Anda di halaman 1dari 42

Nama : Hamidatun Nisa

NIM : 8196142001

Kesetimbangan Fasa
a. Defenisi Fasa, Komponen dan Derajat Kebebasan
Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat – sifat fisik seragam,
yang terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas. Pemahaman perilaku fasa
mulai berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Untuk sistem satu komponen,
persamaan Clausius dan Clausisus – Clapeyron menghubungkan perubahan tekanan
kesetimbangan dengan perubahan suhu.
Jika campuran dua cairan nyata (real) berada dalam kesetimbangan dengan
uapnya pada suhu tetap, potensial kimia dari masing – masing komponen adalah sama
dalam fasa gas dan cairnya. Sistem biner paling sederhana yang mengandung fasa padat
dan cair ditemui bila komponen – komponennya saling bercampur dalam fas cair tetapi
sama sekali tidak bercampur pada fasa padat, sehingga hanya fasa padat dari komponen
murni yang akan keluar dari larutan yang mendingin.
Jika suatu larutan dari dua zat A dan B didinginkan sampai suhu yang cukup
rendah, akan muncul suatu padatan. Suhu ini adalah titik beku larutan, yang bergantung
pada komposisi
Fasa (P)

Sering istilah fasa diidentikkan dengan wujud atau keadaan suatu materi, misalnya
es berwujud padat, air berwujud cair atau uap air yang berwujud gas. Konsep ini tidak
benar karena sistem padatan dan sistem cairan dapat terdiri dari beberapa fasa. Sedangkan
gas cenderung bercampur sempurna sehingga dalam sistem gas hanya terdapat satu fasa.
Fasa dapat didefinisikan sebagai setiap bagian sistem yang :
a. homogen dan dipisahkan oleh batas yang jelas
b. sifat fisik dan sifat kimia berbeda dari bagian sistem lain
c. dapat dipisahkan secara mekanik dari bagian lain sistem itu
Contoh : sistem satu fasa : Dua cairan yang bercampur homogen
sistem 2 fasa : cairan polar (misal air) dan non polar (misal :minyak)
sistem belerang padat (monoklin dan rombik)
sistem 3 fasa : es, uap air dan air
CaCO3 (s) CO2 (g) + CaO (s)
Komponen (C)
Jumlah komponen suatu sistem dinyatakan sebagai jumlah meinimum spesi
kimia yang membentuk sistem tersebut yang dapat menentukan susunan setiap sistem
fasa sistem.
Contoh :
H2O (g) H2O (l ) jumlah komponen C = 1
N2 (g) + 3 H2 (g) 2 NH2 (g)
jumlah komponen C = 3 untuk perbandingan mol N2 dan H2 ≠ 1:3
jumlah komponen C = 2 bila perbandingan mol N2 : H2 = 1 : 3

Derajat Kebebasan (F)


Derajad kebebasan (F) dari suatu sistem setimbang merupakan variabel intensif
independen yang diperlukan untuk menyatakan keadaan sistem tersebut. Untuk menentukan
derajad kebebasan dibutuhkan aturan fasa.

Aturan Fasa
Aturan fasa mengatur hubungan antara jumlah komponen, jumlah fasa dan derajad
kebebasan suatu sistem. Menurut aturan fasa
F = C-P+2 .....................................................................................................(21)

Contoh Soal 1 :
Dalam gelas tertutup terdapat kesetimbangan antara es dan air maka derajad kebebasan
sistem tersebut :
F=1–2+2= 1 artinya jika temperatur tertentu, maka tekanan dan komposisi tertentu.

Kesetimbangan Uap – Cair dari Campuran Ideal Dua Komponen


Jika campuran dua cairan nyata (real) berada dalam kesetimbangan dengan
uapnya pada suhu tetap, potensial kimia dari masing – masing komponen adalah sama
dalam fasa gas dan cairnya.
 i ( g ) =  i (l ) ............................................. (3.20)

Jika uap dianggap sebagai gas ideal, maka


Pi
 i ( g ) =  io( g ) + RT ln ..................................... (3.21)
Po
dimana Po adalah tekanan standar (1 bar). Untuk fasa cair,
 i (l ) =  io(l ) + RT ln ai ......................................... (3.22)

Persamaan 3.20 dapat ditulis menjadi


Pi
 io( g ) + RT ln o
=  io(l ) + RT ln ai .................................. (3.23)
P
Dari persamaan 3.23 dapat disimpulkan bahwa
Pi
RT ln = RT ln ai ........................................... (3.24)
Pi o

Pi
ai = .................................................. (3.25)
Pi o
Persamaan 3.25 menyatakan bahwa bila uap merupakan gas ideal, maka aktifitas
dari komponen i pada larutan adalah perbandingan tekanan parsial zat i di atas larutan
(Pi) dan tekanan uap murni dari zat i (Pio).
Pada tahun 1884, Raoult mengemukakan hubungan sederhana yang dapat
digunakan untuk memperkirakan tekanan parsial zat i di atas larutan (Pi ) dari suatu
komponen dalam larutan. Menurut Raoult,
Pi = xi Pi o ................................................ (3.26)
Pernyataan ini disebut sebagai Hukum Raoult, yang akan dipenuhi bila
komponen – komponen dalam larutan mempunyai sifat yang mirip atau antaraksi antar
larutan besarnya sama dengan interaksi di dalam larutan (A – B = A – A = B – B).
Campuran yang demikian disebut sebagai campuran ideal, contohnya campuran
benzena dan toluena. Campuran ideal memiliki sifat – sifat
ΔHmix = 0
ΔVmix = 0
ΔSmix = - R Σni ln xi
Tekanan uap total di atas campuran adalah
P = P1 + P2

= x1 P1o + x2 P2o .................................... (3.27)


Karena x2 = 1 – x1, maka
( )
P = P2o + P1o − P2o x1 ......................................... (3.28)
Persamaan di atas digunakan untuk membuat garis titik gelembung (bubble
point line). Di atas garis ini, sistem berada dalam fasa cair. Komposisi uap pada
kesetimbangan ditentukan dengan cara
Pi
xi' = ................................................... (3.29)
P
Keadaan campuran ideal yang terdiri dari dua komponen dapat digambarkan
dengan kurva tekanan tehadap fraksi mol berikut.

Gambar 3.3. Tekanan total dan parsial untuk campuran benzena – toluena pada
60oC

Gambar 3.4. Fasa cair dan uap untuk campuran benzena – toluena pada 60oC
Garis titik embun (dew point line) dibuat dengan menggunakan persamaan

P1o P2o
P=
(
P1o + P2o + P1o x1o ) ....................................... (3.30)

Di bawah garis ini, sistem setimbang dalam keadaan uap.

Pada tekanan yang sama, titik – titik pada garis titik gelembung dan garis titik
embun dihubungkan dengan garis horisontal yang disebut tie line (lihat gambar 3.4). Jika
diandaikan fraksi mol toluena adalah x, maka jumlah zat yang berada dalam fasa cair
x−v
adalah Ccair = .......................................... (3.31)
l −v
Sedangkan jumlah zat yang berada dalam fas uap adalah

l−x
Cuap = .......................................... (3.32)
l −v

Penentuan jumlah zat pada kedua fasa dengan menggunakan persamaan 3.31 dan
3.32 disebut sebagai Lever Rule.

2.2. Tekanan Uap Campuran Non Ideal

Tidak semua campuran bersifat ideal. Campuran – campuran non ideal ini
mengalami penyimpangan / deviasi dari hukum Raoult. Terdapat dua macam
penyimpangan hukum Raoult, yaitu

a. Penyimpangan positif
Penyimpangan positif hukum Raoult terjadi apabila interaksi dalam masing – masing
zat lebih kuat daripada antaraksi dalam campuran zat ( A – A, B – B > A – B).
Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) positif (bersifat
endotermik) dan mengakibatkan terjadinya penambahan volume campuran (ΔVmix >
0). Contoh penyimpangan positif terjadi pada campuran etanol dan n – hekasana.

Gambar 3.5. Penyimpangan positif hukum Raoult

b. Penyimpangan negatif
Penyimpangan negatif hukum Raoult terjadi apabila antaraksi dalam campuran zat
lebih kuat daripada interaksi dalam masing – masing zat ( A – B > A – A, B – B).
Penyimpangan ini menghasilkan entalpi campuran (ΔHmix) negatif (bersifat
eksotermik) mengakibatkan terjadinya pengurangan volume campuran (ΔVmix < 0)..
Contoh penyimpangan negatif terjadi pada campuran aseton dan air.
= (T, p) + d  (3.8)

Gambar 3.6. Penyimpangan negatif hukum Raoult

Pada gambar 3.5 dan 3.6 terlihat bahwa masing – masing kurva memiliki tekanan
uap maksimum dan minimum. Sistem yang memiliki nilai maksimum atau minimum
disebut sistem azeotrop. Campuran azeotrop tidak dapat dipisahkan dengan
menggunakan destilasi biasa. Pemisahan komponen 2 dan azotrop dapat dilakukan
dengan destilasi bertingkat. Tetapi, komponen 1 tidak dapat diambil dari azeotrop.
Komposisi azeotrop dapat dipecahkan dengan cara destilasi pada tekanan dimana
campuran tidak membentuk sistem tersebut atau dengan menambahkan komponen ketiga.

3.4 Persamaan Clapeyron


Kondisi untuk kesetimbangan antara dua fase,  dan beta zat murni adalah

 (T, p) = (T, p) (3.5)


jika bentuk analitik fungsi , dan  diketahui,mungkin persamaan (3.5) dapat
diselesaikan
T = f (p) atau p = g (T ) (3.6)
persamaan (3. 6a) mengungkapkan fakta, digambarkan dalam gambar 3.3(b), bahwa
temperatur kesetimbangan tergantung pada tekanan.

Perhatikan kesetimbangan antara dua fase  dan  di bawah tekanan p, temperatur

kesetimbangan adalah T. Maka pada T dan p didapat

 (T, p) = (T, p) (3.7)


Jika tekanan diubah menjadi harga p + dp, T kesetimbangan akan berubah menjadi T + dT , harga
setiap  akan berubah menjadi  + d . Karena itu pada T + dT, p + dp kondisi kesetimbangan
adalah
(3.9)
Dari persamaan dasar (3.1) d  = d 
d = − S dT + V dp (3.10)
dengan menggunakan persamaan (3. 10) dalam persamaan (3.9) didapat

 S dT + V dp = − S dT + V dp
(S − S) dT = (V − V) dp
ika transformasi ditulis  →  , maka S = S − S dan V = V − V (3.11)
menjadi
dT ΔV dp ΔS dan persamaan (3. 11)
= atau =
dp ΔS dT ΔV
Persamaan (3.12) disebut persamaan Clapeyron (3.12)

SOAL LATIHAN

1. Campuran uap dari zat A dan B yang membentuk larutan ideal dimasukkan ke
dalam suatu tabung yang dilengkapi piston pada suhu tetap (isoterm) pada tekanan
P0A dan P0B masing-masing adalah 0,75 atm dan 2 atm. Campuran uap tersebut
mengandung 40 % mol A. Campuran kemudian dikompresikan secara perlahan-
lahan. Hitung tekanan total yang menyebabkan cairan pertama (A) mulai
terkondensasi dan komposisi dari cairan tersebut!

Diketahui :
P0A = 0,75 atm
P0B = 2 atm
XA, V = 40 % = 0,4

Ditanyakan : P saat uap mulai mencair


XA, l yang pertama muncul
Jawab :
Pada saat uap mulai mencair, komposisi uap sama dengan sebelum mencair, yakni
XA, V = 0,4 karena cairan yang muncul masih sangat sedikit sekali (tak hingga
kecilnya).
PA
X A,V = P = PA + PB
P
Pi = X i,  Pio X A + XB =1

X A,  .PAo
X A,V =
X A,  .PAo + X B,  .PBo

X A,  .PAo
X A,V =
X A,  .PAo + (1 − X A,  ).PBo

X A,  .0,75
0,4 =
X A,  .0,75 + (1 − X A,  ).2

0,75 X A, 
0,4 =
0,75 X A,  . + 2 − 2 X A, 

0,75 X A, 
0,4 =
2 − 1,25 X A, 

0,4(2 − 1,25 X A, ) = 0,75 X A,

0,8 − 0,5 X A,  = 0,75 X A,

0,8
X A,  =
1,25
X A,  = 0,64

• PA = X A, .PAo

PA = 0,64.0,75 atm

PA = 0,48 atm

• PB = (1 − X A, ).PBo

PB = PBo − X A,  PBo

PB = (2 − 0,64.2 )atm

PB = (2 − 1,28 )atm

PB = 0,72 atm

• Ptotal = PA + PB
Ptotal = 0,48 atm − 0,72 atm

= 1,2 atm

Jadi, tekanan total pada saat cairan pertama mulai muncul adalah 1,2 atm dengan
komposisi cairan tersebut adalah X A,  = 0,64

2. Kerapatan cairan etanol pada 35oC adalah 0,7767 kg dm-3 dan tekanan uap
pada temperatur yang sama yaitu 0,13 atm. Hitunglah tekanan uap etanol sampai
pada tekanan 100 atm.

Diketahui :
Pvap (35oC) = P1 = 0,13 atm
Ptotal = 100 atm
Mr etanol = 46 gram mol-1
etanol = 0,7767 kg dm-3
Ditanyakan :
Tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm (P2)
Jawab :
Untuk menghitung tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm maka dapat
menggunakan persamaan :

P1 V 
ln = ( Ptotal − P1 )
P2 RT
dimana,
Mr etanol
V =
 etanol

V =
(46 g mol )(10
−1 -3
kg g -1 )
0,7767 kg dm -3

V  = 59,225 x 10 -3 dm3 mol −1

P2 59,225 x 10 -3 dm3 mol -1


= (100 − 0,13) atm
ln
( )
P1 0,0821 atm dm3 K -1 mol -1 (308 K )

P2 59,225 x 10 -3 dm3 mol −1


= (100 − 0,13)
ln
( )
P1 0,0821 atm dm3 K -1 mol -1 (308 K )
P2
ln = 0,234
P1
P2
= e 0, 234
0,13

P2 = 0,13 . e 0, 234 atm

= 0,13 . 1,264 atm


= 0,164 atm
Jadi, tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm sebesar 0,164 atm.

3. Kerapatan larutan air dan uap air pada titik didih normal adalah 0,958 dan 5,98
x 10-4 kg dm-3, dan perubahan dalam entropi penguapan adalah 108,99 JK -1mol-1.
Hitunglah perubahan tekanan untuk perubahan temperatur satu derajat!

Diketahui :
air = l = 0,958 kg dm-3
uap air = v = 5,98 x 10-4kg dm-3
∆S uap = 108,99 JK-1mol-1
∆T = 1 K
Ditanyakan : ∆P
Jawab :
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
dP P S v − S  S uap
= = =
dT T V v − V  V v − V 
dimana
Mr
• V =

Mr
• Vv =
v

18 x 10 -3 kg . mol -1
V = -3
= 18,79 x 10 -3 dm3 mol -1
0,958 kg dm

18 x 10 -3 kg . mol -1
Vv = -4 -3
= 30,1 dm3 mol -1
5,98 x 10 kg dm

P S uap
=
T V v − V 
P 108,99 J K -1 mol -1
=
T (30,1 − 0,0188 ) dm 3 mol -1

P
= 3,6233 J K -1dm -3
1K
P = 3,6233 J K -1dm -3 (1K )

P = 3,6233 J dm -3

( )(
P = 3,6233 x 10 3 kg m 2 s -2 m -3 )
P = (3,6233 x 10 )(kg m s
3 -2
m -2 )
P = 3623,3 N m -2

Jadi, perubahan tekanan untuk perubahan temperatur satu derajat adalah 3623,3 Nm-2.
Kesetimbangan zat cair − gas
Aplikasi persamaan Clapeyron dalam transformasi zat cair → gas menghasilkan
S = S gas − S liq = H /T adalah + (semua zat)
V = V gas − V liq adalah + (semua zat)
akibatnya
dp / dT = S / V adalah + (semua zat)
grs kesetimbangan zat cair − gas selalu memiliki slope positif. Pada harga T dan p biasa besarnya
adalah
S  + 90 J/K mol V  + 20000 cm3 = 0,02 m3
tetapi V dangat tergantung pada T dan p sebab Vgas sangat tergantung pada T dan p. Slope kurva
zat cair − gas adalah kecil dibanding dengan kurva zat padat − zat cair.
(dp /dT )liq,gas  90 J/K mol/0,02 m3/mol = 4000 Pa/K = 0,04 atm/K
Gambar 3.5(b) menunjukkan kurva l-g dan kurva s-l. Dalam gambar 3.5(b), kurva l-g adalah
lokus semua titik (T, p) dimana zat cair dan gas koeksis dalam kesetimbangan. Hanya titik
sebelah kiri kurva l-g di bawah titik didih dan merupakan kondisi dimana zat cair stabil. Titik
sebelah kanan l-g adalah kondisi dimana gas stabil.
Interseksi kurva s-l dan l-g bersesuaian dengan temperatur dan tekanan dimana zat padat,
zat cair, dan gas seluruhnya koeksis dalam kesetimbangan. Harga T dan p pada titik ditentukan
dengan kondisi
 solid (T, p) =  liq (T, p) dan  liq (T, p) =  gas (T, p) (3.13)
persamaan (3.13 ) dapat dipecahkan untuk harga numerik T dan p definit, yaitu
T = Tt p = pt (3.14)
dimana T t dan p t adalah temperatur dan tekanan titik tripel. Hanya ada satu titik tripel untuk
satu set spesifik tiga fase ( contoh zat padat − zat cair − gas) dapat koeksis dalam kesetimbangan.

3.4.3 Kesetimbangan zat padat − gas


Aplikasi persamaan Clapeyron dalam transformasi zat cair → gas menghasilkan
S = S gas − S solid = Hsub /T adalah + (semua zat)
V = V gas − V solid adalah + (semua zat)

akibatnya
(dp/dT)solid,gas = S / V adalah + (semua zat)
slope kurva s-g adalah steeper pada titik tripel daripada slope kurva l-g. Karena H sub = H fus +
H vap maka

(dp/dT)liq,gas = Hvap /(T V ) dan (dp/dT)solid,gas = Hsub /(T V )


harga V dalm kedua persamaan sangat mendekati sama. Karena Hsub lebih besar daripada
Hvap, slope kurva s-g dalam gambar 3.6 adalah steeper daripada kurva l-g.

Diagram Fase
Amati gambar 3.6 pada tekanan konstan, ditandai dengan garis datar putus ,
menunjukkan titik leleh dan titik didih zat sebagai interseksi garis datar dengan kurva s-l dan l-g.
Titik interseksi ini bersesuaian dengan interseksi kurva  − T dalam gambar 3.1. Pada temperatur
di bawah Tm, zat padat stabil; pada titik diantara Tm dan Tb zat cair stabil, sedangkan di atas Tb
gas stabil. Gambar 3.6 disebut diagram fase atau diagram kesetimbangan.
Diagram fase menunjukkan secara sepintas sifat zat ; titik leleh, titik didih, titik transisi,
titik tripel. Setiap titik pada diagram fase menggambarkan keadaan sistem menggambrkan harga
T dan p.
Garis pada diagram fase membaginya menjadi daerah berlabel solid, liquid dan gas. Jika
titik yang menggambarkan sistem berada dalam daerah padatan, zat eksis sebagai padatan. Jika
titik berada dalam daerah liquid, maka zt eksis sebagai zat cair. Jika titik berada pada garis l-g,
zat eksis sebagai zat cair dan uap dalam kesetimbangan.
Kurva l-g memiliki batas atas pada tekanan dan temperatur kritis, karena itu tidak dapat
dibedakan antara zat cair dan gas di atas temperatur dan tekanan ini.

Integrasi Persamaan Clapeyron 3.6.1


Kesetimbangan padat–cair
Persamaan Clapeyron adalah

ΔS
dp = fus

dT ΔV fus

Kemudian

ΔH
∫p1 dp = ∫T 'm fus dT

p1Tm
ΔV fus T

Jika Hfus dan Vfus hampir bebas dari T dan p, integrasi persamaan menjadi
ΔH '
p2 – p1 = fus ln T m (3.15)
ΔV
fus Tm
dimana T’m adalah titik leleh di bawah tekanan p2 ; Tm adalah titik leleh di bawah tekanan p1;
karena selisihnya biasanya sangat kecil, maka logaritma dapat diekspansi menjadi

ln (TT )= ln (T
'm
m
m+T −T
) (
T − T
T 'mm m = ln 1+ 'mT m m  )(
T 'm − T m
T m )
sehingga persamaan (4.15) menjadi
ΔH
fus ΔT

ΔV T
p= fus m (3.16)
dimana T adalah kenaikan titik leleh yang sesuai dengan kenaikan tekanan  p.

3.6.2 Kesetimbangan Fase Terkondensasi – Gas

Untuk kesetimbangan fase terkondensasi, baik padat atau cair, dengan uap
Efek Tekanan pada Tekanan Uap

Keseimbangan zat cair – uap air secara implisit diasumsikan bahwa kedua fase adalah di
bawah tekanan yang sama p. Jika oleh beberapa alat dimungkinkan untuk menyimpan cairan itu
di bawah suatu kanan P dan uap di bawah tekanan uap p, kemudian tekanan uap tergantung pada
P. Andaikan cairan itu terkurung kontainer yang ditunjukkan Gambar 3.12. Dalam ruang di atas
cairan, uap air terkurung bersama-sama dengan suatu gas lain yang tidak dapat larut dalam
cairan. Tekanan uap p plus tekanan gas yang lain adalah P. Seperti biasanya, kondisi
kesetimbangan adalah
 vap (T, p) =  liq (T, p) (3.20)
Pada temperatur tetap persamaan ini menyatakan bahwa p = f(P). Secara fungsional, persamaan
ini didiferensiasi terhadap P dengan menjaga T tetap

dp ΔS ΔH


dT = ΔV = T (V g V c )
dimana H adalah panas penguapan molar zat cair atau panas sublimasi molar padatan, dan Vc
adalah volume molar zat padat atau zat cair. Kebanyakan Vg – Vc  Vg, dan diasumsikan sebagai
gas ideal, sama dengan RT/p. Maka persamaan menjadi
d ln p ΔH
dT = RT 2 (3.17)
yang merupakan persamaan Clausius–Clapeyron, menghubungkan tekanan uap zat cair (zat
padat) dengan panas penguapan (sublimasi) dan temperatur. Integrasi di bawah asumsi bahwa
H tidak tergantung temperatur menghasilkan
p d ln p = ∫T ΔH dT
2
∫po To

RT

p ΔH 1 1 ΔH ΔH
ln po = − R (T − To ) = − RT + RTo (3.18)
dimana po adalah tekanan uap pada To, dan p adalah tekanan uap pada T. Jika po = 1 atm, maka
To adalah titik didih normal zat cair (titik sublimasi normal zat padat). Maka
ΔH ΔH ΔH ΔH

ln p = RT o − RT , log p = 2,303. RT o − 2,303. RT (3.19)


menurut persamaan ini jika ln p atau log p dialurkan terhadap 1/T, diperoleh kurva linier dengan
slope = – H/2,303R. Intersep pada 1/T = 0 menghasilkan harga H/Rto. Jadi dari slope dan
intersep H dan To dapat dihitung. Panas penguapan dan sublimasi sering ditentukan melalui
pengukuran tekanan uap zat sebagai suatu fungsi temperatur. Gambar 3.11 menunjukkan suatu
aluran log p terhadap 1/T untuk air. Gambar 3.11 sama juga untuk padatan CO2 (es kering).

Gambar 3.11 log p /mmHg versus 1/T untuk

Gambar 3. 12
3.8 Aturan Fase
Keberadaan dua fase dalam kesetimbangan menyatakan kondisi
  (T, p) =  (T, p) (3.23)
yang berarti dua variabel intensif yang biasanya dibutuhkan untuk menggambarkan keadaan
suatu sistem tidak lagi terpisah, tetapi berkaitan. Karena hubungan ini, maka hanya satu variabel,
baik temperatur atau tekanan, dibutuhkan untuk emnggambarkan keadaan sistem. Sistem ini
memiliki satu derajat kebebasan atau univarian, jika hanya ada satu fase, maka dua variabel
dibutuhkan untuk menggambarkan keadaan, dan sistem memiliki dua derajat kebebasan atau
bivarian. Jika ada 3 fase, maka ada 2 hubungan antara T dan p
  (T, p) =  (T, p)   (T, p) =  (T, p) (3.24)
Dua hubungan ini menentukan T dan p secara lengkap. Tidak ada informasi lain yang diperlukan
untuk mendeskripsi keadaan sistem. Untuk suatu sistem univarian, maka tidak memiliki derajat
kebebasan. Tabel 3.1 menunjukkan hubungan antara jumlah derajat kebebasan dan jumlah fase
yang ada untuk sistem satu komponen. Tabel ini menyarankan suatu aturan yang
menghubungkan jumlah derajat kebebasan, F, dengan jumlah fase, P, yang ada.
F=3–P (3.25)
yang merupakan aturan fase untuk sistem satu komponen.
Aturan fase yang sederhana sangat berguna untuk memutuskan berapa banyak variabel
bebas yang diperlukan untuk mendeskripsi sistem. Dirangkum dalam tabel (3.1), (3.2) dan (3.3).
Tabel 3.1
Jumlah fase 1 2 3
Derajat kebebasan 2 1 0

Tabel 3.2
Jenis Variabel Jumlah total variabel
Temperatur dan Tekanan 2
Variabel Komponen (dalam setiap fase, fraksi mol setiap PC
komponen harus dispesifikasi; jadi, C fraksi mol
dibutuhkan untuk menggambarkan satu fase; PC
dibutuhkan untuk menggambarkan P fase)
Jumlah total variabel PC+2

Jumlah variabel bebas, F, diperoleh dengan mengurangkan jumlah total persamaan


dari jumlah total variabel:
F=PC+2–P–C(P–1),
F=C–P+2
Jika sistem satu komponen, C = 1, sehingga F = 3 – P. Persamaan ini adalah aturan fase J.

Willard Gibbs.
SISTEM SATU KOMPONEN

Untuk sistem 1 komponen aturan fasa berubah menjadi F= 3-P ...............(22)

Karena fasa tidak mungkin = 0, maka derajad kebebasan masimum adalah 2 artinya sistem
1 komponen paling banyak memiliki 2 variabel intensif untuk menyatakan keadaan sistem
yaitu P (tekanan) dan T (suhu). Diagram fasa adalah diagram yang menggambarkan
keadaan sistem (komponen dan fasa) yang dinyatakan dalam 2 dimensi. Dalam diagram ini
tergambar sifat- sifat zat seperti titik didih, titik leleh, titik tripel. Sebagai contoh adalah
diagram fasa 1 komponen adalah diagram fasa air.

Diagram ini menggambarkan hubungan antara tekanan dan suhu pada sistem 1
komponen air. Titik tripel memperlihatkan suhu dimana air mempunyai 3 fasa yaitu padat,
cair dan gas.
SISTEM DUA KOMPONEN
Sistem 2 komponen dapat berupa campuran dari fasa cair- gas, cair- cair, fasa padat-
cair, ataupun padat- padat. Karakteristik setiap campuran sangat khas, misalnya ada sistem
cair- cair yang membentuk campuran yang homogen atau 1 fasa pada segala P,T dan
komposisi, tetapi ada pula yang hanya membentuk 1 fasa pada P,T atau komposisi tertentu.

Diagram fasa untuk sistem dua komponen digambarkan sebagai fungsi komposisi
terhadap tekanan atau komposisi terhadap suhu. Oleh sebab itu aturan fasa berubah menjadi
F = C –P+1 karena salah satu variabel (P atau T) dalam keadaan konstan

Derajad kebebasan (F) menjadi = 2-P. ..................................................... (23)

Sistem dua komponen cair- gas ideal


Yang dimaksud dengan sistem dua komponen cair- gas adalah sistem yang terdiri dari
cairan dengan uapnya. Sistem dikatakan ideal bila memenuhi hukum Raoult pada semua
rentang konsentrasi. Untuk campuran biner ideal, proses pencampuran tidak menimbulkan
efek kalor karena energi interaksi antara komponen 1 dan komponen 2 sama dengan
energi interaksi antara sesama partikel komponen 1 maupun sesama partikel komponen 2.
Hukum Fasa (Raoult)
Raoult adalah seorang ahli kimia dari Perancis, ia mengamati bahwa pada larutan ideal
yang dalam keadaan seimbang antara larutan dan uapnya, maka perbandingan antara
tekanan uap salah satu komponennya ( misal A) PA/PAo sebanding dengan fraksi mol
komponen (XA) yang menguap dalam larutan pada suhu yang sama. Misalkan suatu
larutan yang terdiri dari komponen A dan B menguap, maka tekanan uap A (PA)
dinyatakan sebagai : PA = PAo. XA ..(24) PA adalah tekanan uap jenuh di atas larutan
XA adalah fraksi mol komponen A PAo adalah tekanan uap A murni Larutan yang
memenuhi hukum ini disebut sebagai larutan ideal. Pada kondisi ini, maka tekanan uap
total (Pt) akan berharga Pt = PA + PB = XA. PAo + XB.
PBo........................................................(25) dan bila digambarkan maka diagram tekanan
uap terhadap fraksi mol adalah seperti diperlihatkan pada gambar 1.

Diagram pada gambar 1 merupakan hubungan antara suhu dan komposisi kedua
komponennya pada suhu konstan. Komposisi komponen dapat berupa fraksi mol atau
persen mol. Harga tekanan total larutan ideal pada berbagai variasi komponen
diperlihatkan oleh garis yang menghubungkan PB dan PA. Salah contoh larutan ideal
adalah larutan benzena- toluena. Teori ini merupakan dasar bagi metode pemisahan
kimia, misalnya destilasi untuk memurnikan atau mengisolasi suatu senyawa. Banyaknya
destilat yang dihasilkan dapat dihitung dengan membandingkan antara tekanan parsial
senyawa yang diinginkan dengan tekanan total campuran. Secara matematis dapat
dituliskan sebagai : XA,V = PA/ Pt atau XB,V = PB/Pt (26) dengan XA,V =fraksi mol A
bentuk uap PA, V = Tekanan uap parsial A Pt = tekanan total A dan B
Contoh soal 3 : 3 mol aseton dan 2 mol kloroform dicampur pada suhu 35 oC . Tekanan
uap jenuh aseton dan kloroform pada suhu tersebut adalah 360 dan 250 torr
a. Bila larutan tersebut dianggap ideal, hitung tekanan uap larutan tersebut
b. Bila larutan tersebut mempunyai tekanan uap sebesar 280 torr, bagaimanakah
komposisi cairan awal campuran tersebut
Jawab :
a. Xaseton = 3/5 = 0,6 Xklorofom = 2/5 = 0,4 Ptotal = Xaseton .Poaseton+ Xklorofom
Poklorofom Ptotal = 0,6 x 360 torr + 0,4 x 250 torr = 316 torr b. Ptotal = 280 torr Ptotal
= Xaseton. Poaseton+ Xklorofom Poklorofom Ptotal = Xasetonx 360 + (1-Xaxeton) x
250 280 = 360 Xaseton+ 250 – 250 Xaseton 30 = 110 X aseton
10
Xaseton = 30/110 = 0,273 X klorofom = 0, 727

Latihan Soal
1. Tentukan komponen, fasa dan derajad kebebasan sistem berikut :
a. Campuran minyak dan air
b. Larutan NaCl jenuh yang terdapat NaCl (s) dan uap air
2. Dua cairan A dan B membentuk suatu larutan ideal. Pada suhu tertentu tekanan A
murni 200 mmHg dan B murni 75 mmHg. Jika campuran mengandung 40 % mol A,
berapa persen mol A dalam uapnya.
3. Hitunglah komposisi benzena-toluena dalam larutan yang akan mendidih pada tekanan
1 atm (101,325 kPa) pada 90 oC dengan menganggap ideal. Pada 90oC, tekanan uap
benzena dan toluene adalah 136,3 kPa dan 54,1 kPa
Jawab :

Link video : https://www.youtube.com/watch?v=GU6GXhjSYto

Diagram Fasa PADAT- CAIR


Kesetimbangan fasa sistem 2 komponen padat- cair banyak digunakan dalam
proses pembuatan logam paduan. Ada banyak macam jenis kesetimbangan dua
komponen padat- cair , misalnya : 1Kedua komponen misibel dalam fasa cair dan
imisibel dalam fasa padat 2 Kedua komponen membentuk senyawa dengan titik leleh
yang kongruen 3 Kedua komponen membentuk senyawa dengan titik leleh yang
inkongruen 4 Kedua komponen membentuk larutan padat 5 Kedua komponen misibel
dalam fasa cair dan misibel sebagian dalam fasa padat.
Sistem 2 komponen yang kedua komponennya misibel dalam fasa cair dan imisibel
dalam fasa padat. Jenis kesetimbangan ini banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari, misalnya ada 2 macam logam yang dalam keadaan padat tidak bercampur tetapi
ketika dicairkan keduanya akan bercampur homogen membentuk 1 fasa. Diagram
fasanya digambarkan seperti pada gambar 4. Titik TA dan TB adalah suhu leleh A dan B
murni. Sedangkan titik E adalah titik eutektik yaitu suhu terendah dimana masih
terdapat komponen cair. Sedangkan derajad kebebasan untuk setiap daerah mempunyai
harga yang berbeda- beda, misalnya daerah larutan cair mempunyai fasa = 1, maka
derajad kebebasan pada P tetap akan berharga F = 2

Untuk 2 komponen yang membentuk senyawa baru dengan perbandingan mol


tertentu, maka diagram fasa dapat digambarkan seperti gambar 5 berikut :
Latihan Soal
1.Perhatikan Sistem A-B cair- cair yang misibel sebagian digambarkan oleh diagram fasa
(P tetap) berikut

a. Jelaskan hubungan antara fasa A-B dan komposisi A-B pada suhu 10 oC b.
Tentukan derajad kebebasan pada titik Q ( 30 oC, 25 % B)
2. Gambarkan diagram fasa bila Nikel ditambahkan pada Mg yang meleleh pada 650 oC
(Ar Mg = 24), titik beku campuran mulai turun sampai titik eutektik tercapai pada 510 oC
dan 28 % mol Nikel. Senyawa baru terbentuk pada suhu 900 oC mengandung 54 % mol
nikel, titik eutektik kedua terbentuk pada suhu 700 oC, 75 % mol nikel. Sedangkan nikel
murni meleleh pada suhu 1400 oC. Gambarkan diagram fasa antara % mol Nikel
terhadap suhu?
3. Dua cairan A dan B membentuk suatu larutan ideal. Pada suhu tertentu tekanan A
murni 200 mmHg dan B murni 75 mmHg. Jika campuran mengandung 40 % mol A,
berapa persen mol A dalam uapnya.
Jawab :
1 Kesetimbangan Cair–Cair

Jika sejumlah kecil toluena ditambahkan ke dalam ‘beaker glass’ yang telah terisi
benzena lalu kita perhatikan, tanpa memandang jumlah toluena yang ditambahkan, campuran
yang diperoleh akan berupa satu fase. Dua cairan tersebut disebut saling melarutkan (completely
miscible). Kebalikan dari sifat ini jika air dicampurkan ke nitrobenzena akan terbentuk dua
lapisan cairan yang terpisah,air akan mengandung sejumlah kecil nitrobenzena yang dapat
larut,demikian juga nitrobenzena mengandung hanya sedikit air yang dapat larut. Cairan
semacam ini disebut tidak saling melarutkan (immiscible). Jika sejumlah phenol ditambahkan ke
dalam air mula mula akan terbentuk cairan satu fase, pada penambahan phenol selanjutnya maka
air akan jenuh dengan phenol dan bila terus ditambahkan phenol ke dalamnya akan terbentuk
dua lapisan cairan, satu lapisan kaya dengan air lapisan yang lain kaya dengan phenol. Cairan
semacam ini disebut saling melarutkan sebagian (partially miscible). Sistem semacam inilah
yang akan kita bahas di sini.

Perhatikan sistem yang berada dalam kesetimbangan yang terdiri dari dua lapisan cairan
atau dua fase cairan. Misalnya salah satu lapisan cairan terdiri dari cairan A murni,lapisan yang
lain adalah larutan jenuh A dalam B. Kesetimbangan ini secara termodinamika dapat dinyatakan
bahwa potensial kimia A dalam larutan, A, sama dengan potensial kimia A dalam cairan

murninya, μ0A . Yaitu A = μ0A , atau

A - μ0A =0 (6.1)

Apakah persamaan (6.1) dapat memenuhi untuk larutan ideal? Di dalam larutan ideal yaitu
persamaan (5.3),

A - μ0A = RT ln xA (6.2)

Jelas dari persamaan (6.2) bahwa RT ln xA tidak pernah nol, jika tidak demikian maka campuran
A dan B akan memiliki xA = 1, yang artinya, campuran tidak mengandung B. Dalam gambar
6.1,

A - μ0A diplotkan terhadap xA untuk larutan ideal (garis penuh). Nilai A - μ0A negativ untuk
semua komposisi larutan ideal. Artinya zat A murni saelalu dapat ditransfer ke dalam larutan
ideal dengan berkurangnya energi Gibbs. Konsekuensinya, zat yang dapat membentuk larutan
ideal tentu saling melarutkan satu sama lain secara sempurna.
( i– i o)

Gambar 6.1 Potensial kimia dalam larutan nonideal


Kesetimbangan Padat–Cair, Diagram Eutektik Sederhana

Jika suatu larutan dari dua zat A dan B didinginkan sampai suhu yang cukup rendah, akan
muncul suatu padatan. Suhu ini adalah titik beku larutan, yang bergantung pada komposisi.
Dalam diskusi pada penurunan titik beku larutan, kita memperoleh persamaan.

ΔH
fus
,A 1 1

ln xA
= − R ( T − T 0A ) (6.4)

Dengan asumsi bahwa padatan murni A ada dalam kesetimbangan dengan larutan idealnya.
Persamaan (6.4) menghubungkan titik beku larutan ke xA, fraksi mol A dalam larutan.Plot dari
fungsi ini tampak pada gambar 6.6.a. Titik di atas kurva menunjukkan keadaan cair dari sistem,
sedangkan di bawah kurva menunjukkan keadaan padatan murni A ada dalam kesetimbangan
dengan larutan. Kurvanya dinamakan kurva liquidus.

Gambar 6.6 Kesetimbangan padat–cair dalam sistem 2 komponen

Titik a menunjukkan larutan dengan komposisi b dalam kesetimbangan dengan padatan


dengan komposisi c, yaitu, zat murni A. Dengan aturan lever, rasio jumlah mol larutan terhadap
jumlah mol padatan A adalah sama dengan rasio bagian garis dari ac/ab. Makin rendah suhu,
makin besar jumlah relatif padatan pada suatu keseluruhan komposisi tertentu.
Kurva ini tidak dapat menunjukkan situasi meliputi keseluruhan daerah komposisi. Jika
xB ---1 , kita dapat mengharapkan padatan B akan membeku jauh di atas suhu yang ditunjukkan
oleh kurva pada daerah ini. Jika larutan ideal, aturan yang sama berlaku untuk zat B :

ΔH
Ln fus ,B 1 1
xB =− − (6.5)

R (T T 0B)

Dengan T adalah titik beku B dalam larutan. Kurva ini digambarkan dalam Gambar 6.6b
bersama dengan kurva A pada gambar 6.6a. Kurva berpotongan pada suhu Te, yaitu suhu

Kesetimbangan Cair–Cair

Diantara beberapa contoh sederhana dari perilaku sistem tiga komponen adalah sistem
chloroform-air- asam acetat. Pasangan chloroform-asam asetat dan air- asam asetat adalah
saling bercampur sempurna. Pasangan chloroform-air tidak. Gambar 6.17 menunjukkan
skema kesetimbangan cair-cair untuk sistem ini. Titik a dan b menyatakan lapisan cairan
konjugasi tanpa asam asetat. Anggap bahwa semua komposisi sistem adalah c sehingga
dengan aturan lever terdapat lebih banyak lapisan b daripada lapisan a. Jika sedikit asam
asetat ditambahkan ke dalam sistem, komposisi berubah sepanjang garis yang
menghubungkan c dengan puncak asam asetat ke titik c’. Penambahan asam asetat mengubah
komposisi dari kedua lapisan menjadi a’ dan b’. Ingat bahwa asam asetat lebih cenderung
memasuki lapisan kaya air b’, sehingga garis dasi yang menghubungkan larutan konjugat a’
dan b’ tidak paralel ke ab. Jumlah relatif dari a’ dan b’ diberikan oleh aturan lever; yaitu,
dengan perbandingan segmen dari garis dasi a’b’. Penambahan selanjutnya dari asam asetat
mengubah komposisi lebih lanjut sepanjang garis putu putus c; lapisan kaya air bertambah
sedangkan lapisan kaya chloroform berkurang. Pada c” hanya sedikit lapisan kaya chloroform
yang tinggal, sedangkan di atas c” sistemnya homogen

Karena garis dasi tidak paralel, titik yang disitu dua larutan konjugat memiliki
komposisi yang sama tidak terletak pada puncak dari kurva binodal tetapi keluar ke satu sisi
pada titik k, yaitu titik sambung. Jika sistem berkomposisi d dan ditambahkan asam asetat ke
dalamnya, komposisi akan berubah sepanjang dk; hanya di bawah k dua lapisan akan ada
dalam jumlah yang komparabel; pada k, batas antara dua larutan lenyap sehingga sistem
menjadi homogen. Bandingkan perilaku ini dengan yang ada di titik c” yang disitu hanya ada
sedikit dari satu lapisan konjugat yang tinggal.
Gambar 6.17 Dua zat cair larut sebagian
Latihan Soal
1. Data berikut memperlihatkan variasi tekanan uap air sebagai fungsi suhu.
P(mmhg) 33,14 57,46 95,32 151,27 241,36
t/◦c 30 40 50 60 70

Tentukan kalor penguapan air?


Jawab :
Ln P 3,5 4,05 4,56 5,02 5,49
1/T x 103/ K 3,3 3,19 3,1 3 2,91

Kemiringan ln p terhadap 1/T diperoleh -5102 K.

Kemiringan =

-5102 =

= 42,4 KJ/mol
2. Tentukan komponen, fasa dan derajad kebebasan sistem berikut :
a. Campuran minyak dan air
b. Larutan NaCl jenuh yang terdapat NaCl (s) dan uap air

Jawab:
a. Komponen = 2, fasa = 2, F = 2
b. C = 3, P = 3, F= 2
3. Perhatikan Sistem A-B cair- cair yang misibel sebagian digambarkan oleh diagram
fasa (P tetap) berikut
a. Jelaskan hubungan antara fasa A-B dan komposisi A-B pada suhu 10 oC
b. Tentukan derajad kebebasan pada titik Q ( 30 oC, 25 % B)
Jawab:
a. Pada suhu 10 oC, A dan B membentuk 1 fasa pada semua rentang komposisi
artinya pada suhu 10 oC , A dan B larut dengan baik.
b.F = 1

KRITERIA KESETIMBANGAN

Kesetimbangan antara beberapa fasa dapat dinyatakan dengan besaran- besaran


intensif T (suhu), P (tekanan) dan μ (potensial kimia). Kriteria suatu kesetimbangan
diperlihatkan oleh perubahan energi bebas Gibbs (ΔG) yang dinyatakan melalui
persamaan :

dG = - SdT + VdP +μi dni ................................................................. (1)


i
dengan potensial kimia (μ) :
Pada keadaan setimbang, potensial kimia suatu komponen adalah sama pada setiap fasa,
contoh pada kesetimbangan H2O (l ) H2O (g) maka μ H2O (l ) = μ H2O (g ), yang
dapat dibuktikan sebagai berikut :

Fasa β Awal n mol 0

Berubah -dni α + dni β


α β
dGα = μi α dni dandG β = μi β dni

.......
.......
.......
.......
dG = dGα + dG β ....... (2)
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
dG = μi α dni α + μi β
dni β
…………………………………………………(3)
α
karena -dni = + dni β
α
maka : dG = μi dni α - μi β
dni α …………………………………………(4)
dG = (μi α - μi β
) dni α …………………………..…………...…..(5)
pada kesetimbangan maka dG = 0 dan P dan T sistem tetap sehingga
β
0 = (μi α - μi ) dni α …………………………………………….. (6)
karena dni α ≠ 0, maka μi α
= μi β ............................................. (7)
Artinya potensial kimia akan berharga sama bila sistem dalam kesetimbangan.
Persamaan (7) memperlihatkan bila μi α > μi β maka akan terjadi aliran potensial dari

fasa α menuju fasa β dan sering disebut sebagai kesetimbangan material. Demikian pula
α β
bila T >T maka akan terjadi aliran suhu dari fasa α menuju fasa β hingga tercapai
kesetimbangan termal. Kesetimbangan mekanik akan tercapai bila terjadi aliran tekanan
dari fasa α menuju fasa β.

Contoh soal 1 :

Tekanan Uap asam nitrat pada suhu 40OC dan 70OC adalah 133 torr dan 467 torr.
Maka entalpi penguapan asam nitrat :
Jawab :
Contoh soal 2:
Kerapatan cairan etanol pada 35oC adalah 0,7767 kg dm-3 dan tekanan uap pada temperatur yang
sama yaitu 0,13 atm. Hitunglah tekanan uap etanol sampai pada tekanan 100 atm.

Diketahui :
Pvap (35oC) = P1 = 0,13 atm
Ptotal = 100 atm
Mr etanol = 46 gram mol-1
etanol = 0,7767 kg dm-3
Ditanyakan :
Tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm (P2)
Jawab :
Untuk menghitung tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm maka dapat
menggunakan persamaan :

P1 V 
ln = ( Ptotal − P1 )
P2 RT
dimana,
Mr etanol
V =
 etanol

V =
(46 g mol )(10
−1 -3
kg g -1 )
0,7767 kg dm -3

V  = 59,225 x 10 -3 dm3 mol −1

P2 59,225 x 10 -3 dm3 mol -1


= (100 − 0,13) atm
ln
( )
P1 0,0821 atm dm3 K -1 mol -1 (308 K )

P2 59,225 x 10 -3 dm3 mol −1


= (100 − 0,13)
ln
( )
P1 0,0821 atm dm3 K -1 mol -1 (308 K )
P2
ln = 0,234
P1

P2
= e 0, 234
0,13

P2 = 0,13 . e 0, 234 atm

= 0,13 . 1,264 atm


= 0,164 atm
Jadi, tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm sebesar 0,164 atm.
3. Kerapatan cairan etanol pada 35oC adalah 0,7767 kg dm-3 dan tekanan uap pada
temperatur yang sama yaitu 0,13 atm. Hitunglah tekanan uap etanol sampai pada tekanan
100 atm.

Diketahui :
Pvap (35oC) = P1 = 0,13 atm
Ptotal = 100 atm
Mr etanol = 46 gram mol-1
etanol = 0,7767 kg dm-3
Ditanyakan :
Tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm (P2)
Jawab :
Untuk menghitung tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm maka dapat
menggunakan persamaan :

P1 V 
ln = ( Ptotal − P1 )
P2 RT
dimana,
Mr etanol
V =
 etanol

V =
(46 g mol )(10
−1 -3
kg g -1 )
0,7767 kg dm -3

V  = 59,225 x 10 -3 dm3 mol −1

P2 59,225 x 10 -3 dm3 mol -1


= (100 − 0,13) atm
ln
( )
P1 0,0821 atm dm3 K -1 mol -1 (308 K )

P2 59,225 x 10 -3 dm3 mol −1


= (100 − 0,13)
ln
( )
P1 0,0821 atm dm3 K -1 mol -1 (308 K )
P2
ln = 0,234
P1

P2
= e 0, 234
0,13

P2 = 0,13 . e 0, 234 atm

= 0,13 . 1,264 atm


= 0,164 atm
Jadi, tekanan uap etanol pada tekanan total 100 atm sebesar 0,164 atm.
1. Tekanan uap padat adalah 76,7 mmHg pada 170 K dan pada 760 mmHg pada
195 K. Hitung panas sublimasi !
Jawaban:
Diketahui : = 76,7 mmHg

= 760 mmHg

= 170 K

= 195 K

Ditanyakan ?

Jawab:

2. Hitung tekanan uap benzena dalam suatu larutan yang mengandung 10 gram
naftalena dalam 100 gram benzena pada Tekanan uap benzena murni
pada adalah 97 mmHg.
Jawaban:
Diketahui : = 97 mmHg

= 100 gram

= 78 gram/mol

= 10 gram

= 128 gram/mol

Ditanyakan ?
Jawab:

➔ Mol = = 0,078 mol

➔ Mol = = 1,282 mol

➔ = = 0,943

➔ =
= 0,943 . 97 mmHg
= 91,436 mmHg

3. Hitunglah komposisi benzena-toluena dalam larutan yang akan mendidih pada


tekanan 1 atm (101,325 kPa) pada dengan menganggap ideal. Pada ,
tekanan uap benzena dan toluena adalah 136,3 kPa dan 54,1 kPa.
Jawaban:
Diketahui : = 1 atm = 101,325 kPa

T = = 363 K

= 136,3 kPa

= 54,1 kPa

Ditanyakan ?

Jawab:

Dan
Contoh soal 1 :

1. Hitung kemiringan dari kurva padat-cair pada diagram fasa cair pada 273,45 K.
∆Hfus = 6,05 kJ mol-1, volume molar air 0,0180 L mol-1 dan volume molar es 0,0196 L
mol-1.

Diketahui :
Tf = 273,45 K
∆Hfus = 6,05 kJ mol-1
Vl = 0,018 Lmol −1

Vs = 0,0196 Lmol −1
dP
Ditanyakan :
dT

Jawab :
dP  H fus
=
dT T f V fus

0,08205 LatmK −1mol −1


H fus = 6050 Jmol −1 x
8,314 JK −1mol −1

= (6050)x9,8 7x10 -3 L atm mol −1

dP ( 6050 )x9,87 x10 -3 L atm mol −1


=
dT (273,45 K )(0,0180 − 0,0196 ) Lmol −1

= - 135,71 atm K -1

Contoh soal 2:

Menggunakan data berikut tentukan kalor penguapan air:

P mmHg 17, 54 31,82 55,32 92,51 149,39

TK 290 300 310 320 330

Jawab :
P mmHg 17, 54 31,82 55,32 92,51 149,39

TK 290 300 310 320 330

Ln P 2,86 3,46 4,01 4,53 5,01

1/T 0,00345 0,00333 0,00323 0,00313 0,0303

Pengaruh Tekanan terhadap Tekanan Uap

Dari persamaan Untuk suatu sistem satu komponen,  = G/n; pembagian persamaan
fundamental dengan
P didapat
d = –SdT + Vdp (3.1)
dimana S dan V adalah entropi dan volume molar. Kemudian
∂μ
( )
∂T p = –S dan ( ∂∂ μp ) = V
T (3.2a,b)

adalah slope kurva  terhadap T dan  terhadap p dalam bentuk d  = V dp , jika tekanan
berkurang, dp negatif, V positif, karena itu d negatif, dan potensial kimia berkurang dalam
proporsi volume fase. Karena volume molar zat cair dan zat padat sangat kecil, harga 
berkurang secara linier. Untuk zat padat dari a ke a’, untuk zat cair dari b ke b’ (gambar 3.3a).
Volume gas secara kasar adalah 1000 kali lebih besar daripada zat padat atau zat cair, sehingga 
gas berkurang sangat banyak, dari c ke c’. Kurva pada tekanan lebih rendah ditunjukkan sebagai
garis putus-putus paralel ke garis asal dalam gambar 3.3(b). (gambar telah digambar untuk kasus
Vliquid > Vsolid).

Gambar 3.3(b) menunjukkan bahwa kedua temperatur kesetimbangan (kedua titik


interseksi) telah bergeser; pergeseran dalam titik leleh adalah kecil, sedangkan pergeseran dalam
titik didih adalah relatif besar. Titik leleh bergeser dilebih–lebihkan untuk penekanan saja,
kenyataannya sangat kecil. Berkurangnya titik didih zat cair dengan berkurangnya tekanan
digambarkan dengan baik. Pada tekanan lebih rendah range kestabilan zat cair tercatat
berkurang. Jika tekanan berkurang cukup rendah, titik didih zat cair dapat terletak di bawah titi
leleh zat padat. (Gambar 3.4). Kemudian tidak ada temperatur bagi zat cair untuk stabil; zat padat
menyublim. Pada Temperatur Ts, zat padat dan uap koeksis dalam kesetimbangan. Temperatur Ts
adalah temperatur sublimasi zat padat. Sangat tergantung pada tekanan.
Jelas ada beberapa tekanan yang mana 3 kurva interseksi pada temperatur sama.
Temperatur dan tekanan ini mendefinisikan titik tripel; Tiga fase ini koeksis dalam
kesetimbangan di titik tripel.
Ya atau tidaknya materi tertentu akan menyublim di bawah tekanan tertentu tergantung
pada sifat individual zat. Air, sebagai contoh, menyublim pada tekanan di bawah 611 Pa. Titik
leleh lebih tinggi, dan perbedaan lebih kecil antara titi leleh dan titi didih pada tekanan 1 atm,
semakin tinggi akan menjadikan tekanan semakin rendah yang mana sublimasi akan teramati.

Tekanan (dalam atm) di bawah sublimasi teramati dapat diestimasikan untuk zat dengan
mengikuti aturan Trouton dengan rumus
Tb−Tm
Ln p = −10.8 (3.4)
( Tm )

(a)

(b)Gambar 3.3 Efek tekanan pada titik didih dan leleh

Gambar 3.4  versus T zat yang menyublim


Link Pembelajaran

https://www.youtube.com/watch?v=9BocbKLw2co

https://www.youtube.com/watch?v=S01aW4eTBmg

https://www.youtube.com/watch?v=GU6GXhjSYto

https://www.youtube.com/watch?v=n7ZNZ64k3Bc

https://www.youtube.com/watch?v=lO_-zgk3bFQ

Daftar Pustaka
Alberty, R. A. 1987. Physical Chemistry. New York : John Wiley and
Atkins, P. W. 1994. Kimia Fisika, terjemahan oleh Irma I.K. Jakarta : Penerbit Erlangga
Castellan, G.W. 1983. Physical Chemistry. New York : Addison- Wesley Publising Company.
Dogra, S.K. dan Dogra, S. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia
Castellan. 1983. Physical Chemistry. New York : Addison-Wesley Publising Company.
S. K. Dogra, dan S. Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia
Sons Atkins, P.W. 1986. Physical Chemistry. Oxford University Press

Anda mungkin juga menyukai