Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTEK KULIAH LAPANGAN I

BENTANGLAHAN GEOGRAFI DI WILAYAH KABUPATEN


SUKOHARJO DAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Dibimbing oleh:
Ratih Puspita Dewi, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:
Firda Astari Nurrohmah A610210003
Salsabilla Fatih Dominica A610210033
Agus Hermansyah A610210036

PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Observasi Bentang Lahan Geografi di Wilayah Sukoharjo


dan Gunungkidul
Program Studi : S1-Pendidikan Geografi
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Tanggal Pengesahan : .................................................

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ratih Puspita Dewi, S.Pd., M.Pd.


NIDN: 0317039002

Firda Astari Nurrohmah Salsabilla Fatih Dominica Agus Hermansyah

A610210003 A610210033 A610210036

2
KATA PENGANTAR
‫هَّٰلل‬
ِ ‫س ِْم ٱ ِ ٱلرَّحْ ٰ َم ِن ٱلر‬
‫َّح ِيم‬

Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam.
Atas izin dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan laporan tepat waktu tanpa
kurang suatu apa pun. Tak lupa pula Kami haturkan shalawat serta salam kepada
junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di
hari akhir kelak.
Laporan ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu
kami menyampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan laporan ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karenanya Kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar Kami dapat memperbaiki laporan ini.
Akhir kata, Kami berharap semoga laporan ini bisa memberikan inspirasi
maupun manfaat untuk pembaca.

Kelompok 9

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
DAFTAR GAMBAR 5
BAB I 7
PENDAHULUAN 7
A. Latar Belakang 7
B. Rumusan Masalah 8
C. Tujuan 9
D. Manfaat 9
BAB II 10
KAJIAN PUSTAKA 10
A. Bentuklahan Struktural 10
C. Bentuklahan Karst (Solusional) 11
D. Bentuklahan Marine 12
E. Bentuklahan Aeolin 12
F. Bentuklahan Vulkanisme 13
G. Bentuklahan Denudasional 14
BAB III 15
HASIL PENGAMATAN 15
A. Desa Krajan, Weru, Sukoharjo 15
B. Desa Umbulrejo, Ponjong, Gunungkidul 19
C. Pantai Sadeng (Muara Sungai Bengawan Solo Purba) 24
BAB IV 27
PENUTUP 27
A. Kesimpulan 27
B. Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 30

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Pos Pengamatan 1 15


Gambar 3.2 Soil test kit 16
Gambar 3.3 Alat Anemometer 23
Gambar 3.4 Alat GPS 24
Gambar 3.5 Tebing cliff Pantai Sadeng 25
Gambar 3.6 Keadaan Pantai Sadeng 26
Gambar 3.7 Pelabuhan Pantai Sadeng 26

5
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil uji sifat sampel tanah Weru 18


Tabel 3.2 Hasil uji sifat sampel tanah Ponjong 22
Tabel 3.3 Hasil pengukuran kecepatan angin menggunakan
anemometer di Ponjong 23

6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Geografi merupakan ilmu yang sangat kompleks, dimana objek


materialnya sangat luas sehingga banyak teori yang bersinggungan. Dalam
mengkaji fenomena geosfer tidak hanya menyentuh aspek fisik saja, tetapi
mengkaji secara komprehensif yang meliputi aspek fisik dan sosial (manusia).
Selain itu, geografi sendiri lebih menekankan cara unik dalam mempelajari bumi
dengan berbagai ilmu bantu dengan perspektif ilmu geografi seperti keruangan,
kelingkungan dan kompleks wilayah.
Yogyakarta tidak hanya terkenal sebagai sentra wisata, tetapi wilayah
Yogyakarta dan sekitarnya juga terkenal sebagai laboratorium geologi terlengkap
di Pulau Jawa khususnya di Indonesia. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) atau Praktek Kerja Lapangan (PKL) Pendidikan
Geografi Fakultas Pendidikan Geografi UMS dilaksanakan di daerah Yogyakarta
lebih tepatnya berada di wilayah Weru, Ponjong dan Sadeng sebagai muara
Sungai Bengawan Solo Purba.
Bentang lahan merupakan bagian dari permukaaan bumi yang merupakan
hasil dari proses pada struktur batuan dalam periode waktu tertentu sehingga
menghasilkan bentuk yang khas. Bentang lahan terbentuk oleh proses
geomorfologi. Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam
yang meliputi bentuk-bentuk muka bumi serta perubahan yang terjadi sepanjang
evolusi bumi.
Menurut Verstappen (1983) ilmu geomorfologi mempelajari bentuk lahan
dan proses yang mempengaruhinya serta hubungan timbal balik antara bentuk
lahan dan proses-proses dalam susunan keruangan. Proses dan bentuk-bentuk
lahan akan memberi gambaran yang akan bekerja pada bumi. Relief muka bumi
tidak selalunya tetap namun akan selalu mengalami perubahan bentuk yang
disebut siklus Geomorfik Circle.
Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya endogen dan eksogen. Gaya endogen
merupakan energi yang berasal dari dalam bumi yang bersifat membangun

7
meliputi, tektonisme yang mengakibatkan proses pengangkatan, penurunan, dan
lipatan, patahan, pergeseran dan vulkanisme yang mengakibatkan terjadinya
gunung api dan berbagai proses keluarnya magma ke permukaan. Sedangkan gaya
eksogen terdiri dari kekuatan air, gelombang, arus, angin dan gletser serta
memiliki sifat yang merusak bumi.
Bentang budaya merupakan kenampakan dari suatu masyarakat yang
mempunyai pengertian sebagai sekumpulan penduduk dengan seluruh
karakteristik sosialnya dan lingkungan sosialnya yang meliputi faktor-faktor
kebiasaan, tradisi, adat istiadat, hukum, kepercayaan, agama, ideologi, dan
sebagainya (Mitchell, 2002). Bentang budaya timbul sebagai hasil interaksi dan
adaptasi antara manusia dengan alam dan dalam prosesnya terjadi hubungan
timbal balik. Dari hubungan tersebut maka akan membentuk suatu perwujudan
bentang budaya dengan jenis tertentu dan tentunya juga akan mengakibatkan
munculnya gejala sosial seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, jenis mata
pencaharian, dan sebagainya

B. Rumusan Masalah

Dalam melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini terdapat


beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi bentanglahan yang ada di Desa Krajan Kecamatan
Weru, Kabupaten Sukoharjo dan Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong,
Kabupaten Gunungkidul?
2. Bagaimana kondisi budaya, sosial dan ekonomi yang ada di Desa Krajan
Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo dan Desa Umbulrejo, Kecamatan
Ponjong, Kabupaten Gunungkidul?
3. Bagaimana kondisi fisik dan sosial yang ada di Pantai Sadeng (Sungai
Bengawan Solo Purba) di Desa Songbanyu, Kecamatan Girisubo,
Kabupaten Gunungkidul?

8
C. Tujuan

Adapun tujuan yang hendak dicapai pada pelaksanaan Praktek Kerja


Lapangan ini sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi bentanglahan yang ada di Desa Krajan Kecamatan
Weru Kabupaten Sukoharjo dan Desa Umbulrejo, Kabupaten Ponjong
Kabupaten Gunungkidul.
2. Mengetahui kondisi Budaya, Sosial dan Ekonomi di Desa Krajan
Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo dan Desa Umbulrejo, Kecamatan
Ponjong Kabupaten Gunungkidul.
3. Mengetahui kondisi fisik dan sosial di Pantai Sadeng (Sungai Bengawan
Solo Purba) di Desa Songbanyu Kecamatan Girisubo Kabupaten
Gunungkidul.

D. Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diambil dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan
ini, sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi bentanglahan yang ada di Desa
Krajan Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo dan Desa Umbulrejo,
Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul.
2. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi Budaya, Sosial dan Ekonomi di
Desa Krajan Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo dan Desa Umbulrejo,
Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul.
3. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi fisik dan sosial di Pantai Sadeng
(Sungai Bengawan Solo Purba) di Desa Songbanyu Kecamatan Girisubo
Kabupaten Gunungkidul.

9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Bentuklahan Struktural

Bentuklahan struktural merupakan bentuklahan yang terjadi karena adanya


proses endogen, berupa proses tektonisme atau diastropisme. Tenaga endogen
merupakan tekanan pada lempeng atau kerak bumi yang berasal dari dalam bumi.
Tektonisme merupakan proses skala besar mengenai perubahan dan lempeng
tektonik pada kerak bumi yang meliputi penurunan, penaikan, pesesaran, patahan
dan lipatan. Gaya tektonik memiliki sifat konstruktif atau membangun
bentuklahan hampir di seluruh muka bumi. Terdapat dua tipe struktur bentuk
lahan yang dihasilkan dari gaya endogen, struktur aktif dan tidak aktif. Bentuk
lahan dengan struktur aktif merupakan bentuk lahan yang menghasilkan bentuk
lahan yang baru, sedangkan bentuk lahan dengan struktur tidak aktif dihasilkan
dari perbedaan erosi pada masa lalu.
Beberapa hasil bentuk lahan struktural diantaranya pegunungan blok sesar,
gawir sesar, pegunungan dan perbukitan antiklinal, pegunungan dan perbukitan
sinklinal, pegunungan dan perbukitan kubah, pegunungan dan perbukitan plato,
pegunungan monoklinal, hogback atau cuesta, dan lembah antiklinal.

B. Bentuklahan Fluvial
Bentuklahan fluvial adalah proses yang terjadi di alam baik secara fisika
maupun kimia yang mengakibatkan perubahan bentuk permukaan bumi
disebabkan oleh aksi air permukaan baik secara terpadu (sungai) maupun yang
tidak terkonsentrasi (sheet water). Bentuklahan ini juga merupakan kajian yang
mempelajari tentang interaksi antara bentuk sungai dan prosesnya dalam ruang
dan waktu.
Morfologi fluvial dipengaruhi oleh rezim aliran, hasil sedimen dan
karakteristik lembah. Proses ini terjadi karena adanya aktivitas erosi, transportasi,
dan sedimentasi yang saling berkaitan. Proses fluvial akan menghasilkan suatu
bentang alam yang khas sebagai akibat dari tingkah laku air yang mengalir
dipermukaan. Terdapat macam-macam proses fluvial antara lain:

10
1. Proses erosi yaitu gaya melebar air yang mengalir diatas permukaan tanah
menyebabkan terjadinya lembah-lembah tanah.
2. Proses transportasi yaitu proses perpindahan material oleh suatu tubuh air
yang dinamis diakibatkan oleh tenaga kinetis pada sungai sebagai efek
gaya gravitasi.
3. Proses sedimentasi yaitu proses yang terjadi ketika sungai tidak mampu
mengangkut material yang di bawahnya.
Adapun bentuklahan yang dihasilkan dari proses fluvial antara lain:
1. Dataran aluvial yaitu dataran yang terbentuk akibat proses geomorfologi
yang didominasi oleh tenaga eksogen seperti iklim, curah hujan, angin,
jenis batuan, topografi, suhu yang akan mempercepat pelapukan dan erosi.
2. Dataran banjir yaitu dataran yang luas yang berada pada kiri kanan sungai
dan terbentuk oleh sedimen akibat limpasan banjir (pasir, lanau, dan
lumpur).
3. Tanggul alam sungai yaitu tanggul yang terbentuk akibat banjir di wilayah
dataran rendah yang berperan menahan limpasan banjir sehingga terbentuk
genangan yang dapat kembali ke sungai dan membentuk tanggul air.
4. Rawa belakang yaitu bagian dataran banjir yang dimana simpanan tanah
liat menetap setelah banjir. Biasanya terletak di belakang sungai dalam
sebuah tanggul dan kemudian kembali ke rawa-rawa yang letaknya agak
jauh dari saluran sungai.
5. Kipas aluvial yaitu muatan sedimen besar yang mengalir dari bukit atau
pegunungan dan masuk ke dataran rendah sehingga terjadi perubahan
gradien kecepatan yang drastis.
6. Teras sungai yaitu morfologi yang memiliki proses deposisi, migrasi
saluran, erosi, meander, dan aliran overbank yang berperan dalam
pembentukan serta perkembangan dataran banjir.

C. Bentuklahan Karst (Solusional)

Bentanglahan asal karst (solusional) merupakan bentanglahan yang


didominasi batuan gamping (CaCo3) atau dihasilkan oleh pelarutan batuan
kapur/gamping dengan tenaga pelarut aliran air permukaan, air perkolasi, dan

11
aliran bawah tanah. Berkembangnya topografi karst terdapat batuan mudah larut,
kemurnian batu gamping tinggi, lapisan batuan tebal, banyak diaklas, vegetasi
penutup lebat, dan terdapat di daerah tropis basah. Adapun bentuk lahan minor
dari mayor solusional adalah dataran tinggi karst, kubah karst, dataran aluvial
karst, uvala, dolina, polje, lembah kering, ngarai karst, dll.

D. Bentuklahan Marine

Bentuklahan asal marine merupakan satuan bentuk lahan yang terjadi


akibat proses yang berasal dari tenaga dari laut, seperti gelombang, arus, dan
pasang surut ombak. Aktivitas utama yang membawa sedimen laut dan
diendapkan adalah abrasi, sedimentasi, pasang surut dan pertemuan terumbu
karang. Bentuklahan marine terdapat pada daerah pesisir atau daerah yang sejajar
dengan garis pantai.
Pengaruh aktivitas laut dapat mencapai puluhan kilometer ke daratan
tergantung efektifitas proses abrasi, sedimentasi, dan pertumbuhan terumbu
karang dan tergantung pada kondisi pesisirnya. Proses lain yang mempengaruhi
kawasan pesisir lainnya adalah tektonik masa lalu, perubahan muka air laut, dan
litologi penyusun. Contoh dari bentuk lahan ini adalah gisik, dataran pantai,
beting pantai, laguna, rataan pasang-surut, rataan lumpur, teras marin, gosong laut,
tombolo, atol, dan pantai berbatu.
Bentuklahan marine juga berpengaruh pada bentuklahan fluvial yang
berkombinasi dengan marine, atau disebut dengan fluvio-marine, karena
kebanyakan sungai bermuara ke laut. Contoh satuan lahan fluvio-marine adalah
delta dan estuari.

E. Bentuklahan Aeolin

Bentuklahan dengan asal aeolin merupakan bentuklahan yang terjadi


karena adanya proses dari tenaga angin yang bersifat erosif dan akumulatif.
Dalam proses pembentukannya terdapat 3 proses eksogenik dengan angin sebagai
pembentuk utamanya, dengan adanya pengikisan, pengangkutan dan pengendapan
yang bahan-bahannya terbawa oleh angin. Adapun syarat pembentukan
bentuklahan aeolin yaitu :

12
1. Tersedianya material berukuran pasir halus hingga kasar dalam jumlah
yang banyak.
2. Adanya periode kering yang panjang dan tegas.
3. Adanya angin yang mampu mengangkut dan mengendapkan bahan pasir
tersebut.
4. Gerakan angin tidak banyak terhalang oleh vegetasi maupun objek lain.
Terdapat beberapa bentukan lahan yang tercipta dari proses aeolin,
diantaranya adalah gumuk pasir, hamparan pasir, hollow, batu jamur, yardang dan
ventifacts.

F. Bentuklahan Vulkanisme

Bentuklahan asal vulkanik adalah bentuk patahan yang terjadi akibat adanya
peristiwa vulkanik, seperti berbagai fenomena atau kejadian yang berkaitan
gerakan magma atau aktivitas magma yang naik ke permukaan bumi. Intrusi
magma proses keluarnya magma melewati celah-celah batuan, tetapi belum
mencapai permukaan bumi. Proses vulkanik dibedakan menjadi empat yaitu:
1. Ekstrusi magma adalah peristiwa keluarnya magma hingga mencapai
permukaan bumi dan membentuk gunung api. Ekstrusi magma dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a. Erupsi linear : Magma yang keluar melalui retakan memanjang
pada kulit bumi.
b. Erupsi sentral : Magma keluar melalui sebuah lubang pada
permukaan bumi.
c. Erupsi areal : Magma keluar melalui suatu wilayah yang luas
sehingga menghasilkan kaldera.
2. Intrusi datar/sill : Magma menyusup diantara dua lapisan batuan dan
paralel dengan lapisan batuan.
3. Lakolit : Magma menerobos lapisan batuan paling atas dan berbentuk
cembung.
4. Korok/gang : Magma yang menyusup di sela-sela patahan diatrema
magma, membeku pada lubang pipa yang menghubungkan antara dapur
magma dengan kepundan.

13
Beberapa ciri khusus yang hanya dimiliki oleh bentuklahan vulkanis yaitu:
1. Terdapat pola aliran radial sentrifugal yang menyebar secara menjari,
2. Pada titik puncak terdapat depresi yang mana pada volkan stadia muda,
pada stadium dewasa atau tua posisi crater tidak selalu di puncak,
3. Materi piroklastik akan berasosiasi dengan badan volkan yang runcing,
4. Apabila lava intermediet maka akan membentuk struktur bantal.
Adapun bentuklahan yang terbentuk akibat proses vulkanik ini adalah:
kepundan, kerucut gunung api, lereng gunung api atas, lereng gunung api tengah,
lereng gunung api bawah, kaki gunung api, dataran kaki gunung api, dataran
fluvial gunung api, padang lava, padang lahar, lelehan lava, aliran lahar, dataran
antar gunung api, dike, solfatar dan fumarol.

G. Bentuklahan Denudasional

Merupakan suatu bentuk yang terjadi akibat proses-proses seperti


pelapukan, erosi, gerak massa batuan (mass wasting) dan proses pengendapan
yang terjadi karena agradasi dan degradasi permukaan. Bentuklahan denudasional
cenderung menurunkan permukaan bumi yang positif hingga menjadi permukaan
yang hampir datar. Adapun hasil bentuklahan akibat proses denudasional ini
adalah pegunungan denudasional, perbukitan denudasional, peneplain, lereng
kaki, lahan rusak, perbukitan sisa terpisah, kerucut talus, dan monadnock.

14
BAB III
HASIL PENGAMATAN

A. Desa Krajan, Weru, Sukoharjo

Titik pertama pengamatan berada pada koordinat 7°49′01.8″S dan


110°45′46.5″E. Dimana titik tersebut berada di antara Desa Krajan, Kecamatan
Weru, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah dan Desa Candirejo, Kecamatan
Semin, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan hasil
pengamatan, Wilayah Weru dapat dijelaskan dengan instrumen pengamatan yang
berupa kondisi litosfer, hidrosfer, pedosfer, dan antroposfer.
1. Kondisi Litosfer

Kondisi litosfer berkaitan dengan lapisan batuan penyusun


permukaan bumi. Wilayah Weru memiliki 4 formasi batuan penyusun,
antara lain Formasi Mandalika, Formasi Wonosari-Punung, Formasi
Semilir, dan Formasi Aluvium. Pada setiap formasi memiliki
karakteristiknya masing-masing. Batuan Formasi Mandalika terdiri oleh
batuan lava dasit-andesit dan tuf dasit dengan retas diorit. Formasi
Wonosari-Punung merupakan batuan yang berasal dari proses
pengangkatan permukaan laut sehingga memiliki batuan penyusun berupa
batu gamping atau batuan kapur, batu gamping napalan-tufan, batu
gamping konglomerat, batu pasir tufan, dan batu lanau. Formasi semilir
memiliki batuan yang berasal dari batuan vulkanik seperti tuf, breksi, batu
apung, dastan, serpih dan batu pasir tufan. Sedangkan batuan Formasi
Aluvium memiliki batuan penyusun yang terdiri dari lempung, lumpur,
lanau, pasir, kerikil, kerakal, dan berangkal yang merupakan endapan
sungai yang berasal dari material Gunung Merapi dan Gunung Lawu.

15
2. Kondisi Hidrosfer
Kondisi hidrosfer, merupakan kondisi yang berkaitan dengan
kuantitas dan kualitas air permukaan dan dalam tanah di suatu daerah.
Dilihat dari kondisi hidrologi, Daerah Weru memiliki keterkaitan antara
kondisi geomorfologi dan kondisi geologi sebagai sebab terbentuknya
sungai dan kondisi sosial budaya sebagai akibat dari kondisi tersebut.
Sistem hidrologi pada titik pengamatan dipengaruhi oleh sistem
hidrogeologi merapi. Dicirikan dengan kondisi tanahnya yang tebal dan
subur, banyak digunakan untuk pertanian. Aktivitas manusia secara alami
akan mengumpul pada satu titik. Pada bentuk lahan struktural, sumber air
akan sulit ditemui ketika musim kemarau, karena air akan terlarut.
Sedangkan pada bentuklahan solusional terdapat sungai periodik maupun
sungai bawah tanah.
Potensi bencana hidrologi di daerah Weru dapat terjadi berdasarkan
bentuklahannya. Pada bentuklahan solusional kekeringan dapat terjadi
ketika musim kemarau, air akan sulit dijangkau karena air bawah
permukaan sangat dalam atau berada di sungai bawah tanah. Sedangkan
pada bentuklahan fluvial, potensi bencana yang memungkinkan adalah
pencemaran oleh limbah sungai dan limbah-limbah yang dihasilkan dari
aktivitas manusia yang berupa limbah hasil peternakan, perkebunan dan
pabrik.

3. Kondisi Pedosfer

16
Kondisi pedosfer berkaitan dengan kualitas tanah. Tanah pada
lokasi pengamatan memiliki tekstur lempung berdebu yang ditinjau
melalui beberapa pengujian terhadap tanah dengan praktek di lapangan
dan di laboratorium geospasial. Terdapat empat tahapan uji tanah yang
dilakukan ketika di lapangan, yaitu uji kandungan bahan organik, uji
kandungan bahan kapur, uji pH tanah dan uji drainase tanah. Sedangkan
pengujian di laboratorium terdapat beberapa pengujian terhadap tanah,
berupa pengujian ulang terhadap kandungan bahan organik, kandungan
bahan kapur, pH tanah dan drainase tanah serta uji warna dan tekstur
tanah. Beberapa prosedur dalam melakukan pengujian terhadap tanah
diantaranya:
a. Analisis warna tanah
i. Ambil sampel tanah secukupnya.
ii. Cocokan warna pada munsell soil colour chart.
iii. Kemudian amati warna tanah dan catat hasil dari munsell
soil colour chart.
b. Analisis pH tanah
i. Siapkan tabung reaksi.
ii. Masukan agregat tanah dengan ukuran tertentu ke dalam
tabung reaksi.
iii. Tuangkan larutan H2O 10% dan larutan KCl kedalam
tabung reaksi sampai batas tertentu.
iv. Kocok sampai agregat tanah dan larutan menjadi homogen.
v. Biarkan hingga mengendap dan larutan menjadi bening.
vi. Masukan pH stick dan baca tingkat kadar pH pada indikator
universal.
c. Analisis keadaan drainase
i. Siapkan agregat tanah.
ii. Teteskan ꭤꭤ bipiridin.
iii. Lihat keadaan bercak pada agregat tanah.
iv. Amati jumlah bercak untuk menyimpulkan keadaan baik
buruknya drainase tanah.

17
d. Analisis kandungan kapur
i. Siapkan massa tanah dari setiap lapisan tanah yang akan
diuji.
ii. Teteskan HCl 10% pada massa tanah.
iii. Apabila terdapat buih maka memiliki kandungan kapur
iv. Apabila tidak terdapat buih maka tidak memiliki
kandungan kapur.
v. Kadar kandungan kapur dapat diidentifikasi berdasarkan
banyak buih (secara kualitatif).
e. Analisis kandungan bahan organik
i. Siapkan agregat tanah.
ii. Teteskan larutan H2O2 3% ke agregat tanah.
iii. Lihat keadaan agregat tanah apakah mengeluarkan buih
atau tidak.
iv. Apabila tidak mengeluarkan buih maka tidak mengandung
bahan organik.
v. Apabila mengeluarkan buih berarti mengandung bahan
organik.
f. Tekstur tanah
i. Ambil sedikit agregat tanah.
ii. Beri sedikit air.
iii. Pilin dan rasakan agregat tanah tersebut menggunakan jari
tengah, telunjuk dan jempol.
Tabel 3.1 Hasil uji sifat sampel tanah Weru.

No Sifat Hasil

1. Warna Very dusky red.

2. Tekstur Lempung berpasir.

3. pH 6 (asam).

4. Drainase Tidak ada bercak ataupun buih, menandakan

18
kondisi drainasenya baik.

5. Kapur Berbuih, menandakan kandungan kapurnya


tinggi.

6. Bahan Organik Berbuih, menandakan kandungan bahan


organiknya tinggi.

4. Kondisi Antroposfer
Manusia diberikan amanah dari Allah swt. berupa tanggung jawab
terhadap lingkungannya. Terkait dengan perekonomian masyarakatnya,
tanah pada dataran aluvial yang berasal dari endapan material Gunung
Merapi dan Gunung Lawu, dimanfaatkan sebagai lahan pertanian padi dan
palawija. Di Desa Krajan juga terdapat perbukitan karst yang
dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan semen sekaligus
tambang batuan gamping. Beberapa batuan gamping ini tidak hanya
dibutuhkan dalam negeri saja melainkan sampai mancanegara.

B. Desa Umbulrejo, Ponjong, Gunungkidul

Titik pengamatan kedua berada di Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong,


Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta lebih tepatnya berada pada
titik koordinat 7°57′04.2″ S dan 110°43′31.7″ E, berjarak 21 kilometer dari titik
pengamatan pertama.
1. Kondisi Litosfer
Kondisi Litosfer di Desa Ponjong didominasi oleh formasi batuan
Wonosari-Punung formasi ini disusun oleh batuan gamping atau batuan
berkapur. Bentuklahan di Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong,
Kabupaten Gunungkidul ini memiliki bentuklahan asal yang terbentuk
akibat proses solusional (karst). Lalu bentuklahan yang paling mudah
dilihat adalah conical hils atau bukit membulat seperti bentuk kubah. Bukit
karst ini akan terlihat apabila dilihat dari arah barat yaitu dari arah
Karanganyar menuju ke arah Kecamatan Ponjong yang mana conical
hills/bukit karst ini berderet dari utara menuju ke selatan. Pada daerah ini
juga terdapat dolina yang merupakan bagian yang relatif rendah yang

19
dikelilingi oleh bukit-bukit karst. Dolina ini biasanya dimanfaatkan dalam
bidang pertanian serta ada juga yang berbentuk telaga. Dolina yang
berdekatan dengan bendungan beton diberi nama Dolina Lawa yang salah
satunya terdapat di goa yang menjadi habitat kelelawar.

2. Kondisi Hidrosfer
Terdapat danau permukaan dan sungai bawah tanah yang
dipengaruhi oleh kondisi biologis dan proses pembentukannya. Daerah
Ponjong memiliki 9 mata air yang ditemukan, lima diantaranya adalah
mata air Gremeng, mata air Bendungan, mata air Beton, mata air Gearan,
dan mata air Ponjong. Air tanah ini mengalir menuju ke arah cekungan
Wonosari dan Munju dari arah barat daya wilayah Ponjong ini merupakan
wilayah bentuklahan karst, dimana pada wilayah tersebut banyak
ditemukan sungai dibawah permukaan. Secara klimatologi wilayah
Ponjong ini memiliki intensitas curah hujan yang sudah dapat dibilang
cukup.
Adapun potensi bencana hidrologi yang ditimbulkan adalah
kekeringan, pencemaran, dan banjir. Potensi bencana kekeringan dapat
terjadi karena wilayah Ponjong termasuk wilayah karst, dimana air yang
meresap ke tanah akan susah untuk dimanfaatkan karena akan terus
menyesap ke bawah. Wilayah Ponjong juga berpotensi terjadinya banjir,
karena drainase bawah permukaan berkembang secara intensif akibat
pelarutan. Selain itu, potensi pencemaran juga dapat terjadi karena
berkembangnya porositas tanah secara intensif dengan tipe terbuka yang
berakibat pencemaran langsung tanpa penyaringan.

3. Kondisi Pedosfer
Pada lokasi pengamatan kedua dilakukan praktikum geografi tanah
di laboratorium geospasial untuk mengetahui sifat fisik tanah. Terdapat
empat tahapan uji tanah yang dilakukan ketika di lapangan, yaitu uji
kandungan bahan organik, kandungan bahan kapur, pH tanah, drainase

20
tanah, uji warna dan tekstur tanah. Beberapa prosedur dalam melakukan
pengujian terhadap tanah diantaranya
a. Analisis warna
i. Ambil sampel tanah secukupnya.
ii. Cocokan warna pada munsell soil colour chart.
iii. Kemudian amati warna tanah dan catat hasil dari munsell
soil colour chart.
b. Analisis pH
i. Siapkan tabung reaksi.
ii. Masukan agregat tanah dengan ukuran tertentu ke dalam
tabung reaksi.
iii. Tuangkan H2O 10% atau KCI kedalam tabung reaksi
sampai batas tertentu.
iv. Campurkan sampai agregat tanah dan larutan menjadi
homogen.
v. Biarkan hingga mengendap dan larutan menjadi bening.
vi. Masukan pH stick dan baca tingkat kadar pH pada indikator
universal.
c. Analisis keadaan drainase
i. Siapkan agregat tanah.
ii. Teteskan ꭤꭤ bipiridin.
iii. Lihat keadaan bercak pada agregat tanah.
iv. Amati jumlah bercak untuk menyimpulkan keadaan baik
buruknya drainase tanah.
d. Analisis kandungan kapur
i. Siapkan massa tanah dari setiap lapisan tanah yang akan
diuji.
ii. Teteskan HCL 10% pada massa tanah.
iii. Apabila terdapat buih maka memiliki kandungan kapur.
iv. Apabila tidak terdapat buih maka tidak memiliki
kandungan kapur.

21
v. Kadar kandungan kapur dapat diidentifikasi berdasarkan
banyak buih (secara kualitatif).
e. Analisis kandungan bahan organik
i. Siapkan agregat tanah.
ii. Teteskan larutan H2O2 3% ke agregat tanah.
iii. Lihat keadaan agregat tanah apakah mengeluarkan buih
atau tidak.
iv. Apabila tidak mengeluarkan buih maka tidak terkandung
bahan organik.
v. Apabila mengeluarkan buih berarti mengandung bahan
organik.
f. Tekstur
i. Siapkan agregat sampel tanah.
ii. Basahi sampel tanah menggunakan Air.
iii. Pilin, gesek, dan hancurkan agregat tanah yang dibasahi
tersebut dengan jari telunjuk, jempol dan tengah.
iv. Rasakan tekstur agregat tanah dengan ketiga jari tersebut.

Tabel 3.2 Hasil uji sifat sampel tanah Ponjong.

No Sifat Hasil

1. Warna Dark brown.

2. Tekstur Geluh, yaitu persentase antara pasir, debu, dan


liat seimbang.

3. pH 6 (asam).

4. Drainase Tidak ada bercak ataupun buih, menandakan


bahwa kondisi drainasenya baik.

5. Kapur Berbuih, menandakan kandungan kapurnya


tinggi.

6. Bahan Organik Berbuih, menandakan kandungan bahan


organiknya tinggi.

22
4. Kondisi Atmosfer
Pada pos pengamatan kedua, dilakukan praktikum menggunakan
anemometer dan GPS atau Global Positioning System. Anemometer
merupakan alat untuk mengukur kecepatan angin. Satuan dari kecepatan
angin adalah Knots berdasarkan Skala Beaufort dan dapat juga dinyatakan
dengan m/s. Sedangkan GPS merupakan sistem satelit navigasi atau
penentuan posisi yang dikelola dan dimiliki oleh Amerika Serikat. Sistem
ini didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi serta
informasi waktu secara kontinyu di seluruh dunia tanpa batasan waktu dan
cuaca.

Tabel 3.3 Hasil pengukuran kecepatan angin menggunakan


Anemometer di Ponjong.

Waktu pengamatan Kecepatan (km/s) Suhu C

Pengamatan pertama 10 km/s 29.8 C


14:23

Pengamatan kedua 10 km/s 30.3 C


14:24

23
Berdasarkan praktek penggunaan GPS di lapangan dapat diketahui
bahwa lokasi tempat kami melakukan praktek berada di ketinggian 278
mdpl dan koordinat UTM 49 M 0473873 E 9135908 S.

5. Kondisi Antroposfer
Kondisi antroposfer di daerah Ponjong dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, jenis tanah dan batuan penyusunnya. Jenis tanah di daerah
Ponjong didominasi oleh tanah berkapur dan batuan gamping serta tahan
yang kaya humus sebagai akibat adanya penimbunan dari abu vulkanik
sehingga vegetasi di Ponjong, sangat baik untuk komoditi pertanian dan
perkebunan. Sebagian besar masyarakat Ponjong bermata pencaharian
sebagai petani tadah hujan dengan mengolah tanah yang subur menjadi
pertanian dengan ditanami oleh ubi dan padi. Selain menjadi petani,
masyarakat Ponjong juga membangun bendungan beton yang berfungsi
sebagai sistem irigasi sawah dan sebagai area wisata. Selain bendungan
Beton di Desa Umbulrejo juga terdapat beberapa Goa yang sengaja
dikelola oleh masyarakat sekitar untuk menunjang perekonomian dan
dapat membangun wilayah tersebut menjadi desa wisata.

C. Pantai Sadeng (Muara Sungai Bengawan Solo Purba)

Bengawan Solo Purba merupakan sungai yang membelah pulau jawa


menjadi dua bagian. Muara dari Sungai Bengawan Solo Purba berada di pantai
Sadeng yang termasuk wilayah kepesisiran selatan di Pulau Jawa. Sebagian dari

24
Pantai Sadeng merupakan DAS dan peralihan laut. Pantai Sadeng berada di desa
Songbanyu, kecamatan Girisubo, kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta atau lebih
tepatnya berada di titik koordinat 8°12′24.8″S dan 110°47′51.6″E. Berdasarkan
pengamatan di lapangan, kondisi Pantai Sadeng dapat dijelaskan berdasarkan
kondisi fisik dan kondisi sosial budayanya.
1. Kondisi Fisik
Wilayah Pantai Sadeng yang berbentuk teluk memiliki genesis
yang cukup komplek pada masa lampau yang merupakan muara Sungai
Bengawan Solo Purba. Akibat proses pengangkatan yang berlangsung
sangat lama membuat penambahan elevasi dan membuat aliran sungai
berbalik arah. Hasil proses pengangkatan membentuk perbukitan karst
dengan lereng yang cukup terjal pada bagian yang menghadap laut atau
disebut dengan cliff. Proses tektonik pengangkatan tersebut membentuk
tipologi pesisir primer yang merupakan Strukturall Shape coast atau
bentukan pesisir dari proses struktural.

Pesisir Pantai Sadeng terdapat bentukan lokal berupa bukit cliff


akibat adanya arus dan gelombang yang cukup kuat dari Samudera Hindia
yang dipengaruhi oleh angin muson. Penggerusan pada bawah tebing
terjadi karena arus dan gelombang yang menghantam cliff. Penggerusan
yang terus berkembang, membentuk bentukan lokal berupa sea cave.
Wilayah kepesisiran Pantai Sadeng terdapat beberapa tipologi yang cukup
kompleks diantaranya adalah zona subduksi, struktural shaped coast,
waves erosion coast, marine deposition coast, subaerial deposition coast
dan coast built by organism.

25
Adapun potensi bencana yang dapat terjadi di wilayah Pantai
Sadeng adalah banjir, gempa bumi, tsunami, gelombang tinggi dan pasang,
pencemaran air pada akuifer nya, serta pencemaran limbah dari aktivitas
manusia.

2. Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi

Sumber daya laut yang ada di pantai Sadeng, merupakan lahan


pendapatan bagi masyarakat sebagai komoditi utama untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat sekitar. Pantai Sadeng juga terkenal
sebagai Tempat Pelelangan Ikan (TPI) terbesar di Gunungkidul. Sebagian
besar penduduk di sekitar Pantai Sadeng bermata pencaharian nelayan,
pedagang, penjual ikan dan petani. Pengembangan kawasan berdasarkan
historisnya menjadikan Pantai Sadeng berpotensi menjadi kawasan
pertanian dan pariwisata. Namun, kualitas sumberdaya manusia yang
belum begitu baik, berakibat pada sistem administrasi kelengkapan melaut
yang berbelit-belit, menjadi penghalang bagi nelayan untuk dapat melaut.

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan pengamatan pada ketiga titik lokasi, maka dapat


disimpulkan bahwa pada pos pertama yang berada di wilayah Desa Krajan,
Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, memiliki 4 formasi batuan
penyusun, yaitu Formasi Mandalika, Formasi Wonosari-Punung, Formasi Semilir,
dan Formasi Aluvium. Dan memiliki ciri khas berupa batu gamping atau batu
kapur. Selanjutnya pada pos kedua berada di wilayah Desa Umbulrejo, Kecamatan
Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki bentuk
lahan asal akibat dari proses solusional dan memiliki 9 mata air yang ditemukan
di wilayah ini, lima diantaranya adalah mata air Gremeng, mata air bendungan,
mata air Beton, mata air Gearan, dan mata air Ponjong. Lalu pada pos ketiga yaitu
berada pada wilayah Pantai Sadeng (Muara Sungai Bengawan Solo) di Desa
Songbanyu, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta, memiliki kondisi fisik yang terbentuk oleh proses struktural dan
kondisi sosial, ekonomi budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai persawahan dan
perkebunan, pertanian, maupun pariwisata oleh penduduk sekitar yang sebagian
besar bermata pencaharian sebagai nelayan.

B. Saran

Demikian laporan ini kami buat semoga laporan ini dapat dijadikan untuk
referensi dan bermanfaat bagi para pembaca. Sebagai mahasiswa terutama
mahasiswa geografi dalam mempelajari suatu wilayah kita perlu melakukan
identifikasi terhadap wilayah yang kita amati.dari kesimpulan hasil analisis dan
pengamatan, peneliti memiliki beberapa saran antara lain:
1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya yang berkaitan bentuk lahan agar penyusunannya lebih
baik/lebih rinci dari laporan ini.
2. Penyusunan laporan selanjutnya bisa lebih baik lagi dan terkoordinasi
lebih baik agar penelitian dapat dilakukan lebih fokus dan terperinci

27
sehingga dalam penelitian dapat mendapatkan hasil identifikasi yang lebih
maksimal.
3. Bagi penelitian selanjutnya agar dilakukan kajian dan penelitian lebih
lanjut pada aspek-aspek yang dapat meningkatkan kegiatan ekowisata
seperti kualitas air.
4. Bagi pemerintah setempat atau pengelola untuk dapat meningkatkan
fasilitas agar dapat mengembangkan ekowisata dan mempermudah dalam
mengkaji wilayah karst tersebut agar lebih terperinci.

28
DAFTAR PUSTAKA

Geologi dan penyebaran air tanah wilayah ponjong dan sekitarnya.


Diunggah melalui http://eprints.upnyk.ac.id/4042/1/2.Abstrak%202.pdf
Karakteristik dan Potensi Kawasan Karst Kecamatan Ponjong, Gunungkidul.
Diunggah melalui
https://journal.uny.ac.id/index.php/geomedia/article/download/3576/3053
Bentuk Lahan Antropogenik. Diunggah melalui
https://slideplayer.info/slide/13766418/
Sriyadi, Arif . 2017. Geomorfologi lereng barat daya gunung merapi kaitanya
dengan upaya pengelolaan lingkungan dan bencana. UNY. Geomedia 15
2017.
Kurnianto, Fahmi Arif, 2019. Pemantauan Dan Evaluasi Bentang Lahan
Berkelanjutan di Kabupaten Jayawijaya: Membangun Prinsip, Kriteria,
dan Industri.
Alken, Gerald, 2012. Geography- History and Concepts: A Student's Guide By
Arild Holt-Jensen.
Salsabila, Adelia, Kristianawati, Ameliana, 2019. Laporan Penelitian “Hidrologi
Kawasan Karst Gunung Sewu Di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten
Gunung Kidul, Yogyakarta.
Faisal Muhammad, Akbar, Dwi Reping, Darmastuti 1, 2019. Rencana Biaya
Reklamasi Langsung Program Pascatambang Lahan Bekas Tambang Di
Cv. Empat Jaya, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hidayati, Inayah. Bentang Lahan , 2020. Bentang Lahan Jawa Bagian
Tengah: Sebuah catatan lapangan di provinsi daerah Istimewa Yogyakarta.
Kurnianto,Fahmi Arif,2019. Proses-proses Geomorfologi Pada bentuk lahan
lipatan.

29
LAMPIRAN

30
31
32
33

Anda mungkin juga menyukai