Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

PEMBAHASAN STUDI GEOLOGI


4.1 Kajian Dasar Geologi Komplek Bromo-Tengger
4.1.1 Latar Belakang Erupsi Komplek Bromo-Tengger
Pegunungan Tengger mempunyai sejarah gunungapi yang panjang, dimulai dari
1,4 juta tahun yang lalu. Para ahli gunungapi menamakan pegunungan ini
dengan Komplek Bromo - Tengger, terdiri dari beberapa tubuh gunungapi dengan
pusat erupsi utamanya membentuk busur. Pada masa pertumbuhannya kegiatan
eksplosif dan efusif telah membentuk kerucut Nongkojajar (1,4 0,2 juta tahun
yang lalu), Kerucut Ngadisari (822 90 ribu tahun yang lalu), Kerucut Tengger Tua
(265 40 ribu tahun yang lalu), Kerucut Keciri (tidak diketahui umurnya) dan
Kerucut Cemoro Lawang (144 - 135 30 ribu tahun yang lalu). 1
4.1.2 Studi Erupsi Gunung Bromo2
Gunung bromo sendiri merupakan gunung berapi aktif yang memiliki ketinggian
2.392 meter terhitung dari Mean Sea Level. Semenjang awal abad 18 gunung bromo telah
mengalami erupsi sebanyak 66 kali dengan rerata rentang erupsi 3 tahun. Dengan volume
rerata muatan yang dikeluarkan sebesar 6.4 juta m3. Dengan volume muatan yang
sedemikian besar, persebaran endapan batuan piroklastik berupa ash dan tuff lapili tersebar
hingga hampir keseluruh arah. Menyebabkan terdapatnya lapisan-lapisan ash dan lapili tuff
di sekitar lereng gunung.

1 http://www.vsi.esdm.go.id/
2 Hasil diskusi dengan kepala cabang Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi, Pos Pengamatan Gunung Api Bromo (12/6/2015)

Sepanjang sejarah, karakter erupsi gunung bromo bersifat efusif dan eksplosif dari
kawah pusat, setiap kali erupsi menyemburkan abu, pasir, lapilli, dan kadang-kadang
melontarkan bongkah lava dan bom vulkanik, kecuali pada kegiatan 1980, pada dasar
kawah terbentuk sumbat lava.
Kegiatan G. Bromo pada saat ini umumnya berupa hembusan asap putih tipis hingga
putih tebal dengan ketinggian sekitar 50 m hingga 100 m dari bibir kawah dengan arah
hembusan umumnya berarah Barat dan Baratlaut. Kondisi hembusan asap G. Bromo
biasanya meningkat ketika terjadi curah hujan yang tinggi. Hal ini juga berhubungan dengan
karakteristik letusannya yang berupa letusan freatik yang merupakan hasil kontak antara
magma dengan sistem hidrothermal di tempat tersebut.
Periode erupsi dapat berlangsung pendek yaitu beberapa hari saja (12 - 14 Juni
1860) , tetapi dapat pula berlangsung satu bulan atau lebih secara terus menerus. Interval
erupsi gunungapi Bromo tidak menentu yaitu masa istirahat terpendek kurang dari satu
tahun sedangkan masa istirahat terpanjang 16 tahun.
3

Selama 2 dekade terakhir ini G. Bromo telah meletus sebanyak 3 kali, yaitu tahun
1995, 2000, dan 2004. Interval letusan berkisar pada 4 - 5 tahun. Letusan terakhir G. Bromo
ini umumnya berupa letusan abu dengan tinggi berkisar 300 - 3000 m yang berlangsung
singkat atau terkadang berlangsung beberapa hari dengan lemparan material bisa mencapai
radius 300 - 600 m dari pusat kawah. Letusan G. Bromo ini umumnya menyebabkan
terjadinya hujan abu di daerah sekitar G. Bromo yang pada akhirnya akan membentuk suatu
lapisan ash di daerah sekitar. 4
4.2 Kajian Dasar Geologi Batuan Piroklastik Bromo

Batuan piroklastik merupakan jenis batuan yang cukup berbeda dengan


batuan-batuan sedimen lainnya. Batuan piroklastik merupakan batuan yang
terbentuk akibat keluarnya muatan pada saat terjadi erupsi gunung berapi. karakter
erupsi gunung bromo yang bersifat efusif dan eksplosif dari kawah pusat, menyemburkan
material abu vulkanik, pasir, lapilli, dan kadang-kadang melontarkan bongkah lava dan bom
vulkanik.
Tersebarnya material abu (ash) beserta materlia lainnya menyebebkan meratanya
persebaran pasir, ash dan lapilli serta tuffan. Proses terbentuknya terjadi pada saat proses
pemisahan gas (degassing) dari fase magma, naiknya tekanan ruang magma hingga
melebihi tekanan beban sumbat gunungapi sampai terjadi ledakan/erupsi.
4.2.2 Klasifikasi Batuan Piroklastik Gunung Bromo5
4.2.2.1 Klasifikasi berdasarkan ukuran fragmen batuan
3 Database Badang Geologi Vulkanologi ESDM (3/6/2014)
4 Ibid.
5 Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. (2005)

Berdasarkan ukuran batuannya, batuan piroklastik di bagi kedalam beberapa kelompok


sebagai berikut:

(Sumber: Diktat Kuliah: Departemen Teknik Geologi-UGM, 2012)

Dimana secara umum jenis batuan piroklastik dapat diklasifikasi sebagaimana bagan di
atas. Batuan dengan ukuran yang besar >64 mm dapat membentuk batuan (1) Tuffa
aglomerat (2) Tuffa Breksia (3) Tuffa Breksia-Agglomerate. Adapun ketiga batuan tersebut
dapat terbentuk dalam formasi Blocks dan Bombs. Adapun untuk klasifikasi material batuan
Lapilli dan Ash (Debu) dapat dilihat dalam tabel berikut:

Karakteristik Batuan Piroklastik


Lapili
Lapili stone (Lapili) yang memiliki kenampakan warna yaitu hitam, struktur batuannya
massive, dan derajat kristalisasinya hipokristalin dimana komposisi mineral penyusunnya
mayoritas adalah glass dan kristal, tekstur pada lapili stone ialah fragmental dengan
ukuran batuannya ialah lapili (2-64 mm). Sedangkan bentuk dari lapili stone ialah
fragmental. Petrogenesa dari lapili stone ini ialah terbentuk didalam permukaan, tetapi
mineral ada yang belum membentuk kristal yang utuh. Lapili stone memilki komposisi
mineral dalam batuannya, mineralnya ialah plagioklas dan hornblende (amphibol).
Ash Tuf
Batu Tuff yang memiliki kenampakan warna yaitu putih terang, struktur batuannya
berlapis, derajat kristalisasinya holohyalin dimana komposisi mineral penyusunnya
mayoritas adalah glass, tekstur pada batuan tuff ialah fragmental dengan ukuran
batuannya ialah ash / abu (d < 2 mm).. Petrogenesa dari batuan terbentuk dari hasil
letusan gunung api berupa abu vulkanik yang tersebar pada saat erupsi gunung dan
kemudian diendapkan.
Pumice
Biasa disebut batu apungan/ apung, pumice yang memiliki kenampakan warna yaitu
coklat kemerahan, struktur batuannya massive, sifat batuannya ialah asam, derajat
kristalisasinya holohyalin dimana komposisi mineral penyusunnya mayoritas adalah
glass, tekstur pada batuan pumice ialah glassy dengan ukuran batuannya ialah Bomb (d
> 64 mm). Sedangkan bentuk dari pumice ialah glassy. Petrogenesa dari batuan pumice
ialah terbentuk dari batuan asam yang terbetuk dari letusan gunung api. Pumice sering
disebut batuapung.
4.2.3 Tipe Endapan Genesis Piroklastic6 Gunung Bromo (Komplek Tengger-Bromo)
Endapan piroklastik adalah endapan volkaniklastik primer yang tersusun oleh partikel
(piroklas) terbentuk oleh empsi yang eksplosif dan terendapkan oleh proses volkanik primer
(jatuhan, aliran, surge). Proses erupsi ekplosif yang terlibat dalam pembentukan endapan
piroklastik gunumg Bromo meliputi tiga tipe utama yaitu :
meliputi:
1. Piroklastik Jatuhan
2. Piroklastik Surging dan Aliran
Berikut merupakan penjelasannya
4.2.3.1 Piroklastik Jatuhan (Kasus Gunung Bromo)
Piroklastik aliran adalah jenis batuan piroklastik yang terbentuk akibat adanya aliran
panas dengan konsentrasi tinggi, mudah bergerak, berupa gas dan partikel terdispersi yang
dihasilkan oleh erupsi volkanik Fisher & Schmincke (1984) menyebutkan bahwa pirokiastik
aliran adalah alirandensitas partikel-partikel dan gas dalam keadaan panas yang dihasilkan

6 Kuliah Malam, Hari Pertama Kuliah Lapangan (

oleh aktifitas volkanik. Aliran piroklastik melibatkan semua aliran pekat yang dihasilkan oleh
letusan atau guguran lava baik besar maupun kecil.
Dalam kasus gunung bromo, batuan yang dihasilkan dari jenis piroklastik jatuhan ini
adalah batuan-batuan Breksi, Skoria, dan juga ditemukan batuan Pumice di beberapa titik
penelusuran. Persebaran batuan-batuan tersebut di atas terjadi secara merata. Namun,
terpisan dengan jarak yang cukup jauh (minimal 10 meter) dan dalam bentuk fragmen
Blocks dan Bomb.
4.2.3.2 Piroklastik Aliran & Surging
Piroklastik aliran adalah aliran panas dengan konsentrasi tinggi, debt permukaan,
mudah bergerak, berupa gas dan partikel terdispersi yang dihasilkan oleh erupsi
volkanik. Piroklastik ini terbentuk aibat adanya aliran densitas partikel-partikel dan gas
dalam keadaan panas yang dihasilkan oleh aktifitas volkanik. Aliran piroklastik melibatkan
semua aliran pekat yang dihasilkan oleh letusan atau guguran lava baik besar maupun kecil.
Batuan piroklastik hasil surging biasanya memiliki sortasi sedang. Namun, pada batuan hasil
fall/aliran batuan cenderung memiliki sortasi buruk dan terkonsentrasi di lebmah gunung
bromo, dan strukturnya welded dan ignimbrite (kompak).
4.5 Pembentukan Kolom Stratigrafi

Lapisan 1 -> Ash

Lapisan 2 -> Lapili

Lapisan 3 -> ash

Lapisan 4 -> lapili

Lapisan 5 -> ASh

Lapisan 6-> TUFF ASH

Gambar 1 Lapisan yang kami identifikasi dalam bentuk kolong stratigrafi. Penjelasan lebih lanjut lihat Tabel
Dibawah

Pembuatan kolom stratigrafi sangat berguna dalam menentukan lapisan-lapisan batuan


yang terendapkan pada singkapan perlapisan batuan. Kolom Stratigrafi itu sendiri adalah
proses klasifikasi jenis batuan yang terendapkan dalam lapisan-lapisan pada singkapan
yang disertai dengan informasi ketebalan, jenis batuan pembangun, jenis fragmen lapisan
batuan, dan arah striking serta dipping perlapisannya. Adapun cara mengidentifikasinya
harus dimulai dari lapisan tersingkap yang paling bawah, dan dilanjutkan dengan identifikasi
pada perlapisan berbeda di atasnya. Berikut merupakan hasil penenlitian kami, dalam
membuat kolom stratigrafi:

ASH

LAP
ILI

Kolom Stratigraf
BOM Strike/ Struk
B
Dip
tur

N67
E/48

Deskripsi

Ash hingga
kedalaman
25

=
-

Lapilisone
dari
kedalaman
25-40

Ashdari
kedalaman
40 - 50

Lapilisone
dari
kedalaman
50-90

=
-

Ash dari
kedalaman
90-100
Ash Tuf
dari
kedalaman
110-140

Pada kolom struktu tanda garis dua (=) menyatakan tidak ditemukan laminasi lapisan.
Adapun pada kolom struktur tiga garis (=_) berarti pada lapisan tersebut ditemukan adanya
laminasi lapisan.

Anda mungkin juga menyukai