NIM : 8196142001
Kesetimbangan Fasa
a. Defenisi Fasa, Komponen dan Derajat Kebebasan
Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat – sifat fisik seragam,
yang terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas. Pemahaman perilaku fasa
mulai berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Untuk sistem satu komponen,
persamaan Clausius dan Clausisus – Clapeyron menghubungkan perubahan tekanan
kesetimbangan dengan perubahan suhu.
Jika campuran dua cairan nyata (real) berada dalam kesetimbangan dengan
uapnya pada suhu tetap, potensial kimia dari masing – masing komponen adalah sama
dalam fasa gas dan cairnya. Sistem biner paling sederhana yang mengandung fasa padat
dan cair ditemui bila komponen – komponennya saling bercampur dalam fas cair tetapi
sama sekali tidak bercampur pada fasa padat, sehingga hanya fasa padat dari komponen
murni yang akan keluar dari larutan yang mendingin.
Jika suatu larutan dari dua zat A dan B didinginkan sampai suhu yang cukup
rendah, akan muncul suatu padatan. Suhu ini adalah titik beku larutan, yang bergantung
pada komposisi
Fasa (P)
Sering istilah fasa diidentikkan dengan wujud atau keadaan suatu materi, misalnya
es berwujud padat, air berwujud cair atau uap air yang berwujud gas. Konsep ini tidak
benar karena sistem padatan dan sistem cairan dapat terdiri dari beberapa fasa. Sedangkan
gas cenderung bercampur sempurna sehingga dalam sistem gas hanya terdapat satu fasa.
Fasa dapat didefinisikan sebagai setiap bagian sistem yang :
a. homogen dan dipisahkan oleh batas yang jelas
b. sifat fisik dan sifat kimia berbeda dari bagian sistem lain
c. dapat dipisahkan secara mekanik dari bagian lain sistem itu
Contoh : sistem satu fasa : Dua cairan yang bercampur homogen
sistem 2 fasa : cairan polar (misal air) dan non polar (misal :minyak)
sistem belerang padat (monoklin dan rombik)
sistem 3 fasa : es, uap air dan air
CaCO3 (s) CO2 (g) + CaO (s)
Komponen (C)
Jumlah komponen suatu sistem dinyatakan sebagai jumlah meinimum spesi
kimia yang membentuk sistem tersebut yang dapat menentukan susunan setiap sistem
fasa sistem.
Contoh :
H2O (g) H2O (l ) jumlah komponen C = 1
N2 (g) + 3 H2 (g) 2 NH2 (g)
jumlah komponen C = 3 untuk perbandingan mol N2 dan H2 ≠ 1:3
jumlah komponen C = 2 bila perbandingan mol N2 : H2 = 1 : 3
Aturan Fasa
Aturan fasa mengatur hubungan antara jumlah komponen, jumlah fasa dan derajad
kebebasan suatu sistem. Menurut aturan fasa
F = C-P+2 .....................................................................................................(21)
Contoh Soal 1 :
Dalam gelas tertutup terdapat kesetimbangan antara es dan air maka derajad kebebasan
sistem tersebut :
F=1–2+2= 1 artinya jika temperatur tertentu, maka tekanan dan komposisi tertentu.
Pi
ai = .................................................. (3.25)
Pi o
Persamaan 3.25 menyatakan bahwa bila uap merupakan gas ideal, maka aktifitas
dari komponen i pada larutan adalah perbandingan tekanan parsial zat i di atas larutan
(Pi) dan tekanan uap murni dari zat i (Pio).
Pada tahun 1884, Raoult mengemukakan hubungan sederhana yang dapat
digunakan untuk memperkirakan tekanan parsial zat i di atas larutan (Pi ) dari suatu
komponen dalam larutan. Menurut Raoult,
Pi = xi Pi o ................................................ (3.26)
Pernyataan ini disebut sebagai Hukum Raoult, yang akan dipenuhi bila
komponen – komponen dalam larutan mempunyai sifat yang mirip atau antaraksi antar
larutan besarnya sama dengan interaksi di dalam larutan (A – B = A – A = B – B).
Campuran yang demikian disebut sebagai campuran ideal, contohnya campuran
benzena dan toluena. Campuran ideal memiliki sifat – sifat
ΔHmix = 0
ΔVmix = 0
ΔSmix = - R Σni ln xi
Tekanan uap total di atas campuran adalah
P = P1 + P2
Gambar 3.3. Tekanan total dan parsial untuk campuran benzena – toluena pada
60oC
Gambar 3.4. Fasa cair dan uap untuk campuran benzena – toluena pada 60oC
Garis titik embun (dew point line) dibuat dengan menggunakan persamaan
P1o P2o
P=
(
P1o + P2o + P1o x1o ) ....................................... (3.30)
Pada tekanan yang sama, titik – titik pada garis titik gelembung dan garis titik
embun dihubungkan dengan garis horisontal yang disebut tie line (lihat gambar 3.4). Jika
diandaikan fraksi mol toluena adalah x, maka jumlah zat yang berada dalam fasa cair
x−v
adalah Ccair = .......................................... (3.31)
l −v
Sedangkan jumlah zat yang berada dalam fas uap adalah
l−x
Cuap = .......................................... (3.32)
l −v
Penentuan jumlah zat pada kedua fasa dengan menggunakan persamaan 3.31 dan
3.32 disebut sebagai Lever Rule.
Tidak semua campuran bersifat ideal. Campuran – campuran non ideal ini
mengalami penyimpangan / deviasi dari hukum Raoult. Terdapat dua macam
penyimpangan hukum Raoult, yaitu
a. Penyimpangan positif
Penyimpangan positif hukum Raoult terjadi apabila interaksi dalam masing – masing
zat lebih kuat daripada antaraksi dalam campuran zat ( A – A, B – B > A – B).
Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) positif (bersifat
endotermik) dan mengakibatkan terjadinya penambahan volume campuran (ΔVmix >
0). Contoh penyimpangan positif terjadi pada campuran etanol dan n – hekasana.
b. Penyimpangan negatif
Penyimpangan negatif hukum Raoult terjadi apabila antaraksi dalam campuran zat
lebih kuat daripada interaksi dalam masing – masing zat ( A – B > A – A, B – B).
Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) negatif (bersifat
eksotermik) mengakibatkan terjadinya pengurangan volume campuran (ΔVmix < 0)..
Contoh penyimpangan negatif terjadi pada campuran aseton dan air.
= (T, p) + d (3.8)
Pada gambar 3.5 dan 3.6 terlihat bahwa masing – masing kurva memiliki tekanan
uap maksimum dan minimum. Sistem yang memiliki nilai maksimum atau minimum
disebut sistem azeotrop. Campuran azeotrop tidak dapat dipisahkan dengan
menggunakan destilasi biasa. Pemisahan komponen 2 dan azotrop dapat dilakukan
dengan destilasi bertingkat. Tetapi, komponen 1 tidak dapat diambil dari azeotrop.
Komposisi azeotrop dapat dipecahkan dengan cara destilasi pada tekanan dimana
campuran tidak membentuk sistem tersebut atau dengan menambahkan komponen ketiga.
S dT + V dp = − S dT + V dp
(S − S) dT = (V − V) dp
ika transformasi ditulis → , maka S = S − S dan V = V − V (3.11)
menjadi
dT ΔV dp ΔS dan persamaan (3. 11)
= atau =
dp ΔS dT ΔV
Persamaan (3.12) disebut persamaan Clapeyron (3.12)
SOAL LATIHAN
1. Campuran uap dari zat A dan B yang membentuk larutan ideal dimasukkan ke
dalam suatu tabung yang dilengkapi piston pada suhu tetap (isoterm) pada tekanan
P0A dan P0B masing-masing adalah 0,75 atm dan 2 atm. Campuran uap tersebut
mengandung 40 % mol A. Campuran kemudian dikompresikan secara perlahan-
lahan. Hitung tekanan total yang menyebabkan cairan pertama (A) mulai
terkondensasi dan komposisi dari cairan tersebut!
Diketahui :
P0A = 0,75 atm
P0B = 2 atm
XA, V = 40 % = 0,4
X A, .PAo
X A,V =
X A, .PAo + X B, .PBo
X A, .PAo
X A,V =
X A, .PAo + (1 − X A, ).PBo
X A, .0,75
0,4 =
X A, .0,75 + (1 − X A, ).2
0,75 X A,
0,4 =
0,75 X A, . + 2 − 2 X A,
0,75 X A,
0,4 =
2 − 1,25 X A,
0,8
X A, =
1,25
X A, = 0,64
• PA = X A, .PAo
PA = 0,64.0,75 atm
PA = 0,48 atm
• PB = (1 − X A, ).PBo
PB = PBo − X A, PBo
PB = (2 − 0,64.2 )atm
PB = (2 − 1,28 )atm
PB = 0,72 atm
• Ptotal = PA + PB
Ptotal = 0,48 atm − 0,72 atm
= 1,2 atm
Jadi, tekanan total pada saat cairan pertama mulai muncul adalah 1,2 atm dengan
komposisi cairan tersebut adalah X A, = 0,64
2. Kerapatan cairan etanol pada 35oC adalah 0,7767 kg dm-3 dan tekanan uap
pada temperatur yang sama yaitu 0,13 atm. Hitunglah tekanan uap etanol sampai
pada tekanan 100 atm.
Diketahui :
Pvap (35oC) = P1 = 0,13 atm
Ptotal = 100 atm
Mr etanol = 46 gram mol-1
etanol = 0,7767 kg dm-3
Ditanyakan :
Tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm (P2)
Jawab :
Untuk menghitung tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm maka dapat
menggunakan persamaan :
P1 V
ln = ( Ptotal − P1 )
P2 RT
dimana,
Mr etanol
V =
etanol
V =
(46 g mol )(10
−1 -3
kg g -1 )
0,7767 kg dm -3
3. Kerapatan larutan air dan uap air pada titik didih normal adalah 0,958 dan 5,98
x 10-4 kg dm-3, dan perubahan dalam entropi penguapan adalah 108,99 JK -1mol-1.
Hitunglah perubahan tekanan untuk perubahan temperatur satu derajat!
Diketahui :
air = l = 0,958 kg dm-3
uap air = v = 5,98 x 10-4kg dm-3
∆S uap = 108,99 JK-1mol-1
∆T = 1 K
Ditanyakan : ∆P
Jawab :
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
dP P S v − S S uap
= = =
dT T V v − V V v − V
dimana
Mr
• V =
Mr
• Vv =
v
18 x 10 -3 kg . mol -1
V = -3
= 18,79 x 10 -3 dm3 mol -1
0,958 kg dm
18 x 10 -3 kg . mol -1
Vv = -4 -3
= 30,1 dm3 mol -1
5,98 x 10 kg dm
P S uap
=
T V v − V
P 108,99 J K -1 mol -1
=
T (30,1 − 0,0188 ) dm 3 mol -1
P
= 3,6233 J K -1dm -3
1K
P = 3,6233 J K -1dm -3 (1K )
P = 3,6233 J dm -3
( )(
P = 3,6233 x 10 3 kg m 2 s -2 m -3 )
P = (3,6233 x 10 )(kg m s
3 -2
m -2 )
P = 3623,3 N m -2
Jadi, perubahan tekanan untuk perubahan temperatur satu derajat adalah 3623,3 Nm-2.
Kesetimbangan zat cair − gas
Aplikasi persamaan Clapeyron dalam transformasi zat cair → gas menghasilkan
S = S gas − S liq = H /T adalah + (semua zat)
V = V gas − V liq adalah + (semua zat)
akibatnya
dp / dT = S / V adalah + (semua zat)
grs kesetimbangan zat cair − gas selalu memiliki slope positif. Pada harga T dan p biasa besarnya
adalah
S + 90 J/K mol V + 20000 cm3 = 0,02 m3
tetapi V dangat tergantung pada T dan p sebab Vgas sangat tergantung pada T dan p. Slope kurva
zat cair − gas adalah kecil dibanding dengan kurva zat padat − zat cair.
(dp /dT )liq,gas 90 J/K mol/0,02 m3/mol = 4000 Pa/K = 0,04 atm/K
Gambar 3.5(b) menunjukkan kurva l-g dan kurva s-l. Dalam gambar 3.5(b), kurva l-g adalah
lokus semua titik (T, p) dimana zat cair dan gas koeksis dalam kesetimbangan. Hanya titik
sebelah kiri kurva l-g di bawah titik didih dan merupakan kondisi dimana zat cair stabil. Titik
sebelah kanan l-g adalah kondisi dimana gas stabil.
Interseksi kurva s-l dan l-g bersesuaian dengan temperatur dan tekanan dimana zat padat,
zat cair, dan gas seluruhnya koeksis dalam kesetimbangan. Harga T dan p pada titik ditentukan
dengan kondisi
solid (T, p) = liq (T, p) dan liq (T, p) = gas (T, p) (3.13)
persamaan (3.13 ) dapat dipecahkan untuk harga numerik T dan p definit, yaitu
T = Tt p = pt (3.14)
dimana T t dan p t adalah temperatur dan tekanan titik tripel. Hanya ada satu titik tripel untuk
satu set spesifik tiga fase ( contoh zat padat − zat cair − gas) dapat koeksis dalam kesetimbangan.
akibatnya
(dp/dT)solid,gas = S / V adalah + (semua zat)
slope kurva s-g adalah steeper pada titik tripel daripada slope kurva l-g. Karena H sub = H fus +
H vap maka
Diagram Fase
Amati gambar 3.6 pada tekanan konstan, ditandai dengan garis datar putus ,
menunjukkan titik leleh dan titik didih zat sebagai interseksi garis datar dengan kurva s-l dan l-g.
Titik interseksi ini bersesuaian dengan interseksi kurva − T dalam gambar 3.1. Pada temperatur
di bawah Tm, zat padat stabil; pada titik diantara Tm dan Tb zat cair stabil, sedangkan di atas Tb
gas stabil. Gambar 3.6 disebut diagram fase atau diagram kesetimbangan.
Diagram fase menunjukkan secara sepintas sifat zat ; titik leleh, titik didih, titik transisi,
titik tripel. Setiap titik pada diagram fase menggambarkan keadaan sistem menggambrkan harga
T dan p.
Garis pada diagram fase membaginya menjadi daerah berlabel solid, liquid dan gas. Jika
titik yang menggambarkan sistem berada dalam daerah padatan, zat eksis sebagai padatan. Jika
titik berada dalam daerah liquid, maka zt eksis sebagai zat cair. Jika titik berada pada garis l-g,
zat eksis sebagai zat cair dan uap dalam kesetimbangan.
Kurva l-g memiliki batas atas pada tekanan dan temperatur kritis, karena itu tidak dapat
dibedakan antara zat cair dan gas di atas temperatur dan tekanan ini.
ΔS
dp = fus
dT ΔV fus
Kemudian
ΔH
∫p1 dp = ∫T 'm fus dT
p1Tm
ΔV fus T
Jika Hfus dan Vfus hampir bebas dari T dan p, integrasi persamaan menjadi
ΔH '
p2 – p1 = fus ln T m (3.15)
ΔV
fus Tm
dimana T’m adalah titik leleh di bawah tekanan p2 ; Tm adalah titik leleh di bawah tekanan p1;
karena selisihnya biasanya sangat kecil, maka logaritma dapat diekspansi menjadi
ln (TT )= ln (T
'm
m
m+T −T
) (
T − T
T 'mm m = ln 1+ 'mT m m )(
T 'm − T m
T m )
sehingga persamaan (4.15) menjadi
ΔH
fus ΔT
ΔV T
p= fus m (3.16)
dimana T adalah kenaikan titik leleh yang sesuai dengan kenaikan tekanan p.
Untuk kesetimbangan fase terkondensasi, baik padat atau cair, dengan uap
Efek Tekanan pada Tekanan Uap
Keseimbangan zat cair – uap air secara implisit diasumsikan bahwa kedua fase adalah di
bawah tekanan yang sama p. Jika oleh beberapa alat dimungkinkan untuk menyimpan cairan itu
di bawah suatu kanan P dan uap di bawah tekanan uap p, kemudian tekanan uap tergantung pada
P. Andaikan cairan itu terkurung kontainer yang ditunjukkan Gambar 3.12. Dalam ruang di atas
cairan, uap air terkurung bersama-sama dengan suatu gas lain yang tidak dapat larut dalam
cairan. Tekanan uap p plus tekanan gas yang lain adalah P. Seperti biasanya, kondisi
kesetimbangan adalah
vap (T, p) = liq (T, p) (3.20)
Pada temperatur tetap persamaan ini menyatakan bahwa p = f(P). Secara fungsional, persamaan
ini didiferensiasi terhadap P dengan menjaga T tetap
dp ΔS ΔH
−
dT = ΔV = T (V g V c )
dimana H adalah panas penguapan molar zat cair atau panas sublimasi molar padatan, dan Vc
adalah volume molar zat padat atau zat cair. Kebanyakan Vg – Vc Vg, dan diasumsikan sebagai
gas ideal, sama dengan RT/p. Maka persamaan menjadi
d ln p ΔH
dT = RT 2 (3.17)
yang merupakan persamaan Clausius–Clapeyron, menghubungkan tekanan uap zat cair (zat
padat) dengan panas penguapan (sublimasi) dan temperatur. Integrasi di bawah asumsi bahwa
H tidak tergantung temperatur menghasilkan
p d ln p = ∫T ΔH dT
2
∫po To
RT
p ΔH 1 1 ΔH ΔH
ln po = − R (T − To ) = − RT + RTo (3.18)
dimana po adalah tekanan uap pada To, dan p adalah tekanan uap pada T. Jika po = 1 atm, maka
To adalah titik didih normal zat cair (titik sublimasi normal zat padat). Maka
ΔH ΔH ΔH ΔH
Gambar 3. 12
3.8 Aturan Fase
Keberadaan dua fase dalam kesetimbangan menyatakan kondisi
(T, p) = (T, p) (3.23)
yang berarti dua variabel intensif yang biasanya dibutuhkan untuk menggambarkan keadaan
suatu sistem tidak lagi terpisah, tetapi berkaitan. Karena hubungan ini, maka hanya satu variabel,
baik temperatur atau tekanan, dibutuhkan untuk emnggambarkan keadaan sistem. Sistem ini
memiliki satu derajat kebebasan atau univarian, jika hanya ada satu fase, maka dua variabel
dibutuhkan untuk menggambarkan keadaan, dan sistem memiliki dua derajat kebebasan atau
bivarian. Jika ada 3 fase, maka ada 2 hubungan antara T dan p
(T, p) = (T, p) (T, p) = (T, p) (3.24)
Dua hubungan ini menentukan T dan p secara lengkap. Tidak ada informasi lain yang diperlukan
untuk mendeskripsi keadaan sistem. Untuk suatu sistem univarian, maka tidak memiliki derajat
kebebasan. Tabel 3.1 menunjukkan hubungan antara jumlah derajat kebebasan dan jumlah fase
yang ada untuk sistem satu komponen. Tabel ini menyarankan suatu aturan yang
menghubungkan jumlah derajat kebebasan, F, dengan jumlah fase, P, yang ada.
F=3–P (3.25)
yang merupakan aturan fase untuk sistem satu komponen.
Aturan fase yang sederhana sangat berguna untuk memutuskan berapa banyak variabel
bebas yang diperlukan untuk mendeskripsi sistem. Dirangkum dalam tabel (3.1), (3.2) dan (3.3).
Tabel 3.1
Jumlah fase 1 2 3
Derajat kebebasan 2 1 0
Tabel 3.2
Jenis Variabel Jumlah total variabel
Temperatur dan Tekanan 2
Variabel Komponen (dalam setiap fase, fraksi mol setiap PC
komponen harus dispesifikasi; jadi, C fraksi mol
dibutuhkan untuk menggambarkan satu fase; PC
dibutuhkan untuk menggambarkan P fase)
Jumlah total variabel PC+2
Willard Gibbs.
SISTEM SATU KOMPONEN
Karena fasa tidak mungkin = 0, maka derajad kebebasan masimum adalah 2 artinya sistem
1 komponen paling banyak memiliki 2 variabel intensif untuk menyatakan keadaan sistem
yaitu P (tekanan) dan T (suhu). Diagram fasa adalah diagram yang menggambarkan
keadaan sistem (komponen dan fasa) yang dinyatakan dalam 2 dimensi. Dalam diagram ini
tergambar sifat- sifat zat seperti titik didih, titik leleh, titik tripel. Sebagai contoh adalah
diagram fasa 1 komponen adalah diagram fasa air.
Diagram ini menggambarkan hubungan antara tekanan dan suhu pada sistem 1
komponen air. Titik tripel memperlihatkan suhu dimana air mempunyai 3 fasa yaitu padat,
cair dan gas.
SISTEM DUA KOMPONEN
Sistem 2 komponen dapat berupa campuran dari fasa cair- gas, cair- cair, fasa padat-
cair, ataupun padat- padat. Karakteristik setiap campuran sangat khas, misalnya ada sistem
cair- cair yang membentuk campuran yang homogen atau 1 fasa pada segala P,T dan
komposisi, tetapi ada pula yang hanya membentuk 1 fasa pada P,T atau komposisi tertentu.
Diagram fasa untuk sistem dua komponen digambarkan sebagai fungsi komposisi
terhadap tekanan atau komposisi terhadap suhu. Oleh sebab itu aturan fasa berubah menjadi
F = C –P+1 karena salah satu variabel (P atau T) dalam keadaan konstan
Diagram pada gambar 1 merupakan hubungan antara suhu dan komposisi kedua
komponennya pada suhu konstan. Komposisi komponen dapat berupa fraksi mol atau
persen mol. Harga tekanan total larutan ideal pada berbagai variasi komponen
diperlihatkan oleh garis yang menghubungkan PB dan PA. Salah contoh larutan ideal
adalah larutan benzena- toluena. Teori ini merupakan dasar bagi metode pemisahan
kimia, misalnya destilasi untuk memurnikan atau mengisolasi suatu senyawa. Banyaknya
destilat yang dihasilkan dapat dihitung dengan membandingkan antara tekanan parsial
senyawa yang diinginkan dengan tekanan total campuran. Secara matematis dapat
dituliskan sebagai : XA,V = PA/ Pt atau XB,V = PB/Pt (26) dengan XA,V =fraksi mol A
bentuk uap PA, V = Tekanan uap parsial A Pt = tekanan total A dan B
Contoh soal 3 : 3 mol aseton dan 2 mol kloroform dicampur pada suhu 35 oC . Tekanan
uap jenuh aseton dan kloroform pada suhu tersebut adalah 360 dan 250 torr
a. Bila larutan tersebut dianggap ideal, hitung tekanan uap larutan tersebut
b. Bila larutan tersebut mempunyai tekanan uap sebesar 280 torr, bagaimanakah
komposisi cairan awal campuran tersebut
Jawab :
a. Xaseton = 3/5 = 0,6 Xklorofom = 2/5 = 0,4 Ptotal = Xaseton .Poaseton+ Xklorofom
Poklorofom Ptotal = 0,6 x 360 torr + 0,4 x 250 torr = 316 torr b. Ptotal = 280 torr Ptotal
= Xaseton. Poaseton+ Xklorofom Poklorofom Ptotal = Xasetonx 360 + (1-Xaxeton) x
250 280 = 360 Xaseton+ 250 – 250 Xaseton 30 = 110 X aseton
10
Xaseton = 30/110 = 0,273 X klorofom = 0, 727
Latihan Soal
1. Tentukan komponen, fasa dan derajad kebebasan sistem berikut :
a. Campuran minyak dan air
b. Larutan NaCl jenuh yang terdapat NaCl (s) dan uap air
2. Dua cairan A dan B membentuk suatu larutan ideal. Pada suhu tertentu tekanan A
murni 200 mmHg dan B murni 75 mmHg. Jika campuran mengandung 40 % mol A,
berapa persen mol A dalam uapnya.
3. Hitunglah komposisi benzena-toluena dalam larutan yang akan mendidih pada tekanan
1 atm (101,325 kPa) pada 90 oC dengan menganggap ideal. Pada 90oC, tekanan uap
benzena dan toluene adalah 136,3 kPa dan 54,1 kPa
Jawab :
a. Jelaskan hubungan antara fasa A-B dan komposisi A-B pada suhu 10 oC b.
Tentukan derajad kebebasan pada titik Q ( 30 oC, 25 % B)
2. Gambarkan diagram fasa bila Nikel ditambahkan pada Mg yang meleleh pada 650 oC
(Ar Mg = 24), titik beku campuran mulai turun sampai titik eutektik tercapai pada 510 oC
dan 28 % mol Nikel. Senyawa baru terbentuk pada suhu 900 oC mengandung 54 % mol
nikel, titik eutektik kedua terbentuk pada suhu 700 oC, 75 % mol nikel. Sedangkan nikel
murni meleleh pada suhu 1400 oC. Gambarkan diagram fasa antara % mol Nikel
terhadap suhu?
3. Dua cairan A dan B membentuk suatu larutan ideal. Pada suhu tertentu tekanan A
murni 200 mmHg dan B murni 75 mmHg. Jika campuran mengandung 40 % mol A,
berapa persen mol A dalam uapnya.
Jawab :
1 Kesetimbangan Cair–Cair
Jika sejumlah kecil toluena ditambahkan ke dalam ‘beaker glass’ yang telah terisi
benzena lalu kita perhatikan, tanpa memandang jumlah toluena yang ditambahkan, campuran
yang diperoleh akan berupa satu fase. Dua cairan tersebut disebut saling melarutkan (completely
miscible). Kebalikan dari sifat ini jika air dicampurkan ke nitrobenzena akan terbentuk dua
lapisan cairan yang terpisah,air akan mengandung sejumlah kecil nitrobenzena yang dapat
larut,demikian juga nitrobenzena mengandung hanya sedikit air yang dapat larut. Cairan
semacam ini disebut tidak saling melarutkan (immiscible). Jika sejumlah phenol ditambahkan ke
dalam air mula mula akan terbentuk cairan satu fase, pada penambahan phenol selanjutnya maka
air akan jenuh dengan phenol dan bila terus ditambahkan phenol ke dalamnya akan terbentuk
dua lapisan cairan, satu lapisan kaya dengan air lapisan yang lain kaya dengan phenol. Cairan
semacam ini disebut saling melarutkan sebagian (partially miscible). Sistem semacam inilah
yang akan kita bahas di sini.
Perhatikan sistem yang berada dalam kesetimbangan yang terdiri dari dua lapisan cairan
atau dua fase cairan. Misalnya salah satu lapisan cairan terdiri dari cairan A murni,lapisan yang
lain adalah larutan jenuh A dalam B. Kesetimbangan ini secara termodinamika dapat dinyatakan
bahwa potensial kimia A dalam larutan, A, sama dengan potensial kimia A dalam cairan
A - μ0A =0 (6.1)
Apakah persamaan (6.1) dapat memenuhi untuk larutan ideal? Di dalam larutan ideal yaitu
persamaan (5.3),
A - μ0A = RT ln xA (6.2)
Jelas dari persamaan (6.2) bahwa RT ln xA tidak pernah nol, jika tidak demikian maka campuran
A dan B akan memiliki xA = 1, yang artinya, campuran tidak mengandung B. Dalam gambar
6.1,
A - μ0A diplotkan terhadap xA untuk larutan ideal (garis penuh). Nilai A - μ0A negativ untuk
semua komposisi larutan ideal. Artinya zat A murni saelalu dapat ditransfer ke dalam larutan
ideal dengan berkurangnya energi Gibbs. Konsekuensinya, zat yang dapat membentuk larutan
ideal tentu saling melarutkan satu sama lain secara sempurna.
( i– i o)
Jika suatu larutan dari dua zat A dan B didinginkan sampai suhu yang cukup rendah, akan
muncul suatu padatan. Suhu ini adalah titik beku larutan, yang bergantung pada komposisi.
Dalam diskusi pada penurunan titik beku larutan, kita memperoleh persamaan.
ΔH
fus
,A 1 1
ln xA
= − R ( T − T 0A ) (6.4)
Dengan asumsi bahwa padatan murni A ada dalam kesetimbangan dengan larutan idealnya.
Persamaan (6.4) menghubungkan titik beku larutan ke xA, fraksi mol A dalam larutan.Plot dari
fungsi ini tampak pada gambar 6.6.a. Titik di atas kurva menunjukkan keadaan cair dari sistem,
sedangkan di bawah kurva menunjukkan keadaan padatan murni A ada dalam kesetimbangan
dengan larutan. Kurvanya dinamakan kurva liquidus.
ΔH
Ln fus ,B 1 1
xB =− − (6.5)
R (T T 0B)
Dengan T adalah titik beku B dalam larutan. Kurva ini digambarkan dalam Gambar 6.6b
bersama dengan kurva A pada gambar 6.6a. Kurva berpotongan pada suhu Te, yaitu suhu
Kesetimbangan Cair–Cair
Diantara beberapa contoh sederhana dari perilaku sistem tiga komponen adalah sistem
chloroform-air- asam acetat. Pasangan chloroform-asam asetat dan air- asam asetat adalah
saling bercampur sempurna. Pasangan chloroform-air tidak. Gambar 6.17 menunjukkan
skema kesetimbangan cair-cair untuk sistem ini. Titik a dan b menyatakan lapisan cairan
konjugasi tanpa asam asetat. Anggap bahwa semua komposisi sistem adalah c sehingga
dengan aturan lever terdapat lebih banyak lapisan b daripada lapisan a. Jika sedikit asam
asetat ditambahkan ke dalam sistem, komposisi berubah sepanjang garis yang
menghubungkan c dengan puncak asam asetat ke titik c’. Penambahan asam asetat mengubah
komposisi dari kedua lapisan menjadi a’ dan b’. Ingat bahwa asam asetat lebih cenderung
memasuki lapisan kaya air b’, sehingga garis dasi yang menghubungkan larutan konjugat a’
dan b’ tidak paralel ke ab. Jumlah relatif dari a’ dan b’ diberikan oleh aturan lever; yaitu,
dengan perbandingan segmen dari garis dasi a’b’. Penambahan selanjutnya dari asam asetat
mengubah komposisi lebih lanjut sepanjang garis putu putus c; lapisan kaya air bertambah
sedangkan lapisan kaya chloroform berkurang. Pada c” hanya sedikit lapisan kaya chloroform
yang tinggal, sedangkan di atas c” sistemnya homogen
Karena garis dasi tidak paralel, titik yang disitu dua larutan konjugat memiliki
komposisi yang sama tidak terletak pada puncak dari kurva binodal tetapi keluar ke satu sisi
pada titik k, yaitu titik sambung. Jika sistem berkomposisi d dan ditambahkan asam asetat ke
dalamnya, komposisi akan berubah sepanjang dk; hanya di bawah k dua lapisan akan ada
dalam jumlah yang komparabel; pada k, batas antara dua larutan lenyap sehingga sistem
menjadi homogen. Bandingkan perilaku ini dengan yang ada di titik c” yang disitu hanya ada
sedikit dari satu lapisan konjugat yang tinggal.
Gambar 6.17 Dua zat cair larut sebagian
Latihan Soal
1. Data berikut memperlihatkan variasi tekanan uap air sebagai fungsi suhu.
P(mmhg) 33,14 57,46 95,32 151,27 241,36
t/◦c 30 40 50 60 70
Kemiringan =
-5102 =
= 42,4 KJ/mol
2. Tentukan komponen, fasa dan derajad kebebasan sistem berikut :
a. Campuran minyak dan air
b. Larutan NaCl jenuh yang terdapat NaCl (s) dan uap air
Jawab:
a. Komponen = 2, fasa = 2, F = 2
b. C = 3, P = 3, F= 2
3. Perhatikan Sistem A-B cair- cair yang misibel sebagian digambarkan oleh diagram
fasa (P tetap) berikut
a. Jelaskan hubungan antara fasa A-B dan komposisi A-B pada suhu 10 oC
b. Tentukan derajad kebebasan pada titik Q ( 30 oC, 25 % B)
Jawab:
a. Pada suhu 10 oC, A dan B membentuk 1 fasa pada semua rentang komposisi
artinya pada suhu 10 oC , A dan B larut dengan baik.
b.F = 1
KRITERIA KESETIMBANGAN
.......
.......
.......
.......
dG = dGα + dG β ....... (2)
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
dG = μi α dni α + μi β
dni β
…………………………………………………(3)
α
karena -dni = + dni β
α
maka : dG = μi dni α - μi β
dni α …………………………………………(4)
dG = (μi α - μi β
) dni α …………………………..…………...…..(5)
pada kesetimbangan maka dG = 0 dan P dan T sistem tetap sehingga
β
0 = (μi α - μi ) dni α …………………………………………….. (6)
karena dni α ≠ 0, maka μi α
= μi β ............................................. (7)
Artinya potensial kimia akan berharga sama bila sistem dalam kesetimbangan.
Persamaan (7) memperlihatkan bila μi α > μi β maka akan terjadi aliran potensial dari
fasa α menuju fasa β dan sering disebut sebagai kesetimbangan material. Demikian pula
α β
bila T >T maka akan terjadi aliran suhu dari fasa α menuju fasa β hingga tercapai
kesetimbangan termal. Kesetimbangan mekanik akan tercapai bila terjadi aliran tekanan
dari fasa α menuju fasa β.
Contoh soal 1 :
Tekanan Uap asam nitrat pada suhu 40OC dan 70OC adalah 133 torr dan 467 torr.
Maka entalpi penguapan asam nitrat :
Jawab :
Contoh soal 2:
Kerapatan cairan etanol pada 35oC adalah 0,7767 kg dm-3 dan tekanan uap pada temperatur yang
sama yaitu 0,13 atm. Hitunglah tekanan uap etanol sampai pada tekanan 100 atm.
Diketahui :
Pvap (35oC) = P1 = 0,13 atm
Ptotal = 100 atm
Mr etanol = 46 gram mol-1
etanol = 0,7767 kg dm-3
Ditanyakan :
Tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm (P2)
Jawab :
Untuk menghitung tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm maka dapat
menggunakan persamaan :
P1 V
ln = ( Ptotal − P1 )
P2 RT
dimana,
Mr etanol
V =
etanol
V =
(46 g mol )(10
−1 -3
kg g -1 )
0,7767 kg dm -3
P2
= e 0, 234
0,13
Diketahui :
Pvap (35oC) = P1 = 0,13 atm
Ptotal = 100 atm
Mr etanol = 46 gram mol-1
etanol = 0,7767 kg dm-3
Ditanyakan :
Tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm (P2)
Jawab :
Untuk menghitung tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm maka dapat
menggunakan persamaan :
P1 V
ln = ( Ptotal − P1 )
P2 RT
dimana,
Mr etanol
V =
etanol
V =
(46 g mol )(10
−1 -3
kg g -1 )
0,7767 kg dm -3
P2
= e 0, 234
0,13
= 760 mmHg
= 170 K
= 195 K
Ditanyakan ?
Jawab:
2. Hitung tekanan uap benzena dalam suatu larutan yang mengandung 10 gram
naftalena dalam 100 gram benzena pada Tekanan uap benzena murni
pada adalah 97 mmHg.
Jawaban:
Diketahui : = 97 mmHg
= 100 gram
= 78 gram/mol
= 10 gram
= 128 gram/mol
Ditanyakan ?
Jawab:
➔ = = 0,943
➔ =
= 0,943 . 97 mmHg
= 91,436 mmHg
T = = 363 K
= 136,3 kPa
= 54,1 kPa
Ditanyakan ?
Jawab:
Dan
Contoh soal 1 :
1. Hitung kemiringan dari kurva padat-cair pada diagram fasa cair pada 273,45 K.
∆Hfus = 6,05 kJ mol-1, volume molar air 0,0180 L mol-1 dan volume molar es 0,0196 L
mol-1.
Diketahui :
Tf = 273,45 K
∆Hfus = 6,05 kJ mol-1
Vl = 0,018 Lmol −1
Vs = 0,0196 Lmol −1
dP
Ditanyakan :
dT
Jawab :
dP H fus
=
dT T f V fus
= - 135,71 atm K -1
Contoh soal 2:
Jawab :
P mmHg 17, 54 31,82 55,32 92,51 149,39
Dari persamaan Untuk suatu sistem satu komponen, = G/n; pembagian persamaan
fundamental dengan
P didapat
d = –SdT + Vdp (3.1)
dimana S dan V adalah entropi dan volume molar. Kemudian
∂μ
( )
∂T p = –S dan ( ∂∂ μp ) = V
T (3.2a,b)
adalah slope kurva terhadap T dan terhadap p dalam bentuk d = V dp , jika tekanan
berkurang, dp negatif, V positif, karena itu d negatif, dan potensial kimia berkurang dalam
proporsi volume fase. Karena volume molar zat cair dan zat padat sangat kecil, harga
berkurang secara linier. Untuk zat padat dari a ke a’, untuk zat cair dari b ke b’ (gambar 3.3a).
Volume gas secara kasar adalah 1000 kali lebih besar daripada zat padat atau zat cair, sehingga
gas berkurang sangat banyak, dari c ke c’. Kurva pada tekanan lebih rendah ditunjukkan sebagai
garis putus-putus paralel ke garis asal dalam gambar 3.3(b). (gambar telah digambar untuk kasus
Vliquid > Vsolid).
Tekanan (dalam atm) di bawah sublimasi teramati dapat diestimasikan untuk zat dengan
mengikuti aturan Trouton dengan rumus
Tb−Tm
Ln p = −10.8 (3.4)
( Tm )
(a)
https://www.youtube.com/watch?v=9BocbKLw2co
https://www.youtube.com/watch?v=S01aW4eTBmg
https://www.youtube.com/watch?v=GU6GXhjSYto
https://www.youtube.com/watch?v=n7ZNZ64k3Bc
https://www.youtube.com/watch?v=lO_-zgk3bFQ
Daftar Pustaka
Alberty, R. A. 1987. Physical Chemistry. New York : John Wiley and
Atkins, P. W. 1994. Kimia Fisika, terjemahan oleh Irma I.K. Jakarta : Penerbit Erlangga
Castellan, G.W. 1983. Physical Chemistry. New York : Addison- Wesley Publising Company.
Dogra, S.K. dan Dogra, S. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia
Castellan. 1983. Physical Chemistry. New York : Addison-Wesley Publising Company.
S. K. Dogra, dan S. Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia
Sons Atkins, P.W. 1986. Physical Chemistry. Oxford University Press