkonsentrasi (sheet water). Bentuklahan ini juga merupakan kajian yang
mempelajari tentang interaksi antara bentuk sungai dan prosesnya dalam ruang
dan waktu.
Morfologi fluvial dipengaruhi oleh rezim aliran, hasil sedimen dan
karakteristik lembah. Proses ini terjadi karena adanya aktivitas erosi, transportasi,
dan sedimentasi yang saling berkaitan. Proses fluvial akan menghasilkan suatu
bentang alam yang khas sebagai akibat dari tingkah laku air yang mengalir
dipermukaan. Terdapat macam-macam proses fluvial antara lain:
10
1. Proses erosi yaitu gaya melebar air yang mengalir diatas permukaan tanah
menyebabkan terjadinya lembah-lembah tanah.
2. Proses transportasi yaitu proses perpindahan material oleh suatu tubuh air
yang dinamis diakibatkan oleh tenaga kinetis pada sungai sebagai efek
gaya gravitasi.
3. Proses sedimentasi yaitu proses yang terjadi ketika sungai tidak mampu
mengangkut material yang di bawahnya.
Adapun bentuklahan yang dihasilkan dari proses fluvial antara lain:
1. Dataran aluvial yaitu dataran yang terbentuk akibat proses geomorfologi
yang didominasi oleh tenaga eksogen seperti iklim, curah hujan, angin,
jenis batuan, topografi, suhu yang akan mempercepat pelapukan dan erosi.
2. Dataran banjir yaitu dataran yang luas yang berada pada kiri kanan sungai
dan terbentuk oleh sedimen akibat limpasan banjir (pasir, lanau, dan
lumpur).
3. Tanggul alam sungai yaitu tanggul yang terbentuk akibat banjir di wilayah
dataran rendah yang berperan menahan limpasan banjir sehingga terbentuk
genangan yang dapat kembali ke sungai dan membentuk tanggul air.
4. Rawa belakang yaitu bagian dataran banjir yang dimana simpanan tanah
liat menetap setelah banjir. Biasanya terletak di belakang sungai dalam
sebuah tanggul dan kemudian kembali ke rawa-rawa yang letaknya agak
jauh dari saluran sungai.
5. Kipas aluvial yaitu muatan sedimen besar yang mengalir dari bukit atau
pegunungan dan masuk ke dataran rendah sehingga terjadi perubahan
gradien kecepatan yang drastis.
6. Teras sungai yaitu morfologi yang memiliki proses deposisi, migrasi
saluran, erosi, meander, dan aliran overbank yang berperan dalam
pembentukan serta perkembangan dataran banjir.
11
aliran bawah tanah. Berkembangnya topografi karst terdapat batuan mudah larut,
kemurnian batu gamping tinggi, lapisan batuan tebal, banyak diaklas, vegetasi
penutup lebat, dan terdapat di daerah tropis basah. Adapun bentuk lahan minor
dari mayor solusional adalah dataran tinggi karst, kubah karst, dataran aluvial
karst, uvala, dolina, polje, lembah kering, ngarai karst, dll.
D. Bentuklahan Marine
E. Bentuklahan Aeolin
12
1. Tersedianya material berukuran pasir halus hingga kasar dalam jumlah
yang banyak.
2. Adanya periode kering yang panjang dan tegas.
3. Adanya angin yang mampu mengangkut dan mengendapkan bahan pasir
tersebut.
4. Gerakan angin tidak banyak terhalang oleh vegetasi maupun objek lain.
Terdapat beberapa bentukan lahan yang tercipta dari proses aeolin,
diantaranya adalah gumuk pasir, hamparan pasir, hollow, batu jamur, yardang dan
ventifacts.
F. Bentuklahan Vulkanisme
Bentuklahan asal vulkanik adalah bentuk patahan yang terjadi akibat adanya
peristiwa vulkanik, seperti berbagai fenomena atau kejadian yang berkaitan
gerakan magma atau aktivitas magma yang naik ke permukaan bumi. Intrusi
magma proses keluarnya magma melewati celah-celah batuan, tetapi belum
mencapai permukaan bumi. Proses vulkanik dibedakan menjadi empat yaitu:
1. Ekstrusi magma adalah peristiwa keluarnya magma hingga mencapai
permukaan bumi dan membentuk gunung api. Ekstrusi magma dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a. Erupsi linear : Magma yang keluar melalui retakan memanjang
pada kulit bumi.
b. Erupsi sentral : Magma keluar melalui sebuah lubang pada
permukaan bumi.
c. Erupsi areal : Magma keluar melalui suatu wilayah yang luas
sehingga menghasilkan kaldera.
2. Intrusi datar/sill : Magma menyusup diantara dua lapisan batuan dan
paralel dengan lapisan batuan.
3. Lakolit : Magma menerobos lapisan batuan paling atas dan berbentuk
cembung.
4. Korok/gang : Magma yang menyusup di sela-sela patahan diatrema
magma, membeku pada lubang pipa yang menghubungkan antara dapur
magma dengan kepundan.
13
Beberapa ciri khusus yang hanya dimiliki oleh bentuklahan vulkanis yaitu:
1. Terdapat pola aliran radial sentrifugal yang menyebar secara menjari,
2. Pada titik puncak terdapat depresi yang mana pada volkan stadia muda,
pada stadium dewasa atau tua posisi crater tidak selalu di puncak,
3. Materi piroklastik akan berasosiasi dengan badan volkan yang runcing,
4. Apabila lava intermediet maka akan membentuk struktur bantal.
Adapun bentuklahan yang terbentuk akibat proses vulkanik ini adalah:
kepundan, kerucut gunung api, lereng gunung api atas, lereng gunung api tengah,
lereng gunung api bawah, kaki gunung api, dataran kaki gunung api, dataran
fluvial gunung api, padang lava, padang lahar, lelehan lava, aliran lahar, dataran
antar gunung api, dike, solfatar dan fumarol.
G. Bentuklahan Denudasional
14
BAB III
HASIL PENGAMATAN
15
2. Kondisi Hidrosfer
Kondisi hidrosfer, merupakan kondisi yang berkaitan dengan
kuantitas dan kualitas air permukaan dan dalam tanah di suatu daerah.
Dilihat dari kondisi hidrologi, Daerah Weru memiliki keterkaitan antara
kondisi geomorfologi dan kondisi geologi sebagai sebab terbentuknya
sungai dan kondisi sosial budaya sebagai akibat dari kondisi tersebut.
Sistem hidrologi pada titik pengamatan dipengaruhi oleh sistem
hidrogeologi merapi. Dicirikan dengan kondisi tanahnya yang tebal dan
subur, banyak digunakan untuk pertanian. Aktivitas manusia secara alami
akan mengumpul pada satu titik. Pada bentuk lahan struktural, sumber air
akan sulit ditemui ketika musim kemarau, karena air akan terlarut.
Sedangkan pada bentuklahan solusional terdapat sungai periodik maupun
sungai bawah tanah.
Potensi bencana hidrologi di daerah Weru dapat terjadi berdasarkan
bentuklahannya. Pada bentuklahan solusional kekeringan dapat terjadi
ketika musim kemarau, air akan sulit dijangkau karena air bawah
permukaan sangat dalam atau berada di sungai bawah tanah. Sedangkan
pada bentuklahan fluvial, potensi bencana yang memungkinkan adalah
pencemaran oleh limbah sungai dan limbah-limbah yang dihasilkan dari
aktivitas manusia yang berupa limbah hasil peternakan, perkebunan dan
pabrik.
3. Kondisi Pedosfer
16
Kondisi pedosfer berkaitan dengan kualitas tanah. Tanah pada
lokasi pengamatan memiliki tekstur lempung berdebu yang ditinjau
melalui beberapa pengujian terhadap tanah dengan praktek di lapangan
dan di laboratorium geospasial. Terdapat empat tahapan uji tanah yang
dilakukan ketika di lapangan, yaitu uji kandungan bahan organik, uji
kandungan bahan kapur, uji pH tanah dan uji drainase tanah. Sedangkan
pengujian di laboratorium terdapat beberapa pengujian terhadap tanah,
berupa pengujian ulang terhadap kandungan bahan organik, kandungan
bahan kapur, pH tanah dan drainase tanah serta uji warna dan tekstur
tanah. Beberapa prosedur dalam melakukan pengujian terhadap tanah
diantaranya:
a. Analisis warna tanah
i. Ambil sampel tanah secukupnya.
ii. Cocokan warna pada munsell soil colour chart.
iii. Kemudian amati warna tanah dan catat hasil dari munsell
soil colour chart.
b. Analisis pH tanah
i. Siapkan tabung reaksi.
ii. Masukan agregat tanah dengan ukuran tertentu ke dalam
tabung reaksi.
iii. Tuangkan larutan H2O 10% dan larutan KCl kedalam
tabung reaksi sampai batas tertentu.
iv. Kocok sampai agregat tanah dan larutan menjadi homogen.
v. Biarkan hingga mengendap dan larutan menjadi bening.
vi. Masukan pH stick dan baca tingkat kadar pH pada indikator
universal.
c. Analisis keadaan drainase
i. Siapkan agregat tanah.
ii. Teteskan ꭤꭤ bipiridin.
iii. Lihat keadaan bercak pada agregat tanah.
iv. Amati jumlah bercak untuk menyimpulkan keadaan baik
buruknya drainase tanah.
17
d. Analisis kandungan kapur
i. Siapkan massa tanah dari setiap lapisan tanah yang akan
diuji.
ii. Teteskan HCl 10% pada massa tanah.
iii. Apabila terdapat buih maka memiliki kandungan kapur
iv. Apabila tidak terdapat buih maka tidak memiliki
kandungan kapur.
v. Kadar kandungan kapur dapat diidentifikasi berdasarkan
banyak buih (secara kualitatif).
e. Analisis kandungan bahan organik
i. Siapkan agregat tanah.
ii. Teteskan larutan H2O2 3% ke agregat tanah.
iii. Lihat keadaan agregat tanah apakah mengeluarkan buih
atau tidak.
iv. Apabila tidak mengeluarkan buih maka tidak mengandung
bahan organik.
v. Apabila mengeluarkan buih berarti mengandung bahan
organik.
f. Tekstur tanah
i. Ambil sedikit agregat tanah.
ii. Beri sedikit air.
iii. Pilin dan rasakan agregat tanah tersebut menggunakan jari
tengah, telunjuk dan jempol.
Tabel 3.1 Hasil uji sifat sampel tanah Weru.
No Sifat Hasil
3. pH 6 (asam).
18
kondisi drainasenya baik.
4. Kondisi Antroposfer
Manusia diberikan amanah dari Allah swt. berupa tanggung jawab
terhadap lingkungannya. Terkait dengan perekonomian masyarakatnya,
tanah pada dataran aluvial yang berasal dari endapan material Gunung
Merapi dan Gunung Lawu, dimanfaatkan sebagai lahan pertanian padi dan
palawija. Di Desa Krajan juga terdapat perbukitan karst yang
dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan semen sekaligus
tambang batuan gamping. Beberapa batuan gamping ini tidak hanya
dibutuhkan dalam negeri saja melainkan sampai mancanegara.
19
dikelilingi oleh bukit-bukit karst. Dolina ini biasanya dimanfaatkan dalam
bidang pertanian serta ada juga yang berbentuk telaga. Dolina yang
berdekatan dengan bendungan beton diberi nama Dolina Lawa yang salah
satunya terdapat di goa yang menjadi habitat kelelawar.
2. Kondisi Hidrosfer
Terdapat danau permukaan dan sungai bawah tanah yang
dipengaruhi oleh kondisi biologis dan proses pembentukannya. Daerah
Ponjong memiliki 9 mata air yang ditemukan, lima diantaranya adalah
mata air Gremeng, mata air Bendungan, mata air Beton, mata air Gearan,
dan mata air Ponjong. Air tanah ini mengalir menuju ke arah cekungan
Wonosari dan Munju dari arah barat daya wilayah Ponjong ini merupakan
wilayah bentuklahan karst, dimana pada wilayah tersebut banyak
ditemukan sungai dibawah permukaan. Secara klimatologi wilayah
Ponjong ini memiliki intensitas curah hujan yang sudah dapat dibilang
cukup.
Adapun potensi bencana hidrologi yang ditimbulkan adalah
kekeringan, pencemaran, dan banjir. Potensi bencana kekeringan dapat
terjadi karena wilayah Ponjong termasuk wilayah karst, dimana air yang
meresap ke tanah akan susah untuk dimanfaatkan karena akan terus
menyesap ke bawah. Wilayah Ponjong juga berpotensi terjadinya banjir,
karena drainase bawah permukaan berkembang secara intensif akibat
pelarutan. Selain itu, potensi pencemaran juga dapat terjadi karena
berkembangnya porositas tanah secara intensif dengan tipe terbuka yang
berakibat pencemaran langsung tanpa penyaringan.
3. Kondisi Pedosfer
Pada lokasi pengamatan kedua dilakukan praktikum geografi tanah
di laboratorium geospasial untuk mengetahui sifat fisik tanah. Terdapat
empat tahapan uji tanah yang dilakukan ketika di lapangan, yaitu uji
kandungan bahan organik, kandungan bahan kapur, pH tanah, drainase
20
tanah, uji warna dan tekstur tanah. Beberapa prosedur dalam melakukan
pengujian terhadap tanah diantaranya
a. Analisis warna
i. Ambil sampel tanah secukupnya.
ii. Cocokan warna pada munsell soil colour chart.
iii. Kemudian amati warna tanah dan catat hasil dari munsell
soil colour chart.
b. Analisis pH
i. Siapkan tabung reaksi.
ii. Masukan agregat tanah dengan ukuran tertentu ke dalam
tabung reaksi.
iii. Tuangkan H2O 10% atau KCI kedalam tabung reaksi
sampai batas tertentu.
iv. Campurkan sampai agregat tanah dan larutan menjadi
homogen.
v. Biarkan hingga mengendap dan larutan menjadi bening.
vi. Masukan pH stick dan baca tingkat kadar pH pada indikator
universal.
c. Analisis keadaan drainase
i. Siapkan agregat tanah.
ii. Teteskan ꭤꭤ bipiridin.
iii. Lihat keadaan bercak pada agregat tanah.
iv. Amati jumlah bercak untuk menyimpulkan keadaan baik
buruknya drainase tanah.
d. Analisis kandungan kapur
i. Siapkan massa tanah dari setiap lapisan tanah yang akan
diuji.
ii. Teteskan HCL 10% pada massa tanah.
iii. Apabila terdapat buih maka memiliki kandungan kapur.
iv. Apabila tidak terdapat buih maka tidak memiliki
kandungan kapur.
21
v. Kadar kandungan kapur dapat diidentifikasi berdasarkan
banyak buih (secara kualitatif).
e. Analisis kandungan bahan organik
i. Siapkan agregat tanah.
ii. Teteskan larutan H2O2 3% ke agregat tanah.
iii. Lihat keadaan agregat tanah apakah mengeluarkan buih
atau tidak.
iv. Apabila tidak mengeluarkan buih maka tidak terkandung
bahan organik.
v. Apabila mengeluarkan buih berarti mengandung bahan
organik.
f. Tekstur
i. Siapkan agregat sampel tanah.
ii. Basahi sampel tanah menggunakan Air.
iii. Pilin, gesek, dan hancurkan agregat tanah yang dibasahi
tersebut dengan jari telunjuk, jempol dan tengah.
iv. Rasakan tekstur agregat tanah dengan ketiga jari tersebut.
No Sifat Hasil
3. pH 6 (asam).
22
4. Kondisi Atmosfer
Pada pos pengamatan kedua, dilakukan praktikum menggunakan
anemometer dan GPS atau Global Positioning System. Anemometer
merupakan alat untuk mengukur kecepatan angin. Satuan dari kecepatan
angin adalah Knots berdasarkan Skala Beaufort dan dapat juga dinyatakan
dengan m/s. Sedangkan GPS merupakan sistem satelit navigasi atau
penentuan posisi yang dikelola dan dimiliki oleh Amerika Serikat. Sistem
ini didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi serta
informasi waktu secara kontinyu di seluruh dunia tanpa batasan waktu dan
cuaca.
23
Berdasarkan praktek penggunaan GPS di lapangan dapat diketahui
bahwa lokasi tempat kami melakukan praktek berada di ketinggian 278
mdpl dan koordinat UTM 49 M 0473873 E 9135908 S.
5. Kondisi Antroposfer
Kondisi antroposfer di daerah Ponjong dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, jenis tanah dan batuan penyusunnya. Jenis tanah di daerah
Ponjong didominasi oleh tanah berkapur dan batuan gamping serta tahan
yang kaya humus sebagai akibat adanya penimbunan dari abu vulkanik
sehingga vegetasi di Ponjong, sangat baik untuk komoditi pertanian dan
perkebunan. Sebagian besar masyarakat Ponjong bermata pencaharian
sebagai petani tadah hujan dengan mengolah tanah yang subur menjadi
pertanian dengan ditanami oleh ubi dan padi. Selain menjadi petani,
masyarakat Ponjong juga membangun bendungan beton yang berfungsi
sebagai sistem irigasi sawah dan sebagai area wisata. Selain bendungan
Beton di Desa Umbulrejo juga terdapat beberapa Goa yang sengaja
dikelola oleh masyarakat sekitar untuk menunjang perekonomian dan
dapat membangun wilayah tersebut menjadi desa wisata.
24
Pantai Sadeng merupakan DAS dan peralihan laut. Pantai Sadeng berada di desa
Songbanyu, kecamatan Girisubo, kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta atau lebih
tepatnya berada di titik koordinat 8°12′24.8″S dan 110°47′51.6″E. Berdasarkan
pengamatan di lapangan, kondisi Pantai Sadeng dapat dijelaskan berdasarkan
kondisi fisik dan kondisi sosial budayanya.
1. Kondisi Fisik
Wilayah Pantai Sadeng yang berbentuk teluk memiliki genesis
yang cukup komplek pada masa lampau yang merupakan muara Sungai
Bengawan Solo Purba. Akibat proses pengangkatan yang berlangsung
sangat lama membuat penambahan elevasi dan membuat aliran sungai
berbalik arah. Hasil proses pengangkatan membentuk perbukitan karst
dengan lereng yang cukup terjal pada bagian yang menghadap laut atau
disebut dengan cliff. Proses tektonik pengangkatan tersebut membentuk
tipologi pesisir primer yang merupakan Strukturall Shape coast atau
bentukan pesisir dari proses struktural.
25
Adapun potensi bencana yang dapat terjadi di wilayah Pantai
Sadeng adalah banjir, gempa bumi, tsunami, gelombang tinggi dan pasang,
pencemaran air pada akuifer nya, serta pencemaran limbah dari aktivitas
manusia.
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Demikian laporan ini kami buat semoga laporan ini dapat dijadikan untuk
referensi dan bermanfaat bagi para pembaca. Sebagai mahasiswa terutama
mahasiswa geografi dalam mempelajari suatu wilayah kita perlu melakukan
identifikasi terhadap wilayah yang kita amati.dari kesimpulan hasil analisis dan
pengamatan, peneliti memiliki beberapa saran antara lain:
1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya yang berkaitan bentuk lahan agar penyusunannya lebih
baik/lebih rinci dari laporan ini.
2. Penyusunan laporan selanjutnya bisa lebih baik lagi dan terkoordinasi
lebih baik agar penelitian dapat dilakukan lebih fokus dan terperinci
27
sehingga dalam penelitian dapat mendapatkan hasil identifikasi yang lebih
maksimal.
3. Bagi penelitian selanjutnya agar dilakukan kajian dan penelitian lebih
lanjut pada aspek-aspek yang dapat meningkatkan kegiatan ekowisata
seperti kualitas air.
4. Bagi pemerintah setempat atau pengelola untuk dapat meningkatkan
fasilitas agar dapat mengembangkan ekowisata dan mempermudah dalam
mengkaji wilayah karst tersebut agar lebih terperinci.
28
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
30
31
32
33