Diajukan untuk Memenuhi Syarat Tugas Mata Kuliah Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
Oleh :
NAMA NPM
Leli Nopida Purba 1116006
Lamtiurma Hutagalung 1116005
Nivaldo Mili 1116008
Sebatian Ulan 1116010
Tria Miranda 1117106
1
PRAKATA
Puji serta rasa syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
berkenan memberikan rahmat, karunia, dan petunjuk-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah analisis mengenai dampak lingkungan. Tugas ini dibuat
sebagai salah satu syarat mata kuliah analisis mengenai dampak ligkungan di Sekolah Tinggi
Teknologi Mineral Indonesia, Provinsi Jawa Barat. Dalam mata kuliah ini, kami diberikan
judul “Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
(Pulau 2A,2B dan 1) Di Kawasan Pantai Utara Jakarta Kelurahan Kapuk Muara dan
Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Kota Administrasi Jakarta Utara”.
Kami menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan, karena itu, kami akan
menerima masukan sehingga laporan ini semakin lebih baik lagi nantinya di kemudian hari.
.
Hormat kami,
2
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA............................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................2
1.3 PERATURAN........................................................................................................................2
2.1.1 Pemrakarsa.....................................................................................................................2
3.1.1 Iklim..............................................................................................................................2
3
3.1.2 Kualitas Udara dan Kebisingan......................................................................................2
3.2 GEOLOGI.............................................................................................................................2
3.3 HIDRO-OSEANOGRAFI.....................................................................................................2
3.6.3 Kamtibmas.....................................................................................................................2
4
4.5 BATAS WILAYAH STUDI...................................................................................................2
5
1 BAB I
PENDAHULUAN
6
DKI Jakarta untuk merealisasikan penataan dan pembangunan Kawasan Pantura Sub
Kawasan Barat melalui kontribusi rangkaian kegiatan, terutama:
1. Mendukung Pemerintah dalam mengembangkan program penyediaan dan penyiapan
tanah hasil reklamasi bagi pembangunan pemukiman, komersial, jasa dan rekreasi beserta
sarana dan prasarana lingkungan yang memadai.
2. Kontribusi dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan (revitalisasi)
melalui penataan kembali dan penyediaan sarana dan prasarana lingkungan, perbaikan
kampung, dan pembangunan rumah susun yang dilaksanakan oleh instansi terkait.
3. Kontribusi dalam rangka pelestarian ekosistem mangrove Angke Kapuk.
4. Kontribusi dalam rangka peningkatan aksesibilitas antara Kawasan Pantura Jakarta
dengan wilayah Kabupaten Tangerang.
5. Membantu upaya pengendalian banjir dan pemeliharaan sungai.
6. Meningkatkan fungsi pantai sebagai public domain
1.3 PERATURAN
Penyusunan ANDAL Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (3 Pulau ) ini didasarkan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :
a. Undang-undang
b. Peraturan Pemerintah
c. Peraturan Prisiden Republik Indonesia
d. Keputusan Prisiden Republik Indonesia
e. Keputusan Kepala Bapedal
f. Peraturan Daerah
g. Keputusan dan Peraturan Gubernur
2 BAB II
RENCANA KEGIATAN
2.1.1 Pemrakarsa
7
Fax Nomor : (021) 5882332, 5881036
Penanggung Jawab : Ir. Budi Nurwono
Jabatan : Direktur Utama
Jenis Kegiatan : Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
Luas Lahan :
Pulau 2A ± 310 Ha.
Pulau 2B ± 285Ha.
Pulau 1 ± 275Ha.
± 870 Ha.
Luas Area Kerja : ± 1.131 Ha (Hasil pengukuran dan pemetaan oleh Dinas Pertanahan
dan Pemetaan DKI Jakarta, hingga kedalaman -8 meter).
8
2.2 URAIAN RENCANA KEGIATAN
9
1. Sebelah Utara : Perairan Kepulauan Seribu/Laut Jawa (kedalaman -8
m).
2. Sebelah Timur : Perairan Muara Angke dan Pantai Mutiara.
3. Sebelah Selatan : Hutan Mangrove/Hutan Lindung Angke Kapuk (yang
lebarnya rata-rata ± 200 m) dan Kawasan Pantai Indah Kapuk.
4. Sebelah Barat : Perbatasan Propinsi DKI Jakarta dengan Propinsi
Banten.
10
Kegiatan pada tahap prakonstruksi yang di lakukan PT. Kapuk Naga Indah sempat
terhenti karena krisis ekonomi dan finansial yang belangsung hingga tahun 2000. Pada Tahun
2005 PT. Kapuk Naga Indah kembali melakukan kajian-kajian persiapan, terutama :
1. Pemutakhiran konsep reklamasi oleh konsultan perencana terdahulu.
Sebagaimana halnya pada kajian perencanaan tahun 1997, perencanaan
sekarang ini juga mempertimbangkan hasil kajian pemodelan hidrodinamika
perairan laut dan pertimbangan kajian hidrolika perairan sungai dan estuary
2. Konsultasi penjabaran Rencana Tata Ruang baik di lingkungan Pemerintah
DKI Jakarta maupun Pemerintah Pusat.
3. Melakukan identifikasi lokasi-lokasi quary pasir laut dan batuan yang
ditawarkan oleh pihak ke tiga, yang pengadaannya nanti akan dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pengukuran dan pemetaan -8 m sistem proyeksi TM3˚
5. Melakukan konsultasi dengan berbagai instansi terkait dalam rangka optimasi
rencana pembangunan.
6. Melakukan kajian AMDAL dan melibatkan masyarakat di dalam proses
penyusunan AMDAL agar dapat dilakukan minimasi dampak negatif dan
optimasi dampak positif.
7. Pembuatan UDGL (Urban Design Guide Line)
8. Pekerjaan Pra-Kualifikasi, Kualifikasi dan Tender.
9. Pekerjaan yang masih harus dilakukan berkaitan dengan perijinan
pembangunan fisik, terutama Ketetapan Rencana Kota, Ijin Pendahuluan, Ijin
Membangun Prasarana dan pekerjaan pengukuran, pematokan(uitzet)lokasi
yang akan dibangun
11
1. Tenaga Ahli (Perencana) 20 2
2. Tenaga Ahli Teknik Sipil 20 2
3. Tenaga Ahli Bidang Lain 40 4
4. Tenaga Pengawas 30 3
Lapangan
5. Pelaksana (Tukang) 250 25
6. Pembantu Pelaksana 600 60
(Kenek)
7. Tenaga Penjaga 40 4
Keamanan
Jumlah 1000 100
12
Derajat keterbukaan tanggul batas tergantung pada keberadaan Pulau 1 dan 2B.
Pulau 2A merupakan pulau pertama yang akan dikembangkan. Dianggap bahwa 3
tahun setelah penyelesaian Pulau 2A dan 2B kemudian dibangun Pulau 1. Tanggul
batas sebelah barat dan timur Pulau 2A oleh sebab itu akan terbuka terhadap
gelombang selama periode maksimum 5 tahun (yang bersesuaian dengan periode
ulang yang dipersingkat sebesar 1/100).
Pengaruh land subsidense dan kenaikan muka air laut
Jakarta dan sekitarnya terletak pada zona dataran-rendah pantai di mana tanahnya
sensitif terhadap subsidens. Subsiden tanah disebabkan oleh:
a)Pengaruh penurunan muka-tanah jangka-pendek atau primer
b)Konsolidasi sekunder pada lapisan paling atas endapan baru.
c)Konsolidasi pada lapisan akibat penyedotan air tanah.
4. Kondisi-kondisi Ekstrem
a. Tsunami
Tsunami ialah sederetan gelombang yang ditimbulkan apabila sekumpulan air
dipindahkan secara cepat dalam skala yang sangat besar.
b. Gempa
Struktur geoteknis didesain pada percepatan permukaan selama terjadinya gempa
sebesar 0,30g sesuai dengan peta gempa Indonesia.
c) Rencana Reklamasi
1) Fase Pengembangan
Kegiatan Reklamasi akan diwali dengan Pulau 2A, yang diikuti oleh Pulau 1 dan
2B. Fase pertama akan berupa paruhan selatan Pulau 2A dengan kawasan
reklamasi kira-kira 100 ha.
2) Struktur dan Infrastruktur Pendukung
a. Tanggul
Batas-batas proyek ini dikelilingi oleh tanggul-tanggul. Tanggul ini hanya
sedikit terbuka terhadap gelombang.
b. Jalan akses Permanen
Rencana induk ini menunjukkan sebentangan jalan akses permanen. Jalan
akses ini akan dibangun bersamaan reklamasi Pulau 2A. Jembatan-jembatan
di antara Pulau 2A dan pulau-pulau lainnya masing-masing dibangun selama
pembangunan Pulau 1 dan 2B.
13
3) Bahan Pembangunan
a. Pasir untuk pengurugan di kawasan reklamasi dan untuk bahan
tanggul/sea defennce
b. Batu untuk pelidung tanggul
(1)Unit armourprimer (300 - 1,000 kg, 1,000 – 3,000 kg) untuk lereng di
bawah gempuran gelombang. Unit lainnya (misalnya, blok beton)
dipertimbangkan sebagai pilihan lain.
(2)Unit sekunder (10 – 60 kg, 60 – 300 kg), sebagai pelapis-bawah primer
dan pada lereng dengan gempuran gelombang dan arus sedang.
(3)Quarry run
(suatu campuran kerikil berpasir peringkat halus dan
pecahan batu hingga kira-kira bongkahan 10 kg), untuk inti fase pertama
tanggul-tanggul
c. Geomatras, suatu komposit yang terbuat dari geotekstil, yang diperkuat
dengan bambu belah, yang ditempatkan di dasar laut untuk
mendistribusikan berat tanggul ke seluruh tanah lapis-bawah yang lunak
dan untuk meningkatkan kestabilan tanggul tersebut.
d. Vertical drain (saluran tegak), yang berupa saringan kain/geotekstil yang
ditempatkan melalui bahan urugan ke tanah lapis-bawah yang lunak,
untuk mengurangi waktu konsolidasi (mempercepat proses penurunan
muka-tanah)
4) Pembangunan Tanggul
a. Desain Tanggul Pertahanan Laut
Tanggul pertahanan laut menghadap ke perairan yang lebih dalam, di
mana tanggul itu terbuka terhadap gelombang yang datang dari Laut Jawa.
Level puncak desain ialah pada +6.1 m. PP* (disain level).
b. Desain Tanggul Batas
Tanggul batas menghadap ke kanal antara pulau-pulau dan menghadap
kanal batas antara pulau dan pantai. Potongan penampang tanggul batas
ini serupa dengan tanggul pertahanan laut, tetapi level puncaknya lebih
rendah.
c. Kondisi tanah lapis-bawah, penurunan muka-tanah dan kestabilan
Tanah lapis-bawah dalam kawasan proyek ini sangat lunak dan
kompresibel. Tanah lapis-bawah yang lunak ini juga mengharuskan kita
14
untuk membangun lereng-lereng tanggul dalam beberapa fase, untuk
memastikan kestabilan selama fase pembangunannya.
d. Level Tanah dan Level Air Dalam Waduk Penahan Air
Level tanahnya ialah pada +0.6 m PP* (= -0.6 m MSL). Ini merupakan
level tanah setelah konsolidasi primer. Level air dalam waduk penahan air
ialah pada -1.3 m PP*.
e. Fase Pembangunan Tanggul Pertahanan Laut
(1) Pembangunan onggokan pasir di atas dasar laut lunak, hingga level
urugan kira-kira –1.0 m PP*.
(2) Pengurugan tanggul batas kecil (boundary dikes) di sepanjang
keliling kawasan, yang dilindungi dengan batu dan diurug dengan
pasir.
5) Desain Pulau 2A
a) Geometri
(1) Tipikal Penampang Melintang
Penampang lintang optimal mempunyai beberapa karakteristik
(Gambar II.8):
(a)Talud tanggul bagian bawah (lower slope) dengan kemiringan 1:6
(b)Berm pada muka air rencana ( Design Water Level ) pada
ketinggian PP* + 2.40 m dan lebar 15 m
(c)Talud tanggul bagian atas (upper slope) dengan kemiringan 1:3
(d)Berdasarkan kajian tsunami, ketinggian puncak minimal PP* +
3.40 m.
Disekeliling pulau terdapat berm dengan lebar 15 m yang berfungsi
sebagai pantai publik. kecuali pada kawasan mangrove (bakau) pada
segmen dari CH5+900 sampai CH7+100. Pada segmen ini, tidak
terdapat berm (Gambar II.9).
15
(2) Segmen
Berdasarkan desain hidraulik. Pulau 2A dibagi dalam 23 (sub-)
segmen. Pembagian segmen kedalam sub-segmen dilakukan
berdasarkan kemiringan memanjang (longitudinal slope) dari
ketinggian puncak tanggul dan ujung bawah tanggul (toe).
16
6) Desain Pulau 2B
a) Geometri
(1) Tipikal penampang melintang
Penampang lintang optimal mempunyai beberapa karakteristik (lihat
Gambar II.11.):
(a) Talud tanggul bagian bawah (lower slope) dengan kemiringan 1:6
(b) Berm pada muka air rencana (Design Water Level) pada ketinggian
PP* + 2.40 m) dan lebar 15 m
(c) Talud tanggul bagian atas (upper slope) dengan kemiringan 1:3
(d) Berdasarkan kajian tsunami, ketinggian puncak min PP* +3.40 m.
Disekeliling pulau terdapat berm dengan lebar 15 m yang berfungsi sebagai
pantai publik. Kecuali pada kawasan mangrove (bakau) pada segmen dari
CH5+900 sampai CH7+100. Pada segmen ini, tidak terdapat berm (lihat
Gambar II.12).
(2) Segmen
Pembagian segmen kedalam sub-segmen dilakukan berdasarkan kemiringan
memanjang (longitudinal slope) dari ketinggian puncak tanggul dan ujung
bawah tanggul (toe). Lokasi dari sub seksi ditunjukkan pada Gambar II.13.
17
7)Desain Pulau 1
a) Geometri
(1) Tipikal Penampang Melintang
Berdasarkan optimalisasi biaya dan desain hidraulik, optimal
penampang lintang ditentukan. Penampang lintang optimal mempunyai
beberapa karakteristik (lihat Gambar II.15):
(a) Talud tanggul bagian bawah (lower slope) dengan kemiringan 1:6
(b) Berm pada muka air rencana (Design Water Level) pada
ketinggian PP* + 2.40 m) dan lebar 15 m
(c) Talud tanggul bagian atas (upper slope) dengan kemiringan 1:3
(d) Berdasarkan kajian tsunami, ketinggian puncak minimal PP* +
3.40 m.
Disekeliling pulau terdapat berm dengan lebar 15 m yang berfungsi
sebagai pantai publik. kecuali pada kawasan mangrove (bakau) pada
segmen dari CH5+200 sampai CH6+890. Pada segmen ini, tidak
terdapat berm (Gambar II.16).
18
(2) Segmen
Pembagian segmen kedalam sub-segmen dilakukan berdasarkan
kemiringan memanjang (longitudinal slope) dari ketinggian puncak
tanggul dan ujung bawah tanggul (toe).
8) Pelaksanaan Konstruksi
a) Umum
Pasir dan batu yang diperlukan untuk pembangunan Pulau 2A cukup
banyak. Pasir dan batu yang banyak ini perlu diangkut dari sumber-
sumber yang jauh dari lokasi proyek. Sumber-sumber ini berupa kawasan
galian-lepas pantai untuk pasir dan tempat-galian di darat untuk batu.
b)Struktur (Semi) Temporer
Struktur temporer dibutuhkan untuk mendukung pekerjaan-pekerjaan
pembangunan ini. Struktur temporer ini tidak memiliki fungsi permanen
dan sebagian besar dari struktur ini akan dibongkar setelah pekerjaan-
pekerjaan pembangunan selesai.
19
Keberadaan tanggul pantai/breakwater yang terdapat di Pulau 2A, Pulau 2B dan Pulau
1 adalah pada +6.1 m PP* (level puncak desain) dengan bahan material pasir urug dan
batu.
2. Keberadaan Lahan Reklamasi
Lahan reklamasi yang telah selasai dibangun adalah seluas ± 870 Ha yang terdiri dari
Pulau 2A ± 310 Ha, Pulau 2B ± 285 Ha dan Pulau 1 ± 275Ha.
3. Demobilisasi Peralatan
Kegiatan demobilisasi peralatan konstruksi reklamasi sebagian besar dilakukan melalui
laut dan sebagian kecil dilakukan melalui darat, misalnya hopper barger(tongkang), kapal
pengangkut pasir urug (pasir laut) jenis TSHD, dan peralatan lain yang digunakan untuk
kegiatan reklamasi.
20
3 BAB III
3.1.1 Iklim
Data klimatologi di lokasi kegiatan diperoleh dari stasiun meteorologi Cengkareng.
Parameter iklim yang dianalisis meliputi curah hujan, suhu, arah dan kecepatan
angin.
a. Curah Hujan
Data curah hujan selama tahun 2001 – 2010 disajikan pada Tabel 3.1 dan
Gambar III.1. Terlihat bahwa curah hujan rata-rata bulanan berkisar dari 33
mm/bulan yang dijumpai pada bulan September sampai dengan 378 mm/bulan
pada bulan Februari.
21
b. Suhu Udara
Data suhu udara diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) variasi suhu disajikan pada Gambar III.2, terlihat tidak ada
perbedaan variasi suhu yang berarti antar bulan.
Berdasarkan data diatas suhu udara maksimum terlihat bahwa suhu rata-rata
bulanan tertinggi dijumpai pada bulan September (32.9 0C) dan terendah pada
bulan Februari (30.6 0C), suhu udara minimum terlihat bahwa suhu rata-rata
bulanan tertinggi dijumpai pada bulan April dan Mei (24.3 0C) dan terendah
pada bulan Agustus (23.2 0C), sedangkan suhu udara rata-rata terlihat bahwa
22
suhu rata-rata bulanan tertinggi dijumpai pada bulan Oktober dan
November(28 0C) dan terendah pada bulan Februari (26.8 0C).
c. Kelembaban
Data kelembaban udara diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) variasi kelembaban udara disajikan pada Gambar III.3.
23
3.1.2 Kualitas Udara dan Kebisingan
a. Kualitas Udara
kualitas udara pada dokumen AMDAL (2007) terlihat bahwa secara keseluruhan
parameter kualitas udara yang diukur di 4 (empat) titik lokasi masih berada di
bawah baku mutu, kecuali unsur Debu (U4 = 390 μg/m3),
HC(U3=196μg/m3danU4 = 209 μg/m3) telah melebihi baku mutu udara
ambient yang ditetapkan (SK. Gubernur KDKI Jakarta No. 551 Tahun 2001).
Hasil pengukuran pada Implementasi RKL dan RPL (Februari 2012) terlihat
bahwa seluruh parameter kualitas udara yang diukur di 2 (dua) titik lokasi masih
berada di bawah baku mutu (SK. Gubernur KDKI Jakarta No. 551 Tahun 2001).
Hasil pengukuran kualitas udara di sekitar lokasi proyek dapat dilihat pada
Tabel 3.7 berikut.
24
b. Kebisingan
Pengukuran tingkat kebisingan juga dilakukan di sekitar wilayah studi untuk
mengetahui kondisi intensitas bising sebelum kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk
Naga Indah berlangsung.
Hasil pengukuran pada dokumen AMDAL (2007) terlihat bahwa tingkat
kebisingan berkisar antara 49,2 – 74,6 dBA. Tingkat intensitas bising di
beberapa titik wilayah studi tergolong masih memenuhi nilai ambang batas
tingkat kebisingan, kecuali di Jl. Jembatan Tiga (Sektor Selatan PIK) sedikit
melebihi tingkat kebisingan (74,6 dBA), dimana sumber bising berasal dari
pengaruh aktivitas kendaraan bermotor yang berlalu lintas di sekitar jalan
tersebut. Hasil pengukuran tingkat kebisingan pada Implementasi RKL dan RPL
(September 2010) berkisar antara 47,9 – 50,0 dBA. Hasil pengukuran tingkat
kebisingan pada Implementasi RKL dan RPL (Februari 2012) berkisar antara
55,9 – 56,1 dBA.
Hasil pengukuran tingkat kebisingan di sekitar lokasi proyek dapat dilihat pada
Tabel 3.8 berikut
25
3.2 GEOLOGI
26
Perkembangan fisik kota Jakarta yang sangat pesat dari jenis penggunaan tanah
pertanian dan atau perdesaan ke penggunaan tanah perkotaan mengakibatkan
berkurangnya luas penggunaan tanah pertanian dan tanah basah (wet land). Selain
perubahan penggunaan tanah berlangsung pula pengurugan tepi sungai sehingga
badan sungai makin sempit.
27
Sistem sungai yang mengalir di sekitar Kecamatan Penjaringan merupakan
komponen pembentuk bentang alam, yakni:
• Kali Angke, yang mengalirkan air Kali Ciliwung dan Kali Krukut, dengan luas
daerah tangkapan sebesar 42.000 Ha.
• Cengkareng Drain, yang dibangun tahun 1984, mengalirkan air dari Kali
Mookervaart, Pesanggrahan dan Grogol, dengan luas daerah tangkapan
sebesar 45.900 Ha.
• Saluran PU, yang sedang dibangun dan mengalirkan air dari sisi selatan PIK
melalui pompa dengan kapasitas 4,5 m3/s.
• Kali Tanjungan, mengalirkan air dari sisi utara dan selatan tol bandara, dengan
luas daerah tangkapan 455 Ha.
• Kali Kamal, yang merupakan batas Propinsi DKI Jakarta dengan Propinsi
Banten, mempunyai luas daerah tangkapan 15.800 Ha.
• Kali Dadap, yang mengalirakan air dari daerah sekitar bandara, dengan luas
daerah tangkapan sebesar 4000 Ha.
28
a. Kondisi Geoteknik
Secara umum, pelapisan yang akan terpengaruh terhadap aktifitas technik
adalah :
29
• Lapisan pertama merupakan lapisan paling atas (top layer) terdiri dari
lapisan amat lunak yang berasal dari endapan laut dengan ketebalan
bervariasi antara 5 hingga 15 meter.
• Lapisan kedua terdiri dari lapisan lempung liat (medium) dan endapan
pasir serta endapan campuran antara endapan laut dan endapan
volkanik yang sudah terkonsolidasi.
• Lapisan ketiga terdiri endapan lempung dan pasir yang sudah
terkonsolidasi.
Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa lapisan-lapisan ini cukup kuat untuk
menahan beban yang cukup besar dan tidak akan menimbulkan deformasi
apabila terkena beban reklamasi, karena telah terkonsolidasi sempurna.
3.3 HIDRO-OSEANOGRAFI
30
3.3.2 Kondisi Pasang Surut
Data pasang surut diperoleh dari Dishidros TNI-AL hasil pengamatan selama 30
tahun 2011. Data pasang surut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode
Admiralty untuk mendapatkan konstanta pasang surut yang berisi amplitudo (A)
dan beda fase (g) dari masing-masing komponen pembentuk gelombang pasang
surut. Hasil analisis analisi admiralty disajikan dalam Tabel 3.9.
Dengan nilai FN= 4,67, maka tipe pasang surut di di sekitar Teluk Jakarta adalah
masuk dalam kriteria 4 dengan syarat FN> 3,00 dengan tipe pasang surut harian
tunggal (Diurnal Tide), berarti dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air
surut. Posisi muka air laut rata-rata (MSL) = 60 cm dan elevasi titik referensi
(bench mark) yakni Peil Priok (P*) z MSL = 120 cm, dimana kedalaman dasar laut
dalam peta bathimetri yang digunakan dalam studi ini adalah disurutkan terhadap
PP*. Selain ditentukan tipe pasang surut menggunakan bilangan Formzahl juga
digambarkan grafik pasang surut yang di ramal dari 9 komponen pasut dari Tabel
3.9. Dari gambar grafik pasut tersebut dapat ditentukan elevasi-elevasi penting
p.asang surut. Gambar garafik pasang surut hasil ramalan disajikan dalam Gambar
III.14. Dari gambar tersebut terlihat pasang tertinggi di stasiun pasut tanjung priok
sebesar 112.14 cm dan surut terendah sebesar 10.84 cm, sedangkan tidal range
yang merupakan selesih antara pasang tertinggi dan surut terendah sebesar 101.3
cm.
31
3.3.3 Kondisi Gelombang
Gelombang yang digunakan dalam studi ini merupakan gelombang hasil penelitian
PT. Kapuk Naga Indah yang bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada pada
tahun 2010. Hasil perhitungan tinggi dan periode gelombang disajikan dalam
bentuk tabel presentase gelombang (Tabel 3.10) dan mawar gelombang (Gambar
III.15) sebagai berikut:
32
Tabel 3.10 dan Gambar III.15 di atas, menunjukkan bahwa persentase kejadian
gelombang harian yang terjadi di perairan Teluk Jakarta, khususnya gelombang
yang terjadi di perairan rencana reklamasi PT KNI di dominasi oleh gelombang
dari arah utara (9,32 %) dengan tinggi gelombang dominan pada interval (0,75 –
1,50 m), arah timur laut (10,93 %) dengan tinggi gelombang dominan pada interval
(0,75 – 1,50 m), arah timur (5,98 %) dengan tinggi gelombang signifikan pada
interval (0 – 0,75 m), dan barat laut (8,82 %) dengan tinggi gelombang dominan
pada interval (0,75 – 1,50 m). Selain disajikan dalam tabulasi presentase dan
gambar mawar angin juga disajikan dalam bentuk tabulasi gelombang signifikan
maksimum tahunan selama 4 tahun (2005-2009) yang dapat dilihat pada Tabel 3.11
berikut.
33
Gambar III.16 (a) dan III.16 (b) merupakan hasil model transformasi gelombang
dari arah datang gelombang timur laut (45o) dari gambar tersebut dapat dilihat
bahwa penjalaran gelombang dari arah Timur Laut di lokasi perencanaan reklamasi
mengalami refraksi gelombang karena adanya pulau-pulau kecil di sebelah Timur
Laut lokasi perencanaan yaitu Pulau Damar Besar, Talak dan Ayer. Tinggi
gelombang di laut dalam memiliki tinggi gelombang yang tetap yaitu 3,83 meter.
Refraksi gelombang terjadi pada Tanjung Krawang dan Tanjung Gembong di
sebelah Barat Teluk Jakarta dengan arah pembelokan gelombang ke arah Selatan
sampai dengan Tenggara. Tinggi gelombang pada daerah tersebut berkisar antara
1,2 m sampai dengan 1,8m. Tinggi gelombang di lokasi perencanaan berkisar
antara 2,20 m sampai dengan 2,60 m. Tinggi gelombang pecah berdasarkan hasil
pemodelan adalah 3,91 m yang terjadi pada daerah sebelah Utara Tanjung
Karawang, sedangkan tinggi gelombang pecah di daerah perencanaan mencapai
2,40 m. Tinggi gelombang di daerah yang terlindung oleh Pulau Damar Besar,
Talak dan Ayer berkisar antara 1,00 m sampai dengan 1,40 m.
Gambar III.17 (a) dan III.17 (b)merupakan hasil model transformasi gelombang
dari arah datang gelombang Utara (dir : 0o) dari gambar tersebut dapat dilihat
bahwa penjalaran gelombang dari arah Utara di lokasi perencanaan reklamasi
mengalami refraksi gelombang karena adanya pulau-pulau kecil di sebelah Utara
lokasi perencanaan yaitu Pulau Bidadari, Pulau Kayangan, Pulau Kapal dan Pulau
Ayer. Tinggi gelombang di laut dalam memiliki tinggi gelombang yang tetap yaitu
3,83 meter. Tinggi gelombang di lokasi perencanaan berkisar antara 2,40 m sampai
dengan 2,80 m. Tinggi gelombang pecah berdasarkan hasil pemodelan adalah 4,28
m yang terjadi pada daerah sebelah Utara Pulau-pulau terluar dan Tanjung
Krawang, sedangkan tinggi gelombang pecah di daerah perencanaan mencapai
2,80 m. Tinggi gelombang di daerah yang terlindung oleh Pulau Rona Lingkungan
Hidup Damar Besar, Pulau Talak dan Pulau Ayer berkisar antara 1,40 m sampai
dengan 1,80 m. sedangkan tinggi gelombang di daerah yang terlindung oleh pulau
Bidadari, Pulau Kapal dan Pulau Kayangan berkisar antara 1,00 m sampai dengan
1,40 m. tampak bahwa gelombang mengalami pemusatan (konvergen) arah
gelombang pada daerah tanjung dan mengalami penyebaran arah gelombang
(divergen) pada daerah teluk. Pada Gambar III.18 (a) dan Gambar III.18 (b) terlihat
bahwa penjalaran gelombang dari arah Barat Laut pada kondisi existing di lokasi
perencanaan reklamasi mengalami refraksi gelombang karena adanya pulau-pulau
34
kecil di sebelah Utara lokasi perencanaan yaitu Pulau Untungjawa, Pulau Rambut,
Pulau Bidadari, Pulau Kayangan, dan Pulau Kapal. Tinggi gelombang di laut dalam
memiliki tinggi gelombang yang tetap yaitu 3,83 meter. Tinggi gelombang di lokasi
perencanaan berkisar antara 1,40 m sampai dnegan 2,00 m. Tinggi gelombang
pecah berdasarkan hasil pemodelan adalah 4,18 m yang terjadi pada daerah sebelah
Barat Laut Pulau Rambut dan Pulau Untungjawa, sedangkan tinggi gelombang
pecah di daerah perencanaan mencapai 1,80 m. Tinggi gelombang di daerah yang
terlindung oleh Pulau Rambut dan Pulau Untungjawa berkisar antara 0,80 m
sampai dengan 1,20 m. Tinggi gelombang di daerah yang terlindung oleh Pulau
Talak dan Pulau Ayer berkisar antara 1,40 m sampai dengan 1,80 m. sedangkan
tinggi gelombang di daerah yang terlindung oleh Pulau Bidadari, Pulau Kapal dan
Pulau Kayangan berkisar antara 0,40 m sampai dengan 1,00 m. Dari hasil model
gelombang tampak bahwa daerah perencanaan reklamasi terlindung oleh
keberadaan Pulau Bidadari, Pulau Untungjawa, Pulau Bidadari, Pulau Kapal dan
terlindung oleh Tanjung Pasir di sebelah Barat Laut lokasi perencanaan reklamasi.
35
3.3.5 Kondisi Arus
Pada tahun 2006 PT. Kapuk Naga Indah bekerjsama dengan Witteveen+Bos
Indonesia uga melakukan kajian hidrodinamika di lokasi studi yang salah satunya
adalah membuat pemodelan arus. Hasil-hasil model untuk skenario pantai ini
menunjukkan bahwa sirkulasi air di Teluk Jakarta didominasi oleh angin musim.
Arus yang digerakkan angin ini kuat dibandingkan dengan arus.
36
Berdasarkan data di atas kadar logam berat (Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni) yang terdapat
dalam sedimen di wilayah perairan Teluk Jakarta cukup tinggi. Kadar logam berat
tercatat lebih tinggi pada muara-muara sungai dan wilayah yang berhubungan
dengan aktivitas kapal-kapal yang sedang tambat. Dengan demikian, tingginya
kadar logam berat di dalam sedimen bersumber dari aktivitas kapal dan kegiatan
darat
37
sebaran dan kelimpahannya. Nilai indeks keragamanan cukup tinggi, berkisar
antara 2,83 dan 3,97. Indeks ekuitabilitas juga cukup tinggi, berkisar antara
0,72 dan 0,95.
2. Zooplankton
Hasil analisis contoh zooplankton tercantum pada Tabel 3.26. Komunitas
zooplankton didmonasi oleh Crustacea dan Ciliata. Jumlah spesies yang
teridentifikasi relatif rendah yaitu 15 dan pada masing stasiun berkisar antara 6
dan 8 taksa. Kelimpahan masing-masing taksa relatif merata dan genus Acartia
sppmerupakan spesies yang relatif dominan
3. Bentos
Kondisi komunitas bentos sangat miskin, baik keragaman maupun
kelimpahannya (Tabel 3.27). Spesies bentos yang teridentifikasi ada 15, dan di
masing-masing stasiun berkisar antara 2 dan 7 spesies.
4. Nekton
38
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan yang dilakukan oleh Program
Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro dan informasi dari
nelayan serta Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Administrasi
Jakarta Utara, diperoleh data tentang keberadaan nekton (ikan dan biota
lainnya) di perairan pesisir Teluk Jakarta.
1. Memantapkan fungsi kota Jakarta sebagai kota jasa skala nasional dan
internasional.
2. Memprioritaskan arah pengembangan kota ke arah koridor Timur, Barat,
Utara dan membatasi pengembangan ke arah Selatan agar tercapai
keseimbangan ekosistem.
3. Melestarikan fungsi dan keserasian lingkungan hidup di dalam penataan
ruang dengan mengoptimalkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup.
4. Mengembangkan sistem prasarana dan sarana kota yang berintegrasi
dengan sistem regional, nasional dan internasional.
39
3.6.3 Kamtibmas
Kondisi kamtibmas di Kelurahan Kapuk Muara selama Tahun 2010 tergolong
cukup baik. Beberapa kejadian gangguan kamtibmas yang tercatat selama tahun
2010 adalah perampokan dan pembunuhan terhadap pengemudi sopir taksi (3
kasus), kebakaran (3 kasus), banjir (2 kasus) dan unjuk rasa (2kasus).
Sedangkan sarana pendukung kamtibmas yang ada berupa pos polisi 6 unit, pos
hansip 30 unit dan DPK 4 unit.
Gambar 3.1 Kemacetan Lalu Lintas di Koridor Jalan Utama Kawasan Pantai Indah
Kapuk
4 BAB IV
RUANG LINGKUP STUDI
40
Pelingkupan dilakukan untuk membatasi penelaahan sehingga komponen rencana kegiatan
dan komponen lingkungan dapat difokuskan pada hal-hal yang penting. Proses pelingkupan
dilakukan melalui 3 (tiga) tahap, yaitu:
1) Heru Budi Hartono (Kepala Bagian Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kota
Administrasi Jakarta Utara)
Agar memastikan terlebih dahulu, rencana kegiatan ini nantinya berlokasi di
wilayah hukum mana, apakah Kota Administrasi Jakarta Utara, Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu atau Provinsi DKI Jakarta sehingga jelas dan
41
tidak terjadi tumpang tindih kewenangan apabila terjadi sengketa di kemudian
hari.
2) Ubaidillah (Wahana Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta)
Agar menunggu penyelesaian akhir legalitas hukum reklamasi pantai antara
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Negara Lingkungan
Hidup, sehingga setiap kegiatan reklamasi memiliki dasar hukum kuat.
Agar memperhitungkan dampak yang akan dirasakan masyarakat dan
lingkungan hidup di wilayah Provinsi Banten karena memiliki batas
rencana kegiatan yang bersinggungan dengan wilayah Provinsi Banten.
Agar memperhitungkan kontribusi kegiatan reklamasi terhadap terjadinya
“rob” (pasang air laut) di wilayah lain.
3) Alan (Forum Komunikasi Warga Muara Angke)
Menyatakan keberatan dan menolak seluruh rencana kegiatan reklamasi
oleh PT. Kapuk Naga Indah dan perusahaan lain.
4) M. Safrudin (Ketua Karang Taruna Kelurahan Kamal Muara)
Agar lebih meningkatkan program CSR perusahaan dengan menunjuk
elemen masyarakat pemuda (Karang Taruna) sebagai pelaksana.
Agar memberikan jaminan kepada masyarakat sekitar kegiatan bahwa
reklamasi tidak akan menggusur perkampungan warga yang berlokasi di
sekitar kegiatan.
5) Riana Faiza (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DKI Jakarta)
Agar merubah pendekatan yang dicantumkan yaitu ICM (Integrated
Coastal Management) dengan IRCOM (Integrated River Basin and
Coastal Management) karena pesisir yang terkena dampak kegiatan
reklamasi juga merupakan muara dari beberapa sungai yang membelah
kota Jakarta.
Agar mempertimbangkan pengaruh SLR (Sea Level Rise) dan Land
Subsidence serta rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan
membangun Sea Wall (Tanggul Laut).
6) Irfan Fahrudin Kurniawan (Lembaga Musyawarah Kelurahan Kamal Muara)
Agar memisahkan dengan jelas antara revitalisasi lingkungan sekitar
kegiatan dengan CSR PT. KNI karena revitalisasi lingkungan sekitar
merupakan kewajiban PT. KNI yang harus dilaksanakan sebelum memulai
42
proyek reklamasi pantai sementara CSR dapat dilaksanakan sebelum,
ketika dan sesudah proyek reklamasi pantai dilaksanakan PT. KNI.
Agar membuat nota kesepahaman bahwa PT. KNI hanya akan memulai
proyek reklamasi setelah revitalisasi lingkungan khususnya pembuatan
tanggul selesai dilaksanakan.
7) Hotman Silaen (Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta
Utara)
Agar menjelaskan sumber air dan sumber energi yang akan digunakan
dalam kegiatan reklamasi pantai, serta menjelaskan metode yang akan
digunakan dalam penyediaan sumber air dan sumber energi tersebut.
8) T. Amry Musada (Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Administrasi Jakarta
Utara)
Agar menyediakan perlindungan tenaga kerja dalam bentuk upah yang
memadai dan jaminan tenaga kerja (Jamsostek).
Agar mengupayakan penyediaan bahan baku sendiri, sehingga tidak
berdampak kenaikan bahan baku pada warga sekitar.
9) Fadjar H.D. (Kantor Perencanaan Pembangunan Kota Administrasi Jakarta Utara)
Agar membuat perbandingan nilai ekonomi kelautan antara kondisi saat ini
dengan kondisi setelah dilaksanakannya reklamasi dalam bentuk kuantitatif
(nominal).
10) Sugiyanto (Sudin Kebersihan Kota Administrasi Jakarta Utara)
Agar memperhatikan aspek operasional pelayanan kebersihan dengan
menyediakan sarana dan prasarana kebersihan (lokasi pembuangan sampah,
baik sementara maupun akhir).
Agar memperhatikan sistem pemusnahan / pengelolaan sampah hasil
kegiatan warga, taman dan pepohonan.
Agar melakukan pembuatan “sewage treatment plant” (STP) bersifat
komunal yang memenuhi standar sanitasi.
Agar memperhatikan kebersihan selat antara bibir pantai dengan pulau
yang memiliki lebar sekitar 200 meter.
11) Acep Juhlan (Satuan Polisi Pamong Praja Kota Administrasi Jakarta Utara)
Agar memperhatikan kelengkapan izin-izin yang berkaitan dengan
ketertiban umum seperti Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-Undang
43
Gangguan yang berhubungan dengan Peraturan Daerah Provinsi DKI
Jakarta Nomor 8 Tahun 2007.
Agar mencantumkan hasil-hasil penelitian disertai dengan dokumentasi saat
penelitian dilangsungkan oleh instansi-instansi terkait.
12) Fini Amrani (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta)
Agar menyiapkan ruangan untuk menampung limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) .
13) Kuncung Suyanto (Direktorat Polisi Perairan Polisi Daerah Metro Jaya Provinsi
DKI Jakarta)
Perlu koordinasi mendalam dan intensif dengan pihak dan instansi terkait,
khususnya kepolisian mengenai pengamanan kegiatan baik dalam tahapan
pra konstruksi, konstruksi maupun paska konstruksi dan operasi.
14) Mujiastuti (Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi DKI Jakarta)
AMDAL yang tengah dalam penyusunan belum dapat meyakinkan dari sisi
dampak hidrodinamika dan hidrooseanografi. Prinsip “breakwater wall”
bukan mengurangi energi gelombang, melainkan hanya mengalihkan.
Berbeda halnya dengan reklamasi ramah lingkungan dengan memperbaiki
ekosistem terumbu karang, padang lamun dan hutan mangrove dengan
fungsi yang sama yaitu pengurangan energi gelombang.
4.2 IDENTIFIKASI DAMPAK POTENSIAL
44
1) Tahap Prakonstruksi
a. Perubahan Persepsi Masyarakat
2) Tahap Konstruksi
a. Penurunan Kualitas Udara
b. Peningkatan Kebisingan
c. Penurunan Kualitas Air Laut
d. Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir)
e. Perubahan Pola Arus
f. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
g. Perubahan Morfologi Pantai
h. Peningkatan Volume Sampah Padat
i. Gangguan Mangrove
j. Gangguan Fauna
k. Gangguan Biota Laut
l. Terbukanya Kesempatan Kerja
m. Terbukanya Kesempatan Berusaha
n. Gangguan Estetika Lingkungan
o. Gangguan Sanitasi Lingkungan
p. Gangguan Aktivitas Nelayan
q. Gangguan Kamtibmas
r. Perubahan Persepsi Masyarakat
s. Gangguan Tranportasi Darat
t. Gangguan Transportasi Laut
3) Tahap Pascakonstruksi
a. Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir)
b. Perubahan Pola Arus
c. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
d. Perubahan Morfologi Pantai
e. Gangguan Kamtibmas
f. Perubahan Persepsi Masyarakat
g. Gangguan Tranportasi Darat
h. Gangguan Transportasi Laut
Tabel 4.1. Matriks Interaksi Antara Komponen Kegiatan dan Komponen Lingkungan
Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah
45
Tahap
Tahap Tahap
Pasca
Pra Konstruksi Konstruksi Konstruksi
Komponen Kegiatan
Demobilisasi Peralatan
FISIK KIMIA
1. Penurunan Kualitas Udara X
2. Peningkatan Kebisingan X X
3. Penurunan Kualitas Air Laut X X X X
4. Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir) X X X
5. Perubahan Pola Arus X X X X
6. Perubahan Abrasi & Sedimentasi X X X X
7. Perubahan Morfologi Pantai X X X X
8. Peningkatan Volume Sampah Padat X
BIOLOGI
1. Gangguan Mangrove X X X
2. Gangguan Fauna X X
3. Gangguan Biota Laut X X X
SOSEKBUD – KESEHATAN MASYARAKAT
1. Terbukanya Kesempatan Kerja X
2. Terbukanya Kesempatan Berusaha X
3. Gangguan Estetika Lingkungan X
4. Gangguan Sanitasi Lingkungan X
5. Gangguan Aktivitas Nelayan X X X
6. Gangguan Kamtibmas X X X X X
7. Perubahan Persepsi Masyarakat X X X X X X X X X X
TATA RUANG
1. Gangguan Transportasi Darat X X
2. Gangguan Transportasi Laut X X X X X X
Dampak potensial yang timbul berdasarkan hasil identifikasi dampak potensial adalah:
1) Tahap Prakonstruksi
a. Perubahan Persepsi Masyarakat
Kegiatan penetapan lokasi pada tahap prakonstruksi akan berdampak terhadap
persepsi masyarakat akibat kekhawatiran masyarakat terkena dampak negatif
proyek.
2) Tahap Konstruksi
a. Penurunan Kualitas Udara
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi akan berdampak terhadap kualitas
udara akibat emisi gas kendaraan dan debu yang dihasilkan dari kegiatan tersebut.
46
b. Peningkatan Kebisingan
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan dan pembangunan jembatan penghubung akan
berdampak terhadap kebisingan akibat aktivitas kendaraan pengangkut alat dan
bahan konstruksi serta proses pemancangan konstruksi jembatan penghubung.
3) Tahap Pascakonstruksi
a. Peningkatan Kuantitas Air Permukaan (Banjir)
Keberadaan lahan reklamasi pada tahap pascakonstruksi akan berdampak terhadap
kuantitas air permukaan (banjir).
47
c. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
Keberadaan tanggul pulau/breakwater dan keberadaan lahan reklamasi pada tahap
pascakonstruksi akan berdampak terhadap abrasi dan sedimentasi.
e. Gangguan Kamtibmas
Kegiatan demobilisasi peralatan pada tahap pascakonstruksi juga akan berdampak
terhadap kamtibmas akibat gangguan lalu lintas yang dihasilkan dari kegiatan
tersebut.
48
Peluang Dampak
Skor Keseriusan Dampak Frekuensi Dampak
Terdeteksi
Kadang-kadang, 1x per 3
2 Kurang serius 11 – 30 %
bulan
Sedang, dapat
3 31 – 69 % Berulang, 1x per bulan
dipulihkan
Serius, sulit
4 70 – 89 % Sering, 1x per minggu
dipulihkan
Penilaian sifat penting menggunakan hasil perkalian skor ketiga kriteria tersebut,
dengan median kemungkinan nilai perkalian sebagai batasan suatu dampak potensial
dikatakan dampak penting hipotetik atau tidak. Tiga kriteria yang dipakai masing-masing
mempunyai 5 (lima) kemungkinan nilai, dengan demikian ada 30 nilai perkalian yang
mungkin dengan median 24,5. Dengan demikian suatu dampak potensial dikatakan termasuk
dampak penting hipotetik bila nilai hasil perkalian ketiga kriteria tersebut ≥ 25.Matriks hasil
evaluasi dampak potensial tahap prakonstruksi, konstruksi dan Pascakonstruksi masing-
masing disajikan pada Tabel 4.3, Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.
Nilai Termasuk
Nilai Nilai Nilai
Peluang Dampak
Dampak Potensial Keseriusan Frekuensi Hasil
Dampak Penting
Dampak Dampak Perkalian
Terdeteksi Hipotetik
Perubahan Persepsi
3 4 3 36 Ya
masyarakat
49
Termasuk
Nilai Nilai Peluang Nilai Nilai
Dampak
Dampak Potensial Keseriusan Dampak Frekuensi Hasil
Penting
Dampak Terdeteksi Dampak Perkalian
Hipotetik
Peningkatan Kebisingan 3 4 4 48 Ya
Gangguan Mangrove 4 2 4 32 Ya
Terbukanya Kesempatan
3 5 2 30 Ya
kerja
Terbukanya Kesempatan
3 5 1 15 Tidak
berusaha
Gangguan Estetika
3 2 3 18 Tidak
Lingkungan
Gangguan Sanitasi
2 2 3 12 Tidak
Lingkungan
Gangguan Kamtibmas 4 5 2 40 Ya
50
Termasuk
Nilai Nilai Peluang Nilai Nilai
Dampak
Dampak Potensial Keseriusan Dampak Frekuensi Hasil
Penting
Dampak Terdeteksi Dampak Perkalian
Hipotetik
Perubahan Persepsi
3 3 4 36 Ya
Masyarakat
51
Nilai
Hasil
Penting
Hipotetik
6
Perubahan Pola Arus 4 3 5 Ya
0
2
Perubahan Morfologi Pantai 4 2 3 Tidak
4
1
Gangguan Kamtibmas 2 3 2 Tidak
2
Perubahan Persepsi 2
3 3 3 Ya
Masyarakat 7
1
Gangguan Transportasi Laut 3 2 3 Tidak
8
1
Gangguan Transportasi Darat3 2 3 Tidak
8
Dampak penting hipotetik berdasarkan hasil evaluasi dampak potensial adalah sebagai
berikut:
1) Tahap Prakonstruksi
a. Perubahan Persepsi Masyarakat
52
Kegiatan penetapan lokasi pada tahap prakonstruksi akan berdampak terhadap
persepsi masyarakat akibat kekhawatiran masyarakat terkena dampak negatif
proyek.
2) Tahap Konstruksi
a. Penurunan Kualitas Udara
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi akan berdampak terhadap kualitas
udara akibat emisi gas kendaraan dan debu yang dihasilkan dari kegiatan tersebut.
b. Peningkatan Kebisingan
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan dan pembangunan jembatan penghubung akan
berdampak terhadap kebisingan akibat aktivitas kendaraan pengangkut alat dan
bahan konstruksi serta proses pemancangan konstruksi jembatan penghubung.
f. Gangguan Mangrove
Kegiatan pengurugan/reklamasi, pembangunan tanggul/breakwater dan aktivitas
buruh konstruksi akan berdampak terhadap kehidupan mangrove di hutan lindung
Kapuk akibat perubahan kualitas air laut dan gangguan vegetasi mangrove akibat
aktivitas buruh konstruksi.
53
g. Terbukanya Kesempatan Kerja
Kegiatan rekrutmen tenaga kerja konstruksi proyek sebanyak 500 – 1.000 orang
akan berdampak terhadap kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar (Kelurahan
Kapuk Muara dan Kamal Muara).
i. Gangguan Kamtibmas
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan, pengurugan/reklamasi, pengerukan muara
sungai dan aktivitas buruh konstruksi pada tahap konstruksi proyek sebanyak ± 500
– 1.000 orang akan berdampak terhadap kamtibmas. Kegiatan-kegiatan tersebut
akan berdampak terhadap kualitas udara, kebisingan, pengotoran badan
jalan/estetika lingkunan, sanitasi lingkungan dan kelancaran lalu lintas yang pada
akhirnya akan berdampak terhadap kamtibmas.
3) Tahap Pascakonstruksi
a. Perubahan Pola Arus
54
Keberadaan tanggul pulau/breakwater dan keberadaan lahan reklamasi pada tahap
pascakonstruksi akan berdampak terhadap pola arus.
Penentuan prioritas dampak dilakukan berdasarkan peringkat nilai hasil perkalian kriteria
evaluasi. Bila ada dua atau lebih dampak yang mempunyai nilai hasil perkalian sama, maka
prioritas ditentukan berdasarkan pertimbangan hierarki dampak. Dengan demikian untuk
tahap prakonstruksi, urutan prioritas dampak penting hipotetik yang dihasilkan adalah
sebagai berikut (Tabel 4.6).
Untuk tahap konstruksi, urutan prioritas dampak penting hipotetik yang dihasilkan adalah
sebagai berikut (Tabel 4.7).
Nilai Hasil
Dampak Potensial
Perkalian
Peningkatan Kebisingan 48
55
Nilai Hasil
Dampak Potensial
Perkalian
Padat
Gangguan Kamtibmas 40
Gangguan Mangrove 32
Untuk tahap pascakonstruksi, urutan prioritas dampak penting hipotetik yang dihasilkan
adalah sebagai berikut (Tabel 4.8).
a. Batas Proyek
Batas proyek adalah batas pulau-pulau reklamasi.
b. Batas Ekologis
56
Penentuan batas ekologis ditentukan berdasarkan sebaran dampak pada saat
konstruksi dan pascakostruksi dalam hal ini adalah dampak pencemaran air laut.
Sebaran dampak melalui media air, dengan tipe pasang surut diurnal dan kecepatan
arus 0,2 m/s maka sebaran polutan akan mencapai jarak 4,32 km.
c. Batas Sosial
Batas sosial didasarkan kepada interaksi sosial antara masyarakat dengan kegiatan.
Masyarakat sekitra terdiri dari pemukiman nelayan Kamal Muara dan Muara
Angke, serta perumahan Pantai Indah Kapuk (Kelurahan Kapuk Muara).
d. Batas Administrasi
Didasarkan kepada batas administrasi pemerintahan yaitu Kelurahan Kapuk
Muara dan Kamal Muara.Batas wilayah studi sebagai overlay dari keempat
batas di atas disajikan pada Gambar IV.4.
57
58
4.6 BATAS WAKTU KAJIAN
Batas waktu kajian disajikan pada Tabel 4.9
berikut Tabel 4.9. Batas Waktu Kajian
Dampak Penting Hipotetik
Batas
No. Dampak Penting Hipotetik Keterangan
Waktu
Prakonstruksi
Perubahan Persepsi 6
1
Masyarakat bulan
Konstruksi
5
1 Gangguan Aktivitas Nelayan Aktivitas reklamasi mulai 2012 – 2018
tahun
5
2 Perubahan Pola Arus Tahun 2014, saat pulau 2A selesai
tahun
5
5 Gangguan Transportasi Laut
tahun
Tahun 2014, saat pengangkutan topsoil
Gangguan Transportasi 1
6
Darat tahun
6
8 Gangguan Kamtibmas
bulan Tahun
5
10 Penurunan Kualitas Air Laut
tahun Tahun
Terbukanya Kesempatan 6
13
kerja bulan
Pascakonstruksi
5
1 Perubahan Pola Arus Tahun 2018, sampai terbangunnya
tahun
pulau-pulau
Perubahan Abrasi dan 5
2 sebelah Timur Pulau 1 dan sebelah
Sedimentasi tahun
Barat Pulau 2B
Perubahan Persepsi 5
3 oleh pengembang lain.
Masyarakat tahun
5 BAB V
PRAKIRAAN DAMPAK PENTING
60
5.1 TAHAP PRA-KONSTRUKSI
1. Perubahan Persepsi Masyarakat
Penetapan Lokasi Proyek
Penetapan lokasi rencana kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah dengan luas wilayah
kerja ± 1.131 Ha dan reklamasi 3 pulau (Pulau 1, 2A dan 2B) seluas ± 870 Ha diprakirakan
akan berdampak terhadap persepsi masyarakat di sekitar lokasi proyek (Kelurahan Kapuk
Muara dan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan).
61
akan mencapai 52 dBA Gambar V.2). Hasil pemantauan menunjukkan tingkat
kebisingan di sekitar Fresh Market adalah 50 dBA. Dengan demikan saat
kegiatan pemancangan jembatan penghubung tingkat kebisingan disekitar
Fresh Market akan mencapai 54,1 dBA. Tingkat kebisingan ini memenuhi
baku tingkat kebisingan sesuai KepMenLH No. 48 Tahun 1996 sebesar 70
dBA bagi peruntukkan perdagangan dan jasa.
62
di perairan selalu terjadi.Hasil pemodelan dengan program Genesis untuk 5
tahun ke depan dapat dilihat pada Gambar V.6,Gambar V.7.merupakan
Perbandingan perubahan garis pantai prediksi dengan adanya reklamasi
1+2A+2B, sedangkan Gambar V.8.adalah perubahan posisi garis pantai hasil
simulasi 5 tahun ke depan dan garis pantai terukur 2009 setelah adanya
reklamasi
63
3. Terbukanya Kesempatan Kerja
64
b. Kegiatan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas ± 870 Ha
(Pulau 1, 2A dan 2B)) diprakirakan akan berdampak terhadap
Kamtibmas. Dampak yang akan terjadi terhadap kamtibmas
merupakan dampak turunan (sekunder) akibat berbagai potensi
dampak negatif yang muncul selama pelaksanaan reklamasi
sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
5.3 TAHAP PASCA KONSTRUKSI
1. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
a. Keberadaan tanggul pantai/breakwater di lokasi reklamasi Pantai
Kapuk Naga Indah (pulau 1, 2A dan 2B) diprakirakan juga akan
berdampak terhadap abrasi dan sedimentasi. Dampak yang akan
terjadi merupakan dampak lanjutan yang prosesnya dimulai sejak
pembangunan tanggul pantai/breakwater dimulai (tahap konstruksi)
dan terus berlanjung hingga tahap pasca konstruksi.
b. Keberadaan lahan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas ± 870
Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) diprakirakan akan berdampak terhadap
abrasi dan sedimentasi. Keberadaan lahan reklamasi tersebut
mengakibatkan terjadinya abrasi dan sedimentasi akibat perubahan
pola arus di sekitar lokasi kegiatan. Dampak yang terjadi merupakan
dampak lanjutan yang prosesnya dimulai sejak kegiatan Reklamasi
(tahap konstruksi) dan terus berlanjut hingga tahap pasca konstruksi.
Tabel 5.4. Tabel Prakiraan Dampak Penting Reklamasi Pulau Kapuk Naga
Indah
65
6 BAB VI
EVALUASI DAMPAK PENTING
66
dihasilkan dari evaluasi disajikan sebagai dampak-dampak pentingyang akan
dikelola dan dipantau, yaitu sebagai berikut:
1) Tahap Prakonstruksi :
a) Perubahan Persepsi Masyarakat
2) Tahap Konstruksi :
a) Peningkatan Kebisingan
b) Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
c) Gangguan Kamtibmas
d) Terbukanya Kesempatan Kerja
3) Tahap Pasca Konstruksi :
a) Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
6.1.1 Tahap Pra-Konstruksi
1. Perubahan Persepsi Masyarakat
Kegiatan pada tahap prakonstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk
Naga Indah (Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting terhadap persepsi
masyarakat adalah penetapan lokasi proyek. Persepsi masyarakat yang mayoritas
positif terhadap rencana Reklamasi Pulau 1, 2A dan 2B ini harus tetap dijaga dan
dipantau. Upaya pendekatan, komunikasi, koordinasi dan implementasi program-
program Corporate Social Resposibility (CSR) harus direalisasikan sehingga
masyarakat sekitar proyek (Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara/Kecamatan
Penjaringan, Kota Administrasi Jakarta Utara), sejak awal merasakan manfaat
keberadaan proyek sehingga persepsi positif masyrakat ini dapat terus berlanjut dan
meningkat hingga tahap pascakonstruksi proyek.
67
kegiatan mobilisasi alat dan bahan, pengurugan/reklamasi serta
pembangunan tanggul/breakwater.
2. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
Kegiatan tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai
Kapuk Naga Indah (Pulau 1, 2A dan 2B) yang berdampak penting
terhadap abrasi dan sedimentasi adalah kegiatan pengurugan
Pengembangan Reklamasi pada areal seluas ± 870 Ha.
Kegiatanreklamasi di lahan proyek seluas ± 870 Ha akan mengakibatkan
terjadinya abrasi dan sedimentasi akibat terganggunya keseimbangan
alam, terutama yang berkaitan dengan perubahan pola arus menyusur
pantai (longshore current).
3. Gangguan Kamtibmas
Kegiatan pada tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai
Kapuk Naga Indah seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) yang
berdampak penting terhadap kamtibmas adalah mobilisasi alat dan bahan
konstruksi serta aktivitas buruh konstruksi.
Terbukanya Kesempatan Kerja
Kegiatan pada tahap konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai
Kapuk Naga Indah seluas ± 870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B) yang
berdampak penting terhadap kesempatan kerja adalah kegiatan rekrutmen
tenaga kerja konstruksi. Kegiatan rekrutmen/penerimaan tenaga kerja
konstruksi proyek Pengembangan Reklamasi Pantai KNI (Pulau 1, 2A
dan 2B) sebanyak ± 500-1.000 orang akan berdampak positif terhadap
kesempatan kerja bagi masyarakat (dampak primer).
Tahap Pasca Konstruksi
1. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
Kegiatan pada tahap pasca konstruksi Pengembangan Reklamasi Pantai
Kapuk Naga Indah seluas ± 870 Ha yang berdampak penting terhadap abrasi
dan sedimentasi adalah keberadaan lahan reklamasi dan tanggul
pantai/breakwater.
6.2 PEMILIHAN ALTERNATIF TERBAIK
68
Dalam dokumen ANDAL ini tidak dilakukan kajian alternatif sehingga tidak
ada pemilihan alternative terbaik. Hal ini dikarenakan kajian alternatif dari aspek
lingkungan hidup telah dilakukan pada tahap perencanaan proyek, seperti misalnya
pengangkutan pasir urug melalui transportasi laut untuk menghindari dampak
kemacetan lalu lintas pada badan jalan sekitar proyek, pemilihan teknik reklamasi
dengan sistem polder dan hydraulik fill yang akan mengurangi resiko terjadinya
penurunan kualitas air laut akibat kekeruhan.
TELAAHAN SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN
6.2.1 Tahap Prakonstruksi
Pada tahap Prakonstruksi Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga
Indah seluas ±870 Ha (Pulau 1, 2A dan 2B), dampak penting yang akan dikelola
adalah Persepsi Negatif Masyarakat akibat kegiatan Penetapan Lokasi Proyek dan
Sosialisasi Proyek. Arahan pengelolaan lingkungan:
a. Melakukan sosialisasi rencana proyek Pengembangan Reklamasi Pantai
Kapuk Naga Indah kepada masyarakat/tokoh masyarakat sekitar (Kelurahan
Kapuk Muara dan Kamal Muara) dan instansi terkait yang berkepentingan.
b. Koordinasi dengan berbagai instansi terkait di sekitar lokasi proyek terutama
Kelurahan Kapuk Muara dan Kamal Muara, Lembaga Musyawarah
Kelurahan (LMK) berkaitan dengan rencana kegiatan Pengembangan
Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah.
c. Berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya merumuskan konsep rencana
Revitalisasi Pantai Lama.
6.3.2 Tahap Konstruksi
Pada tahap konstruksi Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah (Pulau 1,
Pulau 2A dan Pulau 2B) seluas ± 870 Ha, dampak penting yang akan dikelola adalah:
1. Peningkatan kebisingan akibat kegiatan pengurugan/reklamasi dan
mobilisasi alat dan bahan/tanah urug serta pembangunan jembatan
penghubung daratan dengan Pulau 2A.
Arahan pengelolaan lingkungan:
a. Penggunaan kendaraan dan mesin/peralatan konstruksi yang baik
sehingga intesitas bising berkurang/rendah.
69
b. Koordinasi dengan tokoh masyarakat/warga sekitar (perumahan
PIK) sebelum pemancangan pondasi jembatan penghubung daratan
dengan Pulau 2A.
2. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
Abrasi dan sedimentasi terjadi akibat kegiatan pengurugan Pengembangan
Reklamasi pada areal Pengembangan Pulau 1, 2A dan 2B seluas ± 870 Ha.
Persebaran dampaknya terbatas pada areal di sekitar lokasi proyek (radius ±
500m), berlangsung sejak tahap konstruksi reklamasi dan kontinyu hingga
tahap pasca konstruksi reklamasi.
Arahan pengelolaan lingkungan :
a. Pembangunan sea defence Pulau 1, 2A dan 2B sesuai dengan
desain teknik yang didasarkan pada pemodelan hidrodinamika.
b. Berpartisipasi melaksanakan pemeliharaan dan pembersihan
endapan sedimen yang diendapkan oleh sungai.
c. Melakukan pemantauan abrasi dan sedimentasi secara berkala dan
rutin setiap musim (musim timur dan musim barat).
d. Berpartisipasi melakukan pengerukan di lokasi sedimentasi/muara
Kali Angke dan Muara Cengkareng Drain.
e. Melakukan pemantauan terhadap pola dan kecepatan arus, proses
abrasi dan sedimentasi, batimetri, kualitas perairan laut dan
parameter hidrodinamika lainnya serta komunitas mangrove di
hutan lindung Angke sebulan sekali di tapak dan sekitar lokasi
proyek secara teratur dan kontinyu oleh Tim KNI dan
menyampaikan hasil pemantauan ke instansi teknis (Dinas PU
Provinsi DKI Jakarta).
3. Gangguan Kamtibmas
Gangguan kamtibmas terjadi akibat kegiatan mobilisasi alat dan bahan
konstruksi serta aktivitas buruh konstruksi pengembangan reklamasi Pulau 1,
Pulau 2A dan Pulau 2B. Dampak yang akan terjadi persebarannya terbatas di
sekitar lokasi proyek..
Arahan pengelolaan lingkungan :
70
a. Mengelola berbagai dampak negatif yang akan muncul akibat kegiatan
konstruksi Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seperti
penurunan kualitas air laut, peningkatan kuantitas air permukaan, perubahan
pola arus, abrasi dan sedimentasi dan gangguan transportasi darat dan laut.
b. Mewajibkan penggunaan tanda pengenal (ID card) bagi yang keluar masuk
ke lokasi proyek.
c. Mewajibkan kepada pekerja/buruh konstruksi proyek untuk mematuhi
peraturan dan menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan proyek selama
tahap konstruksi berlangsung.
4. Terbukanya Kesempatan Kerja
Dampak berlangsung selama kegiatan konstruksi dan kontinyu berlanjut
hingga tahap operasi.
Arahan Pengelolaan lingkungan:
a. Merumuskan strategi pendayagunaan padat karya selama masa konstruksi
Pengembangan Reklamasi Pantai KNI.
b. Bekerjasama dengan unsur Kelurahan Kamal Muara dan Kapuk Muara untuk
mengisi peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.
Mengutamakan/memprioritaskan kepada penduduk sekitar proyek (Kelurahan
Kapuk Muara dan Kamal Muara dan sekitarnya/Kecamatan Penjaringan)
untuk mengisi lowongan pekerjaan yang ada sepanjang memasuki
persyaratan yang berlaku dan sesuai kualifikasi yang dibutuhkan.
c. Mewajibkan kepada Kontraktor Pelaksana Pengembangan Reklamasi Pantai
KNI untuk menggunakan tenaga kerja sekitar proyek (Kelurahan Kapuk
Muara dan Kamal Muara dan sekitarnya/Kecamatan Penjaringan) sepanjang
memenuhi persyaratan yang berlaku dan sesuai kualifikasi yang dibutuhkan.
d. Membuka peluang bagi keluarga nelayan yang akan alih profesi.
e. Menginformasikan lowongan kerja yang dibutuhkan ke Kelurahan Kapuk
Muara dan Kamal Muara dan Kecamatan Penjaringan.
6.3.3 Tahap Pasca Konstruksi
Pada tahap pasca konstruksi pengembangan reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah,
dampak
penting yang akan dikelola adalah:
71
1. Perubahan Abrasi dan Sedimentasi
Dampak terhadap abrasi dan sedimentasi pada tahap pasca konstruksi
Pengembangan Reklamasi Pantai Kapuk Naga Indah seluas ± 870 Ha
(Pulau 1, Pulau 2A dan Pulau 2B) adalah akibat keberadaan lahan
reklamasi dan tanggul pantai/breakwater. Persebaran dampak terbatas di
lokasi proyek/lokal (radius ± 500 m). Dampak berlangsung selama tahap
pasca konstruksi reklamasi.
Arahan pengelolaan lingkungan :
a. Menjaga keutuhan tanggul pantai/breakwater Pulau 1, 2A dan 2B supaya
lahan hasil reklamasi tidak terabrasi.
b. Mempertahankan keberadaan tanggul/tembok pantai (sea wall) dan revetment
Pulau1, 2A dan 2B yang diperkuat dengan batu-batu.
c. Melakukan pemantauan terhadap proses abrasi dan sedimentasi setahun
sekali di tapak dan sekitar lokasi proyek (Pulau 1, 2A dan 2B) secara teratur
dan kontinyu.
72