Disusun Oleh:
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ………………………………………………………...............1
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………....2
BAB IV PEMBAHASAN……………………………………………..17
4.1 Hasil Pengamatan STA 1/LP 1 ……………………………...17
4.2 Hasil Pengamatan STA 1/LP 2 ………………………………20
4.3 Hasil Pengamatan STA 2/LP 1 ………………………………25
4.4 Hasil Pengamatan STA 2/LP 2 ………………………………32
BAB V PENUTUP………………………………………...................
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..................35
LAMPIRAN …………………………………………....................................36
2
DAFTAR GAMBAR
3
DAFTAR TABEL
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Mampu melakukan pengamatan terhadap singkapan dan kondisi geologi
sekitarnya dalam berbagai skala pengamatan (jauh dan dekat)
2. Mampu mengambil dan mencatatan data lapangan, meliputi:
Penentuan lokasi dan pengeplotan pada peta untuk tiap lokasi pengamatan
Pengamatan morfologi (kelerengan, vegetasi, proses geomorfik) dan
pembuatan sketsa singkapan (mencantumkan skala/ dimensi, arah utara)
Pengamatan batuan di lapangan baik yang segar maupun lapuk, tanah, dan
fragmen batuan terutama dari komposisi dan mineraloginya.
Pengukuran struktur geologi jika ada
5
Pengambilan foto dan sampel batuan jika memungkinkan
3. mampu bekerjasama dengan anggota kelompok dalam pengambilan data
4. mampu melakukan diskusi dengan asisten tiap kelompok
5. mampu memahami penjelasan dosen berkaitan dengan kondisi geologi sekitar
1.3 Lokasi dan Kesampaian
a. Tebing Breksi
Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta
Waktu perjalanan dari GPS menuju Tebing Breksi menghabiskan waktu kurang
lebih 3 jam dengan menggunakan bis. Perjalanan dari GPS dilakukan pada
pukul 07.00 dan sampai dilokasi sekitar pukul 08.50. Selama Perjalanan
mendekati lokasi, ditemukan bahwa daerah-daerah di sekitarnya menrupakan
lahan kosong yang kering.
6
Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Lokasi STA 2/LP2 ini berdampingan
dengan lokasi sebelumnya, dengan berjalan kaki sekitar 5-10 menit untuk
sampai ke tepian pantai.
1. Pribadi
Alat Bahan
• Buku catatan lapangan • Alat tulis (HVS min.20)
• Clipboard • Kertas A3 (min.5)
• Topi/ helm
• Jas hujan
• Obat pribadi
• Alat Cerat
2. Kelompok
• Kompas geologi
• Palu geologi
• Lup
• Komparator
• HCl
• Oksigen min.2 (Angkatan)
7
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110° 33′ 00″ dan 110°
13′ 00″ Bujur Timur, 7° 34′ 51″ dan 7° 47′ 30″ Lintang Selatan. Wilayah
Kabupaten Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali,
Propinsi Jawa Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten,
Propinsi Jawa Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon
Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah dan
sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan
Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi D.I.Yogyakarta. Luas Wilayah Kabupaten
Sleman adalah 57.482 Ha atau 574,82 km2 atau sekitar 18% dari luas Propinsi
Daerah Istimewa Jogjakarta 3.185,80 km2,dengan jarak terjauh Utara – Selatan
32 km, Timur – Barat 35 km. Secara administratif terdiri 17 wilayah
Kecamatan, 86 Desa, dan 1.212 Dusun.
8
sejarah Gunungapi Purba Nglanggeran. Hal ini dikarenakan Breksi sebagai
cagar budaya tak lepas dari kondisi geologisnya. Batu kapur breksi di tebing ini
rupanya merupakan endapan abu vulkanik dari Gunung Api Purba
Nglanggeran. Secara fisiografi Gunung Api Purba Nglanggeran terletak di
Zona Pegunungan Selatan Jawa Tengah-Jawa Timur (Van Bemmelen 1949)
atau tepatnya di Sub Zona Pegunungan Baturagung (Baturagung Range)
dengan ketinggian 700 meter dari permukaan laut dan kemiringan lerengnya
curam-terjal (>45%). Gunung Nglanggeran berdasarkan sejarah geologinya
merupakan gunung api purba yang berumur tersier ( Oligo- Miosen) atau 0,6 –
70 juta tahun yang lalu. Tebing breksi terletak di Dusun Groyokan/Nglengkong,
Sleman, Sambirejo, Prambanan, Sleman. Memiliki sejarah yang tak bisa lepas
dari sejarah Gunungapi Purba Nglanggeran. Hal ini dikarenakan Breksi sebagai
cagar budaya tak lepas dari kondisi geologisnya. Batu kapur breksi di tebing ini
rupanya merupakan endapan abu vulkanik dari Gunung Api Purba
Nglanggeran.
9
2.4 Pantai Parangkusumo
Memilki 4 jenis tanah utama yaitu latosol yang terdapat pada rangkaian
Pegunungan Baturagung (formasi Wonosari) yang terdiri dari tanah dengan
tekstur lempung berliat, berstruktur remah dengan drainase cepat, Gleisol yang
terdapat di kawasan bekas laguna dan dataran banjir di sekitar gumuk pasir,
Aluvial yang berada di sepanjang dataran banjir Sungai Opak serta Regosol
yang mendominasi kawasan pantai dan gumuk pasir. Menurut Mardiatno Djati,
dkk. (2010), Parangkusumo sebagai tujuan wisata pantai yang terkenal berada
dalam ancaman beberapa risiko bencana seperti gempa bumi, tsunami dan
banjir. Risiko ancaman gempa bumi pada umumnya melanda seluruh kawasan
Parangkusumo. Gempa bumi bisa berasal dari patahan utama yang ada di
sepanjang pesisir selatan maupun sesar Opak. Sedangkan ancaman tsunami
terdapat hampir di sepanjang pantainya mulai dari muara Sungai Opak sampai
dengan tebing (formasi Wonosari), terutama dataran pantai dan beberapa site
10
dataran rendah yang menjorok ke arah daratan. Sedangkan ancaman bencana
banjir melanda sebagian daaerah aliran Sungai Opak.
11
Hudson (1971) menyatakan bahwa terdapat tiga macam gerakan
berbeda dalam proses erosi angin yang bergantung diameter partikel tanah,
yaitu suspensi (suspension), merayap (creeping) dan meloncat (saltation).
Suspensi yang merupakan gerakan partikel tanah berukuran sangat halus yang
biasanya berukuran kurang dari 1 milimeter. Partikel tanah halus ini bergerak
paralel dan dekat permukaan tanah (Brady, 1990). Partikel – partikel ini akan
kembali diendapkan di atas permukaan tanah pada saat kecepatan angin mulai
berkurang dan akhirnya berhenti menjadi deposit tanah. Gerakan merayap
partikel tanah yang memiliki diameter tertentu merupakan gerakan
menggelinding di sepanjang permukaan tanah karena dorongan angin dan
partikel tanah lain. Sedangkan saltasi merupakan proses loncatan partikel tanah
karena dihempas angin. Brady (1990) menyampaikan bahwa proses loncatan
ini biasanya dialami oleh partikel tanah dengan diameter antara 2,5 sampai 3,75
milimeter. Bergantung dari kondisinya, proses loncatan partikel tanah ini dapat
mencapai 50 sampai 70 persen dari seluruh proses gerakan partikel tanah.
12
BAB III
HASIL DESKRIPSI STA
3.1 STA 1/LP 1
HASIL DESKRIPSI
STA 1/LP 1
HASIL DESKRIPSI
Lokasi : Tanggal:
Tebing Breksi Sabtu, 16 November 2019
Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta
446054,9138100
Cuaca : Cerah Pukul : 09.05
STA/LP : 1/1
Deskripsi
Kesampaian Daerah Waktu perjalanan dari GPS menuju Tebing Breksi
menghabiskan waktu kurang lebih 3 jam dengan
menggunakan bis. Perjalanan dari GPS dilakukan pada
pukul 07.00 dan sampai dilokasi sekitar pukul 08.50.
Selama Perjalanan mendekati lokasi, ditemukan bahwa
daerah-daerah di sekitarnya menrupakan lahan kosong
yang kering.
Bentangalam Struktural
Morfologi Kekar
13
Perlapisan
Laminasi
Vegetasi Rumput ilalang kering dan beberapa pohon kecil
Slope 79º
Strike/Dip N 282º E/52º
Potensi
Positif Wisata Geologi
Negatif Longsoran
Tata Guna Lahan Tempat wisata dan studi Geologi
Tingkat Pelapukan Tinggi
Litologi
Deskripsi Litologi
Berdasarkan pengamatan dilapangan pada wisata tebing breksi memiliki dua
litologi utama berupa tuff kasar dan tuff halus. Tuff yang terbentuk disini
menandakan bahwa tebing breksi terletak jauh dri sumber erupsi dan masuk ke zona
medial.
Tuff halus pada bagian bawah ini memiliki warna abu-abu dengan ukuran butir
lanau dan tersusun pula dari es yang terbawa angin hingga butiran ini terendapkan
dan mengalami litifikasi.. Butiran pada tuff halus ini saling berhubungan yang
menunjukkan bahwa batuan ini memilki sortasi yang baik dan kemas yang tertutup.
Dari hasil pengujiian dengan HCl ditemukan bahwa lanau ini mneghasilkan buih,
diindikasikan terdapat semen karbonatan. Namun, semen karbotan ini merupakan
hasil dari materi materi semen lepas disekitar tebing breksi karena sedang dilakukan
pembangunan, dan lagi pula yang dilakukan pengecekan dengan menggunakan HCl
adalah bagian permukaan batuan.
Tuff kasar pada tebing breksi ini berwarna kecoklatan dengan butir pasir sedang-
kasar. Tuff disini diindikasikan sebagai tuff lapilli dengan bentuk angular sehingga
sortasi yang dihasilkan adalah sortasi yang buruk dengan kemas terbuka.
Berdasarkan pengujian dengan HCl, batuan ini tidak bereaksi sehingga bias
disimpulkan bhwa batuannya non-karbonatan.
Batuan pada tebing ini memliki struktur perlapisan dengan kondisi batuan yang
masif yang menujukkan bahwa batuan ini telah mengalami litifikasi yang sangat
tinggi. Kenampakan batuan yang berwarna hitam, merah dan kecoklatan dibeberapa
bagian menunjukkan adanya reaksi oksidasi dan pelapukan.
14
3.2 STA 2/LP 1
HASIL DESKRIPSI
STA 2/LP 1
HASIL DESKRIPSI
Lokasi : Tanggal :
Tebing Breksi 16 November 2019
Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta
446054,9138100
Cuaca : cerah pukul : 09.50
STA/LP : 2/1 Koordinat
Deskripsi
Kesampaian Daerah Waktu perjalanan dari GPS menuju Tebing Breksi
menghabiskan waktu kurang lebih 3 jam dengan
menggunakan bis. Dengan perpindahan dari STA 1 ke
STA 2 adalah sekitar 5 mneit menuju ke bagian atas
tebing breksi. Cuaca saat itu cerah.
Bentuk Lahan Structural dan Vulkanik
Morfologi Gunung api Merapi
Perbukitan
Bukit terisolir
Pelurusan
Vegetasi Pepohohan kering
Slope -
Strike/dip -
15
Potensi
Positif Wisata
Negatif Longsoran, bencana letusan gunung api
Tata Guna Lahan Tempat wisata, pemukiman, persawahan
Tingkat Pelapukan tinggi
Litologi
Deskripsi Litologi
Berdasarkan data lapangan yang ditemukan bahwasannya daerah ini adalah daerah
dengan bentangalam structural dan vulkanik. Batuan yang ada di tebing breksi ini
adalah jenis tuff lapilli yang mengalami kompaksi dan litifikasi. Batuan yang
berada dibagian atas ini diindikasikan sama dengan batuan yang berada didaerah
dibagian bawah. Jenis yang ditemukan adalah batuan beku fragmental karena
berasal dari lontaran material vulkanik.
16
3.3 STA 2/LP 1
HASIL DESKRIPSI
STA 2/LP 1
HASIL DESKRIPSI
Lokasi : Tanggal :
Gumuk Pasir Parangkusumo 16 November 2019
Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta
427500,9131000
Cuaca : cerah pukul : 14.55
STA/LP : 1/2 Koordinat 427500, 9131000.
Deskripsi
Kesampaian Daerah Perjalanan dari LP 1 menuju LP 2 memakan waktu
kurang lebih 2 jam dengan perjalanan menggunakan
bis. Perjalanan dilakukan setelah ishoma sekitar pukul
12.45 dan tiba di tempat tujuan sekitar pukul 14.55.
dengan cuaca saat itu Cerah.
Bentangalam Aeolian
Morfologi Gumuk pasir tipe Barchanoid
Ripple
Vegetasi Rumput yang jarang. Dan pohon kecil
Slope -
Strike/dip -
Potensi
17
Positif Tempat wisata, penahan alami gelombang
Negatif Badai pasir
Tata Guna Lahan Tempat wisata geologi, penambangan
Tingkat Pelapukan Sedang-tinggi
Litologi
Deskripsi Litologi
Berdasarkan data lapangan yang diambil, pasir yang terdapat disini mengandung
butiran kuarsa dan pasir besi karena warnanya yang coklat gelap. Butiran kuarsa
dapat diamati karena ketika terkena cahaya, kuarsa akan mengkilap. Dan untuk
membuktikan adanya kandungan pasir besi, digunakan magnet untuk menarik. Dan
hasilnya, besi yang ada menempel pada magnet. Kandungan unsur besi yang ada
diindikasikan berasal dari materian vulkanik gunung api yang ada di daerah
Yogyakarta yang tertransportasi oleh sungai-sungai yang ada menuju laut kemudian
dihempaskan kembali oleh gelombang sehingga menghasikkan gumuk pasir
Parangkusumo yang mengandung material kuarsa dan unsur pasir besi.
18
3.4 STA 2/LP 2
HASIL DESKRIPSI
STA 2/LP 2
HASIL DESKRIPSI
Lokasi : Tanggal :
Pantai Parangkusumo 16 November 2019
Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta
427500,9131000
Cuaca : cerah pukul : 16.25
STA/LP : 2/2 Koordinat 446054, 9138100
Deskripsi
Kesampaian Daerah Lokasi STA 2/LP2 ini berdampingan dengan lokasi
sebelumnya, dengan berjalan kaki sekitar 5-10 menit
untuk sampai ke tepian pantai.
Bentangalam Pantai/Marine
Morfologi Cliff
Bays
Beach
Vegetasi Pepohonan yang jarang
Slope -
Strike/dip -
Potensi
Positif Tempat wisata alam
Negatif Tsunami
19
Tata Guna Lahan Tempat wisata
Tingkat Pelapukan Sedang-tinggi
Litologi
Deskripsi Litologi
Pasir yang ditemukan di Pantai Parangkusumo masih memiliki karakteristik yang
sama dengan yang ditemukan di gumuk pasir yaitu pasir dengan kandungan kuarsa
dan kandungan unsur pasir besi. Karena pasir yang berada di Gumuk pasir adalah
hasil hempasan dari pantai.
Struktur geologi pantai selatan gunung kidul ini berupa kelurusan yang dibentuk
oleh tebing batu gamping yang mengalami uplift, uplift ini mengakibatkan
pantainya yang cenderung curam dengan tebing hampir tegak menghadap ke laut
dan gradient dasar laut yang curam karena pantai di Selatan jawa ini langsung
berhadapan dengan Samudera Hindia. Gelombang yang dihasilkan pun cukup besar
dan tinggi, kisarannya sekitar 3-7 meter.
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Lokasi lapangan yang dituju adalah Tebing Breksi, Kabupaten Sleman. Waktu
tempuh yang dibutuhkan untuk pergi ke lokasi sekitar 2,5jam dari Gedung Pertamina
Sukowati dengan menggunakan bus. Cuaca saat kami melangsungkan perjalanan ke
lokasi tergolong cukup cerah. Setibanya dilokasi, kami diharuskan untuk melakukan
pengamatan secara eagle view dalam pembuatan sketsa dan frog view untuk mengamati
litologi yang ada tanpa melakukan sampling. Setelah pengamatan secara frog view
praktikan diarahkan untuk mengisi konten buku catatan lapangan.
21
Struktur yang kerap ditemukan pada STA 1 lp 1 adalah laminasi dan bedding.
Laminasi adalah perlapisan sejajar pada batuan sedimen yang memiliki ketebalan
kurang dari 1 cm sedangkan bedding memiliki ketebalan lebih dari 1cm. Menurut
Warmada (2019) menyatakan bahwa laminasi merupakan struktur yang terbentuk saat
proses sedimentasi berlangsung, laminasi disebabkan oleh perubahan siklik dalam
penyediaan sedimen. Perubahan ini dapat terjadi pada ukuran butir, persentase tanah
liat, kandungan mikrofosil, kandungan bahan organik atau kandungan mineral dan
sering mengakibatkan perbedaan yang menonjol dalam warna antara lamina. Menurut
Husein (2019) menyatakan karena laminasi adalah struktur kecil, mudah dihancurkan
oleh bioturbasi (aktivitas organisme penggali) tidak lama setelah pengendapan.
Berbeda dengan laminasi, bedding memiliki lapisan yang lebih tebal dan lebih sulit
terdeformasi.
Melalui pengamatan secara frog view diamati pula litologi dan persebaran
mineralnya. Struktur terbawah pada tebing breksi adalah tuff, dan diatasnya adalah
breksi lapili. Melalui hukum superposisi yang menyatakan "Perlapisan suatu batuan
yang berada pada posisi paling bawah merupakan batuan yang pertama terbentuk dan
tertua dibandingkan dengan lapisan batuan diatasnya". Dari hukum tersebut diketahui
22
umur dari tuff lebih tua dibandingkan breksi lapili, hal tersebut dikarenakan densitas
dari tuff lebih besar (2,4gr/cm3) dibandingkan breksi lapili (1,7gr/cm3).
Tuff dicirikan memiliki ukuran butir kurang dari 2mm, dan komposisi gelas
dengan fragmen berupa ash atau abu vulkanik. Tuff sendiri merupakan penciri
mekanisme letusan eksplosif. Diatas tuff terdapat breksi lapilli dengan matriks berupa
ash. Sortasi pada lapilli tergolong baik sebab distribusi butirnya seragam dan kemasnya
tertutup sebab butiran fragmen dalam batuan sedimen saling bersentuhan atau
bersinggungan. Bentuk butir pada breksi lapilli tergolong angular atau meruncing
sebab erosi yang intensif dan transportasi yang jauh.
Pada tebing breksi bagian sebelah timur setelah ditetesi dengan HCl sifat dari
batuannya adalah non karbonatan sebab tidak berbuih, sedangkan pada bagian sebelah
barat bersifat karbonatan. Hal tersebut terjadi akibat dari pembangunan yang ada pada
geowisata tebing breksi. Pembangunan pada tebing breksi umumnya menggunakan
semen. Semen sendiri memiliki kandungan karbonat (CO32-) yang tinggi sebab berasal
dari pengolahan batu gamping. Material material semen yang terbawa oleh aliran angin
mengenai tebing breksi disebelah barat sehingga terindikasi bersifat karbonat.
Proses geomorfik yang dominan adalah eksogen. Proses eksogen disini ditandai dengan
warna merah pada tebing breksi yang diindikasikan unsur fe akibat dari reaksi antara
udara pada atmosfer, adapun persamaan kimianya adalah
23
4FeO + 3H2O → 2FeO.3H2O
Selain itu, bongkahan-bongkahan material lepas diindikasikan akibat dari erosi aliran
yang intensif atau dapat juga diindikasikan akibat gerakan massa batuan secara
runtuhan. Kemudian, akibat dari paparan sinar matahari yang intensif, bongkahan
bongkahan diindikasikan mengalami pula pelapukan fisik
Pada bagian atas tebing breksi umumnya kerap dijumpai vegetasi dengan
berakar tunggang. Hal tersebut disebabkan sistem perakaran tunggang cukup kuat
untuk tumbuh dilingkungan dengan topografi bergelombang hingga terjal berbeda
dengan sistem perakaran serabut yang hanya cocok tumbuh pada topografi datar hingga
landai seperti padi. Disamping itu, intensitas pelapukan pada tebing breksi sangatlah
tinggi.
Tata guna lahan dari STA 1 lp 1 adalah sebagai objek wisata geologi.
Sebelumnya, tebing breksi sendiri merupakan wilayah pertambangan, akan tetapi sejak
2014 ditutup oleh pemerintah daerah setempat dan dijadikan sebagai objek wisata agar
terjaga kelestariannya. Maka dari itu potensi positif dari kawasan ini adalah sebagai
objek wisata, sedangkan potensi negatifnya adalah runtuhan batuan.
24
4.2 Hasil Pengamatan STA 1 Lp 2
Lokasi lapangan yang dituju pada STA 1 Lp 2 tetap berada di kawasan Tebing
breksi, akan tetapi praktikan diminta menuju ke bagian atas tebing breksi. Hal tersebut
bertujuan untuk mengamati bentangalam disekeliling tebing breksi. Waktu tempuh
yang dibutuhkan untuk pergi ke lokasi sekitar 5 menit dari STA 1 lp 1 dengan berjalan
kaki. Cuaca saat kami melangsungkan perjalanan ke lokasi tergolong cukup cerah.
Sesampainya di STA 1 lp 2, praktikan diarahkan untuk membuat sketsa geomorfologi
daerah STA 1 lp 2, mengisi konten buku catatan lapangan, dan melakukan ploting.
Berdasarkan hasil ploting yang didapat, koordinat lokasi praktikan berada di 446054,
9138100
Morfologi yang ditemukan pada pengamatan secara frog view adalah indikasi
parasitic cone, pelurusan-pelurusan bukit struktural, dan bukit terisolasi. Parasitic
cone merupakan morfologi berupa kerucut gunung yang berada disekitar pipa utama
akibat dike yang menembus ke permukaan lereng gunung. Sedangkan, penerusan-
penerusan bukit struktural menandakan adanya bukti proses-proses struktural berupa
25
gaya tektonik. Kemudian, untuk bukit terisolasi umumnya terjadi akibat adanya erosi
yang intensif sehingga menyisakan bukit yang memiliki resistensi yang tinggi. Akan
tetapi, secara geologi regional bukit tersebut terjadi akibat pengangkatan.
26
cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada
morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel
kadangkala meng-indikasikan adanya suatu patahan besar yang memotong daerah yang
batuan dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam.
Terkait stadia sungai, praktikan belum dapat mengintepretasi lebih jauh sebab
meskipun melakukan pengamatan secara eagle view, sungai yang ada masih belum
terlihat dimungkinkan karena berada dibalik bukit-bukit tinggi. Berdasarkan
interpretasi peta, stadia sungai pada kawasan ini tergolong muda-dewasa. Hal tersebut
terlihat dari kenampakan pada peta bahwa diameter alur dari sungai masih kecil dan
terdapat banyak percabangan berupa anak-anak sungai. Sungai yang termasuk dalam
tahapan muda adalah sungai-sungai yang aktivitas aliran sungainya mengerosi kearah
vertikal. Aliran sungai yang menmpati seluruh lantai dasar suatu lembah. Umumnya
profil lembahnya membentuk seperti huruf V. Sedangkan, terkait sungai stadia dewasa,
tahap awal dari sungai dewasa dicirikan oleh mulai adanya erosi secara vertikal dan
lateral. Indikasi sungai stadia dewasa dilihat dari peta topografi dimana alur sungai
sudah memiliki kelokan, tetapi belum terbentuk meander.
27
Berdasarkan data lapangan yang ditemukan bahwasannya daerah ini adalah
daerah dengan bentangalam struktural dan vulkanik. Batuan yang ada di tebing breksi
ini adalah jenis tuff lapilli yang mengalami kompaksi dan litifikasi. Batuan yang berada
dibagian atas ini diindikasikan sama dengan batuan yang berada didaerah dibagian
bawah. Jenis yang ditemukan adalah batuan beku fragmental karena berasal dari
lontaran material vulkanik.
Ditinjau dari segi tata guna lahan, wilayah disekitar kawasan ini cocok
digunakan sebagai area pertanian terlebih dengan sistem terasering untuk relief yang
terjal. Pada relief yang terjal kerap ditumbuhi tanaman tingkat tinggi yang ditandai
memiliki tubuh batang yang keras dan kering. Selain itu, kerap juga lahan yang
memiliki relief datar dijadikan lahan pemukiman warga.
28
pelapukan dan erosi maka lama kelamaan sudut elevasi pada bumi berkurang sehingga
terbentuklah bentangalam denudasional yang dijadikan area pemukiman dan
persawahan yang kerap ditemukan pada STA ini.
29
tetapi gumuk pasir dapat terbentuk. Hal tersebut dikarenakan gumuk pasir
parangkusumo memenuhi syarat terbentuknya gumuk pasir yakni banyaknya suplai
pasir yang dibawa oleh angin, vegetasi yang tidak dominan, serta curah hujan yang
rendah.
Morfologi yang kerap ditemukan adalah gumuk pasir barchanoid. Gumuk pasir
barchanoid adalah gumuk pasir dengan pasokan pasir yang sedang dan belum bisa
membentuk transverse dune serta pasokan pasir terlalu banyak sehingga tidak
membentuk tipe barchan atau bulan sabit. Vegetasi yang ada pada gumuk pasir sangat
jarang dan tidak dominan.
30
Gambar 4.9, Gelembur sinous
Kemudian, ketika kecepatan angin berkurang, partikel pasir yang dibawa akan
diendapkan.
31
Gambar 4.10, Proses erosi, transportasi dan deposisi eolian.
32
termasuk daerah beriklim tropis dengan intensitas hujan yang cukup tinggi. Dari latar
belakang tersebut maka pembentukan gumuk di wilayah ini dipengaruhi suatu kondisi
alam yang khusus. Pantai Parangtritis merupakan salah satu pantai di selatan
Yogyakarta yang memanjang berarah timur – barat. Terdapat dua sungai utama yang
bermuara di wilayah ini yakni Sungai Progo dan Sungai Opak. Kedua sungai ini banyak
membawa material hasil erosi batuan gunungapi, utamanya dari Gunung Merapi yang
aktif dan selalu menghasilkan material hasil erupsi. Sungai Progo merupakan sungai
utama yang membawa sedimen hasil erosi batuan gunungapi yang berasal dari Gunung
Merapi-Merbabu dan Sumbing-Sindoro. Sungai Opak membawa sedimen hasil erosi
dari Gunung Merapi dan Tinggian Pegunungan Selatan. Material sedimen hasil erosi
terbawa ke muara Sungai Progo dan Opak di Pantai Selatan Yogyakarta. Akibat dari
kondisi gelombang dan ombak yang kuat maka sedimen yang baru saja diendapkan di
muara sungai akan segera disebarkan dan diendapkan ke kiri dan kanan sepanjang
pantai dari Pantai Parangtritis di bagian timur hingga Samas-Congot di bagian barat.
Instensitas sinar matahari sepanjang siang hari menyebabkan sedimen berukuran pasir
yang diendapkan di sepanjang pantai tersebut menjadi cepat kering. Butiran sedimen
kemudian akan terbawa oleh angin yang sangat kuat dari Samudra Hindia ke arah utara.
Proses transportasi yang diikuti oleh deposisi yang terus berlangsung akhirnya
membentuk gundukan yang dikenal sebagai gumuk pasir.
33
Gambar 4.12, Indikasi Pasir Besi
Morfologi erosi yang ditemukan pada kawasan ini adalah cliff dan bays. Sea
cliff atau tebing terjal yang tersusun atas batuan yang mencuat di atas permukaan laut.
Bentuk tebingnya yang vertikal merupakan hasil dari erosi gelombang pada bagian
bawah yang sejajar dengan paras muka laut (sea-level) dan runtuhnya tubuh batuan
34
yang ada di bagian atas. Tipe gelombang yang ada pada pantai parangkusumo adalah
spilling wave, yang dicirikan memiliki longshore bar yang relatif masih landai.
Kemudian, bays adalah lautan yang menjorok ke darat. Terbentuknya bays karena
adanya erosi yang intensif pada litologi soft rock, sehingga hanya menyisakan hard
rock yang dikenal sebagai headland.
Proses geomorfik yang dominan adalah eksogen meliputi deposisi dan erosi.
Erosi yang ada didominasi oleh spiling wave. Meskipun demikian spilling wave
tergolong ombak yang bersifat konstruktif sebab dapat menambah garis pantai.
35
Banyaknya material-material sedimen yang berada pada wilayah pasir berkaitan
dengan pembentukan gumuk pasir parangkusumo. Apabila material sedimen atau
suplai pasir sedikit, maka sulit untuk terbentuk gumuk pasir. Perairan pada pantai
selatan sendiri cenderung berwarna hijau, sebab dipengaruhi oleh aktivitas fitoplankton
dan berbagai vegetasi dibawah laut.
Tata guna lahan pada kawasan ini adalah sebagai objek wisata. Selain itu, pada
wilayah offshore juga berpotensi untuk dijadikan area pemboran minyak. Sedangkan
untuk potensi negatifnya berupa tsunami.
36
Gambar 4.14, Iron sand yang ditempeli magnet
37
DAFTAR PUSTAKA
Pakde. 2008. Gumuk Pasir (Sand Dune), Morfologi Hasil Ukiran Angin. Jurnal
Teknolofgi Kebumian. Volume 4 hlm 22-29.
38
LAMPIRAN
39