Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN FIELD TRIP

GEOMORFOLOGI DAN MINERALOGI

Disusun Oleh:

Amabel Almaz Alinta Gaga 21100119130079


Ilham Muhammad 21100119130084
Regita Ayuni Muthia Cansa 21100119120005
Fadyaz Pugu Wijaya 21100119140114
Gospel Pro Deo Bernauli Sihaloho 21100119140103
Kristanti Wulandari 21100119120018
Muhammad Syaiful Mubarak 21100119120017
Aliefatul Burhan Meisyah 21100119140108

DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI


SEMARANG
NOVEMBER 2019

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ………………………………………………………...............1

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………....2

DAFTAR TABEL ……………………………………………………….......3

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………...4


1.1 Latar Belakang …………………………………………….....4
2.2 Tujuan ……………………………………………………......5
1.3 Lokasi dan Kesampaian………………………………………5
1.4 Alat dan Bahan……………………………………………….6

BAB II GEOLOGI REGIONAL …………………………………….7


2.1 Geografis Daerah Sleman ………………...…………………7
2.2 Fisiografi Tebing Breksi …………………………………….8
2.3 Stratigrafi Regional Tebing Breksi ………………………….8
2.4 Pantai Parangkusumo ………………………………………..9
2.5 Gumuk Pasir Parangkusumo ………………………………..9

BAB III HASIL DESKRIPSI…………………………….……….......10


3.1 STA 1/LP 1…………………………………………………..10
3.2 STA 2/LP 1…………………………………………………..11
3.3 STA 1/LP 2…………………………………………………..13
3.4 STA 2/LP 2…………………………………………………..14

BAB IV PEMBAHASAN……………………………………………..17
4.1 Hasil Pengamatan STA 1/LP 1 ……………………………...17
4.2 Hasil Pengamatan STA 1/LP 2 ………………………………20
4.3 Hasil Pengamatan STA 2/LP 1 ………………………………25
4.4 Hasil Pengamatan STA 2/LP 2 ………………………………32

BAB V PENUTUP………………………………………...................

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..................35

LAMPIRAN …………………………………………....................................36

2
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 3.1 Tebing Breksi …………………………………………………..11

GAMBAR 3.2 Tebing Breksi bagian atas ……………………………………..12

GAMBAR 3.3 Gumuk Pasir Parangkusumo……………………..……………..13

GAMBAR 3.4 Pantai Parangkusumo…………………………………………...15

3
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tebing Breksi ……………………………………………………… 11

Tabel 3.2 Tebing Breksi bagian atas …………………………………………12

Tabel 3.3 Gumuk Pasir Parangkusumo ………………………………………13

Tabel 3.4 Pantai Parangkusumo ………………………………………………15

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dilaksanakannya pengamatan lapangan pada praktikum Geomorfologi dan
Mineralogi merupakan sarana bagi mahasiswa untuk menyiapkan diri dalam
menghadapi kondisi lapangan yang sebenarnya ketika telah terjun ke dunia geologi
yang seutuhnya. Matakuliah geomorfologi dan mineralogy adalah pelajaran dasar yang
wajib dikuasi oleh mahasiswa Teknik Geologi. Pada matakuliah Mineralogi
diharapkan mahasiswa dapat mempelajari jenis-jenis mineral berdasarkan karakteristik
fisiknya, keterdapatan dalam batuan, dan genesanya. Sedangkan untuk matakuliah
geomorfologi diharpkan mahasiswa dapat mempelajari keberagaman bentuk muka
bumi, proses dan tenaga pembentuk, serta faktor yang mempengaruhinya. Pada
pengamatan lapangan kali ini diputuskan untuk mengunjungi bagian selatan pulau
Jawa yaitu provinsi D.I. Yogyakarta tepatnya di Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Gunung Kidul yang terdapat tiga jenis batuan di lokasi tersebut, yang menyusun suatu
komplek perbukitan yang dikelilingi dataran, aliran sungai, dan rawa.

1.2 Tujuan
1. Mampu melakukan pengamatan terhadap singkapan dan kondisi geologi
sekitarnya dalam berbagai skala pengamatan (jauh dan dekat)
2. Mampu mengambil dan mencatatan data lapangan, meliputi:
 Penentuan lokasi dan pengeplotan pada peta untuk tiap lokasi pengamatan
 Pengamatan morfologi (kelerengan, vegetasi, proses geomorfik) dan
pembuatan sketsa singkapan (mencantumkan skala/ dimensi, arah utara)
 Pengamatan batuan di lapangan baik yang segar maupun lapuk, tanah, dan
fragmen batuan terutama dari komposisi dan mineraloginya.
 Pengukuran struktur geologi jika ada

5
 Pengambilan foto dan sampel batuan jika memungkinkan
3. mampu bekerjasama dengan anggota kelompok dalam pengambilan data
4. mampu melakukan diskusi dengan asisten tiap kelompok
5. mampu memahami penjelasan dosen berkaitan dengan kondisi geologi sekitar
1.3 Lokasi dan Kesampaian
a. Tebing Breksi
Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta
Waktu perjalanan dari GPS menuju Tebing Breksi menghabiskan waktu kurang
lebih 3 jam dengan menggunakan bis. Perjalanan dari GPS dilakukan pada
pukul 07.00 dan sampai dilokasi sekitar pukul 08.50. Selama Perjalanan
mendekati lokasi, ditemukan bahwa daerah-daerah di sekitarnya menrupakan
lahan kosong yang kering.

b. Tebing Breksi bagian atas


Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta
Waktu perjalanan dari GPS menuju Tebing Breksi menghabiskan waktu kurang
lebih 3 jam dengan menggunakan bis. Dengan perpindahan dari STA 1 ke STA
2 adalah sekitar 5 menit menuju ke bagian atas tebing breksi. Cuaca saat itu
cerah.

c. Gumuk Pasir Parangkusumo


Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta
Perjalanan dari LP 1 menuju LP 2 memakan waktu kurang lebih 2 jam dengan
perjalanan menggunakan bis. Perjalanan dilakukan setelah ishoma sekitar pukul
12.45 dan tiba di tempat tujuan sekitar pukul 14.55. dengan cuaca saat itu
Cerah.

d. Gumuk Pasir Parangkusumo

6
Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Lokasi STA 2/LP2 ini berdampingan
dengan lokasi sebelumnya, dengan berjalan kaki sekitar 5-10 menit untuk
sampai ke tepian pantai.

1.4 Alat dan Bahan

1. Pribadi
Alat Bahan
• Buku catatan lapangan • Alat tulis (HVS min.20)
• Clipboard • Kertas A3 (min.5)
• Topi/ helm
• Jas hujan
• Obat pribadi
• Alat Cerat

2. Kelompok
• Kompas geologi
• Palu geologi
• Lup
• Komparator
• HCl
• Oksigen min.2 (Angkatan)

7
BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geografis Daerah Sleman

Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110° 33′ 00″ dan 110°
13′ 00″ Bujur Timur, 7° 34′ 51″ dan 7° 47′ 30″ Lintang Selatan. Wilayah
Kabupaten Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali,
Propinsi Jawa Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten,
Propinsi Jawa Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon
Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah dan
sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan
Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I.Yogyakarta. Luas Wilayah Kabupaten
Sleman adalah 57.482 Ha atau 574,82 km2 atau sekitar 18% dari luas Propinsi
Daerah Istimewa Jogjakarta 3.185,80 km2,dengan jarak terjauh Utara – Selatan
32 km, Timur – Barat 35 km. Secara administratif terdiri 17 wilayah
Kecamatan, 86 Desa, dan 1.212 Dusun.

Kabupaten Sleman keadaan tanahnya dibagian selatan relatif datar


kecuali daerah perbukitan dibagian tenggara Kecamatan Prambanan dan
sebagian di Kecamatan Gamping. Makin ke utara relatif miring dan dibagian
utara sekitar Lereng Merapi relatif terjal serta terdapat sekitar seratus sumber
mata air. Sebagian dari wilayahnya merupakan tanah pertanian yang subur
dengan didukung irigasi teknis di bagian barat dan selatan. Topografi dapat
dibedakan atas dasar ketinggian tempat dan kemiringan lahan (lereng).

2.2 Fisiografi Tebing Breksi

Tebing breksi terletak di Dusun Groyokan/Nglengkong, Sleman,


Sambirejo, Prambanan, Sleman. Memiliki sejarah yang tak bisa lepas dari

8
sejarah Gunungapi Purba Nglanggeran. Hal ini dikarenakan Breksi sebagai
cagar budaya tak lepas dari kondisi geologisnya. Batu kapur breksi di tebing ini
rupanya merupakan endapan abu vulkanik dari Gunung Api Purba
Nglanggeran. Secara fisiografi Gunung Api Purba Nglanggeran terletak di
Zona Pegunungan Selatan Jawa Tengah-Jawa Timur (Van Bemmelen 1949)
atau tepatnya di Sub Zona Pegunungan Baturagung (Baturagung Range)
dengan ketinggian 700 meter dari permukaan laut dan kemiringan lerengnya
curam-terjal (>45%). Gunung Nglanggeran berdasarkan sejarah geologinya
merupakan gunung api purba yang berumur tersier ( Oligo- Miosen) atau 0,6 –
70 juta tahun yang lalu. Tebing breksi terletak di Dusun Groyokan/Nglengkong,
Sleman, Sambirejo, Prambanan, Sleman. Memiliki sejarah yang tak bisa lepas
dari sejarah Gunungapi Purba Nglanggeran. Hal ini dikarenakan Breksi sebagai
cagar budaya tak lepas dari kondisi geologisnya. Batu kapur breksi di tebing ini
rupanya merupakan endapan abu vulkanik dari Gunung Api Purba
Nglanggeran.

2.3 Stratigrafi Regional Tebing Breksi

Formasi Semilir merupakan salah satu formasi penyusun


Pegununungan Selatan Pulau Jawa bagian timur, yang memiliki keberagaman
jenis batuan. Khususnya di daerah Tebing Breksi dengan penyusun batuan
vulkanik klastik berupa singkapan menerus dengan tinggi sekitar 30 m. Litologi
dari formasi ini umumnya terdiri dari batu pasir, batu lanau, dan batu lempung.
Pada beberapa bagian terdapat pula batu pasir tufan konglomerat, yang
sebagian besar fragmennya berupa pumis. Formasi ini terbentuk pada kala
miosen awal bagian tengah pengendapan.

9
2.4 Pantai Parangkusumo

Pantai Parangkusumo terletak di Kabupaten Bantul, berjarak sekitar 30


km sebelah selatan kota Yogyakarta. Pantai ini berdampingan dengan Pantai
Parangtritis dan Pantai Depok. Tidak terdapat pembatas yang jelas bila kita lihat
dari bibir pantainya. Hanya dibagian tepi daratnya terdapat bangunan yang
berbeda. Pantai ini secara administratif berada di desa yang sama dengan Pantai
Parangtritis, yaitu Desa Parangtritis, Kretek, Bantul Yogyakarta. Kawasan
Parangkusumo dibatasi oleh aliran Sungai Opak di bagian barat laut dan utara,
perbukitan Parangtitis (formasi Wonosari) di sebelah utara-timur laut, serta
samudra Indonesia di bagian selatan. Berdasarkan topografinya, kawasan
Parangkusumo dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu dataran rendah yang
meliputi wilayah daerah aliran sungai dan muara Sungai Opak, wilayah
sepanjang garis pantai, serta dataran tinggi yang meliputi perbukitan
Parangtritis (formasi Wonosari) yang membentang dari daerah Bibis di bagian
utara hingga daerah Parangendok-Gambirowati di bagian selatan

Memilki 4 jenis tanah utama yaitu latosol yang terdapat pada rangkaian
Pegunungan Baturagung (formasi Wonosari) yang terdiri dari tanah dengan
tekstur lempung berliat, berstruktur remah dengan drainase cepat, Gleisol yang
terdapat di kawasan bekas laguna dan dataran banjir di sekitar gumuk pasir,
Aluvial yang berada di sepanjang dataran banjir Sungai Opak serta Regosol
yang mendominasi kawasan pantai dan gumuk pasir. Menurut Mardiatno Djati,
dkk. (2010), Parangkusumo sebagai tujuan wisata pantai yang terkenal berada
dalam ancaman beberapa risiko bencana seperti gempa bumi, tsunami dan
banjir. Risiko ancaman gempa bumi pada umumnya melanda seluruh kawasan
Parangkusumo. Gempa bumi bisa berasal dari patahan utama yang ada di
sepanjang pesisir selatan maupun sesar Opak. Sedangkan ancaman tsunami
terdapat hampir di sepanjang pantainya mulai dari muara Sungai Opak sampai
dengan tebing (formasi Wonosari), terutama dataran pantai dan beberapa site

10
dataran rendah yang menjorok ke arah daratan. Sedangkan ancaman bencana
banjir melanda sebagian daaerah aliran Sungai Opak.

2.5 Gumuk Pasir Parangkusumo

Gumuk pasir yang terdapat dalam kawasan wisata Pantai


Parangkusumo merupakan salah satu potensi lanskap yang dapat meningkatkan
daya tarik obyek Gumuk pasir di kawasan wisata Pantai Parangkusumo.
Menurut Karnawati,D., dkk. (2006) eksosistem Parangkusumo memiliki
beberapa unit gumuk pasir, baik yang berbentuk bulan sabit, memanjang,
parabolik atau kombinasinya. Keberadaan gumuk pasir ini mengalami ancaman
degradasi baik yang berasal dari perilaku alam, maupun desakan perkembangan
pemukiman di sekitarnya. Proses degradasi gumuk pasir yang menyebabkan
berkurangnya cembungan (punggung) maupun gerakan gumuk merupakan
bagian dari proses erosi angin. Proses dapat bersifat degradatif, bila
pengurangan cembungan gumuk lebih cepat dibanding penimbunan deposit
pasir atau pembentukan gumuk. Menurut Brady (1990) walaupun pada
umumnya erosi angin lebih sering terjadi di kawasan arida atau semi-arida,
tetapi di daerah humida terutama pada kawasan yang mempunyai cuaca kering
dan kelembaban rendah erosi angin juga masih bisa terjadi. Selanjutnya juga
dinyatakan bahwa sebagaimana kasus pada erosi oleh air, kehilangan tanah
karena gerakan angin terdiri atas dua proses utama yaitu proses pelepasan dan
proses pengangkutan partikel tanah. Proses pelepasan partikel tanah
dipengaruhi oleh sebaran vegetasi dan tingkat kekasaran permukaan tanah.
Kerapatan vegetasi dan tingkat kekasaran permukaan tanah yang semakin
tinggi dapat menurunkan laju gerakan angin di dekat permukaan tanah.

11
Hudson (1971) menyatakan bahwa terdapat tiga macam gerakan
berbeda dalam proses erosi angin yang bergantung diameter partikel tanah,
yaitu suspensi (suspension), merayap (creeping) dan meloncat (saltation).
Suspensi yang merupakan gerakan partikel tanah berukuran sangat halus yang
biasanya berukuran kurang dari 1 milimeter. Partikel tanah halus ini bergerak
paralel dan dekat permukaan tanah (Brady, 1990). Partikel – partikel ini akan
kembali diendapkan di atas permukaan tanah pada saat kecepatan angin mulai
berkurang dan akhirnya berhenti menjadi deposit tanah. Gerakan merayap
partikel tanah yang memiliki diameter tertentu merupakan gerakan
menggelinding di sepanjang permukaan tanah karena dorongan angin dan
partikel tanah lain. Sedangkan saltasi merupakan proses loncatan partikel tanah
karena dihempas angin. Brady (1990) menyampaikan bahwa proses loncatan
ini biasanya dialami oleh partikel tanah dengan diameter antara 2,5 sampai 3,75
milimeter. Bergantung dari kondisinya, proses loncatan partikel tanah ini dapat
mencapai 50 sampai 70 persen dari seluruh proses gerakan partikel tanah.

12
BAB III
HASIL DESKRIPSI STA
3.1 STA 1/LP 1
HASIL DESKRIPSI
STA 1/LP 1

Gambar 3.1 Tebing Breksi

HASIL DESKRIPSI
Lokasi : Tanggal:
Tebing Breksi Sabtu, 16 November 2019
Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta
446054,9138100
Cuaca : Cerah Pukul : 09.05
STA/LP : 1/1
Deskripsi
Kesampaian Daerah Waktu perjalanan dari GPS menuju Tebing Breksi
menghabiskan waktu kurang lebih 3 jam dengan
menggunakan bis. Perjalanan dari GPS dilakukan pada
pukul 07.00 dan sampai dilokasi sekitar pukul 08.50.
Selama Perjalanan mendekati lokasi, ditemukan bahwa
daerah-daerah di sekitarnya menrupakan lahan kosong
yang kering.
Bentangalam Struktural
Morfologi  Kekar

13
 Perlapisan
 Laminasi
Vegetasi Rumput ilalang kering dan beberapa pohon kecil
Slope 79º
Strike/Dip N 282º E/52º
Potensi
 Positif Wisata Geologi
 Negatif Longsoran
Tata Guna Lahan Tempat wisata dan studi Geologi
Tingkat Pelapukan Tinggi
Litologi
Deskripsi Litologi
Berdasarkan pengamatan dilapangan pada wisata tebing breksi memiliki dua
litologi utama berupa tuff kasar dan tuff halus. Tuff yang terbentuk disini
menandakan bahwa tebing breksi terletak jauh dri sumber erupsi dan masuk ke zona
medial.
Tuff halus pada bagian bawah ini memiliki warna abu-abu dengan ukuran butir
lanau dan tersusun pula dari es yang terbawa angin hingga butiran ini terendapkan
dan mengalami litifikasi.. Butiran pada tuff halus ini saling berhubungan yang
menunjukkan bahwa batuan ini memilki sortasi yang baik dan kemas yang tertutup.
Dari hasil pengujiian dengan HCl ditemukan bahwa lanau ini mneghasilkan buih,
diindikasikan terdapat semen karbonatan. Namun, semen karbotan ini merupakan
hasil dari materi materi semen lepas disekitar tebing breksi karena sedang dilakukan
pembangunan, dan lagi pula yang dilakukan pengecekan dengan menggunakan HCl
adalah bagian permukaan batuan.
Tuff kasar pada tebing breksi ini berwarna kecoklatan dengan butir pasir sedang-
kasar. Tuff disini diindikasikan sebagai tuff lapilli dengan bentuk angular sehingga
sortasi yang dihasilkan adalah sortasi yang buruk dengan kemas terbuka.
Berdasarkan pengujian dengan HCl, batuan ini tidak bereaksi sehingga bias
disimpulkan bhwa batuannya non-karbonatan.
Batuan pada tebing ini memliki struktur perlapisan dengan kondisi batuan yang
masif yang menujukkan bahwa batuan ini telah mengalami litifikasi yang sangat
tinggi. Kenampakan batuan yang berwarna hitam, merah dan kecoklatan dibeberapa
bagian menunjukkan adanya reaksi oksidasi dan pelapukan.

14
3.2 STA 2/LP 1
HASIL DESKRIPSI
STA 2/LP 1

Gambar 3.2 Tebing Breksi bagian atas

HASIL DESKRIPSI
Lokasi : Tanggal :
Tebing Breksi 16 November 2019
Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta
446054,9138100
Cuaca : cerah pukul : 09.50
STA/LP : 2/1 Koordinat
Deskripsi
Kesampaian Daerah Waktu perjalanan dari GPS menuju Tebing Breksi
menghabiskan waktu kurang lebih 3 jam dengan
menggunakan bis. Dengan perpindahan dari STA 1 ke
STA 2 adalah sekitar 5 mneit menuju ke bagian atas
tebing breksi. Cuaca saat itu cerah.
Bentuk Lahan Structural dan Vulkanik
Morfologi  Gunung api Merapi
 Perbukitan
 Bukit terisolir
 Pelurusan
Vegetasi Pepohohan kering
Slope -
Strike/dip -

15
Potensi
 Positif Wisata
 Negatif Longsoran, bencana letusan gunung api
Tata Guna Lahan Tempat wisata, pemukiman, persawahan
Tingkat Pelapukan tinggi
Litologi
Deskripsi Litologi
Berdasarkan data lapangan yang ditemukan bahwasannya daerah ini adalah daerah
dengan bentangalam structural dan vulkanik. Batuan yang ada di tebing breksi ini
adalah jenis tuff lapilli yang mengalami kompaksi dan litifikasi. Batuan yang
berada dibagian atas ini diindikasikan sama dengan batuan yang berada didaerah
dibagian bawah. Jenis yang ditemukan adalah batuan beku fragmental karena
berasal dari lontaran material vulkanik.

16
3.3 STA 2/LP 1
HASIL DESKRIPSI
STA 2/LP 1

Gambar 3.3 Ripple pada Gumuk Pasir Parangkusumo

HASIL DESKRIPSI
Lokasi : Tanggal :
Gumuk Pasir Parangkusumo 16 November 2019
Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta
427500,9131000
Cuaca : cerah pukul : 14.55
STA/LP : 1/2 Koordinat 427500, 9131000.
Deskripsi
Kesampaian Daerah Perjalanan dari LP 1 menuju LP 2 memakan waktu
kurang lebih 2 jam dengan perjalanan menggunakan
bis. Perjalanan dilakukan setelah ishoma sekitar pukul
12.45 dan tiba di tempat tujuan sekitar pukul 14.55.
dengan cuaca saat itu Cerah.
Bentangalam Aeolian
Morfologi  Gumuk pasir tipe Barchanoid
 Ripple
Vegetasi Rumput yang jarang. Dan pohon kecil
Slope -
Strike/dip -
Potensi

17
 Positif Tempat wisata, penahan alami gelombang
 Negatif Badai pasir
Tata Guna Lahan Tempat wisata geologi, penambangan
Tingkat Pelapukan Sedang-tinggi
Litologi
Deskripsi Litologi
Berdasarkan data lapangan yang diambil, pasir yang terdapat disini mengandung
butiran kuarsa dan pasir besi karena warnanya yang coklat gelap. Butiran kuarsa
dapat diamati karena ketika terkena cahaya, kuarsa akan mengkilap. Dan untuk
membuktikan adanya kandungan pasir besi, digunakan magnet untuk menarik. Dan
hasilnya, besi yang ada menempel pada magnet. Kandungan unsur besi yang ada
diindikasikan berasal dari materian vulkanik gunung api yang ada di daerah
Yogyakarta yang tertransportasi oleh sungai-sungai yang ada menuju laut kemudian
dihempaskan kembali oleh gelombang sehingga menghasikkan gumuk pasir
Parangkusumo yang mengandung material kuarsa dan unsur pasir besi.

18
3.4 STA 2/LP 2
HASIL DESKRIPSI
STA 2/LP 2

Gambar 3.4 Pantai Parangkusumo

HASIL DESKRIPSI
Lokasi : Tanggal :
Pantai Parangkusumo 16 November 2019
Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta
427500,9131000
Cuaca : cerah pukul : 16.25
STA/LP : 2/2 Koordinat 446054, 9138100
Deskripsi
Kesampaian Daerah Lokasi STA 2/LP2 ini berdampingan dengan lokasi
sebelumnya, dengan berjalan kaki sekitar 5-10 menit
untuk sampai ke tepian pantai.
Bentangalam Pantai/Marine
Morfologi  Cliff
 Bays
 Beach
Vegetasi Pepohonan yang jarang
Slope -
Strike/dip -
Potensi
 Positif Tempat wisata alam
 Negatif Tsunami

19
Tata Guna Lahan Tempat wisata
Tingkat Pelapukan Sedang-tinggi
Litologi
Deskripsi Litologi
Pasir yang ditemukan di Pantai Parangkusumo masih memiliki karakteristik yang
sama dengan yang ditemukan di gumuk pasir yaitu pasir dengan kandungan kuarsa
dan kandungan unsur pasir besi. Karena pasir yang berada di Gumuk pasir adalah
hasil hempasan dari pantai.
Struktur geologi pantai selatan gunung kidul ini berupa kelurusan yang dibentuk
oleh tebing batu gamping yang mengalami uplift, uplift ini mengakibatkan
pantainya yang cenderung curam dengan tebing hampir tegak menghadap ke laut
dan gradient dasar laut yang curam karena pantai di Selatan jawa ini langsung
berhadapan dengan Samudera Hindia. Gelombang yang dihasilkan pun cukup besar
dan tinggi, kisarannya sekitar 3-7 meter.

20
BAB IV

PEMBAHASAN

Fieldtrip Geomorfologi dan Mineralogi yang telah dilaksanakan pada hari


Sabtu tanggal 16 November 2019 yang berlokasi di Tebing Breksi, Gumuk Pasir
Parangkusumo, dan Pantai Parangkusumo. Pada lapangan ini para praktikan dibimbing
dan diajari berbagai materi perihal segala bentangalam yang telah diajarkan selama satu
semester meliputi ; bentangalam struktural, bentangalam denudasional, bentangalam
vulkanik, bentangalam fluvial , bentangalam delta dan pantai, dan bentangalam eolian
melalui observasi langsung di lapangan. Selain itu, diamati pula dari segi aspek mineral
disetiap litologi yang dijumpai. Selama melakukan observasi, praktikan diminta untuk
melakukan ploting pada peta topografi, mengukur strike dan dip, melengkapi buku
catatan lapangan dengan konten antara lain ; informasi kondisi dan identitas lokasi,
bentangalam, morfologi, slope, dimensi, tingkat pelapukan, vegetasi sekitar, tata guna
lahan, deskripsi litologi ,dan kedudukan batuan. Selain itu, praktikan juga melakukan
pembuatan sketsa di kertas A3 dan mendeskripsikan aspek mineral dari litologi yang
ada. Berikut pembahasan dari data yang diperoleh :

4.1 Hasil Pengamatan STA 1 Lp 1

Lokasi lapangan yang dituju adalah Tebing Breksi, Kabupaten Sleman. Waktu
tempuh yang dibutuhkan untuk pergi ke lokasi sekitar 2,5jam dari Gedung Pertamina
Sukowati dengan menggunakan bus. Cuaca saat kami melangsungkan perjalanan ke
lokasi tergolong cukup cerah. Setibanya dilokasi, kami diharuskan untuk melakukan
pengamatan secara eagle view dalam pembuatan sketsa dan frog view untuk mengamati
litologi yang ada tanpa melakukan sampling. Setelah pengamatan secara frog view
praktikan diarahkan untuk mengisi konten buku catatan lapangan.

21
Struktur yang kerap ditemukan pada STA 1 lp 1 adalah laminasi dan bedding.
Laminasi adalah perlapisan sejajar pada batuan sedimen yang memiliki ketebalan
kurang dari 1 cm sedangkan bedding memiliki ketebalan lebih dari 1cm. Menurut
Warmada (2019) menyatakan bahwa laminasi merupakan struktur yang terbentuk saat
proses sedimentasi berlangsung, laminasi disebabkan oleh perubahan siklik dalam
penyediaan sedimen. Perubahan ini dapat terjadi pada ukuran butir, persentase tanah
liat, kandungan mikrofosil, kandungan bahan organik atau kandungan mineral dan
sering mengakibatkan perbedaan yang menonjol dalam warna antara lamina. Menurut
Husein (2019) menyatakan karena laminasi adalah struktur kecil, mudah dihancurkan
oleh bioturbasi (aktivitas organisme penggali) tidak lama setelah pengendapan.
Berbeda dengan laminasi, bedding memiliki lapisan yang lebih tebal dan lebih sulit
terdeformasi.

Gambar 4.1, (kiri) laminasi, dan (kanan) bedding

Melalui pengamatan secara frog view diamati pula litologi dan persebaran
mineralnya. Struktur terbawah pada tebing breksi adalah tuff, dan diatasnya adalah
breksi lapili. Melalui hukum superposisi yang menyatakan "Perlapisan suatu batuan
yang berada pada posisi paling bawah merupakan batuan yang pertama terbentuk dan
tertua dibandingkan dengan lapisan batuan diatasnya". Dari hukum tersebut diketahui

22
umur dari tuff lebih tua dibandingkan breksi lapili, hal tersebut dikarenakan densitas
dari tuff lebih besar (2,4gr/cm3) dibandingkan breksi lapili (1,7gr/cm3).

Gambar 4.2, Breksi Lapili

Tuff dicirikan memiliki ukuran butir kurang dari 2mm, dan komposisi gelas
dengan fragmen berupa ash atau abu vulkanik. Tuff sendiri merupakan penciri
mekanisme letusan eksplosif. Diatas tuff terdapat breksi lapilli dengan matriks berupa
ash. Sortasi pada lapilli tergolong baik sebab distribusi butirnya seragam dan kemasnya
tertutup sebab butiran fragmen dalam batuan sedimen saling bersentuhan atau
bersinggungan. Bentuk butir pada breksi lapilli tergolong angular atau meruncing
sebab erosi yang intensif dan transportasi yang jauh.

Pada tebing breksi bagian sebelah timur setelah ditetesi dengan HCl sifat dari
batuannya adalah non karbonatan sebab tidak berbuih, sedangkan pada bagian sebelah
barat bersifat karbonatan. Hal tersebut terjadi akibat dari pembangunan yang ada pada
geowisata tebing breksi. Pembangunan pada tebing breksi umumnya menggunakan
semen. Semen sendiri memiliki kandungan karbonat (CO32-) yang tinggi sebab berasal
dari pengolahan batu gamping. Material material semen yang terbawa oleh aliran angin
mengenai tebing breksi disebelah barat sehingga terindikasi bersifat karbonat.

Proses geomorfik yang dominan adalah eksogen. Proses eksogen disini ditandai dengan
warna merah pada tebing breksi yang diindikasikan unsur fe akibat dari reaksi antara
udara pada atmosfer, adapun persamaan kimianya adalah

23
4FeO + 3H2O → 2FeO.3H2O

Selain itu, bongkahan-bongkahan material lepas diindikasikan akibat dari erosi aliran
yang intensif atau dapat juga diindikasikan akibat gerakan massa batuan secara
runtuhan. Kemudian, akibat dari paparan sinar matahari yang intensif, bongkahan
bongkahan diindikasikan mengalami pula pelapukan fisik

Pada bagian atas tebing breksi umumnya kerap dijumpai vegetasi dengan
berakar tunggang. Hal tersebut disebabkan sistem perakaran tunggang cukup kuat
untuk tumbuh dilingkungan dengan topografi bergelombang hingga terjal berbeda
dengan sistem perakaran serabut yang hanya cocok tumbuh pada topografi datar hingga
landai seperti padi. Disamping itu, intensitas pelapukan pada tebing breksi sangatlah
tinggi.

Tata guna lahan dari STA 1 lp 1 adalah sebagai objek wisata geologi.
Sebelumnya, tebing breksi sendiri merupakan wilayah pertambangan, akan tetapi sejak
2014 ditutup oleh pemerintah daerah setempat dan dijadikan sebagai objek wisata agar
terjaga kelestariannya. Maka dari itu potensi positif dari kawasan ini adalah sebagai
objek wisata, sedangkan potensi negatifnya adalah runtuhan batuan.

Terakhir, dari segi morfogenesanya yang ditinjau berdasarkan studi pustaka


yang dikaji Hartono (2014) menyatakan bahwa batuan yang ada di Tebing Breksi
terbentuk akibat endapan abu vulkanik dari Gunung Api Purba Nglanggeran yang
sudah berusia jutaan tahun. Tebing breksi yang diamati termasuk kedalam Formasi
semilir. Formasi Semilir didominasi oleh batuan vulkanik berupa tuf kristal, tuf lapili,
dan breksi batuapung. Bagian atas terdiri atas breksi batuapung dan breksi batuapung
andesitan. Lingkungan pengendapan Formasi Semilir menunjukkan pendangkalan ke
arah atas, yang semula laut dangkal berubah menjadi darat. Fasies breksi batuapung
dan breksi batuapung andesitan diendapkan dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan kegunungapian meningkat pesat pada saat pengendapan
bagian atas formasi.

24
4.2 Hasil Pengamatan STA 1 Lp 2

Lokasi lapangan yang dituju pada STA 1 Lp 2 tetap berada di kawasan Tebing
breksi, akan tetapi praktikan diminta menuju ke bagian atas tebing breksi. Hal tersebut
bertujuan untuk mengamati bentangalam disekeliling tebing breksi. Waktu tempuh
yang dibutuhkan untuk pergi ke lokasi sekitar 5 menit dari STA 1 lp 1 dengan berjalan
kaki. Cuaca saat kami melangsungkan perjalanan ke lokasi tergolong cukup cerah.
Sesampainya di STA 1 lp 2, praktikan diarahkan untuk membuat sketsa geomorfologi
daerah STA 1 lp 2, mengisi konten buku catatan lapangan, dan melakukan ploting.
Berdasarkan hasil ploting yang didapat, koordinat lokasi praktikan berada di 446054,
9138100

Penentuan bentangalam dilingkungan sekeliling sta 1 Lp 2 tergolong ambigu.


Sebab ditemukan indikasi adanya isolated fields atau bukit terisolasi sebagai bukti dari
bentangalam denudasional, akan tetapi yang menjadi permasalahan ditemukannya
penerusan penerusan dari bentang alam struktural yang jauh terpisah dari bentangalam
vulkanik akibat diantaranya terdapat bentangalam denudasional. Ternyata ditinjau dari
segi geologi regional, adanya morfologi bukit terisolasi sebagai bukti bentangalam
denudasional adalah salah. Meskipun terdapat erosi yang intensif menjadikan topografi
dibagian kaki gunung datar-landai, akan tetapi bukti adanya bukit terisolasi
mengindikasikan adanya pengangkatan secara struktural sehingga terdapat perbedaan
resistensi litologi bukan karena erosi yang dominan. Maka dari itu, morfologi tersebut
masih didelineasikan tergolong dalam bentangalam vulkanik.

Morfologi yang ditemukan pada pengamatan secara frog view adalah indikasi
parasitic cone, pelurusan-pelurusan bukit struktural, dan bukit terisolasi. Parasitic
cone merupakan morfologi berupa kerucut gunung yang berada disekitar pipa utama
akibat dike yang menembus ke permukaan lereng gunung. Sedangkan, penerusan-
penerusan bukit struktural menandakan adanya bukti proses-proses struktural berupa

25
gaya tektonik. Kemudian, untuk bukit terisolasi umumnya terjadi akibat adanya erosi
yang intensif sehingga menyisakan bukit yang memiliki resistensi yang tinggi. Akan
tetapi, secara geologi regional bukit tersebut terjadi akibat pengangkatan.

Gambar 4.4, Bukit terisolasi

Gambar 4.5, Pelurusan struktural.

Pola pengaliran sungai berdasarkan interpretasi praktikan adalah pola


pengaliran paralel. Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk
oleh lereng yang curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk
aliran-aliran sungainya akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan

26
cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada
morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel
kadangkala meng-indikasikan adanya suatu patahan besar yang memotong daerah yang
batuan dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam.

Gambar 4.6, Pola Pengaliran Radial.

Terkait stadia sungai, praktikan belum dapat mengintepretasi lebih jauh sebab
meskipun melakukan pengamatan secara eagle view, sungai yang ada masih belum
terlihat dimungkinkan karena berada dibalik bukit-bukit tinggi. Berdasarkan
interpretasi peta, stadia sungai pada kawasan ini tergolong muda-dewasa. Hal tersebut
terlihat dari kenampakan pada peta bahwa diameter alur dari sungai masih kecil dan
terdapat banyak percabangan berupa anak-anak sungai. Sungai yang termasuk dalam
tahapan muda adalah sungai-sungai yang aktivitas aliran sungainya mengerosi kearah
vertikal. Aliran sungai yang menmpati seluruh lantai dasar suatu lembah. Umumnya
profil lembahnya membentuk seperti huruf V. Sedangkan, terkait sungai stadia dewasa,
tahap awal dari sungai dewasa dicirikan oleh mulai adanya erosi secara vertikal dan
lateral. Indikasi sungai stadia dewasa dilihat dari peta topografi dimana alur sungai
sudah memiliki kelokan, tetapi belum terbentuk meander.

27
Berdasarkan data lapangan yang ditemukan bahwasannya daerah ini adalah
daerah dengan bentangalam struktural dan vulkanik. Batuan yang ada di tebing breksi
ini adalah jenis tuff lapilli yang mengalami kompaksi dan litifikasi. Batuan yang berada
dibagian atas ini diindikasikan sama dengan batuan yang berada didaerah dibagian
bawah. Jenis yang ditemukan adalah batuan beku fragmental karena berasal dari
lontaran material vulkanik.

Proses geomorfik yang dominan terjadi adalah endogenik baik secara


vulkanisme yang berkaitan dengan proses pembentukan parasitic cone, kemudian
proses struktual berupa gaya tektonik yang berkaitan dengan adanya pelurusan-
pelurusan bukit struktural dan perbuhan aliran sungai secara akibat perbedaan litologi,
atau karena sesar dan kekar, serta denudasional yang berkaitan dengan pelapukan serta
erosi sehingga area denudasi dapat dijadikan sebagai area persawahan, dan
pemukiman.

Ditinjau dari segi tata guna lahan, wilayah disekitar kawasan ini cocok
digunakan sebagai area pertanian terlebih dengan sistem terasering untuk relief yang
terjal. Pada relief yang terjal kerap ditumbuhi tanaman tingkat tinggi yang ditandai
memiliki tubuh batang yang keras dan kering. Selain itu, kerap juga lahan yang
memiliki relief datar dijadikan lahan pemukiman warga.

Pembahasan terakhir adalah terkait genesa. Mulanya akibat gaya kompresi


mengakibatkan terjadinya pergerakan lempeng secara konvergen atau saling mendekat.
Pada pertemuan lempeng yang saling mendekat, salah satu dapat menyusup ke bawah
dan terbentuk zona subduksi. Bila tidak terjadi penekukan, yang terjadi adalah kedua
lempeng bertemu dan terjadi penebalan pada dindingnya sehingga terbentuk
pegunungan. Pegunungan yang kerap diamati adalah formasi pegunungan serayu
selatan. Selain itu, akibat proses struktural berupa tektonik maka terjadilah pelurusan-
pelurusan, pembelokan alur sungai akibat indikasi sesar atau kekar yang dibuktikan
pada peta topografi, dan penangkatan. Seiring berjalannya waktu, akibat adanya

28
pelapukan dan erosi maka lama kelamaan sudut elevasi pada bumi berkurang sehingga
terbentuklah bentangalam denudasional yang dijadikan area pemukiman dan
persawahan yang kerap ditemukan pada STA ini.

Gambar 4.7, Kelokan akibat indikasi proses structural seperti sesar.

4.3 Hasil Pengamatan STA 2 Lp 1

Lokasi pengamatan yang dituju pada STA 2 Lp 1 adalah Gumuk Pasir


Parangkusumo dan kesampaian praktikan dilokasi adalah pukul 14.55WIB. Waktu
tempuh perjalanan sekitar 2 jam dari lokasi tebing breksi. Cuaca pada saat pengamatan
tergolong cerah. Sesampainya dilokasi praktikan diminta untuk melakukan
pengamatan dan mengisi konten pada buku catatan lapangan, serta melakukan ploting.
Berdasarkan hasil ploting, letak praktikan berada pada koordinat 427500, 9131000.

Bentangalam yang ada pada lokasi pengamatan adalah bentangalam eolian.


Bentangalam eolian merupakan bentangalam yang dibentuk karena aktivitas angin.
Menurut Warmada (2019) syarat terbentuknya bentangalam ini yakni memiliki curah
hujan kurang dari 26cm/tahun. Gumuk pasir parangkusumo merupakan satu-satunya
gumuk pasir yang berada di asia tenggara. Uniknya, meskipun memiliki iklim tropis

29
tetapi gumuk pasir dapat terbentuk. Hal tersebut dikarenakan gumuk pasir
parangkusumo memenuhi syarat terbentuknya gumuk pasir yakni banyaknya suplai
pasir yang dibawa oleh angin, vegetasi yang tidak dominan, serta curah hujan yang
rendah.

Morfologi yang kerap ditemukan adalah gumuk pasir barchanoid. Gumuk pasir
barchanoid adalah gumuk pasir dengan pasokan pasir yang sedang dan belum bisa
membentuk transverse dune serta pasokan pasir terlalu banyak sehingga tidak
membentuk tipe barchan atau bulan sabit. Vegetasi yang ada pada gumuk pasir sangat
jarang dan tidak dominan.

Gambar 4.8, Barchanoid dune

Transportasi partikel pasir di permukaan lereng stoss (windward) secara


bedload menghasilkan gelembur pasir (sand ripple). Tipe gelembur pasir pada gumuk
pasir parangkusumo adalah sinous. Berdasarkan jurnal yang dikaji oleh Herning (2015)
menyatakan nilai ripple index (RI) pada gumuk pasir sebesar 26. Nilai tersebut berasal
dari perbandingan panjang dan tinggi gelembur. Nilai RI atau Indeks gelembur
berfungsi untuk menentukan media pembentuk gelembur: Indeks gelembur dikatakan
simetri bila nilai RI berkisar 4-16 (gelombang / wave ripples); Asimetri bila berkisar
8-30 (arus air / current ripples) dan Asimetri bila berkisar 30-70 (angin / wind ripples).
Berdasarkan data yang didapat, maka gelembur pasir terbentuk akibat arus air.

30
Gambar 4.9, Gelembur sinous

Proses geomorfik yang dominan adalah eksogen. Proses-proses yang terjadi


meliputi erosi, transportasi, dan deposisi. Transportasi (pemindahan) sedimen oleh
angin terbagi menjadi bed load (muatan dasar) dan suspended load (muatan layang).
Berdasarkan pada gerakan partikel sedimen, bed load dapat berupa saltation (lompatan)
atau creeping/rolling (rayapan). Sedangkan, erosi oleh angin terbagi menjadi deflasi
dan abrasi.

1. Abrasi : proses penggerusan permukaan batuan oleh partikel-partikel yang


terbawa oleh aliran angin; akibat gerakan saltation yang dominan.

2. Deflasi : proses lepasnya tanah dan partikel-partikelsedimen dari batuanyang


diangkut dan dibawa oleh angin.

Kemudian, ketika kecepatan angin berkurang, partikel pasir yang dibawa akan
diendapkan.

31
Gambar 4.10, Proses erosi, transportasi dan deposisi eolian.

Morfogenesa dari gumuk pasir barchanoid sendiri merupakan gundukan


sedimen lepas yang tingginya beberapa meter, tersusun oleh butiran berukuran pasir,
mulai diendapkan tidak jauh dari area erosi, gerakan partikel dominan bersifat bed load.
Akibat pergerakan secara saltasi, maka ketika material pasir berhenti menyebabkan
aliran udara dibagian belakang terganggu sehingga terbentuk deposisi diarah datangnya
angin. Sebagai konsekuensi terbentuknya deposisi diarah datangnya angina, maka
terbentuk daerah yang terjal dibagian belakangnya yang disebut slipface.

Gambar 4.11, Genesa Gumuk Pasir

Keberadaan gumuk pasir di Pantai Parangtritis merupakan sesuatu yang unik,


mengingat bahwa pada umumnya gumuk terbentuk di daerah gurun pasir dengan iklim
yang kering-semi kering (Ahlbrandt & Fryberger,1998), sedangkan wilayah ini

32
termasuk daerah beriklim tropis dengan intensitas hujan yang cukup tinggi. Dari latar
belakang tersebut maka pembentukan gumuk di wilayah ini dipengaruhi suatu kondisi
alam yang khusus. Pantai Parangtritis merupakan salah satu pantai di selatan
Yogyakarta yang memanjang berarah timur – barat. Terdapat dua sungai utama yang
bermuara di wilayah ini yakni Sungai Progo dan Sungai Opak. Kedua sungai ini banyak
membawa material hasil erosi batuan gunungapi, utamanya dari Gunung Merapi yang
aktif dan selalu menghasilkan material hasil erupsi. Sungai Progo merupakan sungai
utama yang membawa sedimen hasil erosi batuan gunungapi yang berasal dari Gunung
Merapi-Merbabu dan Sumbing-Sindoro. Sungai Opak membawa sedimen hasil erosi
dari Gunung Merapi dan Tinggian Pegunungan Selatan. Material sedimen hasil erosi
terbawa ke muara Sungai Progo dan Opak di Pantai Selatan Yogyakarta. Akibat dari
kondisi gelombang dan ombak yang kuat maka sedimen yang baru saja diendapkan di
muara sungai akan segera disebarkan dan diendapkan ke kiri dan kanan sepanjang
pantai dari Pantai Parangtritis di bagian timur hingga Samas-Congot di bagian barat.
Instensitas sinar matahari sepanjang siang hari menyebabkan sedimen berukuran pasir
yang diendapkan di sepanjang pantai tersebut menjadi cepat kering. Butiran sedimen
kemudian akan terbawa oleh angin yang sangat kuat dari Samudra Hindia ke arah utara.
Proses transportasi yang diikuti oleh deposisi yang terus berlangsung akhirnya
membentuk gundukan yang dikenal sebagai gumuk pasir.

Berdasarkan data lapangan yang diambil, pasir yang terdapat disini


mengandung butiran kuarsa dan pasir besi karena warnanya yang coklat gelap. Butiran
kuarsa dapat diamati karena ketika terkena cahaya, kuarsa akan mengkilap. Dan untuk
membuktikan adanya kandungan pasir besi, digunakan magnet untuk menarik. Dan
hasilnya, besi yang ada menempel pada magnet. Kandungan unsur besi yang ada
diindikasikan berasal dari materian vulkanik gunung api yang ada di daerah
Yogyakarta yang tertransportasi oleh sungai-sungai yang ada menuju laut kemudian
dihempaskan kembali oleh gelombang sehingga menghasikkan gumuk pasir
Parangkusumo yang mengandung material kuarsa dan unsur pasir besi.

33
Gambar 4.12, Indikasi Pasir Besi

4.4 Hasil Pengamatan STA 2 lp 2

Lokasi pengamatan yang dituju pada STA 2 Lp 2 adalah Pantai Parangkusumo


dan kesampaian praktikan dilokasi adalah pukul 16.15WIB. Waktu tempuh perjalanan
sekitar 7 menit dari gumuk pasir parangkusumo. Cuaca pada saat pengamatan
tergolong mendung. Sesampainya dilokasi praktikan diminta untuk melakukan
pengamatan dan mengisi konten pada buku catatan lapangan.

Bentangalam yang terdapat pada kawasan ini adalah bentangalam pantai.


Bentangalam pantai adalah bentangalamyang dibentuk oleh proses asal laut: material
telah ada in situ dan mengalami perubahan bentuk morfologi akibat proses asal laut.
Morfologi yang ada dalam bentangalam pantai dicirikan oleh dua proses utama yakni
morfologi erosi dan morfologi deposisi.

Morfologi erosi yang ditemukan pada kawasan ini adalah cliff dan bays. Sea
cliff atau tebing terjal yang tersusun atas batuan yang mencuat di atas permukaan laut.
Bentuk tebingnya yang vertikal merupakan hasil dari erosi gelombang pada bagian
bawah yang sejajar dengan paras muka laut (sea-level) dan runtuhnya tubuh batuan

34
yang ada di bagian atas. Tipe gelombang yang ada pada pantai parangkusumo adalah
spilling wave, yang dicirikan memiliki longshore bar yang relatif masih landai.
Kemudian, bays adalah lautan yang menjorok ke darat. Terbentuknya bays karena
adanya erosi yang intensif pada litologi soft rock, sehingga hanya menyisakan hard
rock yang dikenal sebagai headland.

Gambar 4.13, Morfologi cliff

Pada dasarnya, pembentukan tanjung (headlands) dan teluk (embayments)


merupakan proses gabungan antara: konsentrasi erosi gelombang laut pada zona lemah
(litologi yang mudah tererosi atau terkena banyak struktur geologi) dan fenomena
refraksi gelombang yang menyebabkan konsentrasi energi gelombang terkumpul pada
semenanjung dan penyebaran energi gelombang pada teluk. Sedangkan untuk
morfologi deposisi yang ditemukan adalah pantai atau beach. Pantai adalah
bentuklahan yang berada di sisi tubuh air laut. Memiliki kelerengan yang landai,
tersusun oleh sedimen lepas, umumnya berukuran butir pasir hingga kerikil.
Kelerengannya berubah dinamis mengikuti perubahan energi gelombang secara harian
atau musiman.

Proses geomorfik yang dominan adalah eksogen meliputi deposisi dan erosi.
Erosi yang ada didominasi oleh spiling wave. Meskipun demikian spilling wave
tergolong ombak yang bersifat konstruktif sebab dapat menambah garis pantai.

35
Banyaknya material-material sedimen yang berada pada wilayah pasir berkaitan
dengan pembentukan gumuk pasir parangkusumo. Apabila material sedimen atau
suplai pasir sedikit, maka sulit untuk terbentuk gumuk pasir. Perairan pada pantai
selatan sendiri cenderung berwarna hijau, sebab dipengaruhi oleh aktivitas fitoplankton
dan berbagai vegetasi dibawah laut.

Terdapat keunikan pada pantai parangkusumo ini terutama pada hilangnya


sebagian orang. Hilangnya sebagian orang pada area pantai selatan bila dijelaskan
secara ilmiah disebabkan karena bagian antara bays dengan foreshore memiliki
perbedaan ketinggian yang sangat jauh. Maka tak jarang apabila mulanya orang
tersebut terlihat kemudian tiba-tiba hilang. Ditambah pada kawasan pantai selatan
energi gelombangnya sangat besar sebab berasal dari samudera.

Tata guna lahan pada kawasan ini adalah sebagai objek wisata. Selain itu, pada
wilayah offshore juga berpotensi untuk dijadikan area pemboran minyak. Sedangkan
untuk potensi negatifnya berupa tsunami.

Pasir yang ditemukan di Pantai Parangkusumo masih memiliki karakteristik


yang sama dengan yang ditemukan di gumuk pasir yaitu pasir dengan kandungan
kuarsa dan kandungan unsur pasir besi. Karena pasir yang berada di Gumuk pasir
adalah hasil hempasan dari pantai.

36
Gambar 4.14, Iron sand yang ditempeli magnet

37
DAFTAR PUSTAKA

Anjas. 2012. Geologi Regional Pegunungan Selatan. Bandung, Indonesia. Institut


Teknologi Bandung

Hartono mrl. 2017. Stratigrafi Batuan Vulkaniklastik Tebing Breksi. Yogyakarta :


Universitas Gajah Mada. Etd.Repository.Ugm.Ac.Id

Pakde. 2008. Gumuk Pasir (Sand Dune), Morfologi Hasil Ukiran Angin. Jurnal
Teknolofgi Kebumian. Volume 4 hlm 22-29.

38
LAMPIRAN

39

Anda mungkin juga menyukai