Anda di halaman 1dari 11

NAMA : ILHAM MUHAMMAD

NIM : 21100119130084

BAB IV
PEMBAHASAN

Lapangan Geomorfologi acara bentuklahan struktural, bentuklahan


denudasional, bentuklahan vulkanik dan bentuklahan fluvial yang telah dilaksanakan
pada hari Minggu tanggal 13 Oktober 2019 yang berlokasi di Kendalisodo dan
Jabungan. Pada lapangan ini para praktikan dibimbing dan diajari berbagai materi
perihal bentuklahan struktural, bentuklahan denudasional, bentuklahan vulkanik dan
bentuklahan fluvial melalui observasi langsung di lapangan. Pada kegiatan ini
terdapat 5 STA yang diamati, 2 STA berada di Kendalisodo dan 3 STA yang berlokasi
di Jabungan. Selama melakukan observasi, praktikan diminta untuk melakukan
ploting pada peta topografi, mengukur strike dan dip, melengkapi buku catatan
lapangan dengan konten antara lain ; informasi kondisi dan identitas lokasi,
bentuklahan, morfologi, slope, dimensi, tingkat pelapukan, vegetasi sekitar, tata guna
lahan, deskripsi litologi ,dan kedudukan batuan. Selain itu, praktikan juga melakukan
pembuatan sketsa di kertas A3 dan sampling batuan. Berikut pembahasan dari data
yang diperoleh :

4.1 Hasil Pengamatan STA 1


Lokasi lapangan yang dituju adalah Kendalisodo. Waktu tempuh yang
dibutuhkan untuk pergi ke lokasi sekitar 45 menit dari Gedung Pertamina Sukowati
dengan bersepeda motor. Cuaca saat kami melangsungkan perjalanan ke lokasi
tergolong cukup cerah. Setibanya dilokasi, kami diharuskan untuk tracking dari
lokasi parkir STA 1 menuju STA 1 dengan waktu sekitar 15 menit perjalanan dengan
berjalan kaki. Sesampainya di STA 1, praktikan diarahkan unduk membuat sketsa
geomorfologi daerah STA I yakni gunung Ungaran, mengisi konten buku catatan
lapangan, dan memploting lokasi tempat kami berada. Dari hasil ploting didapatkan
koordinat lokasi praktikan berada yakni 921.600-435.200.
Morfologi yang kerap ditemukan pada STA 1 adalah morfologi dari
bentuklahan vulkanik yakni indikasi parasitic cone. Parasitic cone merupakan kerucut
yang terbentuk di sekitar gunung api utama karena magma muncul dari vent selain
pipa utama. Sedangkan, dari morfologi gunungapi Ungaran sendiri yakni gunungapi
stratovolcano yang berbentuk kerucut dan disusun oleh perulangan antara lava dan
piroklastik. Dari tampak kejauhan juga diindikasikan terdapat morfologi bentuklahan
denudasional yakni bad land. Bad land sendiri memiliki topografi dengan lereng
curam yang berada di kaki pegunungan. Berdasarkan perhitungan morfometri pada
peta topografi, didapatkan rata-rata persen kelerengan sebesar dan beda tinggi
sebesar. Berdasarkan klasifikasi Van Zuidam 1983, STA 1 memiliki persen lereng
sebesar 40,03% dan beda tinggi 450m dan digolongkan dengan jenis relief berbukit
terjal Tata guna lahan yang ada dapat dijadikan kawasan pertanian, pemukiman, dan
perkebunan.
Proses geomorfik yang dominan adalah proses endogenik yakni vulkanisme.
Akibat dari proses vulkanisme tersebutlah tercipta produk tubuh gunungapi. Indikasi
litologi batuan adalah batuan beku andesit dan riolit. Adanya batuan tersebut
diindikasikan melalui tipe gunung api stratovolcano. Tipe gunung api stratovolcano
tergolong tipe gunung api yang memiliki tipe magma intermediet-asam. Tipe magma
jenis tersebut memiliki kadar SiO2 berkisar 60%, viskositas menengah hingga tinggi,
dan bersuhu sedang hingga tinggi. Akibat dari tipe magma jenis tersebutlah
diindikasikan disekitar tubuh gunung api terdapat batuan-batuan beku fragmental
andesit dan riolit hasil dari erupsi Gunung Ungaran.
Morfogenesa dari terbentuknya gunungapi pada dasarnya adalah akibat dari
pergerakan lempeng tektonik dengan sifat konvergen. Pada pertemuan lempeng yang
saling mendekat salah satunya dapat menyusup ke bawah yang dinamakan zona
subduksi. Bila tidak terjadi penekukan dan penyusupan, yang terjadi adalah
penebalan pada tepi-tepi pertemuan kedua lempeng. Kemudian, lempeng-lempeng
tersebut akan saling menebal dan terbentuklah tubuh gunungapi. Pada tubuh
gunungapi, didalam perut bumi terdapat akitifitas magma yang nantinya magma akan
naik untuk erupsi, proses tersebutlah yang dinamakan vulkanisme. Untuk Gunung
Ungaran yang ada pada STA 1 sendiri merupakan Gunung Ungaran muda yang
terbentuk setelah erupsi dari Gunung Ungaran tua. Gunung Ungaran saat ini
diindikasikan muda sebab umur batuan yang dimiliki jauh lebih muda daripada umur
batuan pada Gunung Ungaran tua yang produk batuannya terdapat pada STA 2.

4.2 Hasil Pengamatan STA 2


Lokasi lapangan yang dituju pada STA 2 tetap berada di kawasan
Kendalisodo. Waktu tempuh yang dibutuhkan untuk pergi ke lokasi sekitar 10 menit
dari STA 1 dengan berjalan kaki. Cuaca saat kami melangsungkan perjalanan ke
lokasi tergolong cukup cerah. Sesampainya di STA 2, praktikan diarahkan untuk
membuat sketsa geomorfologi daerah STA 2, mengisi konten buku catatan lapangan,
dan mengambil sample batuan.

Morfologi yang ditemukan adalah indikasi parasitic cone atau cinder cone.
Dikatakan parasitic cone apabila diinterpretasi dari Gunung Ungaran Tua, dimana
daerah ini diindikasikan tempat magma keluar pada vent selain pipa utama sehingga
dikatakan parasitic cone. Sedangkan, dikatakan cinder cone sebab daerah ini
diindikasikan terbentuk oleh erupsi kecil yang terjadi pada kaki Gunung Ungaran
Muda yang berupa kerucut rendah dengan bagian puncak tampak datar. Sama halnya
pada STA 1, pada STA 2 juga memiliki jenis relief berdasarkan klasifikasi Van
Zuidam 1983 memiliki persen lereng sebesar 40,03% dan beda tinggi 450m dan
digolongkan dengan jenis relief berbukit terjal. Akibat memiliki jenis relief berbukit
terjal, maka pada STA 2 dapat dikatakan bahwa longsor mudah terjadi. Akan tetapi,
positifnya area ini dahulunya pernah dijadikan area pertambangan.

Proses geomorfik yang dominan terjadi adalah endogenik baik secara


vulkanisme yang berkaitan dengan proses pembentukan parasitic cone, struktual yang
berkaitan dengan tersingkapnya batuan beku non-fragmental, dan denudasional yang
berkaitan dengan pelapukan fisik dan kimiawi pada batuan. Litologi dari batuan pada
STA 2 sendiri merupakan batuan beku non-fragmental. Dikatan batuan beku non
fragmental sebab terbentuk akibat pembekuan magma secara langsung di dekat
permukaan atau terindikasi di permukaan (ekstrusif). Batuan yang ada pada STA 2 ini
akibat berinteraksi langsung dengan atmosfer, maka cenderung terlapukan secara
kimiawi berupa oksidasi. Bukti dari terjadinya oksidasi adalah pada batu sampling
yang praktikan dapatkan terlihat berwarna sedikit kekuningan yang merupakan
indikasi unsur Fe.

Oksidasi

Gambar 4.1, Batuan Beku Non Fragmental yang Mengalami Oksidasi

Morfogenesa daerah STA 2 sendiri akibat dari erupsi pada Gunung Ungaran
Tua yang mengakibatkan terbentuk volcanic remnant landforms (morfologi sisa) yang
berupa parasitic cone atau cinder cone tergantung dari interpretasinya. Kawasan pada
STA 2 juga mengalami proses denudasi melalui pelapukan secara kimiawi berupa
oksidasi dan pelapukan fisik berupa ekspansi panas akibat terpapar langsung oleh
sinar matahari. Selain itu, pada singkapan yang diamati juga terbentuk akibat dari
alterasi.

4.3 Hasil Pengamatan STA 3

Lokasi lapangan yang dituju selanjutnya adalah Jabungan. Waktu tempuh


yang dibutuhkan untuk pergi ke lokasi sekitar 45 menit dari lokasi parkir STA 1
dengan bersepeda motor. Cuaca saat kami melangsungkan perjalanan ke lokasi
tergolong cukup cerah. Setibanya dilokasi, kami diharuskan untuk tracking dari lokasi
parkir STA 3 menuju STA 3 dengan waktu sekitar 10 menit perjalanan dengan
berjalan kaki. Sesampainya di STA 3 pada pukul 14.01WIB, praktikan diarahkan
untuk membuat sketsa geomorfologi daerah STA 3 yakni sungai Jabungan, mengisi
konten buku catatan lapangan, mengambil sampel batuan, dan menentukan strike
serta dip singkapan batuan.

Morfologi yang ditemukan yakni morfologi sungai teranyam, bar deposit baik
channel bar dan point bar, dan dataran banjir. Indikasi dikatakan sungai teranyam
sebab erosi berlebihan pada hulu sungai sehingga terjadi pengendapan pada bagian
alurnya dan membentuk bar deposit yang banyak dan berderet, akibat adanya bar
deposit yang banyak dan berderet tersebutlah dapat dikatakan pada STA 3 terdapat
morfologi sungai teranyam. Sedangkan, morfologi dataran banjir sendiri
diindikasikan bahwa pada STA 3 aliran sungainya cenderung lurus dan tidak
ditemukan meander atau kelokan serta terdapat hasil pengendapan pada tepi sungai
yang saling bersebrangan. Hal tersebut juga didukung dari kedalaman sungai yang
rendah sehingga diduga sangat mudah terjadi luapan banjir. Maka dari itu, endapan
pada tepi sungai yang saling menyebelah dan bersebrangan diindikasikan akibat dari
pengendapan luapan banjir. Morfologi lain yang praktikan temukan pada singkapan
STA 3 adalah kekar. Sedangkan, untuk kelerengan sendiri berdasarkan interpretasi
praktikan melihat kondisi lapangan maka kelerengan pada STA 3 mengindikasikan
jenis relief hampir datar hingga landai berdasarkan klasifikasi Van Zuidam 1983,
sebab dilihat dari sungai pada STA 3 yang berada pada daerah hilir dibuktikan dengan
tipe erosi lateral dengan bukti lembah sungai berbentuk U.

Proses geomorfik yang terdapat pada STA 3 tergolong lengkap sebab terdapat
proses endogenic dan eksogenik yang sama-sama dominan. Proses endogenik yang
ada yakni structural dengan indikasi ditemukannya kekar, serta proses vulkanisme
dengan indikasi dari sifat litologi batuan yang menghasilkan batu pasir non
karbonatan. Disamping itu, proses fluvial dan denudasi juga berperan dominan.
Proses fluvial disini terbagi menjadi 3 yakni erosi, transportasi dan deposisi. Erosi
sungai diindikasikan melalui lembah sungai didominasi dengan Profil U akibat erosi
secara lateral. Peninjauan berikutnya dari segi transportasi, berdasakan ukuran
butirnya transportasi pada STA 3 tergolong bed load yakni transportasi muatan dasar,
dimana yang dibawa adalah material berukuran pasir, berpindah dengan cara traksi
(merayap dan bergulir) dab saltasi (melompat dalam jarak pendek). Serta ditinjau dari
bentuk dasar geometrinya, maka transportasi pada STA 3 tergolong braided atau
teranyam dengan indikasi bed load. Terakhir, dari segi deposisinya terbukti
ditemukan bar deposit akibat deposisi endapan sungai. Kemudian, untuk proses
denudasi sendiri ditemukan kerap terjadi pelapukan biologis melalui lumut dan lichen
yang menopangi beberapa batuan. Litologi batuan pada singkapan ini tergolong batu
pasir non karbonatan sebab tidak menghasilkan buih saat ditetesi HCl. Batu pasir non
karbonatan ini sendiri terbentuk dari gabungan proses fluvial dari segi erosi,
transportasi, dan deposisi, dan akibat dari produk vulkanisme dari Gunung Ungaran
seperti abu mengakibatkan batuan pada singkapan ini tergolong non karbonatan.

Gambar 4.2, Mineral Smoky Quartz pada Batupasir

Morfogenesa dari terbentuknya STA 3 ini mulanya akibat dari proses


structural seperti sesar dan kekar. Akibat adanya erosi terus menerus mengakibatkan
sesar dan kekar semakin membesar dan akibat adanya hujan dan aliran air dari daerah
hilir maka terbentuklah sungai. Adanya erosi secara lateral, dan debit air yang rendah
mengakibatkan stream capacity (jumlah maksimum material yang dapat tertransport)
menjadi turun sehingga mengakibatkan deposisi cenderung terjadi. Sungai yang ada
pada STA 3 tergolong stadia tua, sebab memiliki lembah U yang datar akibat erosi
lateral, dataran banjir, dan singkapan dengan intensitas erosi tinggi.

4.4 Hasil Pengamatan STA 4

Lokasi lapangan yang dituju selanjutnya adalah tetap pada daerah Jabungan.
Waktu tempuh yang dibutuhkan untuk pergi ke lokasi sekitar 10 menit dari lokasi
parkir STA 4 dengan berjalan kaki. Cuaca saat kami melangsungkan perjalanan ke
lokasi tergolong cukup cerah. Setibanya dilokasi pada pukul 14.55WIB, praktikan
diarahkan untuk membuat sketsa geomorfologi daerah STA 4 secara eagle view, dan
mengisi konten buku catatan lapangan.

Morfologi yang terlihat dari jauh adalah indikasi antiklin dan kipas koluvial.
Diduga karena adanya indikasi antiklin sebab bila diamati secara eagle view terlihat
proses structural berupa lipatan-lipatan cembung seperti antiklin. Sedangkan, kipas
koluvial sendiri diindikasikan dibagian bawah antiklin yang berupa seperti runtuhan
runtuhan tanah berbentuk kipas akibat frost heaving atau frost wedging yakni
pengisian kekar/sesar atau bahkan rongga-rongga yang ada pada batuan sedimen oleh
air sehingga terjadi runtuhan berbentuk kipas. Kelerengan yang ada pada STA 4
mengindikasikan jenis relief berdasarkan Van Zuidam 1983 tergolong berbukit
bergelombang dengan kisaran persentase kelerengan 14-20%. Hal tersebut
disebabkan meski didominasi proses structural yang notabene jenis reliefnya semakin
terjal, akan tetapi proses denudasional juga masih kerap terjadi, bukti lain juga pada
STA 4 ini masih terdapat jalan, dan pemukiman yang notabene jarang dibangun pada
relief yang terjal, sehingga praktikan mengindikasikan jenis relief berbukit
bergelombang.
Proses geomorfik yang kerap terjadi adalah endogen dan eksogen. Secara
endogen terbukti ditemukan seperti lipatan antiklin. Sedangkan secara eksogen
terbukti dengan adanya pelapukan yang tinggi sehingga batuan-batuan berwarna
kecoklatan akibat ekspansi panas matahari dan sedikit kemerahan akibat oksidasi.
Selain itu, bukti secara eksogenik juga ditemukan kipas koluvial akibat frost having
yakni pengisian kekar/sesar atau bahkan rongga-rongga yang ada pada batuan
sedimen oleh air sehingga terjadi runtuhan berbentuk kipas. Litologi pada STA 4 juga
belum bisa diketahui secara pasti sebab pengamatan dilakukan secara eagle view akan
tetapi diindikasi dengan batuan sedimen sebab ditemukan adanya morfologi sungai di
kawasan STA 4.

Morfogenesa dari STA 4 ini sendiri akibat dari proses structural. Mulanya
bentangalam yang berbentuk bukit dimana litologi penyusunnya telah mengalami
perlipatan membentuk struktur antiklin. Morfologi bukit antiklin umumnya dijumpai
di daerah daerah cekungan sedimen yang telah mengalami pengangkatan dan
perlipatan. Bukit antiklin merupakan bagian dari perbukitan lipatan yang bentuknya
berupa bukit dengan struktur antiklin. Jentera geomorfik ”Bukit Antiklin”
diklasifikasikan kedalam jentera geomorfik muda, artinya bahwa proses proses
eksogenik (pelapukan, erosi/denudasi) yang terjadi pada satuan morfologi ini belum
sampai merubah bentuk awalnya yang berupa bukit.

4.5 Hasil Pengamatan STA 5

Lokasi lapangan yang dituju selanjutnya adalah tetap pada daerah Jabungan.
Waktu tempuh yang dibutuhkan untuk pergi ke lokasi sekitar 12 menit dari lokasi
STA 4 dengan berjalan kaki. Cuaca saat kami melangsungkan perjalanan ke lokasi
tergolong cukup cerah. Setibanya dilokasi pada pukul 15.33WIB, praktikan diarahkan
untuk membuat sketsa geomorfologi daerah STA 5 secara frog view, dan mengisi
konten buku catatan lapangan, mengambil sampel batuan dan mengukur slope pada
STA 5 yang didapat 31˚.
Morfologi yang kerap ditemukan pada STA 5 yakni dari bentuklahan
structural sendiri ditemukan indikasi antiklin, denudasional ditemukan kipas koluvial,
dan fluvial ditemukan meander, dan bar deposit seperti channel bar dan point bar.
Kelerengan yang ada pada STA 5 berdasarkan klasifikasi Van Zuidam 1983 tergolong
jenis relief bergelombang miring dengan range kelerengan mulai dari 8-13 hal
tersebut diidinkasikan ditemukannya morfologi bukit antiklin dan sungai berstadia
dewasa sehingga diindikasikan berada dikawasan tengah.

Proses geomorfik yang berada pada STA 5 mencakup endogenic dan eksogen.
Proses endogenic disini berlangsung secara tektonik sehingga mengakibatkan
terjadinya perlipatan dan pengangkatan. Sedangkan eksogenik meliputi pelapukan
fisik seperti ekspansi panas, pelapukan kimiawi meliputi proses hidrasi antara batuan
dengan air, dan pelapukan biologis akibat ditemukannya lumut diatas batuan. Proses
eksogenik lainnya adalah proses fluviatil mencakup erosi, transportasi, dan deposisi.
Berdasarkan tipe erosinya maka pada STA 5 tergolong erosi U sempit dibuktikan dari
morfologi sugai berstadia dewasa yang diameternya masih relatif kecil, sedangkan
transportasinya berdasarkan ukuran butir tergolong muatan tersuspensi suspended
load yang berukuran lempung, merupakan muatan terbesar dalam sungai, berasal dari
erosi hidraulis di dasar dan tebing sungai. Litologi batuannya sendiri ditemukan batu
sedimen dengan ukuran batu pasir,, dan lempung. Batuan tersebut tergolong batuan
sedimen karbonatan sebab mulanya berasal dari bawah laut, akibat adanya
pengangkatan melalui proses structural maka singkapan pada STA 5 naik keatas
permukaan. Pada batupasir ditemukan mineral smoky quartz dengan sifat fisik
berwarna hitam, memiliki kekerasan 7SM, bentuk kristal heksagonal, perawakan
mineral tabular, diamagnetic, dan kilap kaca. Selain itu, pada area singkapn STA 5
juga ditemukan mineral kalsit. Ditemukannya mineral kalsit juga memperjelas
interpretasi bahwa mulanya singkapan ini berada dibawah laut.
Gambar 5.3, Pada bagian kiri batulempung laminasi, dan bagian kanan mineral
smoky quartz

Gambar 5.4, Mineral kalsit pada daerah singkapan STA 5

Morfogenesa dari STA 5 mulanya singkapan berada dibawah laut, akibat


adanya proses structural maka singkapan tersebut mengalami pengangkatan dan
tentunya bersifat karbonatan sebab dari bawah laut. Bukti singkapan tersebut berasal
dari bawah laut yakni adanya mineral kalsit. Kemudian, setelah singkapan naik
kepermukaan, barulah proses fluviatile terjadi meliputi erosi, transportasi, dan
deposisi membentuk sungai berstadia dewasa dengan bukti morfologi seperti meander
dan bar deposit. Seiring berjalannya waktu, intensitas dari erosi juga semakin besar
mengakibatkan terjadinya frost having yakni pengisian kekar/sesar atau bahkan
rongga-rongga yang ada pada batuan sedimen oleh air sehingga terjadi runtuhan
berbentuk kipas yang dinamakan kipas koluvial.
4.6 Keterkaitan Proses Geomorfik Antar STA

Peninjauan pertama terkait proses geomorfik berada pada STA 1 dan STA 2,
pada STA 1 dan STA 2 keterkaitannya dari segi gunungapi Ungaran sendiri. Pada
STA 1 yang teramati adalah Gunungapi Ungaran muda, sedangkan pada STA 2 adalah
produk dari Gunungapi Ungaran Tua. STA 2 dikatakan produk Ungaran Tua sebab
umur batuan yang dimiliki lebih Panjang daripada umur batuan pada STA 1. Terdapat
2 interpretasi untuk menggambarkan morfologi pada STA 2 yakni parasitic cone atau
cinder cone. Dikatakan parasitic cone apabila diinterpretasi dari Gunung Ungaran
Tua, dimana daerah ini diindikasikan tempat magma keluar pada vent selain pipa
utama sehingga dikatakan parasitic cone. Sedangkan, dikatakan cinder cone sebab
daerah ini diindikasikan terbentuk oleh erupsi kecil yang terjadi pada kaki Gunung
Ungaran Muda yang berupa kerucut rendah dengan bagian puncak tampak datar.
Selain itu pada STA 1 dan 2 juga memiliki persamaan yakni pelapukan yang tinggi.

Peninjauan kedua terkait proses geomorfik pada STA 1 dan 2 terhadap STA
3,4 dan 5. Pada STA 5 sendiri diketahui jaraknya relatif dekat dengan STA 3, akan
tetapi sifat batuannya berbeda. Pada STA 5 tergolong batuan sedimen karbonatan
sedangkan pada STA 3 batuan sedimen non karbonatan. Hal tersebut dikarenakan
pada STA 5 terjadi pengangkatan sehingga singkapan naik keatas permukaan,
sedangkan pada STA 3 terjadi kombinasi antara proses fluviatile dan proses
vulkanisme. Akibat adanya erupsi dari gunung Ungaran pada STA 1 menyebabkan
abu-abu vulkanik saling terkontaminasi dengan batuan sedimen STA 3 sehingga
bersifat non-karbonatan. Kemudian ditinjau dari segi stadia sungai, pada STA 5
tergolong stadia dewasa, sedangkan pada STA 3 berstadia tua. Faktor utama dari
penentuan stadia sungai adalah debit air. Debit air pada STA 5 relatif lebih cepat
dibadingkan STA 3, akibat debit air yang relative kecil menyebabkan berkurangnya
stream capacity dan stream competency sehingga pada STA 3 deposisi mudah terjadi
dengan bukti ditemukannya geometri braided.

Anda mungkin juga menyukai