0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
360 tayangan11 halaman
1. Sumatera Barat adalah provinsi terluas kesebelas di Indonesia yang beribu kota di Kota Padang dan mayoritas penduduknya beragama Islam dan berbahasa Minangkabau.
2. Kabupaten Agam terletak di Sumatera Barat dengan ibu kotanya di Lubuk Basung, terkenal dengan Danau Maninjau.
3. Kota Pariaman adalah kota di Sumatera Barat yang dulunya bagian dari Kabupaten Padang Pariaman, terkenal dengan makanan k
1. Sumatera Barat adalah provinsi terluas kesebelas di Indonesia yang beribu kota di Kota Padang dan mayoritas penduduknya beragama Islam dan berbahasa Minangkabau.
2. Kabupaten Agam terletak di Sumatera Barat dengan ibu kotanya di Lubuk Basung, terkenal dengan Danau Maninjau.
3. Kota Pariaman adalah kota di Sumatera Barat yang dulunya bagian dari Kabupaten Padang Pariaman, terkenal dengan makanan k
1. Sumatera Barat adalah provinsi terluas kesebelas di Indonesia yang beribu kota di Kota Padang dan mayoritas penduduknya beragama Islam dan berbahasa Minangkabau.
2. Kabupaten Agam terletak di Sumatera Barat dengan ibu kotanya di Lubuk Basung, terkenal dengan Danau Maninjau.
3. Kota Pariaman adalah kota di Sumatera Barat yang dulunya bagian dari Kabupaten Padang Pariaman, terkenal dengan makanan k
Sumatera Barat adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau Sumatera,
Indonesia. Provinsi ini adalah provinsi terluas kesebelas di Indonesia. Koordinat 0U-102 LS, 98-102 BT Dasar hukum Tanggal penting Ibu kota Padang Gubernur Marlis Rahman (Pjs.) Luas 42.297,30 km Perairan 2,59%. Penduduk 4.400.000 (2002) Kepadatan 104/km Kabupaten 12 Kota 7 Kecamatan 147 Kelurahan/Desa 877 Suku Minangkabau (88%), Batak (4%), Jawa (4%), Mentawai (1%) [1] Agama Islam (98%), Kristen (1,6%), Hindu (0,0032%), Buddha (0,26%) Bahasa Bahasa Minangkabau, Bahasa Melayu/ Bahasa Indonesia Zona waktu WIB Lagu daerah Ayam Den Lapeh, Kampuang Nan Jauah di Mato, Kambanglah Bungo, Minangkabau, Bareh Solok, Tinggalah KampuangProvinsi ini memiliki dataran rendah di pantai barat, serta dataran tinggi vulkanik yang dibentuk Bukit Barisan yang membentang dari barat laut ke tenggara. Kepulauan Mentawai yang terletak di Samudera Hindia termasuk dalam provinsi ini. Garis pantai Sumatera Barat seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia sepanjang 375 km.Danau yang berada di Sumatera Barat adalah Maninjau (99,5 km), Singkarak (130,1 km), Diatas (31,5 km), Dibawah (Dibaruh) (14,0 km), Talang (5,0 km)Mayoritas penduduk Sumatera Barat merupakan suku Minangkabau. Di daerah Pasaman selain suku Minang berdiam pula suku Batak Mandailing. Suku Mentawai terdapat di Kepulauan MentawaiBahasa yang digunakan dalam keseharian ialah bahasa daerah yaitu Bahasa MinangkabauMayoritas penduduk Sumatera Barat beragama Islam. Selain itu ada juga yang beragama Kristen di Kepulauan Mentawai, serta Hindu dan Buddha yang pada umumnya adalah para pendatang. alat musik tradisional saluang, bansi, talempong, rabab, dan gandang tabuik. , keunikan adat matrilineal dan kebiasan merantau masyarakatnyaBeberapa contoh makanan dari Sumatera Barat yang sangat populer adalah Rendang, Sate Padang, Dendeng Balado, Ayam Pop, Soto Padang, dan Bubur KampiunRumah adat Sumatera Barat disebut Rumah Gadang KOTA PADANG
Kota Padang adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini adalah pusat perekonomian, pendidikan, kesehatan dan pelabuhan di Sumatera Barat. Saat ini kota Padang sedang berbenah ke arah pembangunan kepariwisataan (2006). Kota Padang terletak di pantai barat pulau Sumatra dan berada antara 044'00" - 108'35" LS serta antara 10005'05" - 10034'09" BT. Menurut PP No. 17 Tahun 1980, Luas Keseluruhan Kota Padang adalah 694,96 km; atau setara dengan 1,65 persen dari luas Provinsi Sumatera Barat. Dari luas tersebut lebih dari 60% nya yaitu 434,63 km merupakan daerah perbukitan yang ditutupi hutan lindung, baru selebihnya merupakan daerah efektif perkotaan. Kota Padang memiliki garis pantai sepanjang 84 km dan pulau kecil sebanyak 19 buah diantaranya yaitu Pulau Sikuai di Kecamatan Bungus Teluk Kabung seluas 38,6 km, Pulau Toran di kecamatan Padang Selatan seluas 25 km, dan Pulau Pisang Gadang seluas 21,12 km juga di Kecamatan Padang Selatan. Daerah perbukitan membentang dibagian timur dan selatan kota. Bukit-bukit yang terkenal di Kota Padang antara lain, Bukit Lampu, Gunung Padang, Bukit Gado- Gado, Bukit Pegambiran, dll Wilayah daratan Kota Padang ketinggiannya sangat bervariasi, yaitu antara 0 m sampai 1.853 m di atas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Kilangan. Kota Padang memiliki banyak sungai, yaitu 5 sungai besar dan 16 sungai kecil, dengan sungai terpanjang yaitu Sungai Batang Kandis sepanjang 20 km. Tingkat curah hujan Kota Padang mencapai rata-rata 405,58 mm per bulan dengan rata-rata hari hujan 17 hari per bulan pada tahun 2003. suhu udaranya cukup tinggi yaitu antara 23- 32 C pada siang hari dan pada malam hari adalah antara 22-28 C. Kelembabannya berkisar antara 78-81%.
Kabupaten Agam Kabupaten Agam adalah sebuah kabupaten yang terletak di di provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Ibu kotanya berada di Lubuk Basung. Di kabupaten ini terdapat Danau Maninjau yang terkenal. Kabupaten Agam memiliki wilayah seluas 2.232,30 km; dan penduduknya berjumlah sekitar 500.000 jiwa. Bupati Kabupaten Agam adalah Aristo Munandar yang terpilih untuk kedua kalinya pada tahun 2005. Kata "agam" diambil dari bahasa Aceh, yang berarti "laki-laki", hal ini menunjukkan bahwa suku Minangkabau masih memiliki ikatan sejarah dengan suku Aceh Namun menurut Tambo, Agam adalah salah satu dari Luhak Nan Tuo yakni Luhak Agam, Luhak Tanah Datar, Luhak 50 Koto. Nama Agam sendiri diambil dari tumbuhan mensiang Agam yang ditemukan di sekitar Luhak (sumur) Terdapat 15 kecamatan di kabupaten ini. Kelima belas kecamatan tersebut dibagi lagi kepada 81 nagari. LUBUK BASUNG
Luas wilayah seluruhnya 33,226 Ha, atau sekitar 6,33% dari luas Kabupaten Agam. Kecamatan yang berkedudukan pada ketinggian rata- rata dari atas permukaan laut 102 meter, dan suhu udara maksimum mencapai 30 C dan minimum mencapai 25 C memiliki batas-batas administratif wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara: Kecamatan IV Nagari b. Sebelah Selatan: Kabupaten Padang Pariaman c. Sebelah Timur: Kecamatan Tanjung Raya d. Sebelah Barat: Kecamatan Tanjung Mutiara Dengan pindahnya pusat pemerintahan Kabupaten Agam dari Bukittinggi ke Lubuk Basung pada tanggal 19 Juli 1993 secara defacto kemudian diperkuat dengan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 8 Tahun 1998, maka Lubuk Basung dengan pusat pemerintahan dipindahkan ke Manggopoh. Setelah memasuki era otonomi daerah, istilah desa dan sistem pemerintahan didalamnya diubah menjadi nagari dengan sistem pemerintahan yang berpola kepada adat istiadat masyarakat Kabupaten Agam. Dengan demikian wilayah Kecamatan Lubuk Basung terbagi kedalam 5 Nagari dengan 26 jorong. Kota Pariaman
Secara geografis Kota Pariaman yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Padang Pariaman terletak antara 0034 0042 Lintang Selatan dan 10006 100012 bujur Timur. Jumlah penduduk Kota Pariaman tahun 2000 adalah 73.762 orang. Terbentuk pada tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2002, Kota Pariaman merupakan pemekaran dari Kabupaten Padang Pariaman. Pariaman, yang berarti daerah yang aman, memiliki wilayah seluas 73,36 km2 (0,17% dari luas Propinsi Sumatera Barat). Batas administrasi Kota Pariaman adalah : Sebelah barat : Samudera Indonesia Sebelah timur : Kabupaten Padang Pariaman Sebelah utara : Kabupaten Padang Pariaman Sebelah selatan : Kabupaten Padang Pariaman Kota yang sebelumnya berstatus kota administratif di Kabupaten Padang Pariaman memiliki tiga kecamatan yaitu Kecamatan Pariaman Utara, Kecamatan Pariaman Tengah, dan Kecamatan Pariaman Selatan yang terbagi menjadi 55 desa dan 16 kelurahan. Walaupun bukan lagi sebagai bagian kabupaten, secara fisik Kota Pariaman belum begitu sempurna untuk dapat disebut sebagai kota. Penggunaan lahan terbesar (79,8%) masih berupa sawah, ladang, dan pekarangan. Permukiman penduduk yang sebagian besar terdapat di Kecamatan Pariaman Tengah hanya menempati 17,5% lahan di Kota Pariaman. Topografi sebagian besar Kota Pariaman cenderung datar dan merupakan daerah pantai dengan ketinggian berkisar antara 0 100 m. Dengan ketinggian tersebut maka Kota Pariaman memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya terutama kegiatan perkotaan. Makanan khas sala lauak Pariaman. Bentuknya yang bulat seperti bola pingpong, membuat makanan yang satu ini sangat pas dan nikmat untuk dijadikan sebagai kudapan sehari-hari. Apalagi dengan rasa pedas dan asin yang ditawarkannya membuat lidah kita ketagihan untuk mencoba dan mencobanya lagi. Komposisi bahan yang alami dan tanpa bahan pengawet, menjadikan jaminan keamanan konsumsi untuk sala lauak ini. Bahan-bahan : 400g tepung beras 500 ml air mendidih, campur dengan 1/2 bks royco rasa sapi 1 Ikan asin peda, goreng dan suwir2 2 lb daun kunyit segar, iris halus Bumbu yang dihaluskan: 8 cabe merah 5 siung bawang merah 3 siung bawang putih 2 cm kunyit 2 cm jahe 1/2 sdt garam Petunjuk pembuatan : 1. Letakkan tepung beras dalam wadah 2. Masukkan bumbu halus dan irisan daun kunyit 3. Masukkan 500 ml air mendidih sedikit, sedikit sambil diaduk dgn sedok kayu 4. Bila sudah agak dingin uleni dengan tangan sampai kalis 5. Ambil adonan sebesar bola pimpong, masukkan ikan asin kedalamnya 6. Tutup kembali (bentuknya jangan terlalu bulat, asal saja) 7. Goreng dalam minyak panas sampai kuning kecoklatan dan matang 8. Sajikan Disini juga tersedia Nasi Sek (Sebungkus Kenyang, nasi ini dibungkus dengan daun pisang), khas Pariaman yang menyajikan hidangan ikan laut yang diolah dengan cita rasa khas Pariaman. Disamping itu pengunjung bisa menikmati aneka gorengan hasil laut seperti udang, kepiting, sala bulek dan tak ketinggalan sate pariaman yang gurih sembari menikmati terbenamnya matahari di ufuk barat. Tepat didepan pantai terdapat pulau Kasiak, Pulau Pandan,dan Pulau Angso Duo. Pada saat-saat tertentu, pengunjung dapat mengunjungi pulau tersebut dengan menggunakan perahu bercadik dari nelayan setempat. Nasi sek selalu dibungkus daun pisang. Inilah yang membuat aromanya begitu khas. Nasi ini biasanya disajikan dengan gulai. Menurut tradisi Pariaman, nasi sek dijual khusus untuk nelayan yang pergi melaut. Namun kini siapa saja boleh menikmatinya.Nasi sek adalah salah satu makanan khas dari daerah Pariaman, Sumatra Barat. Disebut nasi sek karena dulunya dijual seharga sek rupiah dalam bahasa Minang Rp 100. Namun saat ini, seiring dengan semakin tingginya harga, nasi sek sekarang dijual seharga Rp 1000 Kabupaten Tanah Datar
Tanah Datar adalah sebuah kabupaten di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.404,25 km dengan 70 nagari; dan populasi 400.000 jiwa dengan mata pencarian yang utama sebagai petani. Ibu kotanya ialah Batusangkar. Kabupaten ini merupakan pusat kebudayaan Minangkabau. Kabupaten Tanah Datar merupakan Tujuh Kabupaten Terbaik di Indonesia dari 400 kabupaten yang ada. Penghargaan ini diberikan pada tahun 2003 oleh Lembaga International Partnership dan Kedutaan Inggris. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menobatkan kabupaten Tanah Datar sebagai satu dari empat daerah paling berprestasi dan berhasil melaksanakan otonomi daerah.
Kabupaten Tanah Datar merupakan Kabupaten dengan wilayah terkecil di Sumatera Barat dengan luas 133.600 Ha dan terletak diantara dua gunung, yaitu gunung Merapi dan gunung Singgalang. Kondisi alam Kabupaten Tanah Datar didominasi oleh daerah perbukitan, serta memiliki dua pertiga bagian danau Singkarak.
Kota Bukittinggi
Kota Bukittinggi adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Ibu kotanya berada di Bukittinggi. Kabupaten ini secara geografis terletak antara 100,210 100,250 derajat bujur timur dan antara 00,760 00,190 derajat Lintang selatan.
Batas wilayah Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Agam Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Agam Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Agam Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Agam.
Luas wilayah Kota Bukittinggi 25,24 Km2 yang terbagi menjadi tiga kecamatan. Wisata dan belanja adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan kota ini. Keelokan alam di beberapa sisi wilayahnya menjadi daya tarik tersendiri. Pusat perdagangan pun begitu mudah dijumpai. Kota kecil yang luasnya hanya 0,06 persen dari luas Provinsi Sumatera Barat ini populer dengan sebutan Kota Jam Gadang. Jam Gadang yang artinya jam besar menjadi simbol sekaligus pusat keramaian kota. Dari menara tempat berdiri Jam Gadang inilah kegiatan wisata dan belanja bisa segera dimulai.
Pasalnya, tempat-tempat bernuansa sejarah yang menjadi saksi perkembangan kota di masa lalu seperti bekas kediaman Bung Hatta, Benteng Fort de Kock, dan Lubang Jepang berada tak jauh darinya. Kota ini juga memiliki sarana dan prasarana penunjang yang memadai seperti 60 hotel dan 15 biro perjalanan.
Bukittinggi juga dikenal sebagai kota perdagangan dan jasa. Keberadaan Pasar Atas, pasar bawah, dan Pasar Simpang Aur, atau Pasar Aur Kuning cukup dikenal. Pasar Atas adalah salah satu wadah masyarakat melakukan kegiatan ekonomi. Kecuali pasar lainnya yang menjual barang eceran, Pasar Aur Kuning khusus melayani permintaan barang dalam jumlah besar atau grosir. Sama halnya dengan Pasar Tanah Abang Jakarta, demikian pula masyarakat setempat menyebut pasar ini sebagai Tanah Abangnya Bukittinggi. Pasar Aur Kuning adalah yang terbesar dengan menempati bangunan 12.872 meter persegi. Di dalamnya terdapat 1.340 unit toko dan petak los 3.557 unit yang semuanya terisi penuh.
Kabupaten Padang Pariaman
Kabupaten Padang Pariaman secara geografis terletak antara 0o11 - 0o49 LS dan antara 98o36 - 100o28 BT. Kabupaten ini sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Agam, sebelah selatan berbatasan dengan Kotamadya Padang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar, dan sebelah barat berbatsan dengan Samudera Hindia. Kabupaten Padang pariaman ini memiliki luas wilayah 1.328,79 Km2. Secara administratif, Kabupaten Padang Pariaman terbagi menjadi tujuh belas Kecamatan adan 46 Kelurahan. Pada tahun 2006 kabupaten Padang pariaman ini mempunyai jumlah penduduk 381.803 jiwa yang terdiri dari182.570 jiwa pria dan 199.233 jiwa wanita dengan tingkat kepadatan penduduknya sendiri mencapai 287,30 per Km2. Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 2006 memiliki beberapa komoditi unggulan. Di sektor perkebunan. Komoditi yang dihasilkannya antara lain berupa kelapa dalam sebesar 33.357 ton, kakao sebesar 1.920 ton, dan karet sebesar 1.192 ton. Dilihat dari segi ekonomi, total nilai PDRB yang dicapai Kabupten Padang Pariaman pada tahun 2006 sebesar 2.346.365,52(dalam jutaan rupiah) dengan konstribusi terbesar berasal dari sektor pertanaian, sektor angkutan / komunikasi, dan dari sektor jasa. Kabupaten Padang Pariaman dikenal dengan julukan Piaman Laweh juga terdapat tradisi merantau dan kerja keras dikenal melekat pada masyarakatnya. Ada empat sektor unggulan yang menjadi tumpuan pembangunan yaitu pertanian terutama tanaman bahan pangan, produktivitas padi di Kabupaten ini terbilang bagus. Untuk sektor pariwisata terdapat kegiatan ritual dan sakral yang disebut dengan pesta taubik atau basyafa di Ulakan yang mendapat kunjungan luar biasa sehingga dapat dijadikan sebagai potensi yang meanarik wisatawan nusantara maupun mancanegara selain itu terdapat juga obyek wisata air terjun Lembah anai, air terjun Langkuik, wisata laut di pulau bieh ada pantai Gondaria, pantai arta. Padang Pariaman yang berjuluk daerah jutaan nyiur melambai memiliki potensi kelapa yang bisa diandalkan, kelapa diolah menjdai kopra secara tradisional sehingga bisa memberikan nilai tambah ekonomi kepada masyarakat.
Kabupaten Lima Puluh Kota
Kabupaten Lima Puluh Kota adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sarilamak dengan luas wilayah 3.354,30 km2 dan terletak pada bagian timur wilayah Sumaterat Barat yaitu 00 22 LU dan 00 23LS serta antara 1000 16 1000 51 BT atau 124 km dari Kota Padang.
Jumlah penduduk adalah sebanyak 311.773 jiwa (sensus penduduk 2000). Bupati yang sekarang menjabat adalah H. Amri Darwis dengan Irfendi Arbi sebagai wakil bupati periode 2005-2010. Amri Darwis menggantikan bupati sebelumnya Alis Marajo.
Batas wilayah: Utara : Provinsi Riau Selatan : Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung Barat : Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman Timur : Provinsi Riau
Daerah yang dikenal memiliki falsafah hidup kemasyarakatan yang masih kuat yang biasa diungkapkan dengan kata kata Aienyo Janiah Ikannyo Jinak, Sayaknyo Landai, Dalamnyo nan Indak Taajuak, Dangka nan Indak Tasubarangi . Makna dari ungkapan ini adalah bahwa masyarakat daerah ini suka akan keterbukaan, serta ramah dan bersahabat, namun demikian masyarakat daerah ini sulit untuk didikte oleh orang lain.
Kecamatan Kapur IX merupakan penghasil tanaman gambir terbesar di Indonesia. Gambir bersama dengan karet, semen dan kayu lapis termasuk dalam 10 komoditas utama ekspor Sumatra Barat. Tanaman gambir mengandung zat katechine dan tanin, yang digunakan sebagai bahan baku industri farmasi, kosmetik, penyamak kulit dan industri batik. Volume ekspor gambir provinsi Sumatra Barat tahun 2000 besarnya 1.339.860 kg. Meskipun gambir merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan kabupaten 50
Kota Padang Panjang
Kota Padang Panjang sebagai salah satu daerah Tingkat II di Sumatera Barat yang beriklim sejuk dengan luas 23 km2 membentang 100020 100030 Bujur Timur dan 0027 0032 Lintang Selatan. Wilayahnya berada disekitar Gunung Merapi, Gunung Singgalang dan Gunung Tandikat.
Daerah ini adalah dataran tinggi bergelombang yang memiliki ketinggian antara 650 sampai 850 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan cukup tinggi. Suhu udara maksimum mencapai 26,10C dan minimum 21,80C. Tanahnya merupakan tanah jenis andosol yang subur dan sangat baik untuk usaha pertanian.
Dalam akses perhubungan kota ini sangat mudah dijangkau dari segala arah karena posisinya yang berada di persimpangan jalan Padang, Bukittinggi, Batusangkar dan Solok serta dilewati jalan Lintas Sumatera. Letak geografis yang strategis ini sangat signifikan untuk prospek perkembangan perekonomian kota ini.
Secara keseluruhan kota ini berbatasan dengan wilayah Kabupaten sebagai berikut: : Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar
Jam Gadang Jam Gadang adalah sebuah menara jam yang merupakan markah tanah kota Bukittinggi dan provinsi Sumatra Barat di Indonesia. Simbol khas Sumatera Barat ini pun memiliki cerita dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun. Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazid Sutan Gigi Ameh. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota). Pada masa penjajahan Belanda, jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan, sedangkan pada masa pendudukan Jepang, berbentuk klenteng. Pada masa kemerdekaan, bentuknya berubah lagi menjadi ornamen rumah adat Minangkabau. Ukuran diameter jam ini adalah 80 cm, dengan denah dasar 13x4 meter sedangkan tingginya 26 meter. Pembangunan Jam Gadang yang konon menghabiskan total biaya pembangunan 3.000 Gulden ini, akhirnya menjadi markah tanah atau lambang dari kota Bukittinggi. Ada keunikan dari angka-angka Romawi pada Jam Gadang ini. Bila penulisan huruf Romawi biasanya pada angka enam adalah VI, angka tujuh adalah VII dan angka delapan adalah VIII, Jam Gadang ini menulis angka empat dengan simbol IIII (umumnya IV). Koto Gadang Nagari Kotogadang merupakan salah satu dari 11 nagari yang terletak di Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam. Asal usul Nagari Kotogadang menurut sejarahnya dimulai pada akhir abad ke-17, dimana ketika itu sekelompok kaum yang berasal dari Pariangan Padangpanjang mendaki dan menuruni bukit dan lembah, menyeberangi anak sungai, untuk mencari tanah yang elok untuk dipeladangi dan dijadikan sawah serta untuk tempat pemukiman. Setelah lama berjalan, sampailah di sebuah bukit yang bernama Bukit Kepanasan. Disitulah mereka bermufakat akan membuat teratak, menaruko sawah, dan berladang yang kemudian berkembang menjadi dusun. Lama kelamaan, dikarenakan anak kemenakan bertambah banyak, tanah untuk bersawah dan berladang tidak lagi mencukupi untuk dikerjakan maka dibuatlah empat buah koto. Bercerailah kaum- kaum yang ada di bukit tersebut. Dimana 2 penghulu pergi ke Sianok, 12 penghulu dan 4 orang tua pergi ke Guguk, 6 penghulu pergi ke Tabeksarojo, dan 24 penghulu menetap di Bukit Kepanasan. Karena penghulu yang terbanyak tinggal di koto tersebut maka tempat itu dinamakan Kotogadang. Itulah nagari nagari awal yang membentuk daerah IV Koto. Kaum - kaum yang datang bersama ini kemudian membangun pemukiman dan bernagari dengan tidak melepaskan adat kebiasaan mereka. Dengan bergotong royong mereka membangun rumah-rumah gadang, sehingga sebelum tahun 1879 banyaklah rumah gadang yang bagus berikut dengan lumbungnya. Pada tahun 1879 dan 1880 terjadilah kebakaran besar sehingga memusnahkan perumahan- perumahan tersebut. Penghidupan orang Kotogadang sebelum Alam Minangkabau berada dibawah pemerintah Hindia Belanda ialah bersawah, berladang, berternak, bertukang kayu dan bertukang emas. Pekerjaan bertukang emas anak negeri sangat terkenal di seluruh Minangkabau. Karena berkembangnya penduduk hasil yang diperoleh dari persawahan tidaklah mencukupi lagi. Mulailah orang Kotogadang pergi merantau ke negeri lain seperti Bengkulu, Medan dan lain-lain. Setelah pemerintah Hindia Belanda memerintah Alam Minangkabau, Kotogadang dijadikan ibu nagari dari Kelarasan IV Koto. Dibuatlah susunan pemerintahan yang baru dengan Tuanku Lareh sebagai pemimpin yang memerintah di kelarasan IV Koto dan Penghulu Kepala sebagai pemimpin pemerintahan nagari. Penduduk yang telah bermukim itu tersusun berdasarkan suku dan kaum, dipimpin oleh Penghulu Suku yang disebut Datuk. Kotogadang terbagi atas empat suku yaitu: 1. Sikumbang (a. Sikumbang Mudiak : empat paruik, b. Sikumbang Hilir : empat paruik), Kaum kaum ini dinamakan Sikumbang nan Salapan Hindu 2. Koto (a. Koto nan ampek paruik, b. Koto nan tigo paruik). Kaum kaum ini dinamakan Koto nan Tujuah Paruik 3. Guci / Piliang : Guci terdapat tiga buah paruik (a. Guci Pacah, b. Guci Tabit Hanyir, c. Guci Parit Tahampai). Sedangkan Piliang terdapat tiga buah paruik (a. Piliang Panjang, b. Piliang Kamang / Piliang Tapi, c. Piliang Kampuang Teleng). Kaum kaum ini dinamakan Guci / Piliang nan Anam Panghulu IV.Caniago: 4. Caniago (a. Caniago Tapi, b. Caniago Tangah, c. Caniago Bodi). Kaum kaum ini dinamakan Caniago nan Tigo Ninik Jurai dibagi atas tiga : 1. Jurai Mudiak 2. Jurai Tangah 3. Jurai Hilir Itulah sebabnya dikatakan Kotogadang nan tigo jurai nan ampek suku. MUSEUM ADITYAWARMAN
Museum yang diresmikan 1977 ini terletak di Jalan Diponegoro No. 10, Padang, Sumatera Barat. Luasnya 2,5 hektar. Di halaman museum ada deretan pohon pelindung berupa tanaman hias dan apotek hidup. Arsitekturnya berbentuk rumah adat Minangkabau, Gajah Maharam. Masih di halaman depan museum terdapat dua lumbung padi. Di bagian dalam museum sebelah kiri khusus ruang pengenalan mengenai kekerabatan Minangkabau. Ada singgasana kerajaan lengkap dengan aksesoris yang keseluruhannya berwarna kuning. Selain itu ada beberapa barang bawaan seserahan pengantin khas Sumatera Barat, dan satu set ruang fungsi rumah gadang pada upacara perkawinan. Menurut Dra. Usria D. Kepala Museum Adityawarman koleksi yang ada di museum ini berjumlah 6.000 koleksi yang didapat dari seluruh wilayah Indonesia. Koleksinya terbagi menjadi 10 kelompok, yakni kelompok Geologika/Geografika antara lain permata, granit, andesit, dan alat pemetaan.
Kelompok Biologika (rangka manusia, hewan, dan tumbuhan), Etnografika (budaya yang menggambarkan identitas suatu etnis), Arkeologika (benda hasil budaya pra-sejarah sampai masuk budaya barat), Historika (Benda sejarah yang berkaitan dengan organisasi, tokoh dan negara), Numismatika /Heraldika (mata uang atau alat tukar/ tanda jasa berupa pangkat, cap, stempel), Filolo-gika (naskah kuno), Keramologika (barang pecah belah), Seni Rupa (seni pengalaman artistik melalui obyek-obyek 2 dan 3 dimensi), dan Teknalogika (benda yang menggambarkan teknologi tradisonal dan modern).
Museum tidak saja mengoleksi benda-benda bersejarah dari Sumbar, akan tetapi juga dari suku-suku bangsa yang ada di Nusantara.
PADANG KOTA LAMA
Berada + 3 Km dari pusat kota Padang. Kawasan ini gabungan dari pelabuhan tua Sungai Batang Arau dengan bangunan peninggalan kolonialnya yang masih utuh, Gunung Padang dengan kuburan Chinanya, serta sebuah Klenteng tua berusia lebih dari 200 tahun. Menurut sejarahnya Kota Padang dimulai dari sini.
Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dikawasan ini adalah menyaksikan bangunan tua, panorama bukit dan pelabuhan tua dengan kapal-kapal ukuran kecil dan mengagumi kota tua.
Danau Maninjau Danau Maninjau adalah sebuah danau di kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Danau ini terletak sekitar 140 kilometer sebelah utara Kota Padang, ibukota Sumatera Barat, 36 kilometer dari Bukittinggi, 27 kilometer dari Lubuk Basung, ibukota Kabupaten Agam. Maninjau yang merupakan danau vulkanik ini berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Luas Maninjau sekitar 99,5 km dan memiliki kedalaman maksimum 495 meter. Cekungannya terbentuk karena letusan gunung yang bernama Sitinjau (menurut legenda setempat), hal ini dapat terlihat dari bentuk bukit sekeliling danau yang menyerupai seperti dinding. Menurut legenda di Ranah Minang, keberadaan Danau Maninjau berkaitan erat dengan kisah Bujang Sembilan. Danau Maninjau merupakan sumber air untuk sungai bernama Batang Antokan. Di salah satu bagian danau yang merupakan hulu dari Batang Antokan terdapat PLTA Maninjau. Puncak tertinggi diperbukitan sekitar Danau Maninjau dikenal dengan nama Puncak Lawang. Untuk bisa mencapai Danau Maninjau jika dari arah Bukittinggi maka akan melewati jalan berkelok-kelok yang dikenal dengan Kelok 44 sepanjang kurang lebih 10 km mulai dari Ambun Pagi sampai ke Maninjau. Danau ini tercatat sebagai danau terluas kesebelas di Indonesia. Sedangkan di Sumatera Barat, Maninjau merupakan danau terluas kedua setelah Danau Singkarak yang memiliki luas 129,69 km yang berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok. Di sekitar Danau Maninjau terdapat fasilitas wisata, seperti Hotel(Maninjau Indah Hotel, Pasir Panjang Permai) serta penginapan dan restoran. Pandai Sikek Pandai Sikek merupakan nama salah satu kanagarian di Kabupaten Tanah Datar. Bila anda datang dari kota Padang, lokasinya tak jauh setelah melewati Lembah Anai sebelum masuk ke kota Bukit Tinggi sekitar 15 menit dari Lembah Anai. Pandai Sikek berada di sebelah kiri jalan. Jangan sampai terlongsong. Perhatikan tanda jalan, ada papan reklame yang menandakan lokasi Pandai Sikek. Masuklah ke dalam sekitar satu kilometer Setelah itu baru didapati sejumlah toko penjual kain songket. Di Padang ada pula pengerajin songket Pandai Sikek ini. Nama tempatnya Rumah Bagonjong. Terletak di Jalan Raya Bungus sekitar lima kilometer dari pusat Kota Padang. Tempat itu menjadi salah satu homebase craft (pusat kerajinan tangan) di Padang. Di sana tidak hanya mengerjakan tenunan Pandai Sikek saja, tetapi juga menjadi semacam sekolah bagi anak gadis yang ingin belajar menenun. Di Sumatra Barat ini, dulunya, setiap anak gadis harus bisa menenun. Tradisi seperti itu sepertinya hendak dilakukan oleh Rumah Bagonjong. Nelvi pengelola Rumah Bagonjong kepada Singgalang mengatakan, saat ini terdapat 20 gadis yang menenun. Sudah sejak lama ia mendidik para penenun muda agar bisa terampil. Mereka itu pemula yang dididik sejak nol. Lalu diberilah ilmu kemudian dipraktikan. Untuk menenun, mereka bisa belajar hanya tiga hari saja. Tapi kalau ukuran mahir, membutuhkan waktu satu tahun. Kami juga membuat sistem sel. Penenun yang sudah mahir bisa menenun sendiri dan kemudian menjualnya kepada kami. Seperti menciptakan home industri dari rumah ke rumah, katanya lagi. Bahkan, ia pun acapkali memberikan bantuan modal bagi yang ingin buka usaha sendiri. Hasilnya pun dibagi dengan adil. Setelah modal dikembalikan, keuntungan dibagi dua. Menggali corak Untuk membuat satu kain songket paling lama dibutuhkan waktu lima bulan. Hasilnya sudah pasti dijamin bagus dan halus. Harganya pun tidak main-main, sekitar Rp10 juta. Ada pula kain songket yang dibuat hanya dalam waktu sepuluh hari saja. Harganya pun tidak lah terlalu mahal, bisa dibeli dengan harga Rp200 ribu saja. Bermacam-maam pula corak kain tenun songket Pandai Sikek asal Sumbar ini. Ada yang nama motifnya pucuak rabuang, batang pinang, susun siriah, sirangkak, paku rabah serta bayam. Nama motif itu baru sebagian kecil saja. Tercatat, model motif itu bisa mencapai 1.100 jenis. Dalam satu kain songket, motif tersebut dipadukan sehingga menghasilkan model songket yang indah. Untuk diketahui, motif tersebut asli Sumbar. Seorang peneliti ain songket pernah mengatakan, motif milik Sumbar tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda dengan songket daerah lain, ini sudah diakui dunia, kata Nelvi. Daerah lain pun punya kain songket juga. Tapi milik Pandai Sikek tidak bisa ditiru siapapun. Hitungan benang untuk ditenun, betul- betul diperhatikan. Motif tersebut bisa berkembang sesuai naluri penenunnya. Atau bisa dikatakan, motif Pandai Sikek tidak kaku dan berbentuk apa saja tergantung inovasi. Ia menjelaskan, saat ini pemerintah perlu mematenkan songket asli Pandai Sikek karena kekhasannya itu. Kalau tidak, bisa saja daerah lain mengklaim songket Pandai Sikek milik mereka. Nelvi mengakui saat ini masih banyak motif Pandai Sikek yang hilang karena sudah jarang digunakan dalam kain. Untuk itu ia saat ini tengah berupaya mencari motif tersebut dengan cara merepro ulang. Motif tersebut dibuat ilustrasinya baik melalui foto, kemudian dituangkan ke kain. Selain membuat kain songket, Rumah Bagonjong juga menghasilkan kebaya dan ukiran Pandai Sikek. Harganya pun tidaklah terlalu mahal berkisar dari Rp200 ribu hingga Rp2 juta. Untuk ukiran Pandai sikek ini ada ciri tersendiri, namanya pahek layang. Jenis ini tidak akan ditemukan di manapun, walau itu kiran asli Jepara. Ngarai Sianok Ngarai Sianok adalah sebuah lembah curam (jurang) yang terletak di perbatasan kota Bukittinggi, dengan Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Lembah ini memanjang dan berkelok sebagai garis batas kota dari selatan ngarai Koto Gadang sampai di Ngarai Sianok Enam Suku, dan berakhir sampai Palupuh. Ngarai Sianok memiliki pemandangan yang indah dan menjadi salah satu objek wisata utama provinsi.Jurang ini dalamnya sekitar 100 m membentang sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m dan merupakan bagian dari patahan yang memisahkan Pulau Sumatera menjadi dua bagian memanjang (Patahan Semangko). Patahan ini membentuk dinding yang curam, bahkan tegak lurus dan membentuklembah yang hijau - hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal) - yang dialiri Batang Sianok (batang berarti sungai, dalam bahasa Minangkabau) yang airnya jernih. Di zaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai kerbau sanget, karena banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai. Batang Sianok kini bisa diarungi dengan menggunakan kano dan kayak yg disaranai oleh suatu organisasi olahraga air "Qurays". Rute yang ditempuh adalah dari Desa Lambah sampai Desa Sitingkai Batang Palupuh selama kira-kira 3,5 jam. Di tepiannya masih banyak dijumpai tumbuhan langka seperti rafflesia dan tumbuhan obat-obatan. Fauna yang dijumpai misalnya monyet ekor panjang, siamang, simpai, rusa, babi hutan, macan tutul, serta tapir. LEGENDA MALIN KUNDANG Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke kampung halaman kelak.
Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau tetapi Malin tetap bersikeras sehingga akhirnya dia rela melepas Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar.Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.
Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya Malin Kundang menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga anak buahnya.
Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menyumpah anaknya "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu".
Tidak berapa lama kemudian Malin Kundang kembali pergi berlayar dan di tengah perjalanan datang badai dahsyat menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Sampai saat ini Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di sebuah pantai bernama pantai Aia Manih, di selatan kota Padang, Sumatera Barat.