Anda di halaman 1dari 41

Laporan Fieldtrip

Geological Trip to Southern Malang


(Kuliah Lapangan Geologi di Malang Selatan)

Dosen:
Adi Susilo, Pd.D dan Irwan, M.Sc

Oleh:

Ihda Arija Alfi Husna

125090700111001

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013

Kata Pengantar

Alhamdulillahirabbilalamin.
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan serta kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan laporan

fieldtrip ini dengan tepat pada waktunya. Pada kesempatan kali ini, saya ingin
mengucapkan terimakasih kepada bapak Adi Susilo, Ph.D dan bapak Irwan, M.Sc selaku
dosen mata kuliah Geologi yang telah membimbing kami. Tidak lupa terimakasih kami
haturkan kepada orang tua kami yang telah membantu memberikan motivasi serta nasihat
yang bermanfaat dalam proses pembelajaran. Serta terimakasih kepada rekan-rekan yang
telah memberikan motivasi bagi penulisan makalah ini.
Laporan ini merupakan tugas yang telah diberikan dan berisi tentang hasil
pengidentifikasian lokasi, mineral maupun batuan yang telah dilakukan pada tanggal 11
Mei 2013 di daerah Malang Selatan. Dengan adanya laporan ini, saya mengharapkan
dapat membantu pembaca dalam mengetahui bagaimana dan apa saja yang dibutuhkan
pengidentifikasian di lapangan serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk
penyusunan laporan yang akan datang.
Malang, 02 Juni 2013

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Latar

belakang

lapangan (fieldtrip) geologi

ini

diadakannya
adalah

untuk

kuliah
meningkatkan

pemahaman mahasiswa tentang materi-materi geologi (secara


teori) yang telah diberikan dalam perkuliahan, yaitu tentang
batuan dan mineral. Sehingga, diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui

bagaimana

bentukbentuk

fisik

dari

suatu

singkapan, bagaimana
bagaimana
sendiri

proses

karakteristik

terjadiannya

suatu

batuan

batuan

dan

serta

mineral

itu

di alam.
Teori dasar yang diberikan di dalam perkuliahan pada

umumnya bersifat ideal sehingga lebih mudah dimengerti dan


dibayangkan. Namun pada kenyataan di lapangan, apa yang
diamati

tidaklah

semudah

yang

penulis

bayangkan.

Sehingga, diperlukan suatu penelitian lebih lanjut dan secara


langsung mengenai kenampakan objek-objek geologi batuan dan
mineral agar didapatkan suatu pemahaman yang diharapkan.
Penelitian secara langsung ini dapat dilakukan melalui kuliah
lapangan (fieldtrip). Selain itu, penelitian di lapangan merupakan
penelitian yang sesungguhnya. Karena pada dasarnya, sebuah
teori terlahir karena adanya penelitian dari alam. Sehingga untuk
membuktikan serta membandingkan kebenaran dari hasil teori
yang telah ada, maka kuliah lapangan(fieldtrip) ini perlu dan
mutlak

untuk

memahami
mentah

dilakukan.

teori

saja.

dengan

Namun,

Sehingga,

mahasiswa

menerima

materi

tersebut

secara

dituntut

untuk

mampu

mahasiswa

tidak

hanya

menganalisa dengan baik apabila dihadapkan secara langsung di


lapangan.
1.2 Tujuan
Tujuan diadakannya fieldtrip dalam mata kuliah Geologi
ini

adalah

untuk

melakukan

pengamatan

secara

langsung

mengenai batuan dan mineral pada beberapa tempat yang


berada di daerah Malang Selatan. Sehingga, mahasiswa dapat
melakukan penelitian secara langsung mengenai kenampakan
objek-objek

geologi

batuan

dan

mineral.

Dan

diharapkan

mahasiswa geofisika dapat memahami keadaan yang sebenarnya


di lapangan.
1.3 Waktu Penelitian

Fieldtrip dilaksanakan di daerah Malang Selatan pada hari


Sabtu tanggal 11 Mei 2013. Perjalanan dimulai dari kampus
Universitas Brawijaya, Malang pada pukul 06.30 WIB menuju
stopsite lokasi pertama yaitu Desa Druju. Dari Desa Druju pada
pukul 09.00 WIB dan tiba pada stopsite lokasi kedua yaitu di
Desa Argotirto (pertambangan piropilit) pada pukul 10.00 WIB.
Perjalanan dilanjutkan lagi menuju stopsite lokasi ketiga yaitu
Desa Sumberagung, dari Desa Argotirto pada pukul 11.00 WIB
dan tiba di Desa Sumberagung pada pukul 12.00 WIB. Kemudian
dilanjutkan ke stopsite lokasi keempat, yaitu Desa Kedung
Bantheng. Dari Desa Sumberagung pada pukul 12.30 WIB dan
tiba di Desa Kedung Bantheng pada pukul 12.45 WIB. Stopsite
lokasi pengamatan kelima adalah di Desa Sidamulya, dari Desa
Kedung Bantheng menuju Desa Sidamulya adalah pada pukul
13.00 WIB 13.30 WIB. Dan stopsite lokasi pengamatan terakhir
adalah di Bajul Mati. Tiba di lokasi ini pada pukul 14.45 WIB dan
dilanjutkan perjalanan menuju Pantai Bajul Mati pada pukul 15.00
WIB untuk beristirahat, sholat dan makan. Perjalanan kembali ke
Malang adalah pukul 17.00 WIB dan tiba di Universitas Brawijaya
Kembali pada pukul 19.00 WIB.
1.4 Lokasi dan Kesampaian Daerah
Penelitian dilakukan di daerah Malang Selatan dengan rute
berturut-turut

sebagai

berikut:

lokasi

pertama

dimulai

dari

kampus Universitas Brawijaya dilanjutkan menuju Desa Druju.


Waktu yang ditempuh dari kampus menuju stopsite pertama ini
adalah kurang lebih dua jam. Kemudian perjalanan dilanjutkan
menuju Desa Argotirto (pertambangan piropilit), stopsite kedua,
dengan waktu tempuh kurang lebih satu jam. Perjalanan ketiga
dilanjutkan kembali menuju Desa Sumberagung dengan waktu
tempuh kurang lebih satu jam dan perjalanan selanjutnya yaitu
ke Desa Kedung Bantheng dengan waktu tempuh kurang lebih 15
menit dari Desa Sumberagung. Kemudian, perjalanan dilanjutkan

ke Desa Sidamulya dengan waktu tempuh kurang lebih satu jam


dari Desa Kedung Bantheng. Perjalanan dilanjutkan menuju
stopsite terakhir, yaitu di Jembatan Bajul Mati dengan waktu
tempuh kurang lebih satu jam. Setelah itu, perjalanan menuju
pantai Bajul Mati untuk istirahat, sholat dan makan dengan
waktu tempuh kurang lebih 15 menit.

Gambar 1.1. Peta lokasi (posisi dan rute) fieldtrip


Rute: Desa Druju (mengidentifikasi adanya patahan turun dan
pergerakan tanah) Desa Argotirto (mengidentifikasi mineral
piropilit) Sumberagung (mengidentifikasi batu bara) Desa
Kedung

Banteng

(mengidentifikasi

mineral

kaulin)

Desa

Sidamulya (mengidentifikasi batuan zeolit) Jembatan Bajul Mati


(mengidentifikasi dolomit dan kuarsa).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

.
2.1 Geologi Regional Kabupaten Malang
Malang Selatan merupakan bagian dari Kabupaten
Malang, Jawa Timur yang terletak pada 112 o1710.90 sampai
112o5700 Bujur Timur, 7o4455.11 sampai 8o2635.45 Lintang
Selatan. Ketinggian Kabupaten Malang adalah antara 440-667 di
atas permukaan air laut dan dikelilingi empat gunung yaitu
gunung Arjuno di sebelah Utara, gunung Semeru di sebelah
Timur, gunung Kawi dan Panderman di sebelah Barat dan gunung
Kelud di sebelah Selatan.
Kondisi iklim Kabupaten Malang yang pernah tercatat
rata-rata adalah pada suhu udara berkisar antara 22,7C - 25,1C.
Sedangkan suhu maksimum mencapai 32,7C dan suhu minimum
18,4C . Rata kelembaban udara berkisar 79% - 86%. Dengan
kelembaban maksimum 99% dan minimum mencapai 40%. Kota
Malang mengikuti perubahan putaran 2 iklim, yaitu musim hujan
dan musim kemarau. Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi
Karangploso, curah hujan yang relatif tinggi terjadi pada bulan
Februari, Nopember dan Desember. Sedangkan pada bulan Juni
dan September, curah hujan relatif rendah. Kecepatan angin
maksimum terjadi di bulan Mei, September dan Juli.
Ada empat jenis tanah dari Kota Malang.Yaitu alluvial kelabu
kehitaman dengan luas 6,930,267 ha, mediteran coklat dengan
luas 1.225.160 ha, asosiasi latosol coklat kemerahan grey coklat
dengan luas 1.942.160 ha dan asosiasi andosol coklat dan grey
humus dengan luas 1.765,160 ha. Struktur tanah di Malang ini
pada umumnya relatif baik. Namun, struktur tanah ini perlu
mendapatkan perhatian pada penggunaan jenis tanah andosol
yang memiliki sifat peka erosi. Jenis tanah ini terdapat di
Kecamatan

lowokwaru

sekitar 15 %.
2.1.1 Fisiografi Regional

yang

mempunyai

relatif

kemiringan

Kondisi lahan di Kabupaten Malang bagian utara relatif


subur,

sementara

di

sebelah

selatan

relatif

kurang

subur.

Masyarakat Kabupaten Malang umumnya bertani, terutama yang


tinggal di wilayah peDesaan Sebagian lainnya telah berkembang
sebagai masyarakat industri. Keadaan tanah di wilayah Kota
Malang berbeda-beda menurut letaknya yaitu :
1.

bagian selatan termasuk dataran tinggi yang cukup luas dan


cocok untuk industri,

2.

bagian utara termasuk dataran tinggi yang subur, sehingga


cocok untuk pertanian,

3.

bagian timur merupakan dataran tinggi dengan keadaan kurang


kurang subur dan

4.

bagian barat merupakan dataran tinggi yang amat luas menjadi


daerah pendidikan
Jawa Timur dibagi atas 4 bagian antara lain (Bemmelen,
1949):
Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi
enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai
berikut (Gambar 2.1) :

Dataran Aluvial Jawa Utara


Antiklinorium Rembang,
Zona Depresi Randublatung,
Antiklinorium Kendeng (Pegunungan Kendeng),
Zona Pusat Depresi Jawa (Zona Solo, Subzona Ngawi),
Busur Vulkanik Kuarter, dan
Berdasarkan peta fisiografi Jawa Timur menurut van Bemmelen
(1949) diatas, daerah penelitian termasuk dalam Antiklinorium
Kendeng atau Zona Kendeng yang merupakan kelanjutan dari
Zona Serayu Utara, yang membentang sejauh 250 km dengan
lebar sekitar 40 km.

Gambar 2.1. Fisiografi Jawa Timur (Bemmelen,1949)

Pringgoprawiro (1983) membagi morfologi Zona Kendeng


menjadi tiga satuan yang masing-masing membentang dari barat
ke timur, yaitu:
Satuan morfologi perbukitan bergelombang, ditunjukkan oleh
jajaran bukit-bukit rendah dengan ketinggian antara 50-100
meter diatas permukaan laut yang mencerminkan lipatan batuan
sedimen. Satuan ini nyaris secara keseluruhan disusun oleh
litologi napal abu-abu.
Satuan

morfologi

perbukitan

terjal,

yang

merupakan

inti

Pegunungan Kendeng dengan ketinggian rata-rata 350 meter


diatas permukaan laut, tipe genetik sungainya adalah tipe
konsekuen, subsekuen, dan insekuen. Litologi yang menyusun
satuan ini, sebagian besar adalah batugamping dan batupasir.
Satuan morfologi dataran rendah, yang disusun oleh endapan
aluvial yang terdapat di Ngawi (Bengawan Solo) dan dataran
Sungai Brantas di timur.

Zona Kendeng dapat dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan


atas perbedaan stratigrafi dan perbedaan intensitas tektoniknya
(Bemmelen, (1949)) yaitu:
1. Kendeng Barat, Kendeng Barat meliputi daerah yang terbatas
antara Gunung Ungaran hingga daerah sekitar Purwodadi dengan
singkapan batuan tertua berumur Oligo-Miosen Bawah yang
diwakili oleh Formasi Pelang. Batuannya mengandung bahan
volkanis. Daerah ini memiliki struktur geologi yang rumit yaitu
banyak sesar sesar sungkup.
2. Kendeng Tengah, Kendeng Tengah mencakup daerah Purwodadi
hingga Gunung Pandan batuan tertua yang tersingkap berumur
Miosen Tengah. Daerah ini terdiri dari sedimen bersifat turbidit
(laut dalam) yang diwakili oleh formasi Kerek dan Formasi
Kalibeng, prosentase kandungan bahan piroklastik dalam batuan
sedimen menurun kearah Utara, dengan pola struktur geologi
yang kurang rumit.
3. Kendeng Timur, Kendeng Timur terdiri dari endapan-endapan
Kenozoikum Akhir yang tersingkap diantara Gunung Pandan dan
Mojokerto, berumur Pliosen dan Plistosen. Struktur geologinya
adalah lipatan dengan sumbu-sumbu lipatannya yang menggeser
ke utara dan menunjam ke timur.
Berdasarkan letak geografis dan umur dari batuan yang
tersingkap, jika dimasukkan dalam pembagian zona Kendeng
oleh van Bemmelen, (1949); de Genevraye dan Samuel, (1973)
daerah penelitian termasuk kedalam daerah Kendeng Timur.
2.1.2 Stratigrafi Regional
Pembagian

zona

fisiografi

Jawa

yang

dibuat

oleh

Van

Bemmelen (1949). Pada dasarnya juga mencerminkan aspek


struktur

dan

Berdasarkan aspek

stratigrafinya
struktur

(2005) membagi Jawa

bagian

dan

(tektonostratigrafi).

stratigrafi,

timur menjadi

Smyth
empat

et

al.
zona

tektonostratigrafi, dari selatan ke utara: (1) Zona Pegunungan

Selatan (Southern Mountain Zone), (2) Busur Volkanik masa


kini (Present-day

Volcanic

Arc), (3)

Zona

Kendeng (Kendeng

Zone), dan (4) Zona Rembang (Rembang Zone).


a. Statigrafi Zona Pegunungan Selatan Jawa
Zona ini merupakan busur volkanik Eosen-Miosen yang
endapannya terdiri dari batuan-batuan siliklastik, volkaniklastik,
volkanik dan karbonat dengan kedudukan umum perlapisannya
miring ke selatan. Zona Pegunungan Selatan dialasi secara tidak
selaras oleh batuandasar berumur Kapur seperti yang tersingkap
di daerah Karangsambung dan Bayat.
Batuan sedimen tertua yang diendapkan di atas ketidakselarasan menyudut terdiri dari konglomerat berfragmen batuan
dasar

dan

batupasir

seperti

yang

terdapat

dalam

Formasi

Nanggulan dan Formasi Wungkal-Gamping yang berumur Eosen


Tengah. Di atas konglomerat dan batupasir kuarsa terdapat
endapan

bersekuen

transgresif

yang

terdiri

dari

batubara,

batupasir dan batulanau. Pada Formasi Nanggulan, batupasir


pada bagian atas mengandung material volkanik dan sisipan
batulempung tufaan. Kehadiran lapisan batugamping numulit
menandai dimulainya pengendapan di lingkungan lautan.
Setelah

periode

ketika

volkanisme

Oligo-Miosen

jauh

berkurang aktifitasnya, bahkan mati, kemudian tererosi dan


materialnya

diendapkan

kembali

sebagai

sekuen

endapan

berikutnya. Disamping itu sekuen endapan berikutnya juga


dicirikan oleh perkembangan paparan karbonat yang luas seperti
yang dijumpai di daerah Wonosari (Formasi Wonosari) dan
Pacitan (Formasi Punung dan Formasi Campurdarat). Endapannya
mencapai ketebalan sekitar 500 m dan terumbu berkembang
pada daerah-daerah tinggian yang dibatasi sesar atau di daerahdaerah bekas gunungapi.
b. Basement

Pada daerah Jawa Timur tidak ditemukan adanya batuan


Basement, batuan basement ini ditemukan tersingkap pada
bagian

barat

Jawa

Timur

yaitu

di

Kompleks

Basement

Karangsambung dan Bukit Jiwo. Batuan yang tersingkap terdiri


atas ofiolite dan potongan busur kepulauan.
c. Stratigrafi Zona Kendeng
Zona yang terletak diantara Busur Volkanik masa kini dan
Zona Rembang ini merupakan deposenter utama endapan EosenMiosen

dan

mengandung

sekuen

yang

tebal

sedimen

volkanogenik dan pelagik. Zona ini sekarang merupakan lajur


lipatan dan sesar anjakan berarah barat-timur.
d. Stratigrafi Zona Rembang
Zona ini umumnya terdiri dari sekuen Eosen-Pliosen yang
meliputi endapan tepian paparan seperti sedimen klastik laut
dangkal dan endapan karbonat yang luas. Batuandasar yang
mengalasi Zona Rembang didominasi oleh berbagai jenis batuan
metamorf berumur Kapur seperti batusabak (Sumur Purwadadi1), filit (Sumur Kujung-1) dan batuan beku diorit (Sumur NCJ-1).
Endapan tertua di zona ini, yang disebut Formasi Pra-Ngimbang,
yang dijumpai di bagian timur Zona Rembang berdasarkan data
sumur. Formasi ini terdiri dari batupasir, batulanau, dan serpih
dengan sisipan batubara dan berdasarkan kandungan fosil
nanno menunjukkan umur Paleocene sampai Eosen Awal.

Gambar 2.2. Kolom Stratigrafi Regional Jawa

Bagian Timur

2.1.3 Struktur Geologi Regional


Jawa bagian timur, berdasarkan pola struktur utamanya,
merupakan daerah yang unik karena wilayah ini merupakan

tempat perpotongan dua struktur utama, yakni antara struktur


arah Meratus yang berarah timurlut-baratdaya dan struktur arah
Sakala

yang

berarah

timur-barat

(Pertamina-BPPKA,

1996;

Sribudiyani et al., 2003). Arah Meratus lebih berkembang di


daerah lepas pantai Cekungan Jawa Timur, sedangkan arah
Sakala

berkembang

sampai

ke

daratan

Jawa

bagian

timur.

Struktur arah Meratus adalah strukturyang sejajar dengan arah


jalur konvergensi Kapur Karangsambung-Meratus.
Pada

awal

Tersier,

setelah

jalur

konvergensi

Karangsambung-Meratus tidak aktif, jejak-jejak struktur arah


Meratus

ini

berkembang

menjadi

struktur

regangan

dan

membentuk pola struktur tinggian dan dalaman seperti, dari


barat ke
Tinggian

timur, Tinggian Karimunjawa, Dalaman Muria-Pati,


Bawean,

Graben

Tuban,

JS-1

Ridge,

dan

Central

Deep.Endapan yang mengisi dalaman ini, ke arah timur semakin


tebal, yang paling tua berupa endapan klastik terestrial yang
dikenal sebagai Formasi Ngimbang berumur Eosen. Distribusi
endapan yang semakin tebal ke arah timur ini menunjukkan
pembentukan struktur tinggian dan dalaman ini kemungkinan
tidak terjadi secara bersamaan melainkan dimulai dari arah
timur. Struktur arah Sakala yang berarah barat-timur saat ini
dikenal sebagai zona sesar mendatar RMKS (Rembang-MaduraKangean-Sakala). Pada mulanya struktur ini merupakan struktur
graben yang diisi oleh endapan paling tua dari Formasi PraNgimbang yang berumur Paleosen-Eosen Awal (Phillips et al.,
1991; Sribudiyani et al., 2003). Graben ini kemudian mulai
terinversi pada Miosen menjadi zona sesar mendatar RMKS.
Berdasarkan sedimen pengisi cekungannya dapat disimpulkan
sesar arah Meratus lebih muda dibandingkan dengan sesar arah
Sakala. Geologi Regional Jawa oleh Martojoyo mempunyai 3 arah
utama yaitu Pola Meratus yang berarah Baratdaya-Timurlaut,
Pola Jawa-Sakala yang berarah Barat-Timur dan Pola Sunda yang
berarah Baratlaut-Tenggara (Widyaningsih, 2004).

2.2. Teori Dasar


Geologi adalah suatu bidang ilmu pengetahuan kebumian
yang mempelajari segala
sesuatu mengenai planet bumi beserta isinya yang pernah ada.
Merupakan kelompok ilmu
yang

membahas

tentang

sifat-sifat

dan

bahan-bahan

yang

membentuk bumi, struktur,


proses-proses

yang

bekerja

baik

didalam

maupun

diatas

permukaan bumi, kedudukannya


di alam semesta serta sejarah perkembangannya sejak bumi ini
lahir di alam semesta
hingga sekarang (Noor, 2009).
Gambar 2.3. Bagian Bumi

Bagian-bagian utama dari


Bumi yang terlihat pada gambar 2.5, yaitu : (1) Inti, yang terdiri
dari dua bagian. Inti bagian dalam yang bersifat padat, dan
ditafsirkan sebagai terdiri terutama dari unsur besi, dengan jarijari 1216 Km., Inti bagian luar, berupa lelehan (cair), dengan
unsur.unsur metal mempunyai ketebalan 2270 Km; Kemudian (2)
Mantel Bumi setebal 2885 Km; terdiri dari batuan padat, dan
berikutnya (3) Kerak Bumi, yang relative ringan dan
merupakan .kulit luar. dari Bumi, dengan ketebalan berkisar
antara 5 hingga 40km.

Gambar 2.5 Susunan Interior Bumi : Inti Bumi Bagian Dalam


(Inner Core); Inti
Bumi

Bagian

Luar

(Outer

Core);

Mantel;

dan

Kerak

Bumi

(Lithosphere)

Menurut

Noor

(2009), susunan

interior

bumi

dapat

diketahui berdasarkan dari sifat sifat fisika bumi (geofisika).


Sebagaimana kita ketahui bahwa bumi mempunyai sifat-sifat fisik
seperti misalnya gaya tarik (gravitasi), kemagnetan, kelistrikan,
merambatkan gelombang (seismik), dan sifat fisika lainnya.
Melalui sifat fisika bumi inilah para akhli geofisika mempelajari
susunan

bumi,

yaitu

misalnya

dengan

metoda

pengukuran

gravitasi bumi (gaya tarik bumi), sifat kemagnetan bumi, sifat


penghantarkan arus listrik, dan sifat menghantarkan gelombang
seismik. Metoda seismik adalah salah satu metoda dalam ilmu
geofisika yang mengukur sifat rambat gelombang seismik yang
menjalar di dalam bumi. Pada dasarnya gelombang seismik dapat
diurai

menjadi

Longitudinal

dan

gelombang
gelombang

Primer
Sekunder

(P)
(S)

atau
atau

gelombang
gelombang

Transversal. Sifat rambat kedua jenis gelombang ini sangat


dipengaruhi oleh sifat dari material yang dilaluinya. Gelombang P
dapat

menjalar

pada

material

berfasa

padat

maupun

cair, sedangkan gelombang S tidak dapat menjalar pada materi


yang berfasa cair. Perpedaan sifat rambat kedua jenis gelombang
inilah yang dipakai untuk mengetahui jenis material dari interior
bumi.

Pada

gambar

2.4

diperlihatkan

rambatan gelombang P dan S didalam interior bumi yang berasal


dari suatu sumber gempa. Sifat/karakter dari rambat gelombang
gempa (seismik) di dalam bumi diperlihatkan oleh gelombang S
(warna merah) yang tidak merambat pada Inti Bumi bagian luar
sedangkan gelombang P (warna hijau) merambat baik pada Inti
Bagian Luar maupun Inti Bagian Dalam. Berdasarkan sifat rambat
gelombang P dan S tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Inti
Bumi Bagian Luar berfasa cair, sedangkan Int Bumi Bagian Dalam
bersifat padat.
Gambar 2.4. Rambatan gelombang Primer (P) dan Sekunder
(S) pada interior bumi. Gelompang P (garis hijau) merambat pada
semua bagian dari lapisan material bumi sedangkan gelombang S
(garis merah) hanya merambat pada bagian mantel dari interior
bumi.

Pada

gambar

2.5 diperlihatkan

kecepatan rambat gelombang P dan S kearah interior bumi,


terlihat disini bahwa gelombang S tidak menjalar pada bagian
Inti Bumi bagian luar yang berfasa cair (liquid), sedangkan

gelombag P tetap menjalar pada bagian luar Inti Bumi yang


berfasa

cair,

namun

terjadi

perubahan

kecepatan

rambat

gelombang P dari bagian Mantel Bumi ke arah Inti Bumi bagian


luar menjadi lambat. Gambar 2.5. Sifat rambat gelombang P dan
S pada interior bumi. Terlihat gelombang P dapat merambat pada
interior bumi baik yang berfasa padat maupun berfasa cair,
sedangkan gelombang S tidak merambat pada Inti Bumi bagian
luar yang berfasa cair. Dari gambar 2.5 dapat disimpulkan bahwa
antara Kulit Bumi dengan Mantel Luar dibatasi oleh suatu
material yang berfase semi-plastis yang saat ini dikenal sebagai
tempat dimana kerakbumi (lempeng lempeng bumi) bersifat
mobil dan setiap lempeng saling bergerak.
2.2.1. Batuan Dan Mineral
2.2.1.1 Mineral
Mineral merupakan benda bentukan alam, padat,
mempunyai struktur dalam komposisis kimia (anorganik) tertentu
dengan variasi komposisi kimia yang sangat terbatas.
a. Sifat Fisik Mineral
Terdapat dua cara untuk dapat mengenal suatu mineral,
yang pertama adalah dengan cara mengenal sifat fisiknya. Yang
termasuk dalam sifat fisik mineral adalah (1) bentuk kristalnya,
(2) berat jenis, (3) bidang belah, (4) warna, (5) kekerasan, (6)
goresan, dan (7) kilap. Adapun cara yang kedua adalah melalui
analisa kimiawi atau analisa difraksi sinar X, cara ini pada
umumnya sangat mahal dan memakan waktu yang lama. Berikut
ini adalah sifat-sifat fisik mineral yang dapat dipakai untuk
mengenal mineral secara cepat, yaitu (Noor, 2009):
1. Bentuk kristal (crystall form): Apabila suatu mineral mendapat
kesempatan untuk berkembang tanpa mendapat hambatan, maka
ia akan mempunyai bentuk kristalnya yang khas. Tetapi apabila
dalam perkembangannya ia mendapat hambatan, maka bentuk
kristalnya juga akan terganggu. Setiap mineral akan mempunyai
sifat bentuk kristalnya yang khas, yang merupakan perwujudan

kenampakan luar, yang terjadi sebagai akibat dari susunan


kristalnya didalam. Bentuk bentuk kristal antara lain adalah
(gambar

3.1):

Triklin,

Monoklin,

Tetragonal,

Orthorombik,

Hexagonal, Kubik, Trigonal dll.

Gambar 3.1 Berbagai bentuk bangun struktur Kristal


2. Berat jenis (specific gravity): Setiap mineral mempunyai berat
jenis

tertentu.

Besarnya

ditentukan

oleh

unsur-unsur

pembentuknya serta kepadatan dari ikatan unsur-unsur tersebut


dalam susunan kristalnya.
3. Bidang
untuk

belah

pecah

(fracture): Mineral
melalui

suatu

mempunyai

bidang

yang

kecenderungan

mempunyai

arah

tertentu. Arah tersebut ditentukan oleh susunan dalam dari


atom-atomnya.

Dapat

dikatakan

bahwa

bidang

tersebut

merupakan bidang lemah yang dimiliki oleh suatu mineral.


4. Warna (color): Warna mineral memang bukan merupakan penciri
utama untuk dapat membedakan antara mineral yang satu
dengan lainnya. Namun paling tidak ada warnawarna yang khas
yang dapat digunakan untuk mengenali adanya unsur tertentu
didalamnya. Sebagai contoh warna gelap dipunyai mineral,
mengindikasikan terdapatnya unsur besi. Disisi lain mineral

dengan

warna

terang,

diindikasikan

banyak

mengandung

aluminium.
5. Kekarasan (hardness): Salah satu kegunaan dalam mendiagnosa
sifat mineral adalah dengan mengetahui kekerasan mineral.
Kekerasan adalah sifat resistensi dari suatu mineral terhadap
kemudahan mengalami abrasi (abrasive) atau mudah tergores
(scratching). Kekerasan suatu mineral bersifat relatif, artinya
apabila dua mineral saling digoreskan satu dengan lainnya, maka
mineral yang tergores adalah mineral yang relative lebih lunak
dibandingkan dengan mineral lawannya. Skala kekerasan mineral
mulai dari yang terlunak (skala 1) hingga yang terkeras (skala
10) diajukan oleh Mohs dan dikenal sebagai Skala Kekerasan
Mohs.
6. Goresan

pada

mempunyai

bidang

goresan

pada

(streak): Beberapa
bidangnya,

jenis

seperti

mineral

pada

mineral

kuarsa dan pyrit, yang sangat jelas dan khas.


7. Kilap (luster): Kilap adalah kenampakan atau kualitas pantulan
cahaya dari permukaan suatu mineral. Kilap pada mineral ada 2
(dua) jenis, yaitu Kilap Logam dan Kilap Non- Logam. Kilap Nonlogam antara lain, yaitu: kilap mutiara, kilap gelas, kilap sutera,
kilap resin dan kilap tanah.
b. Sifat KImiawi Mineral
Mineral pembentuk batuan dikelompokan menjadi empat:
Silikat, Hampir 90 % mineral pembentuk batuan adalah dari
kelompok ini, yang merupakan persenyawaan antara silikon dan
oksigen dengan beberapa unsur metal. Silikat merupakan bagian
utama yang membentuk batuan baik itu sedimen, batuan beku
maupun batuan malihan. Silikat pembentuk batuan yang umum
adalah

dibagi

menjadi

dua

kelompok,

yaitu

kelompok

ferromagnesium dan non-ferromagnesium.


Oksida, Terbentuk sebagai akibat perseyawaan langsung antara
oksigen

dan

unsur

tertentu.

Susunannya

lebih

sederhana

dibanding silikat. Mineral oksida umumnya lebih keras dibanding


mineral lainnya kecuali silikat. Mereka juga lebih berat kecuali
sulfida.

Sulfida, Merupakan mineral hasil persenyawaan langsung antara


unsur tertentu dengan sulfur (belerang), seperti besi, perak,
tembaga, timbal, seng dan merkuri. Beberapa dari mineral sulfide
ini terdapat sebagai bahan yang mempunyai nilai ekonomis, atau
bijih, seperti pirit (FeS3), chalcocite (Cu2S), galena (PbS),
dan sphalerit (ZnS).

Karbonat dan Sulfat. Merupakan persenyawaan dengan ion


(CO3)2, dan disebut karbonat, umpamanya persenyawaan
dengan Ca dinamakan kalsium karbonat, CaCO3 dikenal
sebagai mineral kalsit. Mineral ini merupakan susunan utama
yang membentuk batuan sedimen.
2.2.1.2 Batuan
Batuan adalah benda alam yang menjadi penyusun utama
muka bumi. Kebanyakan batuan adalah campuran mineral yang
tergabung secara fisik satu dengan yang lainnya. Beberapa
batuan terutama tersusun dari satu jenis mineral saja, dan
sebagian kecil lagi dibentuk oleh gabungan mineral, bahan
organik serta bahan- bahan vulkanik. Menurut Noor (2009),
batuan diklasifikasikan menjadi:
1. Batuan Beku
Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis,
"api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang
mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi,
baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik)
maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).
Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun
batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi.
Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-

proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau


perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah
berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah
permukaan kerak bumi (Noor, 2009).
Pengklasifikasian Batuan Beku
1. Berdasarkan Genetik Batuan
a. Plutonik (Intrusif), terbentuk dalam lingkungan jauh dibawah
permukaan bumi dalam kondisi tekanan yang tinggi.
b. Hypabisal, terbentuk pada lingkungan yang tidak jauh dari
permukaan bumi.
c. Volkanik (Ekstrusif), terbentuk dipermukaan bumi dalam kondisi
permukaan rendah.
2. Berdasarkan Kandungan SiO2nya:
Berdasarkan

kandungan

senyawa

kimia

(kandungan

silikanya) maka batuan beku dibagi menjadi :


Batuan beku Asam
Batuan beku menengah
Batuan baku Basa
Batuan beku Ultrabasa
3.

: Silika >65%
: Silika 65-52%
: Silika 52-45%
: Silika <45%

Berdasarkan Kandungan Mineraloginya


Klasifikasi ini berdasarkan susunan mineral dari batuan itu
biasanya dilakukan dibawah mikroskop yang didasarkan atas
sifat-sifat optik dari mineral.
Deskripsi Batuan Beku

1. Nama Batuan
2. Warna: segar dan lapuk
3. Komposisi Mineral
4. Tekstur
Tingkat kristalisasi atau derajat kristalisasi :

a)

Holokristalin, batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun


atas
b)

kristal-kristal.
Holohialin, batuan beku yang hampir seluruhnya terdiri atas

gelas.
c)

Hipokristalin, batuan beku yang terdiri dari kristal dan

gelas.
Ukuran butir :
a)

Faneritik, yaitu apabila batuan terdiri dari mineral-mineral


berbutir kasar

b)

Afanitik,

yaitu

apabila

batuan

terdiri

dari

mineral-mineral

berbutir halus
c)

Porfiritik, yaitu apabila batuan terdiri dari mineral-mineral


berbutir

kasar (Fenokris) dan

mineral-mineral

berbutir

halus

(masa dasar).
Bentuk Kristal
a)

Euhedral

: bentuk kristal sempurna

b)

Subhedral : sebagian sisi-sisi kristal tidak sempurna

c)

Anhedral

: bentuk sisi kristal tidak sempurna

Keseragaman Bentuk dan Ukuran Mineral :


a)

Equigranular :

batuan

beku

yang

hamoir

sama

bentuk

ukurannya
b)

Inequigranular : batuan beku yang tidak sama ukurannya


Bentuk Mineral

c)

Panidiomorf :

sebagian

kristalnya

dibatasi

oleh

bidang

kristalEuhedral
d)

Hipidiomorf : sebagian kristalnya dibatasi oleh bidangsubhedral

e)

Alotriomorf :

seluruh

mineral

yang

menyusunnya

berbentukanhedral
5.

Struktur batuan beku

Pillow Lava, lava yang memperlihatkan struktur seperti kumpulan


bantal-bantal, hal ini disebabkan karena terbentuk dilingkungan
laut
Sheeting Joint, struktur seperti lembaran

Columnar Joint, struktur seperti kumpulan tiang-tiang


Vesikular, terjadi akibat keluarnya gas-gas yang terlarut dalam
magma karena penurunan tekanan disekitarnya, atau setelah
mencapai permukaan bumi sehingga menyebabkan terbentuknya
lubang-lubang.
Amigdaloidal, struktur vesicular yang terisi oleh mineral
Scoria, struktur vesicular dengan penyebaran lubang-lubang yang
saling berhubungan
Masif, secara keseluruhan batuan tidak memperlihatkan struktur
tertentu
2. Batuan Sedimen
Batuan

sedimen

merupakan

batuan

yang

terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang


sudah

ada

sebelumnya

atau

hasil

aktivitas

kimia

maupun

organisme, yang diendapkan lapis demi lapis pada permukaan


bumi yang kemudian mengalami pembatuan (Endarto, 2009).
Prinsip-prinsip pada batuan sedimen
Menurut Noor (2009), beberapa prinsip dalam batuan sedimen
antara lain adalah:
1. Prinsip Horizontality
Merupakan

kedudukan

awal

pengendapan

suatu

lapisan

batuan adalah horisontal, kecuali pada tepi cekungan memiliki


sudut kemiringan asli (initial-dip) karena dasar cekungannya
yang memang menyudut.
2. Prinsip Hukum Superposisi
Dalam kondisi normal (belum terganggu), perlapisan suatu
batuan yang berada pada posisi paling bawah merupakan batuan
yang pertama terbentuk dan tertua dibandingkan dengan lapisan
batuan diatasnya.
3. Prinsip Lateral Continuity
Suatu lapisan batuan akan menerus sepanjang jurus
perlapisan batuannya. Dengan kata lain bahwa apabila

pelamparan suatu lapisan batuan sepanjang jurus perlapisannya


berbeda litologinya maka dikatakan bahwa perlapisan batuan
tersebut berubah facies. Dengan demikian, konsep perubahan
facies terjadi apabila dalam satu lapis batuan terdapat sifat,
fisika, kimia, dan biologi yang berbeda satu dengan lainnya.
Pengklasifikasian batuan sedimen
Berdasarkan proses terjadinya :
1. Terrigeneous Clastics
Terbentuk dari hasil rombakan batuan lainnya melalui
proses

pelapukan,

erosi,

transportasi,

sedimentasi

dan

pembatuan. Pelapukan yang berperan adalah pelapukan yang


bersifat fisika.
2. Biochemical-Biogenic-Organic Deposits
Batuan sedimen ini terbentuk dari akumulasi bahan-bahan
organic (flora maupun fauna) dan proses pelapukan yang terjadi
bersifat kimia.
3. Chemical Precipitates-Evaporates
Batuan sedimen jenis ini terbentuk dari akumulasi kristalkristal dan larutan kimia yang diendapkan setelah medianya
mengalami penguapan.
4. Volcaniclastics
Batuan sedimen yang dihasilkan dari akumulasi materialmaterial gunung api.
Deskripsi Batuan Sedimen
1. Nama Batuan
2. Warna, segar dan lapuk
3. Tekstur
Besar Butir
Ditentukan dengan dengan cara membandingkan dengan
skalawentworth,

kalau

perlu

bisa

dibantu

dengan

menggunakan loupe. Dan tentukan pula ukuran minimum dan


maksimum

dari

mencerminkan

butirn
energi

atau

komponennya.

sedimentasi

Besar

lingkungannya.

butir

ini

Sebagai

contoh, jika suatu batuan berbutir kasar, maka kemungkinan


batuan tersebut diendapkan dengan arus yang cepat dan begitu
pula sebaliknya.
Bentuk Butir
Ditentukan

dengan

bantuan Chart yang

telah

tersedia pada komparator.


a)

Menyudut (angular)

b)

Menyudut tanggung (subangular)

c)

Membundar tanggung (subrounded)

d) Membundar (rounded)
e)

Sangat membundar (very rounded)

Kemas
Hubungan

antar

butir

penyusun

butirannya saling berhubungan maka


Sedangkan
maka

bila

butirannya

batuan.

Bila

kemasnya tertutup.

tidak

saling

berhubungan

kemasnya terbuka.

4. Struktur batuan sedimen


Peranan struktur sedimen sangat berguna dalam menentukan
lapisan

atas

lapisan,

(top)

arah

dan lapisan

arus

purba

bawah

dan

(bottom)

interpretasi

dari

suatu

lingkungan

pengendapan.
a. Struktur Sedimen Primer : terbentuk bersamaan dengan proses
pengendapan
Graded bedding, gradasi butiran yang menghalus kearah atas.
Paralel lamination, lapisan yang memiliki ketebalan < 1 cm.
Ripple mark (gelembur gelombang)
b. Struktur

Sedimen

Sekunder

terbentuk

setelah

proses

pengendapan.
Struktur erosional, terbentuk karena oleh arus.
Struktur deformasi, terbentuk oleh adanya gaya.
Struktur biogenik, terbentuk oleh aktifitas hewan-hewan.
5.

Permeabilitas, adalah kemampuan suatu batuan meloloskan


fluida.

6.

Porositas, adalah perbandingan volume rongga-rongga pori


terhadap volume total seluruh batuan dan dinyatakan dengan
persen.

7.

Pemilahan
Terpilah baik (well sorted), besar butirnya seragam.
Terpilah menengah (medium sorted), besar butirnya relatif
seragam.
Terpilah buruk (poor sorted), beasr butirnya tidak seragam.

8.

Kandungan Karbonat ( CO3 )


Meneteskan HCl 0,1 N pada permukaan batuan yang masih
segar, jika

batuan tersebut berbuih maka batuan tersebut

bersifat karbonatan.
9.

Kandungan Fosil

10. Kandungan Mineral


3. Batuan Metamorf
Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari
batuan yang telah ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan
adanya

perubahan

komposisi

mineral,

tekstur

dan

struktur

batuan yang terjadi pada fase padat akibat adanya perubahan


temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi (Noor,
2009).
Berdasarkan pengaruh terbentuknya proses metamorfisme
dibagi menjadi tiga:
1. Metamorfisme kontak
adalah proses metamorf akibat dari pengaruh temperatur
yang tinggi.
2. Metamorfisme Regional
adalah

proses

metamorf

akibat

dari

pengaruh

temperatur dan tekanan yang tinggi.


3. Metamorfisme Dinamik
adalah proses metamorf akibat dari pengaruh tekanan
yang tinggi.

Berdasarkan Teksturnya, batuan metamorf dibagi menjadi dua :


a. Tekstur Foliasi, ditunjukkan dengan kenampakan berlembar
atau berlapis.
b. Tekstur

Non Foliasi, ditunjukkan dengan kenampakan

tidak

berlembar atau berlapis.


2.2.2. Kekar atau Joint
Kekar merupakan rekahan tanpa atau tidak mengalami
pergeseran pada bidang rekahannya.
Gejala struktur yang paling umum terdapat pada batuan
adalah

kekar(joint). Kekar

adalah

struktur

yang

paling

sulit dipelajari karena dapat terbentuk pada setiap kejadian


geologi.
2.2.3. Lipatan atau Fold
Merupakan hasil deformasi atau perubahan bentuk dan
volume

dari

suatu

batuan

yang

ditunjuk

sebagai

suatu

lengkungan atau himpunan lingkungan pada unsur garis atau


bidang-

bidang

dalam

batuan

tersebut

yang

diakibatkan

pengaruh takanan dan tidak melewati batas elastisitas batuan


tersebut.
Struktur lipatan memliki 3 jenis bentuk umum,
yaitu Anticline(lipatan yang memiliki bentuk yang konkav atau
mencembung kearah atas dan core (inti) terdiri dari batuan yang
lebih tua), Syncline (lipatan yang memiliki bentuk yang konvex
atau mencekung ke bawah dan core (inti) terdiri dari batuan yang
lebih muda) dan Monocline (lipatan yang belum terlipat secara
menyeuruh

sehingga

memiliki

sayap

lipatan

yang

relative

mendatar).
2.2.4. Sesar atau Fault
Sesar merupakan
mengalami

suatu

pergeseran. Jadi

bidang
biasanya

rekahan
kekar

yang

terjadi

telah

terlebih

dahulu kemudian terbentuk sesar. Sesar adalah struktur yang


telah

mengalami

pergeseran

diakibatkan

tekanan

yang

melampaui batas elastisitas batuan. Dalam mempelajari sesar,


hal yang penting adalah geometrinya dan pergerakannya.
BAB III
METODE PENILITIAN

3.1 Metode Penelitian

a. Metode Orientasi Lapangan (Field Orientation)


Prinsip pada metode Orientasi Lapangan ini adalah dengan
caramemplot Lokasi

pengamatan/singkapan

(stasiun)

berdasarkan pada orientasi terhadap sungai, puncak-puncak


bukit/gunung,

Kota,

digunakan dalam

Desa,

metode

ini

dll.

Titik

patokan yang

adalah daerah yang

dikenal

di

lapangan dan berada dalam peta dasar (topografi)


b. Metode Lintasan Kompas (Compass Traverse)
Prinsip

pada

metode

lapangan

ini adalah

dengan

cara

menentukanlintasan sebelumnya dengan kontrol arah kompas


sesuai rencana lintasan.
c. Metode Pita Ukur dan Kompas (Tape and Compass Traverse)
Alat

yang

digunakan

dan pita

ukur atau

m). Pada

metode

dengan

keinginan

skala

ini,arah

dalam

metode

ini adalah

geologi (biasanya
lintasan

pemeta.

dapat

Sehingga

kompas

berukuran

ditentukan

5-50
sesuai

dianggap merupakan

metode lapangan yang paling teliti, efektif dan efisien.


1.2 Alat dan Bahan yang Digunakan
1. GPS
GPS merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencari titik
koordiat atau posisi yang terdiri dari titik koordinat S (lintang
selatan), E (bujur timur) dan Elevasi (ketinggian).

2. Palu Geologi
Palu

geologi

dapat

digunakan

batu, mengambilmineral

untuk memecahkan

dan

singkapan batuan, mencari

singkapan

yang diinginkan, membersihkan

fosil
atau

singkapan

vegetasi lain yang

dari

mencari
dari

sampel

tanahatau

menutupinya dan

dapat membantu ketikapendakian.


3. Alat Tulis
Alat tulis terdiri dari papan dada, pensil, bolpoin dan beberapa
lembar kertas HVS. Alat tulis ini digunakan untuk mencatat
setiap materi dan hasil pengamatan yang telah dilakukan dari
stopsite satu ke stopsite lain.
4. HCl 0,1 N
HCl digunakan untuk menguji ada atau tidaknya kandungan
karbonat dalam suatu batuan yang diamati terutama batuan
sedimen. Caranya adalah dengan meneteskan larutan tersebut
pada batuan yang sedang diamati. Apabila batuan tersebut
berbuih setelah ditetesi HCl, maka diindikasikanbatuan tersebut
mengandung karbonat, dan sebaliknya.
5. Skala Geologi
Skala geologi biasanya dibuat dari suatu bahan kertas atau
bahan lainnya dengan ukuran tertentu digunakan sebagai sampel
perbandingan warna dan besarnya ukuran. Sehingga apabila
sample

diambil

diperkirakan

gambar

ukuran

dan

menggunakan
warna

kamera,

batuan

atau

akan

dapat

mineral

yang

sebenarnya.
6. Kantung Sampel
Kantung sampel digunakan sebagai tempat untuk menyimpan
atau membungkus batuan atau mineral sample yang telah
ditemui dan diteliti.
7. Kamera
Dalam fieldtrip ini,

kamera

digunakan

untuk

mengambil

gambar sampel batuan, mineral dan gambar daerah sekeliling

tempat ditemukannya batuan atau mineral yang diteliti tersebut


sebagai bukti dilaksanakannya praktikum.
8. Tas Ransel
Tas ransel digunakan sebagai tempat peralatan yang diperlukan
untuk dibawa ketika penelitian sehingga tidak kesulitan untuk
dibawa.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Stopsite Pertama (Identifikasi Adanya Patahan)
Pada hari Sabtu, tanggal 11 Mei 2013 dilakukan penelitian
terhadap suatu patahan turun dan bergerak di daerah Malang
Selatan tepatnya di daerah desa Druju. Cuaca saat itu cerah,
dengan koordinat titik yang terbaca melalui GPS adalah posisi S
(lintang selatan) adalah 0814.943, E (bujur timur) adalah
11240.459 dengan elevasinya yaitu 422 mdpl.
Di daerah ini diindikasikan terjadinya patahan turun dan
bergerak. Hal ini dibuktikan dengan adanya bukit kapur yang
memanjang di sebelah selatan hampir sedikit ke arah barat daya
dari desa Druju, dimana di sebelah bawah dari bukit ini terjadi
rendahan

dan

ditemukan

terdapatnya

endapan

kapur

di

kedalaman 30-60 m dibawah permukaan tanah pada rendahan


tersebut. Bukti lain ditemukan bahwa mata air yang terdapat di
daerah ini mengandung kapur yang cukur tinggi. Sedangkan
identifikasi kapur yang terdapat di daerah ini mempunyai ciri-ciri
seperti endapan laut, porositasnya tinggi, mata air dari kapur
banyak mengandung senyawa Ca (kalsium) dengan endapan
putih dan keraknya tebal. Sehingga dapat diindikasikan juga
bahwa pada zaman dahulu, daerah ini merupakan laut.

Gambar 4.1. foto lokasi terindikasi terjadinya patahan turun


dan bergerak

Gambar 4.2. foto lokasi terindikasi terjadinya patahan turun


dan bergerak
Dari

gambar

menggunakan
rendahan

dan

foto

Google

maupun
Earth,

disampingnya

gambar

terlihat
lebih

melalui

jelas

tinggi.

penyorotan

bahwa
Telah

terdapat
dijelaskan

sebelumnya bahwa daerah yang lebih tinggi tersebut merupakan


bukit kapur yang mengalami patahan sehingga terbentuklah
daerah rendahan yang juga mengandung kapur. Dari Gamnbar
4.2, terlihat terdapatnya beberapa pohon yang miring. Dari hasil

penelitian,

hal

ini

mengindikasikan

terdapatnya

pergerakan

tanah dia area perbukitan tersebut.


4.2 Stopsite Kedua (Desa Argotirto)
Stopsite

kedua

adalah

di

desa

Argotirto

tepatnya

di

pertambangan piropilit. Posisi daerah pertambangan berada


pada koordinat S 08 19.581 (lintang selatan) dan E 112
40.867 (bujur timur) dengan elevasi 490 mdpl. Di daerah
tersebut, selain ditemukannya piropilit juga dietemukan pirit
yang berasosiasi dengan piropilit itu sendiri.

Gambar 4.4. Pirolilit abu-abu dengan asosiasi pirit


Gambar

diatas

merupakan

hasil

pengambilan

gambar

piropilit menggunakan kamera. Berdasarkan hasil penelitian,


piropilit dapat berwarna abu-abu dengan asosiasi dengan pirit
seperti yang terlihat pada Gambar 4.4, dapat juga berwarna
kuning tanpa asosiasi dengan pirit dan berwarna merah karena
teroksidasi oleh besi. Piropilit yang berwarna kuning dan merah
ini dapat di lihat pada Gambar 4.5. Perbedaan warna tersebut
salah

satunya

disebabkan

karena

kandungan

awal

dari

pembentukan yang berbeda. Piropilit ini merupakan peralihan


dari sedimen ke metamorf.

Gambar 4.5. Piropilit


Dari gambar diatas terlihat piropilit yang berwana kuning
disebelah kiri dari hadapan kita dan piropilit yang berwarna
merah akibat oksidasi oleh besi disebelah kanan kita. Dilihat dari
kandungan

kimianya

yaitu

Al2Si4O10(OH)2,

piropilit

tergolong

dalam kelompok Silika. Dimana menurut hasil penelitian, kilap


yang dimilikainya adalah kilap tanah. Karena piropilit tidak
tembus cahaya, maka piropilit dapat digolongkan ke dalam optic
translucent. Kekerasan nya kurang dari 3 karena dapat tergores
oleh jarum. Piropilit terbentuk di urat-urat hidrotermal dan
terkadang berasosiasi dengan pirit.

Gambar 4.6. Piropilit

4.3 Stopsite Ketiga (batubara)


Stopsite ketiga adalah di desa Sumberagung. Cuaca ketika
itu cerah dengan posisi koordinat adalah di titik S 0821.007
(lintang selatan) dan E 11240.450 (bujur timur) dengan elevasi
287 mdpl. Di daerah ini, batuan yang diteliti adalah batu bara.

Gambar 4.8. Batu bara


Batu bara yang ditemukan di daerah ini adalah batu bara
rendahan yang kadar karbonnya masih sedikit serta kandungan
airnya yang masih banyak sehingga terasa berat. Batu bara ini
ditemukan di dalam lapisan-lapisan tanah, dimana terdapat di
daerah daerah yang dahulunya diduga daerah rawa atau gambut.
Endapan-endapan yang terdapat di daerah ini lembut, terdiri dari
lempung dan shale. Ciri lempung adalah apabila dihancurkan
maka akan menghasilkan butiran yang halus. Sedangkan shale
apabila dihancurkan maka akan menghasilkan butian yang kasar.
4.4 Stopsite Keempat (Kaolin)
Stopsite

keempat

adalah

di

desa

Kedung

Bantheng,

Sumberagung. Cuaca ketika itu cerah dengan posisi koordinat

adalah di titik S 0821.781 (lintang selatan) dan E 11242.775


(bujur timur) dengan elevasi 281 mdpl. Di daerah ini, mineral
yang diteliti adalah kaolin. Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakuakan, mineral ini memunyai warna merah daging karena
mengandung feldspar ortoklast. Mineral ini mudah dihancurkan
dan biasanya digunakan untuk porselin.

Gambar 4.11. Kaolin


Dari gambar yang telah diambil terlihat kaolin berwarna
merah daging yang terdapat diantara lempung-lempung yang
berwarna orange dan merah kasar. Lempung tersebut berwarna
merah kasar dan orange karena terjadi oksidasi terhadap besi.
4.5

Stopsite Kelima (Zeolit)


Stopsite kelima adalah di Desa Sidomulyo. Di Desa ini batuan

yang diteliti adalah zeolit. Cuaca ketika itu cerah dengan posisi

koordinat adalah di titik S 0821.276 (lintang selatan) dan E


11245.017 (bujur timur) dengan elevasi 273 mdpl.

Gambar 4.12. Zeolit


Berdasarkan hasil identifikasi, zeolite mempunyai daya
absorbsi

yang

tinggi.

Hal

ini

terbukti

ketika

batuan

ini

ditempelkan ke lidah maka dia akan menyerap air ludah dengan


cepat. Sehingga, zeolit biasanya digunakan sebagai campuran
untuk pakan ternak. Zeolit ini merupakan batuan sedimen yang
terbentuk dari abu-abu vulkanik. Zeolit biasanya berwarna putih
kekuningan dan hijau kebiruan (pucat). Zeolit yang kami temui
rata-rata berwarna hijau muda dan teksturnya kompak padat
serta

memiliki

porositas

yang

baik.

Sebagian

berwarna

kecoklatan pada permukaannya karena adanya zat pengotor.


4.6 Stopsite Keenam (Dolomit dan Kuarsa)
Stopsite terakhit adalah di Jembatan Bajul Mati. Di Bajul
Mati ini koordinat posisi yang didapatkan adalah S 0826.231
(lintang selatan), E 11238.779 (bujut timur) dengan elevasi 131
mdpl. Di Bajul Mati ini, kami mengidentifikasi dolomit. Selain itu
kami juga menemukan kuarsa di bagian atas tebing.

Gambar 4.10. Dolomit


Dolomit

termasuk

golongan

mineral

karbonat

yang

memiliki rumus kimia CaCO3.MgCO3. Gambar diatas merupakan


gambar dolomit yang berwarna putih keabu-abuan atau kebirubiruan dengan kekerasan lebih lunak dari batugamping. Tebingtebing tersebut mengalami pengangkatan di setiap periode
pengangkatan 25 meter.

Gambar 4.11. Kuarsa


Selain dolomit, pada bagian atas tebing juga ditemukan
kuarsa yang berwarna putih kilap kaca dengan optik transparan.

Dari hasil identifikasi, kuarsa yang ditemukan mempunyai warna


kecoklatan

dipermukaannya.

Hal

tersebut

dikarenakan

terdapatnya zat pengotor yaitu besi. Sebagian kuarsa yang


ditemukan, terdapat fosil yang ada didalamnya.

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian fieldtrip yang telah
dilakukan, peneliti dapat memberikan kesimpulan bahwa
ditemukan beberapa mineral serta batuan di daerah malang
selatan yang mempunyai beberapa manfaat dalam kehidupan
sehari-hari. Beberapa mineral dan batuan tersebut mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda menurut tempat asal
terbentuknya, proses terjadinya serta komposisinya. Sehingga
mengakibatkan ciri fisik yang berbeda-beda pada tekstur,
struktur, kilap, cerat, warna dan lain sebagainya.
Dalam fieldtrip ini penulis juga menyimpulkan bahwa
mengidentifiksi mineral ataupun batuan secara langsung tidaklah
semudah ketika mendapatkan teori mentah begitu saja.
Pengambilan sampelnya pun perlu beberapa alat. Sehingga
diperlukan buku panduan serta beberapa alat untuk membantu
memudahkannya.

DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, R. W. Van. 1949. Geology of Indonesia; vol. IA General
Geology. Dikutip
dari http://www.scribd.com/doc/99418710/Geologi-RegionalPulau-Jawa. pada tanggal 2 Juni 2013, pukul 17.45 WIB.
Endarto, Danang. 2009. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: UNS Pess
Noor, Jauhari. 2009. Pengantar Geologi. Pakuan: CV. Graha Ilmu.
Ulfa, Miftah. 2008. Dikutip
dari http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdlmiftahulfa-30999-3-2008ta-2.pdf. pada tanggal 2 Juni 2013, pukul
15.45 WIB.
Widyaningsih. 2004. Dikutip
darihttp://repository.upnyk.ac.id/1195/1/skripsi_Widyaningsih_E_P
.pdf.pada tanggal 2 Juni 2013, pukul 13.45 WIB.

Anda mungkin juga menyukai