Dosen:
Adi Susilo, Pd.D dan Irwan, M.Sc
Oleh:
Ihda Arija Alfi Husna
125090700111001
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013
Kata Pengantar
Alhamdulillahirabbilalamin.
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan serta kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan laporan fieldtrip ini dengan
tepat pada waktunya. Pada kesempatan kali ini, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada
bapak Adi Susilo, Ph.D dan bapak Irwan, M.Sc selaku dosen mata kuliah Geologi yang telah
membimbing kami. Tidak lupa terimakasih kami haturkan kepada orang tua kami yang telah
membantu memberikan motivasi serta nasihat yang bermanfaat dalam proses pembelajaran.
Serta terimakasih kepada rekan-rekan yang telah memberikan motivasi bagi penulisan
makalah ini.
Laporan ini merupakan tugas yang telah diberikan dan berisi tentang hasil
pengidentifikasian lokasi, mineral maupun batuan yang telah dilakukan pada tanggal 11 Mei
2013 di daerah Malang Selatan. Dengan adanya laporan ini, saya mengharapkan dapat
membantu pembaca dalam mengetahui bagaimana dan apa saja yang dibutuhkan
pengidentifikasian di lapangan serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk
penyusunan laporan yang akan datang.
Malang, 02 Juni 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Latar belakang diadakannya kuliah lapangan (fieldtrip) geologi ini adalah untuk
meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang materi-materi geologi (secara teori) yang telah
diberikan dalam perkuliahan, yaitu tentang batuan dan mineral. Sehingga, diharapkan
mahasiswa dapat mengetahui bagaimana bentukbentuk fisik dari suatu singkapan,
bagaimana karakteristik suatu batuan serta bagaimana proses terjadiannya batuan dan mineral
itu sendiri di alam.
Teori dasar yang diberikan di dalam perkuliahan pada umumnya bersifat ideal
sehingga lebih mudah dimengerti dan dibayangkan. Namun pada kenyataan di lapangan, apa
yang diamati tidaklah semudah yang penulis bayangkan. Sehingga,
diperlukan suatu
penelitian lebih lanjut dan secara langsung mengenai kenampakan objek-objek geologi
batuan dan mineral agar didapatkan suatu pemahaman yang diharapkan. Penelitian secara
langsung ini dapat dilakukan melalui kuliah lapangan (fieldtrip). Selain itu, penelitian di
lapangan merupakan penelitian yang sesungguhnya. Karena pada dasarnya, sebuah teori
terlahir karena adanya penelitian dari alam. Sehingga untuk membuktikan serta
membandingkan kebenaran dari hasil teori yang telah ada, maka kuliah lapangan (fieldtrip)
ini perlu dan mutlak untuk dilakukan. Sehingga, mahasiswa tidak hanya memahami teori
dengan menerima materi tersebut secara mentah saja. Namun, mahasiswa dituntut untuk
mampu menganalisa dengan baik apabila dihadapkan secara langsung di lapangan.
1.2 Tujuan
Tujuan diadakannya fieldtrip dalam mata kuliah Geologi ini adalah untuk
melakukan pengamatan secara langsung mengenai batuan dan mineral pada beberapa tempat
yang berada di daerah Malang Selatan. Sehingga, mahasiswa dapat melakukan penelitian
secara langsung mengenai kenampakan objek-objek geologi batuan dan mineral. Dan
diharapkan mahasiswa geofisika dapat memahami keadaan yang sebenarnya di lapangan.
1.3 Waktu Penelitian
Fieldtrip dilaksanakan di daerah Malang Selatan pada hari Sabtu tanggal 11 Mei 2013.
Perjalanan dimulai dari kampus Universitas Brawijaya, Malang pada pukul 06.30 WIB
menuju stopsite lokasi pertama yaitu Desa Druju. Dari Desa Druju pada pukul 09.00 WIB
dan tiba pada stopsite lokasi kedua yaitu di Desa Argotirto (pertambangan piropilit) pada
pukul 10.00 WIB. Perjalanan dilanjutkan lagi menuju stopsite lokasi ketiga yaitu Desa
Sumberagung, dari Desa Argotirto pada pukul 11.00 WIB dan tiba di Desa Sumberagung
pada pukul 12.00 WIB. Kemudian dilanjutkan ke stopsite lokasi keempat, yaitu Desa Kedung
Bantheng. Dari Desa Sumberagung pada pukul 12.30 WIB dan tiba di Desa Kedung
Bantheng pada pukul 12.45 WIB. Stopsite lokasi pengamatan kelima adalah di Desa
Sidamulya, dari Desa Kedung Bantheng menuju Desa Sidamulya adalah pada pukul 13.00
WIB 13.30 WIB. Dan stopsite lokasi pengamatan terakhir adalah di Bajul Mati. Tiba di
lokasi ini pada pukul 14.45 WIB dan dilanjutkan perjalanan menuju Pantai Bajul Mati pada
pukul 15.00 WIB untuk beristirahat, sholat dan makan. Perjalanan kembali ke Malang adalah
pukul 17.00 WIB dan tiba di Universitas Brawijaya Kembali pada pukul 19.00 WIB.
1.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
.
2.1
bagian selatan termasuk dataran tinggi yang cukup luas dan cocok untuk industri,
bagian utara termasuk dataran tinggi yang subur, sehingga cocok untuk pertanian,
bagian timur merupakan dataran tinggi dengan keadaan kurang kurang subur dan
bagian barat merupakan dataran tinggi yang amat luas menjadi daerah pendidikan
Jawa Timur dibagi atas 4 bagian antara lain (Bemmelen, 1949):
Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi
dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) :
Pringgoprawiro (1983) membagi morfologi Zona Kendeng menjadi tiga satuan yang
masing-masing membentang dari barat ke timur, yaitu:
Satuan morfologi perbukitan bergelombang, ditunjukkan oleh jajaran bukit-bukit rendah
dengan ketinggian antara 50-100 meter diatas permukaan laut yang mencerminkan lipatan
batuan sedimen. Satuan ini nyaris secara keseluruhan disusun oleh litologi napal abu-abu.
Satuan morfologi perbukitan terjal, yang merupakan inti Pegunungan Kendeng dengan
ketinggian rata-rata 350 meter diatas permukaan laut, tipe genetik sungainya adalah tipe
konsekuen, subsekuen, dan insekuen. Litologi yang menyusun satuan ini, sebagian besar
adalah batugamping dan batupasir. Satuan morfologi dataran rendah, yang disusun oleh
endapan aluvial yang terdapat di Ngawi (Bengawan Solo) dan dataran Sungai Brantas di
timur.
Zona Kendeng dapat dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan atas perbedaan stratigrafi
dan perbedaan intensitas tektoniknya (Bemmelen, (1949)) yaitu:
1.
Kendeng Barat, Kendeng Barat meliputi daerah yang terbatas antara Gunung Ungaran
hingga daerah sekitar Purwodadi dengan singkapan batuan tertua berumur Oligo-Miosen
Bawah yang diwakili oleh Formasi Pelang. Batuannya mengandung bahan volkanis. Daerah
ini memiliki struktur geologi yang rumit yaitu banyak sesar sesar sungkup.
2.
Kendeng Tengah, Kendeng Tengah mencakup daerah Purwodadi hingga Gunung Pandan
batuan tertua yang tersingkap berumur Miosen Tengah. Daerah ini terdiri dari sedimen
bersifat turbidit (laut dalam) yang diwakili oleh formasi Kerek dan Formasi Kalibeng,
prosentase kandungan bahan piroklastik dalam batuan sedimen menurun kearah Utara,
dengan pola struktur geologi yang kurang rumit.
3.
Kendeng Timur, Kendeng Timur terdiri dari endapan-endapan Kenozoikum Akhir yang
tersingkap diantara Gunung Pandan dan Mojokerto, berumur Pliosen dan Plistosen. Struktur
geologinya adalah lipatan dengan sumbu-sumbu lipatannya yang menggeser ke utara dan
menunjam ke timur.
Berdasarkan letak geografis dan umur dari batuan yang tersingkap, jika dimasukkan
dalam pembagian zona Kendeng oleh van Bemmelen, (1949); de Genevraye dan Samuel,
(1973) daerah penelitian termasuk kedalam daerah Kendeng Timur.
Pembagian zona fisiografi Jawa yang dibuat oleh Van Bemmelen (1949). Pada
dasarnya juga mencerminkan aspek struktur dan stratigrafinya (tektonostratigrafi).
Berdasarkan aspek struktur dan stratigrafi, Smyth et al. (2005) membagi Jawa bagian timur
menjadi empat zona tektonostratigrafi, dari selatan ke utara: (1) Zona Pegunungan Selatan
(Southern Mountain Zone), (2) Busur Volkanik masa kini (Present-day Volcanic Arc), (3)
Zona Kendeng (Kendeng Zone), dan (4) Zona Rembang (Rembang Zone).
a.
b.
Basement
Pada daerah Jawa Timur tidak ditemukan adanya batuan Basement, batuan basement
ini ditemukan tersingkap pada bagian barat Jawa Timur yaitu di Kompleks Basement
Karangsambung dan Bukit Jiwo. Batuan yang tersingkap terdiri atas ofiolite dan potongan
busur kepulauan.
c.
Zona yang terletak diantara Busur Volkanik masa kini dan Zona Rembang ini
merupakan deposenter utama endapan Eosen-Miosen dan mengandung sekuen yang tebal
sedimen volkanogenik dan pelagik. Zona ini sekarang merupakan lajur lipatan dan sesar
anjakan berarah barat-timur.
d.
daerah lepas pantai Cekungan Jawa Timur, sedangkan arah Sakala berkembang sampai ke
daratan Jawa bagian timur. Struktur arah Meratus adalah strukturyang sejajar dengan arah
jalur konvergensi Kapur Karangsambung-Meratus.
Pada awal Tersier, setelah jalur konvergensi Karangsambung-Meratus tidak aktif,
jejak-jejak struktur arah Meratus ini berkembang menjadi struktur regangan dan membentuk
pola struktur tinggian dan dalaman seperti, dari barat ke timur, Tinggian Karimunjawa,
Dalaman Muria-Pati, Tinggian Bawean, Graben Tuban, JS-1 Ridge, dan Central
Deep.Endapan yang mengisi dalaman ini, ke arah timur semakin tebal, yang paling tua
berupa endapan klastik terestrial yang dikenal sebagai Formasi Ngimbang berumur Eosen.
Distribusi endapan yang semakin tebal ke arah timur ini menunjukkan pembentukan struktur
tinggian dan dalaman ini kemungkinan tidak terjadi secara bersamaan melainkan dimulai dari
arah timur. Struktur arah Sakala yang berarah barat-timur saat ini dikenal sebagai zona sesar
mendatar RMKS (Rembang-Madura-Kangean-Sakala). Pada mulanya struktur ini merupakan
struktur graben yang diisi oleh endapan paling tua dari Formasi Pra-Ngimbang yang berumur
Paleosen-Eosen Awal (Phillips et al., 1991; Sribudiyani et al., 2003). Graben ini kemudian
mulai terinversi pada Miosen menjadi zona sesar mendatar RMKS. Berdasarkan sedimen
pengisi cekungannya dapat disimpulkan sesar arah Meratus lebih muda dibandingkan dengan
sesar arah Sakala. Geologi Regional Jawa oleh Martojoyo mempunyai 3 arah utama yaitu
Pola Meratus yang berarah Baratdaya-Timurlaut, Pola Jawa-Sakala yang berarah Barat-Timur
dan Pola Sunda yang berarah Baratlaut-Tenggara (Widyaningsih, 2004).
Menurut Noor (2009), susunan interior bumi dapat diketahui berdasarkan dari sifat
sifat fisika bumi (geofisika). Sebagaimana kita ketahui bahwa bumi mempunyai sifat-sifat
fisik seperti misalnya gaya tarik (gravitasi), kemagnetan, kelistrikan, merambatkan
gelombang (seismik), dan sifat fisika lainnya. Melalui sifat fisika bumi inilah para akhli
geofisika mempelajari susunan bumi, yaitu misalnya dengan metoda pengukuran gravitasi
bumi (gaya tarik bumi), sifat kemagnetan bumi, sifat penghantarkan arus listrik, dan sifat
menghantarkan gelombang seismik. Metoda seismik adalah salah satu metoda dalam ilmu
geofisika yang mengukur sifat rambat gelombang seismik yang menjalar di dalam bumi. Pada
dasarnya gelombang seismik dapat diurai menjadi gelombang Primer (P) atau gelombang
Longitudinal dan gelombang Sekunder (S) atau gelombang Transversal. Sifat rambat kedua
jenis gelombang ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari material yang dilaluinya. Gelombang P
dapat menjalar pada material berfasa padat maupun cair, sedangkan gelombang S tidak dapat
menjalar pada materi yang berfasa cair. Perpedaan sifat rambat kedua jenis gelombang inilah
yang dipakai untuk mengetahui jenis material dari interior bumi.
yang berfase semi-plastis yang saat ini dikenal sebagai tempat dimana kerakbumi (lempeng
lempeng bumi) bersifat mobil dan setiap lempeng saling bergerak.
2.2.1. Batuan Dan Mineral
2.2.1.1 Mineral
Mineral merupakan benda bentukan alam, padat, mempunyai struktur dalam
komposisis kimia (anorganik) tertentu dengan variasi komposisi kimia yang sangat terbatas.
a. Sifat Fisik Mineral
Terdapat dua cara untuk dapat mengenal suatu mineral, yang pertama adalah dengan
cara mengenal sifat fisiknya. Yang termasuk dalam sifat fisik mineral adalah (1) bentuk
kristalnya, (2) berat jenis, (3) bidang belah, (4) warna, (5) kekerasan, (6) goresan, dan (7)
kilap. Adapun cara yang kedua adalah melalui analisa kimiawi atau analisa difraksi sinar X,
cara ini pada umumnya sangat mahal dan memakan waktu yang lama. Berikut ini adalah
sifat-sifat fisik mineral yang dapat dipakai untuk mengenal mineral secara cepat, yaitu (Noor,
2009):
1.
Bentuk kristal (crystall form): Apabila suatu mineral mendapat kesempatan untuk
berkembang tanpa mendapat hambatan, maka ia akan mempunyai bentuk kristalnya yang
khas. Tetapi apabila dalam perkembangannya ia mendapat hambatan, maka bentuk kristalnya
juga akan terganggu. Setiap mineral akan mempunyai sifat bentuk kristalnya yang khas, yang
merupakan perwujudan kenampakan luar, yang terjadi sebagai akibat dari susunan kristalnya
didalam. Bentuk bentuk kristal antara lain adalah (gambar 3.1): Triklin, Monoklin,
Tetragonal, Orthorombik, Hexagonal, Kubik, Trigonal dll.
2.
Berat jenis (specific gravity): Setiap mineral mempunyai berat jenis tertentu. Besarnya
ditentukan oleh unsur-unsur pembentuknya serta kepadatan dari ikatan unsur-unsur tersebut
dalam susunan kristalnya.
3.
Bidang belah (fracture): Mineral mempunyai kecenderungan untuk pecah melalui suatu
bidang yang mempunyai arah tertentu. Arah tersebut ditentukan oleh susunan dalam dari
atom-atomnya. Dapat dikatakan bahwa bidang tersebut merupakan bidang lemah yang
dimiliki oleh suatu mineral.
4.
Warna (color): Warna mineral memang bukan merupakan penciri utama untuk dapat
membedakan antara mineral yang satu dengan lainnya. Namun paling tidak ada warnawarna
yang khas yang dapat digunakan untuk mengenali adanya unsur tertentu didalamnya. Sebagai
contoh warna gelap dipunyai mineral, mengindikasikan terdapatnya unsur besi. Disisi lain
mineral dengan warna terang, diindikasikan banyak mengandung aluminium.
5.
Kekarasan (hardness): Salah satu kegunaan dalam mendiagnosa sifat mineral adalah
dengan mengetahui kekerasan mineral. Kekerasan adalah sifat resistensi dari suatu mineral
terhadap kemudahan mengalami abrasi (abrasive) atau mudah tergores (scratching).
Kekerasan suatu mineral bersifat relatif, artinya apabila dua mineral saling digoreskan satu
dengan lainnya, maka mineral yang tergores adalah mineral yang relative lebih lunak
dibandingkan dengan mineral lawannya. Skala kekerasan mineral mulai dari yang terlunak
(skala 1) hingga yang terkeras (skala 10) diajukan oleh Mohs dan dikenal sebagai Skala
Kekerasan Mohs.
6.
Goresan pada bidang (streak): Beberapa jenis mineral mempunyai goresan pada
bidangnya, seperti pada mineral kuarsa dan pyrit, yang sangat jelas dan khas.
7.
Kilap (luster): Kilap adalah kenampakan atau kualitas pantulan cahaya dari permukaan
suatu mineral. Kilap pada mineral ada 2 (dua) jenis, yaitu Kilap Logam dan Kilap NonLogam. Kilap Non-logam antara lain, yaitu: kilap mutiara, kilap gelas, kilap sutera, kilap
resin dan kilap tanah.
b.
Oksida, Terbentuk sebagai akibat perseyawaan langsung antara oksigen dan unsur tertentu.
Susunannya lebih sederhana dibanding silikat. Mineral oksida umumnya lebih keras
dibanding mineral lainnya kecuali silikat. Mereka juga lebih berat kecuali sulfida.
Sulfida, Merupakan mineral hasil persenyawaan langsung antara unsur tertentu dengan sulfur
(belerang), seperti besi, perak, tembaga, timbal, seng dan merkuri. Beberapa dari mineral
sulfide ini terdapat sebagai bahan yang mempunyai nilai ekonomis, atau bijih, seperti pirit
(FeS3), chalcocite (Cu2S), galena (PbS), dan sphalerit (ZnS).
Karbonat dan Sulfat. Merupakan persenyawaan dengan ion (CO3)2, dan disebut karbonat,
umpamanya persenyawaan dengan Ca dinamakan kalsium karbonat, CaCO3 dikenal
sebagai mineral kalsit. Mineral ini merupakan susunan utama yang membentuk batuan
sedimen.
2.2.1.2 Batuan
Batuan adalah benda alam yang menjadi penyusun utama muka bumi. Kebanyakan
batuan adalah campuran mineral yang tergabung secara fisik satu dengan yang lainnya.
Beberapa batuan terutama tersusun dari satu jenis mineral saja, dan sebagian kecil lagi
dibentuk oleh gabungan mineral, bahan organik serta bahan- bahan vulkanik. Menurut Noor
(2009), batuan diklasifikasikan menjadi:
1.
Batuan Beku
Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan
yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses
kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas
permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah
cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses
pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan
tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil
dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi (Noor, 2009).
Pengklasifikasian Batuan Beku
1.
a.
b.
Hypabisal, terbentuk pada lingkungan yang tidak jauh dari permukaan bumi.
c.
2.
3.
: Silika >65%
: Silika 65-52%
: Silika 52-45%
: Silika <45%
1.
Nama Batuan
2.
3.
Komposisi Mineral
4.
Tekstur
kristal-kristal.
b)
c)
Ukuran butir :
a)
b)
c)
Porfiritik, yaitu apabila batuan terdiri dari mineral-mineral berbutir kasar (Fenokris) dan
mineral-mineral berbutir halus (masa dasar).
Bentuk Kristal
a)
b)
c)
b)
c)
d)
e)
5.
Pillow Lava, lava yang memperlihatkan struktur seperti kumpulan bantal-bantal, hal ini
disebabkan karena terbentuk dilingkungan laut
Sheeting Joint, struktur seperti lembaran
Columnar Joint, struktur seperti kumpulan tiang-tiang
Vesikular, terjadi akibat keluarnya gas-gas yang terlarut dalam magma karena penurunan
tekanan disekitarnya, atau setelah mencapai permukaan bumi sehingga menyebabkan
terbentuknya lubang-lubang.
Amigdaloidal, struktur vesicular yang terisi oleh mineral
Scoria, struktur vesicular dengan penyebaran lubang-lubang yang saling berhubungan
Masif, secara keseluruhan batuan tidak memperlihatkan struktur tertentu
2. Batuan Sedimen
Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari akumulasi material
hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun
organisme, yang diendapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian
mengalami pembatuan (Endarto, 2009).
Prinsip-prinsip pada batuan sedimen
Menurut Noor (2009), beberapa prinsip dalam batuan sedimen antara lain adalah:
1. Prinsip Horizontality
Merupakan kedudukan awal pengendapan suatu lapisan batuan adalah horisontal, kecuali
pada tepi cekungan memiliki sudut kemiringan asli (initial-dip) karena dasar cekungannya
yang memang menyudut.
2. Prinsip Hukum Superposisi
Dalam kondisi normal (belum terganggu), perlapisan suatu batuan yang berada pada
posisi paling bawah merupakan batuan yang pertama terbentuk dan tertua dibandingkan
dengan lapisan batuan diatasnya.
3. Prinsip Lateral Continuity
Suatu lapisan batuan akan menerus sepanjang jurus perlapisan batuannya. Dengan kata
lain bahwa apabila pelamparan suatu lapisan batuan sepanjang jurus perlapisannya berbeda
litologinya maka dikatakan bahwa perlapisan batuan tersebut berubah facies. Dengan
demikian, konsep perubahan facies terjadi apabila dalam satu lapis batuan terdapat sifat,
fisika, kimia, dan biologi yang berbeda satu dengan lainnya.
Menyudut (angular)
b)
c)
d)
Membundar (rounded)
e)
Kemas
6.
Porositas, adalah perbandingan volume rongga-rongga pori terhadap volume total seluruh
batuan dan dinyatakan dengan persen.
7.
Pemilahan
Terpilah baik (well sorted), besar butirnya seragam.
Terpilah menengah (medium sorted), besar butirnya relatif seragam.
Terpilah buruk (poor sorted), beasr butirnya tidak seragam.
8.
9.
Kandungan Fosil
Metamorfisme kontak
adalah proses metamorf akibat dari pengaruh temperatur yang tinggi.
2.
Metamorfisme Regional
adalah proses metamorf akibat dari pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi.
3.
Metamorfisme Dinamik
adalah proses metamorf akibat dari pengaruh tekanan yang tinggi.
Berdasarkan Teksturnya, batuan metamorf dibagi menjadi dua :
a. Tekstur Foliasi, ditunjukkan dengan kenampakan berlembar atau berlapis.
b. Tekstur Non Foliasi, ditunjukkan dengan kenampakan tidak berlembar atau berlapis.
2.2.2. Kekar atau Joint
Kekar merupakan rekahan tanpa atau tidak mengalami pergeseran pada bidang
rekahannya.
Gejala struktur yang paling umum terdapat pada batuan adalah kekar(joint). Kekar
adalah struktur yang paling sulit dipelajari karena dapat terbentuk pada setiap kejadian
geologi.
2.2.3.
2.2.4.
Prinsip pada metode Orientasi Lapangan ini adalah dengan cara memplot Lokasi
pengamatan/singkapan (stasiun) berdasarkan pada orientasi terhadap sungai, puncak-puncak
bukit/gunung, Kota, Desa, dll. Titik patokan yang digunakan dalam metode ini adalah daerah
yang dikenal di lapangan dan berada dalam peta dasar (topografi)
b.
Metode Lintasan Kompas (Compass Traverse)
Prinsip pada metode lapangan ini adalah dengan cara menentukan lintasan sebelumnya
dengan kontrol arah kompas sesuai rencana lintasan.
c.
Metode Pita Ukur dan Kompas (Tape and Compass Traverse)
Alat yang digunakan dalam metode ini adalah kompas dan pita ukur atau skala geologi
(biasanya berukuran 5-50 m). Pada metode ini, arah lintasan dapat ditentukan sesuai dengan
keinginan pemeta. Sehingga dianggap merupakan metode lapangan yang paling teliti, efektif
dan efisien.
1.2 Alat dan Bahan yang Digunakan
1. GPS
GPS merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencari titik koordiat atau posisi yang
terdiri dari titik koordinat S (lintang selatan), E (bujur timur) dan Elevasi (ketinggian).
2. Palu Geologi
Palu geologi dapat digunakan untuk memecahkan batu, mengambil mineral dan fosil dari
singkapan batuan, mencari singkapan atau mencari sampel yang diinginkan, membersihkan
singkapan dari tanah atau vegetasi lain yang menutupinya dan dapat membantu ketika
pendakian.
3. Alat Tulis
Alat tulis terdiri dari papan dada, pensil, bolpoin dan beberapa lembar kertas HVS. Alat
tulis ini digunakan untuk mencatat setiap materi dan hasil pengamatan yang telah dilakukan
dari stopsite satu ke stopsite lain.
4. HCl 0,1 N
HCl digunakan untuk menguji ada atau tidaknya kandungan karbonat dalam suatu batuan
yang diamati terutama batuan sedimen. Caranya adalah dengan meneteskan larutan tersebut
pada batuan yang sedang diamati. Apabila batuan tersebut berbuih setelah ditetesi HCl, maka
diindikasikanbatuan tersebut mengandung karbonat, dan sebaliknya.
5. Skala Geologi
Skala geologi biasanya dibuat dari suatu bahan kertas atau bahan lainnya dengan ukuran
tertentu digunakan sebagai sampel perbandingan warna dan besarnya ukuran. Sehingga
apabila sample diambil gambar menggunakan kamera, akan dapat diperkirakan ukuran dan
warna batuan atau mineral yang sebenarnya.
6. Kantung Sampel
Kantung sampel digunakan sebagai tempat untuk menyimpan atau membungkus batuan
atau mineral sample yang telah ditemui dan diteliti.
7. Kamera
Dalam fieldtrip ini, kamera digunakan untuk mengambil gambar sampel batuan, mineral
dan gambar daerah sekeliling tempat ditemukannya batuan atau mineral yang diteliti tersebut
sebagai bukti dilaksanakannya praktikum.
8. Tas Ransel
Tas ransel digunakan sebagai tempat peralatan yang diperlukan untuk dibawa ketika
penelitian sehingga tidak kesulitan untuk dibawa.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1
Gambar 4.1. foto lokasi terindikasi terjadinya patahan turun dan bergerak
Gambar 4.2. foto lokasi terindikasi terjadinya patahan turun dan bergerak
Dari gambar foto maupun gambar melalui penyorotan menggunakan Google Earth,
terlihat jelas bahwa terdapat rendahan dan disampingnya lebih tinggi. Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa daerah yang lebih tinggi tersebut merupakan bukit kapur yang mengalami
patahan sehingga terbentuklah daerah rendahan yang juga mengandung kapur. Dari Gamnbar
4.2, terlihat terdapatnya beberapa pohon yang miring. Dari hasil penelitian, hal ini
mengindikasikan terdapatnya pergerakan tanah dia area perbukitan tersebut.
4.2
daerah pertambangan berada pada koordinat S 08 19.581 (lintang selatan) dan E 112
40.867 (bujur timur) dengan elevasi 490 mdpl. Di daerah tersebut, selain ditemukannya
piropilit juga dietemukan pirit yang berasosiasi dengan piropilit itu sendiri.
4.3
koordinat adalah di titik S 0821.007 (lintang selatan) dan E 11240.450 (bujur timur)
dengan elevasi 287 mdpl. Di daerah ini, batuan yang diteliti adalah batu bara.
zeolit. Cuaca ketika itu cerah dengan posisi koordinat adalah di titik S 0821.276 (lintang
selatan) dan E 11245.017 (bujur timur) dengan elevasi 273 mdpl.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian fieldtrip yang telah dilakukan, peneliti dapat memberikan
kesimpulan bahwa ditemukan beberapa mineral serta batuan di daerah malang selatan yang
mempunyai beberapa manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa mineral dan batuan
tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda menurut tempat asal terbentuknya,
proses terjadinya serta komposisinya. Sehingga mengakibatkan ciri fisik yang berbeda-beda
pada tekstur, struktur, kilap, cerat, warna dan lain sebagainya.
Dalam fieldtrip ini penulis juga menyimpulkan bahwa mengidentifiksi mineral
ataupun batuan secara langsung tidaklah semudah ketika mendapatkan teori mentah begitu
saja. Pengambilan sampelnya pun perlu beberapa alat. Sehingga diperlukan buku panduan
serta beberapa alat untuk membantu memudahkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, R. W. Van. 1949. Geology of Indonesia; vol. IA General Geology. Dikutip dari
http://www.scribd.com/doc/99418710/Geologi-Regional-Pulau-Jawa. pada tanggal 2 Juni
2013, pukul 17.45 WIB.
Endarto, Danang. 2009. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: UNS Pess
Noor, Jauhari. 2009. Pengantar Geologi. Pakuan: CV. Graha Ilmu.
Ulfa, Miftah. 2008. Dikutip dari http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-miftahulfa-30999-32008ta-2.pdf. pada tanggal 2 Juni 2013, pukul 15.45 WIB.
Widyaningsih. 2004. Dikutip dari http://repository.upnyk.ac.id/1195/1/skripsi_Widyaningsih_E_P.pdf.
pada tanggal 2 Juni 2013, pukul 13.45 WIB.