Anda di halaman 1dari 61

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/326119013

GEOLOGI DAN PETROLOGI KAWASAN MANGLAYANG, BANDUNG TIMUR,


JAWA BARAT

Preprint · August 2017


DOI: 10.31237/osf.io/vu3cg

CITATIONS READS

0 432

3 authors, including:

Andri Slamet Subandrio Dasapta Erwin Irawan


Bandung Institute of Technology Bandung Institute of Technology
6 PUBLICATIONS 5 CITATIONS 310 PUBLICATIONS 631 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Dasapta Erwin Irawan on 20 February 2024.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


GEOLOGI DAN PETROLOGI KAWASAN MANGLAYANG,
BANDUNG TIMUR, JAWA BARAT

SKRIPSI

Oleh:

Satrio Wiavianto

Prodi Sarjana Teknik Geologi

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Institut Teknologi Bandung

Pembimbing:

Dr. Andri Slamet Subandrio Mubandi

Dr. Dasapta Erwin Irawan

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Daerah Bandung Timur dan sekitarnya merupakan daerah yang


direncanakan oleh Pemerintah Bandung untuk menjadi sebuah
daerah pertumbuhan ekonomi baru bagi wilayah Bandung dan
sekitarnya. Oleh karena itu, tentunya diperlukan data-data yang
relevan untuk mendukung tercapainya ambisi tersebut, salah
satunya ialah diperlukan adanya pemahaman geologi yang lebih
rinci untuk mengetahui daya dukung lingkungan serta potensi
yang terdapat pada daerah tersebut. Salah satu bagian daerah
tersebut terletak pada wilayah Komplek Gunung Palasari -
Manglayang dan sekitarnya.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat kelulusan


pendidikan tingkat sarjana satu (S1) pada Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Teknologi Bandung.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tatanan geologi


secara rinci daerah Komplek Gunung Palasari – Manglayang dan
sekitarnya yang meliputi satuan geomorfologi, satuan geologi,
struktur geologi, dan sejarah geologinya. Pencapaian tujuan
tersebut didasarkan pada analisis data pengamatan secara
langsung maupun tidak langsung. Hasil penelitian ini berupa peta

2
geomorfologi, peta lokasi pengamatan, dan peta geologi daerah
penelitian.

1.3 PEMBATASAN MASALAH

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada pembahasan masalah


umum geologi pada daerah penelitian. Permasalahan umum
pada daerah penelitian ini dibatasi oleh tiga masalah :

- Geomorfologi Daerah Penelitian, yang meliputi satuan


geomorfologi berdasarkan penjelasan morfologi umum,
analisis topografi, analisis pola aliran sungai, serta
analisis pola kelurusan.
- Geologi Daerah Penelitian, yang meliputi pengenalan
urutan satuan geologi, ciri litologi tiap satuan, umur tiap
satuan, serta pembahasan mengenai masalah-masalah
geologi lain yang masih berhubungan dan menarik
untuk dipelajari.
- Struktur Geologi Daerah Penelitian, yang meliputi
struktur geologi yang terbentuk.

1.4 LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian berada di daerah Komplek Gunung Palasari -


Manglayang dan sekitarnya, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa
Barat. Lokasi penelitian terletak pada koordinat latitude 6° 49'
55.0000" S - 6° 53' 8.0000" S dan longitude 107° 40' 10.0000" E
- 107° 45' 2.0000" E (Gambar 1). Lokasi penelitian meliputi
enam desa yaitu Desa Ciporeat, Desa Cilengkrang, Desa
Mekarmanik, Desa Banyuresmi, Desa Mandalamekar, dan Desa
Girimekar yang masuk dalam bagian Kabupaten Sumedang.

3
A.)

BEKASI

BOGOR
CIREBON

BANDUNG

TASIKMALAYA

B.)

Gambar 1 A.) Peta administrasi Jawa Barat, daerah penelitian di kotak hitam (Bakosurtanal,
2002, dimodifikasi pada tampilannya) dan B) Lokasi daerah penelitian (kotak hitam) yang
disajikan dalam peta terrain (http://maps.google.co.id, diakses pada tanggal 1 September 2015)

4
1.5 METODE DAN TAHAPAN PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah pengamatan dan


pengambilan data lapangan, analisis data lapangan, pengamatan
laboratorium, serta penarikan kesimpulan berdasarkan data yang
telah dianalisis. Metode-metode penelitian tersebut merupakan
bagian dari tahapan-tahapan penelitian yang akan dilaksanakan
oleh penulis. Berikut pemaparan mengenai tahapan-tahapan
penelitian yang akan dilaksanakan :

1.5.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan bertujuan untuk mempersiapkan keseluruhan


pelaksanaan tugas akhir. Dimulai dari penyelesaian urusan
administrasi syarat tugas akhir. Kemudian dilanjutkan dengan
penyusunan proposal tugas akhir yang merupakan bagian dari
persyaratan pelaksanaan tugas akhir.

Untuk mempersiapkan tahap observasi dan pengambilan data


lapangan maka dilakukan studi pendahuluan meliputi studi
literatur, studi geologi regional daerah penelitian dari penelitian
yang sebelumnya sudah dilakukan. Selain itu, dilakukan pula
analisis peta topografi dan citra SRTM untuk menentukan pola
kelurusan, pola aliran sungai, dan struktur geologi. Hasil analisis
tersebut akan menjadi acuan untuk merencanakan pengambilan
data lapangan.

1.5.2 Tahap Observasi dan Pengambilan Data

Tahapan ini bertujuan untuk memperoleh data geologi dalam


skala yang lebih rinci. Hasil dari pengamatan tersebut yaitu data
pengamatan geologi.

5
Adapun tahapan observasi dan pengambilan data pada tahapan
ini terdiri dari:

 Pengamatan geomorfologi.

 Pengamatan singkapan.

 Dokumentasi.

1.5.3 Tahap Pengolahan Data

Pengolahan data dan analisis dilakukan di laboratorium serta


dengan adanya diskusi bersama dosen pembimbing. Analisis
yang dilakukan pada tahap ini ialah analisis petrografi dan
analisis data pengamatan geologi berdasarkan konsep-konsep
geologi dan studi referensi mengenai topik yang terkait.

1.5.4 Tahap Penyusunan Laporan

Tahap penyusunan laporan adalah tahap akhir yang berisi


laporan hasil penelitian. Pada tahap ini dihasilkan kesimpulan
hasil penelitian dan disajikan dalam bentuk peta dan laporan
tertulis sebagai berikut :
1. Peta lintasan daerah penelitian dan sekitarnya dengan
skala 1:25000.
2. Peta geomorfologi daerah penelitian dan sekitarnya
dengan skala 1:25000.
3. Peta geologi dan penampang geologi daerah penelitian
dan sekitarnya dengan skala 1:25000.
4. Laporan tugas akhir.

Laporan tersebut kemudian akan dipresentasikan dalam bentuk


kolokium dan sidang ujian sarjana strata satu (S1).

6
Tahap Persiapan

Studi Studi Analisis awal Persiapan


literatur geologi peta topografi logistik dan
regional dan citra administrasi

Tahap Observasi dan Pengambilan Data

Pengamatan Pengamat Sketsa dan


Geomorfolog an Dokumentasi

Tahap Pengolahan Data

Analisis Analisis Data Penagamatan


Petrografi Lapangan

Tahap Penyusunan Laporan

Pembuatan Pembuatan peta Pembuatan


peta lintasan geologi dan laporan
dan peta penampang tugas akhir
gemorfologi geologi

Tahap Presentasi Hasil Penelitian

Gambar 2 Diagram alir penelitian

7
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan laporan penelitian ini dibagi menjadi beberapa


bagian yaitu sebagai berikut :

 BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi mengenai latar belakang, maksud dan tujuan,
pembatasan masalah, lokasi daerah penelitian, metode dan tahapan
penelitian, serta sistematika penulisan.

 BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

Bab ini berisi mengenai fisiografi regional, stratigrafi regional, serta


struktur geologi regional.

 BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN


Bab ini berisi mengenai pembahasan geomorfologi, stratigrafi
geologi, dan struktur geologi daerah penelitian berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan serta pembahasan-pembahasan lain yang
masih berhubungan dengan topik penelitian.

 BAB 4 SEJARAH GEOLOGI

Bab ini berisi mengenai pembahasan sejarah pembentukan satuan


di daerah penelitian dari awal pembentukannya hingga sekarang.

 BAB 5 KESIMPULAN

Bab ini berisi mengenai kesimpulan dari hasil pembahasan yang


telah dipaparkan berdasarkan hasil pengamatan, analisis, dan
interpretasi data yang didapatkan dari studi literatur atau studi
referensi, pemetaan lapangan, serta pengamatan pada daerah
penelitian.

8
BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 FISIOGRAFI REGIONAL

Menurut Bemmelen (1949), fisiografis daerah Jawa Barat (Gambar 3)


dibagi menjadi enam zona dengan empat zona utama, yaitu Dataran
Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan
Jawa Barat. Daerah penelitian terletak di timur laut Zona Bandung,
tepatnya pada Zona Gunungapi Kuarter.

Daerah Penelitian

Gambar 3 Peta Fisiografi Jawa Barat, kotak merah merupakan daerah penelitian (Van
Bemmelen, 1949, dimodifikasi pada tampilannya)

2.2 STRATIGRAFI REGIONAL

9
Daerah penelitian terletak di provinsi Jawa Barat, pada tepatnya terletak
pada wilayah Kabupaten Sumedang dan sekitarnya. Skema Stratigrafi
Daerah Bandung dan sekitarnya telah diperkenalkan oleh beberapa
peneliti yaitu Bemmelen (1949), Koesoemadinata dan Hartono (1981)
serta Silitonga (1973). (Tabel 1).

Menurut Silitonga (1973), endapan tertua pada wilayah daerah penelitian


secara regional merupakan endapan volkanik yang diklasifikasikan
sebagai Endapan Hasil Volkanik Lebih Tua Tak Teruraikan, dengan litologi
breksi, lahar, dan pasir tuf yang berlapis-lapis dengan kemiringan yang
relatif kecil. Satuan ini berumur Pleistosen Bawah dan satuan ini
disamakan kepada Formasi Cikapundung oleh Koesoemadinata dan
Hartono (1981) dan merupakan bagian tua dari Formasi Tambakan pada
stratigrafi oleh Bemmelen (1949).

Endapan tersebut diikuti oleh Endapan Hasil Volkanik Tua Tak Teruraikan
dengan litologi breksi gunungapi, lahar, dan lava berselang-seling. Satuan
ini berumur Pleistosen Atas dan satuan ini pula disamakan kepada
Formasi Cikapundung oleh Koesoemadinata dan Hartono (1981) dan
merupakan bagian dari Zona Pegunungan Kompleks Sunda Yang Telah
Padam pada stratigrafi oleh Bemmelen (1949).

Selanjutnya, Silitonga (1973) mengatakan bahwa endapan tersebut diikuti


oleh Endapan Hasil Volkanik Lebih Muda Tak Teruraikan, dengan litologi
pasir tufaan, lapili, breksi, lava, dan agglomerat. Satuan ini berumur
Holosen dan satuan ini disamakan dengan Formasi Cibeureum dan
Formasi Kosambi pada Koesoemadinata dan Hartono (1981 serta
merupakan bagian muda dari Zona Pegunungan Kompleks Sunda Yang
Telah Padam pada stratigrafi oleh Bemmelen (1949).

10
Endapan setelahnya diikuti oleh Endapan Kolovium yang terdiri dari
reruntuhan hasil volkanik tua, endapan ini disamakan dengan Formasi
Cikadang pada Koesoemadinata dan Hartono (1981) dan Endapan
Gunungapi Sub Sekarang pada Bemmelen (1949). Menurut Silitonga
(1973), endapan termuda ialah Endapan Sungai yang disamakan dengan
Endapan Aluvial pada Koesoemadinata dan Hartono (1981) dan Endapan
Aluvium pada Bemmelen (1949). Endapan Kolovium dan Endapan Aluvium
merupakan satuan yang berumur Holosen, dimana Endapan Kolovium
relatif lebih tua daripada Endapan Aluvium.

Berdasarkan stratigrafi dari ketiga penelitian yang telah dilakukan, dan


didukung dengan Peta Geologi Lembar Bandung Jawa oleh Silitonga
(1973), daerah penelitian mencakup bagian dari Satuan Hasil Volkanik
Tua Tak Teruraikan, Satuan Hasil Volkanik Muda Tak Teruraikan, dan
sebagian kecil Satuan Kolovium (Tabel 1). Yang disetarakan dengan
bagian Pegunungan Kompleks Sunda Yang Telah Padam jika menurut
Bemmelen (1949), serta merupakan bagian Formasi Cibeureum dan
Cikapundung jika berdasarkan Koesoemadinata dan Hartono (1981).

Tabel 1 Kolom Stratigrafi wilayah Bandung oleh beberapa peneliti (dimodifikasi dalam
bentuk kolom tabel)

11
2.3 STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL

Pulau Jawa merupakan bagian dari sistem busur kepulauan yang telah
mengalami interaksi konvergen antara Lempeng Samudera Hindia-
Australia dengan Lempeng Eurasia. Menurut Asikin (1992), interaksi ini
terjadi dengan Lempeng Samudera Hindia-Australia bergerak ke utara
yang menunjam ke bawah tepian Benua Eurasia yang relatif tidak
bergerak.

Fenomena tektonik tersebut dikuatkan oleh hasil penelitian Martodjojo


dan Pulunggono (1994), yang menyimpulkan bahwa pada dasarnya di
Pulau Jawa terdapat tiga pola struktur yang dominan (Gambar 4), yaitu:

1. Pola Meratus yang berarah timur laut – barat daya, terbentuk pada
Kapur Akhir hingga Eosen Awal dan merupakan pola tertua di Pulau Jawa.
Pola Meratus ini diwakili oleh Sesar Cimandiri di Jawa Barat, yang dapat
diikuti ke arah timur laut sampai batas timur Cekungan Zaitun dan
Cekungan Biliton, Sesar Naik Rajamandala serta sesar – sesar lainnya di
daerah sekitar Purwakarta.

2. Pola Sunda yang berarah utara – selatan, terbentuk pada Eosen


Awal hingga Oligosen Akhir. Pola ini diwakili oleh sesar – sesar yang
membatasi Cekungan Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna.

3. Pola Jawa yang berarah barat – timur, merupakan pola yang


termuda di Jawa Barat. Pola ini merupakan pola struktur yang memotong
dan merelokasi Pola Struktur Meratus dan Pola Struktur Sunda.
Berdasarkan kesetaraan umur dan lokasi secara regional, daerah
penelitian kemungkinan dipengaruhi oleh pola struktur ini.

12
Daerah Penelitian

Gambar 4 Pola Struktur Pulau Jawa, kotak merah merupakan daerah penelitian
(Martodjojo dan Pulunggono, 1994, dimodifikasi pada tampilannya)

13
BAB III

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geomorfologi ialah bentuk kenampakan muka bumi akibat semua proses


geologi yang telah terjadi, baik secara endogen maupun eksogen.
Menurut Thornbury (1989), proses eksogen tersebut ialah proses yang
dipengaruhi oleh tenaga dari luar bumi, yaitu seperti erosi, pengendapan,
pelapukan, dan sebagainya. Sedangkan, proses endogen merupakan
proses yang dipengaruhi oleh tenaga dari dalam bumi, seperti proses
volkanik dan proses tektonik.

Untuk dapat menginterpretasi satuan – satuan geomorfologi dan jenis


litologi di daerah penelitian, perlu dilakukan analisis morfologi untuk
mengetahui proses – proses geologi yang telah membentuk kenampakan
alam pada saat ini. Daerah analisis morfologi meliputi seluruh daerah
penelitian untuk menentukan produk – produk erupsi gunungapi sebelum
ke lapangan sehingga memudahkan untuk menentukan satuan geologi
daerah penelitian.

3.1.1 MORFOLOGI UMUM

Pada daerah penelitian terdapat tiga gunung berdasarkan peta topografi


yaitu Gunung Manglayang, Gunung Pangparang, dan Gunung Palasari.
Elevasi daerah penelitian berkisar antara 788 mdpl sampai 1912 mdpl
(Gambar 5).

14
G. Pangparang

G. Palasari

G. Manglayang

Gambar 5 Kisaran elevasi daerah penelitian berdasarkan citra SRTM

Bentang alam daerah penelitian terdiri dari rangkaian perbukitan dengan


relief rendah sampai tinggi yang disertai dengan punggungan, lembah,
serta dataran. Pada bagian timur daerah penelitian terdapat perbukitan
serta puncak Gunung Manglayang. Daerah perbukitan dengan relief
rendah sampai tinggi terdapat di daerah tengah hingga barat daya daerah
penelitian, dimana terdapat pula puncak Gunung Palasari. Pada bagian
utara daerah penelitian, terdapat Blok Sesar Lembang serta Puncak dari
Gunung Pangparang. Dibagian selatan, daerah penelitian dibatasi oleh
perbukitan dengan relief kontur yang relatif renggang.

15
G. Pangparang U

G. Palasari

G. Manglayang

Elevasi topografi di daerah penelitian memiliki titik tertinggi pada


ketinggian ± 1912 mdpl yang berada pada puncak Gunung Pangparang
dengan kemiringan lereng mencapai ± 60o. Sedangkan titik terendah
berada pada ketinggian ± 788 mdpl yang berada pada perbukitan bagian
selatan daerah penelitian yang terletak di sekitar Desa Mandalamekar
Gambar 6lereng
dengan kemiringin Bentang ±
alam daerah
40-50 o penelitian dalam perspektif 3D (tanpa skala)
(Gambar 6).

3.1.2 ANALISIS GEOMORFOLOGI

Untuk membagi satuan geomorfologi pada daerah penelitian dilakukan


beberapa pengamatan yaitu pengamatan terhadap peta topografi
1:25.000, pengamatan pola aliran sungai, pengamatan citra SRTM untuk
kelurusan punggungan dan lembah serta pengamatan kemiringan lereng
pada daerah penelitian. Klasifikasi satuan geomorfologi daerah penelitian,
digunakan penamaan satuan geomorfologi berdasarkan Klasifikasi Bentuk
Muka Bumi (BMB) oleh Brahmantyo dan Bandono (2006) serta analisis
proses – proses geologi yang terjadi di daerah penelitian. Dengan
mengetahui satuan geomorfologi yang ada, dapat dijadikan sebagai
acuan untuk memperkirakan litologi – litologi batuan penyusun pada
daerah penelitian.

16
3.1.2.1 Analisis Peta Topografi

Pengamatan dilakukan pada peta topografi 1:25000. Analisis mencakup


pengamatan pola dan kerapatan kontur, dimana daerah penelitian dibagi
menjadi enam zona dengan ciri pola dan kerapatan kontur yang berbeda
serta berdasarkan umur relatif daerah yang disetarakan dengan stratigrafi
regional yang ada. (Gambar 7).

1 KM 3 U
4
2
2
5

1 6

Gambar 7. Peta Topografi yang dibagi menjadi enam area

Area 6 yang berada di bagian tenggara daerah penelitian, terdapat pola


kontur yang menyerupai kerucut, melingkar, dan memusat. Kontur pada
area ini sangat rapat dan secara morfologi dapat dikatakan sebagai suatu
morfologi kerucut gunung api. Wilayah ini diinterpretasikan sebagai
kawah gunung api beserta dengan tubuh batuannya yang membentuk
satu kesatuan kerucut.

Area 5 yang berada di bagian utara hingga barat dari Area 6, wilayah ini
dicirikan dengan pola kontur rapat yang membentuk sebuah punggungan
mengitari hampir sebagian kerucut Area 5. Pola seperti ini umum
ditemukan pada suatu morfologi punggungan kaldera gunung api. Kontur
pada Area 6 terlihat memotong kontur pada Area 5, hal ini dapat

17
diperkirakan bahwa Area 5 relatif lebih tua daripada Area 6. Wilayah ini
diinterpretasikan sebagai suatu punggungan kaldera dari sebuah kerucut
gunung api yang telah tererosi atau hancur.

Area 4 yang berada di bagian timur laut daerah penelitian, dicirikan oleh
pola kontur yang menyerupai kerucut, serupa dengan apa yang
ditemukan pada Area 6. Namun, pola kontur pada Area 4 ini berkisar dari
sangat rapat hingga menjadi relatif agak renggang. Secara morfologi
dapat dikatakan sebagai suatu morfologi kerucut gunung api dibuktikan
dengan pola lereng yang radial. Wilayah ini diinterpretasikan sebagai
kawah gunung api beserta dengan tubuh batuannya yang membentuk
satu kesatuan kerucut.

Area 3 yang berada di bagian utara daerah penelitian, menjulang sedikit


ke arah timur. Area ini dicirikan dengan pola kontur yang agak renggang.
Kontur-kontur pada area ini secara umum membentuk pola kelurusan
yang berarah barat laut dan tenggara. Pola ini dapat ditemukan pada
suatu morfologi lereng gunung api bagian bawah. Terlihat pada Area 3
memotong kontur Area 2, hal ini dapat diperkirakan bahwa Area 3
berumur relatif lebih muda dari pada Area 2.

Area 2 yang berada di bagian tengah daerah penelitian, area ini


mendominasi daerah penelitian secara umum. Dimana dicirikan dengan
pola kontur yang relatif rapat, dengan pola kelurusan yang membentuk
suatu kelompok perbukitan yang konturnya relatif menjadi renggang ke
arah selatan. Pada bagian utara Area 2 terdapat suatu blok sesar panjang
yang juga bagian dari morfologi Area 2 secara keseluruhan. Selain itu juga
terdapat suatu pola kontur kerucut yang memiliki tingkat elevasi yang
relatif sama dengan perbukitan disekitarnya. Pola kontur ini umum
ditemukan sebagai suatu morfologi punggungan atau perbukitan.

Area 1 yang berada di bagian selatan - barat daya daerah penelitian. Area
ini dicirikan dengan pola kontur yang relatif renggang dibandingkan area-
area lain, dan berbeda dengan pola kontur pada Area 2. Pola kontur ini

18
dapat ditemukan sebagai suatu morfologi lereng dari suatu gunung api
atau perbukitan.

3.1.2.2 Analisis Pola Aliran Sungai

Dari pengamatan peta topografi daerah penelitian beserta pula


pengamatan lapangan yang telah dilakukan, secara umum pola aliran
sungai daerah penelitian menunjukan pola aliran pararel (gambar 8). Pola
aliran ini disimpulkan berdasarkan pola sungai yang menyebar secara
tidak teratur dan menyerupai cabang pohon serta mengikuti arah estimasi
aliran lava yang mengarah ke selatan yang didukung oleh bukti morfologi
pada daerah sekitarnya yaitu bukit dengan lereng – lereng dan bukit –
bukit yang terjal. Selain itu, terlihat pola-pola aliran lain dengan skala
kecil seperti pola aliran sungai radial dan anular pada bagian tenggara
dan timur laut daerah penelitian serta pola aliran sungai trelis pada
bagian utara daerah penelitian. Klasifikasi pola aliran sungai yang
dipaparkan mengacu pada klasifikasi Howard (1967) dalam Zuidam
(1985).

Jika diamati secara lebih rinci, Area 6 memiliki pola aliran sungai radial.
Hal ini dikarenakan wilayah dikontrol oleh pola kontur yang menyerupai
kerucut. Selain itu, lembah sungai pada Area 6 memiliki aliran yang
searah dengan kemiringan lapisan awal, hal ini menandakan bahwa
sungai pada Area 6 ini merupakan sungai dengan tipe genetik konsekuen
jika berdasarkan arah aliran terhadap kemiringan lapisan awal. Sungai
konsekuen adalah sungai yang memiliki aliran searah dengan kemiringan
lapisan awal. Pola aliran seperti ini dapat ditemukan pada morfologi
gunung api.

Pada Area 5, pola sungai yang terlihat ialah pola aliran anular. Hal ini
dikarenakan pola kontur yang menyerupai bagian dari kerucut yang tak
sempurna, dimana sungai menyebar secara radial dan pada akhirnya
kembali bersatu menjadi satu aliran. Arah aliran sungai pada wilayah ini

19
searah dengan kemiringan lapisan awal. Pola aliran sungai seperti pada
Area 5 sering dijumpai pada morfologi punggungan atau kaldera.

Area 4 memiliki pola aliran sungai serupa dengan pola aliran sungai pada
Area 6 yaitu pola radial. Area 4 terdiri dari tipe genetik sungai subsekuen,
obsekuen, dan resekuen. Sungai subsekuen adalah adalah sungai yang
memiliki arah aliran tegak lurus dengan sungai konsekuen dan sungai
obsekuen ialah sungai yang memiliki arah aliran yang berlawanan dengan
arah aliran konsekuen, sedangkan sungai resekuen ialah sungai yang
merupakan cabang dari subsekuen dan memiliki arah aliran searah
dengan sungai konsekuen. Secara umum, berdasarkan pola aliran yang
ada, wilayah ini dapat ditemukan pada morfologi gunung api.

Sedangkan untuk Area 3, pola aliran sungai lebih menyerupai pola aliran
trelis, bercabang dan tegak lurus. Lembah sungai pada wilayah ini
menunjukkan tipe sungai subsekuen dan obsekuen. Pola aliran sungai
yang seperti ini dapat ditemukan pada morfologi lereng pegunungan.

Area 2 memiliki pola sungai pararel secara keseluruhan. Lembah sungai


pada wilayah ini adalah konsekuen dengan kemiringan lapisan awal. Area
2 juga memiliki tipe genetik sungai subsekuen, dimana arah alirannya
tegak lurus dengan arah aliran sungai konsekuen. Pola aliran ini sering
ditemukan pada morfologi perbukitan atau punggungan.

Untuk Area 1, pola aliran sungai yang dilihat relatif sama dengan apa
yang ada pada Area 2, yaitu didominasi oleh pola aliran sungai pararel.
Selain itu, tipe genetik sungai pada wilayah yaitu konsekuen. Pola aliran
seperti ini dapat ditemukan pada morfologi perbukitan atau punggungan.

1 KM

20
Gambar 8 Pola aliran sungai daerah penelitian
3.1.2.3 Analisis Pola Kelurusan

Pola kelurusan pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan penarikan


kelurusan pada citra SRTM (gambar 9). Kelurusan yang ditarik adalah
kelurusan lembah dan kelurusan punggungan untuk menunjukkan adanya
indikasi pola struktur yang berkembang pada daerah penelitian dan
memperlihatkan bukti – bukti morfologi yang ada serta hal – hal lain yang
dapat disimpulkan dari pola kelurusan yang ada. Menurut Yuwono (2004),
kelurusan punggungan dan lembah pada daerah volkanik dapat
digunakan untuk mengindikasikan pola distribusi produk volkanik dan
pusat erupsi gunungapi.

G.Pangparang

G.Palasari

G. Manglayang

Gambar 9 Pola kelurusan pada peta topografi daerah penelitian

21
Kelurusan yang telah ditarik dengan menggunakan citra SRTM diukur
arahnya dan dihitung, data hasil perhitungan disajikan menggunakan
diagram roset. Jumlah data yang ada pada diagram adalah 129 buah data
untuk kelurusan punggungan, ditandai dengan garis berwarna biru muda
dan 61 buah data untuk kelurusan lembah, ditandai dengan garis
berwarna merah. Hasil penarikan kelurusan menunjukkan pola umum dari
kelurusan yang memiliki arah relatif timur laut-barat laut, baik untuk
kelurusan punggungan (gambar 10) dan kelurusan lembah (gambar 11).

Gambar 10 Diagram roset kelurusan punggungan daerah penelitian.

Gambar 11 Diagram roset kelurusan lembah daerah penelitian.

22
Selain itu, kelurusan pada daerah penelitian memberikan bukti adanya
morfologi kaldera pada bagian tenggara daerah penelitian dimana terlihat
adanya pola kelurusan yang menjari. Serta, terlihat adanya bukti bahwa
terdapat gawir sesar pada daerah penelitian yaitu Sesar Lembang yang
dapat dilihat dari kelurusan yang memanjang dari arah barat hingga timur
di bagian utara daerah penelitian.

3.1.3 SATUAN GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka satuan geomorfologi


daerah penelitian dibagi menjadi enam satuan (Gambar 12). Geomorfologi
pada daerah penelitian dibagi berdasarkan Klasifikasi Bentuk Muka Bumi
(BMB) oleh Brahmantyo dan Bandono (2006). Klasifikasi ini membagi
satuan geomorfologi berdasarkan kenampakan morfologi, litologi, dan
nama geografis dari wilayahnya. Enam satuan geomorfologi tersebut yaitu
Satuan Kerucut Gunung Manglayang, Satuan Punggungan Dinding Kaldera
Gunung Manglayang, Satuan Lereng Gunung Pangparang, Satuan
Perbukitan Gunung Palasari, Satuan Perbukitan Gunung Palasari dan
Satuan Kerucut Gunung Pangparang.

G.Pangparang

U
G.Palasari

G. Manglayang

23
Gambar 12 Peta Geomorfologi Daerah Penelitian

3.1.3.1 Satuan Kerucut Gunung Manglayang

Satuan ini terletak di bagian tenggara daerah penelitian, menempati


sekitar ± 7%, ditandai dengan warna kuning pada peta geomorfologi
(Gambar 13) dan memiliki korelasi dengan Area 6. Satuan ini memiliki
ketinggian 1300-1812 mdpl yang berdasarkan hasil analisis topografi.

Berdasarkan analisis topografi, satuan ini memiliki pola kontur dimana


memperlihatkan suatu morfologi kerucut. Pola kontur yang ada ialah
sangat rapat menuju rapat sesuai dengan menurunnya tingkat elevasi.
Pola sungai pada satuan ini didominasi oleh pola sungai radial serta
memilki arah aliran yang mengikuti kemiringan awal lapisan. Proses yang
sedang berlangsung dalam satuan geomorfologi ini ialah adanya erosi
sungai dan juga longsoran.

Gambar 13 Kenampakan Satuan Kerucut Gunung Manglayang

Penentuan batas satuan dilakukan dengan cara mengikuti pola kontur


yang serupa pada morfologi ini dan mengikuti pula perubahan kerapatan
kontur berdasarkan tingkat elevasinya. Batas di bagian utara dan barat
merupakan punggungan kaldera yang memiliki korelasi dengan Area 5.
Sedangkan, untuk batas di bagian timur dan selatan merupakan lereng

24
dari morfologi kerucut gunung api ini. Selain itu, letak geografis satuan ini
memiliki kolerasi dengan letak Gunung Manglayang.

Berdasarkan morfologi yang menyerupai kerucut, pola aliran sungai yang


didominasi oleh pola radial, letak geografis satuan, serta kontur yang
relatif sangat rapat maka satuan ini dinamakan Satuan Kerucut Gunung
Manglayang.

3.1.3.2 Satuan Punggungan Dinding Kaldera Gunung Manglayang

Satuan ini terletak di bagian utara dari Satuan Kerucut Gunung


Manglayang, menempati sekitar ± 15% luas penelitian, ditandai dengan
warna jingga pada peta geomorfologi (Gambar 14). Satuan ini memiliki
korelasi dengan Area 5 dan memiliki tingkat elevasi berkisar pada 1000-
1612,5 mdpl berdasarkan analisa topografi.

Gambar 14 Kenampakan Satuan Punggngan Kaldera Gunung Manglayang

Pada peta topografi satuan ini dicirikan dengan kontur yang relatif rapat
dan hampir menyerupai bagian dari sebuah kerucut, dimana terdapat
bagian yang menunjam di bagian selatan satuan dan bagian utara
memiliki kontur yang nilainya menurun dan makin jauh dari Satuan
Kerucut Gunung Manglayang. Berdasarkan analisa topografi, morfologi
seperti ini sering ditemukan pada morfologi punggungan kaldera suatu
gunung api.

25
Pada satuan ini, pola aliran sungai yaitu pola anular serta konsekuen
terhadap kemiringan lapisan awal. Berdasarkan letak geografisnya,
satuan ini terletak tepat di bagian utara dan barat Gunung Manglayang.

Berdasarkan bentuk morfologi satuan ini yang terdiri dari sebuah


punggungan besar, letak geografis, pola aliran sungai serta pola
konturnya. Kenampakan pada satuan ini dinamakan sebagai Satuan
Punggungan Dinding Kaldera Gunung Manglayang.

3.1.3.3 Satuan Lereng Gunung Palasari

Satuan ini terletak di bagian selatan – barat daya daerah penelitian,


menempati sekitar ± 3% luas penelitian dengan ketinggian 788 – 900
mdpl. Satuan ini ditandai dengan warna biru muda pada peta
geomorfologi (Gambar 15). Selain itu, satuan ini memiliki korelasi dengan
Area 1.

Satuan geomorfologi pada wilayah ini dicirikan dengan pola kontur relatif
renggang yang nilainya menurun ke arah selatan. Satuan ini terletak
tepat di bagian selatan Satuan Perbukitan Gunung Palasari. Pola aliran
sungai pada satuan ini didominasi oleh pola aliran pararel jika dilihat lebih
jelas secara regional. Selain itu, arah alirannya konsekuen terhadap
kemiringan lapisan awal. Letak geografis satuan ini terletak dibagian
selatan Gunung Palasari. Proses yang ditemukan dalam satuan ini hanya
ada erosi sungai. Kenampakan litologi yang terlihat yaitu adanya breksi
piroklastik dan lava.

Berdasarkan morfologi yang terlihat, pola aliran sungai, pola kontur, serta
letak geografis dari wilayah ini. Maka, batas satuan yang terbuat
dinamakan sebagai Satuan Lereng Gunung Palasari.

26
Gambar 15 Kenampakan Satuan Lereng Gunung Palasari

3.1.3.4 Satuan Perbukitan Gunung Palasari

Satuan ini terletak di bagian tengah daerah penelitian, menempati sekitar


± 60% luas penelitian. Satuan ini ditandai dengan warna biru pada peta
geomorfologi (Gambar 16). Berdasarkan analisis topografi, satuan ini
memiliki elevasi yang berkisar pada 900 – 1850 mdpl. Satuan ini
berkorelasi dengan Area 2 dan terletak tepat di utara Satuan Lereng
Gunung Palasari dan di bagian utara dan barat Satuan Punggungan
Dinding Kaldera Gunung Manglayang.

Pola kontur pada satuan ini dicirikan oleh pola kontur yang relatif rapat
dan nilainya menurun ke arah selatan. Pada satuan ini pula terdapat
sebuah blok sesar yang telah dinamakan sebagai Sesar Lembang. Selain
itu, terdapat juga sebuah pola kontur menyerupai kerucut yang secara
geografis dinamakan sebagai Gunung Palasari. Morfologi – morfologi
tersebut dikelompokkan menjadi satu satuan berdasarkan pola kontur,
kelurusan, tingkat elevasi serta kenampakan litologi pada satuan, dimana
didominasi oleh lava dan breksi piroklastik.

Pola aliran sungai mempengaruhi penentuan satuan ini sebagai satu


kesatuan, dimana aliran sungai pararel mendominasi bagian satuan ini. Di
bagian timur, terlihat suatu bagian yang terpisah, morfologi pada daerah
ini disatukan dengan satuan ini karena adanya kesamaan pola kontur dan
pola sungai begitu juga kenampakan morfologi dan tingkat elevasi yang
tidak jauh berbeda. Proses yang ditemukan dalam satuan ini yaitu
longsoran dan erosi sungai. Arah aliran sungai yang ada pada satuan ini
yaitu konsekuen terhadap kemiringan lerengnya, namun terdapat pola
aliran subsekuen dalam skala kecil. Secara geografis, satuan ini terletak di
daerah Cimenyan hingga menjulang ke bagian utara Gunung Manglayang.

27
Berdasarkan morfologi yang terlihat, pola aliran sungai, pola kontur, serta
letak geografis dari wilayah ini. Maka, batas satuan yang terbuat
dinamakan sebagai Satuan Perbukitan Gunung Palasari..

Gambar 16 Kenampakan Satuan Perbukitan Gunung Palasari

3.1.3.5 Satuan Kerucut Gunung Pangparang

Satuan ini terletak di bagian timur laut daerah penelitian, menempati


sekitar ± 7% luas penelitian. Satuan ini ditandai dengan warna ungu
pada peta geomorfologi (Gambar 17). Satuan ini memiliki ketinggan
sekitar 1450-1912 mdpl. Area 4 memiliki korelasi dengan satuan
geomorfologi ini.

Pola kontur pada satuan ini yaitu dicirikan dengan kontur yang serupa
dengan apa yang ditemukan pada Satuan Kerucut Gunung Manglayang.
Akan tetapi, kontur pada satuan ini tidak serapat pada Satuan Kerucut
Gunung Manglayang. Kenampakan litologi terlihat didominasi oleh lava.
Pola aliran sungai pada satuan ini didominasi oleh pola aliran radial.
Sedangkan, jika berdasarkan tipe genetik sungai, satuan ini memiliki tipe
genetik sungai subsekuen, obsekuen, dan resekuen. Secara letak
geografis, satuan ini tepat terletak pada Gunung Pangparang. Proses yang
ditemukan yaitu berupa longsoran dan erosi sungai.

28
Berdasarkan morfologi yang terlihat, pola aliran sungai, pola kontur, serta
letak geografis dari wilayah ini. Maka, batas satuan yang terbuat
dinamakan sebagai Satuan Kerucut Gunung Pangparang.

Gambar 17 Kenampakan Satuan Kerucut Gunung Pangparang

3.1.3.6 Satuan Lereng Gunung Pangparang

Satuan ini terletak di bagian utara menuju timur laut daerah penelitian,
menempati sekitar ± 8% luas penelitian. Satuan ini ditandai dengan
warna merah pada peta geomorfologi (Gambar 18). Satuan ini memiliki
tingkat elevasi yang berkisar 788-1675,5 mdpl. Selain itu, satuan ini
berkorelasi dengan Area 3.

Dicirikan dengan pola kontur relatif renggang yang terletak di bagian


utara Satuan Perbukitan Gunung Palasari hingga ke bagian timur laut
daerah penelitian. Pada peta geomorfologi terlihat bahwa satuan ini
memotong Satuan Perbukitan Gunung Palasari, hal ini dikarenakan
adanya kesamaan morfologi dari pola kontur dan kenampakan litologi
pada daerah tersebut. Proses yang ditemukan dalam satuan ini hanya ada
erosi sungai. Pola aliran sungai pada satuan ini memperlihatkan pola
aliran trelis dengan tipe genetik sungai subsekuen, obsekuen, dan
resekuen. Secara geografis, satuan ini berada disebelah barat Gunung
Pangparang dan sebelah selatan Gunung Bukit Unggul.

29
Berdasarkan morfologi yang terlihat, pola aliran sungai, pola kontur,
serta letak geografis dari wilayah ini. Maka, batas satuan yang terbuat
dinamakan sebagai Satuan Lereng Gunung Pangparang.

Gambar 18 Kenampakan Satuan Lereng Gunung Pangparang

30
3.2 STRATIGRAFI DAERAH PENELITIAN

Berdasarkan pengamatan secara langsung pada lapangan serta hasil


analisis petrografi di laboratorium. Stratigrafi daerah penelitian dibagi
menjadi lima satuan yang berbeda, dari tua ke muda (Gambar 19), yaitu :

- Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari.


- Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Pangparang.
- Satuan Lava Andesit Enstatit Pangparang.
- Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Manglayang.
- Satuan Lava Andesit Enstatit Manglayang.

31
Gambar 19 Peta Geologi Daerah Penelitian

3.2.1 Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari

3.2.1.1 Penyebaran Satuan

Satuan ini menempati bagian tengah hingga selatan serta sebagian kecil
di bagian barat daerah penelitian yang meliputi sebesar ± 63% dari total
luas daerah penelitian. Pada peta geologi ditandai dengan kode Agl.
Secara umum singkapan batuan ini diindikasikan sebagai bagian dari
endapan aliran piroklastik dan endapan aliran lava basalt berdasarkan
kenampakan di lapangan, analisa morfologi, petrografi, dan studi literatur.

3.2.1.2 Ciri Litologi

Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari ini terdiri dari batuan
breksi piroklastik dan lava basalt. Secara megaskopis (Gambar 20), lava
basalt bercirikan abu-abu tua, masif, tekstur porfiritik, dengan mineral
olivin, piroksen, plagioklas, dan hornblende, kondisi singkapan berkisar
dari segar hingga sangat lapuk, tanah pelapukan berwarna merah
kecoklatan. Untuk breksi piroklastik, memiliki ciri berwarna abu-abu
kecoklatan, menyudut hingga menyudut tanggung, terpilah buruk, kemas
terbuka, kondisi berkisar dari segar hingga lapuk, tanah pelapukan
berwarna coklat, dengan fragmen basalt, berukuran blok – lapili. Terdapat
struktur kekar berlembar pada salah satu singkapan (Gambar 20).

Secara mikroskopis, secara umum sayatan tipis satuan ini memiliki


mineral mafik dominan yaitu olivin, dan klinopiroksen augit, dengan
fenokris yang terdiri dari plagioklas, olivin, klinopiroksen augit,
ortopiroksen enstatit, hornblende, mineral opak, serta gelas sebagai
massa dasarnya bersama dengan piroksen dan sebagian besar plagioklas.
Ditemukan pula mineral alterasi seperti serisit, uralit, iddingsit, apatit, dan
bowlingit. (Lampiran A).

32
U

B C D

Gambar 20 A.) Lokasi singkapan B.) Singakapan basalt C.) Singakapan basalt yang berbatasan dengan

breksi piroklastik D.) Singkapan basalt dengan struktur kekar berlembar .

3.2.1.3 Hubungan Stratigrafi

Satuan batuan ini merupakan satuan batuan yang tertua di daerah


penelitian. Tidak ditemukan adanya kontak dengan satuan batuan
diatasnya maupun dibawahnya. Berdasarkan susunan stratigrafi regional

(Silitonga, 1973), diperkirakan satuan ini berada secara selaras di atas


Hasil Endapan Gunungapi Lebih Tua, selaras dengan Hasil Endapan
Gunungapi Tua dan berada tepat di bawah Satuan Breksi Piroklastik Aliran
– Lava Andesit Enstatit Pangparang.

33
3.2.2 Satuan Batuan Lava Andesit Enstatit Pangparang

3.2.2.1 Penyebaran Satuan

Satuan ini menempati bagian timur laut daerah penelitian yang meliputi
sebesar ± 7% dari total luas daerah penelitian. Pada peta geologi ditandai
dengan kode Prl. Secara umum singkapan batuan ini diindikasikan
sebagai endapan aliran lava andesit berdasarkan kenampakan di
lapangan, analisa morfologi, petrografi, dan studi literatur.

3.2.2.2 Ciri Litologi

Satuan Lava Andesit Enstatit Pangparang ini terdiri dari batuan lava
andesit enstatit. Secara megaskopis (Gambar 21), lava andesit enstatit ini
bercirikan abu-abu, masif, tekstur porfiritik, dengan mineral piroksen,
plagioklas, hornblende, dan olivin, kondisi singkapan berkisar dari segar
hingga sangat lapuk, tanah pelapukan berwarna merah kecoklatan.

Secara mikroskopis, pada umumnya sayatan tipis pada satuan ini memiliki
mineral mafik dominan yaitu ortopiroksen enstatit, dengan fenokris yang
terdiri dari plagioklas, olivin, klinopiroksen augit, ortopiroksen enstatite,
dan hornblende serta gelas sebagai massa dasarnya bersama dengan
plagioklas dan piroksen. Didapatkan pula mineral alterasi seperti serisit,
iddingsit, dan bowlingit (Lampiran A).

U
A B

Gambar 21 A.) Lokasi singkapan B.) Singkapan andesit

34
3.2.2.3 Hubungan Stratigrafi

Tidak ditemukan adanya kontak dengan satuan batuan lainnya. Akan


tetapi berdasarkan penyetaraan kepada stratigrafi regional (Silitonga,
1973), diperkirakan satuan ini berada secara selaras di atas Hasil
Endapan Gunungapi Tua, selaras dengan Hasil Endapan Gunung Api
Muda, dan berada tepat di atas Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit
Enstatit Pangparang. Hal ini diperkirakan berdasarkan tidak adanya gap
waktu antara Satuan Lava Andesit Enstatit Pangparang dengan Satuan
Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Pangparang.

3.2.3 Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit


Pangparang

3.2.3.1 Penyebaran Satuan

Satuan ini menempati bagian utara hingga timur laut daerah penelitian
yang meliputi sebesar ± 8% dari total luas daerah penelitian. Pada peta
geologi ditandai dengan kode Prt. Secara umum singkapan batuan ini
diindikasikan sebagai endapan aliran lava andesit dan breksi piroklastik
berdasarkan kenampakan di lapangan, analisa morfologi, petrografi, dan
studi literatur.

3.2.3.2 Ciri Litologi

Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Pangparang ini terdiri dari
batuan lava andesit, breksi piroklastik, dan juga bongkah-bongkah batuan
beku andesit. Secara megaskopis (Gambar 22), lava andesit dan bongkah
andesit bercirikan serupa yaitu abu – abu, masif, tekstur porfiritik, dengan
mineral piroksen, plagioklas, hornblende, dan olivin. Kondisi singkapan
berkisar dari segar hingga sangat lapuk, tanah pelapukan berwarna
merah kecoklatan. Untuk breksi piroklastik, memiliki ciri berwarna abu –
abu kecoklatan, menyudut hingga menyudut tanggung, terpilah buruk,

35
kemas terbuka, kondisi berkisar dari segar hingga lapuk, tanah pelapukan
berwarna coklat, dengan fragmen andesit, berukuran blok – lapili.

Secara mikroskopis, pada umumnya sayatan tipis pada satuan ini memiliki
mineral mafik dominan yaitu ortopiroksen enstatit dengan fenokris yang
terdiri dari plagioklas, klinopiroksen enstatit, ortopiroksen enstatit, olivin,
hornblende, mineral opak, dan gelas sebagai massa dasar bersama
dengan plagioklas dan piroksen. Didapatkan pula mineral alterasi seperti
kalsit, uralit, dan apatit (Lampiran A).

A B

Gambar 22 A. Lokasi singkapan B. Singkapan andesit berbatasan dengan breksi piroklastik

3.2.3.3 Hubungan Stratigrafi

Tidak ditemukan adanya kontak dengan satuan batuan lainnya, akan


tetapi, berdasarkan susunan stratigrafi regional (Silitonga, 1973),
diperkirakan satuan ini juga berada secara selaras di atas Hasil Endapan
Gunungapi Tua dan berada tepat di atas Satuan Breksi Piroklastik – Lava
Basalt Augit Palasari, serta di bawah Satuan Lava Andesit Enstatit
Pangparang.

3.2.4 Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatite


Manglayang

3.2.4.1 Penyebaran Satuan

36
Satuan ini menempati bagian utara gunung manglayang pada daerah
penelitian yang meliputi sebesar ± 15% dari total luas daerah penelitian.
Pada peta geologi ditandai dengan kode Mgt. Secara umum singkapan
batuan ini diindikasikan sebagai endapan aliran lava dan endapan breksi
piroklastik berdasarkan kenampakan di lapangan, analisa morfologi,
petrografi, dan studi literatur.

3.2.4.2 Ciri Litologi

Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatite Manglayang ini terdiri


dari batuan lava andesit dan breksi piroklastik. Secara megaskopis
(Gambar 23), lava andesit bercirikan abu – abu, masif, tekstur porfiritik,
dengan mineral piroksen, olivin, plagioklas, dan hornblende, kondisi
singkapan berkisar dari segar hingga sangat lapuk, tanah pelapukan
berwarna merah kecoklatan. Sedangkan secara megaskopis, breksi
piroklastik, memiliki ciri berwarna abu-abu kecoklatan, menyudut hingga
menyudut tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka, kondisi berkisar dari
segar hingga lapuk, tanah pelapukan berwarna coklat, berukuran lanau –
pasir halus, fragmen andesit, berukuran blok – lapili.

Secara mikroskopis, pada umumnya sayatan tipis pada satuan ini memiliki
mineral mafik dominan yaitu hornblende dan ortopiroksen enstatite
dengan fenokris yang terdiri dari plagioklas, piroksen, hornblende, olivin,
dan mineral opak. Dengan massa dasar gelas bersama dengan plagioklas
dan sebagian kecil piroksen. Ditemukan pula mineral alterasi seperti
serisit, iddingsit, bowlingit, dan apatit (Lampiran A).

U
A B
Gambar 23 A. Lokasi singkapan B. Singkapan breksi piroklastik

37
3.2.4.3 Hubungan Stratigrafi

Tidak ditemukan adanya kontak dengan satuan batuan lainnya, akan


tetapi, berdasarkan susunan stratigrafi regional (Silitonga, 1973),
diperkirakan satuan ini berada secara selaras di atas Hasil Endapan
Gunungapi Tua dan berada tepat di atas Satuan Lava Andesit Enstatit
Pangparang, serta di bawah Satuan Lava Andesit Enstatit Manglayang.

3.2.5 Satuan Lava Andesit Enstatite Manglayang

3.2.5.1 Penyebaran Satuan

Satuan ini menempati bagian tenggara daerah penelitian yang meliputi


sebesar ± 7% dari total luas daerah penelitian. Pada peta geologi ditandai
dengan kode Mgl. Secara umum singkapan batuan ini diindikasikan
sebagai endapan aliran lava berdasarkan kenampakan di lapangan,
analisa morfologi, petrografi, dan studi literatur.

3.2.5.2 Ciri Litologi

Satuan Lava Andesit Enstatite Manglayang ini terdiri dari batuan lava
andesit. Secara megaskopis (Gambar 24), lava andesit bercirikan abu-abu,
masif, tekstur porfiritik, dengan mineral piroksen, plagioklas, hornblende,
dan olivin, kondisi singkapan berkisar dari segar hingga sangat lapuk,
tanah pelapukan berwarna merah kecoklatan.

Secara mikroskopis, pada umumnya sayatan tipis pada satuan ini memiliki
mineral mafik dominan yaitu ortopiroksen enstatit dengan fenokris yang
terdiri dari plagioklas, klinopiroksen augit, ortopiroksen enstatit,
hornblende, dan mineral opak. Dengan gelas sebagai massa dasar
bersama dengan plagioklas dan piroksen (Lampiran A).

38
A U B

Gambar 24 A. Lokasi singkapan B. Singkapan andesit


3.2.5.3 Hubungan Stratigrafi

Satuan batuan ini merupakan satuan batuan termuda di daerah


penelitian. Berdasarkan susunan stratigrafi regional (Silitonga, 1973),
diperkirakan satuan ini berada secara selaras di atas Hasil Endapan
Gunungapi Tua. Satuan ini berada di atas Satuan Breksi Piroklastik – Lava
Andesit Enstatite Manglayang.

3.3 STRUKTUR GEOLOGI DAERAH PENELITIAN


Mengacu kepada Peta Geologi Lembar Bandung (Silitonga, 1973),
disebutkan bahwa terdapat gawir sesar yang berarah barat – timur dan
utara – selatan pada daerah penelitian. Gawir tersebut terletak di bagian
sebelah utara Gunung Manglayang dan pula terdapat gawir yang
merupakan bagian dari Sesar Lembang sebelah timur (Gambar 25). Sesar
Lembang dikatakan bahwa mengalami pergerakan vertikal (dip slip) dan
pergerakan mendatar (strike slip), berdasarkan penelitian yang dilakukan
Tjia (1986) dalam Dam (1994). Di sisi lain, Koesoemadinata dan Hartono
(1981) menyebutkan bahwa Sesar Lembang mengalami pergerakan turun
dari arah barat ke timur.. Berdasarkan penelitian Bemmelen (1949) dalam
Koesoemadinata dan Hartono (1981), Sesar Lembang diperkirakan terjadi
pada waktu akhir Pleistosen Tengah. Sedangkan, berdasarkan penelitian

39
terbaru, menurut Dam (1996) menduga bahwa pergeseran Sesar
Lembang, terjadi di sekitar proses pembentukan kaldera Sunda sekitar
100.000 hingga 200.000 tahun yang lalu. Jika ditinjau dari sisi mekanisme
pembentukannya, Sesar Lembang dikatakan oleh Sara (2015) sebagai
circumferential dike yang runtuh pada saat terbentuknya kaldera dan
aktivitas vulkanisme yang berkaitan dengan sesar ini di bagian timur
adalah berasal dari Gunung Sunda. Menurut Rasmid (2014), berdasarkan
morfologi daerah penelitian dan citra satelit, Sesar Lembang di daerah
penelitian merupakan sesar turun dimana bagian utara memiliki kontur
yang lebih renggang dibandingkan bagian selatan, yang secara lain
mengindikasikan bagian utara lebih rendah daripada bagian selatan yang
dicirikan oleh oleh tebing terjal dengan perbedaan elevasi relatif dari 75
meter di bagian Lembang sampai 450 meter di bagian Palasari.

Gambar 25 Kenampakan kelurusan gawir dilihat dari Puncak Gunung Batu menghadap ke timur (modifikasi
dari http://www.tripoutbound.com, diakses pada 1 Juni 2016)

Dari pengamatan lapangan yang dilakukan oleh Ardhi (2011) (Gambar


26), ditemukan beberapa kekar gerus (shear fracture) pada daerah
penelitian. Adanya kekar gerus di sekitar daerah Sesar Lembang dapat
menunjukkan indikasi aktivitas sesar pada daerah penelitian. Pergerakan
Sesar Lembang menyebabkan adanya sesar – sesar minor di daerah
penelitian. Hal ini dikatakan pula oleh Rasmid (2014), bahwa terdapat

40
banyak sesar-sesar minor pada bagian selatan Sesar Lembang dengan
strike timur laut dan barat laut dalam bentuk sesar normal dan sesar naik.

Gambar 26 Singkapan pada daerah penelitian yang memilki kekar gerus (telah dimodifikasi dari Ardhi,
2011)

Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2015) pada
daerah Manglayang, yaitu penelitian Vertical Electric Sounding (VES)
dengan metode Schlumberger melewati puncak gunung daerah
penelitian. Dari penelitian tersebut, data VES yang didapat
diinterpretasikan dengan menggunakan model pendekatan quasi – 2D dan
pengamatan VES dilakukan dengan metode konfigurasi elektroda
Schlumberger yang profilnya melintasi puncak Gunung Manglayang
(Gambar 27). Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa terdapat
sesar normal pada bagian utara Gunung Manglayang yang dilihat
berdasarkan diskontinuitas resistivitas yang terdapat pada data model
geologi yang dibuat. Menurut penelitian tersebut, diskontinuitas ini dapat
diinterpretasikan sebagai suatu zona patahan. Dimana secara
geomorfologi, hal ini terdukung dengan pola kontur yang menyerupai pola
kontur Sesar Lembang dimana menunjukkan ekspresi gawir yang
mengarah ke selatan serta kondisi litologi yang relatif berbeda dengan
satuan batuan pada tubuh Gunung Manglayang.

41
E

Batuan Soil Breksi - Lava


Alterasi
F

Gambar 27 Diskontinuitas pada penampang geologi daerah Gunung Manglayang dan sekitarnya yang
menunjukkan adanya zona patahan (telah dimodifikasi dari Irawan, 2015)

Berdasarkan data resistivitas dan interpretasi geologi pada daerah


penelitian serta disesuaikan dengan tabel informasi nilai resistivitas
batuan umum menurut Milsom (2003). Dapat disimpukan bahwa nilai
resistivitas memiliki hubungan dengan stratigrafi pada daerah penelitian.
Dimana nilai resistivitas yang berkisar 100 ohm.meter merepresentasikan
tanah atau batuan yang telah terlapukan. Hal ini dibuktikan dengan
daerah vegetasi yang cukup banyak ditemui pada lokasi. Sedangkan, nilai
resistivitas yang berkisar antara 175 sampai 316 ohm.meter, nilai ini
direlevansikan dengan nilai batuan volkanik seperti basalt atau andesit
dan dapat pula diinterpretasikan sebagai breksi piroklastik atau lahar. Hal
ini dapat dibuktikan dimana lokasi pengambilan sampel resistivas ini
terletak pada satuan yang memilki litologi breksi piroklastik dengan
fragmen andesit dan litologi lava andesit. Selain itu, hal ini juga
disamakan dengan satuan yang telah peneliti interpretasi pada
penampang, yaitu Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatite

42
Manglayang dan Satuan Lava Andesit Enstatit Manglayang. Sedangkan,
nilai resistivitas yang berkisar antara 3 hingga 50 ohm.meter
diinterpretasikan sebagai nilai batuan yang teralterasi. Meski peneliti tidak
menemukan bukti secara langsung, namun berdasarkan interpretasi
penyetaraan umur menurut Silitonga (1973), dan stratigrafi batuan yang
telah penulis interpretasi pada daerah penelitian, hal ini dapat disamakan
dengan Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari.

3.4 KARAKTERISTIK LAVA

Untuk mengetahui adanya evolusi magma pada satuan volkanik di daerah


penelitian, dilakukan analisis karakteristik lava pada lima satuan batuan
volkanik yang telah ditentukan. Analisis tersebut dilakukan dengan
membandingkan karakteristik sampel lava dari lima satuan batuan
volkanik tersebut, yang dapat dibagi lagi menjadi tiga jenis lava yang
berbeda berdasarkan persamaan karakteristiknya. Perbandingan yang
dilakukan memuat perbandingan kehadiran mineral, perbandingan
kehadiran tekstur yang teramati melalui sayatan tipis, dan perbandingan
komposisi plagioklas.

3.4.1 PERBANDINGAN KEHADIRAN MINERAL

Plagioklas

Mineral ini merupakan mineral penyusun utama pada kelima satuan


batuan yang terdapat pada daerah penelitian. Ukuran mineral ini sebagai
fenokris berkisar dari 0,3 mikrometer – 2 mikrometer. Mineral ini hadir
dalam bentuk subhedral hingga anhedral. Beberapa fenokris mineral ini
ditemukan tekstur zoning serta sieve, dimana plagioklas tergantikan oleh
plagioklas dengan komposisi plagioklas lain atau tergantikan oleh serisit.
Plagioklas yang teralterasi dan mengalami zoning sangat banyak
ditemukan pada lava Palasari, sedangkan jarang ditemukan pada lava
Pangparang dan lava andesit Manglayang.

43
Tabel 2 Kehadiran mineral pada lima satuan

Keterangan :
1 : Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari
2 : Satuan Lava Andesit Enstatit Pangparang
3 : Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Pangparang
4 : Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Manglayang
5 : Satuan Lava Andesit Enstatit Manglayang
+ : <10%, ++ : 10% <= x <= 20%, +++ : >20%

Piroksen

Piroksen merupakan mineral setelah plagioklas yang memiliki kelimpahan


yang tinggi. Pada studi ini, penulis membagi piroksen menjadi dua yaitu
klinopiroksen augit dan ortopiroksen enstatite berdasarkan karakteristik
petrografinya. Pada daerah penelitian, ditemukan bahwa adanya
kelimpahan jumlah klinopiroksen augit pada lava Palasari, dibandingkan
dengan lava Pangparang dan Manglayang, dimana lebih didominasi oleh
ortopiroksen enstatit. Hal ini menandakan, lava Palasari dengan jumlah
klinopiroksen yang lebih tinggi, mengindikasikan bahwa satuan memiliki
komposisi kalsium relatif lebih tinggi dari pada satuan lainnya,
dikarenakan klinopiroksen augit merupakan mineral Ca-rich.

44
Hornblende

Hornblende merupakan mineral yang cukup banyak ditemukan pada


daerah penelitian. Hornblende hadir dalam bentuk anhedral hingga
subhedral. Serta kadang ditemukan sebagai bagian korona dari piroksen
atau memiliki rim piroksen yang juga dinamakan sebagai uralit dan rim
opak. Uralit menandakan adanya perubahan suhu saat terjadinya
kristalisasi, sedangkan hornblende dengan rim opak menandakan adanya
aktivitas oksidasi pada saat pembentukan. Uralit cukup sering ditemukan
pada lava Palasari dibandingkan dengan lava yang terdapat pada
Pangparang dan Manglayang.

Olivin

Olivin hadir pula sebagai fenokris pada beberapa satuan. Umumnya, olivin
ini hadir dengan bagian yang sudah teralterasi menjadi mineral lain
seperti bowlingit dan iddingsit. Alterasi olivin cukup sering dijumpai pada
lava Palasari dibandingkan dengan lava pada daerah yang lainnya. Hal ini
yang memberikan konfirmasi bahwa satuan dari lava ini merupakan
satuan yang relatif lebih tua dibandingkan dengan satuan yang lainnya.

Gelas

Gelas hadir sebagai bagian dari massa dasar. Gelas menandakan bahwa
batuan yang terbentuk pada daerah penelitian merupakan batuan
ekstrusif.

Mineral Opak

Mineral opak juga pada batuan di daerah penelitian. Mineral opak hadir
sebagai fenokris maupun sebagai inklusi dari mineral lain.

Mineral Alterasi

45
Ditemukan pula mineral-mineral alterasi pada semua satuan, seperti
sericit, iddingsit, bowlingit, kalsit, apatit, dan uralit. Namun, mineral-
mineral ini sangat melimpah ditemukan pada lava Palasari. Hal ini
memberi konfirmasi secara tidak langsung bahwa satuan ini merupakan
satuan yang relatif lebih tua dibandingkan satuan yang lainnya.

3.4.2 PERBANDINGAN KEHADIRAN TEKSTUR

Porfiritik

Tekstur porfiritik merupakan tekstur yang sangat umum ditemukan pada


batuan – batuan di daerah penelitian. Tekstur ini mengindikasikan bahwa
terdapat dua proses kristalisasi di waktu yang berbeda pada saat proses
pembentukan magma. Maka dari itu, terdapat fenokris dan massa dasar
dimana massa dasar terbentuk relatif lebih cepat dikarenakan terbentuk
relatif dekat dengan permukaan bumi.

Tabel 3 Kehadiran tekstur pada lima satuan

Keterangan :

1 : Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari


2 : Satuan Lava Andesit Enstatit Pangparang
3 : Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Pangparang
4 : Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Manglayang
5 : Satuan Lava Andesit Enstatit Manglayang
v : Ditemukan adanya tekstur mineral terkait

46
Flow

Tekstur ini sangat umum ditemukan di daerah penelitian, tekstur ini


dengan kata lain mengindikasikan bahwa proses pembekuan magma
terjadi saat mengalir.

hb : hornblende ; au : klinopiroksen augit ;en : ortopiroksen enstatit ; op : mineral opak ; sr : serisit

Gambar 28 Tekstur Rim pada Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari
Rim

Teksur ini teramati pula pada daerah penelitian. Dimana menandakan


adanya differensiasi magma pada saat proses pembekuan magma yang
biasanya terlihat pada mineral ortopiroksen dengan rim klinopiroksen,
menandakan adanya perubahan suhu dari tinggi ke rendah, dimana suhu
tinggi membentuk ortopiroksen dan suhu rendah membentuk
klinopiroksen sehingga ortopiroksen yang terbentuk memiliki rim
klinopiroksen. Hal ini juga terjadi pada mineral uralit, dimana terjadi
kenaikan suhu pada saat pembentukan hornblende, sehingga terbentuk
klinopiroksen atau ortopiroksen pada bagian luar kristal hornblende.

47
pl : plagioklas ; en : ortopiroksen enstatit ; op : mineral opak ; sr : serisit

Gambar 29 Tekstur Sieve pada Satuan Lava Andesit Enstatit Manglayang


Sieve

Tekstur ini ditemukan dalam bentuk plagioklas yang memiliki rim. Dimana
menandakan adanya magma mixing yaitu perubahan fisik dan kimia pada
reservoir magma. Yang menyebabkan terbentuknya channel – channel
yang mengelilingi plagioklas yang terbentuk. Pada beberapa plagioklas
dengan tekstur ini, ditemukan pula plagioklas yang telah berubah menjadi
serisit.

ol : olivin ; pl : plagioklas ; hb : hornblende ; au : klinopiroksen augit ; op : mineral opak ; ap : apatit

Gambar 30 Tekstur Zoning pada Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari
Zoning

Tekstur zoning banyak dijumpai pada lava Palasari. Tekstur ini


mengindikasikan adanya ketidaksetimbangan pada saat pembentukan

48
magma yang biasanya diakibatkan adanya pendinginan secara cepat
sehingga terjadi perubahan komposisi plagioklas.

ol : olivin ; pl : plagioklas ; hb : hornblende ; au : klinopiroksen augit ; en : ortopiroksen enstatit

Gambar 31 Tekstur Eksalasi pada Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Manglayang
Eksalasi

Tekstur ini biasanya memberikan pola yang khas seperti pola lamellae.
Tekstur ini ditemukan pada beberapa batuan di daerah penelitian. Dimana
menunjukkan adanya tekstur lamellae ortopiroksen enstatit pada
klinopiroksen augit yang menandakan adanya perubahan suhu pada saat
kristalisasi magma.

ol : olivin ; pl : plagioklas ; au : klinopiroksen augit ; en : ortopiroksen enstatit ; op : mineral opak

Gambar 32 Tekstur Subofitik dan Eksalasi pada Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari

49
Subofitik

Tekstur ini banyak ditemukan pada satuan lava Palasari, dimana piroksen
dan plagioklas terlihat tumbuh bersama, sehingga memperlihatkan
piroksen yang dikelilingi oleh plagioklas secara sebagian. Hal ini terjadi
karena adanya pendinginan piroksen terlebih dahulu yang diikuti oleh
adanya intergrowth plagioklas pada piroksen. Tekstur ini terjadi
dikarenakan pendinginan berlangsung lambat.

3.4.1 PERBANDINGAN KOMPOSISI PLAGIOKLAS

Dari data komposisi plagioklas yang ada, hal ini menunjukkan bahwa lava
Manglayang merupakan lava yang terbentuk pada temperatur yang relatif
rendah dibandingkan dengan lava lainnya. Hal ini mengatakan pula
bahwa semakin berumur muda, lava dari aktivitas magmatisme yang
terjadi, relatif terbentuk pada temperatur yang semakin rendah dan
komposisi semakin yang semakin andesitik jika dilihat dari plagioklas
yang terbentuk.

Tabel 4 Komposisi plagioklas pada lima satuan

3.4.3 PERKEMBANGAN KARAKTERISTIK MAGMA


Melimpahnya intensitas alterasi pada Satuan Breksi Piroklastik – Lava
Basalt Augit Palasari mendorong penulis untuk membahas mengenai
perkembangan karakteristik magma pada satuan tersebut melalui salah
satu singkapan yang ditemukan oleh penulis pada lapangan.

50
S U

+/-
PT-15
45 PT-14
PT-13
m PT-12
PT-11
PT-10
PT-9
PT-8
PT-7
PT-6
PT-5
PT-4
PT-3
PT-2
PT-1
+/- 65 m

Gambar 33 Singkapan lava Pasir Impun


Singkapan tersebut merupakan singkapan yang terletak pada daerah
Pasir Impun dan memiliki ketinggian hingga ± 45 meter. Berdasarkan 15
sampel yang telah di ambil oleh penulis setiap 3 meter dari dasar
singkapan. Didapatkan data kelimpahan mineral pada singkapan seperti
berikut.

Tabel 6 Kehadiran mineral pada Singkapan Pasir Impun

Keterangan:
+ = komposisi 5% ++++ = komposisi 20%
++ = komposisi 10% +++++ = komposisi 25%
+++ = komposisi 15% ++++++ = komposisi 30%,

51
+++++++ = komposisi 35% v = Ditemukan Mineral Terkait

Dari tabel tersebut, singkapan dapat penulis bagi menjadi empat lapisan
lava yang berbeda berdasarkan mineral mafik yang melimpah serta
penulis menentukan grafik alterasi dari tiap lapisan berdasarkan
komposisi mineral alterasi yang ditemukan pada tiap lapisan.

Tabel 6 Pembagian Lapisan Lava Singkapan Pasir Impun dan Grafik Alterasi Tiap Lapisan
Kode Nama Grafik
Deskripsi
Sampel Batuan Alterasi
PT-15
Lapisan secara rata-rata terdiri dari Plagioklas
PT-14 (±30%), Klinopiroksen Augit (±10%), Ortopiroksen Lava Basalt
Enstatit(±10%), (Olivin (± 10%) ,Hornblende(±5%), Olivin Augit
PT-13 Mineral Opak(±5%), dengan massa dasar gelas dan Enstatit
plagioklas serta sebagian kecil piroksen.
PT-12

PT-11 Lapisan secara rata-rata terdiri dari Plagioklas


(±35%), (Olivin (± 15%), Klinopiroksen Augit (±10%),
Lava Basalt
PT-10 Ortopiroksen(±5%), Hornblende(±5%), Mineral
Olivin Augit
Opak(±5%), dengan massa dasar gelas dan
PT-9 plagioklas serta sebagian kecil piroksen.
PT-8

PT-7 Lapisan secara rata-rata terdiri dari Plagioklas


(±30%), (Olivin (± 15%), Klinopiroksen Augit (±10%), Lava Basalt
PT-6 Hornblende(±10%), Ortopiroksen Enstatit(±5%), Olivin Augit
Mineral Opak(±5%), dengan massa dasar gelas dan Hornblende
PT-5 plagioklas serta sebagian kecil piroksen.
PT-4

PT-3 Lapisan secara rata-rata terdiri dari Plagioklas


(±30%), (Olivin (± 20%), Klinopiroksen Augit (±10%),
Lava Basalt
PT-2 Ortopiroksen(±5%), Hornblende(±5%), Mineral
Olivin
Opak(±5%), dengan massa dasar gelas dan
PT-1 plagioklas serta sebagian kecil piroksen.

LAVA BASALT

52
LAVA BASALT OLIVIN AUGIT HORNBLENDE

LAVA BASALT OLIVIN

LAVA BASALT OLIVIN AUGIT ENSTATIT

ol : olivin ; pl : plagioklas ; hb : hornblende ; au : klinopiroksen augit ; en : ortopiroksen enstatit ; sr : sericite ; id : iddingsit

Gambar 34 Foto petrografi yang merepresentasikan tiap lapisan lava basalt

Dilihat dari persentase mineral primernya, dapat disimpulkan bahwa


adanya perubahan komposisi lava secara relatif, yaitu adanya perubahan
komposisi magma yang semakin andesitik ke arah atas singkapan atau
dengan kata lain, semakin berumur muda, lava yang terbekukan memiliki
komposisi yang semakin ke arah asam. Hal ini dilihat dari komposisi
mineral olivin, yang relatif semakin berkurang, serta didukung pula
dengan munculnya banyak mineral aksesoris seperti apatit, dimana

53
semakin ke atas, komposisi mineral ini semakin melimpah sebagai inklusi
dari mineral mafik.

Selanjutnya, kemunculan iddingsit dan bowlingit yang cukup melimpah


pada lava Basalt Olivin Augit Hornblende dan lava Olivin Augit Enstatit,
menandakan adanya peningkatan aktivitas oksidasi pada saat kristalisasi
kedua lapisan lava tersebut. Melimpahnya serisit seiring dengan
menambahnya ketinggian singkapan juga menandakan adanya
perubahan dimana semakin ke atas, kristalisasi semakin cenderung
terjadi pada suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan lapisan
terbawah.

Melimpahnya tekstur sieve pada plagioklas dan juga mineral uralit yang
secara tidak langsung merepresentasikan tekstur rim. Hal ini menandakan
bahwa lava merupakan hasil dari magma mixing di conduit, menurut
Rutherford (2008). Beragamnya fenokris yang terbentuk pada singkapan,
membuktikan adanya diferensiasi magma yang terjadi.

3.5 TIPE GUNUNGAPI

Berdasarkan litologi daerah penelitian, komposisi magma yang


membentuk, serta morfologi pusat erupsi pada daerah penelitian, gunung
api pada daerah penelitian merupakan gunung api tipe stratovolcano. Hal
ini didasari oleh adanya kenampakan morfologi kerucut, litologi endapan
lava dan breksi piroklastik, dan terbentuk dari magma yang relatif
andesitik jika dilihat dari komposisi mineralnya.

54
BAB IV

SEJARAH GEOLOGI

Aktivitas magmatisme pada daerah penelitian diperkirakan dimulai pada


Kala Pleistosen. Hal ini menyebabkan adanya endapan volkanik yang
terendapkan pada daerah penelitian. Endapan volkanik ini kemudian
dinamakan Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari. Satuan
ini terbentuk dari aktivitas magmatisme regional daerah penelitian.
Intensitas aktivitas volkanik yang tinggi pada kala tersebut menyebabkan
terjadinya sesar dalam skala besar yang dinamakan sekarang sebagai
Sesar Lembang.

Aktivitas magmatisme itu kemudian berlanjut hingga akhir Pleistosen.


Diperkirakan pada awal Kala Holosen, aktivitas magmatisme terus
berlanjut hingga terbentuk satuan yang dinamakan Satuan Breksi
Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Pangparang, aktivitas terus berlangsung
hingga membentuk Satuan Lava Andesit Enstatit Pangparang yang
menjadi kerucut dari Gunung Pangparang sekarang.

Akibat proses magmatisme yang terus berlangsung, satuan berikutnya


terbentuk yaitu Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit
Manglayang yang diikuti dengan pembentukan Sesar Manglayang yang
bersamaan dengan terbentuknya kaldera pada daerah Gunung
Manglayang. Aktivitas berlanjut hingga pembentukan kerucut baru yang
membentuk Satuan Lava Andesit Enstatit Manglayang.

55
BAB VI

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kondisi geologi daerah


Cilengkrang, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Proses-proses geologi yang telah terjadi pada daerah penelitian,


menghasilkan bentuk-bentuk geomorfologi, yaitu :
- Satuan Kerucut Gunung Manglayang
- Satuan Punggungan Dinding Kaldera Gunung Manglayang
- Satuan Lereng Gunung Pangparang
- Satuan Perbukitan Gunung Palasari
- Satuan Kerucut Gunung Pangparang
- Satuan Lereng Gunung Palasari
2. Pola aliran sungai pada daerah penelitian didominasi oleh pola
aliran pararel, dimana terdapat pula pola aliran sungai minor juga
seperti pola radial, anular, dan trelis. Secara tipe genetik,
didominasi oleh tipe genetik konsekuen dan terdapat pula
subsekuen, obsekuen, serta resekuen.
3. Satuan litologi daerah penelitian terbagi atas lima satuan batuan
dari yang berumur tua ke muda, yaitu :
- Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari
- Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit
Pangparang
- Satuan Lava Andesit Enstatit Pangparang
- Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit
Manglayang
- Satuan Lava Andesit Enstatit Manglayang
Litologi tersebut mencerminkan tipe gunung api stratovolcano
dengan proses erupsi yang bersifat efusif dan eksplosif.

56
4. Pada daerah penelitian terdapat dua sistem sesar, Sesar Lembang
dan Sesar Manglayang, yang merupakan sesar turun. Kedua sesar
terbentuk pada waktu yang berbeda.
5. Evolusi magma di daerah penelitian dipengaruhi oleh magma
mixing yang dibuktikan dengan melimpahnya tekstur sieve dan rim
pada sayatan tipis dan dipengaruhi pula oleh diferensiasi magma
yang dicirikan oleh keberagaman fenokris yang hadir.
6. Lava di sekitar Palasari memperlihatkan adanya perlapisan atau
stratifikasi yang terbagi menjadi empat lapisan lava yang dicirikan
berdasarkan komposisi mineral mafik pada tiap lapisan. Lapisan
lava tersebut, dari tua ke muda, ialah :
- Lava Basalt Olivin
- Lava Basalt Olivin Augit Hornblende
- Lava Basalt Olivin Augit
- Lava Basalt Olivin Augit Enstatit

57
DAFTAR PUSTAKA

Ardhi, G., 2011. Geologi Daerah Gunung Palasari dan Sekitarnya,


Kecamatang Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tugas
Akhir Sarjana (tidak dipublikasikan) , Institut Teknologi Bandung.
Asikin, S., 1992. Diktat Struktur (Tektonik) Indonesia, Kelompok Bidang
Keahlian (KBK) Geologi Dinamis, Jurusan Teknik Geologi ITB.
Bakosurtanal, 2002. Peta Rupa Bumi Indonesia. Lembar 1209-321, Skala
1:12.500.
Brahmantyo, B. dan Bandono, 2006, Klasifikasi Bentuk Muka Bumi
(Landform) untuk Pemetaan Geomorfologi Pada Skala 1:25.000
dan Aplikasinya untuk Penataan Ruang. Jurnal Geoaplika, Volume
1, No.2, Hal. 071-078. .
Bogie, I. and Mackenzie, K.M., 1998. The application of a volcanic facies
models to an andesitic stratovolcano hosted geothermal system
at Wayang Windu, Java, Indonesia. In Proceedings of 20th NZ
Geothermal Workshop(pp. 265-276).
Dam, M.A., 1994. The late Quaternary evolution of the Bandung basin,
west Java, Indonesia. Doctor thesis; Universiteit Amsterdam.
Dam, M. A. C., Suparan, P., Nossin, J. J., & Voskuil, R. P. G. A. (1996). A
chronology for geomorphological developments in the greater
Bandung area, West-Java, Indonesia. Journal of Southeast Asian
Earth Sciences, 14(1), 101-115.
Huseina, A.A., 2013. Geologi Daerah Manglayang dan Sekitarnya,
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Tugas Akhir Sarjana (tidak
dipublikasikan) , Institut Teknologi Bandung.
Ikatan Ahli Geologi Indonesia, 1996, Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan
Ahli Geologi Indonesia, Jakarta.
Irawan, D., 2015. Pemodelan Inversi Resistivitas 2D Data VES
Menggunakan Algoritma Guided Random Search dan Aplikasinya.

58
Disertasi, Program Studi Teknik Geofisika, Institut Teknologi
Bandung. 63-65.
Soeria-Atmadja, R., Maury, R. C., Bellon, H., Pringgoprawiro, H., Polve, M.,
1994. Tertiary Magmatic Belt in Java, Journal of Southeast Asian
Earth Sciences, 12, 13 – 27.
Martodjojo, S., 1984. Evolusi Cekungan Bogor. Bandung: Penerbit ITB.
Milsom, J. and Eriksen, A., 2003. Resistivity methods. Field Geophysics,
Fourth Edition, pp.109-136.
Pulunggono, A. dan Martodjojo, S., 1994. Perubahan Tektonik Paleogen –
Neogen Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa,
Proceeding Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa Sejak Akhir
Mesozoik hingga Kuarter, hal 37 – 50, Yogyakarta.
Rasmid, R., 2014. AKTIVITAS SESAR LEMBANG DI UTARA CEKUNGAN
BANDUNG. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 15.
Rutherford, M.J., 2008. Magma ascent rates. Reviews in Mineralogy and
Geochemistry, 69, pp.241-271.
Sara, F. H., 2015. TINJAUAN MORFOGENESA DAN MORFOARANSEMEN
SESAR LEMBANG DALAM KONTEKS ANCAMAN BAHAYA SERTA
UPAYA MITIGASI BENCANA.
Silitonga, 1973. Peta Geologi Regional Lembar Bandung, Jawa Barat, Skala
1:100.000. Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan
Republik Indonesia.
Streckeisen, A. L., 1978, IUGS Subcommision of Sistematics of Igneous
Rocks. Classification and Nomenclature of Volcanic Rocks,
Lamprophyres, Carbonatite, and Melilite Rocks. Recomendations
and Suggestions. Neues Jahruch fur Mineralogie, Abhandlungen,
Vol.141, 1-14
Thornbury, W.D.,1969, Principles of Geomorphology, New York: John
Wiley.
Van Bemmelen, R. W., 1949. The Geology of Indonesia vol. 1A, Martinus
Nijhof, The Hague, the Netherland.

59
van Zuidam, R, 1985, Guide to Geomorphic Aerial Photographic
Interpretation and Mapping, International Institute for Aerospace
Survey and Earth Science (ITC). The Hague. 191
Yuwono, Y.S., 2004. Pemetaan Daerah Volkanik: Panduan Untuk
Pemetaan Lapangan. Bandung: Laboratorium Petrologi dan
Geologi Ekonomi ITB. 41
http://maps.google.com, diakses pada tanggal 1 September 2015.
http://www.tripoutbound.com, diakses pada 1 Juni 2016.

60

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai