Oleh:
I Putu Dwi Adi Setyana
2005511053
ii ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga laporan ini dapat tersusun hingga selesai. Sebagaimana penulis di dalam
melaksanakan tugas Besar Perancangan Irigasi dan Bangunan Air ini diberi
kemampuan untuk menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan Perancangan Irigasi dan
Bangunan Air ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis juga
sangat mengharapkan kepada para pembaca agar memberikan saran atau kritik yang
konstruktif kepada penulis laporan ini, demi kesempurnaan tugas-tugas yang
diberikan oleh dosen untuk masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan
sederhana yang telah berhasil penulis susun ini bisa dengan mudah dipahami oleh
siapapun yang membacanya. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi laporan agar menjadi lebih baik lagi.
Penulis
i i
DAFTAR ISI
ii ii
3.2.2. Menentukan Kehilangan Energi diatas Ambang (hvo) ................. 44
3.2.3. Perhitungan Ketinggian Energi pada Tiap Titik ........................... 45
3.2.4. Mencari Tinggi Energi (Air Terendah) pada Kolam Olakan (E1)
....................................................................................................... 46
3.2.5. Mencari Tinggi Energi (Air Tertinggi) pada Kolam Olakan (E2)
....................................................................................................... 47
3.2.6. Mencari Tinggi Energi di Hilir Bendung (E3) .............................. 48
3.2.7. Menghitung Panjang dan Kedalaman Kolam Olakan ................... 49
3.3. Bendung .................................................................................................... 52
3.3.1. Menentukan Bagian Up Stream (Muka) Bendung ........................ 52
3.3.2. Menentukan Bagian Down Stream (Belakang) Bendung ............. 53
3.3.3. Menentukan Koordinat Titik Singgung antara Garis Lengkung
dengan Garis Lurus Sebagian Hilir Spillway................................ 54
3.3.4. Perencanaan Lantai Depan (Apron) .............................................. 57
3.4. Stabilitas Bendung .................................................................................... 60
3.4.1. Tekanan Air .................................................................................. 60
3.4.2. Tekanan Lumpur ........................................................................... 62
3.4.3. Tekanan Berat Sendiri Bendung ................................................... 63
3.4.4. Gaya Gempa.................................................................................. 65
3.4.5. Gaya Angkat ................................................................................. 66
3.4.6. Kontrol Stabilitas Bendung ........................................................... 77
3.5. Intake dan Pintu Intake ............................................................................. 92
3.5.1. Perencanaan Dimensi Pintu Pengambilan .................................... 94
3.5.2. Perencanaan dimensi Saluran Primer ............................................ 96
3.6. Pintu Pembilas .......................................................................................... 98
3.6.1. Perencanaan Tinggi Pintu Pembilas.............................................. 98
3.6.2. Pembebanan dan Perencanaan Dimensi Pintu Pembilas ............ 100
3.7. Kantong Lumpur ..................................................................................... 103
3.7.1. Data Umum Perencanaan ............................................................ 103
3.7.2. Perencanaan Umum Kantong Lumpur........................................ 103
3.7.3. Dimensi Kantong Lumpur .......................................................... 104
3.7.4. Perencanaan Aliran Kritis ........................................................... 105
BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 108
4.1. Kesimpulan ............................................................................................. 108
iiiiii
4.2. Saran ....................................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 109
LAMPIRAN....................................................................................................... 110
iviv
DAFTAR GAMBAR
vv
Gambar 3. 22 Sketsa Rencana Dimensi Saluran Sebelum dan Sesudah
Kantong Lumpur. .......................................................................... 97
Gambar 3. 23 Pintu Pembilas Terbuka Sebagian ................................................ 99
Gambar 3. 24 Pintu Pembilas Terbuka Seluruhnya ........................................... 100
Gambar 3. 25 Tekanan Air Banjir Pada Pintu Pembilas.................................... 101
Gambar 3. 26 Tekanan Lumpur Pada Pintu Pembilas ....................................... 101
Gambar 3. 27 Kantong Lumpur ......................................................................... 106
Gambar 3. 28 Potongan Memanjang Kantong Lumpur ..................................... 106
Gambar 3. 29 Denah Kantong Lumpur ............................................................. 106
Gambar 3. 30 Potongan Melintang Kantong Lumpur ....................................... 107
vivi
DAFTAR TABEL
viivii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Umum
Bangunan dan saluran irigasi sudah dikenal orang sejak zaman sebelum
masehi. Hal ini dapat dibuktikan oleh peninggalan sejarah, baik sejarah
nasional maupun sejarah dunia. Keberadaan bangunan tersebut disebabkan
oleh adanya kenyataan bahwa sumber makanan nabati yang disediakan oleh
alam sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Segi teknis
dari persoalan pertanian ini menimbulkan permasalahan dari yang paling
sederhana sampai yang paling sulit.
Air tunduk pada hukum gravitasi, sehingga air dapat mengalir melalui
saluran-saluran secara alamiah ke tempat yang lebih rendah. Untuk keperluan
air irigasi, dengan cara yang paling sederhanapun telah dapat dicapai hasil
yang cukup memadai.
Cara untuk mengantisipasi jika elevasi sawah lebih tinggi daripada
elevasi sungai adalah dengan membuat bangunan air, yaitu bendung. Menurut
Erman Mawardi et al. (2002), bendung adalah suatu bangunan yang dibangun
melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan atau
membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa disadap dan dialirkan
secara gravitasi ke daerah yang membutuhkannya (Mawardi & Memed, 2010).
Dengan adanya bendung ini, air sungai dapat ditampung untuk jangka
waktu tertentu sehingga sawah dapat tetap diairi walaupun aliran sungai
rendah. Fungsi dibangunnya suatu bendung diantaranya untuk menaikan
elevasi air sehingga daerah yang bisa dialiri menjadi lebih luas, memasukkan
air dari sungai ke saluran melalui intake, mengontrol sedimen yang masuk ke
saluran sungai, mengurangi fluktuasi sungai, serta menyimpan air dalam
waktu singkat.
Kemajuan ilmu dan teknologi senantiasa memperluas batas-batas yang
dapat dicapai dalam bidang keirigasian. Manusia mengembangkan ilmu alam,
ilmu fisika dan juga hidrolika yang meliputi statika dan dinamika benda cair.
Semua ini membuat pengetahaun tentang irigasi bertambah lengkap.
11
Teknologi yang digunakan dalam bidang irigasi terhadap bangunan air
memberikan dampak yang signifikan terhadap kemajuan itu sendiri.
1.2. Maksud dan Tujuan
Pembangunan bangunan air merupakan suatu upaya untuk
menambahkan sebuah nilai tambah untuk sumber daya air yang ada pada
sungai di daerah tersebut untuk memenuhi seluruh kebutuhan makhluk hidup
khususnya manusia. dalam memenuhi kebutuhan manusia. Adapun maksud
dan tujuan dari penyusunan laporan ini, yaitu:
a. Memahami syarat-syarat dalam merencanakan bangunan air.
b. Merencanakan bendung yang sesuai terhadap persyaratan yang berlaku di
Indonesia.
c. Mampu merancang desain (soft drawing) bangunan air.
d. Mampu mendesain dimensi bangunan air.
1.3. Referensi
Dalam pembuatan laporan ini, adapun referensi yang saya gunakan,
yaitu:
a. KP-01: Perencanaan Jaringan Irigasi.
b. KP-02: Bangunan Utama.
c. KP-03: Saluran.
d. KP-04: Bangunan.
e. SNI 03-1724-1989 Perencanaan Hidrologi dan Hidraulik untuk Bangunan
di Sungai.
f. SNI 03-2401-1991 Tata Cara Perencanaan Umum Bendung.
1.4. Lingkup Materi
a. Bangunan utama
b. Bangunan pengambilan
c. Saluran pengambilan
d. Pintu pembilas
e. Kantong lumpur
22
BAB II
STUDI PUSTAKA
33
tepat dan rehabilitasi sumbersumber alam seperti air, tanah dan hutan yang
telah rusak. Fenomena hidrologi seperti besarnya : curah hujan, temperatur,
penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi
muka air sungai, kecepatan aliran dan konsentrasi sedimen sungai akan selalu
berubah menurut waktu. Dengan demikian suatu nilai dari sebuah data
hidrologi itu hanya dapat terjadi lagi pada waktu yang berlainan sesuai dengan
fenomena pada saat pengukuran nilai itu dilaksanakan.
2.3. Debit Banjir Rencana
Pemilihan banjir rencana untuk bangunan air adalah suatu masalah
yang sangat bergantung pada analisis statistik dari urutan kejadian banjir baik
berupa debit air di sungai maupun hujan. Dalam pemilihan suatu Teknik
analisis penentuan banjir rencana tergantung dari data-data yang tersedia dan
macam dari bangunan air yang akan dibangun.
Tahapan dalam perhitungan analisis debit banjir rencana adalah sebagai
berikut:
1. Menghitung Curah Hujan Rata-Rata Analisis dengan metode Thiessen
2. Menghitung Curah Hujan Jam-Jaman
3. Menguji sebaran data dan menghitung curah hujan rancangan pengujian
menggunakan metode chi-square, distribusi log person III, distribusi
gumbel, distribusi normal, log normal.
2.3.1. Analisis Curah Hujan Dengan Metode Theissen
Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun
yang mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS
dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun
yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili
luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan
di daerah yang ditinjau tidak merata, pada metode ini stasium hujan
minimal yang digunakan untuk perhitungan adalah tiga stasiun hujan.
Hitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan
daerah pengaruh dari tiap stasiun. Metode poligon Thiessen banyak
digunakan untuk menghitung hujan rata-rata kawasan. Poligon Thiessen
adalah tetap untuk suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila
44
terdapat perubahan jaringan stasiun hujan seperti pemindahan atau
penambahan stasiun, maka harus dibuat lagi poligon yang baru.
(Triatmodjo, 2008).
Rumus :
𝐴1 𝐴2 + 𝐴2 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛 𝐴𝑛
𝑃=
𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛
2.3.2. Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana
Pada analisis ini, penulis memperkirakan kejadian banjir
denganinterval waktu 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 25 tahun.
2.3.3. Pengukuran Dispersi
Pada kenyataannya tidak semua varian dari suatu variable
hidrologi terletakatau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau
dispersi adalah besarnya derajatdari sebaran varian di sekitar nilai rata-
ratanya. Cara mengukur besarnya dispersidisebut pengukuran dispersi.
Adapun cara pengukuran disperse antara lain :
a) Standar Deviasi (S)
Rumus :
∑𝑛𝑖=1(𝑋𝐼 − 𝑋̅)2
𝑆=√
𝑛
(Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisis Data. Jilid I.
Soewarno,hal : 20)
Dimana :
S = standar deviasi
Xi = nilai varian i
𝑋̅ = nilai rata-rata varian
n = jumlah data
b) Koefisien Skewness (Cs)
Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang
menunjukan derajat ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi.
Rumus :
𝑛 ∑𝑛 (𝑋 −𝑋̅ )2
𝑖−1 𝐼
𝐶𝑠 = (𝑛−1)(𝑛−2)𝑆 3
55
(Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisis Data .Jilid I.
Soewarno,hal : 29)
Dimana :
Cs = koefisien skewness
Xi = nilai varian ke i
𝑋̅ = nilai rata-rata varian
n = jumlah data
S = Standar deviasi
c) Pengukuran Kutosis
Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan
dari bentukkurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan
distribusi normal.
Rumus :
1
∑𝑛 ̅ 4
𝑖=𝑛((𝑋𝐼 −𝑋 )
𝐶𝑘 = 𝑛 𝑆4
66
𝑋̅ = nilai rata-rata varian
Dari nilai-nilai di atas, kemudian dilakukan pemilihan jenis
sebaran yaitu dengan membandingan koefisien distribusi dari
metode yang akan digunakan.
2.3.4. Pemilihan Jenis Sebaran
Ada berbagai macam distribusi teoretis yang kesemuanya dapat
dibagi menjadi dua yaitu distribusi diskrit dan distribusi kontinyu.
Distribusi diskrit adalah binomial dan poisson, sedangkan yang
kontinyu adalah Normal, Log Normal,Gama, Beta, Pearson dan
Gumbel. Untuk memilih jenis sebaran, ada beberapa macam distribusi
yang sering dipakai yaitu :
a) Distribusi Normal
Dalam analisis hidrologi distribusi normal sering digunakan
untuk menganalisi frekwensi curah hujan, analisis stastistik dari
distribusi curah hujan tahuan, debit rata-rata tahuan. Distribusi tipe
normal, mempunyai koefisien kemencengan (Coefficient of
akewness) atau Cs = 0.
b) Distribusi Log Normal
Distribusi Log Normal, merupakan hasil transformasi dari
distribusi Normal, yaitu dengan mengubah varian X menjadi nilai
logaritmik varian X. Distribusi ini dapat diperoleh juga dari
distribusi Log Pearson Tipe III, apabila nilai koefisien kemencengan
Cs = 0.
Distribusi tipe Log Normal, mempunyai koefisien
kemencengan (Coefficientof skewness) Cs = 3 Cv + Cv3 . Syarat lain
distribusi sebaran Log Normal Ck = Cv8 + 6 Cv6 + 15 Cv4 + 16 Cv2
+ 3.
c) Distribusi Gumbel I
Distribusi Tipe I Gumbel atau Distribusi Extrim Tipe I
digunakan untuk analisis data maksimum, misalnya untuk analisis
frekwensi banjir. Distribusi Tipe I Gumbel, mempunyai koefisien
kemencengan Coefficientof skewness) atau Cs = 1,139.
77
d) Distribusi Log Pearson Tipe III
Distribusi Log Pearson Tipe III atau Distribusi Extrim Tipe
III digunakan untuk analisis variable hidrologi dengan nilai varian
minimum misalnya analisis frekwensi distribusi dari debit minimum
(low flows). Distribusi Log Pearson Tipe III, mempunyai koefisien
kemencengan (Coefficient of skewness) atau Cs ≠ 0 Setelah
pemilihan jenis sebaran dilakukan maka prosedur selanjutnya
yaitumencari curah hujan rencana periode ulang 2, 5, 10 , 25, 50 dan
100 tahun.
2.3.5. Pengujian Kecocokan Jenis Sebaran
Uji keselarasan/kecocokan distribusi ini digunakan pengujian
Chi-kuadarat yang dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi
statistik sample data yang dianalisis.
Rumus :
𝐺
2
(𝐸𝑓 − 𝑂𝑓)2
𝑋 =∑
𝐸𝑓
𝑖=1
88
kebebasan (DK) = G-P-1 (nilai P = 2 untuk distribusi normaldan
binomial, untuk distribusi poisson dan Gumbel nilai P = 1
• Hitung n
• Nilai Ef = jumlah data (n) / jumlah kelas
• Tentukan nilai Of untuk masing-masing kelas
(𝐸𝑓−𝑂𝑓)2
• Jumlah G Sub-group untuk menentukan nilai Chi-kuadrat.
𝐸𝑓
99
dasar sungai di hilir kolam olak. Debit dominan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan formasi material dasar sungai terhadap gerusan, yang
ditetapkan debit dengan periode ulang 25 – 100 tahun. Untuk bangunan
yang akan dibuat di hilir waduk, banjir rencana maksimum akan diambil
sebagai debit dengan periode ulang 100 tahun dari daerah antara dam
dan bangunan bendung, ditambah dengan aliran dari outflow waduk
setelah routing yang disebabkan oleh banjir dengan periode ulang 100
tahun. Elevasi tanggul hilir sungai dari bangunan utama didasarkan pada
tinggi banjir dengan periode ulang 5 sampai 24 tahun. Periode ulang
tersebut (5-25 tahun) akan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk
yang terkena akibat banjir yang mungkin terjadi, serta pada nilai
ekonomis tanah dan semua prasarananya. Biasanya di sebelah hulu
bangunan utama tidak akan dibuat tanggul sungai untuk melindungi
lahan dari genangan banjir. Saluran pengelak, jika diperlukan selama
pelaksanaan, biasanya direncana berdasarkan banjir dengan periode
ulang 25 tahun, kecuali Rangkaian data debit banjir untuk berbagai
periode ulang harus andal.
Hal ini berarti bahwa harga-harga tersebut harus didasarkan pada
catatan-catatan banjir yang sebenarnya yang mencakup jangka waktu
lama (sekitar 20 tahun). Apabila data semacam ini tidak tersedia (dan
begitulah yang sering terjadi), kita harus menggunakan cara lain,
misalnya berdasarkan data curah hujan di daerah aliran sungai. Jika ini
tidak berhasil, kita usahakan cara lain berdasarkan data yang diperoleh
dari daerah terdekat (untuk penjelasan lebih lanjut, lihat KP-01,
Perencanaan Jaringan Irigasi). Debit banjir dengan periode-periode
ulang berikut harus diperhitungkan 1, 5, 25, 50, 100, dan 1000 tahun.
(Direktorat Jenderal Sumber Daya Air 2013). Berikut adalah tahapan
analisis perhitungan debit banjir rencana:
1. Analisis Frekuensi Debit Banjir Rencana
Debit Banjir Rencana dimulai dengan analisis hubungan
periode ulang (T) dan perhitungan probabilitas (p) dinyatakan
dengan p = 1/T. Untuk perhitungan analisa frekuensi dapat
10
10
dilakukan dengan analitis atau grafis. Untuk perhitungan debit banjir
rencana dari data debit dengan ketersediaan data ≥ 20 tahun dapat
dilihat pada diagram/flowchart pada gambar di bawah.
11
11
digunakan pada analisis frekuensi untuk hujan ekstrim di Indonesia
adalah Pearson III, Log Pearson III, Gumbel Tipe 1, Normal, Log
Normal 2, dan Log Normal 3 parameter.
4. Pendekatan grafis untuk menghitung besarnya banjir rencana
Data debit banjir sesaat hasil pengamatan > 20 tahun diurut
dari besar ke kecil lalu dihitung besarnya frekuensi distribusi dengan
persamaan di bawah.
𝑖−𝑎
𝐹=𝑃=
𝑛+1−2
1
𝑇= (𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔)
𝑃
Keterangan:
n : jumlah data;
F : frekuensi atau P (probabilitas);
i : urutan data;
: sangat tergantung pada karakteristik distribusi data
pengamatan;
: 3/8 (Formula Blom, Distribusi Normal);
: 0,44 (Formula Gringorten, Distribusi Gumbel);
: 0 (Formula Weibull, Distribusi normal);
: ½ (Formula Hazen);
: 2/5 (Formula Cunnane).
Prosedur dalam menentukan besarnya banjir rencana dengan
metode grafis:
a. Tentukan puncak-puncak banjir setiap tahunnya (>20 th);
b. Urutkan puncak banjir tersebut dari besar ke kecil;
c. Hitung besarnya frekuensi dari fungsi distribusi yang dipilih;
d. Tentukan periode ulang banjir dengan menghitung;
e. Plot hubungan antara besarnya periode ulang dengan debit yang
telah diurut.
2.4. Bangunan Utama/Bendung
Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai: “semua bangunan yang
direncanakan di sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam
12
12
jaringan irigasi, biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa
mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk
mengukur dan mengatur air yang masuk”. Pengaliran air dari sumber air berupa
sungai atau danau ke jaringan irigasi untuk keperluan irigasi pertanian, pasokan
air baku dan keperluan lainnya yang memerlukan suatu bangunan disebut
dengan bangunan utama.
Bangunan utama ini biasanya terdiri dari beberapa bagian yaitu:
1. Bangunan bendung
Bangunan bendung adalah bagian dari bangunan utama yang benar-
benar dibangun di dalam air. Bangunan ini diperlukan untuk
memungkinkan dibelokkannya air sungai ke jaringan irigasi, dengan jalan
menaikkan muka air di sungai atau dengan memperlebar pengambilan di
dasar sungai seperti pada tipe bendung saringan bawah (bottom rack weir).
2. Bangunan Pengambilan
Merupakan sebuah bangunan berupa pintu air. Air irigasi
dibelokkan dari sungai melalui bangunan ini. Pertimbangan utama dalam
merencanakan sebuah bangunan pengambilan adalah debit rencana
pengelakan sedimen.
3. Bangunan Pembilas (penguras)
Pada tubuh bendung tepat di hilir pengambilan, dibuat bangunan
pembilas guna mencegah masuknya bahan sedimen kasar ke dalam
jaringan saluran irigasi.
4. Kantong Lumpur
Kantong lumpur mengendapkan fraksi-fraksi sedimen yang lebih
besar dari fraksi pasir halus tetapi masih termasuk pasir halus dengan
diameter butir berukuran 0,088 mm dan biasanya ditempatkan persis di
sebelah hilir pengambilan. Bahan-bahan yang lebih halus tidak dapat
ditangkap dalam kantong lumpur biasa dan harus diangkut melalui jaringan
saluran ke sawah-sawah. Bahan yang telah mengendap di dalam kantong
kemudian dibersihkan secara berkala. Pembersihan ini biasanya dilakukan
dengan menggunakan aliran air yang deras untuk menghanyutkan bahan
endapan tersebut kembali ke sungai. Dalam hal-hal tertentu, pembersihan
13
13
ini perlu dilakukan dengan cara lain, yaitu dengan jalan mengeruknya atau
dilakukan dengan tangan.
5. Perkuatan Sungai
Pembuatan bangunan perkuatan sungai khusus di sekitar bangunan
utama untuk menjaga agar bangunan tetap berfungsi dengan baik, terdiri
atas:
a) Bangunan perkuatan sungai guna melindungi bangunan terhadap
kerusakan akibat penggerusan dan sedimentasi. Pekerjaan-pekerjaan
ini umumnya berupa krib, matras batu, pasangan batu kosong dan/atau
dinding pengarah.
b) Tanggul banjir untuk melindungi lahan yang berdekatan terhadap
genangan akibat banjir.
c) Saringan bongkah untuk melindungi pengambilan atau pembilas, agar
bongkah tidak menyumbah bangunan selama terjadi banjir.
d) Tanggul penutup untuk menutup bagian sungai lama atau, bila
bangunan bendung dibuat di kopur, untuk mengelakkan sungai melalui
bangunan tersebut.
6. Bangunan-bangunan pelengkap
Bangunan-bangunan atau perlengkapan yang akan ditambahkan ke
bangunan utama diperlukan keperluan:
a) Pengukuran debit dan muka air di sungai maupun di saluran;
b) Rumah untuk opreasi pintu;
c) Peralatan komunikasi, tempat teduh serta perumahan untuk tenaga
operasional, gudang dan ruang kerja untuk kegiatan operasional dan
pemeliharaan;
d) Jembatan di atas bendung, agar seluruh bagian bangunan utama mudah
di jangkau, atau agar bagian-bagian itu terbuka untuk umum
Untuk kepentingan keseimbangan lingkungan dan kebutuhan
daerah di hilir bangunan utama, maka aliran air sungai tidak diperbolehkan
disadap seluruhnya. Namun harus tetap dialirkan sejumlah 5% dari debit
yang ada. Salah satu bangunan utama yang mempunyai fungsi
membelokkan air dan menampung air disebut bendungan, yang kriteria
14
14
perencanaannya tidak tercakup dalam kriteria ini. Kriteria perencanaan
bendungan dan bangunan pelengkap lainnya akan dipersiapkan secara
terpisah oleh institusi yang berwenang. Terdapat 6 (enam) bangunan utama
yang sudah pernah atau sering dibangun di Indonesia, antara lain:
7. Bendung tetap
Bangunan air ini dengan kelengkapannya dibangun melintang
sungai atau sudtan, dan sengaja dibuat untuk meninggikan muka air dengan
ambang tetap sehingga air sungai dapat disadap dan dialirkan secara
gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan airnya dilimpahkan ke hilir dengan
terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak dengan maksud untuk
meredam energi. Ada 2 (dua) tipe atau jenis bendung tetap dilihat dari
bentuk struktur ambang pelimpahannya, yaitu:
a) Ambang tetap yang lurus dari tepi ke tepi kanan sungai artinya as
ambang tersebut berupa garis lurus yang menghubungkan dua titik tepi
sungai.
b) Ambang tetap yang berbelok-belok seperti gigi gergaji. Tipe seperti ini
diperlukan bila panjang ambang tidak mencukupi dan biasanya untuk
sungai dengan lebar yang kecil tetapi debit airnya besar. Maka dengan
menggunakan tipe ini akan didapat panjang ambang yang lebih besar,
dengan demikian akan didapatkan kapasitas pelimpahan debit yang
besar. Mengingat bentuk fisik ambang dan karakter hidrolisnya,
disarankan bendung type gergaji ini dipakai pada saluran.
8. Bendung gerak vertikal
Bendung ini terdiri dari tubuh bendung dengan ambang tetap yang
rendah dilengkapi dengan pintu-pintu yang dapat digerakkan vertikal
maupun radial.Tipe ini mempunyai fungsi ganda, yaitu mengatur tinggi
muka air di hulu bendung kaitannya dengan muka air banjir dan
meninggikan muka air sungai kaitannya dengan penyadapan air untuk
berbagai keperluan. Operasional di lapangan dilakukan dengan membuka
pintu seluruhnya pada saat banjir besar atau membuka pintu sebagian pada
saat banjir sedang dan kecil. Pintu ditutup sepenuhnya pada saat saat
kondisi normal, yaitu untuk kepentingan penyadapan air.
15
15
9. Bendung Karet
Bendung ini berfungsi meninggikan muka air dengan cara
mengembungkan tubuh bendung dan menurunkan muka air dengan cara
mengempiskannya. Tubuh bendung yang terbuat dari tabung karet dapat
diisi dengan udara atau air. Proses pengisian udara atau air dari pompa
udara atau air dilengkapi dengan instrumen pengontrol udara atau air
(manometer).
10. Bendung Saringan Bawah
Bendung ini berupa bendung pelimpah yang dilengkapi dengan
saluran penangkap dan saringan. Bendung ini meloloskan air lewat
saringan dengan membuat bak penampung air berupa saluran penangkap
melintang sungai dan mengalirkan airnya ke tepi sungai untuk dibawa ke
jaringan irigasi. Operasional di lapangan dilakukan dengan membiarkan
sedimen dan batuan meloncat melewati bendung, sedang air diharapkan
masuk ke saluran penangkap. Sedimen yang tinggi diendapkan pada
saluran penangkap pasir yang secara periodik dibilas masuk sungai
kembali.
11. Bendung Pengambilan Bebas
Pengambilan air untuk irigasi ini langsung dilakukan dari sungai
dengan meletakkan bangunan pengambilan yang tepat ditepi sungai, yaitu
pada tikungan luar dan tebing sungai yang kuat atau massive. Bangunan
pengambilan ini dilengkapi pintu, ambang rendah dan saringan yang pada
saat banjir pintu dapat ditutup supaya air banjir tidak meluap ke saluran
induk.Kemampuan menyadap air sangat dipengaruhi elevasi muka air di
sungai yang selalu bervariasi tergantung debit pengaliran sungai saat itu.
Pengambilan bebas biasanya digunakan untuk daerah irigasi dengan luasan
yang kecil sekitar 150 ha dan masih pada tingkat irigasi ½ (setengah) teknis
atau irigasi sederhana.
12. Bendung Tipe Gergaji
Diperkenankan dibangun dengan syarat harus dibuat di sungai yang
alirannya stabil, tidak ada tinggi limpasan maksimum, tidak ada material
hanyutan yang terbawa oleh aliran
16
16
Lokasi bangunan bendung dan pemilihan tipe yang paling cocok
dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu:
a) Tipe, bentuk dan morfologi sungai
b) Kondisi hidrolis anatara lain elevasi yang diperlukan untuk irigasi
c) Topografi pada lokasi yang direncanakan,
d) Kondisi geologi teknik pada lokasi,
e) Metode pelaksanaan
f) Aksesibilitas dan tingkat pelayanan.
Aspek yang memengaruhi dalam pemilihan tipe bendung adalah:
1. Pertimbangan Topografi
Lembah sungai yang sempit berbentuk huruf V dan tidak terlalu
dalam adalah lokasi yang ideal untuk lokasi bendung, karena pada lokasi
ini volume tubuh bendung dapat menjadi minimal. Lokasi seperti ini
mudah didapatkan pada daerah pegunungan, tetapi di daerah datar dekat
pantai tentu tidak mudah mendapatkan bentuk lembah seperti ini. Di
daerah transisi (middle reach) kadang-kadang dapat ditemukan
disebelah hulu kaki bukit. Sekali ditemukan lokasi yang secara
topografis ideal untuk lokasi bendung, keadaan topografi di daerah
tangkapan air juga perlu dicek. Apakah topografinya terjal sehingga
mungkin terjadi longsoran atau tidak. Topografi juga harus dikaitkan
dengan karakter hidrograf banjir, yang akan mempengaruhi kinerja
bendung. Demikian juga topografi pada daerah calon sawah harus dicek.
Yang paling dominan adalah pengamatan elevasi hamparan tertinggi
yang harus diairi. Analisa ketersediaan selisih tinggi energi antara
elevasi puncak bendung pada lokasi terpilih dan elevasi muka air pada
sawah tertinggi dengan keperluan energi untuk membawa air ke sawah
tersebut akan menentukan tinggi rendahnya bendung yang diperlukan.
Atau kalau perlu menggeser ke hulu atau ke hilir dari lokasi yang
sementara terpilih. Hal ini dilakukan mengingat tinggi bendung
sebaiknya dibatasi 6-7 m. Bendung yang lebih tinggi akan memerlukan
kolam olak ganda (double jump).
17
17
2. Kemantapan geoteknik fondasi bending
Keadaan geoteknik fondasi bendung harus terdiri dari formasi
batuan yang baik dan mantap. Pada tanah aluvial kemantapan fondasi
ditunjukkan dengan angka standar penetration test (SPT)>40. Bila
angka SPT<40 sedang batuan keras jauh dibawah permukaan, dalam
batas-batas tertentu dapat dibangun bendung dengan tiang pancang.
Namun kalau tiang pancang terlalu dalam dan mahal sebaiknya
dipertimbangkan pindah lokasi. Stratigrafi batuan lebih disukai
menunjukkan lapisan miring ke arah hulu. Kemiringan ke arah hilir akan
mudah terjadinya kebocoran dan erosi buluh. Sesar tanah aktif harus
secara mutlak dihindari, sesar tanah pasif masih dapat dipertimbangkan
tergantung justifikasi ekonomis untuk melakukan perbaikan
fondasi.Geoteknik tebing kanan dan kiri bendung juga harus
dipertimbangkan terhadap kemungkinan bocornya air melewati sisi
kanan dan kiri bendung. Formasi batuan hilir kolam harus dicek
ketahanan terhadap gerusan air akibat energi sisa air yang tidak bisa
dihancurkan dalam kolam olak. Akhirnya muara dari pertimbangan
geoteknik ini adalah daya dukung fondasi bendung dan kemungkinan
terjadi erosi buluh dibawah dan samping tubuh bendung, serta
ketahanan batuan terhadap gerusan.
3. Pengaruh hidraulik
Keadaan hidraulik yang paling ideal bila ditemukan lokasi
bendung pada sungai yang lurus. Pada lokasi ini arah aliran sejajar,
sedikit arus turbulen, dan kecenderungan gerusan dan endapan tebing
kiri kanan relatif sedikit. Dalam keadaan terpaksa, bila tidak ditemukan
bagian yang lurus, dapat ditolerir lokasi bendung tidak pada bagian
sungai yang lurus betul. Perhatian khusus harus diberikan pada posisi
bangunan pengambilan yang harus terletak pada tikungan luar sungai.
Hal ini dimaksudkan agar pengambilan air irigasi bisa lancar masuk ke
intake dengan mencegah adanya endapan didepan pintu pengambilan.
Maksud ini akan lebih ditunjang apabila terdapat bagian sungai yang
lurus pada hulu lokasi bendung.Kadang-kadang dijumpai keadaan yang
18
18
dilematis. Semua syarat-syarat pemilihan lokasi bendung sudah
terpenuhi, tetapi syarat hidraulik yang kurang menguntungkan. Dalam
keadaan demikian dapat diambil jalan kompromi dengan membangun
bendung pada kopur atau melakukan perbaikan hidraulik dengan cara
perbaikan sungai (river training). Kalau alternatif kopur yang dipilih
maka bagian hulu bendung pada kopur harus lurus dan cukup panjang
untuk mendapatkan keadaan hidraulis yang cukup baik.
4. Pengaruh regime sungai
Regime sungai mempunyai pengaruh yang cukup dominan
dalam pemilihan lokasi bendung. Salah satu gambaran karakter regime
sungai yaitu adanya perubahan geometri sungai baik. secara horizontal
ke kiri dan ke kanan atau secara vertikal akibat gerusan dan endapan
sungai. Bendung di daerah pegunungan dimana kemiringan sungai
cukup besar, akan terjadi kecenderungan gerusan akibat gaya seret
aliran sungai yang cukup besar. Sebaliknya di daerah dataran dimana
kemiringan sungai relatif kecil akan ada pelepasan sedimen yang
dibawa air menjadi endapan tinggi di sekitar bendung. Jadi dimanapun
kita memilih lokasi bendung tidak akan terlepas dari pengaruh endapan
atau gerusan sungai. Kecuali di pegunungan ditemukan lokasi bendung
dengan dasar sungai dari batuan yang cukup kuat, sehingga mempunyai
daya tahan batuan terhadap gerusan air yang sangat besar, maka regime
sungai hampir tidak mempunyai pengaruh terhadap lokasi
bendung.Yang perlu dihindari adalah lokasi dimana terjadi perubahan
kemiringan sungai yang mendadak, karena ditempat ini akan terjadi
endapan atau gerusan yang tinggi. Perubahan kemiringan dari besar
menjadi kecil akan mengurangi gaya seret air dan akan terjadi pelepasan
sedimen yang dibawa air dari hulu. Sebaliknya perubahan kemiringan
dari kecil ke besar akan mengkibatkan gerusan pada hilir bendung.
Meskipun keduanya dapat diatasi dengan rekayasa hidraulik, tetapi hal
yang demikan tidak disukai mengingat memerlukan biaya yang tinggi.
Untuk itu disarankan memilih lokasi yang relatif tidak ada perubahan
kemiringan sungai.
19
19
5. Tingkat kesulitan saluran induk
Lokasi bendung akan membawa akibat arah trace saluran induk.
Pada saat lokasi bendung dipilih dikaki bukit, maka saluran induk
biasanya berupa saluran kontur pada kaki bukit yang pelaksanaannya
tidak terlalu sulit. Namun hal ini biasanya elevasi puncak bendung
sangat terbatas, sehingga luas layanan irigasi juga terbatas. Hal ini
disebabkan karena tinggi bendung dibatasi 6-7 m saja. Untuk mengejar
ketinggian dalam rangka mendapatkan luas layanan yang lebih luas,
biasanya lokasi bendung digeser ke hulu. Dalam keadaan demikian
saluran induk harus menyusuri tebing terjal dengan galian yang cukup
tinggi. Sejauh galian lebih kecil 8 m dan timbunan lebih kecil 6 m, maka
pembuatan saluran induk tidak terlalu sulit. Namun yang harus
diperhatikan adalah formasi batuan di lereng dimana saluran induk itu
terletak. Batuan dalam volume besar dan digali dengan teknik peledakan
akan mengakibatkan biaya yang sangat mahal, dan sebisa mungkin
dihindari. Kalau dijumpai hal yang demikian, lokasi bendung digeser
sedikit ke hilir untuk mendapatkan solusi yang kompromistis antara luas
area yang didapat dan kemudahan pembuatan saluran induk.
6. Ruang untuk bangunan pelengkap bending
Meskipun dijelaskan dalam butir 1 bahwa lembah sempit adalah
pertimbangan topografis yang paling ideal, tetapi juga harus
dipertimbangkan tentang perlunya ruangan untuk keperluan bangunan
pelengkap bendung. Bangunan tersebut adalah kolam pengendap,
bangunan kantor dan gudang, bangunan rumah penjaga pintu, saluran
penguras lumpur, dan komplek pintu penguras, serta bangunan
pengukur debit. Kolam pengendap dan saluran penguras biasanya
memerlukan panjang 300-500 m dengan lebar 40-60 m, diluar tubuh
bendung. Lahan tambahan diperlukan untuk satu kantor, satu gudang
dan 2-3 rumah penjaga bendung. Pengalaman selama ini sebuah rumah
penjaga bendung tidak memadai, karena penghuni tunggal akan terasa
jenuh dan cenderung meninggalkan lokasi.
20
20
7. Luas layanan irigasi
Lokasi bendung harus dipilih sedemikian sehingga luas layanan
irigasi agar pengembangan irigasi dapat layak. Lokasi bendung kearah
hulu akan mendapatkan luas layanan lebih besar bendung cenderung
dihilirnya. Namun demikian justifikasi dilakukan untuk mengecek
hubungan antara tinggi luas layanan irigasi. Beberapa bendung yang
sudah definitip, kadangkadang dijumpai penurunan 1 m, yang dapat
menghemat beaya pembangunan hanya mengakibatkan pengurangan
luas beberapa puluh Ha saja. Oleh karena itu kajian tentang kombinasi
tinggi bendung dan luas layanan irigasi perlu dicermati sebelum diambil
keputusan final.
8. Luas daerah tangkapan air
Pada sungai bercabang lokasi bendung harus dipilih sebelah hulu
atau hilir cabang anak sungai. Pemilihan sebelah hilir akan mendapatkan
daerah tangkapan air yang lebih besar, dan tentunya akan mendapatkan
debit andalan lebih besar, yang muaranya akan mendapatkan potensi
irigasi lebih besar. Namun pada saat banjir elevasi deksert harus tinggi
untuk menampung banjir 100 tahunan ditambah tinggi jagaan (free
board) atau menampung debit 1000 tahunan tanpa tinggi jagaan. Lokasi
di hulu anak cabang sungai akan mendapatkan debit andalan dan debit
banjir relatip kecil, namun harus membuat bangunan silang sungai untuk
membawa air di hilirnya. Kajian teknis, ekonomis, dan sosial harus'
dilakukan dalam memilih lokasi bendung terkait dengan luas daerah
tangkapan air.
9. Tingkat kemudahan pencapaian
Setelah lokasi bendung ditetapkan secara definitip, akan
dilanjutkan tahap perencanaan dtail, sebagi dokumen untuk pelaksanaan
implementasinya. Dalam tahap pelaksanaan inilah dipertimbangkan
tingkat kemudahan pencapaian dalam rangka mobilisasi alat dan bahan
serta demobilisasi setelah selesai pelaksanaan fisik. Memasuki tahap
operasi dan pemeliharaan bendung, tingkat kemudahan pencapaian juga
amat penting. Kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan inspeksi
21
21
terhadap kerusakan bendung memerlukan jalan masuk yang memadai
untuk kelancaran pekerjaan. Atas dasar pertimbangan tersebut maka
dalam menetapkan lokasi bendung harus dipertimbangkan tingkat
kemudahan pencapaian lokasi.
10. Biaya pembangunan
Dalam pemilihan lokasi bendung, perlu adanya pertimbangan
pemilihan beberapa alternatif, dengan memperhatikan adanya faktor
dominan. Faktor dominan tersebut ada yang saling memperkuat dan ada
yang saling melemahkan. Dari beberapa alternatip tersebut selanjutnya
dipertimbangkan metode pelaksanaannya serta pertimbangan lainnya
antara lain dari segi O & P. Hal ini antara lain akan menentukan
besarnya beaya pembangunan. Biasanya beaya pembangunan ini adalah
pertimbangan terakhir untuk dapat memastikan lokasi bendung dan
layak dilaksanakan.
11. Kesepakatan stakeholder
Sesuai amanat dalam UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air
dan Peraturan Pemerintah No. 20/2006 tentang Irigasi bahwa keputusan
penting dalam pengembangan sumberdaya air atau irigasi harus
didasarkan kesepakatan pemangku kepentingan lewat konsultasi publik.
Untuk itu keputusan mengenai lokasi bendungpun harus dilakukan
lewat konsultasi publik, dengan menyampaikan seluas-luasnya
mengenai alternatif-alternatif lokasi, tinjauan dari aspek teknis,
ekonomis, dan sosial. Keuntungan dan kerugiannya, dampak terhadap
para pemakai air di hilir bendung, keterpaduan antar sektor, prospek
pemakaian air di masa datang harus disampaikan pada pemangku
kepentingan terutama masyarakat tani yang akan memanfaatkan air
irigasi.
2.5. Intake/Pintu Pengambilan
Bangunan ini berfungsi untuk mengelakkan air dari sungai atau sumber
air lainnya dalam jumlah yang diinginkan. Penempatan bangunan pengambilan
sebaiknya dibuat sedekat mungkin dengan pembilas sehingga memudahkan
dalam pembersihan sedimen. Bangunan pengambilan dilengkapi dengan pintu
22
22
air yang berfungsi untuk mengatur besarnya bukaan pengambilan serta
pengendalian saat terjadi banjir.
2.6. Saluran
Adapun jenis-jenis saluran, yaitu:
• Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran yang membawa air dari bangunan
utama ke saluran sekunder dan petak-petak yang diari. Saluran ini dimulai
dari bangunan utama dan berakhir pada bangunan bagi yang terakhir.
• Saluran Sekunder
Saluran sekunder adalah saluran yang membawa air dari saluran
primer ke petak-petak yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
Saluran ini dimulai dari bangunan bagi/sadap di saluran primer dan
berakhir pada bangunan sadap terakhir di saluran sekunder.
• Saluran Tersier
Saluran tersier adalah Adalah saluran yang membawa air dari
bangunan sadap tersier di saluran primer maupun sekunder dan
mengalirkannya ke saluran kuarter serta petak tersier yang dilayani.
Saluran ini dimulai dari bangunan sadap tersier dan berakhir pada boks
kuarter terakhir.
2.7. Daerah Irigasi
Menurut PP No. 20 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (11), Daerah irigasi adalah
kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi. Sementara jaringan
irigasi merupakan saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,
pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
2.8. Kantong Lumpur
Kantong Lumpur berfungsi untuk mengendapkan sedimen halus yang
terbawa masuk ke dalam saluran irigasi. Biasanya kantong lumpur ditempatkan
setelah bangunan pengambilan. Kantong lumpur dibuat lebih lebar daripada
saluran irigasi dengan panjang tertentu agar tercipta kecepatan aliran yang
lebih lambat sehingga memberikan kesempatan kepada sedimen halus untuk
mengendap. Dasar saluran kantong lumpur juga dibuat lebih rendah yang
23
23
berfungsi sebagai tempat penampungan endapan sedimen halus tersebut.
Pembersihan kantong lumpur dapat dilakukan dengan membuka pintu
penguras kantong lumpur sehingga endapan terbuang kembali ke sungai.
Dalam kondisi tidak terdapat pintu penguras kantong lumpur maka
pembersihan dilakukan dengan pengerukan baik secara manual maupun
menggunakan alat.
2.9. Tahapan Perencanaan
Untuk perencanaan pendahuluan akan dipakai kriteria seperti yang
diberikan dalam Bagian KP - 02 Bangunan Utama. Perencanaan Pendahuluan
akan dipakai sebagai dasar untuk penyelidikan-penyelidikan selanjutnya yang
berkenaan dengan:
a. Pemetaan sungai dan lokasi bendung
b. Penyelidikan geologi Teknik
c. Penyelidikan model hidrolis, kalau diperlukan
Desain bendung dirancang dengan memperhatikan kondisi tanah dan
hasil analisis debit banjir rencana dengan mengacu pada standar kriteria
perencanaanKP-02.
1. Lebar Bendung
Lebar bendung, yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment),
sebaiknya sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Di
bagian ruas bawah sungai, lebar rata-rata ini dapat diambil pada debit
penuh (bankful discharge): di bagian ruas atas mungkin sulit untuk
menentukan debit penuh. Dalam hal ini banjir mean tahunan dapat diambil
untuk menentukan lebar ratarata bendung. Lebar maksimum bendung
hendaknya tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai pada ruas yang
stabil. Untuk sungai-sungai yang mengangkut bahan-bahan sedimen kasar
yang berat, lebar bendung tersebut harus lebih disesuaikan lagi terhadap
lebar rata-rata sungai, yakni jangan diambil 1,2 kali lebar sungai tersebut
Agar pembuatan bangunan peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran
per satuan lebar hendaknya dibatasi sampai sekitar 12-14.m3 /dt.m1, yang
memberikan tinggi energi maksimum sebesar 3,5-4,5 m.
24
24
Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar mercu yang
sebenarnya (B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan/atau
tiang pancang, dengan persamaan berikut:
Keterangan:
n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi, m
25
25
lebar rencana untuk mengkompensasi perbedaan koefisiensi debit
dibandingkan dengan mercu bendung itu sendiri.
2. Perencanaan Mercu
Di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu untuk
bendung pelimpah: tipe Ogee dan tipe bulat.
26
26
4 m tekanan air jika mercu terbuat dari beton; untuk pasangan batu
tekanan subatmosfir sebaiknya dibatasi sampai –1 m tekanan air.
2 2 3
𝑄 = 𝐶𝑑 √ 𝑔. 𝑏 . ℎ2
3 3
Keterangan:
Q = debit, m3 /dt
Cd = koefisien debit (Cd = C0, C1, C2)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≅ 9,8)
b = panjang mercu, m
H1 = tinggi energi di atas mercu, m.
b. Mercu Ogee
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bandung
ambang tajam aerasi. Oleh karena itu mercu ini tidak akan memberikan
tekanan subatmosfir pada permukaan mercu sewaktu bendung
mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih rendah, air
akan memberikan tekanan ke bawah pada mercu. Untuk merencanakan
permukaan mercu Ogee bagian hilir, U.S. Army Corps of Engineers
telah mengembangkan persamaan berikut:
𝑌 1 𝑋 𝑛
= [ ]
ℎ𝑑 𝐾 ℎ𝑑
27
27
Keterangan: x dan y adalah koordinat-koordinat permukaan hilir
2 2 3
𝑄 = 𝐶𝑑 √ 𝑔. 𝑏 . ℎ2
3 3
Keterangan:
Q = debit, m3 /dt
Cd = koefisien debit (Cd = C0, C1, C2)
28
28
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≅ 9,8)
b = lebar mercu, m
H1 = tinggi enegi di atas ambang, m.
3. Peredam Energi
Aliran di atas bendung di sungai dapat menunjukkan berbagai
perilaku di sebelah bendung akibat kedalaman air yang ada h2. Gambar di
bawah menyajikan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dari pola
aliran di atas bendung.
29
29
itu. Gaya tekan ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan air dalam,
menyebabkan berkurangnya berat efektif bangunan diatasnya. Rumus gaya
tekan ke atas untuk bangunan yang didirikan pada pondasi batuan adalah:
1
𝑊𝑢 = ∁𝜏𝑤 [ℎ2 + 𝜉(ℎ1 − ℎ2 )] 𝐴
2
Keterangan:
c = proposi luas di mana tekanan hidrostatik bekerja (c = 1, untuk semua
tipe pondasi)
τw = berat jenis air, kN/m3 h2
h2 = kedalaman air hilir, m
ξ = proposi tekanan (proportion of net head)
h1 = kedalaman air hulu, m
A = luas dasar, m2
Wu = gaya tekan ke atas resultante, Kn
Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau
terhadap pintu dapat dihitung sebagai berikut:
𝜏𝑠 ℎ2 1 − sin ∅
𝑃𝑠 = ( )
2 1 + sin ∅
Keterangan:
Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja
secara horisontal
τs = berat lumpur, kN
h = dalamnya lumpur, m
Φ = sudut gesekan dalam, derajat.
5. Gaya Gempa
Harga-harga gaya gempa diberikan dalam bagian Parameter
Bangunan. Harga-harga tersebut didasarkan pada peta Indonesia yang
menujukkan berbagai daerah dan risiko. Faktor minimum yang akan
dipertimbangkan adalah 0,1 g perapatan gravitasi sebagai harga
percepatan. Faktor ini hendaknya dipertimbangkan dengan cara
mengalikannya dengan massa bangunan sebagai gaya horisontal menuju
ke arah yang paling tidak aman, yakni arah hilir.
30
30
6. Berat Bangunan
Berat bangunan bergantung kepada bahan yang dipakai untuk
membuat bangunan itu. Untuk tujuan-tujuan perencanaan pendahuluan,
boleh dipakai harga-harga berat volume di bawah ini.
a. Pasangan batu 22 kN/m3 (≈ 2.200 kgf/m3)
b. Beton tumbuk 23 kN/m3 (≈ 2.300 kgf/m3)
c. Beton bertulang 24 kN/m3 (≈ 2.400 kgf/m3) Berat volume beton
tumbuk bergantung kepada berat volume agregat serta ukuran
maksimum kerikil yang digunakan.
7. Reaksi Pondasi
Reaksi pondasi boleh diandaikan berbentuk trapesium dan tersebar
secara linier.
31
31
I = momen kelembaban (moment of inertia) dasar di sekitar pusat
gravitasi.
m = jarak dari titik pusat luas dasar sampai ke titik di mana tekanan
dikehendaki.
8. Ketahanan Terhadap Gelincir dan Guling
Tangen θ, sudut antara garis vertikal dan resultante semua gaya,
termasuk gaya angkat, yang bekerja pada bendung di atas semua bidang
horisontal, harus kurang dari koefisien gesekan yang diizinkan pada bidang
tersebut.
∑(𝐻) 𝑓
= tan 𝜃 <
∑(𝑉 − 𝑈) 𝑆
Keterangan:
∑(H) = keseluruhan gaya horizontal yang bekerja pada bangunan, kN
∑(V-U) = keseluruhan gaya vertikal (V), dikurangi gaya tekan ke atas yang
bekerja pada bangunan,
kN θ = sudut resultante semua gaya, terhadap garis vertikal, derajat
f = koefisien gesekan
S = faktor keamanan
32
32
dalam Tabel 6.1 bisa digunakan. Harga-harga untuk beton adalah sekitar
4,0 N/mm2 atau 40 kgf/cm2, pasangan batu sebaiknya mempunyai
kekuatan manimum 1,5 sampai 3,0 N/mm2 atau 15 sampai 30 kgf/cm2.
Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada
distribusi gaya-gaya melalui momen lentur (bending moment). Oleh sebab
itu, tebal lantai kolam olak dihitung sebagai berikut.
𝑃𝑥 − 𝑊𝑥
𝑑𝑥 ≥ 𝑆
𝜏
Keterangan:
dx = tebal lantai pada titikx, m
Px = gaya angkat pada titik x, kg/m2
Wx = kedalaman air pada titik x, m
τ = berat jenis bahan, kg/m3
S = faktor keamanan (= 1,5 untuk kondisi normal, 1,25 untuk kondisi
ekstrem).
9. Stabilitas Terhadap Erosi Bawah Tanah
Bangunan-bangunan utama seperti bendung dan bendung gerak
harus dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh
akibat naiknya dasar galian (heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan.
Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dianjurkan dicek dengan jalan
membuat jaringan aliran/flownet. Dalam hal ditemui kesulitan berupa
keterbatasan waktu pengerjaan dan tidak tersedianya perangkat lunak
untuk menganalisa jaringan aliran, maka perhitungan dengan beberapa
metode empiris dapat diterapkan, seperti:
a. Metode Bligh
b. Metode Lane
c. Metode Koshia.
Metode Lane, disebut metode angka rembesan Lane (weighted
creep ratio method), adalah yang dianjurkan untuk mencek bangunan-
bangunan utama untuk mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini
memberikan hasil yang aman dan mudah dipakai. Untuk bangunan-
bangunan yang relatif kecil,
33
33
1
∑ 𝐿𝑣 + ∑ 𝐿𝐻
𝐶𝐿 = 3
𝐻
Keterangan:
CL = Angka rembesan Lane
ΣLv = jumlah panjang vertikal, m
ΣLH = jumlah panjang horisontal, m
H = beda tinggi muka air, m.
34
34
BAB III
PEMBAHASAN
Data Perancangan :
1. Debit banjir rancangan : 92 m3 /dt
2. Lebar dasar sungai pada lokasi bendung : 25 m
3. Elevasi dasar sungai pada dasar bendung : 255 m
4. Elevasi sawah bagian hilir tertinggi & terjauh : 257,5 m
5. Elevasi muka tanah tepi sungai di lokasi bendung : 260 m
6. Slope dasar sungai : 0,001
7. Debit pengambilan : 1,3 m3 /d
8. Berat jenis sedimen : 2,6 t/m3
9. Tinggi dan elevasi mercu bendung dengan data-data hidrolis sebagai berikut :
a Kedalaman air di sawah 0,15 m
b Kehilangan tinggi energi di saluran dan 0,1 m
boks tersier
c Kehilangan tinggi energi di bangunan 0,1 m
sadap tersier
d Variasi muka air untuk eksploitasi di 0,15 m
jaringan primer
e Panjang dan kemiringan saluran primer 0,15 m
f Kehilangan tinggi energi pada bangunan 0,2 m
ukur di jaringan primer
g Kehilangan tinggi energi di pintu 0,1 m
pengambilan saluran
h Panjang dan kemiringan kantong lumpur 0,1 m
i Kehilangan tinggi di pintu pengambilan 0,15 m
utama
j Tinggi cadangan untuk mercu 0,1 m
TOTAL 1,3 m
35
35
3.1. Kapasitas Penampang Sungai
3.1.1. Menentukan Elevasi dan Tinggi Mercu Bendung
Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan muka air
rencana pada bangunan sadap. Tinggi bendung yang dimaksud adalah
jarak dari lantai muka bendung sampai pada puncak bendung. Untuk
menentukan elevasi mercu bendung ditinjau dari beberapa macam
faktor, antara lain :
1. Elevasi sawah tertinggi yang akan dialiri,
2. Tinggi air di sawah
3. Kehilangan tekanan pada pemasukkan ke saluruan-saluran, pada
alatalat ukur, pada bangunan-bangunan lain yang terdapat di
saluran-saluran dan sebagainya. (Mawardi dan Memed, 2002)
Elevasi sawah bagian hilir tertinggi & 257,5 m
terjauh
Kedalaman air di sawah 0,15 m
Kehilangan tinggi energi di saluran dan 0,1 m
boks tersier
Kehilangan tinggi energi di bangunan 0,1 m
sadap tersier
Variasi muka air untuk eksploitasi di 0,15 m
jaringan primer
Panjang dan kemiringan saluran primer 0,15 m
Kehilangan tinggi energi pada bangunan 0,2 m
ukur di jaringan primer
Kehilangan tinggi energi di pintu 0,1 m
pengambilan saluran
Panjang dan kemiringan kantong lumpur 0,1 m
Kehilangan tinggi di pintu pengambilan 0,15 m
utama
Tinggi cadangan untuk mercu 0,1 m
TOTAL 258,8 m
36
36
Elevasi Mercu Bendung : +258,8 m
Elevasi Sungai di Dasar Bendung : +255 m
Tinggi Mercu Bendung (P) = Elevasi Mercu Bendung – Elevasi Dasar
Sungai
= +258,8 m - +255 m = 3,8 m
3.1.2. Menentukan Tinggi Muka Air Banjir
37
37
P = Keliling Sungai
𝐴
3. Hitung jari-jari hidrolis penampang dengan rumus : 𝑅 = 𝑃
Dimana :
V = Kecepatan aliran (m/dt)
C = Koefisien kecepatan (fungsi dari bentuk profil dan
kekasarannya) R = Jari-jari hidrolis (m)
I = Kemiringan sungai rata-rata (m)
α = Koefisien kekasaran (untuk sungai, harga α dapat diambil
antara 1,5 – 1,75)
5. Hitung debit (Qhitung) dengan rumus : Q = A . V
Diketahui :
• Slope Dasar Sungai ( I ) : 0,001
• Lebar Dasar Sungai (b) : 25 m
• Debit Banjir Rancangan (Qd) : 92 m3 /dt
• Koefisien Kekasaran Diambil (α) : 1,5
Tabel 3. 1 Perhitungan Muka Air Banjir Minimum (d3)
38
38
Digunakan nilai d3 = 1,993 m
3.1.3. Menentukan Lebar Efektif Bendung
Lebar efektif bendung adalah lebar bendung yang bekerja secara
efektif untuk melewatkan debit di sungai. Lebar efektif bendung akan
dipengaruhi oleh kemungukinan adanya pilar-pilar dan pintu pembilas.
Berikut adalah persamaan untuk menentukan lebar efektif bendung :
Beff = B – Σ t – 0,2 Σ b
Dimana :
Beff = Lebar efektif bendung (m)
B = Lebar total bendung (m)
Σ t = Jumlah tebal pilar bendung (m)
Σ b = Jumlah lebar pintu pembilas (m)
Untuk menentukan besarnya tinggi jagaan (freeboard) maka
dapat dipergunakan tabel berikut :
Tabel 3. 2 Tinggi Jagaan Minimum
39
39
Kemudian dilanjutkan dengan menghitung lebar maksimum
bendung (B) yang diambil 1,2 kali lebar bendung rata – rata (Bn).
Dirumuskan sebagai berikut ;
B = 1,2 Bn
B = 1,2 (26,99)
B = 32 m
Lebar Maksimum Bendung (B) = 32 m
Dilanjutkan dengan menghitung lebar pintu bilas (b1) diambil
sepersepuluh dari lebar bendung maksimum (B) dengan rumus :
32
∑ 𝑏1 = = 3,2 𝑚
10
Maka lebar pintu pembilas (b1) dengan 1 pengambilan, dicoba
dengan 2 buah pintu pembilas :
∑ 𝑏1 3,2
𝑏1 = 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑃𝑖𝑛𝑡𝑢 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑠 = = 1,62 𝑚 ~ digunakan 1,6 m
2
Keterangan :
B = Lebar Maksimum Bendung
40
40
Beff = Lebar Efektif Bendung
b = Pintu Pembilas
t = Pilar
3.2. Hidrolika Pada Bendung
3.2.1. Menentukan Total Energi diatas Bendung
Dipakai rumus: Q = C.L.He3/2
𝑄 2
𝐻𝑒 = ( )3
𝐶. 𝐿
Dimana:
L = Lebar efektif bendung (m)
He = Energi total di atas bendung (m)
C = Koefisien pengaliran C0, C1,C2 → didapat dari table
C0 = Dipengaruhi sisi depan bendung
C1 = Dipengaruhi lantai depan
C2 = Dipengaruhi air di belakang bendung
Nilai C0, C1, dan C2 didapat dari grafik ratio of discharge coefficient
Keterangan :
• He = Energi total di atas bendung
• E1 = Tinggi Energi (Air Terendah) pada Kolam Olakan
• E2 = Tinggi Air (Air Tertinggi) pada Kolam Olakan
• E3 = Tinggi Energi di Hilir Bendung
• hv0 = Kehilangan Energi di Atas Ambang
41
41
• hv1 = Tinggi Kecepatan Air Terendah
• hv2 = Tinggi Kecepatan Air Tertinggi
• hv3 = Tinggi Kecepatan di Hilir Bendung
• d1 = Tinggi Air Terendah pada Kolam Olakan
• d2 = Tinggi Air Tertinggi pada Kolam Olakan
• d3 = Tinggi Air Maksimum
• dc = Tinggi Air Kritis diatas Mercu
• hvc = Tinggi Kecepatan Kritis
• EC = Tinggi Energi Kritis
• P = Tinggi Mercu Bendung
• d0 = Tinggi Muka Air Banjir di Muka Bendung
42
42
Diketahui:
• Tinggi mercu bendung (p) = 3,8 m
• Tinggi Air Maksimum (d3) = 1,993 m
• Tinggi air maksimum pada sungai (d3) = 1,993 m
• Lebar efektif bendung (Beff) = 29,75 m
• Debit rencana (Qd) = 92 m3/dt
• C0 (Konstanta) = 1,3 (Untuk mercu bendung tipe OGEE)
𝐻𝑑 + 𝑑3 3,729 + 1,993
= = 2,722 𝑚
𝐻𝑒 1,92
43
43
Tabel 3. 3 Tinggi Perkiraan (He)
𝐻𝑑+𝑑3
𝐻𝑒
3,147 3,011 2,981
𝑄 2
𝐻𝑒 ′ = (𝐶.𝐿)3 1,940 1,923 1,919
44
44
Tabel 3. 4 Taksiran hvo
Taksiran hvo
Rumus
0,010 0,012 0,015
H = He-hvo 1,909 1,907 1,904
d0 = H + P 5,709 5,707 5,704
A = Beff . Do 169,843 169,784 169,695
𝑄𝑑
Vo= 0,542 0,542 0,542
𝐴
𝑣𝑜 2
hvo' = 0,015 0,015 0,015
2𝑔
45
45
Debit persatuan lebar bendung (q) = 3,092 m3 /dt
Percepatan gravitasi (g) = 9,8 m/s2
Maka:
1 1
𝑞2 3 3,0922 3
𝑑𝑐 = (𝑔 ) = ( ) = 0,992 m
9,8
• Menentukan harga Ec
Diketahui:
Tinggi mercu bendung (P) = 3,8 m
Percepatan gravitasi (g) : 9,8 m/s2
Debit persatuan lebar bendung (q) = 3,092 m3 /dt
Tinggi air kritis diatas mercu (dc) = 0,992 m
Maka:
𝑞 3,092
𝑉𝑐 = 𝑑𝑐 = 0,992 = 3,118 m/dt
𝑉𝑐 2 3,1182
ℎ𝑣𝑐 = = 2(9,81) = 0,496 m
2𝑔
𝐸𝑐 = 𝑑𝑐 + ℎ𝑣𝑐 + 𝑝 = 5,288 m
Keterangan :
dC = tinggi air kritis diatas mercu (m)
VC = kecepatan air kritis (m/dt)
hVC = tinggi kecepatan kritis (m)
EC = tinggi energi kritis (m)
3.2.4. Mencari Tinggi Energi (Air Terendah) pada Kolam Olakan (E1)
Untuk menentukan tinggi energi air digunakan cara coba-coba
(Trial and Error) dengan menentukan kecepatan aliran perkiraan
terlebih dahulu. Syarat E1 = Ec
46
46
Tabel 3. 5 Perkiraan v1
Perkiraan v1 (m/dt)
Rumus
9,600 9,700 9,874
𝑞
𝑑1 = 𝑣1 0,322 0,319 0,313
EC = E1
𝑣12
ℎ𝑣1 = 4,702 4,801 4,975
2𝑔
47
47
1 1
d1 0,313
𝑑2 = [(1 + (8. 𝐹𝑟 2 ))2 − 1] = [(1 + (8. 5,6362 ))2 − 1] =
2 2
2,345 m
• Menentukan Kecepatan Aliran (v2)
Diketahui:
Debit persatuan lebar bendung (q) = 3,092 m3 /dt
Tinggi air tertinggi pada kolam olakan (d2) = 2,345 m
Maka:
q 3,092
𝑣2 = = = 1,319 m/dt
d2 2,345
• Menentukan harga E2
Diketahui:
Tinggi kecepatan (hv2) = 0,089 m/dt
Tinggi Air Tertinggi pada Kolam Olakan (d2) = 2,345 m
Maka:
E2 = d2 + hV2 = 2,345 +0,089 = 2,433 m
Keterangan :
Fr = bilangan Froude
d2 = tinggi air tertinggi pada kolam olakan (m)
V2 = kecepatan aliran (m/dt)
hV2 = tinggi kecepatan (m)
E2 = tinggi energi (m)
3.2.6. Mencari Tinggi Energi di Hilir Bendung (E3)
• Menentukan Kecepatan Aliran (v3)
Diketahui:
Tinggi air di hilir bendung (d3) = 1,993 m
48
48
Debit persatuan lebar bendung (q) = 3,092 m3/dt
Maka:
q 1,993
𝑣3 = d3 = = 1,551 m/dt
3,092
• Menentukan harga E3
Diketahui:
Tinggi kecepatan di hilir bendung (hv3) = 0,123 m
Tinggi air di hilir bendung (d3) = 1,993 m
Maka:
E3 = d3 + hv3 = 1,993 + 0,123 = 2,116 m
Keterangan :
Fr = bilangan Froude
d2 = tinggi air tertinggi pada kolam olakan (m)
V2 = kecepatan aliran (m/dt)
hV2 = tinggi kecepatan (m)
E2 = tinggi energi (m)
3.2.7. Menghitung Panjang dan Kedalaman Kolam Olakan
• Panjang Kolam Olakan
Diketahui:
v1 = Kecepatan Air Bagian Hulu = 9,874 m/dt
H = Tinggi Air di Atas Bendung = 1,904 m/dt
g = Gravitasi Bumi = 9,8 m/dt2
p = Tinggi Mercu Bendung = 3,8 m
Maka:
Angelholzer Formula:
49
49
(
L = v1 + 2g H . ) 2P
+H
g
2 . (3,8)
= {(9,874 + √2 . (9,8) . 1,908 ) .√ } + 1,908
9,81
= 17,157 m
• Kedalaman Kolam Olakan (scouring depth)
Diketahui:
Dalamnya penggerusan (T)
unit dischange (q) = (3,092 m3 /dt)
Diameter material yang ada di sungai (d) = 175 mm
Beda tinggi muka air di hulu dan hilir (h=d0-d3) = 3,711 m
Maka:
Schoklish Formula :
4,75
T= . h 0,2 . q 0,57
d 0,32
4,75
= 1750,32 . 3,7110,2 . 3,0920,57
= 2,250 m
Elevasi Kolam Olakan = (Elevasi dasar sungai - dalamnya
pengerusan + d3)
= 255 - 17,157 + 1,993
= 239,836 m
Sehingga besarnya elevasi kolam olak adalah 239,836 m
50
50
Tabel 3. 6 Rekapitulasi
51
51
= +255 + 1,993
= +256,993 m
3.3. Bendung
3.3.1. Menentukan Bagian Up Stream (Muka) Bendung
Untuk menentukan bentuk penampang kemiringan bending
bagian hulu, ditetapkan berdasarkan parameter seperti H dan p, sehingga
akan diketahui kemiringan bending bagian up stream seperti ketentuan
tabel.
Diketahui :
H = 1,904 m
P = 3,8 m
Hv0 = 0,015
𝑝 3,8
= 1,904 = 1,996
𝐻
P/H Kemiringan
<0,40 1:1
0,40 – 1,00 3:2
1,00 – 1,50 3:1
>1,50 Vertikal
52
52
permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana,
karena mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang
tajam aerasi. Untuk debit yang rendah, air akan memberikan tekanan ke
bawah pada mercu.
Dari buku Standar Perencanaan Irigasi KP – 02 hal 48 Gambar
4.9, untuk bendung mercu Ogee dengan kemiringan vertikal, pada
bagian upstream diperoleh nilai:
X0 = 0,175 H = 0,175 x 1,904 = 0,333 m
X1 = 0,282 H = 0,282 x 1,904 = 0,537 m
R0 = 0,5 H = 0,5 x 1,904 = 0,952 m
R1 = 0,2 H = 0,2 x 1,904 = 0,381 m
3.3.2. Menentukan Bagian Down Stream (Belakang) Bendung
Untuk merencanakan permukaan mercu Ogge bagian hilir, U.S.
Army Corps of Engineers mengembangkan persamaan sebagai berikut:
𝑋 𝑛 = 𝐾. 𝐻 (𝑛−1) . 𝑦
Keterangan:
• Nilai k dan n tergantung kemiringan up stream bending.
• Harga-harga k dan n adalah parameter yang ditetapkan dalam Tabel
di bawah.
• x dan y adalah koordinat-koordinat permukaan down stream.
• H adalah tinggi air diatas mercu bendung.
Kemiringan K N
Permukaan
1:1 1,873 1,776
3:2 1,939 1,810
3:1 1,936 1,836
Vertikal 2,000 1,850
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02 Hal. 47
Bagian up stream : Vertikal
53
53
Dari tabel di atas, diperoleh:
k = 2,000
n = 1,850
Nilai k dan n didistribusikan ke dalam persamaan (1) sehingga didapat
persamaan downstream:
𝑋 𝑛 = 𝐾. 𝐻 (𝑛−1) . 𝑦
𝑥1,850 = 2 . 1,904(1,850−1) . 𝑦
𝑥1,85 = 3,457𝑦
1
𝑦 = 3,457 𝑥1,850
𝑦 = 0,289 𝑥1,85
3.3.3. Menentukan Koordinat Titik Singgung antara Garis Lengkung
dengan Garis Lurus Sebagian Hilir Spillway
Kemiringan bendung bagian down stream (kemiringan garis lurus)
𝑑𝑦
= 1 (1 ∶ 1)
𝑑𝑥
Persamaan parabola : 𝑦 = 0,289 𝑥1,85
Turunan pertama persamaan tersebut :
𝑑𝑦
= 0,289 𝑥1,85
𝑑𝑥
= 0,535𝑥 0,85
Kemiringan garis lurus 1:1
𝑑𝑦 1
= 𝑡𝑔𝜃 =
𝑑𝑥 1
1 = 0,535 𝑥 0,85
1
𝑥 0,85 =
0,535
𝑥 0,85 = 1,869
𝑋𝑐 = 2,087 𝑚
𝑦 = 0,289 (2,087)1,85
𝑌𝑐 = 1,128 𝑚
Didapat :
Yc = 1,128 m
XC = 2,087 m
54
54
Jadi perpotongan garis lengkung dan garis lurus terletak pada jarak :
YC = 1,128 m dari puncak spillway
XC = 2,087 m dari sumbu spillway
Lengkung Mercu Spillway Bagian Hilir
Dengan persamaan :
𝑦 = 0,289𝑥1,85
Elevasi muka air normal = +258,8 m
(xc , yc ) = (2,087 ; 1,128) m
Tabel 3. 9 Koordinat Lengkung Bagian Hilir DownStream (interval 0,2)
x y Elevasi
0,000 0,000 258,800
0,200 0,015 258,785
0,400 0,053 258,747
0,600 0,112 258,688
0,800 0,191 258,609
1,000 0,289 258,511
1,200 0,405 258,395
1,400 0,539 258,261
1,600 0,690 258,110
1,800 0,858 257,942
2,087 1,128 257,672
Bagian Hilir Spillway dengan Kemiringan 1:1
tan 𝜃 = 1; 𝜃 = 450
𝑦
Persamaan 𝑥 𝑡𝑎𝑛𝜃 = 1 y=x
55
55
Tabel 3. 10 Bagian Hilir dengan Kemiringan 1 : 1
x y Elevasi
0,000 0,000 257,672
0,200 0,200 257,472
0,400 0,400 257,272
0,600 0,600 257,072
0,800 0,800 256,872
1,000 1,000 256,672
1,200 1,200 256,472
1,400 1,400 256,272
1,600 1,600 256,072
1,800 1,800 255,872
2,000 2,000 255,672
2,200 2,200 255,872
2,400 2,400 256,072
2,600 2,600 255,072
2,800 2,800 254,872
2,929 2,929 254,743
56
56
3.3.4. Perencanaan Lantai Depan (Apron)
Untuk mencari panjang lantai muka, maka yang menentukan
adalah ∆H terbesar. ∆H terbesar ini biasanya terjadi pada saat air muka
setinggi mercu bendung, sedangkan di belakang bendung adalah
kosong. Seberapa jauh lantai muka ini diperlukan, sangat ditentukan
oleh garis hidraulik gradien yang digambar kearah upstream dengan titik
ujung belakang bendung sebagai titik .
57
57
1,5
∆𝐻 𝑐𝑑 = = 0,3 m
5
1
∆𝐻 𝑑𝑒 = 5 = 0,2 m
0,5
∆𝐻 𝑒𝑓 = = 0,1 m
5
1,5
∆𝐻 𝑓𝑔 = = 0,3 m
5
1
∆𝐻 𝑔ℎ = 5 = 0,2 m
2
∆𝐻 ℎ𝑖 = 5 = 0,4 m
1,257
∆𝐻 𝑖𝑗 = = 0,251 m
5
∑ ∆𝐻 = 2,751 𝑚
L = 2,751 x 5 = 13,757 m
Faktor keamanan = 20% . 13,757 m = 2,751 m
Jadi Ltotal = 13,757 + 2,751 m = 16,508 m
58
58
Teori ini menjelaskan bahwa besarnya perbedaan tekanan pada
jalur pengaliran adalah sebanding dengan panjangnya jalan air
(creep line) serta dinyatakan dengan
(ΔH) ~ Hb
L = Cc . Hb
Dimana:
L = Panjang Creep Line yang diijinkan
Cc = Koefisien Bligh (Cc diambil 5 , Untuk bourder, batu
kecil, dan kerikil)
Hb = beda tinggi muka air
Hb = P + H – d3
= 3,8 + 1,904 – 1,993 = 3,711 m
sehingga L = Cc . Hb
= 5 . 3,711 = 18,553 m
Syarat : L < ΣL
18,553 m < 29,757 m ……. (OK)
b) Teori Lane
L = Cw . Hb
Di mana Cw adalah koefisien lane (Cw diambil 3, Untuk kerikil
kasar termasuk batu kecil)
Sehingga
L = Cw . Hb
= 3 . 3,711
= 11,132 m
1
Ld = Lv + Lh
3
1
= 11,257 m + . 18,5 m
3
= 17,424 m
Syarat : L < Ld
11,132 m < 17,424 m ……. (OK)
59
59
3.4. Stabilitas Bendung
Gaya-gaya yang bekerja pada tubuh bendung, akibat:
a. Tekanan air.
b. Tekanan lumpur.
c. Tekanan berat sendiri bendung.
d. Gaya gempa.
e. Gaya angkat (uplift pressure).
3.4.1. Tekanan Air
1) Tekanan Air Normal
𝛾 air = 1 ton/m3
Maka :
1 1
Pa1 = 2 𝛾𝑎𝑖𝑟. ℎ2 = 2 . 1. 3,82 = 7,220 ton
60
60
2) Tekanan Air Banjir
𝛾 air = 1 ton/m3
1 1
𝑃𝒇𝟏 = 2 × 𝛾𝑎𝑖𝑟 × 𝑏 × ℎ = 2 × 1 × 3,8 × 3,8 = 7,220 𝑡𝑜𝑛
61
61
3.4.2. Tekanan Lumpur
Keterangan:
➢ 𝛾𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 = berat volume lumpur (𝑡𝑜𝑛/𝑚3 )
➢ θ = sudut gesek dalam
➢ Ka = tekanan lumpur aktif
1
𝑃𝐿1 = 2 𝐾𝑎 × 𝛾𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 × 𝑏 × ℎ = 0,5 × 0,333 × 3,8 × 3,8 =
6,257 𝑡𝑜𝑛
𝑃𝐿2 = 𝐾𝑎 × 𝛾𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 × 𝑏 × ℎ = 0,333 × 0,947 × 3,8 = 9,356 𝑡𝑜𝑛
62
62
3.4.3. Tekanan Berat Sendiri Bendung
Perhitungan gaya-gaya :
w1 = b × h × γpasangan = (2,000)(2,257)(2,2) = 9,931 ton
w2 = b × h × γpasangan = (1,500)(1)(2,2) = 3,300 ton
w3 = b × h × γpasangan = (1)(1,5)(2,2) = 3,300 ton
w4 = b × h × γpasangan = (2,000)(3,000)(2,2) = 13,200 ton
1 1
w5 = b × h × γpasangan = (2,929)(2,929)(2,2) = 9,437 ton
2 2
w6 = b × h × γpasangan = (1,571)(2,929)(2,2) = 10,123 ton
w7 = b × h × γpasangan = (1,053)(2,672)(2,2) = 6,190 ton
w8 = b × h × γpasangan = (1,441)(0,888)(2,2) = 2,815ton
2 2
w9 = b × h × γpasangan = (1,183)(0,888)(2,2) = 1,541 ton
3 3
63
63
2 2
w10 = b × h × γpasangan = (0,721)(0,227)(2,2) = 0,240 ton
3 3
2 2
w11 = b × h × γpasangan = (0,721)(0,227)(2,2) = 0,240 ton
3 3
Titik berat dari masing-masing segmen memiliki lengan gaya menuju
titik guling b dengan arah vertical (sumbu Y) dan horizontal (sumbu X)
seperti yang tertera pada gambar 3.12 dan gambar 3.13.
64
64
Tabel 3. 14 Perhitungan Tekanan Berat Sendiri Bendung
65
65
Kv = koefisien gempa vertikal, (Pondasi batu: Kv = 0,05)
Mr1 = momen guling akibat berat sendiri (ton.m)
3.4.5. Gaya Angkat
1) Air Normal
ΣL = Lh + Lv = 18,5 m + 11,257 m = 29,757 m
Δ𝐻(𝑎𝑖𝑟 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙) = 𝑒𝑙𝑒𝑣. 𝑀𝐴𝑁 − 𝑒𝑙𝑒𝑣. 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑆𝑢𝑛𝑔𝑎𝑖
= 258,8 − 255 = 3,8 𝑚
𝐿𝑥
𝑈𝑥 = 𝐻𝑥 . ∆𝐻
∑𝐿
𝐿𝑥
𝑈𝑥 = 𝐻𝑥 . 3,8
29,757
𝑈𝑥 = 𝐻𝑥 − 0,128 𝐿𝑥
Keterangan:
Hx = tinggi muka air dari titik yang dicari (m)
Lx = panjang rayapan (m)
ΣL = total rayapan (m)
ΔH = tinggi muka air normal (m)
Ux = uplift pressure di titik x (t/m2)
66
66
Tabel 3. 15 Perhitungan Uplift Pressure pada Masing-Masing Titik
(Kondisi Muka Air Normal)
= - 5,846 ton
ℎ 2𝑎+𝑏
y = (3) 𝑎+𝑏
3 (2 . 0,257)+3,640
= (3) 0,257+3,640
= 1,066 m
ytotal = y(ab)
ytotal = 1,066 m
67
67
B-C 𝑈𝑏 +𝑈𝑐
V= ×ℎ
2
3,640+3,896
= ×2
2
= 7,536 ton
ℎ 2𝑏+𝑐
x = (3) 𝑏+𝑐
2 (2 . 3,640)+3,896
= (3) 3,640+3,896
= 0,989 m
xtotal = L(bc)- x(bc)
xtotal = 2 – 0,989 = 1,011 m
C-D 𝑈𝑐 +𝑈𝑑
H= ×ℎ
2
3,896+2,587
= × 1,5
2
= 2,295 ton
ℎ 2𝑑+𝑐
y = (3) 𝑑+𝑐
1,5 (2 . 2,587)+3,896
=(3) 2,587+3,896
= 0,7 m
ytotal = y(cd)
ytotal = 0,7 m
D-E 𝑈𝑑 +𝑈𝑒
V= ×ℎ
2
2,587+2,715
= ×1
2
= 2,651ton
ℎ 2𝑑+𝑒
x = (3) 𝑑+𝑒
1 (2 . 2,587)+2,715
= (3) 2,587+2,715
= 0,496 m
xtotal = L(de) - x(de) + L(bc)
xtotal = 1 – 0,496 + 2 = 2,504 m
E-F 𝑈𝑒 +𝑈𝑓
H= ×ℎ
2
2,715+2,279
= × 0,5
2
= 0,890 ton
68
68
ℎ 2𝑓+𝑒
y = (3) 𝑓+𝑒
0,5 (2 . 2,279)+2,715
=(3) 2,279+2,715
= 0,743 m
ytotal = y(ef) + L(cd)
ytotal = 0,743 + 1,5 = 1,743 m
F-G 𝑈𝑓 +𝑈𝑔
V= ×ℎ
2
2,279 +2,470
= × 1,5
2
= 2,497 ton
ℎ 2𝑓+𝑔
x = (3) 𝑓+𝑔
1,5 (2 . 2,279)+2,470
=(3) 2,279+2,470
= 0,740 m
xtotal = (L(fg) - x(fg)) + (L(bc) +
L(de))
xtotal = (1,5 – 0,740) + (2 + 1) =
3,760 m
G-H 𝑈𝑔 +𝑈ℎ
H=− ×ℎ
2
2,470+3,598
=− ×1
2
= - 3,034 ton
ℎ 2𝑔+ℎ
y = (3) 𝑔+ℎ
1 (2 . 2,470)+3,598
= (3) 2,470 +3,598
= 0,469 m
ytotal = (L(ef) +L(cd) - (L(gh)-
y(gh))
ytotal = (0,5 + 1,5) - (1 – 0,469) =
1,469 m
69
69
H-I 𝑈ℎ +𝑈𝑖
V= ×ℎ
2
3,598 +3,853
= ×2
2
= 7,451ton
ℎ 2ℎ+𝑖
x = (3) ℎ+𝑖
2 (2 . 3,598)+3,853
= (3) 3,598+3,853
= 0,989 m
xtotal = (L(hi) - x(hi)) + (L(bc) +
L(de) + L(fg))
xtotal = (2 – 0,989) + (2 + 1+ 1,5
) = 5,511 m
I-J 𝑈𝑖 +𝑈𝑗
H= ×ℎ
2
3,853+2,757
= × 1,257
2
= 3,925 ton
ℎ 2𝑗+𝑖
y = (3) 𝑗+𝑖
1,257 (2 . 2,648)+3,853
=( )
3 2,757+3,853
= 0,594 m
ytotal = y(ij)) + (L(cd)-0,5)
ytotal = 0,594 + (1,5-0,5) = 1,594
m
70
70
Tabel 3. 17 Gaya Angkat Akibat Air Normal
Gaya angkat:
𝑉 = 𝑓𝑢 × Σ𝑉 = 0,5(21,199) = 10,600 𝑡𝑜𝑛
𝐻 = 𝑓𝑢 × Σ𝐻 = 0,5(1,385) = 0,693 𝑡𝑜𝑛
𝑀𝑜 = 𝑓𝑢 × Σ𝑀𝑜 = 0,5(68,717) = 34,358 𝑡𝑜𝑛. 𝑚
𝑀𝑟 = 𝑓𝑢 × Σ𝑀𝑟 = 0,5(−1,510) = −0,755 𝑡𝑜𝑛. 𝑚
Keterangan: fu = koefisien reduksi untuk jenis tanah keras (50 %)
2) Air Banjir
ΣL = Lh + Lv = 18,5 m + 11,257 m = 29,757 m
Δ𝐻(𝑎𝑖𝑟 𝑏𝑎𝑛𝑗𝑖𝑟) = 𝑒𝑙𝑒𝑣. 𝑀𝐴𝐵 − 𝑒𝑙𝑒𝑣. 𝐷𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑆𝑢𝑛𝑔𝑎𝑖
= 260,704 − 255 = 5,704 𝑚
𝐿𝑥
𝑈𝑥 = 𝐻𝑥 . ∆𝐻
∑𝐿
𝐿𝑥
𝑈𝑥 = 𝐻𝑥 . 5,704
29,757
𝑈𝑥 = 𝐻𝑥 − 0,192 𝐿𝑥
Keterangan:
Hx = tinggi muka air dari titik yang dicari (m)
71
71
Lx = panjang rayapan (m)
ΣL = total rayapan (m)
ΔH = tinggi muka air normal (m)
Ux = uplift pressure di titik x (t/m2)
72
72
Tabel 3. 19 Perhitungan Uplift Pressure Kondisi Muka Air Banjir
= - 6,134 ton
ℎ 2𝑎+𝑏
y = (3) 𝑎+𝑏
3 (2 . 0,257)+3,832
= (3) 0,257+3,832
= 1,063 m
ytotal = y(ab)
ytotal = 1,063 m
B-C 𝑈𝑏 +𝑈𝑐
V= ×ℎ
2
3,832+4,215
= ×2
2
= 8,047 ton
ℎ 2𝑏+𝑐
x = (3) 𝑏+𝑐
2 (2 . 3,832)+4,215
= (3) 3,832+4,215
= 0,984 m
xtotal = L(bc)- x(bc)
xtotal = 2 – 0,984 = 1,016 m
C-D 𝑈𝑐 +𝑈𝑑
H= ×ℎ
2
4,215+3,003
= × 1,5
2
= 5,414 ton
ℎ 2𝑑+𝑐
y=( )
3 𝑑+𝑐
1,5 (2 .3,003)+4,215
=(3) 3,003+4,215
= 0,708 m
ytotal = y(cd)
ytotal = 0,708 m
73
73
D-E 𝑈𝑑 +𝑈𝑒
V= ×ℎ
2
3,003+3,195
= ×1
2
= 3,009 ton
ℎ 2𝑑+𝑒
x = (3) 𝑑+𝑒
1 (2 . 3,003)+3,195
= (3) 3,003+3,195
= 0,495 m
xtotal = L(de) - x(de) + L(bc)
xtotal = 1 – 0,495 + 2 = 2,505 m
E-F 𝑈𝑒 +𝑈𝑓
H= ×ℎ
2
3.195+2,790
= × 0,5
2
= 1,496 ton
ℎ 2𝑓+𝑒
y = (3) 𝑓+𝑒
0,5 (2 . 2,790)+3.195
=(3) 2,790+3.195
= 0,244 m
ytotal = y(ef) + L(cd)
ytotal = 0,244 + 1,5 = 1,744 m
F-G 𝑈𝑓 +𝑈𝑔
V= ×ℎ
2
2,790 +3,078
= × 1,5
2
= 4,401 ton
ℎ 2𝑓+𝑔
x = (3) 𝑓+𝑔
1,5 (2 . 2,790)+3,078
=( )
3 2,790+3,078
= 0,738 m
xtotal = (L(fg) - x(fg)) + (L(bc)
+ L(de))
xtotal = (1,5 – 0,738) + (2 + 1) =
3,762 m
74
74
G-H 𝑈𝑔 +𝑈ℎ
H=− ×ℎ
2
3,078+4,270
=− ×1
2
= - 3,674 ton
ℎ 2𝑔+ℎ
y = (3) 𝑔+ℎ
1 (2 . 3,078)+4,270
= (3) 3,078 +4,270
= 0,473 m
ytotal = (L(ef) +L(cd) - (L(gh)-
y(gh))
ytotal = (0,5 + 1,5) - (1 – 0,473)
= 1,473 m
H-I 𝑈ℎ +𝑈𝑖
V= ×ℎ
2
4,270 +4,653
= ×2
2
= 8,923 ton
ℎ 2ℎ+𝑖
x = (3) ℎ+𝑖
2 (2 . 4,270)+4,653
= (3) 4,270+4,653
= 0,986 m
xtotal = (L(hi) - x(hi)) + (L(bc)
+ L(de) + L(fg))
xtotal = (2 – 0,986) + (2 + 1+ 1,5
) = 5,514 m
I-J 𝑈𝑖 +𝑈𝑗
H= ×ℎ
2
4,653+3,637
= × 1,257
2
= 5,210 ton
ℎ 2𝑗+𝑖
y = (3) 𝑗+𝑖
1,257 (2 . 3,637)+4,653
=( )
3 3,637+4,653
= 0,603 m
75
75
ytotal = y(ij)) + (L(cd)-0,5)
ytotal = 0,603 + (1,5-0,5) =
1,603 m
Gaya angkat:
𝑉 = 𝑓𝑢 × Σ𝑉 = 0,5(24,470) = 12,235 𝑡𝑜𝑛
𝐻 = 𝑓𝑢 × Σ𝐻 = 0,5(2,313) = 1,156 𝑡𝑜𝑛
𝑀𝑜 = 𝑓𝑢 × Σ𝑀𝑜 = 0,5(81,698) = 40,849 𝑡𝑜𝑛. 𝑚
𝑀𝑟 = 𝑓𝑢 × Σ𝑀𝑟 = 0,5(−2,864) = −1,432 𝑡𝑜𝑛. 𝑚
Keterangan: fu = koefisien reduksi untuk jenis tanah keras (50 %)
76
76
Tabel 3. 21 Rekapitulasi Gaya-Gaya`
77
77
Σ𝑀𝑟 = 21,685 + 56,381 + 197,249 − 0,755 = 274,561 𝑡. 𝑚
Kontrol:
a. Terhadap guling (over turning)
Σ𝑀 274,561
SF= Σ𝑀𝑟 = = 2,880 … … … … … … … . ≥ 1,50 (𝑂𝐾)
𝑜 95,330
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×0,5×𝑏𝑥
𝜎= ± 1 3
𝐴 𝑏 𝑏
12 𝑥 𝑦
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×6
𝜎=𝑏 ±
𝑥 𝑏𝑦 𝑏𝑥2 𝑏𝑦
Σ𝑉 6𝑒
𝜎=𝑏 (1 ± 𝑏 )
𝑥 ×𝑏𝑦 𝑥
78
78
b) Keadaan Air Banjir dengan Uplift Pressure
Σ𝐻 = 3(𝑏) + 3(𝑐) + 3(ℎ)
Σ𝐻 = 11,924 + 6,257 + 1,156 = 19,338 𝑡
Σ𝑉 = 2(𝑏) + 2(𝑐) + 2(𝑑) − 2(ℎ)
Σ𝑉 = 8,955 + 9,356 + 60,317 − 12,235 = 66,394 𝑡
Σ𝑀𝑜 = 4(𝑏) + 4(𝑐) + 4(ℎ)
Σ𝑀𝑜 = 58,519 + 28,308 + 40,849 = 127,677 𝑡. 𝑚
Σ𝑀𝑟 = 5(𝑏) + 5(𝑐) + 5(𝑑) + 5(ℎ)
Σ𝑀𝑟 = 39,853 + 56,381 + 197,249 − 1,432 = 292,052 𝑡. 𝑚
Kontrol:
a. Terhadap guling (over turning)
Σ𝑀 292,052
SF= Σ𝑀𝑟 = 127,677 = 2,287 … … … … … … … . ≥ 1,50 (𝑂𝐾)
𝑜
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×0,5×𝑏𝑥
𝜎= ± 1 3
𝐴 𝑏 𝑏
12 𝑥 𝑦
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×6
𝜎=𝑏 ±
𝑥 𝑏𝑦 𝑏𝑥2 𝑏𝑦
79
79
Σ𝑉 6𝑒
𝜎=𝑏 (1 ± 𝑏 )
𝑥 ×𝑏𝑦 𝑥
80
80
Σ𝑀𝑟 −Σ𝑀𝑜 274,561 −115,191
𝑎= = = 2,543 𝑚
Σ𝑉 62,672
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×0,5×𝑏𝑥
𝜎= ± 1 3
𝐴 𝑏 𝑏
12 𝑥 𝑦
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×6
𝜎=𝑏 ±
𝑥 𝑏𝑦 𝑏𝑥2 𝑏𝑦
Σ𝑉 6𝑒
𝜎=𝑏 (1 ± 𝑏 )
𝑥 ×𝑏𝑦 𝑥
81
81
Σ𝑀 275,316
SF= Σ𝑀𝑟 = = 3,406 … … … … … … … . ≥ 1,50 (𝑂𝐾)
𝑜 80,833
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×0,5×𝑏𝑥
𝜎= ± 1 3
𝐴 𝑏 𝑏
12 𝑥 𝑦
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×6
𝜎=𝑏 ±
𝑥 𝑏𝑦 𝑏𝑥2 𝑏𝑦
Σ𝑉 6𝑒
𝜎=𝑏 (1 ± 𝑏 )
𝑥 ×𝑏𝑦 𝑥
82
82
Σ𝑉 = 8,955 + 9,356 + 60,317 − 12,235 = 66,394 𝑡
Σ𝑀𝑜 = 4(𝑏) + 4(𝑐) + 4(𝑒) + 4(ℎ)
Σ𝑀𝑜 = 58,519 + 28,308 + 19,861 + 40,849 = 147,538 𝑡. 𝑚
Σ𝑀𝑟 = 5(𝑏) + 5(𝑐) + 5(𝑑) + 5(ℎ)
Σ𝑀𝑟 = 39,853 + 56,381 + 197,249 − 1,432 = 292,052 𝑡. 𝑚
Kontrol:
a. Terhadap guling (over turning)
Σ𝑀 292,052
SF= Σ𝑀𝑟 = 147,538 = 1,980 … … … … … … … . ≥ 1,50 (𝑂𝐾)
𝑜
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×0,5×𝑏𝑥
𝜎= ± 1 3
𝐴 𝑏 𝑏
12 𝑥 𝑦
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×6
𝜎=𝑏 ±
𝑥 𝑏𝑦 𝑏𝑥2 𝑏𝑦
Σ𝑉 6𝑒
𝜎=𝑏 (1 ± 𝑏 )
𝑥 ×𝑏𝑦 𝑥
83
83
66,394 6(1,073 )
𝜎𝑚𝑎𝑥 = (1 + ) = 20,335 𝑡/𝑚2 < σ’= 28,6 t/m2 (OK)
6,5×1 6,5
66,394 6(1,073 )
𝜎𝑚𝑖𝑛 = (1 − ) = 0,094 𝑡/𝑚2 > 0 (OK)
6,5×1 6,5
84
84
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×0,5×𝑏𝑥
𝜎= ± 1 3
𝐴 𝑏 𝑏
12 𝑥 𝑦
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×6
𝜎=𝑏 ±
𝑥 𝑏𝑦 𝑏𝑥2 𝑏𝑦
Σ𝑉 6𝑒
𝜎=𝑏 (1 ± 𝑏 )
𝑥 ×𝑏𝑦 𝑥
85
85
f × Σ𝑉 0,7 × 65,688
SF = = = 3,246 … … … … … . ≥ 1,20 (𝑂𝐾)
Σ𝐻 14,170
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×0,5×𝑏𝑥
𝜎= ± 1 3
𝐴 𝑏 𝑏
12 𝑥 𝑦
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×6
𝜎=𝑏 ±
𝑥 𝑏𝑦 𝑏𝑥2 𝑏𝑦
Σ𝑉 6𝑒
𝜎=𝑏 (1 ± 𝑏 )
𝑥 ×𝑏𝑦 𝑥
86
86
Σ𝑀𝑟 = 5(𝑎) + 5(𝑐) + 5(𝑑) + 5(𝑓)
Σ𝑀𝑟 = 21,685 + 56,381 + 197,249 + 9,862 = 285,178 𝑡. 𝑚
Kontrol:
a. Terhadap guling (over turning)
Σ𝑀 285,178
SF= Σ𝑀𝑟 = = 4,677 … … … … … … … . ≥ 1,50 (𝑂𝐾)
𝑜 60,971
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×0,5×𝑏𝑥
𝜎= ± 1 3
𝐴 𝑏 𝑏
12 𝑥 𝑦
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×6
𝜎=𝑏 ±
𝑥 𝑏𝑦 𝑏𝑥2 𝑏𝑦
Σ𝑉 6𝑒
𝜎=𝑏 (1 ± 𝑏 )
𝑥 ×𝑏𝑦 𝑥
87
87
c) Keadaan Air Banjir dengan Uplift Pressure
Σ𝐻 = 3(𝑏) + 3(𝑐) + 3(ℎ)
Σ𝐻 = 11,924 + 6,257 + 1,156 = 19,338 𝑡
Σ𝑉 = 2(𝑏) + 2(𝑐) + 2(𝑑) + 2(𝑓) − 2(ℎ)
Σ𝑉 = 8,955 + 9,356 + 60,317 + 3,016 − 12,235 = 69,410 𝑡
Σ𝑀𝑜 = 4(𝑏) + 4(𝑐) + 4(ℎ)
Σ𝑀𝑜 = 58,519 + 28,308 + 40,849 = 127,677 𝑡. 𝑚
Σ𝑀𝑟 = 5(𝑏) + 5(𝑐) + 5(𝑑) + 5(𝑓) + 5(ℎ)
Σ𝑀𝑟 = 39,853 + 56,381 + 197,249 + 9,862 − 1,432
= 309,914 𝑡. 𝑚
Kontrol:
a. Terhadap guling (over turning)
Σ𝑀 309,914
SF= Σ𝑀𝑟 = = 2,365 … … … … … … … . ≥ 1,50 (𝑂𝐾)
𝑜 127,677
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×0,5×𝑏𝑥
𝜎= ± 1 3
𝐴 𝑏 𝑏
12 𝑥 𝑦
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×6
𝜎=𝑏 ±
𝑥 𝑏𝑦 𝑏𝑥2 𝑏𝑦
88
88
Σ𝑉 6𝑒
𝜎=𝑏 (1 ± 𝑏 )
𝑥 ×𝑏𝑦 𝑥
89
89
d. Tegangan yang terjadi pada tanah akibat beban-beban pada
bendung:
Σ𝑉 𝑀𝑥
𝜎= ±
𝐴 𝐼𝑦
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×0,5×𝑏𝑥
𝜎= ± 1 3
𝐴 𝑏 𝑏
12 𝑥 𝑦
Σ𝑉 Σ𝑉×𝑒×6
𝜎=𝑏 ±
𝑥 𝑏𝑦 𝑏𝑥2 𝑏𝑦
Σ𝑉 6𝑒
𝜎=𝑏 (1 ± 𝑏 )
𝑥 ×𝑏𝑦 𝑥
90
90
Tabel 3. 22 Akumulasi Kombinasi Gaya-Gaya yang Bekerja pada Tubuh Bendung
Tegangan Tanah
SF Tanpa Dengan
Gempa Gempa
Kombinasi gaya – gaya
Guling Geser Max Min Max Min
< 20 < 28,6
≥1,50 ≥1,20 >0 >0
t/m2 t/m2
Tanpa Gempa
1 a. Air Normal + gaya angkat 2,767 3,097 13,115 6,169 - -
b. Air Banjir + gaya angkat 2,217 2,404 17,514 2,914 - -
Dengan Gempa Horizontal
a. Air Normal + gaya angkat 2,384 2,172 - - 15,935 3,349
2 b. Air Normal 3,406 2,630 - - 17,471 5,074
c. Air Banjir + gaya angkat 1,980 1,832 - - 20,335 0,094
d. Air Banjir 2,751 2,274 - - 21,860 2,334
Dengan Gempa Vertikal
a. Air Normal + gaya angkat 2,984 3,246 - - 13,570 6,642
3 b. Air Normal 4,677 3,963 - - 15,106 8,367
c. Air Banjir + gaya angkat 2,365 2,513 - - 17,970 3,387
d. Air Banjir 3,494 3,144 - - 19,495 5,627
Kesimpulan:
Dari tabel akumulasi di atas yaitu bendung yang dirancang aman
terhadap gaya guling atau geser akibat berat bendung itu sendiri dan tekanan
air yang terjadi akibat muka air banjir dan muka air normal. Tegangan tanah
akibat bendung yang direncanakan tidak melewati tegangan tanah izin yang
ditentukan.
91
91
3.5. Intake dan Pintu Intake
Bangunan pengambilan (intake) berfungsi untuk mengambil air dari
sungai dalam jumlah yang diinginkan. Pengambilan dibuat dekat dengan
pembilas dan as bendung. Pembilas pengambilan dilengkapi dengan pintu dan
bagian depannya terbuka untuk menjaga jika terjadi muka air tinggi selama
banjir. Besarnya bukaan pintu bergantung kepada kecepatan aliran masuk yang
diizinkan. Kecepatan ini bergantung kepada ukuran butir bahan yang dapat
diangkut.
Pintu pengambilan biasanya dibuat miring dari arah aliran sungai
dengan sudut (α) antara 45º - 60º dan disesuaikan dengan kondisi bendung.
Tinggi ambang pengambilan sangat bergantung dari material yang terbawa
oleh sungai, dan direncanakan di atas dasar sungai dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Tinggi ambang diambil 0,50 m, jika sungai membawa lanau/lumpur
2. Tinggi ambang diambil 0,50-1,00 m, jika sungai membawa pasir dan
kerikil
3. Tinggi ambang diambil 1,00-1,50 m, jika sungai membawa batuan dan
bangalan.
Hal tersebut dimaksudkan agar sedimen-sedimen seperti lanau, pasir,
kerikil, dan batu tidak ikut terbawa ke dalam saluran pengambilan. Pengaliran
yang melewati ambang pengambilan dianggap pengaliran melewati ambang
lebar dan sempurna. Untuk perencanaan pintu pengambilan selain ditentukan
oleh segi praktis, juga ditentukan oleh segi estetika. Ukuran yang baik untuk
pintu pengambilan adalah :
• b : h = 1,0 : 1,0
• b : h = 1,5 : 1,0
• b : h = 2,0 : 1,0
dengan : b = lebar pintu h = tinggi pintu
92
92
Gambar 3. 17 Skema Bentuk Bangunan Pengambilan (Intake)
Diketahui:
Debit pengambilan satu sisi (Q1) = 1,3 m3/dt
Tinggi mercu bendung (P) = 3,8 m
Tinggi ambang intake (p’) = 1 m.
Perbandingan ukuran pintu = b ; h = 1,5 ; 1,0
Kecepatan pengaliran = 1,25 m/dt
𝑉2 1,252
z = 𝑐 2 .2𝑔 = 0,72×2×9,81 = 0,163 m
Kontrol
𝑄 ′ = 𝑐. 𝐴. √2. 𝑔. 𝑧
93
93
h = tinggi bukaan (m)
Q = debit rencana pengambilan (m3/dt)
=1,145 t/m
94
94
1 1
L = 𝑏 + 2𝑎 .2𝑎 = 𝑏 + 𝑎
= 1,5 + 0,2
= 1,7 m
Momen Lentur:
Beban diasumsikan sebagai beban merata yang bekerja pada lebar pintu
dengan perletakan dianggap sendi roll.
= 0,414 t.m
Mutu baja → Fe 360 → 𝛿 = 24000 t/m2
𝛿 24000
Karena terendam maka , 𝛿 ̅ = 1,5 = = 16000 t/m2
1,5
95
95
6 .𝑀
𝑡2 =
ℎ .𝜎
6 . 0,414
𝑡=√
0,25 . 16000
96
96
1,04 = 1,5ℎ + ℎ2
ℎ2 + 1,5ℎ − 1,04 = 0
−𝑏 ± √𝑏 2 − 4𝑎𝑐
ℎ1,2 =
2𝑎
−1,5 ± √1,52 − 4(1)(−1,04)
ℎ1,2 =
2(1)
ℎ1 = 0,516 m
ℎ2 = -2,016 m
Sehingga dipakai h = 0,516 m
Tabel 3. 23 Tinggi Jagaan
97
97
3.6. Pintu Pembilas
Bangunan pembilas berfungsi untuk mengurangi sebanyak mungkin
benda-benda terapung dan fraksi-fraksi sedimen kasar yang yang masuk ke
jaringan saluran irigasi. Lantai pembilas merupakan kantong tempat
mengendapnya bahan–bahan kasar di depan pembilas pengambilan. Sedimen
yang terkumpul dapat dibilas dengan membuka pintu pembilas secara berkala
guna menciptakan aliran terkonsentrasi tepat di depan pengambilan.
Lebar sekat balok (b) = 1,5 m (data dari BAB III Perencanaan Badan
Bendung). Rumus kecepatan yang dipakai pada pintu pembilas:
𝑉𝑐 = 1,5 × 𝑐 × √𝑑
Keterangan:
Vc = Kecepatan kritis yang diperlukan untuk pengurasan (m/dt)
c = Koefisien (tergantung dari bentuk endapan). Harga koefisien 3,2 – 5,5
d = Diameter butir/endapan maksimum
Jadi, kecepatan pembilasan sangat ditentukan oleh diameter butir
maksimum yang lewat, dimana dianggap diameter material (d) adalah 0,3 m
dan c yang di ambil adalah 4,5.
Maka :
𝑉𝑐 = 1,5 × 4,5 × √0,3
= 3,697 m/dt
Tinggi muka air normal (H) = 3,8 m
3.6.1. Perencanaan Tinggi Pintu Pembilas
1. Pintu Terbuka Sebagian
Rumus:
1
𝑉𝑐 = 𝑐 × √𝑑 × 𝑔 × 𝑧 = 𝑐 × √𝑑 × 𝑔 × (𝐻 − )
2
Dimana:
c = koefisien yang tergantung dari lebar pintu
Untuk b < 1 m, maka c2 = 0,60
Untuk b > 1 m, maka c2 = 0,70
Untuk 1,50 m < b < 2,0 m, maka c2 = 0,70-0,72
98
98
y = Tinggi bukaan pintu
1
z = (𝐻 − 2)
𝑉𝑐 2
= 𝑐 2 ×2×𝑔
3,6972
= 4,52 ×2×9,8
= 1,345
1
y = 𝐻 − 0,1 − 𝑧
2
99
99
𝐻
𝑄 = 𝐴 × 0,72 × √2 × 9,81 ×
3
𝐻
𝑄 𝐴 × 0,72 × √2 × 9,81 × 3
𝑉𝑐 = =
𝐴 𝐴
𝐻
3,697 = 0,72 × √2 × 9,81 ×
3
𝐻 = 4,036 m
𝐻 4,036
𝑧= = = 1,345 m
3 3
100
100
1. Akibat Tekanan Air
h1 = M.A.B – dasar sungai = 5,704 m
h2 = 5,704 – 0,25 = 5,454 m
𝛾𝑎𝑖𝑟(ℎ1 + ℎ2)
𝑃𝑤 = .ℎ
2
1 (5,704+5,454)
𝑃𝑤 = . 0,25 = 1,395 t/m
2
101
101
4. Momen Lentur
Lebar sekat balok (b) = 1,6 m
L = a + b + a = 0,2 + 1,6 + 0,2 = 2 m
1
M = 8 . 𝑃 . 𝐿2
1
= 8 . 2,191 . 2 2
= 1,095 t.m
Pintu pembilas direncanakan mekai baja Fe 360.
Mutu baja → Fe 360 → 𝛿 = 24000 t/m2
𝛿 24000
Karena terendam maka , 𝛿 ̅ = 1,5 = = 16000 t/m2
1,5
6 .𝑀
𝑡2 =
ℎ .𝜎
6 .1,095
𝑡=√
0,25 . 16000
102
102
3.7. Kantong Lumpur
Kantong lumpur merupakan bangunan yang berada di pangkal saluran
induk dan berfungsi untuk menampung serta mengendapkan lumpur, pasir, dan
kerikil. Ini bertujuan agar bahan endapan tersebut tidak terbawa saluran di
hilirnya. Bangunan kantong lumpur dibersihkan tiap jangka waktu tertentu.
3.7.1. Data Umum Perencanaan
Data Pengambilan Satu Sisi:
Debit Pengambilan (Q1) = 1,3 m3/dt
Kecepatan pengaliran (V) = 1,25 m/dt
Lebar saluran (b) = 1,5 m
Kemiringan melintang saluran (m) =1:1
Koefisien kekerasan dinding saluran (k) = 40
Area/luas = 1,04 m2
3.7.2. Perencanaan Umum Kantong Lumpur
a. Tinggi Penampang Basah (h)
1
𝐴= . ℎ. (2𝑏 + 2ℎ)
2
1
1,04 = . ℎ. (2(1,5) + 2ℎ)
2
1
1,04 = . ℎ. (3 + 2ℎ)
2
ℎ2 + 1,5ℎ − 1,04 = 0
Dengan menggunakan rumus abc, maka:
−𝑏 ± √𝑏 2 − 4𝑎𝑐
ℎ1,2 =
2𝑎
−1,5 ± √1,52 − 4(1)(−1,04)
ℎ1,2 =
2(1)
ℎ1 = 0,516 m
ℎ2 = -2,016 m
Sehingga dipakai h = 0,516 m
b. Keliling Basah (h)
𝑃 = 𝑏 + 2ℎ√2 = 1,5 + 2(0,516)√2
𝑃 = 2,959 m
103
103
c. Jari-Jari Hidraulis (R)
𝐴 1,04
𝑅 = 𝑃 = 2,959 = 0,351 m
Keterangan :
Ψ = Koefisien viskositas (t/m³)
Tc = 25°
b. Kecepatan Jatuh (w)
1 𝛾𝑠−𝛾𝑤 1 1−2,6
w = 18 . 𝐷2 . . 𝑔 = 18 . 0,012 . . 9,8 = 0,0102 m/dt
ψ 0,009
Keterangan :
w = kecepatan jatuh (m/dt)
D = diameter sedimen = 0,01 m
γs = berat jenis sedimen = 2,60 t/m3
γw = berat jenis air = 1,0 t/m3
c. Lebar Kantong Lumpur (bl)
Lebar kantong lumpur diasumsikan 4-6 kali lebih besar dari lebar
saluran untuk memperkecil panjang kantong lumpur.
Lebar kantong lumpur (bl) = 5 x 1,5 m = 7,5 m.
Agar tidak memerlukan lahan yang luas, maka lebar kantong lumpur
dipakai 4 m.
d. Luas Penampang Basah (A)
𝐴 = (𝑏 + 𝑚. ℎ). ℎ = (4 + 1 . 0,516). 0,516 = 2,330 m2
𝑄 1,3
V = 𝐴 = 2,330 = 0,558 m/dt
104
104
3.7.4. Perencanaan Aliran Kritis
a. Tinggi Aliran Kritis (Yc)
Luas aliran kritis (Ac) = (b + m.Yc).Yc
Permukaan Kritis (Tc) = b + 2m. Yc
Ac
Kedalaman hidrolis (dc) =
Tc
(𝑏+𝑚.𝑌𝑐).𝑌𝑐
Vc = √𝑔. 𝑑𝑐 = √𝑔. ………………………………. (1)
𝑏+2𝑚.𝑌𝑐
𝑄𝑐 0,75𝑄
Vc = = ………………………………………………. (2)
𝐴𝑐 𝐴𝑐
Syarat Kritis FR = 1
𝑔. [(𝐵 + 𝑚𝑌𝑐 )𝑌𝑐 ]3
𝐹𝑅 =
0,563𝑄 2 . (𝐵 + 2. 𝑚. 𝑌𝑐
Tinggi aliran kritis dicari dengan Trial and Error dengan
mengontrol FR syarat dengan FR yang didapat dari hitungan Yc
yang dicoba.
Tabel 3. 24 Tinggi Aliran Kritis.
Perkiraan Yc
Bagian
0,111 0,116 0,121 0,126 0,179
(𝑏+𝑚.𝑌𝑐).𝑌𝑐 0,457 0,478 0,499 0,520 0,750
g((b+m.Yc).Yc)^3 0,935 1,071 1,220 1,382 4,140
0,5625.Q^2.(b+2.m.Yc) 4,014 4,023 4,033 4,042 4,144
Fr 0,233 0,266 0,302 0,342 1,00
Sehingga dipakai nilai Yc = 0,179 m
b. Kecepatan Aliran Kritis (Vc)
𝑔.(𝑏+𝑚.𝑌𝑐).𝑌𝑐 9,8 .(4+1.0,179).0,179
𝑉𝑐 = √ =√ = 1,299 m/dt
𝑏+2.𝑚.𝑌𝑐 4+2.1.0,179
105
105
e. Jari-Jari Hidrolis pada Aliran Kritis (Rc)
𝐴𝑐 0,750
𝑅𝑐 = 𝑃𝑐 = 6,165 = 0,122 m
106
106
Gambar 3. 30 Potongan Melintang Kantong Lumpur
107
107
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pada tugas Perancangan Irigasi dan Banguna Air ini dengan ketentuan
debit banjir rencana sungai/bendung sebesar 92 m3/dt dan lebar dasar sungai
sebesar 25 m, didapat:
a. Pada perhitungan badan bendung didapat bendung dengan ketinggian
mercu sebesar 3,8 m.
b. Pada perhitungan stabilitas bendung, didapat ketahanan konstruksi
bendung terhadap semua gaya-gaya yang bekerja pada bendung yang
mampu menggulingkan bendung tersebut.
c. Pada bangunan pengambilan dan pembilas direncanakan menggunakan
pintu dengan bahan baja. Didapat bangunan pengambilan memiliki 2 pintu
dengan panjang 1,5 m, tinggi 1 m, dan lebar 3 cm. Bangunan pembilas
memiliki 2 pintu di masing-masing sisi bendung yang terbuka penuh untuk
pengurasannya.
d. Pada perencanaan kantong lumpur didapat lebar kantong lumpur sebesar
7,5 m, panjang sebesar 16 m, dengan kedalaman 0,204 m.
4.2. Saran
Dalam Perancangan Irigasi dan Bangunan Air haruslah teliti dalam
setiap perhitungan dan analisisnya. Untuk mendapatkan parameter yang ideal
terutama pada bagian pondasi bendung, dinding penahan tanahlah yang diatur
dimensinya agar tidak terlalu boros tetapi aman terhadap semua gangguan.
Untuk kedepannya, dimensi bendung perlu diperhatikan sehingga pada
hasil akumulasi gaya-gaya yang terjadi pada bendung tidak terlalu besar dari
SF yg diisyaratkan agar tidak mengalami kerugian secara material dalam
merencanakan bendung tersebut.
108
108
DAFTAR PUSTAKA
DPU, D. S. (2013a) Standar Perencanaan Irigasi KP-01: Perencanaan Jaringan
Irigasi. Jakarta: PU.
DPU, D. S. (2013b) Standar Perencanaan Irigasi KP-02: Bangunan Utama.
Jakarta: PU.
DPU, D. S. (2013c) Standar Perencanaan Irigasi KP-03: Kriteria Perencanaan
Bagian Saluran . Jakarta: PU.
Himari, I. P. (2010) ‘Analisis Debit Banjir Rancangan Untuk Perencanaan
Bendung Randangan’, 2(1), pp. 87–89.
Mangore, V. R. et al. (2013) ‘Perencanaan Bendung Untuk Daerah Irigasi Sulu’,
1(7), pp. 533–541.
Marwadi, E. (2002) Desain Hidraulik Bendung Tetap untuk Irigasi Teknis. 3rd
edn. Bandung: Alfabeta.
109
109
LAMPIRAN
A. Gambar dengan satuan cm pada autocad dan memakai skala 1:100, 1:50, dan
1:20.
1) Gambar 1 : Denah Tampak Atas
2) Gambar 2 : Potongan A-A (Potongan Melintang Bagian Belakang Tubuh
Bendung)
3) Gambar 3 : Potongan B-B (Potongan Melintang Bagian Depan Tubuh
Bendung)
4) Gambar 4 : Potongan C-C (Potongan Melintang Pintu pengambilan)
5) Gambar 5 : Potongan D-D (Potongan Melintang Kantong Lumpur)
6) Gambar 6 : Potongan E-E (Potongan Melintang Saluran Primer)
7) Gambar 7 : Potongan I-I (Potongan Menanjang Tubuh Bendung)
8) Gambar 8 : Potongan II-II (Potongan Memanjang Pintu Pembilas)
9) Gambar 9 : Potongan III-III (Potongan Memanjang Intake, Kantong
Lumpur, dan Saluran Primer)
10) Gambar 10 : Detail Pintu Pengambilan dan Pembilas
B. Gambar dengan satuan asli (m) pada autocad dengan kop gambar yang
diskalakan.
1) Gambar 1 : Denah Tampak Atas
2) Gambar 2 : Potongan A-A (Potongan Melintang Bagian Belakang Tubuh
Bendung)
3) Gambar 3 : Potongan B-B (Potongan Melintang Bagian Depan Tubuh
Bendung)
4) Gambar 4 : Potongan C-C (Potongan Melintang Pintu pengambilan)
5) Gambar 5 : Potongan D-D (Potongan Melintang Kantong Lumpur)
6) Gambar 6 : Potongan E-E (Potongan Melintang Saluran Primer)
7) Gambar 7 : Potongan I-I (Potongan Menanjang Tubuh Bendung)
8) Gambar 8 : Potongan II-II (Potongan Memanjang Pintu Pembilas)
9) Gambar 9 : Potongan III-III (Potongan Memanjang Intake, Kantong
Lumpur, dan Saluran Primer)
10) Gambar 10 : Detail Pintu Pengambilan dan Pembilas
110
110