net/publication/326119013
CITATIONS READS
0 432
3 authors, including:
All content following this page was uploaded by Dasapta Erwin Irawan on 20 February 2024.
SKRIPSI
Oleh:
Satrio Wiavianto
Pembimbing:
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
geomorfologi, peta lokasi pengamatan, dan peta geologi daerah
penelitian.
3
A.)
BEKASI
BOGOR
CIREBON
BANDUNG
TASIKMALAYA
B.)
Gambar 1 A.) Peta administrasi Jawa Barat, daerah penelitian di kotak hitam (Bakosurtanal,
2002, dimodifikasi pada tampilannya) dan B) Lokasi daerah penelitian (kotak hitam) yang
disajikan dalam peta terrain (http://maps.google.co.id, diakses pada tanggal 1 September 2015)
4
1.5 METODE DAN TAHAPAN PENELITIAN
5
Adapun tahapan observasi dan pengambilan data pada tahapan
ini terdiri dari:
Pengamatan geomorfologi.
Pengamatan singkapan.
Dokumentasi.
6
Tahap Persiapan
7
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi mengenai latar belakang, maksud dan tujuan,
pembatasan masalah, lokasi daerah penelitian, metode dan tahapan
penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB 5 KESIMPULAN
8
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
Daerah Penelitian
Gambar 3 Peta Fisiografi Jawa Barat, kotak merah merupakan daerah penelitian (Van
Bemmelen, 1949, dimodifikasi pada tampilannya)
9
Daerah penelitian terletak di provinsi Jawa Barat, pada tepatnya terletak
pada wilayah Kabupaten Sumedang dan sekitarnya. Skema Stratigrafi
Daerah Bandung dan sekitarnya telah diperkenalkan oleh beberapa
peneliti yaitu Bemmelen (1949), Koesoemadinata dan Hartono (1981)
serta Silitonga (1973). (Tabel 1).
Endapan tersebut diikuti oleh Endapan Hasil Volkanik Tua Tak Teruraikan
dengan litologi breksi gunungapi, lahar, dan lava berselang-seling. Satuan
ini berumur Pleistosen Atas dan satuan ini pula disamakan kepada
Formasi Cikapundung oleh Koesoemadinata dan Hartono (1981) dan
merupakan bagian dari Zona Pegunungan Kompleks Sunda Yang Telah
Padam pada stratigrafi oleh Bemmelen (1949).
10
Endapan setelahnya diikuti oleh Endapan Kolovium yang terdiri dari
reruntuhan hasil volkanik tua, endapan ini disamakan dengan Formasi
Cikadang pada Koesoemadinata dan Hartono (1981) dan Endapan
Gunungapi Sub Sekarang pada Bemmelen (1949). Menurut Silitonga
(1973), endapan termuda ialah Endapan Sungai yang disamakan dengan
Endapan Aluvial pada Koesoemadinata dan Hartono (1981) dan Endapan
Aluvium pada Bemmelen (1949). Endapan Kolovium dan Endapan Aluvium
merupakan satuan yang berumur Holosen, dimana Endapan Kolovium
relatif lebih tua daripada Endapan Aluvium.
Tabel 1 Kolom Stratigrafi wilayah Bandung oleh beberapa peneliti (dimodifikasi dalam
bentuk kolom tabel)
11
2.3 STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL
Pulau Jawa merupakan bagian dari sistem busur kepulauan yang telah
mengalami interaksi konvergen antara Lempeng Samudera Hindia-
Australia dengan Lempeng Eurasia. Menurut Asikin (1992), interaksi ini
terjadi dengan Lempeng Samudera Hindia-Australia bergerak ke utara
yang menunjam ke bawah tepian Benua Eurasia yang relatif tidak
bergerak.
1. Pola Meratus yang berarah timur laut – barat daya, terbentuk pada
Kapur Akhir hingga Eosen Awal dan merupakan pola tertua di Pulau Jawa.
Pola Meratus ini diwakili oleh Sesar Cimandiri di Jawa Barat, yang dapat
diikuti ke arah timur laut sampai batas timur Cekungan Zaitun dan
Cekungan Biliton, Sesar Naik Rajamandala serta sesar – sesar lainnya di
daerah sekitar Purwakarta.
12
Daerah Penelitian
Gambar 4 Pola Struktur Pulau Jawa, kotak merah merupakan daerah penelitian
(Martodjojo dan Pulunggono, 1994, dimodifikasi pada tampilannya)
13
BAB III
14
G. Pangparang
G. Palasari
G. Manglayang
15
G. Pangparang U
G. Palasari
G. Manglayang
16
3.1.2.1 Analisis Peta Topografi
1 KM 3 U
4
2
2
5
1 6
Area 5 yang berada di bagian utara hingga barat dari Area 6, wilayah ini
dicirikan dengan pola kontur rapat yang membentuk sebuah punggungan
mengitari hampir sebagian kerucut Area 5. Pola seperti ini umum
ditemukan pada suatu morfologi punggungan kaldera gunung api. Kontur
pada Area 6 terlihat memotong kontur pada Area 5, hal ini dapat
17
diperkirakan bahwa Area 5 relatif lebih tua daripada Area 6. Wilayah ini
diinterpretasikan sebagai suatu punggungan kaldera dari sebuah kerucut
gunung api yang telah tererosi atau hancur.
Area 4 yang berada di bagian timur laut daerah penelitian, dicirikan oleh
pola kontur yang menyerupai kerucut, serupa dengan apa yang
ditemukan pada Area 6. Namun, pola kontur pada Area 4 ini berkisar dari
sangat rapat hingga menjadi relatif agak renggang. Secara morfologi
dapat dikatakan sebagai suatu morfologi kerucut gunung api dibuktikan
dengan pola lereng yang radial. Wilayah ini diinterpretasikan sebagai
kawah gunung api beserta dengan tubuh batuannya yang membentuk
satu kesatuan kerucut.
Area 1 yang berada di bagian selatan - barat daya daerah penelitian. Area
ini dicirikan dengan pola kontur yang relatif renggang dibandingkan area-
area lain, dan berbeda dengan pola kontur pada Area 2. Pola kontur ini
18
dapat ditemukan sebagai suatu morfologi lereng dari suatu gunung api
atau perbukitan.
Jika diamati secara lebih rinci, Area 6 memiliki pola aliran sungai radial.
Hal ini dikarenakan wilayah dikontrol oleh pola kontur yang menyerupai
kerucut. Selain itu, lembah sungai pada Area 6 memiliki aliran yang
searah dengan kemiringan lapisan awal, hal ini menandakan bahwa
sungai pada Area 6 ini merupakan sungai dengan tipe genetik konsekuen
jika berdasarkan arah aliran terhadap kemiringan lapisan awal. Sungai
konsekuen adalah sungai yang memiliki aliran searah dengan kemiringan
lapisan awal. Pola aliran seperti ini dapat ditemukan pada morfologi
gunung api.
Pada Area 5, pola sungai yang terlihat ialah pola aliran anular. Hal ini
dikarenakan pola kontur yang menyerupai bagian dari kerucut yang tak
sempurna, dimana sungai menyebar secara radial dan pada akhirnya
kembali bersatu menjadi satu aliran. Arah aliran sungai pada wilayah ini
19
searah dengan kemiringan lapisan awal. Pola aliran sungai seperti pada
Area 5 sering dijumpai pada morfologi punggungan atau kaldera.
Area 4 memiliki pola aliran sungai serupa dengan pola aliran sungai pada
Area 6 yaitu pola radial. Area 4 terdiri dari tipe genetik sungai subsekuen,
obsekuen, dan resekuen. Sungai subsekuen adalah adalah sungai yang
memiliki arah aliran tegak lurus dengan sungai konsekuen dan sungai
obsekuen ialah sungai yang memiliki arah aliran yang berlawanan dengan
arah aliran konsekuen, sedangkan sungai resekuen ialah sungai yang
merupakan cabang dari subsekuen dan memiliki arah aliran searah
dengan sungai konsekuen. Secara umum, berdasarkan pola aliran yang
ada, wilayah ini dapat ditemukan pada morfologi gunung api.
Sedangkan untuk Area 3, pola aliran sungai lebih menyerupai pola aliran
trelis, bercabang dan tegak lurus. Lembah sungai pada wilayah ini
menunjukkan tipe sungai subsekuen dan obsekuen. Pola aliran sungai
yang seperti ini dapat ditemukan pada morfologi lereng pegunungan.
Untuk Area 1, pola aliran sungai yang dilihat relatif sama dengan apa
yang ada pada Area 2, yaitu didominasi oleh pola aliran sungai pararel.
Selain itu, tipe genetik sungai pada wilayah yaitu konsekuen. Pola aliran
seperti ini dapat ditemukan pada morfologi perbukitan atau punggungan.
1 KM
20
Gambar 8 Pola aliran sungai daerah penelitian
3.1.2.3 Analisis Pola Kelurusan
G.Pangparang
G.Palasari
G. Manglayang
21
Kelurusan yang telah ditarik dengan menggunakan citra SRTM diukur
arahnya dan dihitung, data hasil perhitungan disajikan menggunakan
diagram roset. Jumlah data yang ada pada diagram adalah 129 buah data
untuk kelurusan punggungan, ditandai dengan garis berwarna biru muda
dan 61 buah data untuk kelurusan lembah, ditandai dengan garis
berwarna merah. Hasil penarikan kelurusan menunjukkan pola umum dari
kelurusan yang memiliki arah relatif timur laut-barat laut, baik untuk
kelurusan punggungan (gambar 10) dan kelurusan lembah (gambar 11).
22
Selain itu, kelurusan pada daerah penelitian memberikan bukti adanya
morfologi kaldera pada bagian tenggara daerah penelitian dimana terlihat
adanya pola kelurusan yang menjari. Serta, terlihat adanya bukti bahwa
terdapat gawir sesar pada daerah penelitian yaitu Sesar Lembang yang
dapat dilihat dari kelurusan yang memanjang dari arah barat hingga timur
di bagian utara daerah penelitian.
G.Pangparang
U
G.Palasari
G. Manglayang
23
Gambar 12 Peta Geomorfologi Daerah Penelitian
24
dari morfologi kerucut gunung api ini. Selain itu, letak geografis satuan ini
memiliki kolerasi dengan letak Gunung Manglayang.
Pada peta topografi satuan ini dicirikan dengan kontur yang relatif rapat
dan hampir menyerupai bagian dari sebuah kerucut, dimana terdapat
bagian yang menunjam di bagian selatan satuan dan bagian utara
memiliki kontur yang nilainya menurun dan makin jauh dari Satuan
Kerucut Gunung Manglayang. Berdasarkan analisa topografi, morfologi
seperti ini sering ditemukan pada morfologi punggungan kaldera suatu
gunung api.
25
Pada satuan ini, pola aliran sungai yaitu pola anular serta konsekuen
terhadap kemiringan lapisan awal. Berdasarkan letak geografisnya,
satuan ini terletak tepat di bagian utara dan barat Gunung Manglayang.
Satuan geomorfologi pada wilayah ini dicirikan dengan pola kontur relatif
renggang yang nilainya menurun ke arah selatan. Satuan ini terletak
tepat di bagian selatan Satuan Perbukitan Gunung Palasari. Pola aliran
sungai pada satuan ini didominasi oleh pola aliran pararel jika dilihat lebih
jelas secara regional. Selain itu, arah alirannya konsekuen terhadap
kemiringan lapisan awal. Letak geografis satuan ini terletak dibagian
selatan Gunung Palasari. Proses yang ditemukan dalam satuan ini hanya
ada erosi sungai. Kenampakan litologi yang terlihat yaitu adanya breksi
piroklastik dan lava.
Berdasarkan morfologi yang terlihat, pola aliran sungai, pola kontur, serta
letak geografis dari wilayah ini. Maka, batas satuan yang terbuat
dinamakan sebagai Satuan Lereng Gunung Palasari.
26
Gambar 15 Kenampakan Satuan Lereng Gunung Palasari
Pola kontur pada satuan ini dicirikan oleh pola kontur yang relatif rapat
dan nilainya menurun ke arah selatan. Pada satuan ini pula terdapat
sebuah blok sesar yang telah dinamakan sebagai Sesar Lembang. Selain
itu, terdapat juga sebuah pola kontur menyerupai kerucut yang secara
geografis dinamakan sebagai Gunung Palasari. Morfologi – morfologi
tersebut dikelompokkan menjadi satu satuan berdasarkan pola kontur,
kelurusan, tingkat elevasi serta kenampakan litologi pada satuan, dimana
didominasi oleh lava dan breksi piroklastik.
27
Berdasarkan morfologi yang terlihat, pola aliran sungai, pola kontur, serta
letak geografis dari wilayah ini. Maka, batas satuan yang terbuat
dinamakan sebagai Satuan Perbukitan Gunung Palasari..
Pola kontur pada satuan ini yaitu dicirikan dengan kontur yang serupa
dengan apa yang ditemukan pada Satuan Kerucut Gunung Manglayang.
Akan tetapi, kontur pada satuan ini tidak serapat pada Satuan Kerucut
Gunung Manglayang. Kenampakan litologi terlihat didominasi oleh lava.
Pola aliran sungai pada satuan ini didominasi oleh pola aliran radial.
Sedangkan, jika berdasarkan tipe genetik sungai, satuan ini memiliki tipe
genetik sungai subsekuen, obsekuen, dan resekuen. Secara letak
geografis, satuan ini tepat terletak pada Gunung Pangparang. Proses yang
ditemukan yaitu berupa longsoran dan erosi sungai.
28
Berdasarkan morfologi yang terlihat, pola aliran sungai, pola kontur, serta
letak geografis dari wilayah ini. Maka, batas satuan yang terbuat
dinamakan sebagai Satuan Kerucut Gunung Pangparang.
Satuan ini terletak di bagian utara menuju timur laut daerah penelitian,
menempati sekitar ± 8% luas penelitian. Satuan ini ditandai dengan
warna merah pada peta geomorfologi (Gambar 18). Satuan ini memiliki
tingkat elevasi yang berkisar 788-1675,5 mdpl. Selain itu, satuan ini
berkorelasi dengan Area 3.
29
Berdasarkan morfologi yang terlihat, pola aliran sungai, pola kontur,
serta letak geografis dari wilayah ini. Maka, batas satuan yang terbuat
dinamakan sebagai Satuan Lereng Gunung Pangparang.
30
3.2 STRATIGRAFI DAERAH PENELITIAN
31
Gambar 19 Peta Geologi Daerah Penelitian
Satuan ini menempati bagian tengah hingga selatan serta sebagian kecil
di bagian barat daerah penelitian yang meliputi sebesar ± 63% dari total
luas daerah penelitian. Pada peta geologi ditandai dengan kode Agl.
Secara umum singkapan batuan ini diindikasikan sebagai bagian dari
endapan aliran piroklastik dan endapan aliran lava basalt berdasarkan
kenampakan di lapangan, analisa morfologi, petrografi, dan studi literatur.
Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari ini terdiri dari batuan
breksi piroklastik dan lava basalt. Secara megaskopis (Gambar 20), lava
basalt bercirikan abu-abu tua, masif, tekstur porfiritik, dengan mineral
olivin, piroksen, plagioklas, dan hornblende, kondisi singkapan berkisar
dari segar hingga sangat lapuk, tanah pelapukan berwarna merah
kecoklatan. Untuk breksi piroklastik, memiliki ciri berwarna abu-abu
kecoklatan, menyudut hingga menyudut tanggung, terpilah buruk, kemas
terbuka, kondisi berkisar dari segar hingga lapuk, tanah pelapukan
berwarna coklat, dengan fragmen basalt, berukuran blok – lapili. Terdapat
struktur kekar berlembar pada salah satu singkapan (Gambar 20).
32
U
B C D
Gambar 20 A.) Lokasi singkapan B.) Singakapan basalt C.) Singakapan basalt yang berbatasan dengan
33
3.2.2 Satuan Batuan Lava Andesit Enstatit Pangparang
Satuan ini menempati bagian timur laut daerah penelitian yang meliputi
sebesar ± 7% dari total luas daerah penelitian. Pada peta geologi ditandai
dengan kode Prl. Secara umum singkapan batuan ini diindikasikan
sebagai endapan aliran lava andesit berdasarkan kenampakan di
lapangan, analisa morfologi, petrografi, dan studi literatur.
Satuan Lava Andesit Enstatit Pangparang ini terdiri dari batuan lava
andesit enstatit. Secara megaskopis (Gambar 21), lava andesit enstatit ini
bercirikan abu-abu, masif, tekstur porfiritik, dengan mineral piroksen,
plagioklas, hornblende, dan olivin, kondisi singkapan berkisar dari segar
hingga sangat lapuk, tanah pelapukan berwarna merah kecoklatan.
Secara mikroskopis, pada umumnya sayatan tipis pada satuan ini memiliki
mineral mafik dominan yaitu ortopiroksen enstatit, dengan fenokris yang
terdiri dari plagioklas, olivin, klinopiroksen augit, ortopiroksen enstatite,
dan hornblende serta gelas sebagai massa dasarnya bersama dengan
plagioklas dan piroksen. Didapatkan pula mineral alterasi seperti serisit,
iddingsit, dan bowlingit (Lampiran A).
U
A B
34
3.2.2.3 Hubungan Stratigrafi
Satuan ini menempati bagian utara hingga timur laut daerah penelitian
yang meliputi sebesar ± 8% dari total luas daerah penelitian. Pada peta
geologi ditandai dengan kode Prt. Secara umum singkapan batuan ini
diindikasikan sebagai endapan aliran lava andesit dan breksi piroklastik
berdasarkan kenampakan di lapangan, analisa morfologi, petrografi, dan
studi literatur.
Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Pangparang ini terdiri dari
batuan lava andesit, breksi piroklastik, dan juga bongkah-bongkah batuan
beku andesit. Secara megaskopis (Gambar 22), lava andesit dan bongkah
andesit bercirikan serupa yaitu abu – abu, masif, tekstur porfiritik, dengan
mineral piroksen, plagioklas, hornblende, dan olivin. Kondisi singkapan
berkisar dari segar hingga sangat lapuk, tanah pelapukan berwarna
merah kecoklatan. Untuk breksi piroklastik, memiliki ciri berwarna abu –
abu kecoklatan, menyudut hingga menyudut tanggung, terpilah buruk,
35
kemas terbuka, kondisi berkisar dari segar hingga lapuk, tanah pelapukan
berwarna coklat, dengan fragmen andesit, berukuran blok – lapili.
Secara mikroskopis, pada umumnya sayatan tipis pada satuan ini memiliki
mineral mafik dominan yaitu ortopiroksen enstatit dengan fenokris yang
terdiri dari plagioklas, klinopiroksen enstatit, ortopiroksen enstatit, olivin,
hornblende, mineral opak, dan gelas sebagai massa dasar bersama
dengan plagioklas dan piroksen. Didapatkan pula mineral alterasi seperti
kalsit, uralit, dan apatit (Lampiran A).
A B
36
Satuan ini menempati bagian utara gunung manglayang pada daerah
penelitian yang meliputi sebesar ± 15% dari total luas daerah penelitian.
Pada peta geologi ditandai dengan kode Mgt. Secara umum singkapan
batuan ini diindikasikan sebagai endapan aliran lava dan endapan breksi
piroklastik berdasarkan kenampakan di lapangan, analisa morfologi,
petrografi, dan studi literatur.
Secara mikroskopis, pada umumnya sayatan tipis pada satuan ini memiliki
mineral mafik dominan yaitu hornblende dan ortopiroksen enstatite
dengan fenokris yang terdiri dari plagioklas, piroksen, hornblende, olivin,
dan mineral opak. Dengan massa dasar gelas bersama dengan plagioklas
dan sebagian kecil piroksen. Ditemukan pula mineral alterasi seperti
serisit, iddingsit, bowlingit, dan apatit (Lampiran A).
U
A B
Gambar 23 A. Lokasi singkapan B. Singkapan breksi piroklastik
37
3.2.4.3 Hubungan Stratigrafi
Satuan Lava Andesit Enstatite Manglayang ini terdiri dari batuan lava
andesit. Secara megaskopis (Gambar 24), lava andesit bercirikan abu-abu,
masif, tekstur porfiritik, dengan mineral piroksen, plagioklas, hornblende,
dan olivin, kondisi singkapan berkisar dari segar hingga sangat lapuk,
tanah pelapukan berwarna merah kecoklatan.
Secara mikroskopis, pada umumnya sayatan tipis pada satuan ini memiliki
mineral mafik dominan yaitu ortopiroksen enstatit dengan fenokris yang
terdiri dari plagioklas, klinopiroksen augit, ortopiroksen enstatit,
hornblende, dan mineral opak. Dengan gelas sebagai massa dasar
bersama dengan plagioklas dan piroksen (Lampiran A).
38
A U B
39
terbaru, menurut Dam (1996) menduga bahwa pergeseran Sesar
Lembang, terjadi di sekitar proses pembentukan kaldera Sunda sekitar
100.000 hingga 200.000 tahun yang lalu. Jika ditinjau dari sisi mekanisme
pembentukannya, Sesar Lembang dikatakan oleh Sara (2015) sebagai
circumferential dike yang runtuh pada saat terbentuknya kaldera dan
aktivitas vulkanisme yang berkaitan dengan sesar ini di bagian timur
adalah berasal dari Gunung Sunda. Menurut Rasmid (2014), berdasarkan
morfologi daerah penelitian dan citra satelit, Sesar Lembang di daerah
penelitian merupakan sesar turun dimana bagian utara memiliki kontur
yang lebih renggang dibandingkan bagian selatan, yang secara lain
mengindikasikan bagian utara lebih rendah daripada bagian selatan yang
dicirikan oleh oleh tebing terjal dengan perbedaan elevasi relatif dari 75
meter di bagian Lembang sampai 450 meter di bagian Palasari.
Gambar 25 Kenampakan kelurusan gawir dilihat dari Puncak Gunung Batu menghadap ke timur (modifikasi
dari http://www.tripoutbound.com, diakses pada 1 Juni 2016)
40
banyak sesar-sesar minor pada bagian selatan Sesar Lembang dengan
strike timur laut dan barat laut dalam bentuk sesar normal dan sesar naik.
Gambar 26 Singkapan pada daerah penelitian yang memilki kekar gerus (telah dimodifikasi dari Ardhi,
2011)
Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2015) pada
daerah Manglayang, yaitu penelitian Vertical Electric Sounding (VES)
dengan metode Schlumberger melewati puncak gunung daerah
penelitian. Dari penelitian tersebut, data VES yang didapat
diinterpretasikan dengan menggunakan model pendekatan quasi – 2D dan
pengamatan VES dilakukan dengan metode konfigurasi elektroda
Schlumberger yang profilnya melintasi puncak Gunung Manglayang
(Gambar 27). Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa terdapat
sesar normal pada bagian utara Gunung Manglayang yang dilihat
berdasarkan diskontinuitas resistivitas yang terdapat pada data model
geologi yang dibuat. Menurut penelitian tersebut, diskontinuitas ini dapat
diinterpretasikan sebagai suatu zona patahan. Dimana secara
geomorfologi, hal ini terdukung dengan pola kontur yang menyerupai pola
kontur Sesar Lembang dimana menunjukkan ekspresi gawir yang
mengarah ke selatan serta kondisi litologi yang relatif berbeda dengan
satuan batuan pada tubuh Gunung Manglayang.
41
E
Gambar 27 Diskontinuitas pada penampang geologi daerah Gunung Manglayang dan sekitarnya yang
menunjukkan adanya zona patahan (telah dimodifikasi dari Irawan, 2015)
42
Manglayang dan Satuan Lava Andesit Enstatit Manglayang. Sedangkan,
nilai resistivitas yang berkisar antara 3 hingga 50 ohm.meter
diinterpretasikan sebagai nilai batuan yang teralterasi. Meski peneliti tidak
menemukan bukti secara langsung, namun berdasarkan interpretasi
penyetaraan umur menurut Silitonga (1973), dan stratigrafi batuan yang
telah penulis interpretasi pada daerah penelitian, hal ini dapat disamakan
dengan Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari.
Plagioklas
43
Tabel 2 Kehadiran mineral pada lima satuan
Keterangan :
1 : Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari
2 : Satuan Lava Andesit Enstatit Pangparang
3 : Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Pangparang
4 : Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Manglayang
5 : Satuan Lava Andesit Enstatit Manglayang
+ : <10%, ++ : 10% <= x <= 20%, +++ : >20%
Piroksen
44
Hornblende
Olivin
Olivin hadir pula sebagai fenokris pada beberapa satuan. Umumnya, olivin
ini hadir dengan bagian yang sudah teralterasi menjadi mineral lain
seperti bowlingit dan iddingsit. Alterasi olivin cukup sering dijumpai pada
lava Palasari dibandingkan dengan lava pada daerah yang lainnya. Hal ini
yang memberikan konfirmasi bahwa satuan dari lava ini merupakan
satuan yang relatif lebih tua dibandingkan dengan satuan yang lainnya.
Gelas
Gelas hadir sebagai bagian dari massa dasar. Gelas menandakan bahwa
batuan yang terbentuk pada daerah penelitian merupakan batuan
ekstrusif.
Mineral Opak
Mineral opak juga pada batuan di daerah penelitian. Mineral opak hadir
sebagai fenokris maupun sebagai inklusi dari mineral lain.
Mineral Alterasi
45
Ditemukan pula mineral-mineral alterasi pada semua satuan, seperti
sericit, iddingsit, bowlingit, kalsit, apatit, dan uralit. Namun, mineral-
mineral ini sangat melimpah ditemukan pada lava Palasari. Hal ini
memberi konfirmasi secara tidak langsung bahwa satuan ini merupakan
satuan yang relatif lebih tua dibandingkan satuan yang lainnya.
Porfiritik
Keterangan :
46
Flow
Gambar 28 Tekstur Rim pada Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari
Rim
47
pl : plagioklas ; en : ortopiroksen enstatit ; op : mineral opak ; sr : serisit
Tekstur ini ditemukan dalam bentuk plagioklas yang memiliki rim. Dimana
menandakan adanya magma mixing yaitu perubahan fisik dan kimia pada
reservoir magma. Yang menyebabkan terbentuknya channel – channel
yang mengelilingi plagioklas yang terbentuk. Pada beberapa plagioklas
dengan tekstur ini, ditemukan pula plagioklas yang telah berubah menjadi
serisit.
Gambar 30 Tekstur Zoning pada Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari
Zoning
48
magma yang biasanya diakibatkan adanya pendinginan secara cepat
sehingga terjadi perubahan komposisi plagioklas.
Gambar 31 Tekstur Eksalasi pada Satuan Breksi Piroklastik – Lava Andesit Enstatit Manglayang
Eksalasi
Tekstur ini biasanya memberikan pola yang khas seperti pola lamellae.
Tekstur ini ditemukan pada beberapa batuan di daerah penelitian. Dimana
menunjukkan adanya tekstur lamellae ortopiroksen enstatit pada
klinopiroksen augit yang menandakan adanya perubahan suhu pada saat
kristalisasi magma.
Gambar 32 Tekstur Subofitik dan Eksalasi pada Satuan Breksi Piroklastik – Lava Basalt Augit Palasari
49
Subofitik
Tekstur ini banyak ditemukan pada satuan lava Palasari, dimana piroksen
dan plagioklas terlihat tumbuh bersama, sehingga memperlihatkan
piroksen yang dikelilingi oleh plagioklas secara sebagian. Hal ini terjadi
karena adanya pendinginan piroksen terlebih dahulu yang diikuti oleh
adanya intergrowth plagioklas pada piroksen. Tekstur ini terjadi
dikarenakan pendinginan berlangsung lambat.
Dari data komposisi plagioklas yang ada, hal ini menunjukkan bahwa lava
Manglayang merupakan lava yang terbentuk pada temperatur yang relatif
rendah dibandingkan dengan lava lainnya. Hal ini mengatakan pula
bahwa semakin berumur muda, lava dari aktivitas magmatisme yang
terjadi, relatif terbentuk pada temperatur yang semakin rendah dan
komposisi semakin yang semakin andesitik jika dilihat dari plagioklas
yang terbentuk.
50
S U
+/-
PT-15
45 PT-14
PT-13
m PT-12
PT-11
PT-10
PT-9
PT-8
PT-7
PT-6
PT-5
PT-4
PT-3
PT-2
PT-1
+/- 65 m
Keterangan:
+ = komposisi 5% ++++ = komposisi 20%
++ = komposisi 10% +++++ = komposisi 25%
+++ = komposisi 15% ++++++ = komposisi 30%,
51
+++++++ = komposisi 35% v = Ditemukan Mineral Terkait
Dari tabel tersebut, singkapan dapat penulis bagi menjadi empat lapisan
lava yang berbeda berdasarkan mineral mafik yang melimpah serta
penulis menentukan grafik alterasi dari tiap lapisan berdasarkan
komposisi mineral alterasi yang ditemukan pada tiap lapisan.
Tabel 6 Pembagian Lapisan Lava Singkapan Pasir Impun dan Grafik Alterasi Tiap Lapisan
Kode Nama Grafik
Deskripsi
Sampel Batuan Alterasi
PT-15
Lapisan secara rata-rata terdiri dari Plagioklas
PT-14 (±30%), Klinopiroksen Augit (±10%), Ortopiroksen Lava Basalt
Enstatit(±10%), (Olivin (± 10%) ,Hornblende(±5%), Olivin Augit
PT-13 Mineral Opak(±5%), dengan massa dasar gelas dan Enstatit
plagioklas serta sebagian kecil piroksen.
PT-12
LAVA BASALT
52
LAVA BASALT OLIVIN AUGIT HORNBLENDE
53
semakin ke atas, komposisi mineral ini semakin melimpah sebagai inklusi
dari mineral mafik.
Melimpahnya tekstur sieve pada plagioklas dan juga mineral uralit yang
secara tidak langsung merepresentasikan tekstur rim. Hal ini menandakan
bahwa lava merupakan hasil dari magma mixing di conduit, menurut
Rutherford (2008). Beragamnya fenokris yang terbentuk pada singkapan,
membuktikan adanya diferensiasi magma yang terjadi.
54
BAB IV
SEJARAH GEOLOGI
55
BAB VI
KESIMPULAN
56
4. Pada daerah penelitian terdapat dua sistem sesar, Sesar Lembang
dan Sesar Manglayang, yang merupakan sesar turun. Kedua sesar
terbentuk pada waktu yang berbeda.
5. Evolusi magma di daerah penelitian dipengaruhi oleh magma
mixing yang dibuktikan dengan melimpahnya tekstur sieve dan rim
pada sayatan tipis dan dipengaruhi pula oleh diferensiasi magma
yang dicirikan oleh keberagaman fenokris yang hadir.
6. Lava di sekitar Palasari memperlihatkan adanya perlapisan atau
stratifikasi yang terbagi menjadi empat lapisan lava yang dicirikan
berdasarkan komposisi mineral mafik pada tiap lapisan. Lapisan
lava tersebut, dari tua ke muda, ialah :
- Lava Basalt Olivin
- Lava Basalt Olivin Augit Hornblende
- Lava Basalt Olivin Augit
- Lava Basalt Olivin Augit Enstatit
57
DAFTAR PUSTAKA
58
Disertasi, Program Studi Teknik Geofisika, Institut Teknologi
Bandung. 63-65.
Soeria-Atmadja, R., Maury, R. C., Bellon, H., Pringgoprawiro, H., Polve, M.,
1994. Tertiary Magmatic Belt in Java, Journal of Southeast Asian
Earth Sciences, 12, 13 – 27.
Martodjojo, S., 1984. Evolusi Cekungan Bogor. Bandung: Penerbit ITB.
Milsom, J. and Eriksen, A., 2003. Resistivity methods. Field Geophysics,
Fourth Edition, pp.109-136.
Pulunggono, A. dan Martodjojo, S., 1994. Perubahan Tektonik Paleogen –
Neogen Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa,
Proceeding Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa Sejak Akhir
Mesozoik hingga Kuarter, hal 37 – 50, Yogyakarta.
Rasmid, R., 2014. AKTIVITAS SESAR LEMBANG DI UTARA CEKUNGAN
BANDUNG. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 15.
Rutherford, M.J., 2008. Magma ascent rates. Reviews in Mineralogy and
Geochemistry, 69, pp.241-271.
Sara, F. H., 2015. TINJAUAN MORFOGENESA DAN MORFOARANSEMEN
SESAR LEMBANG DALAM KONTEKS ANCAMAN BAHAYA SERTA
UPAYA MITIGASI BENCANA.
Silitonga, 1973. Peta Geologi Regional Lembar Bandung, Jawa Barat, Skala
1:100.000. Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan
Republik Indonesia.
Streckeisen, A. L., 1978, IUGS Subcommision of Sistematics of Igneous
Rocks. Classification and Nomenclature of Volcanic Rocks,
Lamprophyres, Carbonatite, and Melilite Rocks. Recomendations
and Suggestions. Neues Jahruch fur Mineralogie, Abhandlungen,
Vol.141, 1-14
Thornbury, W.D.,1969, Principles of Geomorphology, New York: John
Wiley.
Van Bemmelen, R. W., 1949. The Geology of Indonesia vol. 1A, Martinus
Nijhof, The Hague, the Netherland.
59
van Zuidam, R, 1985, Guide to Geomorphic Aerial Photographic
Interpretation and Mapping, International Institute for Aerospace
Survey and Earth Science (ITC). The Hague. 191
Yuwono, Y.S., 2004. Pemetaan Daerah Volkanik: Panduan Untuk
Pemetaan Lapangan. Bandung: Laboratorium Petrologi dan
Geologi Ekonomi ITB. 41
http://maps.google.com, diakses pada tanggal 1 September 2015.
http://www.tripoutbound.com, diakses pada 1 Juni 2016.
60