Anda di halaman 1dari 80

BAB IV

STUDI GANGGUAN HUBUNG SINGKAT


4.1. Umum
Tujuan : (a). Menentukan kapasitas alat pemutus daya (CB) berdasarkan besar
arus hubung singkat maksimum yang mungkin dapat terjadi pada
setiap titik (rel/bus bar) dalam sistem bila terjadi gangguan
hubung singkat.
(b). Menentukan kelambatan waktu dari rele berdasarkan besar arus
hubung singkat minimum yang mungkin dapat terjadi pada setiap
titik dalam sistem yang menggerakkan pemutus daya untuk
bekerja guna koodinasi rele.
Kelambatan waktu didefinisikan sebagai waktu terlama yang di-izinkan, dimulai
dari saat gangguan terjadi sampai rele bekerja untuk menggerakkan pemutus daya.
Dalam kasus hubung singkat , generator dikenal mempunyai tiga jenis reaktansi antara
lain :
a.

Xd

dan

Xq

'
b. X d' dan X q

c.

X d'' dan X q''

adalah reaktansi sinkron/poteir


adalah reaktansi transient
adalah reaktansi sub-transient

Reaktansi (b) dan (c) biasa disebut juga hipotetik


Apabila kondisi abnormal terjadi pada suatu sistem tenaga, seperti hubung
singkat, maka besar arus gangguan hubung singkat itu sangat tergantung pada lokasi
gangguan dan jenis gangguan. Jenis gangguan hubung singkat seimbang (simetris)
adalah gangguan hubung singkat tiga fasa ke tanah atau hubung singkat tiga fasa.
4.2. Transien Pada Saluran Transmisi
i
v=

2 V sin (t + )

Gambar 4.1.

IV-1

Pada bagian ini akan dibahas transien yang mengikuti gangguan hubung singkat pada
suatu jaringan transmisi. Asumsi-asumsi yang dibuat adalah sebagai berikut :
(i).

Jaringan dicatu oleh suatu sumber tegangan yang konstan (kasus dimana jaringan
disuplai oleh mesin sinkron akan dibahas di sub bab berikutnya)

(ii). Hubung singkat terjadi ketika jaringan tidak berbeban.


(iii). Kapasitansi jaringan dapat diabaikan dan jaringan dapat dinyatakan melalui
rangkaian RL seri.
Dengan asumsi-asumsi di atas, jaringan dapat dinyatakan oleh model rangkaian seperti
Gambar 4.1. Hubung singkat diasumsikan terjadi saat t = 0. Parameter mengatur
tegangan sesaat ketika hubung singkat terjadi. Telah kita ketahui dari teori rangkaian
bahwa arus setelah hubung singkat terjadi terdiri atas dua bagian, yaitu :
i = is + it
dimana

(4.1)

is = arus keadaan mantap (steady state)


2V
sin t
Z

iS

Z R 2 2 L2

tan 1

it = arus transien (menyusut secara eksponenesial dengan suatu konstanta waktu L/R)
it

2V
sin e R
Z

L t

Sehingga arus hubung singkat menjadi :

2V
sin t
Z

arus hubung singkat simetris

2V
sin e ( R / L ) t
Z

(4.2)

komponen arus DC

Plot dari is, it dan i = is + it diperlihatkan pada Gambar 4.2. Dalam terminologi sistem
tenaga, arus steady state sinusoidal disebut arus hubung singkat simetris dan komponen
transien disebut komponen arus DC, yang menyebabkan arus hubung singkat total
menjadi tidak simetris sampai kondisi transien menyusut.

IV-2

Dari Gambar 4.2 dapat kita lihat bahwa arus hubung singkat sesaat maksimum (i mm)
bersesuaian dengan puncak gelombang yang pertama. Jika penyusutan arus transien
dalam waktu yang singkat ini diabaikan :

I mm

2V
sin
Z

2V
Z

(4.3)

Karena tahanan saluran transmisi kecil, 900

I mm

2V
cos
Z

2V
Z

(4.4)

Persamaan ini memiliki harga maksimum pada

= 0, yaitu hubung singkat terjadi

ketika gelombang tegangan menuju nol. Maka :

i mm ( kemungkinan maksimum ) 2

2V
Z

(4.5)

= dua kali harga maksimum dari arus hubung singkat


simetris
Untuk pemilihan pemutus daya, arus hubung singkat sesaat ditentukan menurut

is Pertanyaan selanjutnya adalah :


kemungkinan nilai
maksimumnya(pilihanvyang aman).

Berapa besarkah arus yang harus diputuskan ? Seperti telah diketahui bahwa pemutus
daya modern dirancang untuk memutus arus pada beberapa cycle pertama (lima cycle
t

atau kurang).

2V
sin
Z
it

i = is + it
arus sesaat
maksimum
imm

IV-3

Gambar 4.2. Bentuk gelombang arus hubung singkat pada saluran transmisi

IV-4

Dengan mengacu pada gambar 4.2, hal ini berarti bahwa pada saat arus diputus,
komponen DC belum sepenuhnya hilang dan ia akan mengkontribusi terhadap arus yang
akan diputus tersebut. Daripada menghitung nilai arus DC pada saat pemutusan
(perhitungannya cukup kompleks), lebih baik hanya menghitung arus hubung singkat
simetris, lalu untuk memperhitungkan arus DC, arus hubung singkat simetris tersebut
dikalikan dengan suatu faktor pengali.
4.3. Hubung Singkat Pada Generator Tanpa Beban.
Pada kondisi hubung singkat, reaksi jangkar dari generator sinkron menghasilkan
flux demagnetisasi. Dalam bentuk rangkaian, efek ini dimodelkan sebagai reaktansi Xa
yang seri dengan emf induksi. Reaktansi ini ketika dikombinasikan dengan reaktansi
bocor Xl pada mesin disebut reaktansi sinkron Xd. Tahanan jangkar yang kecil dapat
diabaikan. Model hubung singkat dari mesin sinkron per phasa ditunjukkan pada
Gambar 4.3 dibawah ini :
X

Xl

dw

X
a

X
X

Xd
E

Reaktansi sinkron

(a) Rangkaian hubung singkat steady


State dari mesin sinkron

Reaktansi subtransient poros


langsung

(b) Pendekatan Model Rangkaian keadaan


hubung singkat selama periode subtransient

Xf
Xl
Xa
E

Reaktansi transient poros


langsung

(c) Pendekatan Model Rangkaian keadaan


hubung singkat selama periode transient

Gambar 4.3

IV-5

Misalkan sekarang terdapat hubung singkat (tiga phasa) pada generator sinkron
yang awalnya berada pada kondisi rangkaian terbuka. Mesin tersebut akan mengalami
masa transien pada ketiga phasanya dan berakhir pada keadaan steady state. Pemutus
daya tentunya harus memutus arus sebelum kondisi keadaan mantap tercapai. Segera
setelah hubung singkat, arus komponen DC akan muncul di ketiga phasa masing-masing
dengan besar yang berbeda karena titik gelombang tegangan dimana hubung singkat
terjadi berbeda tiap phasanya. Arus arus DC ini dihitung terpisah melalui basis empiris,
dan oleh karena itu, untuk studi hubung singkat, kita hanya perlu berkonsentrasi pada
arus hubung singkat simetris (sinusoidal).
Sesaat setelah hubung singkat, arus hubung singkat simetris hanya akan dibatasi
oleh reaktansi bocor mesin. Karena fluks celah udara tidak dapat berubah secara drastis,
untuk menghalangi demagnetisasi arus hubung singkat jangkar, arus muncul di belitan
medan begitu pula pada belitan peredam dengan arah yang membantu fluks utama. Arusarus ini menyusut sesuai dengan konstanta waktu belitan. Konstanta waktu dari belitan
peredam yang mempunyai induktansi bocor yang rendah adalah lebih kecil dari yang
dimiliki belitan medan yang mempunyai induktansi bocor yang tinggi. Maka selama
permulaan hubung singkat, belitan peredam dan belitan medan mempunyai arus-arus
yang terinduksi didalamnya sehingga pada model rangkaian reaktansi mereka X f dari
belitan medan dan Xdw dari belitan peredam muncul dalam hubungan paralel dengan Xa
(Gambar 4.3.b). Karena arus belitan peredam yang pertama kali padam, Xdw akan
menjadi rangkaian terbuka dan pada tahapan selanjutnya Xf juga menjadi rangkaian
terbuka.
Oleh karenanya reaktansi mesin berubah dari penggabungan paralel X a, Xf dan
Xdw selama periode awal hubung singkat menjadi Xa dan Xf paralel pada periode
pertengahan (Gambar 4.3.c), dan terakhir menjadi Xa pada keadaan steady state (Gambar
4.3.a). Reaktansi yang dinyatakan oleh mesin di saat awal hubung singkat :
1

Xl

Xa

Xf

X dw

X d

(4.6)

disebut reaktansi subtransien mesin, sementara reaktansi efektif setelah arus belitan
peredam padam :
X d X l ( X a // X f )

(4.7)

disebut reaktansi transien mesin. Tentunya reaktansi pada keadaan mantap disebut
reaktansi sinkron, dimana Xd" < Xd' < Xd.

IV-6

Jika kita amati osilogram dari arus hubung singkat pada mesin sinkron setelah
komponen arus DC dihilangkan, akan kita temukan bentuk gelombang arus seperti pada
gambar 4.4.a. Sampul dari bentuk gelombang arus diberikan oleh gambar 4.4.b. Arus
hubung singkat dapat dibagi ke dalam tiga periodeperiode subtransien awal saat arus
sangat besar seiring munculnya reaktansi subtransien, periode transien pertengahan
dimana timbul reaktansi transien pada mesin, dan terakhir periode steady state dimana
muncul reaktansi sinkron pada mesin.

c
b

Subtransien
transien

mantap

a
0

Sampul sebenarnya
Perkiraan keadaan mantap
Perkiraan sampul transien

(a) Arus jangkar hubung singkat simetris pada mesin sinkron

arus
c

Perkiraan sampul transien

sampul arus
g

h
i
d

Amplitude arus keadaan mantap


0

Waktu
(b) sampul arus hubung singkat dari mesin sinkron

Gambar 4.4

IV-7

Bila sampul arus transien tersebut diekstrapolasi, perbedaan antara sampul


transien dan subtransien adalah arus i" (sesuai dengan arus belitan peredam) yang
menyusut cepat sesuai dengan konstanta waktu belitan peredam. Begitu pula, perbedaan
antara sampul steady state dengan sampul transien i' menyusut menurut konstanta
waktu medan.
Berkenaan dengan osilogram, arus dan reaktansi yang dibahas di atas dapat
dituliskan :
I

dimana :

Oa

Eg

Xd

Eg
Ob

X d
2
Oc
2

Eg

(4.8)

X d

= arus steady state (rms)


= arus transien (rms) tanpa komponen DC
I = arus subtransien (rms) tanpa komponen DC
Xd = reaktans sinkron sumbu langsung
Xd' = reaktansi transien sumbu langsung
Xd" = reaktansi subtransien sumbu langsung
E g = tegangan tanpa beban per phasa (rms)
I

4.4. Hubung Singkat Pada Generator Berbeban.

Xd
+

I0
V0

Eg
Gambar. 4.5. Model rangkaian dari sebuah mesin berbeban.
Gambar 4.5 menunjukkan model sebuah generator sinkron yang beroperasi pada
kondisi mantap memberikan arus beban I0 ke bus pada tegangan terminal V0. Eg adalah
emf induksi pada kondisi berbeban dan Xd adalah reaktansi sinkron poros langsung
mesin. Bila hubung singkat terjadi pada terminal mesin, model rangkaian yang
digunakan untuk menghitung arus hubung singkat diberikan pada gambar 4.6.a untuk
arus subtransien dan 4.6.b untuk arus transien.
Emf induksi yang digunakan pada model ini adalah :
E g V jI X d

E g V jI X d

(4.9)

IV-8

tegangan E g dikenal sebagai tegangan dibelakang reaktansi subtransien dan tegangan


E g dikenal sebagai tegangan dibelakang reaktansi transien.

Xd
+
Eg

I0

I0

Xd
V0

(a) Model rangkaian untuk menghitung arus subtransien

V0

+
Eg

(b) Model rangkaian untuk menghitung


arus transien

Gambar 4.6
4.5. Pemilihan Kapasitas Alat Pemutus Daya
Alat pemutus daya pada umumnya mempunyai tiga macam rating arus, yaitu :
a. Rating Arus Kontinu (Rated Continuous Current)
Rating arus kontinu adalah arus terbesar yang dapat dialirkan secara kontinu
dengan kenaikan temperatur sebesar 30 0C.
b. Rating Arus Yang Dapat Diputuskan (Rated Interrupting Current)
Yang dimaksud dengan rating arus yang dapat diputuskan adalah arus total
terbesar (AC dan DC) yang dapat diputuskan dengan baik. Besar arus ini tergantung dari
waktu membukanya alat pemutus daya itu. Pada umumnya komponen DC tersebut sulit
dihitung, jadi untuk mengikut sertakan komponen DC, arus simetris yang diperoleh
dikalikan dengan faktor pengali. Faktor pengali tersebut besarnya tergantung dari waktu
membukanya alat pemutus daya (lihat tabel 4.1).
Tabel 4.1. Faktor Pengali
Waktu membukanya
Alat pemutus daya
8 cycle
5 cycle
3 cycle
2 cycle
sesaat

Faktor
Pengali
1,0
1,1
1,2
1,4
1,6

c. Rating Arus Sesaat (Rated Momentary Current)

IV-9

Rating Arus Sesaat (momentary current/momentary duty) adalah arus total


terbesar (AC dan DC) yang dapat dialirkan dengan aman selama 1 detik atau kurang.
Besar arus ini adalah :

I momentary 1,6

E
X

(4.10)

4.6. Rating Kapasitas MVA Pemutusan


Rating kapasitas MVA pemutusan (rated interrupting MVA capacity) dapat dicari
dengan cara sebagai berikut :
Misalnya arus hubung singkat simetris terbesar yang diperoleh dari hasil perhitungan
adalah Ihs, maka kapasitas dari alat pemutus daya adalah :
k x
dimana :

VL-L x I hs (MVA)

(4.11)

VL-L = tegangan sebelum gangguan (kV)


Ihs = arus hubung singkat (kA)
k

= faktor pengali (dari Tabel 1)

Jelas bahwa rating kapasitas pemutusan suatu pemutus daya harus lebih besar atau sama
dengan MVA hubung singkat yang akan diputuskan. Dimana MVA hubung singkat ini
adalah :
MVAhs

3 V L L I hs

(4.12)

Jika tegangan dan arus dalam nilai per unit, maka MVA hubung singkat :
MVAhs V L L I hs MVAdasar

(4.13)

Contoh 1.
Sistem Radial seperti pada gambar di bawah ini :

IV-10

G1

10 MVA, Xg1 = 15 %

G2

10 MVA, Xg2 = 12,5 %

11 kV
10 MVA, XT1 = 10 %
SUTT,30 km z = (0,27+ j 0,36)/ km

33 kV
5 MVA, XT2 = 8 %

6,6 kV

kabel,3 km z = (0,135 + j 0,08)/ km

F
Gambar 4.7
Gangguan tiga fasa terjadi pada titik F. Tentukan arus gangguan dan tegangan jala-jala
pada rel/bus 11 kV pada kondisi gangguan.
Solusi : Pilih besaran Dasar 100 MVA
Tegangan dasar : 11 kV pada generator, 33 kV untuk SUTT
dan 6,6 kV untuk kabel.
Reaktansi G1 =

j 0,15 100
j 1,5
10

Reaktansi G2 =

j 0,125 100
j 1,25
10

Reaktansi T1 =

j 0,10 100
j 1,0
10

p.u

Reaktansi T2 =

j 0,08 100
j 1,6
5

p.u

Impedansi dasar untuk SUTT Zdasar =

10

p.u
p.u

(33) 2
10,89
100

j 1,5
30
(0,27 Bus
j 011
,36kV
)
(0,744 j 0,99) p.u
Impedansi SUTT ZGSUTT
=
1
10,89
SUTT
+
j 1,0
j 1,6 (0,93+j 0,55)
(6,6) 2
- G +
kabel
(0,744+j
Impedansi dasar untuk
kabel
Z
=
0,4356
0,99) T
dasar
T
2
1
2
100
10 j 31,25(0,135 j 0,08)
(0,93 j 0,55) p.u
Impedansi kabel ZKABEL =

0,4356

10
-

j 1,5

IV-11

+
j 1, 25

Diagram tersebut di atas menunjukkan kondisi sistem terganggu.


Sistem pada kondisi tanpa beban sesaat akan mengalami gangguan, tegangan pada kedua
generator adalah identik/sama (sefasa dan sama besar)10 p.u.
Rangkaian generator dapat diganti dengan sumber tegangan tunggal yang terhubung seri
dengan reaktansi yang paralel antara kedua generator seperti tersebut di atas.
Impedansi

total

Ztotal

j 1,5 j 1,25
j 1,0 (0,744 j 0,99) j 1,6 (0,93 j 0,55)
j 1,5 j 1,25

Arus gangguan

(1,674 j 4,82) 5,1 70,8

p.u

10
0,196 70,8
5,1 70,8

p.u

I SC

Arus dasar pada bus 6,6 kV


Maka arus gangguan

I dasar

100 10 3
3 6,6

8750

I SC 0,196 8750 1715

Impedansi total antara titik F dengan bus 11 kV :


Ztotal j 1,0 (0,744 j 0,99) j 1,6 (0,93 j 0,55)
1,674 j 4,14 4,43 67,98

Tegangan pada bus 11 kV

p.u

( 4,43 67,98) (0,196 70,8)

p.u

0,88 2,82 p.u 0,88 11 kV 9,68

kV

Contoh 2.

IV-12

Generator 25 MVA, 11 kV dengan reaktansi subtransien Xd = 20 % yang terhubung


melalui transformator, jala-jala dan transformator ke rel/bus untuk melayani tiga motor
yang identik seperti pada gambar di bawah ini.
M1
T1

A
G1

T2

M2
66/6,6 kV

11/66 kV

F
B

Gambar 4.8

M3

Masing-masing motor memiliki Xd = 25 % dan Xd = 30 % pada dasar 5 MVA, 6,6 kV.


Kapasitas transformator T1 25 MVA, 11/66 kV dengan reaktansi bocor 10 % dan
transformator T2 25 MVA, 66/6,6 kV dengan reaktansi bocor 10 %.
Reaktansi transmisi 15 % pada dasar 25 MVA, 66 kV.
Tegangan bus pada semua motor adalah 6,6 kV ketika gangguan hubung singkat 3 fasa
terjadi di titik F.
Hitung : (a). Arus subtransien pada kondisi gangguan
(b). Arus subtransien yang mengalir pada CB di titik B
(c). Arus sesaat pada CB di titik B dan
(d). Arus yang dapat diputus oleh CB di titik B dalam 5 siklus ( 5 cycles)
Solusi : pilih daya dasar 25 MVA
Tegangan dasar generator 11 kV, tegangan dasar jala-jala 66 kV dan tegangan dasar
motor 6,6 kV,
(a). Untuk masing-masing motor :
''
X dm

j 0,25

25
j 1,25
5

p.u
j 1,25

j 0,1

10

j 0,15

j 1,25

j 0,1

j 0, 2
F

j 1,25

10

G1

10

G1

10

G1

(a)

IV-13

j 1,25

j 0, 2
j 0,1

j 0,15

j 1,25

j 0,1
F

10

j 1,25

(b)

j 0,55

j 0,55

j 1,25

j 1,5

j 1,25

CB
F

10

j 1,5

CB

j 1,25

10

j 1,5

(d)

(c)

ISC CB

Gambar 4.9
Dengan reduksi jala-jala dari (a) sampai (c) dapat ditentukan arus hubung singkat I SC
sebesar :
I SC

1
1

j 4,22
j 1,25
j 0,55

Arus dasar pada bus 6,6 kV


Maka arus gangguan

I dasar

25 1000
3 6,6

p.u

2187

I SC 4,22 2187 9229

(b). Dari gambar (c) diperoleh besar arus yang melalui CB adalah :
I SC (CB )

1
1

j 3,42
j 1,25
j 0,55

I SC (CB ) 3,42 2187 7479,5

(c) arus sesaat yang melalui CB

p.u

I SC 1,6 7479,5 11967

(d). Nilai arus yang dapat diputuskan oleh CB, digunakan reaktansi transien motor sbb :

IV-14

'
X dm

j 0,3

25
j 1,5
5

p.u

Dengan reduksi jala-jala (d) dapat ditentukan arus hubung singkat ISC sebesar :
I SC

1
1

j 3,1515
j 1,5
j 0,55

p.u

Dengan menggunakan faktor pengali 1,1, ditentukan nilai arus yang dapat diputuskan
oleh CB sebesar :
I SC (CB ) 1,1 3,1515 2187 7581

Home work :

G1

j 0,1

j 0,05

j 0,1

j 0,15

j 0,1
j 0,2

4
j 0,15

j 0,05
j 0,1

G2

Gambar 4.10

Generator 1 :

100 MVA, 11 kV dan X = 10 %

IV-15

Generator 2 :

100 MVA, 11 kV dan X = 10 %

Transformator identik :

100 MVA, 11 110 kV dan X = 5 %.

Jika terjadi gangguan langsung (solid) 3 - T di bus 4, tentukan :


a. arus gangguan di bus 4
b. kontribusi arus gangguan dari masing-masing generator saat terjadi gangguan
c. tegangan setelah gangguan pada masing-masing bus.
Solusi :
Diagram reaktansi pada daya dasar 100 MVA dan tagangan dasar 11 kV

j 0,15

reaktansi generator seri dengan reaktansi tansformator

2
+

Eg

j 0,15

reaktansi generator seri dengan


reaktansi transformator

4.7. Algoritma untuk studi Hubung Singkat

IV-16

Sebelumnya kita telah memahami perhitungan arus hubung singkat untuk sistem
sederhana dimana rangkaian pasif dapat dengan mudah direduksi. Disini akan
dikembangkan studi untuk sistem yang lebih besar. Ada empat langkah yang dilakukan
dalam perhitungan hubung singkat yang lebih mudah pada sistem yang besar sebagai
berikut :

Sistem

Gambar 4.11

G2

G1

Gr

Gn

Sistem tenaga di atas yang memiliki n-bus yang beroperasi pada beban konstan.
Langkah pertama yang mengarah ke proses perhitungan hubung singkat adalah
menetapkan tegangan sebelum gangguan terjadi pada semua bus dan arus pada semua
jaringan melalui studi aliran daya.
Andaikan tegangan tersebut dinyatakan dengan vektor tegangan sebelum gangguan atau
kondisi normal seperti :

V10

0
VBUS

0
V2

(4.15)

0
Vr

0
Vn

Andaikan bahwa bus r mengalami gangguan hubung singkat melalui impedansi


gangguan Zf . vektor tegangan bus setelah gangguan terjadi menjadi :
f
0
V BUS
V BUS
V

(4.16)

adalah vektor perubahan tegangan pada bus akibat gangguan yang terjadi.

Langkah ke-dua digambarkan rangkaian Thevenin pasif dari sistem dengan mengganti
generator dengan reaktansi transien atau subtransien dan emfnya dihubung singkat.

IV-17

Sistem

Gambar 4.12

X 'd1

X 'd 2

Vr

Zf

X ' dr X ' dn

Langkah ke-tiga, pada rangkaian Thevenin pasif dibangkitkan sumber sebesar Vr0
terhubung seri dengan Zf seperti pada gambar di atas.
Vektor V terdiri dari tegangan bus dalam sistem, sehingga
V Z BUS J

(4.17)

dimana ZBUS adalah matrik impedansi bus dari rangkaian Thevenin pasif.
Z BUS
J

Z 11 Z 1n

Z n1 Z nn

(4.18)

vektor injeksi arus bus

0
0

Jf f
f
J r I

Z 11
Vr Z r1
Z n1

Z rr

Vr Z rr I

Z 1n
Z rn
Z nn

(4.19)

0
If

0

(4.20)

Langkah ke-empat, besar tegangan pada bus r yang terganggu menjadi :

IV-18

Vr f Vr0 Vr Vr0 Z rr I

(4.21)

Tegangan akan sama dengan


Vr f Z f I

(4.22)

Karena kedua persamaan di atas adalah sama maka,


Z f I f Vr0 Z rr I f
If

(4.23)

Vr0
Z rr Z f

Pada bus ke-i diperoleh


Vi Z ir I

Vi f Vi 0 Vi Vi 0 Z ir I f

, i 1,2,, n

Jika disubstitusi I f akan diperoleh bentuk persamaan seperti berikut ini.


Vr f

Zf
Z rr Z f

Vr0

Z ir
Vi Vi
Vr0
Z rr Z f
f

(4.24)
untuk i r

Arus pada setiap saluran dari i ke j adalah


I ijf yij (Vi f V j f )

G1

(4.25)

j 0,1

j 0,05

j 0,1
Contoh :

j 0,15

j 0,1
j 0,2

4
j 0,15

j 0,05

IV-19
j 0,1

G2

Gambar 4.13

Generator 1 :

100 MVA, 11 kV dan X = 10 %

Generator 2 :

100 MVA, 11 kV dan X = 10 %

Transformator identik :

100 MVA, 11 110 kV dan X = 5 %.

Jika terjadi gangguan langsung (solid) 3 - T di bus 4, tentukan :


a. arus gangguan di bus 4
b. tegangan setelah gangguan pada masing-masing bus
c. kontribusi arus gangguan dari masing-masing generator saat terjadi gangguan

Solusi :
Diagram reaktansi pada daya dasar 100 MVA dan tagangan dasar 11 kV

IV-20

Y11

1
1
1
1

j 28,333
j 0,15
j 0,15
j 0,1
j 0,2

Y12 Y21

1
j5
j 0,2

Y13 Y31

1
j 6,667
j 0,15

Y14 Y41

1
j 10
j 0,1

Y22

p.u

p.u
p.u

p.u

1
1
1
1

j 28,333
j 0,15
j 0,15
j 0,1
j 0,2

Y23 Y32

1
j 10
j 0,1

Y24 Y42

1
j 6,667
j 0,15

p.u

p.u
p.u

Y33

1
1

j 16,667
j 0,15
j 0,1

p.u

Y44

1
1

j 16,667
j 0,1
j 0,15

p.u

Matrik admitansi YBUS adalah :

YBUS

j 28,333

j5

j 6,667

j 10

j5

j 6,667

j 10

j 28,333
j 10
j 6,667

j 10
j 16,667
j0

j 6,667
j0
j 16,667

Matrik impedansi diperoleh dengan meng-inverse YBUS

Z BUS

j 0,0903
j 0,0597
j 0,0719
j 0,0780

j 0,0597
j 0,0903
j 0,0780
j 0,0719

j 0,0719
j 0,0780
j 0,1356
j 0,0743

j 0,0780
j 0,0719
j 0,0743
j 0,1356

Tegangan setiap bus diperoleh dengan rumus :


Vi f Vi 0

Zi 4 0
V4 untuk i r
Z 44

0
0
0
0
Kondisi sebelum terjadi gangguan tanpa beban, V1 V2 V3 V4 1 p.u

IV-21

V1 f V10

Z14 0
j 0,0780
V4 1,0
1,0 0,4248
Z 44
j 0,1356

p.u

V2f V20

Z 24 0
j 0,0719
V4 1,0
1,0 0,4698
Z 44
j 0,1356

p.u

V3 f V30

Z 34 0
j 0,0743
V4 1,0
1,0 0,4521
Z 44
j 0,1356

p.u

V4f V40

Z 44 0
j 0,1356
V4 1,0
1,0 0,0000
Z 44
j 0,1356

p.u

Arus gangguan yang terjadi di bus 4 sebesar


If

V40
1,0

j 7,37463
Z 44
j 0,1356

p.u

Arus gangguan yang mengalir pada setiap saluran pada sistem adalah :
f
ij

yij ( Vi

( Vi f V j f )
Vj )
zij
f

I12f

(V1 f V2f ) 0,4248 0,4698

j 0,225
z12
j 0,2

p.u

I13f

(V1 f V3 f ) 0,4248 0,4521

j 0,182
z13
j 0,15

p.u

f
14

(V1 f V4f ) 0,4248 0,0

j 4,248
z14
j 0,1

p.u

I 23f

(V2f V3 f ) 0,4698 0,4521

j 0,177
z23
j 0,1

I 24f

(V2f V4f ) 0,4698 0,0

j 3,132
z24
j 0,15

p.u

p.u

4.8. Algoritma Pembentukan Matrik Impedansi Bus


Sebelum kita membicarakan pembuatan algoritma matrik impedansi bus, ada
sejumlah definisi dari aturan teori graph akan diperkenalkan. Graph dari suatu jaringan

IV-22

menggambarkan struktur secara geometrik jaringan. Graph terdiri dari penggambaran


ulang jaringan dengan suatu garis yang menyatakan setiap elemen jaringan.
Graph jaringan untuk gambar 2.7(a) sebelum gangguan diperlihatkan dalam gambar
2.7(b) berikut :
G2

G1

j Xg2

j Xg1

j X12

j X13

j X23

3
Ihs
Zf

gambar (a)
0
2

1
1

4
3

5
2

gambar (b)

1
1

4
3

5
2
gambar (c)

Gambar 2.7. Sistem tenaga sederhana


Bus dinyatakan sebagai simpul atau titik dan impedansi oleh segmen garis yang
disebut elemen atau edges. Tree dari suatu hubungan graph adalah suatu hubungan
subgraph yang menghubungkan semua simpul 2 tanpa membentuk loop (rangkaian
tertutup). Elemen2 suatu tree adalah cabang/saluran2 . Secara umum suatu graph

IV-23

memiliki beberapa tree. Jumlah cabang dalam setiap tree yang dipilih ditandai dengan b
adalah selalu jumlah simpul dikurangi satu.
b

n 1

n adalah jumlah simpul atau bus termasuk bus referensi 0. Ketika suatu tree untuk suatu
graph telah didefinisikan, elemen2 yang tertinggal atau tersisa ditujukan sebagai link.
Kumpulan link disebut cotree. Bila e adalah jumlah total elemen2 dalam suatu graph,
maka jumlah link (l) dalam suatu cotree adalah:
l

e b e n 1

Suatu loop yang memiliki satu link disebut loop dasar.


Jumlah loop dasar menjadi unik atau spesifik yang samadengan jumlah link dan
sekaligus menjadi jumlah persamaan loop bebas . suatu cut set adalah suatu set minimal
dari cabang2 yang mana jika cut membagi graph menjadi dua hubungan subgraph. Suatu
cut set fundamental adalah suatu cut set yang terdiri dari hanya satu cabang. Jumlah cut
set fundamental adalah unik, yang samadengan jumlah cabang 2 dan samadengan jumlah
persamaan simpul yang bebas.
Gambar 2.7(c) menunjukkan suatu tree dari graph dengan cabang2 tree dengan garis dan
cotree ditandai oleh garis putus2.
Matrik impedansi bus dapat dibentuk yang diawali dengan suatu elemen tunggal
dan prosesnya dilanjutkan hingga seluruh simpul/bus dan elemen 2 cabang. Dimisalkan
matrik impedansi bus Zbus timbul untuk suatu jaringan partial (sebagian dari jaringan)
yang mempunyai m simpul/bus dan referensi simpul 0 seperti terlihat pada gambar 2.8
dibawah ini.

1
Jaringan
Partial

:
:

2
i

:
m
0
referensi
gambar 2.8. Model jaringan partial sistem tenaga Z m
bus
Persamaan jaringan untuk jaringan partial ini adalah :
Vbus

Z bus I bus

Untuk sistem n bus, m bus termasuk didalam jaringan dan Zbus mempunyai ukuran m
m . Kita akan menambahkan satu elemen pada saat tertentu dari bagian yang tersisa dari

IV-24

jaringan hingga seluruh elemen tercakup. Penambahan elemen dapat berupa suatu
cabang atau link seperti yang dijelaskan berikut ini.
4.8.1. Penambahan suatu cabang
Bila elemen yang ditambahkan adalah suatu cabang, satu simpul/bus baru
tercipta atau bertambah ke jaringan partial yang akan menambah baris dan kolom baru
dari matrik impedansi sehingga ukuran matriknya menjadi (m+1)(m+1). Tambahkan
satu cabang dengan impedansi primitif zpq dari bus p ke bus baru q seperti pada gambar
2.9(a).
1
Jaringan
Partial

2
:
: p

Jaringan
Partial

0
referensi

(a)

2
:
: p

(b)

0
referensi

Gambar 2.9. Model jaringan partial sistem tenaga Z m


bus penambahan satu cabang
persamaan jaringan menjadi :
V1
V
2

V p

Vm
V
q

Z11
Z
21

Z p1

Z m1
Z
q1

Z12
Z 22

Z p2

Z m2

Z1 p
Z2 p

Z pp

Z mp

Z1m
Z 2m

Z pm

Z mm

Z q2

Z qp

Z qm

Z1q
Z 2 q

Z pq

Z mq

I1
I
2


Ip


Im

(4.26)

Z qq I q

Penambahan cabang tidak mempengaruhi matrik asal, tetapi membutuhkan perhitungan


untuk elemen2 pada baris dan kolom q. Oleh sebab elemen 2 jaringan sistem tenaga
adalah linier dan bilateral, maka Zqi = Ziq untuk setiap q = 1, 2, .., m.
Pertama, kita akan tentukan elemen dari Zqi untuk i = 1, 2, , m dan i q.
menentukan elemen2 ini, kita akan menggunakan sumber arus 1 p.u pada simpul/bus ke-i
sehingga Ii = 1 p.u
dan menjaga bus lain dalam kondisi terbuka. Artinya Ik = 0, untuk k = 1, 2, , m. dan
k i.
Berdasarkan persamaan di atas diperoleh :

IV-25

V1 Z1i
V2 Z 2i

V p Z pi

(4.27)

Vm Z mi
Vq Z qi

Gambar 2.9(a) menunjukkan bahwa :


Vq

V p pq

(4.28)

dimana pq adalah jatuh tegangan pada cabang yang ditambahkan dengan impedansi zpq
dan besarnya adalah :
pq

z pq i pq

(4.29)

karena elemen p-q yang ditambahkan adalah suatu cabang, maka ipq = 0, sehingga pq =
0 dan diperoleh :
Z qi

Z pi

i = 1, 2, , m dan

iq

(4.30)

Untuk menentukan besarnya elemen diagonal Zqq , dilakukan dengan menginjeksikan


sumber arus 1 p.u pada bus q , iq = 1 p.u sementara bus lain dalam kondisi terbuka.
sehingga diperoleh :
Vq

Z qq

Pada saat arus yang di-injeksikan pada bus q mengalir ke bus p , maka ipq = - Iq = - 1 p.u.
sehingga :
pq z pq

(4.31)

Vq

(4.32)

dan
V p z pq

untuk i = q , maka Vq = Zqq dan Vp = Zpq sehingga menjadi :


Z qq

Z pq z pq

(4.33)

Bila simpul/bus p adalah sebagai simpul/bus referensi seperti terlihat pada gambar 2.9(b)
, Vp = 0 akan diperoleh bahwa :
Z qi

Z pi V p 0

i = 1, 2, , m dan

iq

Dengan demikian akan diperoleh elemen diagonal :


Z qq

z pq

(4.34)

2.5.2. Penambahan suatu link


Ketika elemen yang ditambahkan adalah suatu cotree link di antara bus p dan bus
q tidak terjadi penambahan bus baru. Ukuran matrik Zbus tetap sama, tetapi semua

IV-26

elemen2nya perlu dihitung. Andaikan ditambahkan suatu link dengan impedansi zpq di
antara dua bus yang ada, bus p dan bus q seperti terlihat pada gambar 2.10(g).
1
Jaringan
Partial

:
:

Jaringan
Partial

p
q

:
:

0
referensi

2
p

q
m

0
referensi

gambar (a)

gambar (b)

Gambar 2.10. Model jaringan partial sistem tenaga Z m


bus penambahan satu link

jika Il adalah arus yang mengalir melalui link yang ditambahkan dengan arah seperti
pada gambar 2.10(a) , maka akan diperoleh bahwa :
z pq I

V p Vq

(4.35)

atau
Vq V p z pq I 0

(4.36)

Akibat penambahan link menyebabkan arus Ip berubah menjadi (Ip - Il ) dan arus Ip
berubah menjadi (Ip + Il ) seperti pada gambar 2.10(b) di atas dan persamaan jaringan
menjadi :
V1

Z11 I1

Z1 p ( I p I )

Z1q ( I p I )

Z1m I m

Vp

Z p1 I1

Z pp ( I p I )

Z pq ( I p I )

Z pm I m

Vq

Z q1 I1

Z qp ( I p I )

Z qq ( I p I )

Z qm I m

Vm

Z m1 I1 Z mp ( I p I )

Z mq ( I p I )

Z mm I m

(4.37)

Jika Vp dan Vq pada pers. (4.37) disubstitusikan ke pers. (4.36) maka diperoleh :
( Z q1 Z p1 ) I1 ( Z qp Z pp ) I p ( Z qq Z pq ) I q
( Z qm Z pm ) I m ( z pq Z pp Z qq 2 Z pq ) I

(4.38)

Bila pers. (4.37) ditambahkan ke pers. (4.38) akan diperoleh sistem persamaan simultan
sebanyak (m +1) yang dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut :

IV-27

V1

V p

Vq

Vm
0

Z11

Z p1

Z q1

Z m1
Z
1

Z1 p

Z pp
Z qp

Z mp

Z 1q

Z pq
Z qq

Z mq

Z 1m

Z pm
Z qm

Z mm

Z p

Z q

Z m

Z1

Z p

Z q

Z m

I1


Ip

Iq


Im

(4.39)

Z I

dimana
Z i Z i Z iq Z ip

(4.40)

Z z pq Z pp Z qq 2 Z pq

(4.41)

dan

Kemudian arus link Il dapat dieliminasi. Pers. (4.38) di atas dapat ditulis dalam bentuk
matrik partisi sebagai berikut :
old
Vbus Z bus
0
T

Z I bus

Z I

(4.42)

dimana
Z

Z p

Z q Z m

Bila pers. (4.41) dituliskan dalam bentuk persamaan, maka diperoleh bentuk sebagai
berikut :
old
Vbus Z bus
I bus Z I

(4.43)

dan
0 Z T I bus Z I

atau
I

ZT
I bus
Z

Bila arus link Il disubstitusikan ke-pers. (4.43) , maka didapatkan :


old
Z ZT
Vbus Z bus

I bus
Z

atau
new
Vbus Z bus
I bus

dimana
new
old
Z bus
Z bus

Z ZT
Z

(4.44)

IV-28

Perhatikan bahwa pers. (4.44) di atas, mereduksi ukuran matrik ke ukuran awal. Hal ini
menunjukkan

bahwa

tidak

terjadi

penambahan

simpul

baru

tetapi

hanya

menghubungkan dua simpul yang ada di dalam sistem.


Matrik impedasi bus dapat dibentuk dengan penambahan cabang dan link pada
tahap berikutnya. Kadang2 merupakan hal terbaik untuk memilih suatu tree yang terdiri
dari elemen2 yang dihubungkan ke simpul referensi. Jika lebih dari satu elemen
dihubungkan di antara simpul dan simpul referensi, hanya satu elemen dapat dipilih
sebagai cabang yang menempati elemen yang lain di dalam cotree. Prosedur tahap demi
tahap untuk membentuk matrik impedansi bus yang diambil dari matrik impedansi bus
new
yang ada Z old
bus ke matrik impedansi bus Z bus disimpulkan sebagai berikut :

Aturan 1 : penambahan cabang tree ( tree branch) kepada referensi


Dimulai dengan cabang2 yang terhubung ke simpul referensi. Penambahan suatu
cabang zq0 di antara simpul baru q dan simpul referensi 0 yang memiliki matrik
impedansi lama Z old
bus dengan ukuran (m m ), dan akan menghasilkan matrik impedansi
baru Z new
dengan ukuran (m+1)(m+1) dan diperoleh :
bus

new
Z bus

Z 11

Z1m
0

Z mm

0
0
0

(4.45)

z q 0

Matrik tersebut di atas adalah matrik diagonal dengan nilai impedansi cabang pada
diagonal.
Aturan 2 : Penambahan cabang tree dari suatu simpul/bus baru ke simpul lama
Melanjutkan dengan cabang2 yang tersisa dari tree yang menghubungkan simpul
baru dengan simpul yang ada. Penambahan satu cabang z pq di antara simpul baru q dan
simpul yang ada p yang menghasilkan matrik impedansi lama Z old
bus dengan ukuran (m
m ), dan akan menghasilkan matrik impedansi baru Z new
dengan ukuran (m+1)(m+1).
bus
Jadi diperoleh :

IV-29

new
Z bus

Z11 Z1 p

Z p1 Z pp

Z m1 Z mp

Z p1 Z pp

Z1 p

Z pp

Z mm
Z pm

Z mp

Z pp z pq

Z1m

Z pm

(4.46)

Aturan 3 : Penambahan suatu link cotree di antara dua simpul Yang ada
Ketika suatu link dengan impedansi zpq ditambahkan di antara dua simpul yang
ada p dan q, kita akan meniadakan matrik impedansi

Z old
bus dengan baris baru dan

kolom baru, akan diperoleh :

new
Z bus

Z11

Z p1
Z q1

Z m1

Z1 p

Z pp
Z qp

Z mp

Z Z
Z qp Z pp
p1
q1

Z1q

Z pq
Z qq

Z mq
Z qq Z pq

Z1m

Z pm
Z qm

Z mm

Z qm Z pm

Z1q Z1 p

Z pq Z pp

Z qq Z qp

Z mq Z mp
Z

(4.47)

dimana
Z z pq Z pp Z qq 2 Z pq

(4.48)

Baris dan kolom baru setelah dieliminasi diperoleh, Z yang didefinisikan sebagai :
Z1q Z1 p

Z pq Z pp
Z

Z qq Z qp

Z mq Z mp

(4.49)

Bila simpul/bus q sebagai simpul referensi, Zqi = Ziq = 0 untuk i = 1, .., m dan
berubah menjadi :

IV-30

Z11

Z p1

new
Z bus

Z1 p

Z pp

Z m1 Z mp
Z p1 Z pp

Z1m

Z pm

Z mm
Z pm

Z1 p

Z pp

(4.50)

Z mp

dimana
Z z pq Z pp

(4.51)

Z1 p

Z pp
Z

Z qp

Z mp

(4.52)

Algoritma pembentukan matrik impedansi bus Zbus dengan penambahan satu


elemen pada saat tertentu dapat juga dipergunakan untuk menghilangkan/melepaskan
suatu cabang atau generator dari jaringan. Prosedurnya identik dengan penambahan
elemen, dalam hal ini elemen yang akan dihilangkan dipandang sebagai impedansi
negatif, dengan kata lain akan meniadakan efek elemen tersebut.

4.9. Jenis Gangguan


Teori Peritungan Arus Gangguan Hubung Singkat
1.

Analisis gangguan hubung singkat seimbang tiga fasa


a
b
c

Ia

Ib

Ic

Va ZV
f b Z fV c Z

IV-31

Gambar 4.14. Gangguan hubung singkat tiga fasa


Pada gangguan seimbang komponen urutan nol dan urutan negatifnya tidak muncul,
maka pada gangguan seimbang hanya muncul komponen urutan positif
V1 I1 Z

Bentuk rangkaian untuk gangguan seimbang 3 fasa ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
_

I1
Rangkaian
Urutan
Positif

+
_

Zf

V1
-

Gambar 4.15. Rangkaian Urutan Positif Untuk Gangguan hubung singkat tiga fasa
Berdasarkan gambar 4.15., diketahui bahwa :
V0

V2 0

I0

I2 0

V1

(1)

(1)

I1

(1)

(1)

(1)

(1)

E Z i1 I 1 Z ii

V1

(1)

(1)

(1)

I i Z in I n

tetapi :
(1)

I1

(1)

In
(1)

terkecuali untuk

(1)

Vi

(1)

E {0 Z ii

(1)

maka :

Ii

Ii

untuk

(1)

Ii

0}

E
(1)

Z f Z ii

(1)
j

(1)
j

E Z

(1)
ji

(1)

Ii

IV-32

(1)
j

(1)

Z ji
1
(1)
Z f Z ii

(1)
j

Z f Z ii(1) Z ji(1)

(1)

Z f Z ii

Contoh Soal :
1.
G1
Gambar 4.16
G2

Generator 1 :

50 MVA, 13,8 kV dan X = 25 %

Generator 2 :

25 MVA, 13,8 kV dan X = 25 %

Transformator :

75 MVA, 13,8 69 kV dan X = 10 %.

Sebelum gangguan terjadi, tegangan pada sisi tegangan tinggi dari transformator 66 kV.
Transformator tidak dibebani. Tentukan arus subtransient masing-masing generator pada
saat terjadi gangguan tiga phasa di sisi tegangan tinggi transformator .

Eg1

Gambar 4.17

j 0,375

+
Eg2

j 0, 10

j 0, 75

P
S

Ambil dasar pada sisi tegangan tinggi : 69 kV dan 75 MVA.


dan pada sisi tegangan rendah menjadi 13,8 kV
Generator 1 :
X 'd' j 0,25

75
j 0,375 p.u
50

IV-33

E'g1

66
0,957 p.u
69

Generator 2 :
X'd' j 0,25
E'g 2

75
j 0,750 p.u
25

66
0,957 p.u
69

X j 0,10 p.u

Transformator :

Gambar 4.17. memperlihatkan diagram reaktansi sebelum terjadi gangguan. Bila suatu
gangguan 3 phasa ke tanah terjadi di titik p disimulasikan oleh saklar S ditutup.
Tegangan dalam Eg dari kedua generator yang terhubung paralel dengan syarat tegangan
dan urutan phasa identik bila tidak ada arus sirkulasi di antara kedua generator tersebut.
Reaktansi subtransient ekuivalen paralel adalah :
'
X'ek

j 0,375 j 0,75
j 0,25 p.u
j 0,375 j 0,75

j 0, 25
-

Eg

j 0, 10

I
S
Gambar 4.18

Arus gangguan :

I 'f'

0,957
j 2,735 p.u
j 0,25 j 0,10

Tegangan di sisi delta transformator menjadi :


V ( j 2,735) ( j ,10) 0,2735 p.u
Arus subtransien pada masing-masing generator :
I 'g'1

0,957 0,274
j 1,823 p.u
j 0,375

I 'g' 2

0,957 0,274
j 0,912 p.u
j 0,75

Arus subtransien dalam ampere menjadi :


I 'g'1

1,823

75.000
5720
3 13,8

I 'g' 2 0,912

75.000
2800
3 13,8

2.
Suatu alternator dan motor sinkron kapasitas 30 MVA, 13,2 kV, keduanya memiliki
reaktansi subtransient X= 20 %. Reaktansi saluran yang menghubung keduanya X s = 10
% pada dasar kapasitas mesin2 listrik.
Motor menyerap daya 20 MW pada faktor daya 0,8 terdahulu dan tegangan terminal Vt =
12,8 kV ketika suatu gangguan tiga phasa terjadi diterminal motor. Tentukan arus

IV-34

subtransien dalam alternator, motor dan gangguan menggunakan tegangan internal dari
mesin2 listrik.
j 0, 10

j 0, 10

IL

j 0, 20
+

j 0, 20

Eg

+
E

If

Eg

Sebelum gangguan

Im

Ig

j 0, 20

Vf

P
j 0, 20

+
Em
-

gambar 4.19

Selama gangguan

solusi : pilih sebagai daya dasar 30 MVA, 13,2 kV.


Sebelum terjadi gangguan Eg dan Em dapat diganti dengan Eg dan Em .
Bila digunakan tegangan pada titik gangguan Vf sebagai phasor referensi :
12,8
0,97 0 p.u
13,2
30.000
1.312 A =
Arus dasar
3 13,2
20.000
IL
1.128 36,9
3 12,8 0,8
Vf

1.128 36,9
0,86 36,9 p.u
1.312
0,86 ( 0,8 j 0,6 ) 0,69 j 0,52 ) p.u

Untuk generator :
Vt = 0,97 + j 0,1 ( 0,69 + j 0,52 ) = 0,97 + j 0,069 0,052
= 0,918 + j 0,069 p.u
E 'g'

0,918 j 0,069 j 0,2 ( 0,69 j 0,52 )

E 'g'

0,918 j 0,069 j 0,138 0,104 0,814 j 0,207 p.u

I 'g'
I 'g'

0,814 j 0,207
0,69 j 2,71 p.u
j 0,3
1.312 ( 0,69 j 2,71 ) 905 j 3.550

Untuk motor :
Vt Vf 0,97 0

p .u

E 'm'

0,97 j 0 j 0,2 ( 0,69 j 0,52 )

E 'm'

0,97 j 0,138 0,104 1,074 j 0,138 p.u


1,074 j 0,138
0,69 j 5,37 p.u
j 0, 2

I 'm'
I 'm'

1.312 ( 0,69 j 5,37 ) 905 j 7.050

Arus gangguan di titik P :

IV-35

I 'f' I 'g' I 'm'


I 'f'

0,69 j 2,71 0,69 j 5,37

p.u

j 8,08 p.u 1.312 ( j 8,08 ) j 10.600

Jika diselesaikan dengan metode thevenin sebagai berikut akan diperoleh hasil :
Z th
Vf

I 'f'

j 0,3 j 0,2
j 0,12
j 0,3 j 0,2

p.u

0,97 0 p.u
0,97 j 0
j 8,08 p.u
j 0,12

Arus gangguan dari generator


Arus gangguan dari motor

j 0,2
j 8,08 j 3,23
j 0,5
j 0,3
j 8,08 j 4,85
j 0,5

p.u

p.u

Untuk memperoleh arus total subtransient dalam mesin listrik tambahkan arus beban
sebelum terjadi gangguan ke arus gangguan dari masing2 mesin listrik.
I 'g'

0,69 j 0,52 j 3,23 0,69 j 2,71 p.u

I 'm'

0,69 j 0,52 j 4,85 0,69 j 5,37

p.u

Catatan : umumnya arus beban diabaikan didalam menghitung arus pada setiap
jaringan/saluran yang mengalami gangguan. Dalam metode thevenin, arus
beban diabaikan yang berarti bahwa arus sebelum terjadi gangguan dalam
setiap saluran tidak ditambahkan ke komponen arus yang mengalir menuju
gangguan pada saluran.
Dalam contoh di atas (bukan thevenin), arus beban dapat diabaikan jika
tegangan dibelakang reaktansi subtransient dari semua mesin 2 listrik yang ada
dianggap samadengan tegangan Vf pada titik gangguan sebelum terjadi
gangguan, artinya tidak ada arus yang mengalir di setiap titik dalam jaringan
ke titik gangguan.
Dengan mengabaikan arus beban dalam contoh (thevenin), arus gangguan sebesar :
Dari generator

: 3,23 1.312 A = 4.240 A

Dari Motor

: 4,85 1.312 A = 6.360 A

Arus gangguan

: 8,08 1.312 A = 10.600 A

Bila arus beban diperhitungkan, maka arus gangguan menjadi :


Dari generator

: |905 j 3.550| A = 3.660 A

Dari Motor

: | 905 j 7.050| A = 7.200 A

Arus gangguan

: 8,08 1.312 A = 10.600 A

IV-36

3.
Untuk sistem tenaga dibawah ini diketahui :
Generator G1 : 100 MVA, X = 0,20 p.u, 11 kV
Generator G2 : 60 MVA, X = 0,15 p.u, 11 kV
Trafo (masing-masing) : 50 MVA, X = 0,15 p.u, 12 kV/110 kV
Reaktor X = 0,2 p.u pada daya dasar 100 MVA
Saluran transmisi masing-masing : X = 100 Ohm
Tegangan sistem transmisi 110 kV. Pilih daya dasar 100 MVA.
Hubung singkat tiga phasa terjadi ditengah-tengah salah satu saluran transmisi,di titik F.
Hitunglah besar arus gangguan yang disumbangkan oleh G1 ?.
1
G1
Tr1

Tr3

reaktor

2
G2
Tr2

Tr4

Gambar 4.20

G1
G

T
1

:
:

x"
x"

re
aktor
salu ran
Z

da sa r

G1

xg1

XT1

T2

Xs

0, 2
0, 2

T3

xg2

XT2

:
x r

transm
(
110 )
100

XT3

Xr
G2

XT4

IV-37

Gambar 4.21
x j 0,3 j 0,8264463 j 0,3

j 1,4264463 p.u

x 2 F j 0,3 j 0,41322315 j 0,71322315 p.u x 4 F


xg1

G1
Xr
xg2

G2

X2F

X4F

x FS j 1,4264463 j 0,71322315 j 2,13966945 p.u

XFS

xg1
G1

Xr
xg2

G2

F
X2F

x1S

j 0,2 ( j 2,13966945)
j 1,4017325 p.u
j 3,0528926

x2S

j 0,2 ( j 0,71322315)
j 0,0467244 p.u
j 3,0528926

xF

j 2,13966945 ( j 0,71322315)
j 0,499874 p.u
j 3,0528926

G1

xg1

X1S
s

G2

XF

xg2
X2S

IV-38

xg1S
G1
XF

xg2S

G2

x g1S j 0,1680556 j 1,4017325 j 1,5697881 p.u


x g 2 S j 0,2100695 j 0,0467244 j 0,2567939 p.u

XF
G

xgF

j 1,5697881 ( j 0,2567939)
j 0,220692 p.u
j 1,5697881 j 0,2567939
j 0,220692 j 0,49874 j 0,720566 p.u

x gF
x thev

Xthev

F
If

I Gf1

1
j 1,3877979 p.u
j 0,720566
j 0,2567939

( j 1,3877979 p.u ) j 0,1951065 p.u


j 1,826582

Jadi besar kontribusi arus gangguan dari generator G1 = 0,1951065 p.u

IV-39

4.

G1

j 0,1

j 0,2

j 0,1

G2

j 0,2
j 0,8

j 0,4

j 0,4
3
MVA dasar = 100 MVA

Tentukan tegangan tiap bus dan besar arus pada saluran antar bus selama terjadi
gangguan seimbang tiga phasa di bus 3, dengan impedansi gangguan j 0,16 dan
tegangan sebelum gangguan disemua bus 1 p.u.
Kerjakan juga masing-masing untuk bus 1 dan 2.
G2

G1

j 0,4

j 0,2

j 0,8

j 0,4

j 0,4

3
I3 (F)
Zf = j 0,16

IV-40

G1

j 0,2

G2

j 0,4

j 0,8

j 0,4

j 0,4

Vth = V3(0)
I3 (F)
Zf = j 0,16

Gambar 4.22
x1 S

j 0,4 ( j 0,8)
j 0,2 p.u
j 1,6

x2S

j 0,4 ( j 0,8)
j 0,2 p.u
j 1,6

x2S

j 0,4 ( j 0,4)
j 0,1 p.u
j 1,6

IV-41

G1

G2

j 0,2

j 0,4

2
j 0,2

j 0,2

j 0,1

3
Vth = V3(0)

+
I3 (F)
Zf = j 0,16

Gambar 4.23

Z 33

j 0,4 ( j 0,6)
j 0,1 j 0,24 j 0,1 j 0,34 p.u
j 0,4 j 0,6

IV-42

j 0,24
Z33 = j 0,34

j 0,1

3
+

3
Vth = V3(0)
I3 (F)

Vth = V3(0)

Zf = j 0,16

I3 (F)

Zf = j 0,16

(a)

(b)
Gambar 4.24

I 3 (F )

V3 (0)
Z 33 Z f

1,0
j 2 p.u
j 0,34 j 0,16

Berdasarkan gambar 3. (a) arus gangguan dibagi di antara kedua generator masingmasing sebesar :
j 0,6
I 3 ( F ) j 1,2 p.u
j 0,4 j 0,6
j 0,4

I 3 ( F ) j 0,8 p.u
j 0,4 j 0,6

I G1
IG2

Perubahan tegangan bus akibat arus gangguan terjadi sebesar :


V1 0 ( j 0,2 ) ( j 1,2 ) 0,24 p.u
V 2 0 ( j 0,4 ) ( j 0,8 ) 0,32 p.u
V3 ( j 0,16 ) ( j 2 ) 1,0 0,68 p.u

IV-43

Tegangan selama gangguan terjadi dapat diperoleh dengan men-superposisi-kan antara


tegangan bus sebelum gangguan dan perubahan tegangan bus akibat emf ekuivalen yang
terhubung ke bus terganggu seperti terlihat pada gambar 1.
V1 ( F ) V1 (0) V1 1,0 0,24 0,76 p.u
V 2 ( F ) V 2 (0) V 2 1,0 0,32 0,68 p.u
V3 ( F ) V3 (0) V3

1,0 0,68 0,32 p.u

Kontribusi arus hubung singkat pada cabang/saluran dalam sistem sebesar :


V1 ( F ) V2 ( F )
0,76 0,68

j 0,1 p.u
z12
j 0,8
V ( F ) V3 ( F )
0,76 0,32
I 13 ( F ) 1

j 1,1 p.u
z13
j 0,4
V ( F ) V3 ( F )
0,68 0,32
I 23 ( F ) 2

j 0,9 p.u
z 23
j 0,4
I 12 ( F )

G1

G2

j 0,4

j 0,2

j 0,8

I2 (F)

j 0,4
j 0,4

Zf = j 0,16IV-44

Gambar 4. 25(a)

j 0,2

j 0,4

j 0,8

+
j 0,4

j 0,4

I2 (F)
Zf = j 0,16

Gambar 4. 25(b)

IV-45

j 0,2
1

G1

G2

j 0,4
2

j 0,4
+

Vth = V2(0)
I2 (F)
Zf = j 0,16

Gambar 4. 26(a)
j 0,8 ( j 0,8)
j 0,4 p.u
j 1,6
j 0,6 ( j 0,4)

j 0,24 p.u
j 0,6 j 0,4

x12
Z 22

Z22 = j 0,24
2
+

Vth = V2(0)
I2 (F)
Zf = j 0,16

Gambar 4. 26(b)

IV-46

I 2 (F )

V 2 (0)
1,0

j 2,5 p.u
Z 22 Z f
j 0,24 j 0,16

Berdasarkan gambar 4. 26(a) arus gangguan dibagi di antara kedua generator masingmasing sebesar :
j 0,4
I 2 ( F ) j 1,0 p.u
j 0,4 j 0,6
j 0,6

I 2 ( F ) j 1,5 p.u
j 0,4 j 0,6

I G1
IG2

Berdasarkan gambar 4.25(a), perubahan tegangan bus akibat arus gangguan sebesar :
V1 0 ( j 0,2 ) ( j 1,0 ) 0,2 p.u
V 2 0 ( j 0,4 ) ( j 1,5 ) 0,6 p.u
j 1,0
V3 0,2 ( j 0,4 ) (
) 0,4 p.u
2

Tegangan selama gangguan terjadi dapat diperoleh dengan men-superposisi-kan antara


tegangan bus sebelum gangguan dan perubahan tegangan bus akibat emf ekuivalen yang
terhubung ke bus terganggu seperti terlihat pada gambar 4.25(b).
V1 ( F ) V1 (0) V1 1,0 0,20 0,8 p.u
V2 ( F ) V2 (0) V2 1,0 0,60 0,4 p.u
V 3 ( F ) V 3 ( 0) V 3

1,0 0,40 0,6 p.u

Kontribusi arus hubung singkat pada cabang/saluran dalam sistem sebesar :


V1 ( F ) V2 ( F )
0,8 0,4

j 0,5 p.u
z12
j 0,8
V ( F ) V3 ( F )
0,8 0,6
I 13 ( F ) 1

j 0,5 p.u
z13
j 0,4
V ( F ) V3 ( F )
0,8 0,6
I 23 ( F ) 2

j 0,5 p.u
z 23
j 0,4
I 12 ( F )

Pada contoh di atas arus beban diabaikan dan semua tegangan bus sebelum gangguan
dianggap samadengan 1.0 p.u. untuk mempeoleh hasil perhitungan yang lebih teliti,
tegangan bus sebelum gangguan dapat diperoleh dari solusi aliran daya. Didalam suatu

IV-47

sistem tenaga, beban dinyatakan tetapi arus beban tidak diketahui. Satu cara untuk
mengikutsertakan pengaruh arus beban dalam analisis gangguan adalah dengan
menyatakan beban-beban tersebut dengan suatu impedansi beban konstan yang
ditentukan berdasarkan tegangan bus sebelum gangguan. Ini menjadi suatu pendekatan
yang paling baik dalam mendapatkan hasil dari persamaan simpul linier.
Langkah-langkah perhitungan disimpulkan di bawah ini :
1. Tegangan bus sebelum gangguan didapatkan dari hasil solusi aliran daya.
2. Didalam hal to preserve the linearity feature of jaringan beban-beban
dikonversikan ke admitansi konstan dengan menggunakan tegangan bus sbelm
gangguan
3. Jaringan terganggu direduksi ke bentuk rangkaian ekuivalen Thevenin ang dilihat
dari sisi bus terganggu atau titik gangguan. Dengan menggunakan teori Thevenin
perubahan tegangan bus dapat diperoleh.
4. Tegangan bus selama gangguan diperoleh dengan superposisi tegangan bus
sebelum gangguan dan perubahan tegangan bus yang tela dihitung sebelumnya
5. Arus selama gangguan dalam semua cabang dalam sistem dapat ditentukan.

4.10. Metode Komponen Simetris

IV-48

Menurut Fortescue, tiga fasor yang tidak seimbang dari sistem tiga fasa dapat
diuraikan menjadi tiga sistem fasor yang seimbang. Himpunan-himpunan seimbang dari
ketiga komponen tersebut antara lain :
a)

Komponen Urutan Positif


Terdiri dari 3 fasor yang sama besar dan terpisah satu dengan yang lain dalam fasa
sebesar 120o dan mempunyai urutan fasa yang sama dengan fasor-fasor aslinya.

b)

Komponen Urutan Negatif


Terdiri dari 3 fasor yang sama besar dan terpisah satu dengan yang lain dalam fasa
sebesar 120o dan mempunyai urutan fasa berlawanan dengan fasor-fasor aslinya.

c)

Komponen Urutan Negatif


Terdiri dari 3 fasor yang sama besar dengan pergeseran fasa nol antara fasor yang
satu dengan yang lainnya.
Komponen urutan positif dari fasor tidak seimbang dinyatakan dengan abc.

Sedangkan urutan fasa dari komponen-komponen urutan negatif adalah acb. Jika 3 set
komponen simetris diberi tanda tambahan 1 untuk urutan positif, 2 untuk urutan negatif,
dan 0 untuk urutan nol, maka tegangan urutan positif akan ditulis Va1, Vb1, Vc1 ; Va2, Vb2,
Vc2 untuk urutan negatif dan Va0, Vb0, Vc0 untuk urutan nol, seperti terlihat pada Gambar
4.27. dibawah ini.

Urutan Positif

Urutan Negatif

Urutan Nol

Gambar 4.27. Komponen simetris dari 3 fasor tidak seimbang


Misalkan ketiga fasor tegangan Va, Vb dan Vc diuraikan ke dalam komponen simetrisnya
yaitu :
Va Va1 Va 2 Va 0

Vb Vb1 Vb 2 Vb 0
Vc Vc1 Vc 2 Vc 0

IV-49

dimana Va1, Va2, Va0, Vb1, Vb2, Vb0, Vc1, Vc2 dan Vc0 adalah masing-masing komponen
simetris dari Va, Vb dan Vc.
4.11. Fasa Referensi Dan Operator a
Pemilihan fasor referensi adalah sembarang, tetapi pada umumnya dipilih fasor a
sebagai referensi. Huruf a digunakan untuk menunjukkan operator yang menyebabkan
perputaran sebesar 120o dalam arah yang berlawanan dengan arah jarum jam. Operator
semacam ini adalah bilangan kompleks

yang besarnya 1 dan sudutnya 120 o dan

didefinisikan sebagai :
a 1 120 e j 120 cos (120) j sin(120) 0,5 j 0,866

Jika operator a dikenakan pada fasor dua kali berturut-turut, maka fasor itu akan diputar
dengan sudut sebesar 240o. Untuk pengenaan tiga kali berturut-turut akan diputar dengan
360o.
a 2 1 240 e j 240 cos (240) j sin(240) 0,5 j 0,866
a 3 1 360 e j 360 cos (360) j sin(360) 1,0 j 0,0

Jadi :

a a 2 a 3 0 dan

1 a a2 0

4.12. Komponen-Komponen Simetris Dari Fasor-Fasor Yang Tidak

Seimbang

Jika perputaran 120o diganti oleh suatu operator a yaitu a 1 120 dan dipilih
fasa a sebagai fasa acuan, maka :
Fasor tegangan urutan positif :
Va1 Va1

Vb1 e

j 240

Va1 a 2 Va1

Vc1 e

j 120

Va1 a Va1

Fasor tegangan urutan negatif :


Va 2 Va 2

Vb 2 e

j 120

Va 2 a Va 2

Vc 2 e

j 240

Va 2 a 2 Va 2

Fasor tegangan urutan nol :


Va 0 Vb 0 Vc 0

Dengan demikian diperoleh bentuk sebagai berikut :

IV-50

Va Va1 Va 2 Va 0

Vb a 2 Va1 a Va 2 Va 0
Vc a Va1 a 2 Va 2 Va 0

Atau dalam bentuk matrik :


Va
1 1
V 1 a2
b

Vc
1 a

1
a
a 2

Va 0
V
a1
Va 2

untuk mempermudah dimisalkan T adalah matrik operator a :


1 1
T 1 a 2
1 a

1
a
a 2

dan inverse matrik operator a adalah :


T

1 1
1
1 a
3
1 a 2

1
a 2
a

Tegangan urutan dapat dinyatakan sebagai berikut :


Va 0
1 1
V 1 1 a
a1
3
Va 2
1 a 2

1
a 2
a

Va
V
b
Vc

jika dalam bentuk persamaan diperoleh :


Va 0

1
(Va Vb Vc )
3

Va1

1
( Va a Vb a 2 Vc )
3

Va 2

1
( Va a 2 Vb a Vc )
3

Untuk arus berlaku rumus-rumus yang sama dengan menggantikan V (tegangan) dengan
I (arus) sehingga diperoleh :
I a I a1 I a 2 I a 0

I b a 2 I a1 a I a 2 I a 0
I c a I a1 a 2 I a 2 I a 0

dan :
I a0

1
( I a Ib Ic )
3

IV-51

I a1

1
( I a a Ib a2 Ic )
3

Ia2

1
( I a a2 Ib a Ic )
3

4.13. Gangguan-Gangguan Tak Simetris


Untuk maksud perhitungan, Sebuah jaringan tiga fasa dapat direpresentasikan oleh
sebuah jaringan satu fasa selama hal itu masih dibebani dengan pembebanan seimbang
(hal ini juga dapat digunakan pada kasus gangguan hubung singkat tiga fasa).
Pada kondisi pengoperasian tak seimbang (sebagai contoh gangguan hubung singkat
satu fasa atau dua fasa), penggambaran atau representasi menggunakan satu fasa pada
kondisi tersebut tidak lagi cukup untuk digunakan. Sebuah metode perhitungan, seperti
yang digambarkan oleh Fortescue, disebut dengan metode komponen simetris, pada
saat sekarang umum digunakan

pada kasus-kasus tersebut. Disini, sistem-sistem tiga

fasa tak seimbang direduksi menjadi sistem-sistem seimbang dimana mereka saling
dikopel atau dihubungkan dengan baik satu dengan lainnya ( disebut juga komponenkomponen sistem) dengan begitu perhitungan-perhitungan dengan cara biasa dapat
dilakukan.
Dua sistem yang dihasilkan melalui perhitungan dari sistem-sistem simetris tiga
fasa adalah fasa fasa dengan pergeseran atau beda sudut fasa 120 o antara satu dengan
lainnya, dan disebut dengan sistem urutan positif dan urutan negative ; sistem yang
ketiga dengan tiga buah arus dan tegangan dari fasa yang sama ditunjukkan oleh sistem
urutan nol.
Sistem urutan nol tidak terdapat jika sistem tiga fasa tersebut menggunakan tiga
buah konduktor tanpa menggunakan sebuah konduktor atau antaran balik ( pentanahan,
kawat tanah, konduktor netral).
Awalnya, tidak terdapat hubungan antara komponen-komponen sistem ini. Hanya
terjadi pada gangguan tak seimbang dimana hubungan sebuah karakteristik
komponennya dihasilkan dalam menyesuaikan tipe gangguan.
Impedansi fasa urutan positif di dalam suatu unit listrik merupakan hasil bagi antara
tegangan fasa dengan arus pada konduktor ketika disuplai dari sistem fasa urutan positif.
Sama halnya dilakukan untuk impedansi saluran transmisi, impedansi hubung singkat
untuk transformator- transformator dan kumparan reaktor, dan untuk generator pada
impedansi efektif generator pada saat terjadinya hubung singkat.

IV-52

Impedansi fasa urutan negatif pada suatu unit merupakan hasil bagi antara
tegangan fasa dengan arus pada konduktor ketika disuplai dari sistem fasa urutan
negative. Di dalam instalasi statis (sebagai contoh saluran dan transformator) impedansi
fasa urutan negatif adalah sama dengan impedansi fasa urutan positif, selama tidak
memberikan pengaruh pada urutan fasa tersebut pada tingkat arus tertentu.
Impedansi fasa urutan nol pada suatu unit merupakan hasil bagi antara tegangan
dengan arus ketika ketiga fasa semuanya disuplai dengan menggunakan tegangan AC
tunggal. Ketiga fasa dari peralatan atau unit adalah parallel dan terdiri dari konduktor
pengisi, pada saat keempat konduktor (konduktor netral, pentanahan, kawat tanah, kabel
pelindung) berfungsi sebagai saluran antaran balik biasa.
Impedansi fasa urutan nol selalu mengacu kepada unit peralatan dengan hubungan
bintang. Peralatan yang memiliki hubungan delta tidak dapat ditunjukkan adanya sebuah
impedansi fasa urutan nol.
Tidak terdapat hubungan yang umum diantara impedansi fasa urutan nol dengan
impedansi fasa urutan positif atau impedansi fasa urutan negative pada sebuah
peralatan / unit. Di dalam saluran-saluran transmisi, sebagai contoh, impedansi fasa
urutan nol tergantung pada tipe dari saluran ( saluran udara atau kabel ), konstruksi
saluran (kawat tanah atau pelindung kabel/ cable armor ) maupun konduktivitas tanah,
dimana dapat dianggap sebuah bagian dari fungsi sebagai saluran / antaran balik.
Dalam pelajaran dasar mengenai

berbagai tipe individual hubung singkat

diilustrasikan sebagai jaringan adalah seperti pada gambar 4.28 di bawah ini, yang terdiri
dari generator, transformator, dan saluran transmisi.

L1
L2
L3

Gambar 4.28. Hubung singkat pada network dengan tipe individual


Berdasarkan Regulasi IEC, Didalam perhitungan, sebuah network/jaringan tanpa
beban dapat di asumsikan. Kapasitansi yang bekerja pada saluran dapat diabaikan. Pada

IV-53

gambar diatas Z merupakan impedansi pentanahan pada jaringan, yang memiliki nilai
mulai dari 0 ( pentanahan titik netral secara langsung) dan sampai pada nilai yang
terhingga ( pada titik netral yang mengambang ), tergantung kepada tipe hubungan titik
netral.
Dalam hal menentukan arus gangguan pada hubung singkat dengan tipe individual,
dapat digunakan metode komponen simetris. Tergantung kepada tipe hubung singkat,
pada kondisi tertentu yang mana dapat ditetapkan, kapan level dari komponen dapat
digeser atau dipindahkan, dan menentukan bagaimana komponen-komponen pada sistem
terhubung satu dengan lainnya. Tegangan pada generator memiliki sisa-sisa karakteristik
simetris pada beban tak simetris, hal ini menunjukkan bahwa jaringan yang tidak
simetris semata-mata disebabkan oleh masing-masing gangguan.
Untuk alasan ini, tegangan efektif generator pada komponen sistem tampak hanya
pada sistem urutan fasa positif, ketika sistem urutan fasa negatif dan sistem urutan fasa
nol tidak menyalurkan atau menyuplai tenaga. Tegangan yang muncul pada saat terjadi
hubung singkat dianggap sebagai tegangan awal atau tegangan subtransient E.
4.13.1. Gangguan Hubung Singkat Fasa ke Tanah
Untuk sebuah gangguan satu fasa ke tanah didalam suatu network dengan
menggunakan pentanahan resistansi rendah (hubung singkat ke tanah), diasumsikan
terjadi hubungan atau hantaran sebuah konduktor terluar dengan tanah.
a
b
c

Ia
VaZ

Ic=0

Ic 0

Vb Vc

Gambar 4.29. Gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah


Va Z

Ia

Ib Ic 0

I 0 a 2 I1 a I 2 I 0 a I1 a 2 I 2

( a 2 a ) I1 ( a 2 a ) I 2

I b I 0 a 2 I1 a I 2 0

I 0 (a 2 I1 a I1 )

I 0 ( a 2 a ) I1 )

I 0 I1

I1 I 2

IV-54

I 0 I1 I 2

V0 V1 V2 Z

V0 V1 V2 3 Z

( I 0 I1 I 2 )
f

I1

E a Z 1 I1 Z 2 I 2 Z 0 I 0 3 Z

I1

E a ( Z 1 3 Z f ) I1 Z 2 I 2 Z 0 I 0
E a ( Z 1 3 Z f ) I1 Z 2 I1 Z 0 I1
E a ( Z 1 3 Z f Z 2 Z 0 ) I1

I1

Ea
( Z1 Z 2 Z 0 3Z f )

I 0 I1 I 2
Ia

Ia
3

3 Ea
( Z1 Z 2 Z 0 3Z f )

I0
Rangkaian
Urutan
Nol

V0

+
-

I1
+

Rangkaian
Urutan
Positif

V1

3Zf
-

I2
+

Rangkaian
Urutan
Negatif

V2
-

Gambar 4.30. Hubungan Rangkaian Urutan Gangguan hubung Singkat


satu fasa ke tanah
4.13.2. Gangguan Hubung Singkat Fasa ke Fasa

Ia=0

Ib

Ic

Va Vb Z f Vc

a
b
c

IV-55

Gambar 4.31. Gangguan hubung singkat fasa ke fasa


Ia 0
Ib Ic

Vb Z f Ib V c
I 0 I1 I 2

I 0 a 2 I1 a I 2 ( I 0 a I1 a 2 I 2 )
2 I 0 ( a 2 a ) ( I1 I 2 ) 0
3 I0 0
I0 0

I1 I 2

V0 a 2 V1 a V2 Z

( I 0 a 2 I1 a I 2 ) V0 a V1 a 2 V2

( a 2 a ) V1 ( a 2 a ) Z f I1 ( a 2 a ) V2
V1 Z

I1 V2

I0
+
Rangkaian
Urutan
Nol

V0
I1

Rangkaian
Urutan
Positif

V1
-

I2
Rangkaian
Urutan
Negatif

IV-56

V2
-

Gambar 4.32. Hubungan Rangkaian Urutan Gangguan Hubung Singkat Fasa ke Fasa
Telah diketahui bahwa :
V0 I 0 0

EZ

(1)
ji

(1)

(2)

dimana : I i
(1)

Ii

(1)
j

(1)
j

(1)

Z f Ii

Ii

(1)

( 2)
ji

( 2)

Ii

dengan manipulasi matematis :

Ii

E
(Z

( 1)
ii

( 2)

Z ii Z f )
(1)
ji

E Z

(1)

Ii

Z ii(1) Z ii( 2) Z f Z ji(1)


E

(1)
( 2)

Z ii Z ii Z f

kemudian :
V

( 2)
j

( 2)
j

( 2)
j

( 2)
ji

( 2)

( 2)

Ii
(1)

Z ji I i

(2)

Z ji E
( 1)

( 2)

( Z ii Z ii Z f )

4.13.3. Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa ke Tanah


Seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.33 terdapat hubungan pada dua buah
konduktor fasa b dan c ke tanah adalah merupakan prasyarat terjadinya ganguan dua
fasa - tanah.

Ia=0

Ib

Va Vb

Ic
Z fV c

a
b
c

IV-57

Gambar 4.33. Rangkaian Pengganti Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa Ke Tanah
Ia 0
Vb Vc

Vb ( I b I c ) Z f
I 0 I1 I 2

I1 I 2 I 0

V0 a 2 V1 a V2 V0 a V1 a 2 V2
V1 V2

V0 a 2 V1 a V2 ( I 0 a 2 I1 a I 2 I 0 a I1 a 2 I 2 ) Z
V0 V1 ( 2 I 0 ( a 2 a ) ( I1 I 2 ) ) Z
V0 V1 3 Z

I0

V1 V0 3 Z

I0

I a1 ( I a 2 I a 0 )
V a1 Z 2 I a 2 I a 0 ( Z 0 3 Z

I a1

) E a Z 1 I a1

Ea
Z 1 (( Z 0 3 Z f ) Z 2 ) / ( Z 0 3 Z f Z 2 )

I a1 Z 0

I a 2
Z0 Z2
I a1 Z 2

I a 0
Z

Z
0
2

I0
Rangkaian
Urutan Nol

V0

3Zf

I1
Rangkaian
Urutan
Positif

V1

I2
Rangkaian
Urutan
Negatif

V2

+
-

IV-58

Gambar 4.34. Hubungan Rangkaian Urutan Untuk Gangguan hubung singkat 2 Fasa - T
Telah diketahui bahwa :
(1)

Vi

( 2)

Vi

(0)

Ii

(1)

(0)

Ii

( 2)
i

(1)

Ii

(1)
i

( 2)

Ii

Vi

(0)

3 Z f Z ii
(1)

E Vi

(1)

Z ii

(1)

Vi

( 2)

Z ii

substitusi kedalam persamaan


(1)

(1)

Vi

(0)

3 Z f Z ii
(1)

untuk V i
(1)

Vi

(1)

Vi E

(1)

Z ii

Vi

( 2)

Z ii

adalah :
( 2)

(0)

Z ii ( 3 Z f Z ii ) E
(1)

( 2)

(1)

( 0)

( 2)

(0)

Z ii Z ii Z ii ( 3 Z f Z ii ) Z ii ( 3 Z f Z ii )

diandaikan :
(1)

( 2)

Z ii Z ii

(1)

( 2)

Ii

Ii

( 0)

( 2)

(0)

( 3 Z f Z ii )

( 2)

(0)

Ii

(1)

Z ii ( 3 Z f Z ii ) Z ii

Z ii E

( 2)

( Z ii

(0)

3 Z f Z ii

)E

( 0)

( 3 Z f Z ii ) E

IV-59

tegangannya adalah :
V

( 0)
j

Z ji I i

(0)

(0)

(0)
j

(1)
j

E Z ji I i

(1)
j

( 2)
j

Z ji I i

(0)

(2)

Z ji Z ji E

(1)

(1)

(1)
( 2)

{ Z ji ( Z ii
( 2)

( 2)

3Z

( 0)

Z ii

)} E

( 2)

(0)

Z ji ( 3 Z f Z ii )} E
V

( 2)
j

Contoh Soal :
1.
4

j x12

G1

j 0,03

5
G1
j 0,03

j x13

j x23
3

IV-60

Komponen

kapasitas
Tegangan
X1
MVA
kerja
(p.u)
G1
100
25 kV
0,20
G2
100
13,8 kV
0,20
T1
100
25/230 kV
0,05
T2
100
13,8/230 kV
0,05
Saluran (1-2)
100
230 kV
0,10
Saluran (1-3)
100
230 kV
0,10
Saluran (2-3)
100
230 kV
0,10
semua reaktansi dalam p.u pada daya dasar 100 MVA.

X2
(p.u)
0,20
0,20
0,05
0,05
0,10
0,10
0,10

X0
(p.u)
0,05
0,05
0,05
0,05
0,30
0,30
0,30

Gambarkan rangkaian urutan sistem di atas


Reduksi sistem di atas dalam bentuk Thevenin pada referensi bus 3.
3

Solusi :
j 0,3

j 0,3

j 0,05 4

5 j 0,05
j 0,05

j 0,09

j 0,3

j 0,05

j 0,09

urutan nol
ref.

3
j 0,3

j 0,3

j 0,1
j 0,1

j 0,3
j 0,05

j 0,1
j 0,05

j 0,19

j 0,19

ref.

ref.

3
3
j 0,1
j 0,1

3
j 0,15

j 0,29

j 0,1

j 0,099
j 0,1

j 0,199

j 0,2 4
ref.

10

5 j 0,2
j 0,05

j 0,1

2 ref.

j 0,05

10
-

urutan positip
ref.

ref.

IV-61

3
j 0,1

3
j 0,1

j 0,1

j 0,0333
j 0,0333

j 0,25

j 0,25

j 0,0333
j 0,25

j 0,25
ref.
ref.

3
3
j 0,0333
j 0,1
j 0,2833

j 0,2833

j 0,075

ref.

j 0,175

ref.

ref.

3
j 0,1

j 0,1

j 0,2 4

5 j 0,2
j 0,05

j 0,1

j 0,05

urutan negatip
ref.

IV-62

3
j 0,1

3
j 0,1
j 0,0333

j 0,1

j 0,0333

j 0,0333

j 0,25

j 0,25

j 0,25

j 0,25

ref.

ref.

3
3

j 0,0333
j 0,1
j 0,2833

j 0,2833

ref.

j 0,175

j 0,075

ref.

ref.

j 0,175

j 0,175

10

j 0,199

urutan positip

urutan negatip

urutan nol

2. Generator 30 MVA, 13,8 kV, 60 Hz, hubungan belitan Y dengan netralnya ditanahkan
menggunakan reaktansi j 3 yang beroperasi melayani dua motor M1 dan M2 pada
diagram satu garis di bawah ini.
M1
T1
G1

T2
e

g
M2
h

Data Generator

G : X1 = X2 = j 0,15 p.u

IV-63

Xo = j 0,05 p.u pada 30 MVA dan 13,2 kV


Xn = j 3
Data transformator T1 : X1 = X2 = Xo = j 0,25 p.u, 35 MVA dan 13,2 / 115 kV.
T2 : X1 = X2 = Xo = j 0,30 p.u, 35 MVA dan 13,2 / 115 kV.
Data motor listrik M1 : X1 = X2 = j 0,2 p.u , Xo = j 0,05 p.u, 20 MVA dan 12,5 kV.
M2 : X1 = X2 = j 0,25 p.u , Xo = j 0,05 p.u, 10 MVA dan 12,5 kV.
Data saluran
X1 = X2 = j 85 dan Xo = j 200 .
Reaktansi pentanahan motor Xn = j 3 .
Tentukan Arus gangguan hubung singkat dititik e jika jenis gangguan adalah :
i.
gangguan h.s K T
ii.
gangguan h.s K K - T

Solusi :
Rangkaian Urutan Positip

XT1

Xg

Xsal

XT2
Xm1

Xm2

G
M1

M2

Rangkaian Urutan Negatip

Xg

XT1

Xsal

XT2
Xm1

Xm2

Rangkaian Urutan Nol

IV-64

XT1

Xg

XT2

Xsal

Xm1

Xm2

3Xn

3Xn

Soal-Soal Latihan
1. Dua generator masing-masing 100 MVA, 60 Hz, hubungan belitan Y dengan netralnya
ditanahkan langsung yang beroperasi pada tegangan nominal 1 p.u seperti pada
diagram satu garis di bawah ini.
3

T1

G1

Komponen
G1
G2

T2

4
G2

X1
0,10
0,10

X2
0,10
0,10

X0
0,05
0,05

IV-65

T1
T2
Saluran (1-2)

0,25
0,25
0,30

0,25
0,25
0,30

0,25
0,25
0,50

Semua reaktansi dalam p.u pada daya dasar 100 MVA.


Tentukan : Reaktansi urutan Thevenin untuk gangguan h.s 2-phasa ke tanah di bus 2 ?.
Arus gangguan h.s dua phasa (phasa b dan c ) ke tanah di bus 2 dalam p.u ?.
2. Generator sinkron 60 Hz, dengan konstanta inersia H = 5 MJ/MVA dengan reaktansi
transien Xd = 0,3 p.u yang dihubungkan pada bus 2 di jauh tak berhingga melalui
jaringan seperti berikut di bawah ini.
E= 1,17 p.u
G1

2
F

Xd

V = 1,0 p.u

Reaktansi trafo = 0,2 5 p.u dan reaktansi saluran ganda (1-2) masing-masing 0,4 p.u.
Semua reaktansi dinyatakan dalam daya dasar 100 MVA, dan generator membangkitkan
daya real Pe sebesar 0,8 p.u ke bus 2.
Suatu gangguan h.s 3 phasa sementara terjadi di titik F.
Tentukan sudut pemutusan kritis c dan waktu pemutusan kritis tc ?

3. Dua generator masing-masing 100 MVA, 60 Hz, yang beroperasi pada tegangan
nominal 1 p.u seperti pada diagram satu garis di bawah ini.
3

T1

T2

G1

4
G2
j 0,05

Komponen
G1
G2
T1

X1
0,10
0,10
0,25

X2
0,10
0,10
0,25

X0
0,05
0,05
0,25

Xn
0,00
0,05
0,00

IV-66

T2
Saluran (1-2)

0,25
0,30

0,25
0,30

0,25
0,50

0,00
0,00

Semua reaktansi dalam p.u pada daya dasar 100 MVA.


Tentukan :
Arus gangguan h.s (If ) dua phasa (phasa b dan c ) ke tanah di bus 4 dalam p.u ?.

% This program forms the complex bus impedance matrix by the method
% of building algorithm. Bus zero is taken as reference.
%
function [Zbus] = zbuild(linedata)
nl = linedata(:,1); nr = linedata(:,2); R = linedata(:,3);
X = linedata(:,4);
nbr=length(linedata(:,1)); nbus = max(max(nl), max(nr));
for k=1:nbr
if R(k) == inf | X(k) ==inf
R(k) = 99999999; X(k) = 99999999;
else, end
end
ZB = R + j*X;
Zbus = zeros(nbus, nbus);
tree=0; %%%%new
% Adding a branch from a new bus to reference bus 0

IV-67

for I = 1:nbr
ntree(I) = 1;
if nl(I) == 0 | nr(I) == 0
if nl(I) == 0
n = nr(I);
elseif nr(I) == 0 n = nl(I);
end
if abs(Zbus(n, n)) == 0 Zbus(n,n) = ZB(I);tree=tree+1; %%new
else Zbus(n,n) = Zbus(n,n)*ZB(I)/(Zbus(n,n) + ZB(I));
end
ntree(I) = 2;
else,end
end
% Adding a branch from new bus to an existing bus
while tree < nbus %%% new
for n = 1:nbus
nadd = 1;
if abs(Zbus(n,n)) == 0
for I = 1:nbr
if nadd == 1;
if nl(I) == n | nr(I) == n
if nl(I) == n
k = nr(I);
elseif nr(I) == n k = nl(I);
end
if abs(Zbus(k,k)) ~= 0
for m = 1:nbus
if m ~= n
Zbus(m,n) = Zbus(m,k);
Zbus(n,m) = Zbus(m,k);
else, end
end
Zbus(n,n) = Zbus(k,k) + ZB(I); tree=tree+1; %%new
nadd = 2; ntree(I) = 2;
else, end
else, end
else, end
end
else, end
end
end %%%%%%new
% Adding a link between two old buses
for n = 1:nbus
for I = 1:nbr
if ntree(I) == 1
if nl(I) == n | nr(I) == n
if nl(I) == n
k = nr(I);
elseif nr(I) == n k = nl(I);
end
DM = Zbus(n,n) + Zbus(k,k) + ZB(I) - 2*Zbus(n,k);
for jj = 1:nbus
AP = Zbus(jj,n) - Zbus(jj,k);
for kk = 1:nbus
AT = Zbus(n,kk) - Zbus(k, kk);
DELZ(jj,kk) = AP*AT/DM;
end
end

IV-68

Zbus = Zbus - DELZ;


ntree(I) = 2;
else,end
else,end
end
end

% The program lgfault is designed for the single line-to-ground


% fault analysis of a power system network. The program requires
% the positive-, negative- and zero-sequence bus impedance matrices,
% Zbus1 Zbus2,and Zbus0.
%
function Lgfault(zdata0, Zbus0, zdata1, Zbus1, zdata2, Zbus2, V)
if exist('zdata2') ~= 1
zdata2=zdata1;
else, end
if exist('Zbus2') ~= 1
Zbus2=Zbus1;
else, end
nl = zdata1(:,1); nr = zdata1(:,2);
nl0 = zdata0(:,1); nr0 = zdata0(:,2);
nbr=length(zdata1(:,1)); nbus = max(max(nl), max(nr));
nbr0=length(zdata0(:,1));
R0 = zdata0(:,3); X0 = zdata0(:,4);

IV-69

R1 = zdata1(:,3); X1 = zdata1(:,4);
R2 = zdata1(:,3); X2 = zdata1(:,4);
for k=1:nbr0
if R0(k)==inf | X0(k) ==inf
R0(k) = 99999999; X0(k) = 99999999;
else, end
end
ZB1 = R1 + j*X1; ZB0 = R0 + j*X0;
ZB2 = R2 + j*X2;
if exist('V') == 1
if length(V) == nbus
V0 = V;
else, end
else, V0 = ones(nbus, 1) + j*zeros(nbus, 1);
end
fprintf('\nLine-to-ground fault analysis \n')
ff = 999;
while ff > 0
nf = input('Enter Faulted Bus No. -> ');
while nf <= 0 | nf > nbus
fprintf('Faulted bus No. must be between 1 & %g \n', nbus)
nf = input('Enter Faulted Bus No. -> ');
end
fprintf('\nEnter Fault Impedance Zf = R + j*X in ')
Zf = input('complex form (for bolted fault enter 0). Zf = ');
fprintf(' \n')
fprintf('Single line to-ground fault at bus No. %g\n', nf)
a =cos(2*pi/3)+j*sin(2*pi/3);
sctm = [1 1 1; 1 a^2 a; 1 a a^2];
Ia0 = V0(nf)/(Zbus1(nf,nf)+Zbus2(nf, nf)+ Zbus0(nf, nf)+3*Zf); Ia1=Ia0; Ia2=Ia0;
I012=[Ia0; Ia1; Ia2];
Ifabc = sctm*I012;
Ifabcm = abs(Ifabc);
fprintf('Total fault current = %9.4f per unit\n\n', Ifabcm(1))
fprintf('Bus Voltages during the fault in per unit \n\n')
fprintf('
Bus -------Voltage Magnitude------- \n')
fprintf('
No. Phase a
Phase b
Phase c \n')
for n = 1:nbus
Vf0(n)= 0 - Zbus0(n, nf)*Ia0;
Vf1(n)= V0(n) - Zbus1(n, nf)*Ia1;
Vf2(n)= 0 - Zbus2(n, nf)*Ia2;
Vabc = sctm*[Vf0(n); Vf1(n); Vf2(n)];
Va(n)=Vabc(1); Vb(n)=Vabc(2); Vc(n)=Vabc(3);
fprintf(' %5g',n)
fprintf(' %11.4f', abs(Va(n))),fprintf(' %11.4f', abs(Vb(n)))
fprintf(' %11.4f\n', abs(Vc(n)))
end
fprintf(' \n')
fprintf('Line currents for fault at bus No. %g\n\n', nf)
fprintf('
From
To
-----Line Current Magnitude---- \n')
fprintf('
Bus
Bus
Phase a
Phase b
Phase c \n')
for n= 1:nbus
for I = 1:nbr
if nl(I) == n | nr(I) == n
if nl(I) ==n
k = nr(I);
elseif nr(I) == n k = nl(I);
end

IV-70

if k ~= 0
Ink1(n, k) = (Vf1(n) - Vf1(k))/ZB1(I);
Ink2(n, k) = (Vf2(n) - Vf2(k))/ZB2(I);
else, end
else, end
end
for I = 1:nbr0
if nl0(I) == n | nr0(I) == n
if nl0(I) ==n
k = nr0(I);
elseif nr0(I) == n k = nl0(I);
end
if k ~= 0
Ink0(n, k) = (Vf0(n) - Vf0(k))/ZB0(I);
else, end
else, end
end
for I = 1:nbr
if nl(I) == n | nr(I) == n
if nl(I) ==n
k = nr(I);
elseif nr(I) == n k = nl(I);
end
if k ~= 0
Inkabc = sctm*[Ink0(n, k); Ink1(n, k); Ink2(n, k)];
Inkabcm = abs(Inkabc); th=angle(Inkabc);
if real(Inkabc(1)) > 0
fprintf('%7g', n), fprintf('%10g', k),
fprintf(' %11.4f', abs(Inkabc(1))),fprintf(' %11.4f', abs(Inkabc(2)))
fprintf(' %11.4f\n', abs(Inkabc(3)))
elseif real(Inkabc(1)) ==0 & imag(Inkabc(1)) < 0
fprintf('%7g', n), fprintf('%10g', k),
fprintf(' %11.4f', abs(Inkabc(1))),fprintf(' %11.4f', abs(Inkabc(2)))
fprintf(' %11.4f\n', abs(Inkabc(3)))
else, end
else, end
else, end
end
if n==nf
fprintf('%7g',n), fprintf('
F'),
fprintf(' %11.4f', Ifabcm(1)),fprintf(' %11.4f', Ifabcm(2))
fprintf(' %11.4f\n', Ifabcm(3))
else, end
end
resp=0;
while strcmp(resp, 'n')~=1 & strcmp(resp, 'N')~=1 & strcmp(resp, 'y')~=1 &
strcmp(resp, 'Y')~=1
resp = input('Another fault location? Enter ''y'' or ''n'' within single quote -> ');
if strcmp(resp, 'n')~=1 & strcmp(resp, 'N')~=1 & strcmp(resp, 'y')~=1 &
strcmp(resp, 'Y')~=1
fprintf('\n Incorrect reply, try again \n\n'), end
end
if resp == 'y' | resp == 'Y'
nf = 999;
else ff = 0; end
end % end for while

% Contoh Program_1
zdata1 = [ 0
0

1
10

0.00
0.00

0.20
0.15

IV-71

0
1
2
2
2
3
3
4
4
4
5
6
7
7
8

11
0.00
2
0.00
3
0.00
5
0.00
6
0.00
4
0.00
6
0.00
6
0.00
9
0.00
10
0.00
7
0.00
8
0.00
8
0.00
11
0.00
9 0.000

0.25
0.06
0.30
0.15
0.45
0.40
0.40
0.60
0.70
0.08
0.43
0.48
0.35
0.10
0.48];

zdata0 = [ 0
1
0.00 0.06+3*0.05
0 10
0.00 0.04+3*0.05
0 11
0.00 0.08
0
2
0.00 0.06
0
7
0.00 0.10+3*.08
1
2
inf
inf
2
3
0.00 0.60
2
5
0.00 0.30
2
6
0.00 0.90
3
4
0.00 0.80
3
6
0.00 0.80
4
6
0.00 1.00
4
9
0.00 1.10
4 10
0.00 0.08
5
7
0.00 0.80
6
8
0.00 0.95
7
8
0.00 0.70
7 11
inf
inf
8
9
0.00 0.90];
zdata2=zdata1;
Zbus0 = zbuild(zdata0)
Zbus1 = zbuild(zdata1)
Zbus2 = Zbus1;
Lgfault(zdata0, Zbus0, zdata1, Zbus1, zdata2, Zbus2)

% Contoh Program_2
Zdata1=[0 1 0 0.25
0 2 0 0.25
1 2 0 0.125
1 3 0 0.15
2 3 0 0.25];
Zbus1 = zbuild(Zdata1)
Zdata0=[0 1
0 2
1 2
1 3
2 3

0
0
0
0
0

0.40
0.10
0.30
0.35
0.7125];

IV-72

Zbus0 = zbuild(Zdata0)
z12012 = [j*0.3; j*0.125; j*0.125];
z13012 = [j*0.35; j*0.15; j*0.15];
z23012 = [j*0.7125; j* 0.25; j*0.25];
Z13012 = [Zbus0(1,3); Zbus1(1,3); Zbus1(1,3)];
Z23012 = [Zbus0(2,3); Zbus1(2,3); Zbus1(2,3)];
Z33012 = [Zbus0(3,3); Zbus1(3,3); Zbus1(3,3)];
%sctm; % Symmetrical components transformation matrix
Zf = j*0.1;
disp('(a) Balanced three-phase fault at bus 3 through a fault imp. Zf = j0.1')
I31 = 1.0/(Zbus1(3,3) + Zf);
I32= 0; I30 = 0;
I3012 = [I30; I31; I32]
I3abc = sctm*I3012;
I3abcp = rec2pol(I3abc)
V1f012=[0; 1; 0] - Z13012.*I3012
V2f012=[0; 1; 0] - Z23012.*I3012
V3f012=[0; 1; 0] - Z33012.*I3012
V1fabc = sctm*V1f012;
V2fabc = sctm*V2f012;
V3fabc = sctm*V3f012;
V1fabcp=rec2pol(V1fabc)
V2fabcp=rec2pol(V2fabc)
V3fabcp=rec2pol(V3fabc)
I21012 = (V2f012-V1f012)./z12012
I13012 = (V1f012-V3f012)./z13012
I23012 = (V2f012-V3f012)./z23012
I21abc = sctm*I21012;
I13abc = sctm*I13012;
I23abc = sctm*I23012;
I21abcp = rec2pol(I21abc)
I13abcp = rec2pol(I13abc)
I23abcp = rec2pol(I23abc)
disp('(b) Single line-to-ground fault at bus 3 through a fault imp. Zf = j0.1')
I30 = 1.0/(Zbus1(3,3) + Zbus1(3,3)+ Zbus0(3,3)+3*Zf);
I31= I30; I32 = I30;
I3012 = [I30; I31; I32]
I3abc = sctm*I3012
I3abcp = rec2pol(I3abc);
%I3abcM=abs(I3abc), %I3abcA=angle(I3abc)*180/pi
V1f012=[0; 1; 0] - Z13012.*I3012
V2f012=[0; 1; 0] - Z23012.*I3012
V3f012=[0; 1; 0] - Z33012.*I3012
V1fabc = sctm*V1f012;
V2fabc = sctm*V2f012;
V3fabc = sctm*V3f012;
V1fabcp=rec2pol(V1fabc)
V2fabcp=rec2pol(V2fabc)
V3fabcp=rec2pol(V3fabc)
I21012 = (V2f012-V1f012)./z12012
I13012 = (V1f012-V3f012)./z13012
I23012 = (V2f012-V3f012)./z23012
I21abc = sctm*I21012;

IV-73

I13abc = sctm*I13012;
I23abc = sctm*I23012;
I21abcp = rec2pol(I21abc)
I13abcp = rec2pol(I13abc)
I23abcp = rec2pol(I23abc)
disp('(c) Line-to-line fault at bus 3 through a fault imp. Zf = j0.1')
I30 = 0;
I31 = 1.0/(Zbus1(3,3) + Zbus1(3,3)+ Zf);
I32 = -I31;
I3012 = [I30; I31; I32]
I3abc = sctm*I3012;
I3abcp = rec2pol(I3abc)
%I3abcM=abs(I3abc), I3abcA=angle(I3abc)*180/pi
V1f012=[0; 1; 0] - Z13012.*I3012
V2f012=[0; 1; 0] - Z23012.*I3012
V3f012=[0; 1; 0] - Z33012.*I3012
V1fabc = sctm*V1f012;
V2fabc = sctm*V2f012;
V3fabc = sctm*V3f012;
V1fabcp=rec2pol(V1fabc)
V2fabcp=rec2pol(V2fabc)
V3fabcp=rec2pol(V3fabc)
I21012 = (V2f012-V1f012)./z12012
I13012 = (V1f012-V3f012)./z13012
I23012 = (V2f012-V3f012)./z23012
I21abc = sctm*I21012;
I13abc = sctm*I13012;
I23abc = sctm*I23012;
I21abcp = rec2pol(I21abc)
I13abcp = rec2pol(I13abc)
I23abcp = rec2pol(I23abc)
disp('(d) Double line-to-ground fault at bus 3 through a fault imp. Zf = j0.1')
I31 = 1.0/(Zbus1(3,3) + Zbus1(3,3)*(Zbus0(3,3) + 3*Zf)/(Zbus1(3,3)+Zbus0(3,3)+
...
3*Zf));
I32 = -(1.0 - Zbus1(3,3)*I31)/Zbus1(3,3);
I30 = -(1.0 - Zbus1(3,3)*I31)/(Zbus0(3,3) + 3*Zf);
I3012 = [I30; I31; I32]
I3abc = sctm*I3012;
%I3abcM=abs(I3abc), %I3abcA=angle(I3abc)*180/pi
I3abcp = rec2pol(I3abc)
I3f=I3abc(2)+I3abc(3); I3f=rec2pol(I3f)
V1f012=[0; 1; 0] - Z13012.*I3012
V2f012=[0; 1; 0] - Z23012.*I3012
V3f012=[0; 1; 0] - Z33012.*I3012
V1fabc = sctm*V1f012;
V2fabc = sctm*V2f012;
V3fabc = sctm*V3f012;
V1fabcp=rec2pol(V1fabc)
V2fabcp=rec2pol(V2fabc)
V3fabcp=rec2pol(V3fabc)
I12012 = (V1f012-V2f012)./z12012

IV-74

I13012 = (V1f012-V3f012)./z13012
I23012 = (V2f012-V3f012)./z23012
I12abc = sctm*I12012;
I13abc = sctm*I13012;
I23abc = sctm*I23012;
I12abcp = rec2pol(I12abc)
I13abcp = rec2pol(I13abc)
I23abcp = rec2pol(I23abc)

IV-75

IV-76

IV-77

IV-78

PUSTAKA
1. W.F. Tinney and C.E. Hart, Power Flow Solution By Newtons Method, IEEE
Transactions on Power System, November 1967.
2. Glenn W. Stagg and Ahmed H. El-Abiad. Computer Methods in Power Sistem
Analysis. McGraw-Hill Book Company, New Delhi, 1968.
3. B. Stott, Review of Load-Flow Calculation Methods, Proceeding of IEEE, July 1974
4. Pai M.A., Computer Techniques in Power System Analysis, Tata McGraw-Hill Co.
Ltd New Delhi, 1980.
5. I..J. Nagrath & D.P Kothari, Modern Power System Analysis, Tata McGraw-Hill
Publishing Company Ltd, New Delhi, 1983
6. George L. Kusic, Computer Aided Power System Analysis, Prentice Hall Englewood
Cliff, New Jersey, 1986.
7. Charles A. Gross ,Power Sistem Analysis, John Wiley & Son 1986.
8. Turan Gonen, Modern Power System Analysis, John Wiley & Sons, New York,
1988.
9. John J Grainger and William D. Stevenson, JR, Power System Analysis,
McGraw-Hill, International Edition, 1994
10. William D. Stevenson, Jr., Analisa Sistem Tenaga Listrik, Edisi Keempat,
Erlangga, 1994
11. Hadi sadaat., Power System Analysis., McGraw-Hill Book Company, New Delhi,
1999.

IV-79

IV-80

Anda mungkin juga menyukai