Xd
dan
Xq
'
b. X d' dan X q
c.
2 V sin (t + )
Gambar 4.1.
IV-1
Pada bagian ini akan dibahas transien yang mengikuti gangguan hubung singkat pada
suatu jaringan transmisi. Asumsi-asumsi yang dibuat adalah sebagai berikut :
(i).
Jaringan dicatu oleh suatu sumber tegangan yang konstan (kasus dimana jaringan
disuplai oleh mesin sinkron akan dibahas di sub bab berikutnya)
(4.1)
iS
Z R 2 2 L2
tan 1
it = arus transien (menyusut secara eksponenesial dengan suatu konstanta waktu L/R)
it
2V
sin e R
Z
L t
2V
sin t
Z
2V
sin e ( R / L ) t
Z
(4.2)
komponen arus DC
Plot dari is, it dan i = is + it diperlihatkan pada Gambar 4.2. Dalam terminologi sistem
tenaga, arus steady state sinusoidal disebut arus hubung singkat simetris dan komponen
transien disebut komponen arus DC, yang menyebabkan arus hubung singkat total
menjadi tidak simetris sampai kondisi transien menyusut.
IV-2
Dari Gambar 4.2 dapat kita lihat bahwa arus hubung singkat sesaat maksimum (i mm)
bersesuaian dengan puncak gelombang yang pertama. Jika penyusutan arus transien
dalam waktu yang singkat ini diabaikan :
I mm
2V
sin
Z
2V
Z
(4.3)
I mm
2V
cos
Z
2V
Z
(4.4)
i mm ( kemungkinan maksimum ) 2
2V
Z
(4.5)
Berapa besarkah arus yang harus diputuskan ? Seperti telah diketahui bahwa pemutus
daya modern dirancang untuk memutus arus pada beberapa cycle pertama (lima cycle
t
atau kurang).
2V
sin
Z
it
i = is + it
arus sesaat
maksimum
imm
IV-3
Gambar 4.2. Bentuk gelombang arus hubung singkat pada saluran transmisi
IV-4
Dengan mengacu pada gambar 4.2, hal ini berarti bahwa pada saat arus diputus,
komponen DC belum sepenuhnya hilang dan ia akan mengkontribusi terhadap arus yang
akan diputus tersebut. Daripada menghitung nilai arus DC pada saat pemutusan
(perhitungannya cukup kompleks), lebih baik hanya menghitung arus hubung singkat
simetris, lalu untuk memperhitungkan arus DC, arus hubung singkat simetris tersebut
dikalikan dengan suatu faktor pengali.
4.3. Hubung Singkat Pada Generator Tanpa Beban.
Pada kondisi hubung singkat, reaksi jangkar dari generator sinkron menghasilkan
flux demagnetisasi. Dalam bentuk rangkaian, efek ini dimodelkan sebagai reaktansi Xa
yang seri dengan emf induksi. Reaktansi ini ketika dikombinasikan dengan reaktansi
bocor Xl pada mesin disebut reaktansi sinkron Xd. Tahanan jangkar yang kecil dapat
diabaikan. Model hubung singkat dari mesin sinkron per phasa ditunjukkan pada
Gambar 4.3 dibawah ini :
X
Xl
dw
X
a
X
X
Xd
E
Reaktansi sinkron
Xf
Xl
Xa
E
Gambar 4.3
IV-5
Misalkan sekarang terdapat hubung singkat (tiga phasa) pada generator sinkron
yang awalnya berada pada kondisi rangkaian terbuka. Mesin tersebut akan mengalami
masa transien pada ketiga phasanya dan berakhir pada keadaan steady state. Pemutus
daya tentunya harus memutus arus sebelum kondisi keadaan mantap tercapai. Segera
setelah hubung singkat, arus komponen DC akan muncul di ketiga phasa masing-masing
dengan besar yang berbeda karena titik gelombang tegangan dimana hubung singkat
terjadi berbeda tiap phasanya. Arus arus DC ini dihitung terpisah melalui basis empiris,
dan oleh karena itu, untuk studi hubung singkat, kita hanya perlu berkonsentrasi pada
arus hubung singkat simetris (sinusoidal).
Sesaat setelah hubung singkat, arus hubung singkat simetris hanya akan dibatasi
oleh reaktansi bocor mesin. Karena fluks celah udara tidak dapat berubah secara drastis,
untuk menghalangi demagnetisasi arus hubung singkat jangkar, arus muncul di belitan
medan begitu pula pada belitan peredam dengan arah yang membantu fluks utama. Arusarus ini menyusut sesuai dengan konstanta waktu belitan. Konstanta waktu dari belitan
peredam yang mempunyai induktansi bocor yang rendah adalah lebih kecil dari yang
dimiliki belitan medan yang mempunyai induktansi bocor yang tinggi. Maka selama
permulaan hubung singkat, belitan peredam dan belitan medan mempunyai arus-arus
yang terinduksi didalamnya sehingga pada model rangkaian reaktansi mereka X f dari
belitan medan dan Xdw dari belitan peredam muncul dalam hubungan paralel dengan Xa
(Gambar 4.3.b). Karena arus belitan peredam yang pertama kali padam, Xdw akan
menjadi rangkaian terbuka dan pada tahapan selanjutnya Xf juga menjadi rangkaian
terbuka.
Oleh karenanya reaktansi mesin berubah dari penggabungan paralel X a, Xf dan
Xdw selama periode awal hubung singkat menjadi Xa dan Xf paralel pada periode
pertengahan (Gambar 4.3.c), dan terakhir menjadi Xa pada keadaan steady state (Gambar
4.3.a). Reaktansi yang dinyatakan oleh mesin di saat awal hubung singkat :
1
Xl
Xa
Xf
X dw
X d
(4.6)
disebut reaktansi subtransien mesin, sementara reaktansi efektif setelah arus belitan
peredam padam :
X d X l ( X a // X f )
(4.7)
disebut reaktansi transien mesin. Tentunya reaktansi pada keadaan mantap disebut
reaktansi sinkron, dimana Xd" < Xd' < Xd.
IV-6
Jika kita amati osilogram dari arus hubung singkat pada mesin sinkron setelah
komponen arus DC dihilangkan, akan kita temukan bentuk gelombang arus seperti pada
gambar 4.4.a. Sampul dari bentuk gelombang arus diberikan oleh gambar 4.4.b. Arus
hubung singkat dapat dibagi ke dalam tiga periodeperiode subtransien awal saat arus
sangat besar seiring munculnya reaktansi subtransien, periode transien pertengahan
dimana timbul reaktansi transien pada mesin, dan terakhir periode steady state dimana
muncul reaktansi sinkron pada mesin.
c
b
Subtransien
transien
mantap
a
0
Sampul sebenarnya
Perkiraan keadaan mantap
Perkiraan sampul transien
arus
c
sampul arus
g
h
i
d
Waktu
(b) sampul arus hubung singkat dari mesin sinkron
Gambar 4.4
IV-7
dimana :
Oa
Eg
Xd
Eg
Ob
X d
2
Oc
2
Eg
(4.8)
X d
Xd
+
I0
V0
Eg
Gambar. 4.5. Model rangkaian dari sebuah mesin berbeban.
Gambar 4.5 menunjukkan model sebuah generator sinkron yang beroperasi pada
kondisi mantap memberikan arus beban I0 ke bus pada tegangan terminal V0. Eg adalah
emf induksi pada kondisi berbeban dan Xd adalah reaktansi sinkron poros langsung
mesin. Bila hubung singkat terjadi pada terminal mesin, model rangkaian yang
digunakan untuk menghitung arus hubung singkat diberikan pada gambar 4.6.a untuk
arus subtransien dan 4.6.b untuk arus transien.
Emf induksi yang digunakan pada model ini adalah :
E g V jI X d
E g V jI X d
(4.9)
IV-8
Xd
+
Eg
I0
I0
Xd
V0
V0
+
Eg
Gambar 4.6
4.5. Pemilihan Kapasitas Alat Pemutus Daya
Alat pemutus daya pada umumnya mempunyai tiga macam rating arus, yaitu :
a. Rating Arus Kontinu (Rated Continuous Current)
Rating arus kontinu adalah arus terbesar yang dapat dialirkan secara kontinu
dengan kenaikan temperatur sebesar 30 0C.
b. Rating Arus Yang Dapat Diputuskan (Rated Interrupting Current)
Yang dimaksud dengan rating arus yang dapat diputuskan adalah arus total
terbesar (AC dan DC) yang dapat diputuskan dengan baik. Besar arus ini tergantung dari
waktu membukanya alat pemutus daya itu. Pada umumnya komponen DC tersebut sulit
dihitung, jadi untuk mengikut sertakan komponen DC, arus simetris yang diperoleh
dikalikan dengan faktor pengali. Faktor pengali tersebut besarnya tergantung dari waktu
membukanya alat pemutus daya (lihat tabel 4.1).
Tabel 4.1. Faktor Pengali
Waktu membukanya
Alat pemutus daya
8 cycle
5 cycle
3 cycle
2 cycle
sesaat
Faktor
Pengali
1,0
1,1
1,2
1,4
1,6
IV-9
I momentary 1,6
E
X
(4.10)
VL-L x I hs (MVA)
(4.11)
Jelas bahwa rating kapasitas pemutusan suatu pemutus daya harus lebih besar atau sama
dengan MVA hubung singkat yang akan diputuskan. Dimana MVA hubung singkat ini
adalah :
MVAhs
3 V L L I hs
(4.12)
Jika tegangan dan arus dalam nilai per unit, maka MVA hubung singkat :
MVAhs V L L I hs MVAdasar
(4.13)
Contoh 1.
Sistem Radial seperti pada gambar di bawah ini :
IV-10
G1
10 MVA, Xg1 = 15 %
G2
11 kV
10 MVA, XT1 = 10 %
SUTT,30 km z = (0,27+ j 0,36)/ km
33 kV
5 MVA, XT2 = 8 %
6,6 kV
F
Gambar 4.7
Gangguan tiga fasa terjadi pada titik F. Tentukan arus gangguan dan tegangan jala-jala
pada rel/bus 11 kV pada kondisi gangguan.
Solusi : Pilih besaran Dasar 100 MVA
Tegangan dasar : 11 kV pada generator, 33 kV untuk SUTT
dan 6,6 kV untuk kabel.
Reaktansi G1 =
j 0,15 100
j 1,5
10
Reaktansi G2 =
j 0,125 100
j 1,25
10
Reaktansi T1 =
j 0,10 100
j 1,0
10
p.u
Reaktansi T2 =
j 0,08 100
j 1,6
5
p.u
10
p.u
p.u
(33) 2
10,89
100
j 1,5
30
(0,27 Bus
j 011
,36kV
)
(0,744 j 0,99) p.u
Impedansi SUTT ZGSUTT
=
1
10,89
SUTT
+
j 1,0
j 1,6 (0,93+j 0,55)
(6,6) 2
- G +
kabel
(0,744+j
Impedansi dasar untuk
kabel
Z
=
0,4356
0,99) T
dasar
T
2
1
2
100
10 j 31,25(0,135 j 0,08)
(0,93 j 0,55) p.u
Impedansi kabel ZKABEL =
0,4356
10
-
j 1,5
IV-11
+
j 1, 25
total
Ztotal
j 1,5 j 1,25
j 1,0 (0,744 j 0,99) j 1,6 (0,93 j 0,55)
j 1,5 j 1,25
Arus gangguan
p.u
10
0,196 70,8
5,1 70,8
p.u
I SC
I dasar
100 10 3
3 6,6
8750
p.u
p.u
kV
Contoh 2.
IV-12
A
G1
T2
M2
66/6,6 kV
11/66 kV
F
B
Gambar 4.8
M3
j 0,25
25
j 1,25
5
p.u
j 1,25
j 0,1
10
j 0,15
j 1,25
j 0,1
j 0, 2
F
j 1,25
10
G1
10
G1
10
G1
(a)
IV-13
j 1,25
j 0, 2
j 0,1
j 0,15
j 1,25
j 0,1
F
10
j 1,25
(b)
j 0,55
j 0,55
j 1,25
j 1,5
j 1,25
CB
F
10
j 1,5
CB
j 1,25
10
j 1,5
(d)
(c)
ISC CB
Gambar 4.9
Dengan reduksi jala-jala dari (a) sampai (c) dapat ditentukan arus hubung singkat I SC
sebesar :
I SC
1
1
j 4,22
j 1,25
j 0,55
I dasar
25 1000
3 6,6
p.u
2187
(b). Dari gambar (c) diperoleh besar arus yang melalui CB adalah :
I SC (CB )
1
1
j 3,42
j 1,25
j 0,55
p.u
(d). Nilai arus yang dapat diputuskan oleh CB, digunakan reaktansi transien motor sbb :
IV-14
'
X dm
j 0,3
25
j 1,5
5
p.u
Dengan reduksi jala-jala (d) dapat ditentukan arus hubung singkat ISC sebesar :
I SC
1
1
j 3,1515
j 1,5
j 0,55
p.u
Dengan menggunakan faktor pengali 1,1, ditentukan nilai arus yang dapat diputuskan
oleh CB sebesar :
I SC (CB ) 1,1 3,1515 2187 7581
Home work :
G1
j 0,1
j 0,05
j 0,1
j 0,15
j 0,1
j 0,2
4
j 0,15
j 0,05
j 0,1
G2
Gambar 4.10
Generator 1 :
IV-15
Generator 2 :
Transformator identik :
j 0,15
2
+
Eg
j 0,15
IV-16
Sebelumnya kita telah memahami perhitungan arus hubung singkat untuk sistem
sederhana dimana rangkaian pasif dapat dengan mudah direduksi. Disini akan
dikembangkan studi untuk sistem yang lebih besar. Ada empat langkah yang dilakukan
dalam perhitungan hubung singkat yang lebih mudah pada sistem yang besar sebagai
berikut :
Sistem
Gambar 4.11
G2
G1
Gr
Gn
Sistem tenaga di atas yang memiliki n-bus yang beroperasi pada beban konstan.
Langkah pertama yang mengarah ke proses perhitungan hubung singkat adalah
menetapkan tegangan sebelum gangguan terjadi pada semua bus dan arus pada semua
jaringan melalui studi aliran daya.
Andaikan tegangan tersebut dinyatakan dengan vektor tegangan sebelum gangguan atau
kondisi normal seperti :
V10
0
VBUS
0
V2
(4.15)
0
Vr
0
Vn
(4.16)
adalah vektor perubahan tegangan pada bus akibat gangguan yang terjadi.
Langkah ke-dua digambarkan rangkaian Thevenin pasif dari sistem dengan mengganti
generator dengan reaktansi transien atau subtransien dan emfnya dihubung singkat.
IV-17
Sistem
Gambar 4.12
X 'd1
X 'd 2
Vr
Zf
X ' dr X ' dn
Langkah ke-tiga, pada rangkaian Thevenin pasif dibangkitkan sumber sebesar Vr0
terhubung seri dengan Zf seperti pada gambar di atas.
Vektor V terdiri dari tegangan bus dalam sistem, sehingga
V Z BUS J
(4.17)
dimana ZBUS adalah matrik impedansi bus dari rangkaian Thevenin pasif.
Z BUS
J
Z 11 Z 1n
Z n1 Z nn
(4.18)
0
0
Jf f
f
J r I
Z 11
Vr Z r1
Z n1
Z rr
Vr Z rr I
Z 1n
Z rn
Z nn
(4.19)
0
If
0
(4.20)
IV-18
Vr f Vr0 Vr Vr0 Z rr I
(4.21)
(4.22)
(4.23)
Vr0
Z rr Z f
Vi f Vi 0 Vi Vi 0 Z ir I f
, i 1,2,, n
Zf
Z rr Z f
Vr0
Z ir
Vi Vi
Vr0
Z rr Z f
f
(4.24)
untuk i r
G1
(4.25)
j 0,1
j 0,05
j 0,1
Contoh :
j 0,15
j 0,1
j 0,2
4
j 0,15
j 0,05
IV-19
j 0,1
G2
Gambar 4.13
Generator 1 :
Generator 2 :
Transformator identik :
Solusi :
Diagram reaktansi pada daya dasar 100 MVA dan tagangan dasar 11 kV
IV-20
Y11
1
1
1
1
j 28,333
j 0,15
j 0,15
j 0,1
j 0,2
Y12 Y21
1
j5
j 0,2
Y13 Y31
1
j 6,667
j 0,15
Y14 Y41
1
j 10
j 0,1
Y22
p.u
p.u
p.u
p.u
1
1
1
1
j 28,333
j 0,15
j 0,15
j 0,1
j 0,2
Y23 Y32
1
j 10
j 0,1
Y24 Y42
1
j 6,667
j 0,15
p.u
p.u
p.u
Y33
1
1
j 16,667
j 0,15
j 0,1
p.u
Y44
1
1
j 16,667
j 0,1
j 0,15
p.u
YBUS
j 28,333
j5
j 6,667
j 10
j5
j 6,667
j 10
j 28,333
j 10
j 6,667
j 10
j 16,667
j0
j 6,667
j0
j 16,667
Z BUS
j 0,0903
j 0,0597
j 0,0719
j 0,0780
j 0,0597
j 0,0903
j 0,0780
j 0,0719
j 0,0719
j 0,0780
j 0,1356
j 0,0743
j 0,0780
j 0,0719
j 0,0743
j 0,1356
Zi 4 0
V4 untuk i r
Z 44
0
0
0
0
Kondisi sebelum terjadi gangguan tanpa beban, V1 V2 V3 V4 1 p.u
IV-21
V1 f V10
Z14 0
j 0,0780
V4 1,0
1,0 0,4248
Z 44
j 0,1356
p.u
V2f V20
Z 24 0
j 0,0719
V4 1,0
1,0 0,4698
Z 44
j 0,1356
p.u
V3 f V30
Z 34 0
j 0,0743
V4 1,0
1,0 0,4521
Z 44
j 0,1356
p.u
V4f V40
Z 44 0
j 0,1356
V4 1,0
1,0 0,0000
Z 44
j 0,1356
p.u
V40
1,0
j 7,37463
Z 44
j 0,1356
p.u
Arus gangguan yang mengalir pada setiap saluran pada sistem adalah :
f
ij
yij ( Vi
( Vi f V j f )
Vj )
zij
f
I12f
j 0,225
z12
j 0,2
p.u
I13f
j 0,182
z13
j 0,15
p.u
f
14
j 4,248
z14
j 0,1
p.u
I 23f
j 0,177
z23
j 0,1
I 24f
j 3,132
z24
j 0,15
p.u
p.u
IV-22
G1
j Xg2
j Xg1
j X12
j X13
j X23
3
Ihs
Zf
gambar (a)
0
2
1
1
4
3
5
2
gambar (b)
1
1
4
3
5
2
gambar (c)
IV-23
memiliki beberapa tree. Jumlah cabang dalam setiap tree yang dipilih ditandai dengan b
adalah selalu jumlah simpul dikurangi satu.
b
n 1
n adalah jumlah simpul atau bus termasuk bus referensi 0. Ketika suatu tree untuk suatu
graph telah didefinisikan, elemen2 yang tertinggal atau tersisa ditujukan sebagai link.
Kumpulan link disebut cotree. Bila e adalah jumlah total elemen2 dalam suatu graph,
maka jumlah link (l) dalam suatu cotree adalah:
l
e b e n 1
1
Jaringan
Partial
:
:
2
i
:
m
0
referensi
gambar 2.8. Model jaringan partial sistem tenaga Z m
bus
Persamaan jaringan untuk jaringan partial ini adalah :
Vbus
Z bus I bus
Untuk sistem n bus, m bus termasuk didalam jaringan dan Zbus mempunyai ukuran m
m . Kita akan menambahkan satu elemen pada saat tertentu dari bagian yang tersisa dari
IV-24
jaringan hingga seluruh elemen tercakup. Penambahan elemen dapat berupa suatu
cabang atau link seperti yang dijelaskan berikut ini.
4.8.1. Penambahan suatu cabang
Bila elemen yang ditambahkan adalah suatu cabang, satu simpul/bus baru
tercipta atau bertambah ke jaringan partial yang akan menambah baris dan kolom baru
dari matrik impedansi sehingga ukuran matriknya menjadi (m+1)(m+1). Tambahkan
satu cabang dengan impedansi primitif zpq dari bus p ke bus baru q seperti pada gambar
2.9(a).
1
Jaringan
Partial
2
:
: p
Jaringan
Partial
0
referensi
(a)
2
:
: p
(b)
0
referensi
V p
Vm
V
q
Z11
Z
21
Z p1
Z m1
Z
q1
Z12
Z 22
Z p2
Z m2
Z1 p
Z2 p
Z pp
Z mp
Z1m
Z 2m
Z pm
Z mm
Z q2
Z qp
Z qm
Z1q
Z 2 q
Z pq
Z mq
I1
I
2
Ip
Im
(4.26)
Z qq I q
IV-25
V1 Z1i
V2 Z 2i
V p Z pi
(4.27)
Vm Z mi
Vq Z qi
V p pq
(4.28)
dimana pq adalah jatuh tegangan pada cabang yang ditambahkan dengan impedansi zpq
dan besarnya adalah :
pq
z pq i pq
(4.29)
karena elemen p-q yang ditambahkan adalah suatu cabang, maka ipq = 0, sehingga pq =
0 dan diperoleh :
Z qi
Z pi
i = 1, 2, , m dan
iq
(4.30)
Z qq
Pada saat arus yang di-injeksikan pada bus q mengalir ke bus p , maka ipq = - Iq = - 1 p.u.
sehingga :
pq z pq
(4.31)
Vq
(4.32)
dan
V p z pq
Z pq z pq
(4.33)
Bila simpul/bus p adalah sebagai simpul/bus referensi seperti terlihat pada gambar 2.9(b)
, Vp = 0 akan diperoleh bahwa :
Z qi
Z pi V p 0
i = 1, 2, , m dan
iq
z pq
(4.34)
IV-26
elemen2nya perlu dihitung. Andaikan ditambahkan suatu link dengan impedansi zpq di
antara dua bus yang ada, bus p dan bus q seperti terlihat pada gambar 2.10(g).
1
Jaringan
Partial
:
:
Jaringan
Partial
p
q
:
:
0
referensi
2
p
q
m
0
referensi
gambar (a)
gambar (b)
jika Il adalah arus yang mengalir melalui link yang ditambahkan dengan arah seperti
pada gambar 2.10(a) , maka akan diperoleh bahwa :
z pq I
V p Vq
(4.35)
atau
Vq V p z pq I 0
(4.36)
Akibat penambahan link menyebabkan arus Ip berubah menjadi (Ip - Il ) dan arus Ip
berubah menjadi (Ip + Il ) seperti pada gambar 2.10(b) di atas dan persamaan jaringan
menjadi :
V1
Z11 I1
Z1 p ( I p I )
Z1q ( I p I )
Z1m I m
Vp
Z p1 I1
Z pp ( I p I )
Z pq ( I p I )
Z pm I m
Vq
Z q1 I1
Z qp ( I p I )
Z qq ( I p I )
Z qm I m
Vm
Z m1 I1 Z mp ( I p I )
Z mq ( I p I )
Z mm I m
(4.37)
Jika Vp dan Vq pada pers. (4.37) disubstitusikan ke pers. (4.36) maka diperoleh :
( Z q1 Z p1 ) I1 ( Z qp Z pp ) I p ( Z qq Z pq ) I q
( Z qm Z pm ) I m ( z pq Z pp Z qq 2 Z pq ) I
(4.38)
Bila pers. (4.37) ditambahkan ke pers. (4.38) akan diperoleh sistem persamaan simultan
sebanyak (m +1) yang dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut :
IV-27
V1
V p
Vq
Vm
0
Z11
Z p1
Z q1
Z m1
Z
1
Z1 p
Z pp
Z qp
Z mp
Z 1q
Z pq
Z qq
Z mq
Z 1m
Z pm
Z qm
Z mm
Z p
Z q
Z m
Z1
Z p
Z q
Z m
I1
Ip
Iq
Im
(4.39)
Z I
dimana
Z i Z i Z iq Z ip
(4.40)
Z z pq Z pp Z qq 2 Z pq
(4.41)
dan
Kemudian arus link Il dapat dieliminasi. Pers. (4.38) di atas dapat ditulis dalam bentuk
matrik partisi sebagai berikut :
old
Vbus Z bus
0
T
Z I bus
Z I
(4.42)
dimana
Z
Z p
Z q Z m
Bila pers. (4.41) dituliskan dalam bentuk persamaan, maka diperoleh bentuk sebagai
berikut :
old
Vbus Z bus
I bus Z I
(4.43)
dan
0 Z T I bus Z I
atau
I
ZT
I bus
Z
I bus
Z
atau
new
Vbus Z bus
I bus
dimana
new
old
Z bus
Z bus
Z ZT
Z
(4.44)
IV-28
Perhatikan bahwa pers. (4.44) di atas, mereduksi ukuran matrik ke ukuran awal. Hal ini
menunjukkan
bahwa
tidak
terjadi
penambahan
simpul
baru
tetapi
hanya
new
Z bus
Z 11
Z1m
0
Z mm
0
0
0
(4.45)
z q 0
Matrik tersebut di atas adalah matrik diagonal dengan nilai impedansi cabang pada
diagonal.
Aturan 2 : Penambahan cabang tree dari suatu simpul/bus baru ke simpul lama
Melanjutkan dengan cabang2 yang tersisa dari tree yang menghubungkan simpul
baru dengan simpul yang ada. Penambahan satu cabang z pq di antara simpul baru q dan
simpul yang ada p yang menghasilkan matrik impedansi lama Z old
bus dengan ukuran (m
m ), dan akan menghasilkan matrik impedansi baru Z new
dengan ukuran (m+1)(m+1).
bus
Jadi diperoleh :
IV-29
new
Z bus
Z11 Z1 p
Z p1 Z pp
Z m1 Z mp
Z p1 Z pp
Z1 p
Z pp
Z mm
Z pm
Z mp
Z pp z pq
Z1m
Z pm
(4.46)
Aturan 3 : Penambahan suatu link cotree di antara dua simpul Yang ada
Ketika suatu link dengan impedansi zpq ditambahkan di antara dua simpul yang
ada p dan q, kita akan meniadakan matrik impedansi
Z old
bus dengan baris baru dan
new
Z bus
Z11
Z p1
Z q1
Z m1
Z1 p
Z pp
Z qp
Z mp
Z Z
Z qp Z pp
p1
q1
Z1q
Z pq
Z qq
Z mq
Z qq Z pq
Z1m
Z pm
Z qm
Z mm
Z qm Z pm
Z1q Z1 p
Z pq Z pp
Z qq Z qp
Z mq Z mp
Z
(4.47)
dimana
Z z pq Z pp Z qq 2 Z pq
(4.48)
Baris dan kolom baru setelah dieliminasi diperoleh, Z yang didefinisikan sebagai :
Z1q Z1 p
Z pq Z pp
Z
Z qq Z qp
Z mq Z mp
(4.49)
Bila simpul/bus q sebagai simpul referensi, Zqi = Ziq = 0 untuk i = 1, .., m dan
berubah menjadi :
IV-30
Z11
Z p1
new
Z bus
Z1 p
Z pp
Z m1 Z mp
Z p1 Z pp
Z1m
Z pm
Z mm
Z pm
Z1 p
Z pp
(4.50)
Z mp
dimana
Z z pq Z pp
(4.51)
Z1 p
Z pp
Z
Z qp
Z mp
(4.52)
Ia
Ib
Ic
Va ZV
f b Z fV c Z
IV-31
Bentuk rangkaian untuk gangguan seimbang 3 fasa ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
_
I1
Rangkaian
Urutan
Positif
+
_
Zf
V1
-
Gambar 4.15. Rangkaian Urutan Positif Untuk Gangguan hubung singkat tiga fasa
Berdasarkan gambar 4.15., diketahui bahwa :
V0
V2 0
I0
I2 0
V1
(1)
(1)
I1
(1)
(1)
(1)
(1)
E Z i1 I 1 Z ii
V1
(1)
(1)
(1)
I i Z in I n
tetapi :
(1)
I1
(1)
In
(1)
terkecuali untuk
(1)
Vi
(1)
E {0 Z ii
(1)
maka :
Ii
Ii
untuk
(1)
Ii
0}
E
(1)
Z f Z ii
(1)
j
(1)
j
E Z
(1)
ji
(1)
Ii
IV-32
(1)
j
(1)
Z ji
1
(1)
Z f Z ii
(1)
j
Z f Z ii(1) Z ji(1)
(1)
Z f Z ii
Contoh Soal :
1.
G1
Gambar 4.16
G2
Generator 1 :
Generator 2 :
Transformator :
Sebelum gangguan terjadi, tegangan pada sisi tegangan tinggi dari transformator 66 kV.
Transformator tidak dibebani. Tentukan arus subtransient masing-masing generator pada
saat terjadi gangguan tiga phasa di sisi tegangan tinggi transformator .
Eg1
Gambar 4.17
j 0,375
+
Eg2
j 0, 10
j 0, 75
P
S
75
j 0,375 p.u
50
IV-33
E'g1
66
0,957 p.u
69
Generator 2 :
X'd' j 0,25
E'g 2
75
j 0,750 p.u
25
66
0,957 p.u
69
X j 0,10 p.u
Transformator :
Gambar 4.17. memperlihatkan diagram reaktansi sebelum terjadi gangguan. Bila suatu
gangguan 3 phasa ke tanah terjadi di titik p disimulasikan oleh saklar S ditutup.
Tegangan dalam Eg dari kedua generator yang terhubung paralel dengan syarat tegangan
dan urutan phasa identik bila tidak ada arus sirkulasi di antara kedua generator tersebut.
Reaktansi subtransient ekuivalen paralel adalah :
'
X'ek
j 0,375 j 0,75
j 0,25 p.u
j 0,375 j 0,75
j 0, 25
-
Eg
j 0, 10
I
S
Gambar 4.18
Arus gangguan :
I 'f'
0,957
j 2,735 p.u
j 0,25 j 0,10
0,957 0,274
j 1,823 p.u
j 0,375
I 'g' 2
0,957 0,274
j 0,912 p.u
j 0,75
1,823
75.000
5720
3 13,8
I 'g' 2 0,912
75.000
2800
3 13,8
2.
Suatu alternator dan motor sinkron kapasitas 30 MVA, 13,2 kV, keduanya memiliki
reaktansi subtransient X= 20 %. Reaktansi saluran yang menghubung keduanya X s = 10
% pada dasar kapasitas mesin2 listrik.
Motor menyerap daya 20 MW pada faktor daya 0,8 terdahulu dan tegangan terminal Vt =
12,8 kV ketika suatu gangguan tiga phasa terjadi diterminal motor. Tentukan arus
IV-34
subtransien dalam alternator, motor dan gangguan menggunakan tegangan internal dari
mesin2 listrik.
j 0, 10
j 0, 10
IL
j 0, 20
+
j 0, 20
Eg
+
E
If
Eg
Sebelum gangguan
Im
Ig
j 0, 20
Vf
P
j 0, 20
+
Em
-
gambar 4.19
Selama gangguan
1.128 36,9
0,86 36,9 p.u
1.312
0,86 ( 0,8 j 0,6 ) 0,69 j 0,52 ) p.u
Untuk generator :
Vt = 0,97 + j 0,1 ( 0,69 + j 0,52 ) = 0,97 + j 0,069 0,052
= 0,918 + j 0,069 p.u
E 'g'
E 'g'
I 'g'
I 'g'
0,814 j 0,207
0,69 j 2,71 p.u
j 0,3
1.312 ( 0,69 j 2,71 ) 905 j 3.550
Untuk motor :
Vt Vf 0,97 0
p .u
E 'm'
E 'm'
I 'm'
I 'm'
IV-35
p.u
Jika diselesaikan dengan metode thevenin sebagai berikut akan diperoleh hasil :
Z th
Vf
I 'f'
j 0,3 j 0,2
j 0,12
j 0,3 j 0,2
p.u
0,97 0 p.u
0,97 j 0
j 8,08 p.u
j 0,12
j 0,2
j 8,08 j 3,23
j 0,5
j 0,3
j 8,08 j 4,85
j 0,5
p.u
p.u
Untuk memperoleh arus total subtransient dalam mesin listrik tambahkan arus beban
sebelum terjadi gangguan ke arus gangguan dari masing2 mesin listrik.
I 'g'
I 'm'
p.u
Catatan : umumnya arus beban diabaikan didalam menghitung arus pada setiap
jaringan/saluran yang mengalami gangguan. Dalam metode thevenin, arus
beban diabaikan yang berarti bahwa arus sebelum terjadi gangguan dalam
setiap saluran tidak ditambahkan ke komponen arus yang mengalir menuju
gangguan pada saluran.
Dalam contoh di atas (bukan thevenin), arus beban dapat diabaikan jika
tegangan dibelakang reaktansi subtransient dari semua mesin 2 listrik yang ada
dianggap samadengan tegangan Vf pada titik gangguan sebelum terjadi
gangguan, artinya tidak ada arus yang mengalir di setiap titik dalam jaringan
ke titik gangguan.
Dengan mengabaikan arus beban dalam contoh (thevenin), arus gangguan sebesar :
Dari generator
Dari Motor
Arus gangguan
Dari Motor
Arus gangguan
IV-36
3.
Untuk sistem tenaga dibawah ini diketahui :
Generator G1 : 100 MVA, X = 0,20 p.u, 11 kV
Generator G2 : 60 MVA, X = 0,15 p.u, 11 kV
Trafo (masing-masing) : 50 MVA, X = 0,15 p.u, 12 kV/110 kV
Reaktor X = 0,2 p.u pada daya dasar 100 MVA
Saluran transmisi masing-masing : X = 100 Ohm
Tegangan sistem transmisi 110 kV. Pilih daya dasar 100 MVA.
Hubung singkat tiga phasa terjadi ditengah-tengah salah satu saluran transmisi,di titik F.
Hitunglah besar arus gangguan yang disumbangkan oleh G1 ?.
1
G1
Tr1
Tr3
reaktor
2
G2
Tr2
Tr4
Gambar 4.20
G1
G
T
1
:
:
x"
x"
re
aktor
salu ran
Z
da sa r
G1
xg1
XT1
T2
Xs
0, 2
0, 2
T3
xg2
XT2
:
x r
transm
(
110 )
100
XT3
Xr
G2
XT4
IV-37
Gambar 4.21
x j 0,3 j 0,8264463 j 0,3
j 1,4264463 p.u
G1
Xr
xg2
G2
X2F
X4F
XFS
xg1
G1
Xr
xg2
G2
F
X2F
x1S
j 0,2 ( j 2,13966945)
j 1,4017325 p.u
j 3,0528926
x2S
j 0,2 ( j 0,71322315)
j 0,0467244 p.u
j 3,0528926
xF
j 2,13966945 ( j 0,71322315)
j 0,499874 p.u
j 3,0528926
G1
xg1
X1S
s
G2
XF
xg2
X2S
IV-38
xg1S
G1
XF
xg2S
G2
XF
G
xgF
j 1,5697881 ( j 0,2567939)
j 0,220692 p.u
j 1,5697881 j 0,2567939
j 0,220692 j 0,49874 j 0,720566 p.u
x gF
x thev
Xthev
F
If
I Gf1
1
j 1,3877979 p.u
j 0,720566
j 0,2567939
IV-39
4.
G1
j 0,1
j 0,2
j 0,1
G2
j 0,2
j 0,8
j 0,4
j 0,4
3
MVA dasar = 100 MVA
Tentukan tegangan tiap bus dan besar arus pada saluran antar bus selama terjadi
gangguan seimbang tiga phasa di bus 3, dengan impedansi gangguan j 0,16 dan
tegangan sebelum gangguan disemua bus 1 p.u.
Kerjakan juga masing-masing untuk bus 1 dan 2.
G2
G1
j 0,4
j 0,2
j 0,8
j 0,4
j 0,4
3
I3 (F)
Zf = j 0,16
IV-40
G1
j 0,2
G2
j 0,4
j 0,8
j 0,4
j 0,4
Vth = V3(0)
I3 (F)
Zf = j 0,16
Gambar 4.22
x1 S
j 0,4 ( j 0,8)
j 0,2 p.u
j 1,6
x2S
j 0,4 ( j 0,8)
j 0,2 p.u
j 1,6
x2S
j 0,4 ( j 0,4)
j 0,1 p.u
j 1,6
IV-41
G1
G2
j 0,2
j 0,4
2
j 0,2
j 0,2
j 0,1
3
Vth = V3(0)
+
I3 (F)
Zf = j 0,16
Gambar 4.23
Z 33
j 0,4 ( j 0,6)
j 0,1 j 0,24 j 0,1 j 0,34 p.u
j 0,4 j 0,6
IV-42
j 0,24
Z33 = j 0,34
j 0,1
3
+
3
Vth = V3(0)
I3 (F)
Vth = V3(0)
Zf = j 0,16
I3 (F)
Zf = j 0,16
(a)
(b)
Gambar 4.24
I 3 (F )
V3 (0)
Z 33 Z f
1,0
j 2 p.u
j 0,34 j 0,16
Berdasarkan gambar 3. (a) arus gangguan dibagi di antara kedua generator masingmasing sebesar :
j 0,6
I 3 ( F ) j 1,2 p.u
j 0,4 j 0,6
j 0,4
I 3 ( F ) j 0,8 p.u
j 0,4 j 0,6
I G1
IG2
IV-43
j 0,1 p.u
z12
j 0,8
V ( F ) V3 ( F )
0,76 0,32
I 13 ( F ) 1
j 1,1 p.u
z13
j 0,4
V ( F ) V3 ( F )
0,68 0,32
I 23 ( F ) 2
j 0,9 p.u
z 23
j 0,4
I 12 ( F )
G1
G2
j 0,4
j 0,2
j 0,8
I2 (F)
j 0,4
j 0,4
Zf = j 0,16IV-44
Gambar 4. 25(a)
j 0,2
j 0,4
j 0,8
+
j 0,4
j 0,4
I2 (F)
Zf = j 0,16
Gambar 4. 25(b)
IV-45
j 0,2
1
G1
G2
j 0,4
2
j 0,4
+
Vth = V2(0)
I2 (F)
Zf = j 0,16
Gambar 4. 26(a)
j 0,8 ( j 0,8)
j 0,4 p.u
j 1,6
j 0,6 ( j 0,4)
j 0,24 p.u
j 0,6 j 0,4
x12
Z 22
Z22 = j 0,24
2
+
Vth = V2(0)
I2 (F)
Zf = j 0,16
Gambar 4. 26(b)
IV-46
I 2 (F )
V 2 (0)
1,0
j 2,5 p.u
Z 22 Z f
j 0,24 j 0,16
Berdasarkan gambar 4. 26(a) arus gangguan dibagi di antara kedua generator masingmasing sebesar :
j 0,4
I 2 ( F ) j 1,0 p.u
j 0,4 j 0,6
j 0,6
I 2 ( F ) j 1,5 p.u
j 0,4 j 0,6
I G1
IG2
Berdasarkan gambar 4.25(a), perubahan tegangan bus akibat arus gangguan sebesar :
V1 0 ( j 0,2 ) ( j 1,0 ) 0,2 p.u
V 2 0 ( j 0,4 ) ( j 1,5 ) 0,6 p.u
j 1,0
V3 0,2 ( j 0,4 ) (
) 0,4 p.u
2
j 0,5 p.u
z12
j 0,8
V ( F ) V3 ( F )
0,8 0,6
I 13 ( F ) 1
j 0,5 p.u
z13
j 0,4
V ( F ) V3 ( F )
0,8 0,6
I 23 ( F ) 2
j 0,5 p.u
z 23
j 0,4
I 12 ( F )
Pada contoh di atas arus beban diabaikan dan semua tegangan bus sebelum gangguan
dianggap samadengan 1.0 p.u. untuk mempeoleh hasil perhitungan yang lebih teliti,
tegangan bus sebelum gangguan dapat diperoleh dari solusi aliran daya. Didalam suatu
IV-47
sistem tenaga, beban dinyatakan tetapi arus beban tidak diketahui. Satu cara untuk
mengikutsertakan pengaruh arus beban dalam analisis gangguan adalah dengan
menyatakan beban-beban tersebut dengan suatu impedansi beban konstan yang
ditentukan berdasarkan tegangan bus sebelum gangguan. Ini menjadi suatu pendekatan
yang paling baik dalam mendapatkan hasil dari persamaan simpul linier.
Langkah-langkah perhitungan disimpulkan di bawah ini :
1. Tegangan bus sebelum gangguan didapatkan dari hasil solusi aliran daya.
2. Didalam hal to preserve the linearity feature of jaringan beban-beban
dikonversikan ke admitansi konstan dengan menggunakan tegangan bus sbelm
gangguan
3. Jaringan terganggu direduksi ke bentuk rangkaian ekuivalen Thevenin ang dilihat
dari sisi bus terganggu atau titik gangguan. Dengan menggunakan teori Thevenin
perubahan tegangan bus dapat diperoleh.
4. Tegangan bus selama gangguan diperoleh dengan superposisi tegangan bus
sebelum gangguan dan perubahan tegangan bus yang tela dihitung sebelumnya
5. Arus selama gangguan dalam semua cabang dalam sistem dapat ditentukan.
IV-48
Menurut Fortescue, tiga fasor yang tidak seimbang dari sistem tiga fasa dapat
diuraikan menjadi tiga sistem fasor yang seimbang. Himpunan-himpunan seimbang dari
ketiga komponen tersebut antara lain :
a)
b)
c)
Sedangkan urutan fasa dari komponen-komponen urutan negatif adalah acb. Jika 3 set
komponen simetris diberi tanda tambahan 1 untuk urutan positif, 2 untuk urutan negatif,
dan 0 untuk urutan nol, maka tegangan urutan positif akan ditulis Va1, Vb1, Vc1 ; Va2, Vb2,
Vc2 untuk urutan negatif dan Va0, Vb0, Vc0 untuk urutan nol, seperti terlihat pada Gambar
4.27. dibawah ini.
Urutan Positif
Urutan Negatif
Urutan Nol
Vb Vb1 Vb 2 Vb 0
Vc Vc1 Vc 2 Vc 0
IV-49
dimana Va1, Va2, Va0, Vb1, Vb2, Vb0, Vc1, Vc2 dan Vc0 adalah masing-masing komponen
simetris dari Va, Vb dan Vc.
4.11. Fasa Referensi Dan Operator a
Pemilihan fasor referensi adalah sembarang, tetapi pada umumnya dipilih fasor a
sebagai referensi. Huruf a digunakan untuk menunjukkan operator yang menyebabkan
perputaran sebesar 120o dalam arah yang berlawanan dengan arah jarum jam. Operator
semacam ini adalah bilangan kompleks
didefinisikan sebagai :
a 1 120 e j 120 cos (120) j sin(120) 0,5 j 0,866
Jika operator a dikenakan pada fasor dua kali berturut-turut, maka fasor itu akan diputar
dengan sudut sebesar 240o. Untuk pengenaan tiga kali berturut-turut akan diputar dengan
360o.
a 2 1 240 e j 240 cos (240) j sin(240) 0,5 j 0,866
a 3 1 360 e j 360 cos (360) j sin(360) 1,0 j 0,0
Jadi :
a a 2 a 3 0 dan
1 a a2 0
Seimbang
Jika perputaran 120o diganti oleh suatu operator a yaitu a 1 120 dan dipilih
fasa a sebagai fasa acuan, maka :
Fasor tegangan urutan positif :
Va1 Va1
Vb1 e
j 240
Va1 a 2 Va1
Vc1 e
j 120
Va1 a Va1
Vb 2 e
j 120
Va 2 a Va 2
Vc 2 e
j 240
Va 2 a 2 Va 2
IV-50
Va Va1 Va 2 Va 0
Vb a 2 Va1 a Va 2 Va 0
Vc a Va1 a 2 Va 2 Va 0
Vc
1 a
1
a
a 2
Va 0
V
a1
Va 2
1
a
a 2
1 1
1
1 a
3
1 a 2
1
a 2
a
1
a 2
a
Va
V
b
Vc
1
(Va Vb Vc )
3
Va1
1
( Va a Vb a 2 Vc )
3
Va 2
1
( Va a 2 Vb a Vc )
3
Untuk arus berlaku rumus-rumus yang sama dengan menggantikan V (tegangan) dengan
I (arus) sehingga diperoleh :
I a I a1 I a 2 I a 0
I b a 2 I a1 a I a 2 I a 0
I c a I a1 a 2 I a 2 I a 0
dan :
I a0
1
( I a Ib Ic )
3
IV-51
I a1
1
( I a a Ib a2 Ic )
3
Ia2
1
( I a a2 Ib a Ic )
3
fasa tak seimbang direduksi menjadi sistem-sistem seimbang dimana mereka saling
dikopel atau dihubungkan dengan baik satu dengan lainnya ( disebut juga komponenkomponen sistem) dengan begitu perhitungan-perhitungan dengan cara biasa dapat
dilakukan.
Dua sistem yang dihasilkan melalui perhitungan dari sistem-sistem simetris tiga
fasa adalah fasa fasa dengan pergeseran atau beda sudut fasa 120 o antara satu dengan
lainnya, dan disebut dengan sistem urutan positif dan urutan negative ; sistem yang
ketiga dengan tiga buah arus dan tegangan dari fasa yang sama ditunjukkan oleh sistem
urutan nol.
Sistem urutan nol tidak terdapat jika sistem tiga fasa tersebut menggunakan tiga
buah konduktor tanpa menggunakan sebuah konduktor atau antaran balik ( pentanahan,
kawat tanah, konduktor netral).
Awalnya, tidak terdapat hubungan antara komponen-komponen sistem ini. Hanya
terjadi pada gangguan tak seimbang dimana hubungan sebuah karakteristik
komponennya dihasilkan dalam menyesuaikan tipe gangguan.
Impedansi fasa urutan positif di dalam suatu unit listrik merupakan hasil bagi antara
tegangan fasa dengan arus pada konduktor ketika disuplai dari sistem fasa urutan positif.
Sama halnya dilakukan untuk impedansi saluran transmisi, impedansi hubung singkat
untuk transformator- transformator dan kumparan reaktor, dan untuk generator pada
impedansi efektif generator pada saat terjadinya hubung singkat.
IV-52
Impedansi fasa urutan negatif pada suatu unit merupakan hasil bagi antara
tegangan fasa dengan arus pada konduktor ketika disuplai dari sistem fasa urutan
negative. Di dalam instalasi statis (sebagai contoh saluran dan transformator) impedansi
fasa urutan negatif adalah sama dengan impedansi fasa urutan positif, selama tidak
memberikan pengaruh pada urutan fasa tersebut pada tingkat arus tertentu.
Impedansi fasa urutan nol pada suatu unit merupakan hasil bagi antara tegangan
dengan arus ketika ketiga fasa semuanya disuplai dengan menggunakan tegangan AC
tunggal. Ketiga fasa dari peralatan atau unit adalah parallel dan terdiri dari konduktor
pengisi, pada saat keempat konduktor (konduktor netral, pentanahan, kawat tanah, kabel
pelindung) berfungsi sebagai saluran antaran balik biasa.
Impedansi fasa urutan nol selalu mengacu kepada unit peralatan dengan hubungan
bintang. Peralatan yang memiliki hubungan delta tidak dapat ditunjukkan adanya sebuah
impedansi fasa urutan nol.
Tidak terdapat hubungan yang umum diantara impedansi fasa urutan nol dengan
impedansi fasa urutan positif atau impedansi fasa urutan negative pada sebuah
peralatan / unit. Di dalam saluran-saluran transmisi, sebagai contoh, impedansi fasa
urutan nol tergantung pada tipe dari saluran ( saluran udara atau kabel ), konstruksi
saluran (kawat tanah atau pelindung kabel/ cable armor ) maupun konduktivitas tanah,
dimana dapat dianggap sebuah bagian dari fungsi sebagai saluran / antaran balik.
Dalam pelajaran dasar mengenai
diilustrasikan sebagai jaringan adalah seperti pada gambar 4.28 di bawah ini, yang terdiri
dari generator, transformator, dan saluran transmisi.
L1
L2
L3
IV-53
gambar diatas Z merupakan impedansi pentanahan pada jaringan, yang memiliki nilai
mulai dari 0 ( pentanahan titik netral secara langsung) dan sampai pada nilai yang
terhingga ( pada titik netral yang mengambang ), tergantung kepada tipe hubungan titik
netral.
Dalam hal menentukan arus gangguan pada hubung singkat dengan tipe individual,
dapat digunakan metode komponen simetris. Tergantung kepada tipe hubung singkat,
pada kondisi tertentu yang mana dapat ditetapkan, kapan level dari komponen dapat
digeser atau dipindahkan, dan menentukan bagaimana komponen-komponen pada sistem
terhubung satu dengan lainnya. Tegangan pada generator memiliki sisa-sisa karakteristik
simetris pada beban tak simetris, hal ini menunjukkan bahwa jaringan yang tidak
simetris semata-mata disebabkan oleh masing-masing gangguan.
Untuk alasan ini, tegangan efektif generator pada komponen sistem tampak hanya
pada sistem urutan fasa positif, ketika sistem urutan fasa negatif dan sistem urutan fasa
nol tidak menyalurkan atau menyuplai tenaga. Tegangan yang muncul pada saat terjadi
hubung singkat dianggap sebagai tegangan awal atau tegangan subtransient E.
4.13.1. Gangguan Hubung Singkat Fasa ke Tanah
Untuk sebuah gangguan satu fasa ke tanah didalam suatu network dengan
menggunakan pentanahan resistansi rendah (hubung singkat ke tanah), diasumsikan
terjadi hubungan atau hantaran sebuah konduktor terluar dengan tanah.
a
b
c
Ia
VaZ
Ic=0
Ic 0
Vb Vc
Ia
Ib Ic 0
I 0 a 2 I1 a I 2 I 0 a I1 a 2 I 2
( a 2 a ) I1 ( a 2 a ) I 2
I b I 0 a 2 I1 a I 2 0
I 0 (a 2 I1 a I1 )
I 0 ( a 2 a ) I1 )
I 0 I1
I1 I 2
IV-54
I 0 I1 I 2
V0 V1 V2 Z
V0 V1 V2 3 Z
( I 0 I1 I 2 )
f
I1
E a Z 1 I1 Z 2 I 2 Z 0 I 0 3 Z
I1
E a ( Z 1 3 Z f ) I1 Z 2 I 2 Z 0 I 0
E a ( Z 1 3 Z f ) I1 Z 2 I1 Z 0 I1
E a ( Z 1 3 Z f Z 2 Z 0 ) I1
I1
Ea
( Z1 Z 2 Z 0 3Z f )
I 0 I1 I 2
Ia
Ia
3
3 Ea
( Z1 Z 2 Z 0 3Z f )
I0
Rangkaian
Urutan
Nol
V0
+
-
I1
+
Rangkaian
Urutan
Positif
V1
3Zf
-
I2
+
Rangkaian
Urutan
Negatif
V2
-
Ia=0
Ib
Ic
Va Vb Z f Vc
a
b
c
IV-55
Vb Z f Ib V c
I 0 I1 I 2
I 0 a 2 I1 a I 2 ( I 0 a I1 a 2 I 2 )
2 I 0 ( a 2 a ) ( I1 I 2 ) 0
3 I0 0
I0 0
I1 I 2
V0 a 2 V1 a V2 Z
( I 0 a 2 I1 a I 2 ) V0 a V1 a 2 V2
( a 2 a ) V1 ( a 2 a ) Z f I1 ( a 2 a ) V2
V1 Z
I1 V2
I0
+
Rangkaian
Urutan
Nol
V0
I1
Rangkaian
Urutan
Positif
V1
-
I2
Rangkaian
Urutan
Negatif
IV-56
V2
-
Gambar 4.32. Hubungan Rangkaian Urutan Gangguan Hubung Singkat Fasa ke Fasa
Telah diketahui bahwa :
V0 I 0 0
EZ
(1)
ji
(1)
(2)
dimana : I i
(1)
Ii
(1)
j
(1)
j
(1)
Z f Ii
Ii
(1)
( 2)
ji
( 2)
Ii
Ii
E
(Z
( 1)
ii
( 2)
Z ii Z f )
(1)
ji
E Z
(1)
Ii
(1)
( 2)
Z ii Z ii Z f
kemudian :
V
( 2)
j
( 2)
j
( 2)
j
( 2)
ji
( 2)
( 2)
Ii
(1)
Z ji I i
(2)
Z ji E
( 1)
( 2)
( Z ii Z ii Z f )
Ia=0
Ib
Va Vb
Ic
Z fV c
a
b
c
IV-57
Gambar 4.33. Rangkaian Pengganti Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa Ke Tanah
Ia 0
Vb Vc
Vb ( I b I c ) Z f
I 0 I1 I 2
I1 I 2 I 0
V0 a 2 V1 a V2 V0 a V1 a 2 V2
V1 V2
V0 a 2 V1 a V2 ( I 0 a 2 I1 a I 2 I 0 a I1 a 2 I 2 ) Z
V0 V1 ( 2 I 0 ( a 2 a ) ( I1 I 2 ) ) Z
V0 V1 3 Z
I0
V1 V0 3 Z
I0
I a1 ( I a 2 I a 0 )
V a1 Z 2 I a 2 I a 0 ( Z 0 3 Z
I a1
) E a Z 1 I a1
Ea
Z 1 (( Z 0 3 Z f ) Z 2 ) / ( Z 0 3 Z f Z 2 )
I a1 Z 0
I a 2
Z0 Z2
I a1 Z 2
I a 0
Z
Z
0
2
I0
Rangkaian
Urutan Nol
V0
3Zf
I1
Rangkaian
Urutan
Positif
V1
I2
Rangkaian
Urutan
Negatif
V2
+
-
IV-58
Gambar 4.34. Hubungan Rangkaian Urutan Untuk Gangguan hubung singkat 2 Fasa - T
Telah diketahui bahwa :
(1)
Vi
( 2)
Vi
(0)
Ii
(1)
(0)
Ii
( 2)
i
(1)
Ii
(1)
i
( 2)
Ii
Vi
(0)
3 Z f Z ii
(1)
E Vi
(1)
Z ii
(1)
Vi
( 2)
Z ii
(1)
Vi
(0)
3 Z f Z ii
(1)
untuk V i
(1)
Vi
(1)
Vi E
(1)
Z ii
Vi
( 2)
Z ii
adalah :
( 2)
(0)
Z ii ( 3 Z f Z ii ) E
(1)
( 2)
(1)
( 0)
( 2)
(0)
Z ii Z ii Z ii ( 3 Z f Z ii ) Z ii ( 3 Z f Z ii )
diandaikan :
(1)
( 2)
Z ii Z ii
(1)
( 2)
Ii
Ii
( 0)
( 2)
(0)
( 3 Z f Z ii )
( 2)
(0)
Ii
(1)
Z ii ( 3 Z f Z ii ) Z ii
Z ii E
( 2)
( Z ii
(0)
3 Z f Z ii
)E
( 0)
( 3 Z f Z ii ) E
IV-59
tegangannya adalah :
V
( 0)
j
Z ji I i
(0)
(0)
(0)
j
(1)
j
E Z ji I i
(1)
j
( 2)
j
Z ji I i
(0)
(2)
Z ji Z ji E
(1)
(1)
(1)
( 2)
{ Z ji ( Z ii
( 2)
( 2)
3Z
( 0)
Z ii
)} E
( 2)
(0)
Z ji ( 3 Z f Z ii )} E
V
( 2)
j
Contoh Soal :
1.
4
j x12
G1
j 0,03
5
G1
j 0,03
j x13
j x23
3
IV-60
Komponen
kapasitas
Tegangan
X1
MVA
kerja
(p.u)
G1
100
25 kV
0,20
G2
100
13,8 kV
0,20
T1
100
25/230 kV
0,05
T2
100
13,8/230 kV
0,05
Saluran (1-2)
100
230 kV
0,10
Saluran (1-3)
100
230 kV
0,10
Saluran (2-3)
100
230 kV
0,10
semua reaktansi dalam p.u pada daya dasar 100 MVA.
X2
(p.u)
0,20
0,20
0,05
0,05
0,10
0,10
0,10
X0
(p.u)
0,05
0,05
0,05
0,05
0,30
0,30
0,30
Solusi :
j 0,3
j 0,3
j 0,05 4
5 j 0,05
j 0,05
j 0,09
j 0,3
j 0,05
j 0,09
urutan nol
ref.
3
j 0,3
j 0,3
j 0,1
j 0,1
j 0,3
j 0,05
j 0,1
j 0,05
j 0,19
j 0,19
ref.
ref.
3
3
j 0,1
j 0,1
3
j 0,15
j 0,29
j 0,1
j 0,099
j 0,1
j 0,199
j 0,2 4
ref.
10
5 j 0,2
j 0,05
j 0,1
2 ref.
j 0,05
10
-
urutan positip
ref.
ref.
IV-61
3
j 0,1
3
j 0,1
j 0,1
j 0,0333
j 0,0333
j 0,25
j 0,25
j 0,0333
j 0,25
j 0,25
ref.
ref.
3
3
j 0,0333
j 0,1
j 0,2833
j 0,2833
j 0,075
ref.
j 0,175
ref.
ref.
3
j 0,1
j 0,1
j 0,2 4
5 j 0,2
j 0,05
j 0,1
j 0,05
urutan negatip
ref.
IV-62
3
j 0,1
3
j 0,1
j 0,0333
j 0,1
j 0,0333
j 0,0333
j 0,25
j 0,25
j 0,25
j 0,25
ref.
ref.
3
3
j 0,0333
j 0,1
j 0,2833
j 0,2833
ref.
j 0,175
j 0,075
ref.
ref.
j 0,175
j 0,175
10
j 0,199
urutan positip
urutan negatip
urutan nol
2. Generator 30 MVA, 13,8 kV, 60 Hz, hubungan belitan Y dengan netralnya ditanahkan
menggunakan reaktansi j 3 yang beroperasi melayani dua motor M1 dan M2 pada
diagram satu garis di bawah ini.
M1
T1
G1
T2
e
g
M2
h
Data Generator
G : X1 = X2 = j 0,15 p.u
IV-63
Solusi :
Rangkaian Urutan Positip
XT1
Xg
Xsal
XT2
Xm1
Xm2
G
M1
M2
Xg
XT1
Xsal
XT2
Xm1
Xm2
IV-64
XT1
Xg
XT2
Xsal
Xm1
Xm2
3Xn
3Xn
Soal-Soal Latihan
1. Dua generator masing-masing 100 MVA, 60 Hz, hubungan belitan Y dengan netralnya
ditanahkan langsung yang beroperasi pada tegangan nominal 1 p.u seperti pada
diagram satu garis di bawah ini.
3
T1
G1
Komponen
G1
G2
T2
4
G2
X1
0,10
0,10
X2
0,10
0,10
X0
0,05
0,05
IV-65
T1
T2
Saluran (1-2)
0,25
0,25
0,30
0,25
0,25
0,30
0,25
0,25
0,50
2
F
Xd
V = 1,0 p.u
Reaktansi trafo = 0,2 5 p.u dan reaktansi saluran ganda (1-2) masing-masing 0,4 p.u.
Semua reaktansi dinyatakan dalam daya dasar 100 MVA, dan generator membangkitkan
daya real Pe sebesar 0,8 p.u ke bus 2.
Suatu gangguan h.s 3 phasa sementara terjadi di titik F.
Tentukan sudut pemutusan kritis c dan waktu pemutusan kritis tc ?
3. Dua generator masing-masing 100 MVA, 60 Hz, yang beroperasi pada tegangan
nominal 1 p.u seperti pada diagram satu garis di bawah ini.
3
T1
T2
G1
4
G2
j 0,05
Komponen
G1
G2
T1
X1
0,10
0,10
0,25
X2
0,10
0,10
0,25
X0
0,05
0,05
0,25
Xn
0,00
0,05
0,00
IV-66
T2
Saluran (1-2)
0,25
0,30
0,25
0,30
0,25
0,50
0,00
0,00
% This program forms the complex bus impedance matrix by the method
% of building algorithm. Bus zero is taken as reference.
%
function [Zbus] = zbuild(linedata)
nl = linedata(:,1); nr = linedata(:,2); R = linedata(:,3);
X = linedata(:,4);
nbr=length(linedata(:,1)); nbus = max(max(nl), max(nr));
for k=1:nbr
if R(k) == inf | X(k) ==inf
R(k) = 99999999; X(k) = 99999999;
else, end
end
ZB = R + j*X;
Zbus = zeros(nbus, nbus);
tree=0; %%%%new
% Adding a branch from a new bus to reference bus 0
IV-67
for I = 1:nbr
ntree(I) = 1;
if nl(I) == 0 | nr(I) == 0
if nl(I) == 0
n = nr(I);
elseif nr(I) == 0 n = nl(I);
end
if abs(Zbus(n, n)) == 0 Zbus(n,n) = ZB(I);tree=tree+1; %%new
else Zbus(n,n) = Zbus(n,n)*ZB(I)/(Zbus(n,n) + ZB(I));
end
ntree(I) = 2;
else,end
end
% Adding a branch from new bus to an existing bus
while tree < nbus %%% new
for n = 1:nbus
nadd = 1;
if abs(Zbus(n,n)) == 0
for I = 1:nbr
if nadd == 1;
if nl(I) == n | nr(I) == n
if nl(I) == n
k = nr(I);
elseif nr(I) == n k = nl(I);
end
if abs(Zbus(k,k)) ~= 0
for m = 1:nbus
if m ~= n
Zbus(m,n) = Zbus(m,k);
Zbus(n,m) = Zbus(m,k);
else, end
end
Zbus(n,n) = Zbus(k,k) + ZB(I); tree=tree+1; %%new
nadd = 2; ntree(I) = 2;
else, end
else, end
else, end
end
else, end
end
end %%%%%%new
% Adding a link between two old buses
for n = 1:nbus
for I = 1:nbr
if ntree(I) == 1
if nl(I) == n | nr(I) == n
if nl(I) == n
k = nr(I);
elseif nr(I) == n k = nl(I);
end
DM = Zbus(n,n) + Zbus(k,k) + ZB(I) - 2*Zbus(n,k);
for jj = 1:nbus
AP = Zbus(jj,n) - Zbus(jj,k);
for kk = 1:nbus
AT = Zbus(n,kk) - Zbus(k, kk);
DELZ(jj,kk) = AP*AT/DM;
end
end
IV-68
IV-69
R1 = zdata1(:,3); X1 = zdata1(:,4);
R2 = zdata1(:,3); X2 = zdata1(:,4);
for k=1:nbr0
if R0(k)==inf | X0(k) ==inf
R0(k) = 99999999; X0(k) = 99999999;
else, end
end
ZB1 = R1 + j*X1; ZB0 = R0 + j*X0;
ZB2 = R2 + j*X2;
if exist('V') == 1
if length(V) == nbus
V0 = V;
else, end
else, V0 = ones(nbus, 1) + j*zeros(nbus, 1);
end
fprintf('\nLine-to-ground fault analysis \n')
ff = 999;
while ff > 0
nf = input('Enter Faulted Bus No. -> ');
while nf <= 0 | nf > nbus
fprintf('Faulted bus No. must be between 1 & %g \n', nbus)
nf = input('Enter Faulted Bus No. -> ');
end
fprintf('\nEnter Fault Impedance Zf = R + j*X in ')
Zf = input('complex form (for bolted fault enter 0). Zf = ');
fprintf(' \n')
fprintf('Single line to-ground fault at bus No. %g\n', nf)
a =cos(2*pi/3)+j*sin(2*pi/3);
sctm = [1 1 1; 1 a^2 a; 1 a a^2];
Ia0 = V0(nf)/(Zbus1(nf,nf)+Zbus2(nf, nf)+ Zbus0(nf, nf)+3*Zf); Ia1=Ia0; Ia2=Ia0;
I012=[Ia0; Ia1; Ia2];
Ifabc = sctm*I012;
Ifabcm = abs(Ifabc);
fprintf('Total fault current = %9.4f per unit\n\n', Ifabcm(1))
fprintf('Bus Voltages during the fault in per unit \n\n')
fprintf('
Bus -------Voltage Magnitude------- \n')
fprintf('
No. Phase a
Phase b
Phase c \n')
for n = 1:nbus
Vf0(n)= 0 - Zbus0(n, nf)*Ia0;
Vf1(n)= V0(n) - Zbus1(n, nf)*Ia1;
Vf2(n)= 0 - Zbus2(n, nf)*Ia2;
Vabc = sctm*[Vf0(n); Vf1(n); Vf2(n)];
Va(n)=Vabc(1); Vb(n)=Vabc(2); Vc(n)=Vabc(3);
fprintf(' %5g',n)
fprintf(' %11.4f', abs(Va(n))),fprintf(' %11.4f', abs(Vb(n)))
fprintf(' %11.4f\n', abs(Vc(n)))
end
fprintf(' \n')
fprintf('Line currents for fault at bus No. %g\n\n', nf)
fprintf('
From
To
-----Line Current Magnitude---- \n')
fprintf('
Bus
Bus
Phase a
Phase b
Phase c \n')
for n= 1:nbus
for I = 1:nbr
if nl(I) == n | nr(I) == n
if nl(I) ==n
k = nr(I);
elseif nr(I) == n k = nl(I);
end
IV-70
if k ~= 0
Ink1(n, k) = (Vf1(n) - Vf1(k))/ZB1(I);
Ink2(n, k) = (Vf2(n) - Vf2(k))/ZB2(I);
else, end
else, end
end
for I = 1:nbr0
if nl0(I) == n | nr0(I) == n
if nl0(I) ==n
k = nr0(I);
elseif nr0(I) == n k = nl0(I);
end
if k ~= 0
Ink0(n, k) = (Vf0(n) - Vf0(k))/ZB0(I);
else, end
else, end
end
for I = 1:nbr
if nl(I) == n | nr(I) == n
if nl(I) ==n
k = nr(I);
elseif nr(I) == n k = nl(I);
end
if k ~= 0
Inkabc = sctm*[Ink0(n, k); Ink1(n, k); Ink2(n, k)];
Inkabcm = abs(Inkabc); th=angle(Inkabc);
if real(Inkabc(1)) > 0
fprintf('%7g', n), fprintf('%10g', k),
fprintf(' %11.4f', abs(Inkabc(1))),fprintf(' %11.4f', abs(Inkabc(2)))
fprintf(' %11.4f\n', abs(Inkabc(3)))
elseif real(Inkabc(1)) ==0 & imag(Inkabc(1)) < 0
fprintf('%7g', n), fprintf('%10g', k),
fprintf(' %11.4f', abs(Inkabc(1))),fprintf(' %11.4f', abs(Inkabc(2)))
fprintf(' %11.4f\n', abs(Inkabc(3)))
else, end
else, end
else, end
end
if n==nf
fprintf('%7g',n), fprintf('
F'),
fprintf(' %11.4f', Ifabcm(1)),fprintf(' %11.4f', Ifabcm(2))
fprintf(' %11.4f\n', Ifabcm(3))
else, end
end
resp=0;
while strcmp(resp, 'n')~=1 & strcmp(resp, 'N')~=1 & strcmp(resp, 'y')~=1 &
strcmp(resp, 'Y')~=1
resp = input('Another fault location? Enter ''y'' or ''n'' within single quote -> ');
if strcmp(resp, 'n')~=1 & strcmp(resp, 'N')~=1 & strcmp(resp, 'y')~=1 &
strcmp(resp, 'Y')~=1
fprintf('\n Incorrect reply, try again \n\n'), end
end
if resp == 'y' | resp == 'Y'
nf = 999;
else ff = 0; end
end % end for while
% Contoh Program_1
zdata1 = [ 0
0
1
10
0.00
0.00
0.20
0.15
IV-71
0
1
2
2
2
3
3
4
4
4
5
6
7
7
8
11
0.00
2
0.00
3
0.00
5
0.00
6
0.00
4
0.00
6
0.00
6
0.00
9
0.00
10
0.00
7
0.00
8
0.00
8
0.00
11
0.00
9 0.000
0.25
0.06
0.30
0.15
0.45
0.40
0.40
0.60
0.70
0.08
0.43
0.48
0.35
0.10
0.48];
zdata0 = [ 0
1
0.00 0.06+3*0.05
0 10
0.00 0.04+3*0.05
0 11
0.00 0.08
0
2
0.00 0.06
0
7
0.00 0.10+3*.08
1
2
inf
inf
2
3
0.00 0.60
2
5
0.00 0.30
2
6
0.00 0.90
3
4
0.00 0.80
3
6
0.00 0.80
4
6
0.00 1.00
4
9
0.00 1.10
4 10
0.00 0.08
5
7
0.00 0.80
6
8
0.00 0.95
7
8
0.00 0.70
7 11
inf
inf
8
9
0.00 0.90];
zdata2=zdata1;
Zbus0 = zbuild(zdata0)
Zbus1 = zbuild(zdata1)
Zbus2 = Zbus1;
Lgfault(zdata0, Zbus0, zdata1, Zbus1, zdata2, Zbus2)
% Contoh Program_2
Zdata1=[0 1 0 0.25
0 2 0 0.25
1 2 0 0.125
1 3 0 0.15
2 3 0 0.25];
Zbus1 = zbuild(Zdata1)
Zdata0=[0 1
0 2
1 2
1 3
2 3
0
0
0
0
0
0.40
0.10
0.30
0.35
0.7125];
IV-72
Zbus0 = zbuild(Zdata0)
z12012 = [j*0.3; j*0.125; j*0.125];
z13012 = [j*0.35; j*0.15; j*0.15];
z23012 = [j*0.7125; j* 0.25; j*0.25];
Z13012 = [Zbus0(1,3); Zbus1(1,3); Zbus1(1,3)];
Z23012 = [Zbus0(2,3); Zbus1(2,3); Zbus1(2,3)];
Z33012 = [Zbus0(3,3); Zbus1(3,3); Zbus1(3,3)];
%sctm; % Symmetrical components transformation matrix
Zf = j*0.1;
disp('(a) Balanced three-phase fault at bus 3 through a fault imp. Zf = j0.1')
I31 = 1.0/(Zbus1(3,3) + Zf);
I32= 0; I30 = 0;
I3012 = [I30; I31; I32]
I3abc = sctm*I3012;
I3abcp = rec2pol(I3abc)
V1f012=[0; 1; 0] - Z13012.*I3012
V2f012=[0; 1; 0] - Z23012.*I3012
V3f012=[0; 1; 0] - Z33012.*I3012
V1fabc = sctm*V1f012;
V2fabc = sctm*V2f012;
V3fabc = sctm*V3f012;
V1fabcp=rec2pol(V1fabc)
V2fabcp=rec2pol(V2fabc)
V3fabcp=rec2pol(V3fabc)
I21012 = (V2f012-V1f012)./z12012
I13012 = (V1f012-V3f012)./z13012
I23012 = (V2f012-V3f012)./z23012
I21abc = sctm*I21012;
I13abc = sctm*I13012;
I23abc = sctm*I23012;
I21abcp = rec2pol(I21abc)
I13abcp = rec2pol(I13abc)
I23abcp = rec2pol(I23abc)
disp('(b) Single line-to-ground fault at bus 3 through a fault imp. Zf = j0.1')
I30 = 1.0/(Zbus1(3,3) + Zbus1(3,3)+ Zbus0(3,3)+3*Zf);
I31= I30; I32 = I30;
I3012 = [I30; I31; I32]
I3abc = sctm*I3012
I3abcp = rec2pol(I3abc);
%I3abcM=abs(I3abc), %I3abcA=angle(I3abc)*180/pi
V1f012=[0; 1; 0] - Z13012.*I3012
V2f012=[0; 1; 0] - Z23012.*I3012
V3f012=[0; 1; 0] - Z33012.*I3012
V1fabc = sctm*V1f012;
V2fabc = sctm*V2f012;
V3fabc = sctm*V3f012;
V1fabcp=rec2pol(V1fabc)
V2fabcp=rec2pol(V2fabc)
V3fabcp=rec2pol(V3fabc)
I21012 = (V2f012-V1f012)./z12012
I13012 = (V1f012-V3f012)./z13012
I23012 = (V2f012-V3f012)./z23012
I21abc = sctm*I21012;
IV-73
I13abc = sctm*I13012;
I23abc = sctm*I23012;
I21abcp = rec2pol(I21abc)
I13abcp = rec2pol(I13abc)
I23abcp = rec2pol(I23abc)
disp('(c) Line-to-line fault at bus 3 through a fault imp. Zf = j0.1')
I30 = 0;
I31 = 1.0/(Zbus1(3,3) + Zbus1(3,3)+ Zf);
I32 = -I31;
I3012 = [I30; I31; I32]
I3abc = sctm*I3012;
I3abcp = rec2pol(I3abc)
%I3abcM=abs(I3abc), I3abcA=angle(I3abc)*180/pi
V1f012=[0; 1; 0] - Z13012.*I3012
V2f012=[0; 1; 0] - Z23012.*I3012
V3f012=[0; 1; 0] - Z33012.*I3012
V1fabc = sctm*V1f012;
V2fabc = sctm*V2f012;
V3fabc = sctm*V3f012;
V1fabcp=rec2pol(V1fabc)
V2fabcp=rec2pol(V2fabc)
V3fabcp=rec2pol(V3fabc)
I21012 = (V2f012-V1f012)./z12012
I13012 = (V1f012-V3f012)./z13012
I23012 = (V2f012-V3f012)./z23012
I21abc = sctm*I21012;
I13abc = sctm*I13012;
I23abc = sctm*I23012;
I21abcp = rec2pol(I21abc)
I13abcp = rec2pol(I13abc)
I23abcp = rec2pol(I23abc)
disp('(d) Double line-to-ground fault at bus 3 through a fault imp. Zf = j0.1')
I31 = 1.0/(Zbus1(3,3) + Zbus1(3,3)*(Zbus0(3,3) + 3*Zf)/(Zbus1(3,3)+Zbus0(3,3)+
...
3*Zf));
I32 = -(1.0 - Zbus1(3,3)*I31)/Zbus1(3,3);
I30 = -(1.0 - Zbus1(3,3)*I31)/(Zbus0(3,3) + 3*Zf);
I3012 = [I30; I31; I32]
I3abc = sctm*I3012;
%I3abcM=abs(I3abc), %I3abcA=angle(I3abc)*180/pi
I3abcp = rec2pol(I3abc)
I3f=I3abc(2)+I3abc(3); I3f=rec2pol(I3f)
V1f012=[0; 1; 0] - Z13012.*I3012
V2f012=[0; 1; 0] - Z23012.*I3012
V3f012=[0; 1; 0] - Z33012.*I3012
V1fabc = sctm*V1f012;
V2fabc = sctm*V2f012;
V3fabc = sctm*V3f012;
V1fabcp=rec2pol(V1fabc)
V2fabcp=rec2pol(V2fabc)
V3fabcp=rec2pol(V3fabc)
I12012 = (V1f012-V2f012)./z12012
IV-74
I13012 = (V1f012-V3f012)./z13012
I23012 = (V2f012-V3f012)./z23012
I12abc = sctm*I12012;
I13abc = sctm*I13012;
I23abc = sctm*I23012;
I12abcp = rec2pol(I12abc)
I13abcp = rec2pol(I13abc)
I23abcp = rec2pol(I23abc)
IV-75
IV-76
IV-77
IV-78
PUSTAKA
1. W.F. Tinney and C.E. Hart, Power Flow Solution By Newtons Method, IEEE
Transactions on Power System, November 1967.
2. Glenn W. Stagg and Ahmed H. El-Abiad. Computer Methods in Power Sistem
Analysis. McGraw-Hill Book Company, New Delhi, 1968.
3. B. Stott, Review of Load-Flow Calculation Methods, Proceeding of IEEE, July 1974
4. Pai M.A., Computer Techniques in Power System Analysis, Tata McGraw-Hill Co.
Ltd New Delhi, 1980.
5. I..J. Nagrath & D.P Kothari, Modern Power System Analysis, Tata McGraw-Hill
Publishing Company Ltd, New Delhi, 1983
6. George L. Kusic, Computer Aided Power System Analysis, Prentice Hall Englewood
Cliff, New Jersey, 1986.
7. Charles A. Gross ,Power Sistem Analysis, John Wiley & Son 1986.
8. Turan Gonen, Modern Power System Analysis, John Wiley & Sons, New York,
1988.
9. John J Grainger and William D. Stevenson, JR, Power System Analysis,
McGraw-Hill, International Edition, 1994
10. William D. Stevenson, Jr., Analisa Sistem Tenaga Listrik, Edisi Keempat,
Erlangga, 1994
11. Hadi sadaat., Power System Analysis., McGraw-Hill Book Company, New Delhi,
1999.
IV-79
IV-80