WILAYAH PESISIR
Studi Kasus: Batu Hijau, Newmont Nusa Tenggara
Lokasi Indonesia yang terletak pada 3 tumbukan (konvergensi) lempeng kerak bumi, yakni
lempeng Benua Eurasia, lempeng Benua India-Australia dan lempeng Samudra Pasifik
melahirkan suatu struktur geologi yang memiliki kekayaan potensi pertambangan yang telah
diakui di dunia.
Namun, potensi yang sangat tinggi ini masih belum tergali secara optimal. Disamping itu,
tingkat investasi di sektor ini relatif rendah dan menunjukkan kecenderungan menurun akibat
terhentinya kegiatan eksplorasi di berbagai kegiatan pertambangan. Menurut studi yang
dilakukan Fraser Institute dalam Annual Survey of Mining Companies (December 2002),
iklim investasi sektor pertambangan di Indonesia tidak cukup menggairahkan. Banyak
kalangan menghawatirkan bahwa dengan kondisi seperti ini maka masa depan, industri
ekstraktif khususnya pertambangan di Indonesia akan segera berakhir dalam waktu 5 sampai
10 tahun. Kondisi ini patut disayangkan karena industri ini memberikan sumbangan yang
cukup besar bagi perekonomian nasional maupun daerah. Dampak ekonomi dari keberadaan
industri pertambangan antar lain penciptaan output, penciptaan tenaga kerja, menghasilkan
devisa dan memberikan kontribusi fiskal. Pada makalah ini akan dibahas mengenai gambaran
kondisi pertambangan mineral, iklim investasi pertambangan, tinjauan manfaat ekonomi
kegiatan pertambangan, permasalahan yang dihadapi industri pertambangan dan rekomendasi
kebijakan.
Indonesia berada di sabuk mineral (Rim of Fire) dengan potensi mineral yang tinggi. Dan jika
dibandingkan dengan negara lain di Asia, Indonesia memimpin dalam produksi tembaga,
emas, perak, nikel, timah dan batu bara. Berdasarkan hasil Survey Pertambangan Indonesia
yang dilakukan oleh PWC (Price Waterhouse Coopers) tahun 2002, diperoleh gambaran
bahwa dalam kurun waktu 1997 sampai 2001, secara umum produksi pertambangan
Indonesia mengalami kenaikan, walaupun untuk beberapa mineral sempat mengalami
penurunan, seperti emas pada tahun 2000 serta perak dan timah pada tahun 1999. Persentase
produksi Indonesia terhadap produksi dunia juga meningkat untuk semua kelompok mineral
kecuali untuk batubara yang mengalami penurunan sejak tahun 2000 (PWC,2002).
Potensi pertambangan belum tergali secara optimal yang terlihat dengan masih rendahnya
peranan sektor pertambangan dalam PDB Indonesia. Rendahnya peranan sektor
pertambangan saat ini diperparah dengan memburuknya tingkat investasi sektor
pertambangan yang akan membahayakan keberlangsungan sektor pertambangan di masa
depan. Tingkat produksi sektor pertambangan di Indonesia memiliki kecenderungan yang
berbeda-beda tergantung jenis pertambangannya. ini, tidak ditemukan adanya investasi baru
di sektor pertambangan baik untuk eksplorasi baru maupun perluasan usaha. Hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh Price Waterhouse Cooper mensinyalir bahwa penurunan yang
signifikan dalam investasi tersebut sebagian mencerminkan kekurangpercayaan investor
karena berlanjutnya ketidakstabilan politik dan ekonomi di Indonesia serta ketidakpastian
sekitar pemberlakuan undang-undang pertambangan yang baru, undang-undang kehutanan,
dampak otonomi daerah dan bentuk serta isi kontrak pertambangan generasi berikutnya.
Jika dibandingkan dengan tingkat investasi pertambangan di negara lain, akan terlihat bahwa
investasi baru sektor pertambangan di Indonesia berada pada level bawah dibandingkan
dengan negara lain yang memiliki potensi tambang yang sama. Fakta memperlihatkan bahwa
tingkat investasi eksplorasi Indonesia relatif memiliki nilai yang rendah terutama jika
dibandingkan dengan potensi yang dimilikinya. Nilai investasi Indonesia tersebut bahkan
lebih rendah dari Afrika Selatan dan Namibia yang notabene memiliki potensi pertambangan
yang lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia. Sektor pertambangan Indonesia sendiri
memiliki prospek pengembangan yang sangat besar pada masa yang akan datang terutama
ketika dikaitkan dengan prospek yang ada
Potensi pertambangan Indonesia ini secara umum digambarkan oleh nilai Revealed
Comparative Advantage (RCA) yang tinggi. Namun, hasil penelitian yang dilakukan oleh
Fraser Institute memperlihatkan bahwa potensi yang sangat besar ini tidak didukung dengan
efektivitas kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan sektor pertambangan di
Indonesia. Hingga tahun 2002, terjadi kecenderungan peningkatan kegiatan produksi sektor
pertambangan. Namun, pada tahun 2003, terjadi gejala yang mengkhawatirkan dengan
terjadinya penurunan tingkat produksi beberapa bahan tambang seperti timah, emas dan
tembaga serta beberapa bahan tambang yang relatif stagnan.
Jika dibandingkan dengan tingkat produksi dunia, beberapa bahan tambang Indonesia
memperlihatkan proporsi (share) yang cukup signifikan. Besarnya proporsi tersebut
memperlihatkan kecenderungan terus meningkat hingga tahun 2002, kecuali emas yang
mengalami penurunan proporsi produksi emas Indonesia terhadap produksi dunia. Proporsi
produksi bahan tambang Indonesia terhadap produksi dunia menunjukkan gejala peningkatan
pada periode 2000-2002 terutama untuk batubara, tembaga dan timah. Timah merupakan
bahan tambang yang relatif mendominasi dunia jika dibandingkan dengan produk
pertambangan Indonesia lainnya, yaitu mencapai hampir 30% dari total produksi timah dunia
disusul dengan tembaga yang mencapai lebih dari 20% dari produksi tembaga dunia.
Meskipun Indonesia memiliki proporsi yang tinggi dalam kegiatan produksi pertambangan
dibandingkan dengan produksi dunia, sektor pertambangan masih memiliki proporsi yang
kecil dalam perekonomian Indonesia secara keseluruhan baik dari sisi nilai tambah terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) serta terhadap ekspor nasional secara keseluruhan. Proporsi
sektor pertambangan terhadap total PDB Indonesia pada tahun 2002 hanya mencapai lebih
dari 2,5% PDRB.
Proporsi ini relatif menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai lebih
dari 3% dari total PDB secara keseluruhan. Dari sisi ekspor, sektor pertambangan hanya
menyumbang lebih dari 5% dari total ekspor nasional pada tahun 2002. Nilai ekspor
pertambangan ini pun mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2001 dimana
ekspor pertambangan Indonesia hampir mencapai 3% dari total ekspor nasional.
Lesunya investasi pada sektor pertambangan harusnya segera mendapatkan perhatian dari
pemerintah Indonesia. Pemerintah harus mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu
untuk memberikan insentif yang besar pada kegiatan di sektor pertambangan. Sejak tahun
1997 investasi di sektor pertambangan belum lah pulih seperti pada periode sebelum krisis
ekonomi melanda Indonesia. Jika kita lihat lebih jauh dari sisi komposisi investasi sektor
pertambangan, tidak bisa dipungkiri bahwa sektor pertambangan masih sangat tergantung
dari investor luar negeri mengingat besarnya entry cost di sektor tersebut karena sifatnya
yang capital intensif.
Dari sisi perkembangan komposisi investasi dari asing maupun domestik. Terlihat bahwa
perbedaan komposisi itu semakin tahun semakin kecil. Hal ini dikarenakan karena adanya
penurunan yang signifikan dari investasi asing, sedangkan investasi domestik lebih bersifat
tetap (stagnant).
Melemahnya tingkat investasi ini khususnya investasi asing pada sektor pertambangan tidak
terlepas dari kondisi kestabilan domestik, menyangkut keamanan serta kepastian usaha
menjadi faktor utama dalam menentukan tingkat investasi asing di Indonesia. Selain
koordinasi peraturan lintas sektoral, masalah kepastian hukum untuk bergerak dan melakukan
kegiatan investasi pada sektor pertambangan Indonesia pun relatif tidak ada.
Dari sisi iklim lingkungan bisnis, Bank Dunia sendiri mensinyalir bahwa Indonesia secara
relatif memiliki indeks lingkungan bisnis yang relatif rendah dibandingkan dengan
lingkungan bisnis secara regional maupun global. Lingkungan bisnis yang relatif buruk ini
lah yang akan semakin mengkhawatirkan terhadap kegiatan investasi di Indonesia dimana
tingkat aliran modal asing ke Indonesia sendiri mengalami trend penurunan dalam beberapa
tahun belakangan ini.
Selain faktor lingkungan bisnis, yang tak kalah pentingnya adalah tentang kondisi persaingan
usaha di Indonesia. Menurut data, Indonesia memiliki indeks persaingan usaha yang relatif
buruk dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam, Brazil, maupun Thailand. Kinerja
yang buruk ini tentunya akan mengurangi tingkat kepastian investor untuk melakukan
tindakan investasi di Indonesia.
Karenanya, peran pemerintah untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang kondusif
menjadi mutlak untuk dilakukan. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya,
faktor pengembangan institusi tidak kalah besarnya pengaruh terhadap pertumbuhan investasi
pada sektor pertambangan. Salah satu pengembangan institusi tersebut adalah mengurangi
besarnya korupsi pada sektor pemerintahan Indonesia. Indeks persepsi korupsi
memperlihatkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia relatif sangat parah dibandingkan dengan
negara lain. Indonesia memiliki tingkat korupsi yang lebih buruk dibandingkan dengan India
dan Thailand serta sangat jauh jika dibandingkan dengan Malaysia.
Tingkat korupsi yang parah ini jelas menimbulkan disinsentif yang sangat besar bagi
investasi pertambangan, mengingat kegiatan pertambangan melibatkan sejumlah peraturan
yang diatur oleh pemerintah sehingga tingkat korupsi yang besar akan mengurangi kepastian
berusaha karena adanya ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Selain itu, faktor-faktor
yang menghambat investasi pada sektor pertambangan di Indonesia juga tidak terlepas dari
kendala yang terdapat pada sektor pertambangan itu sendiri.
Manfaat kehadiran PTFI secara kasat mata dapat dilihat dari lahirnya suatu wilayah
perekonomian baru yang relatif lebih maju dari daerah-daerah lainnya di Papua yaitu
Kabupaten Mimika. Di kabupaten ini terdapat dua titik nodal aktifitas perekonomian yakni
kegiatan tambang di Tembagapura (highland) dan kegiatan administrasi perusahaan,
pengolahan akhir konsentrat dan pengapalannya serta kegiatan pemerintahan yakni di Timika
(lowland).
Pada tahun 2000, nilai penjualan konsentrat PTFI mencapai kira-kira Rp 21 triliun atau setara
dengan 50% PDRB Papua, dan setara dengan 1.6% PDB nasional. Selama periode 1995-
2000, PTFI berkontribusi dalam pembentukan PDRB Papua dengan rata-rata 62% per tahun.
Bahkan keberadaan PTFI telah menahan situasi perekonomian makro Papua tidak anjlok
ketika hantaman krisis nasional melanda daerah ini pada tahun 1998 dan 1999. Malah
sebaliknya, dengan melemahnya nilai tukar rupiah nilai penjualan PTFI dalam rupiah menjadi
sangat besar. Nilai penjualan konsentrat PTFI hingga tahun 2008, diperkirakan tidak
mengalami penurunan yang drastis bahkan cenderung konstan, sehingga kontribusinya dalam
pembentukan PDRB Papua masih menjadi komponen yang sangat penting.
Sejalan dengan kontribusinya dalam pembentukan PDRB Papua, PTFI berkontribusi besar
dalam pembentukan pendapatan pekerja di Papua. Pada tahun 2000, PTFI memberi andil
dalam pembentukan pendapatan para pekerja di seluruh wilayah Papua mencapai Rp 2.1
triliun atau setara dengan 40% dari pendapatan total seluruh pekerja di Papua. Dengan
demikian secara rata-rata boleh dikatakan bahwa 40% dari pendapatan per kapita pekerja,
berasal dari kontribusi langsung dan tidak langsung kehadiran PTFI.
Fakta di atas menunjukkan bahwa kehadiran PTFI telah memicu tumbuh dan berkembangnya
berbagai kegiatan usaha di luar pertambangan, seperti pertanian (tanaman bahan makanan,
perkebunan, perikanan, dan peternakan); industri pengolahan; listrik; bangunan;
perdagangan, hotel dan restoran; angkutan dan komunikasi; serta berbagai kegiatan jasa
lainnya. Bahkan PTFI memiliki peran penting dalam menopang jalannya pemerintahan di
wilayah Papua terutama pada rezim Otonomi Khusus, yakni sebagai sumber dana dalam
mekanisme bagi hasil.
Tingginya kesempatan kerja yang muncul akibat kehadiran PTFI, didukung oleh fakta bahwa
aktifitas pertambangan PTFI memberikan multiplier kesempatan kerja di Papua yang besar
sebesar 37.5 (angka tertinggi diantara kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya). Angka ini
mengandung arti untuk setiap tambahan satu pekerja tambang PTFI mampu memicu
munculnya 37.5 kesempatan kerja baru (orang) di wilayah Papua.
Di sisi lain output dan income multiplier kegiatan pertambangan konsentrat batuan ini
(tembaga, perak dan emas) adalah sebesar masing-masing 1.6 dan 1.3. Arti angka Output
Multiplier itu adalah untuk setiap tambahan satu juta rupiah nilai ekspor konsentrat, dapat
meningkatkan output Papua sebesar Rp 1.6 juta. Sedangkan arti angka income multiplier
adalah untuk setiap tambahan satu juta rupiah pengeluaran PTFI untuk upah dan gaji, akan
berdampak meningkatkan pendapatan masyarakat di Papua sebesar Rp 1.3 juta.
Sebagai ilustrasi numerik, pada tahun 2000, ekspor batubara KPC mencapai nilai sekitar 3
triliun rupiah atau 98% total produksinya. Aktifitas ekspor tersebut telah memperbesar
volume perekonomian Kaltim yang ditandai oleh meningkatnya PDRB dari Rp 61.9 triliun
menjadi Rp 64.9 trilun. Artinya, KPC telah memberikan andil dalam pembentukan PDRB
Kaltim sebesar kira-kira Rp 3 trilun atau setara dengan 4.7% dari PDRB Kaltim.
Peningkatan PDRB tersebut sebagai salah indikasi adanya peningkatan pendapatan yang
diterima seluruh pekerja, baik yang bekerja langsung di KPC, pekerja di perusahaan
subkontraktor, maupun oleh mereka yang pekerja di bidang pertanian, industri pengolahan,
perdagangan, hotel dan restoran, angkutan dan komunikasi dan juga sektor jasa-jasa lainnya.
Secara total pendapatan masyarakat yang dibangkitkan oleh adanya aktifitas pertambangan
KPC mencapai Rp 987 milyar pada tahun 2000. Dari sekian banyak aktifitas usaha di luar
KPC, pendapatan terbesar mengalir kepada para pekerja di bidang angkutan dan komunikasi,
industri pengolahan dan pertanian.
Bukan hanya para pekerja saja yang mendapatkan manfaat dari KPC, melainkan juga
pemerintah daerah, baik pemda propinsi Kaltim, pemda kabupaten penghasil dan kabupaten-
kabupaten bukan penghasil lainnya di Kaltim, melalui penerimaan bagi hasil sumberdaya
alam. Kemudian, adanya peningkatan pendapatan seluruh pekerja di Kaltim tentu saja akibat
load pekerjaan mereka meningkat dan atau jumlah partisipasi kerja meningkat. Aktifitas KPC
memiliki employment multiplier sebesar 6.27, artinya untuk setiap orang yang bekerja di
KPC dapat membuka kesempatan kerja bagi 6.27 orang pekerja di seluruh Kaltim. Jika pada
tahun 2000, terdapat sekitar 6000 pekerja di KPC, maka berarti sekitar 72000 orang
kesempatan kerja dapat tercipta di seluruh di Kaltim.
Berdasarkan perhitungan dari Tabel Input Output Kaltim tahun 1995, diperoleh output
multiplier total akibat pertambangan Batubara KPC sebesar 1.878, artinya dari setiap milyar
nilai ekspor Batubara yang diproduksi KPC akan menciptakan output perekonomian di semua
sektor ekonomi di Kaltim senilai 1.878 milyar rupiah. Selanjutnya, dampak pendapatan
akibat kegiatan KPC dapat dibaca pada angka Income Multipliers yakni sebesar 1.551 artinya
dari setiap juta rupiah gaji dan upah para pekerja KPC, dapat mendorong pembentukan
pendapatan masyarakat di seluruh Kaltim sebesar 1.551 juta rupiah. Angka-angka dari KPC,
menggambarkan pola umum dari manfaat ekonomi industri pertambangan fosil (non mineral)
batubara
Sebagai penutup dari kajian manfaat ekonomi pertambangan, terlepas dari kontroversi
dampak negatifnya, bahwa manfaat ekonomi dari perusahaan pertambangan PMA semakin
menguatkan bahwa sesungguhnya aktifitas pertambangan di Indonesia, masih berperan
penting bagi perekonomian nasional, apalagi dalam situasi dimana investasi di sektor-sektor
lainnya sulit berkembang
2. Dampak Fiskal Pertambangan di Indonesia
Dampak fiskal dari aktivitas pertambangan adalah besarnya kontribusi fiskal yang dibayarkan
oleh kontraktor atau perusahaan pertambangan kepada pemerintah pusat maupun daerah.
Kontribusi fiskal ini akan mempengaruhi besarnya APBN, APBD Propinsi dan APBD
Kabupaten/Kota Penghasil di daerah operasional sesuai dengan proporsi dan aturan yang
belaku. Untuk lebih jelasnya, sesuai dengan kontrak karya antara pemerintah pusat dan
perusahaan, maka perusahaan berkewajiban melakukan pembayaran dalam kategori pajak
dan bukan pajak terhadap negara sesuai dengan aturan yang berlaku. Kontribusi pembayaran
ini tersebar ke beberapa tingkatan pemerintahan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah provinsi,
dan pemerintah kabupaten. Pajak dan kewajiban lain yang harus dibayar antara lain adalah:
(i) Iuran Tetap (deadrent) untuk wilayah kontrak kerja, (ii) Iuran Eksploitasi (Royalti) untuk
mineral yang diproduksi, (iii) PPh Badan, (iv) PPh Karyawan (PPh 21), (v) PPh atas dividen,
bunga, sewa, royalti, dan premi asuransi, (vi) PPN dan PPNBM, (vii) Bea materai
atas dokumen-dokumen, (viii) Bea masuk atas barang yang diimpor, (ix) PBB, (x) Pungutan
dan pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah yang disetujui oleh pemerintah pusat, (xi)
Pungutan administrasi untuk fasilitas, jasa atau hak-hak khusus yang diberikan pemerintah
sepanjang pembebanan itu disetujui oleh pemerintah pusat, dan (xii) Bea Balik Nama atas
hak kepemilikan kendaraan bermotor dan kapal-kapal di Indonesia.
Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999 dan juga telah ditegaskan kembali dalam UU No.33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka bagian daerah dari
penerimaan sumber daya alam sektor pertambangan umum (pertambangan mineral dan
batubara). Jenis-jenis pembayaran terhadap pemerintah dan daerah tergantung isi dari kontrak
karya. Jenisnya bervariasi tergantung jenis usaha pertambangan. meliputi : a) luran Tetap
(Landrent), dan b) luran Eksplorasi dan luran Eksploitasi (Royalti). Landrent atau Deadrent
adalah suatu pembayaran tahunan kepada pemerintah dalam rupiah atau satuan mata uang
lain yang disetujui bersama oleh Pemerintah dan perusahaan pertambangan, yang diukur
berdasarkan jumlah hektar tergantung dalam kontrak atau area pertambangan masing-masing.
Sesuai dengan UU,maka bagian daerah dari landrent adalah sebesar 80% dengan rincian 16%
untuk provinsi yang bersangkutan dan 64% untuk kabupaten/kota penghasil. Sedangkan
royalti adalah pembayaran kepada pemerintah berkenaan produksi mineral yang berasal dari
area penambangan.. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka bagian daerah dari royalti
adalah sebesar 80% dengan rincian 16% untuk provinsi yang bersangkutan, 32% untuk
kabupaten/kota penghasil, dan 32% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang
bersangkutan.
2. Ketidakpaduan antarsektor
Ketidakpaduan antar sektor utamanya dapat dilihat dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan. Permasalahan umum yang sering terjadi berkaitan dengan
masalah tumpang tindih peraturan perundang-undangan (overlapping), pengabaian
karakteristik kegiatan usaha pertambangan dan pertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi (conflict of laws).
3. Kebijakan fiskal
Kendala yang berkaitan dengan kebijakan fiskal meliputi dari sisi perpajakan, serta
rezim pajak Indonesia yang berkaitan dengan sektor pertambangan yang terdiri dari
royalti, ring fencing, PPN dan PPh Badan. Dari sisi perpajakan, Berdasarkan studi
yang dilakukan oleh Otto et. al. (2000), effective tax rate Indonesia sebesar 60,4%
untuk model tambang emas dan 48,6% untuk model tambang tembaga. Jika dilihat
secara keseluruhan bebannya lebih tinggi dari nilai rata-rata sebesar 58,7% untuk
model tambang emas sementara untuk model tambang tembaga masih lebih rendah
dari rata-rata yang sebesar 49,2%. Ini artinya rejim pajak di Indonesia mempunyai
beban pajak (tax burden) yang cukup tinggi bagi para pengusaha dan investor di
Industri Pertambangan. Sedangkan IRR kita juga tidak terlalu tinggi sebesar 11,4%
untuk model tambang emas dan 12,2% untuk model tambang tembaga.
Dari tarif royalti, para pengusaha tambang di Indonesia merasa Tarif royalti atas
produksi relatif kurang kompetitif dibandingkan negara-negara kompetitor, bahkan
beberapa negara sudah mulai meninggalkan pengenaan pungutan yang berbasis
produksi atau penjualan (seperti royalti) mengingat hal ini sangat dipertimbangkan
oleh investor. Sekalipun investor akan mempertimbangkan kebijakan perpajakan
suatu negara secara keseluruhan dalam memilih portofolio investasi di bidang
pertambangan, tarif royalti akan menjadi perhatian utama mengingat pungutan ini
dikenakan langsung atas produksi atau penjualan walaupun misalnya perusahaan
dalam kondisi rugi. Tarif royalti yang tinggi juga memberi disinsentif bagi perusahaan
tambang, sehingga bijih besi yang berkadar kurang tinggi cenderung terabaikan
karena tidak ekonomis.
Salah satu yang juga menjadi perhatian dari pengusaha tambang adalah adanya ring
fencing dalam pertambangan di Indonesia. Konsep ring fencing (satu kontrak dan satu
perusahaan untuk satu wilayah tambang) dianggap memberikan disinsentif bagi
investor untuk menanamkan kembali dananya untuk kegiatan eksplorasi di daerah
tambang baru di Indonesia. Ring fencing mendorong repatriasi modal dan sulit untuk
ditarik kembali. Sistim ini juga menyulitkan kegiatan eksplorasi pertambangan,
karena harus membuat perusahaan baru untuk mengeksplorasi di daerah baru, dan
harus membeli peralatan baru atau menyewa untuk kegiatannya. Perusahaan tidak
boleh memakai fasilitas perusahaan di bawah grup yang sama, walaupun mungkin
tempatnya dekat, tetapi terletak pada fence yang berbeda. Padahal seringkali, tempat
eksplorasi amat terpencil, sehingga investasi baru akan menyebabkan biaya
perusahaan menjadi lebih besar.
Para pengusaha juga mengeluhkan karena dicabutnya fasilitas penangguhan PPN dan
PPN yang ditanggung pemerintah berdasarkan UU No. 18/2000 menyulitkan KK &
PKP2B yang terikat pada UU PPN sebelumnya terkait dengan stimulus impor barang
modal, suku cadang, dan barang lainnya. Hal ini akan semakin menyurutkan investor
untuk berinvestasi.
Kendala yang berasal dari PPh Badan juga dikeluhkan oleh para pengusaha tambang
dimana metode penghitungan angsuran PPh Badan (PPh Pasal 25) yang didasarkan
pada laba tahun sebelumnya, bukan pada tahun berjalan banyak juga dikeluhkan
perusahaan. Hal ini tidak mencerminkan keadaan keuangan riil perusahaan mengingat
harga komoditas sangat berfluktuasi, sehingga akan menimbulkan selisih kurang
bayar atau lebih bayar dalam jumlah yang besar.
PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) berada di Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat,
Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. PT NNT mendapatkan perizinan usaha
pertambangan (IUP) Kontrak Karya (CoW Generasi IV) dengan luas area 1.127.134 Ha pada
kontrak awal, dan baru beroprasi di 87.504 Ha. Kontrak ini dilakukan pada tanggal 2
Desember 1986, kemudian melakukan perpanjangan kontrak untuk melakukan produksi
komersial pada 1 Maret 2000 dan akan berakhir pada 28 Februari 2030 (30 tahun).
Perusahaan ini berstatus sebagai Operasi Produksi dengan produk yang dihasilkan adalah
Konsentrat Tembaga, Emas, dan Perak.
Luas wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah 4,932 juta Ha dimana sejumlah 59
persennya adalah lautan. Propinsi NTB memiliki dua pulau besar. Pulau Lombok, dengan
luas wilayah 473.870 ha, sementara Sumbawa luasnya 1,541 juta ha. Selain itu, ada ratusan
pulau kecil yang mengelilinginya. Beberapa diantaranya adalah Gili Air, Gili Meno, Gili
Trawangan, Gili Gede, Gili Nanggu, Gili Tangkong, Pulau Moyo, Pulau Bungin, Pulau
Satonda, Pulau Kaung, dan Pulau Panjang.
Propinsi NTB memiliki 9 daerah kabupaten dan kota, yaitu Kota Mataram dan Bima, serta
Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, Bima dan
Sumbawa Barat. Disebelah utara, propinsi ini berbatasan dengan laut Flores dan Kabupaten
Sumbawa, sebelah Selatan dengan Samudra Indonesia, sebelah Barat dengan Selat Alas dan
sebelah Timur dengan Kabupaten sumbawa
Pulau Sumbawa merupakan rangkaian akhir mediterania dan kawasan wallacea atau daerah
awal percampuran antara kultur flora dan fauna Australia dan Asia, kaya akan ragam hayati.
Keanekaragaman hayati yang dimilikinya sangat berguna bagi dunia sebab P. Sumbawa
merupakan hutan yang relatif terbesar di kawasan transisi Wallacea - termasuk didalamnya
kawasan konservasi Tatar Sepang, yang mengandung kekayaan alami tak ternilai.
Keragaman hayati Sumbawa sangatlah penting, baik global hingga nasional. Khususnya
setelah letusan gunung Tambora tahun 1815. Hampir seluruh daratan Sumbawa waktu itu,
tertimbun debu vulkanik setebal 30 hingga 40 cm. Akibatnya, Sumbawa menjadi tempat yang
subur. Itulah mengapa kawasan ini memiliki beragam tipe hutan tropika kering. Pulau
Sumbawa merupakan tempat hidup beberapa populasi hidupan liar yang terancam punah dan
jenis khas lainnya, misalnya burung kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea), yang
terancam punah.
Sumbawa barat adalah kabupaten baru hasil pemekaran Sumbawa, berdasar UU No. 30 tahun
2003, tertanggal 18 Desember 2003. Semboyan daerah ini adalah ”Pariri Lema Bariri” yang
memiliki makan Reformasi disegala bidang. Hingga Juli 2007, jumlah penduduk Sumbawa
Barat tercatat 119.528 jiwa, dengan kepadatan rata-rata 43 jiwa/km.
Sebagai Kabupaten yang baru berdiri tahun 2003, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB)
menghadapi permasalahan yang sangat fundamental diantaranya: (1) KSB termasuk dalam
199 Kabupaten dengan katagori tertinggal menurut Kementerian Percepatan Pembangunan
Daerah Tertinggal (2005); (2) Menurut hasil penelitian BPS (2004) Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) NTB berada pada urutan ke 33 (terbawah) dari 33 Propinsi di Indonesia
dengan skor 60,6 (katagori sedang). Sedangkan IPM KSB berada pada urutan ke 5 dengan
skor 61,9 (katagori sedang) dari 9 kabupaten/kota di NTB; (3) Jjumlah penduduk miskin di
KSB persentasenya cukup signifikan baik sebelum adanya pertambangan (1998) maupun
setelah pertambangan beroperasi (pada tahun 2006) (Tabel 1); (4) tingginya nilai PDRB
sangat kontras dengan kemampuan fiskal Kabupaten Sumbawa Barat yang rendah, hal ini
tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten tersebut. Dari
sembilan Kabupaten/Kota di Propinsi NTB APBD Kabupaten Sumbawa Barat menduduki
peringkat terendah 2006 (Tabel 2).
Tabel 1. Presentasi Penduduk Miskin Sumbawa Barat sejak 1998-2006
Tahun
No Kecamatan
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1 Sekonkang 0 0 0 13,45 16,58 14,7 13,44 13,01 13,91
2 Jereweh 10,31 10,84 14,41 8,99 8,86 9,4 9,62 4,49 9,57
3 Taliwang 5,01 7,08 8,59 8,46 9,45 8,9 9,41 5,24 8,97
4 Brang Rea 0 0 0 6,01 9,00 9,5 8,67 4,88 9,21
5 Seteluk 6,38 7,03 12,48 11,01 13,62 15,3 13,32 5,00 8,94
Jumlah 21,68 24,95 35,48 48,01 57,51 57,72 54,45 32,61 50,61
Sumber: Sumbawa Barat dalam angka 1998-2006
.
Tabel 2. APBD Kabupaten/Kota Provinsi NTB Tahun 2006 (Dalam juta Rupiah)
No Kabupaten/kota APBD
1 Kabupaten Bima 450.374,30
2 Kota Bima 242.718,16
3 Kabupaten Dompu 295.645,13
4 Kabupaten Sumbawa 362.577,31
5 Kabupaten Sumbawa barat 224.705,50
6 Kota Mataram 345.105,59
7 Kabupaten Lombok Barat 469.986,04
8 Kabupaten Lombok Timur NA
9 Kabupaten Lombok Tengah 478.158,40
Sumber: Depkeu, 2007
Blok Batu Hijau sudah digali sejak tahun 2000. Kini tengah dilakukan eksplorasi di blok IV
Elang dan blok V Rinti. Blok Selodong, sejak pertengahan 2005 lalu telah diserahkan kepada
pemerintah Indonesia. Pada tahun ke empat setelah eksplorasi, PT NNT berhasil menentukan
cebakan tembaga, yang diberi nama Batu Hijau. Setelah kajian teknis dan lingkungan selama
enam tahun, dokumen AMDAL disetujui pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 41/ MENHL/10/1996. Konstruksi proyek tambang emas Batu Hijau
menghabiskan biaya 1,8 miliar dollar AS. Produksi komersial dimulai pada 1 Maret 2000.
Berdasarkan studi kelayakan, cadangan bijih tambang Batu Hijau sebesar 1,1 miliar ton
dengan kandungan 0.525% tembaga dan 0.37 gram emas per ton batuan. Mengacu tingkat
produksi saat ini, usia tambang Batu Hijau diperkirakan berlanjut hingga 2023. PTNNT saat
ini tengah melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah lain di dalam wilayah Kontrak Karya
seperti di Prospek Elang.
Tahap konstruksi PT NNT berakhir tahun 1999. Tambang beroperasi penuh Maret 2000. PT
NNT telah beroperasi 9 tahun. Hingga 2006 perusahaan telah mempekerjakan lebih dari 80
ribu tenaga kerja Indonesia, di mana 60% nya berasal dari NTB. Sepanjang 1999 hingga
2006, perusahaan menyatakan telah membayar royalty Rp.1,17 triliun
Tabel 5. Kandungan dan Cadangan Mineral di Seluruh Newmont Mining Corp. di Dunia
Tabel 6. Kandungan dan Cadangan Mineral Tembaga Newmont Mining Corp. di Dunia
Sebagai kontraktor Pemerintah Indonesia, PT NNT memberikan kontribusi yang besar bagi
perekonomian bangsa melalui penciptaan lapangan kerja, pembayaran royalti dan pajak.
Saat ini PT NNT menyediakan lapangan kerja langsung bagi lebih dari 7.000 orang. Dari
jumlah itu, lebih dari 60% berasal dari Provinsi NTB.Pada 2007 PTNNT memberikan
kontribusi lebih dari $248 juta berupa pajak, non-pajak dan royalti kepada Pemerintah
Indonesia. Selain itu, setiap tahun PT NNT membeli barang dan jasa dari dalam
negeri sebesar lebih dari US$154 juta, membayar sebesar US$58 juta bagi upah
karyawan nasional dan mengeluarkan dana sebesar US$4 juta per tahun bagi kegiatan
pengembangan masyarakat.
PT NNT adalah usaha patungan antara Nusa Tenggara Partnership dan PT Pukuafu Indah.
Ada 80 persen saham yang dikuasai oleh Nusa Tenggara Partnership, sisanya dipegang PT
Pukuafu Indah. Nusa Tenggara Partnership terbagi antara Newmont Indonesia Limited
(56,25%) dari Amerika Serikat dan Nusa Tenggara Mining Corp (43,75%) milik Sumitomo
Jepang.
Tambang ini mendapat dukungan pendanaan dari asing, melalui skema Jaminan ekspor kredit
atau Export Credit Agency (ECA). Pada November 1997, mengalir utang dan jaminan dari
beberapa lembaga keuangan. Diantaranya dari JBIC Jepang, US Export Import Bank
(USEXIM) and KfW Jerman. USEXIM menyetujui pinjaman (hutang) sebesar $425 juta,
sementara KfW memberikan utang $75 juta dan JEXIM memberikan utang langsung sebesar
$350 juta, dan tambahan co-financed sebesar $150 miliar.
Tahun ini, PT Newmont tersandung masalah. Pada tahun 2006 dan 2007, ia harusnya
melakukan pengalihan saham (divestasi) sebesar 10 persen. Rinciannya, tahun 2006 sebesar 3
persen senilai US $ 109 juta dan tahun berikutnya 7 persen senilai US $ 282 juta. Hingga
2010, ia harus melepas 31 persen. Ini kewajiban yang tercantum dalam Kontrak Karya dan
harus dimulai setelah tambang beroperasi 5 tahun. Melalui PT Pukuafu Indah (PI), pengusaha
Indonesia sudah menguasai 20 persen saham. Seharusnya, 3 persen ditawarkan pada 2006
Tahun-tahun selanjutnya, sebesar 7 persen hingga kelak mencapai 51 persen. Pemerintah
mengajukan PT NNT ke arbitrase internasional atas perkara ini.
Berdasarkan proses arbitrase penyelesaian sengketa divestasi saham PT Newmont Nusa
Tenggara (PT NNT) yang telah dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 8 sampai dengan 13
Desember 2008 di bawah prosedur arbitrase United Nation Commission on International
Trade Law (UNCITRAL), Majelis Arbitrase (Arbitral Tribunal) pada tanggal 31 Maret 2009
telah mengeluarkan putusan akhir (final award), yang pada pokoknya memenangkan
Pemerintah Republik Indonesia. Majelis Arbiter yang terdiri dari panel yang dikenal secara
internasional, menyatakan sebagai berikut :
Sumber : SIARAN PERS NOMOR : 23/HUMAS DESDM/2009 Tanggal : 1 April 2009, ESDM
1. Divestasi Perusahaan
Dalam finansial dan ekonomi, divestasi adalah pengurangan beberapa jenis aset baik dalam
bentuk finansial atau barang, dapat pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki oleh
perusahaan. Ini adalah kebalikan dari investasi pada aset yang baru (Wikipedia, 2007)
Motif Pertama, sebuah perusahaan akan melakukan divestasi (menjual) bisnis yang bukan
merupakan bagian dari bidang operasional utamanya sehingga perusahaan tersebut dapat
berfokus pada area bisnis terbaik yang dapat dilakukannya. Sebagai contoh, Eastman Kodak,
Ford Motor Company, dan banyak perusahaan lainnya telah menjual beragam bisnis yang
tidak berelasi dengan bisnis utamanya.
Motif kedua untuk divestasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Divestasi menghasilkan
keuntungan yang lebih baik bagi perusahaan karena divestasi merupakan usaha untuk
menjual bisnis agar dapat memperoleh uang. Sebagai contoh, CSX Corporation melakukan
divestasi untuk berfokus pada bisnis utamanya yaitu pembangunan rel kereta api serta
bertujuan untuk memperoleh keuntungan sehingga dapat membayar hutangnya pada saat ini.
Motif ketiga bagi divestasi adalah kadang-kadang dipercayai bahwa nilai perusahaan yang
telah melakukan divestasi (menjual bisnis tertentu mereka) lebih tinggi daripada nilai
perusahaan sebelum melakukan divestasi. Dengan kata lain, jumlah nilai aset likuidasi
pribadi perusahaan melebihi nilai pasar bila dibandingkan dengan perusahaan pada saat
sebelum melakukan divestasi. Hal ini memperkuat keinginan perusahaan untuk menjual apa
yang seharusnya bernilai berharga daripada terlikuidasi pada saat sebelum divestasi.
Motif keempat untuk divestasi adalah unit bisnis tersebut tidak menguntungkan lagi.
Semakin jauhnya unit bisnis yang dijalankan dari core competence perusahaan, maka
kemungkinan gagal dalam operasionalnya semakin besar.
1. Semangat Divestasi tidak sekedar pelepasan saham kepada pihak indonesia. Tetapi
juga bagaimana penguasaan tambang (pengawasan, pengelolaan) yang sebesar-
besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
2. Divestasi bukanlah pemberian saham gratis.
- Persoalan kewajaran harga saham serta evaluasi menyeluruh menjadi penting (uji
tuntas)
- Siapa yang menjadi prioritas, dari mana sumber dananya, kesiapan dan
kemampuan sumber daya manusia.
3. Kalau belajar dari pengalaman, proses divestasi KPC 2002 yang pada akhirnya tidak
menguntungkan pemda (Kab Kutai Timur), malah butung dan berujung dikurung
4. Dalam konteks kepentingan nasional dan aturan yang ada sudah seharusnya divestasi
diperuntukkan dan dikelola olehnegara (pusat dan daerah)
5. Berdasarkan keputusan Arbitrase : kewajiban divestasi 10% (2006, 2007) menjadi hak
pemda, sedangkan sisanya menjadi hak pemerintah indonesia.
Secara umum kewajiban ini ada dalam tiap Kontrak Karya Tambang (CoW)
Contract of Work PT. NNT, 2 Desember 1986
- Pasal 24, “Promotion of National Interest” :
- Sesuai Pasal 24 ayat (3) dan ayat (4) Kontrak Karya PT. NNT , setelah 5 tahun
kalender operasi penuh (tahun 2005) maka PT. NNT wajib melakukan penawaran
saham (divestasi):
- Pasal 24 Ayat (4)
The number of shares to be offered to the Indonesian Participant in each year
following the end of the fourth full calendar year of the Operating Period shall be the
difference between the following percentages and the percentage of shares (if less
than the following percentages) already owned by the Indonesian Participant at the
relevant date of offer:
By the end of the fifth year, at least 15%; (Tahun 2005)
By the end of the sixth year, at least 23%; (Tahun 2006)
By the end of the seventh year, at least 30%; (Tahun 2007)
By the end of the eighth year, at least 37%; (Tahun 2008)
By the end of the ninth year, at least 44%; (Tahun 2009)
By the end of the tenth year, at least 51%. (Tahun 2010)
Dalam komposisi kepemilikan saham PT. NNT sebelum kewajiban divestasi sudah ada
kepemilikan saham oleh perusahaan Indonesia yaitu PT. Pukuafu Indah sebesar 20%,
maka :
- Pada tahun kelima (2005) tidak ada kewajiban divestasi sebesar 15 %
- Pada tahun keenam (2006) kewajiban divestasi sebesar adalah 23% - 20% = 3%
- Pada tahun ketujuh (2007) kewajiban divestasi sebesar 7%
- Pada tahun kedelapan (2008) kewajiban divestasi sebesar 7%
- Pada tahun kesembilan (2009) kewajiban divestasi sebesar 7%
- Pada tahun kesepuluh (2010) kewajiban divestasi sebesar 7%
Total kewajiban divestasi hingga tahun 2010 adalah sebesar 31%
Pasal 24, ayat 3:
Subject to the provisions hereunder, the Company shall ensure that its shares owned by
the Foreign Investor(s) are offered either for sale or issue firstly, to the Government, and
secondly (if the Government does not accept this offer within thirty (30) days of the date
of the offer) to Indonesian nationals or Indonesian companies controlled by Indonesian
nationals. An offer to the Government or Indonesian nationals or Indonesian companies
controlled by Indonesian nationals shall be called an offer to “the Indonesian
Participant” for the purpose of this Article 24. In the event that the Government does not
accept an offer pursuant to this Article, it may supervise the offer to Indonesian nationals
or to Indonesian companies controlled by Indonesian nationals and the valuation of the
shares pursuant to this Article 24, paragraph 6.
Catatan :
- Saham pertama kali harus ditawarkan kepada Pemerintah Indonesia (jika dalam 30
hari tidak diterima) maka :
- Saham ditawarkan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) atau Perusahaan
Indonesia yang dikendalikan oleh orang indonesia,
- Pemerintah dapat mengawasi tawaran untuk warga negara Indonesia atau perusahaan
Indonesia yang dikendalikan oleh warga negara Indonesia dan valuasi saham
berdasarkan Pasal 24, ayat 6.
- Jumlah saham yang ditawarkan sesuai dengan pasal 24 ayat 4.
Jumlah saham yang ditawarkan sesuai dengan pasal 24 ayat 4 dalam Kontrak Karya PT
NNT.
Kewajiban divestasi PT NNT (pasal 24) dianggap selesai setelah 51% saham yang ada
ditawarkan kepada Indonesia
- Jadwal di mana saham di Perusahaan harus ditawarkan kepada Peserta Indonesia
dapat diperpanjang dengan persetujuan Pemerintah.
Pasal 24, ayat 5, Tawaran saham tersebut akan dibuat: (i) Dengan syarat dan ketentuan
yang dimaksudkan untuk memastikan bahwa saham tersebut tidak kemudian ditransfer
ke non-Indonesia
Sebelum Divestasi :
- Sumitomo : 35 %
- Newmont Mining Corp : 45 %
- PT Pukuafu Indah : 20 %
Sesudah Divestasi (s/d Juni 2011) :
- NTP (Nusa Tenggara Partership) 49%
- MDB 24%
- DMB 6% (BUMD Pemda NTB)
- Multi Capital 18% (Bumi Resources Mineral)
- Pukuafu indah 20%
- PIP 7%
Tambang Batu hijau terpencil letaknya, meliputi tiga kecamatan, yaitu Jereweh, Maluk dan
Sekongkang, pada ketinggian 450 meter dpl. Perusahaan juga membangun pelabuhan di teluk
Benete, yang letaknya sekitar 15 km dari Batu hijau. Sementara itu, untuk kawasan Batu
hijau, lubang penggalian pertambangan berada di Kecamatan Maluk dan Sekongkang,
dimana sekitar 8,9 ha hutan yang dibuka untuk membangun terowongan. Terowongan
(tunnel) ini dihubungkan dengan saluran pipa air pada mulut terowongan. Pipa mengalirkan
air yang diambil dari lubang tambang (pit), agar kegiatan penambangan tak terganggu
genangan air.
Sebelum menjadi kawasan tambang, batu hijau adalah hutan dan lahan perkebunan Kawasan
dan merupakan sumber mata pencaharian warga Tongo sejorong. Batu hijau adalah daerah
perbukitan setinggi 550 meter dpl. Saat ini, kedelaman lubang Batu Hijau mencapai minus 80
meter dari permukaan laut, diameter lubangnya 1.500 meter. Di sana, PT Newmont menggali
hingga 600 ribu ton batuan perhari. Penambangan akan dilakukan hingga tahun 2018,
diperkirakan kedalaman lubang tambang mencapai minus 450 meter dari permukaan laut
dengan diameter 2000 meter.
Gambar 4. Lubang Hasil Pertambangan PT Newmont Nusa Tenggara di Lihat Dari Satelit
(Google Earth)
Diperhitungkan, kawasan ini memiliki cadangan 1,1 miliar ton bijih yang mengandung
tembaga 0,46 persen per ton dan emas 0,37 gram per ton. Emas yang dihasilkan bisa
mencapai 450 ton, sementara tembaganya 4,8 juta ton.
PT.NNT memiliki kapasitas produksi 52.000 MT/tahun dan membuang limbah tailingnya di
Teluk Senunu, melalui pipa outfall sepanjang 3.000 meter ke lepas pantai kedalaman 112
meter dibawah permukaan laut. Kecepatan aliran (Debit Outfall) 2.010 – 6.163 ton per jam,
jumlahnya tak kurang dari 110.000 – 160.000 ton per hari.
Kondisi yang terjadi di Kabupaten Sumbawa Barat tidak jauh berbeda dengan
performa daerah penghasil sumberdaya mineral lainnya di Indonesia sepanjang 2000-2006
misalnya PT. Freeport Indonesia (PTFI) yang beroperasi di Kab. Mimika mendominasi
struktur perekonomian (PDRB) Kabupaten tersebut rata-rata sebesar 96,05 %. Demikian
pula dengan operasi PT. International Nikel (PTINCO) di Kabupaten Luwu Timur rata- rata
79,08 % dan PT. Kaltim Prima Coal (PT KPC) di Kab. Kutai Timur rata-rata 81,67 % (BPS
2006, diolah).
Pertambangan di Sumbawa Barat yang dioperasikan oleh PTNNT termasuk salah satu
tambang skala besar di Indonesia sehingga dominasinya tidak hanya terhadap perekonomian
(PDRB) Kabupaten tersebut namun juga berdampak secara regional bagi Propinsi NTB.
Performa proyek Batu Hijau PTNNT juga terlihat dominan pada: (1) peluang usaha selama
masa operasi menurut kinerja departemen kontrak (2005) dimanfaatkan oleh nasional (92%),
Propinsi Nusa Tenggara Barat (5%) dan Sumbawa Barat (3%) (PTNNT, 2005); (2) kontribusi
proyek tersebut terhadap kapasitas fiskal (APBD) Kabupaten Sumbawa Barat 2005 sebesar
Rp. 80,98 Milyar dengan perincian dana bagi hasil sumberdaya alam Rp. 56,17 Milyar, dana
bagi hasil pajak Rp. 24,39 Milyar, pendapatan asli daerah Rp. 0,31 Milyar, dana alokasi
umum Rp, 0,09 Milyar dan dana alokasi khusus Rp. 0,01 (LPEM UI, 2006); (3) sedangkan
komposisi tenaga kerja adalah Sumbawa Barat (33%) dan non Sumbawa Barat (67%)
(PTNNT, 2007).
3.1 Potret Sosial-Ekonomi Wilayah Konsesi Pertambangan PT Newmont
Nusa Tenggara
Eksistensi PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) sebagai perusahaan tambang di Batu
Hijau masih menjadi pusat perhatian masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal ini
berkaitan dengan komitmen PT NNT untuk mengupayakan bentuk pengabdian masyarakat
guna mendukung pembangunan di NTB dari mulai pengadaan lapangan kerja, program
pendidikan dan kesehatan, pengelolaan lingkungan bahkan pengembangan usaha mikro
masyarakat sekitar. Perlu diketahui bahwa 90% pemasukan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) di Kabupaten Sumbawa Barat berasal dari sektor pertambangan. Hal ini menjadi
fakta bahwa Perekonomian NTB masih tergantung pada sektor pertambangan batu hijau yang
dikelola oleh PT NNT. Maka dari itu, kehadiran PT NNT cukup memberikan dampak positif
bagi pembangunan di NTB. Dari diskripsi sebelumnya bahwa kinerja departemen kontrak per
Desember 2005 menunjukkan bahwa contracted services 2005 adalah sebagai berikut:
nasional Rp. 80,43 milyar (92%), NTB Rp. 4,53 milyar (5%), KSB Rp. 2,18 milyar (3%)
Sejak masa awal operasi, PTNNT dan kontraktornya telah menciptakan perluang kerja bagi
7.000 orang. Prosentase untuk karyawan yakni, 98% dari jumlah karyawan tersebut
adalah orang Indonesia, serta lebih dari 60% tenaga kerja berasal dari desa-desa setempat dan
28,8% berasal dari provinsi NTB. PTNNT mempekerjakan 238 karyawan wanita yang
hampir setengahnya memegang posisi manajemen, teknis, dan profesional.
Setiap 50% dari tenaga kerja tersebut tinggal di Townsite, Batu Hijau 15 km dari lokasi
tambang terdapat 360 rumah dan akomodasi bersama bagi beberapa ribu orang.
Setelah selesai bekerja pada akhir pekan, dengan menggunakan Boat yang disediakan
oleh perusahaan, sebagian besar karyawan pulang ke rumah mereka di Mataram, yang
terletak di pulau Lombok. Sekitar 20% karyawan yang tinggal di luar daerah tambang
akan menyewa atau kost dekat dengan lokasi tambang. Dan sisanya masing-masing kembali
ke Desa di Lingkar Tambang.
"Tidak terbayang bagaimana kalau sampai PTNNT di tutup, bagaimana hidup kami selanjutnya, sector
usaha lain sudah tentu banyak yang mengalami kebangkrutan karena ditinggalkan konsumen," keluh Alan
Ramlan, dihubungi dari Mataram, Nusa Tenggara Barat,Senin (16/12).
Alan menuturkan, selama ini dirinya membuka usaha sebuah rumah makan yang menyajikan ikan bakar
khas Balikpapan di Pantai Maluk, yang konsumennya para karyawan PT Newmont.
Pada hari-hari normal,omzet usaha yang diperoleh Alan mencapai Rp 3 juta – Rp 4 juta per hari. "
Sekarang ini, tepatnya tiga bilan terakhir setelah berhembus isi PTNNT mau tutup, kontan omzet saya
turun drastis menjadi Rp 1 juta per hari," kata dia prihatin .
Dampak yang paling nyata, kata Alan menambahkan, sejak isu berhembus, sector bisnis lain juga ikut-
ikutan mengalami kelesuan, hingga pemilik usaha rata-rata harus mengencangkan ikat pinggang agar
bisnisnya tidak sampai berhenti.
PT Newmont Nusa Tenggara adalah perusahaan tambang dan emas yang beroperasi berdasarkan kontrak
Karya generasi IV yang di tandatangani pada 2 desember 1986. Saham PTNNTa dimiliki Nusa Tenggara
Partnership BV 56 persen (yang dimiliki oleh Newmont Mining Corporation & Nusa Tenggara Mening
Corporation of Japan), dengan tujuh persen saham NTPBV sesuai KK akan didivestasi kepada Pemerintah
Indonesia melalui pembelian oleh salah satu badan milik Kementerian keuangan.
PT Pukuafu Indah memegang saham di PTNNT sebesar 17,8 persen, PT Multi Daerah Bersaing
Memegang saham sebesar 24 persen (sebuah perusahaan yang dimiliki oleh bumi Resources, Pemda
Provinsi Nusa Tenggara Barat,.Pemkab Sumbawa Barat, dan Sumbawa) dan PT Indonesia Masbaga
Investama memegang 2.2 persen saham.
Sejak beroperasa penuh di Indonesia pada tahun 2000, total konstribusi PTNNT mencapai hampir Rp 90
triliun yang meliputi pembayaran pajak dan fee, royalty,gaji karyawan ,pembelian barang dan jasa dalam
negeri, serta dividen bagi pemegang saham nasional.
Sumber: www.ptnnt.co.id
Dari kutipan tersebut, dapat dimengerti bahwa usaha pertambangan memiliki dampak yang
signifikan terhadap kondisi perekonomian masayrakat di sekitar wilayah konsesi
pertambangan. Namun, berdasarkan kajian yang dilakukan KOMBAT, LOH, dan JATAM
NTB, fakta lain justru dapat diperoleh ketika tidak dilakukan pembukaan lahan pertambangan
di KSB.
Hasil kajian bersama Kelompok Masyarakat Korban Tambang (KOMBAT), LOH dan
JATAM NTB menyebutkan kerugian dari hasil laut seperti nener jika dihitung selama lima
tahun masa beroperasinya Newmont mencapai Rp 2,1 miliar. Untuk jenis Mata Tujuh
sebanyak Rp 4.5 miliar lebih, jenis penyu 1,4 miliar, Jenis Udang Gala mencapai Rp 9.027
miliar lebih sementara total kerugian selama lima tahun untuk jenis ikan lainnya mencapai Rp
2.64 miliar. Jadi, total kerugian yang dialami masyarakat akibat praktek pembuangan tailing
ke laut yang dilakukan PT NNT sejak perusahaan itu mulai beroperasi di tahun 2000
sebanyak Rp 19.848 miliar.
Salah satu indikator maraknya praktek prostitusi ini adalah meningkatnya penderita HIV
AIDS. Perkembangan epidemi HIV di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) termasuk yang
tercepat di Nusa Tenggara Barat. Meski baru 5 tahun menjadi kabupaten sendiri, dengan
jumlah peduduk paling sedikit, tapi penemuan kasus HIV-AIDS menempati urutan ke tiga
dengan kumulatif kasus 21 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk KSB 119.528
saat ini, KSB termasuk dalam salah satu wilayah Epidemic Councentrated Level (ECL) atau
wilayah tingkat epidemi terkonsentrasi dari bahaya HIV/AIDS karena tingkat prevalensi
penularan HIV-AIDS lebih dari 5 persen pada beberapa populasi tertentu.
Dari wawancara dengan 4 orang wanita pekerja seks dari Banyuwangi, Bali dan Makasar,
semua pelanggannya adalah karyawan PT NNT. Mereka Memilih dan cenderung menyukai
karyawan perusahaan karena bayarannya sangat tinggi. Untuk layanan Short time tarifnya
mencapai Rp 500 ribu, jika bermalam lain lagi, bisa naik hinggga Rp. 1 juta hingga Rp 2 juta
semalam.
Kondisi sulit memang membuat orang makin kreatif, ini juga terjadi dengan transaksi seks di
sekitar tambang PT NNT. Akibat mahalnya tarif, melahirkan pola transaksi baru, yaitu sistem
patungan. Satu orang wanita pkerja seks, bisa dibayar patungan oleh 2 hingga 4 lelaki.
Artinya dalam waktu yang sama, si perempuan akan melayani semua pelanggan tersebut. Ini
menyebabkan tingkat penularan HIV-AIDS sangat cepat.
Menurut Kepala Dusun Tongo, Desa Sejorong, saat ini beberapa warga mengalami gejala-
gejala penyakit yang tidak diketahui penyebabnya. Diantaranya, mata rabun, Sakit kepala,
nyeri sendi, rambut beruban pada usia muda sudah menjadi fenomena dan keluhan yang
dirasakan masyarakat.
Keresahan sosial lainnya pada masyarakat sekitar wilayah pertambangan Newmont, terkait
dengan tingkat pengangguran yang tinggi. Sementara perusahaan sudah mulai mengurangi
karyawannya, sehingga akan sangat sulit sekali bagi penganggur bisa mendapatkan
pekerjaan dari perusahaan. Di Sekongkang misalnya, jumlah rumah tangga miskin
mencapai 56,5 persen, angka tertinggi dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di
Sumbawa Barat. Persoalan yang sama juga dialami Desa Telonang, tercatat sedikitnya 80
orang meninggal dalam 4 tahun terakhir, sebagian besar ibu-ibu dan anak-anak, dikarenakan
tidak mendapatkan penanganan kesehatan serius.
Tidak banyaknya jenis pekerjaan yang tersedia di tambang, sementara lahan-lahan pertanian
dan perkebunan berubah fungsi menjadi lahan tambang. Selama tambang beroperasi, warga
terpaksa beralih profesi dari petani, beralih menjadi karyawan perusahaaan juga buruh kasar.
Akibatnya, masyarakat sangat tergantung pada perusahaan, padahal warga sekitar tambang
dulunya lebih banyak menjadi petani.
Secara umum keberadaan tambang bagi masyarakat Tongo Sejorong telah melemahkankan
ketahanan ekonomi sebagian besar warganya, karena kurangnya sandaran ekonomi maka
terpaksa mengambil apa saja yang bisa menjadi uang dari lokasi perusahaan, hingga Juni
2008 sudah ada belasan warganya yang bersentuhan dengan proses hukum dengan berbagai
tingkatan prosesnya. Beberapa warga berada di penjara karena mengambil Tembaga dan yang
lainnya.
Hingga Juni 2008, sebanyak 8 orang yang berasal dari Tongo Sejorong, kecamatan
Sekongkang, ditahan akibat mengambil limbah besi bekas konstruksi PT. Newmont, ini
terjadi sekitar awal Juni 2008, 4 orang sudah bebas hingga tanggal 14 Juni 2008 dengan
membayar jaminan Rp. 5 juta. Sementara 4 orang lainnya belum bisa keluar karena diminta
uang sebesar Rp. 20 juta.
a. Lahan Jalit di Tongo Sejorong, dengan luas sekitar 1500 Ha dan dikelola sekitar 60
keluarga. Kawasan ini dikenal dengan sebutan Tongoloka, sudah dihuni warga sejak
tahun 1930. Dulunya, ini adalah hutan sekaligus tempat warga berjkebun. Disini
mereka menanam Pisang, bambu, Rotan, Aren, Jeruk, Kopi dan lainnya. Tapi
penghasilan utama warga dari lahan Jalit sebenarnya berasal dari pembuatan gula aren
dari air buah enau. Industri skala rumahan ini bahkan sudah mendapat pembinaan dari
Dinas perindustrian.
"Masyarakat pembuat gula merah ini sudah dibina, bahkan sudah bersertifikat. Selain
itu, kamipun tetap membayar pajak penghasilan kepada negara," ungkap salah seorang
warga Tongo, Saleh, yang kini tidak lagi mempunyai mata pencaharian.
Warga bercerita, di lahan Jalit ini mereka juga membangun rumah-rumah kebun untuk
tingal saat musim hujan atau musim berkebun tidba. Disana tempat mereka memasak
gula aren. Makam nenek moyang ada disana. Tapi pada tahun 1995, makam itu telah di
bongkar dan di pindah ke Tongo. Sekarang, kawasan ini telah berubah menjadi lubang
tambang, jalan, pabrik konsentrat, pipa, penyulingan air, conveyor, tiga dam pengolahan
limbah dan penyulingan air.
b. Sekongkang atas dan bawah dimana terdapat sekitar 7,5 ha lahan pertanian diserobot
dan dirusak, masing-masing milik H. Mastar HMS seluas 1 ha, juga 1,5 ha milik M.
Shaleh Darwilis, ada 2 ha milik H. Karim Amrullah, milik Jhoni seluas 2,5 ha dan milik
Hj. Mariatil seluas 0,55 ha. Didalam lahan itu juga ada pohon Mangga dan aneka
tanaman pagar. Harga tanah bervariasi, tanah sawah per hektar Rp. 10 juta, tanah
tegalan kebun Rp.7 juta per hektar. Kawasan ini berubah menjadi townsite - kota semi
tertutup, tempat karyawan PT NNT tinggal, pembuangan limbah domestik, lapangan
terbang dan jalan perusahaan.
c. Kebun dan sawah di Tongo berubah menjadi jalan dan saluran pipa, sumur bor dan
choke station (statsiun pengontrol pembuangan imbah)
d. Benete. Disini lahan yang dulunya kawasan pertanian warga dibebaskan dengan luas
sekitar 69,5 ha milik 24 keluarga. Proses pembebasan lahan terjadi tanpa musyawarah
terlebih dahulu dengan pemilik. PT NNT menggunakan aparat pemerintah dan
keamanan untuk membebaskan lahan. Mematok harga lahan seluas 1 hektar senilai Rp.
7 juta. Padahal pembebasan lahan yang ditangani swasta, harganya berkisar antara Rp. 7
hingga 13 juta/hektar. Lahan ini kemudian dipakai tempat penyulingan air bersih, kantor
para kontraktor, camp, dan pelabuhan pengiriman konsentrat.
e. Maluk, dulunya adalah kawasan pertanian dan pemukiman transmigrasi yang telah
berubah menjadi kawasan kota tambang. Maluk bagaikan kota Newmont yang boleh
diakses publik, penyangga townsite mereka di Sekongkang. Disini menjadi perkantorna
yang sibuk tiap harinya.
Sementara lahan pertanian masyarakat telah digusur dan dibebaskan secara langsung sekitar
120 ha, sedangkan secara keseluruhan lahan pertanian yang berpindah tangan mencapai 223
ha, milik sekitar 206 orang.
Kasus-kasus pembebasan lahan diatas tak pernah tuntas. Salah satunya dialami keluarga
Hairudin Ronyek. Ada sekitar 2 ha lahan pertanianya di Tongo berubah, diambil alih
perusahaan, salah satunya untuk pembangunan jalan dan pipa pembuangan limbah tailing.
Lahan ini tak dibayar higga saat ini, tapi keluarganya mendapat bantuan dari PT Newmont
berupa traktor, mesin pompa air dan uang tunai Rp 500 ribu. Ronyek juga tak tahu apakah itu
uag harga tanah, atau masuk dalam catatan bantuan Community development perusahaan.
Sahairuddin Sanggar lain lagi. Tanahnya di Tongo berubah menjadi jalan dan jalur pipa
perusahaan. Tanah itu dibebaskan pada tahun 1996, melalui kepalala desa. “Waktu itu, kepala
desanya Pak Ibrahim. Untuk pembebasan tanah, biasanya kami berhadapan dengan kepala
desa, bukan dengan perusahaan” ujarnya. Harga lahan sebesar Rp 15 juta, tapi baru dibayar
Rp 5 juta sepuluh tahun kemudian, setelah didesak berulang-ulang, dan sampai saat ini tidak
terselesaikan.
Perubahan fungsi lahan, tentu saja menyebabkan warga kehilangan mata pencaharian, juga
hilangnya fungsi sosial terkait dengan budaya dan pengetahuan budidaya yang lahir saat
mengelola lahannya. Banyaknya pendatang dari luar dan ekonomi tunai yang diperkenalkan
sejak tambang masuk, telah memicu kesenjangan sosial dan hilangnya nilai-nilai gotong-
royong ditengah-tengah masyarakat sekitar. Fungsi ekologis juga terganggu, hal ini terkait
dengan hilangnya hak dan akses untuk memanfaatkan sumber daya alam seperti lahan
pertanian dan sumber air.
Tak sesuai yang dijanjikan PT Newmont dan aparat pemerintah, ternyata hanya sebagian saja
warga yang diterima bekerja di perusahaan. Banyak yang akhirnya menjadi pengangguran
terselubung. Masayrakat baru bekerja jika ada proyek kecil-kecilan para kontraktor
Newmont. Umnya menjadi kuli bangunan, kuli angkut dan pekerjaan kasar lainnya, dengan
gaji harian sekitar Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu.
Salah satu bentuk dari komitmen PT NNT adalah Pengelolan Lingkungan, untuk itu, PT NNT
benar-benar melakuka upaya untuk seminimal mungkin mencemari lingkungan di areal
landscape wilayah pertambangan.
PT NNT berkeyakinan bahwa pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab dan kinerja
lingkungan terdepan merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk menjadi perusahaan yang
efektif dan sukses.
Hal ini dapat dicapai melalui kepemimpinan dan penerapan sistem manajemen formal yang
andal, yang mendukung pengambilan keputusan secara efektif, mengelola risiko perusahaan
dan mendorong peningkatan yang berkelanjutan.
Saat ini PTNNT telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001. Salah
satu komponen penting yang menjadi pusat dari penerapan SML adalah Kebijakan
Lingkungan. Kebijakan Lingkungan yang ditandatangani Senior Vice President dan General
Manager Operations adalah merupakan komitment terhadap setiap operasi dan fasilitas
tambang Newmont Asia Pasifik (APAC) untuk:
Mematuhi semua ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku yang menjadi
kewajiban kita sebagai standar minimum
Menerapkan dan menjalankan Sistem Manajemen Terpadu (IMS) APAC dan Standar
Spesifik Disiplin guna meminimalkan risiko bahaya terhadap masyarakat dan
lingkungan. IMS menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan dan mengkaji tujuan
dan sasaran guna memastikan peningkatan yang berkelanjutan
Melibatkan, para pemangku kepentingan atas perhatian, aspirasi dan nilai mereka
yang berkaitan dengan aspek pengembangan, operasional dan penutupan tambang,
dan mengakui adanya kaitan yang erat antara masalah lingkungan, ekonomi, sosial
dan budaya
Mengkomunikasikan, kinerja kita secara terbuka, akurat, transparan dan tepat waktu
SML adalah merupakan bagian dari kegiatan operasi, hal ini ditunjukkan antara lain melalui
keberadaan standar kinerja bidang pengelolaan lingkungan. Standar kinerja tersebut antara
lain pengelolaan hidrokarbon, pengelolaan bahan kimia, pengelolaan tailing, pengelolaan
batuan sisa, pengelolaan limbah, pengelolaan air, pengelolaan kualitas udara, dan rencana
penutupan dan reklamasi tambang. Pemenuhan persyaratan yang tercantum dalam standar
kinerja tersebut akan dan telah membantu PTNNT dalam mewujudkan komitmennya.
Namun, pada implementasinya, pengelolaan lingkungan oleh PT NNT belum mencapai kata
baik, walaupun secara proper PT NNT termasuk dalam kategori hijau. Artinya, pengelolaan
lingkungannya cukup baik. Tetapi, masih teradapat permasalahan yang cukup serius yang
dirasakan masayrakat lingkar PT NNT akibat pengelolaan lingkungan yang masih kurang
optimal.
1. Tailing Disposal
Tailing adalah limbah batuan/tanah halus sisa pengerusan dan pemisahan (estraksi) mineral
yang berharga (tembaga, emas, perak) dengan bahan tambang. Tailing terdiri dari 50% praksi
pasir halus dengan diameter sekitar 0,075 – 0,4 mm dan 50 % terdiri dari praksi lempung
dengan diameter kurang dari 0,075 mm.
Bahan tambang baik itu batuan, pasir maupun tanah setelah digali dan dikeruk, lalu estrak
bumi (mineral berbahaya) yang persentasenya sangat kecil dipisahkan lewat proses
pengerusan, bahan tambang yang begitu banyak disirami dengan zat-zat kimia (cianida,
mercury, Arsenik dll) lalu bijih emas tembaga atau perak disaring oleh Carbon Filter, proses
pemisahan dan penyaringan mineral ini menyisakan Lumpur dan air cucian bahan tambang
yang disebut tailing , mineral berharga diambil sedangkan tailing akan terbawa bersama zat-
zat kimia yang mengandung logam berat/beracun.
Tailing mengandung beberapa sifat kimia seperti: klorida; perak; arsen; alumunium; besi;
merkuri; magnesium;nikel; seng; natrium; dll.sifat kimia ini selain tercampur pada proses
pencucian dan pemisahan mineral berharga dengan bahan tambang, tapi juga zat-zat kimia ini
berasal dari batuan alami dengan senyawa kimia dari luar, tentunya hal ini akan
meningkatkan konsentrasi senyawa logam berbahaya.
System pembuangan limbah bawah laut (Submarine Tailing Disposal) ini diadopsi dari
metode yang telah diterapkan oleh 23 pertambangan didunia, terutama di Canada yang
mendapat protes kuat dari Aktivis lingkungan dan masyarakat. Sudah belasan tahun system
ini di stop di Canada namun hingga kini belum ada tanda-tanda perbaikan ekosistem bahwa
laut pada tempat tailing ini di buang. Amerika Serikat sendiri pembuang tailing kesungai
atau kelaut tidak diperbolehkan, untuk di Indonesia metode ini nampaknya akan menjadi
model pembuangan limba tailing di masa yang akan datang, sehingga hal ini perlu kita
cermati dan kritisi secara bersama-sama, dan ini merupakan tantangan besar bagi upaya
perbaikan kwalitas sumberdaya pesisir dan kelautan kita. System pembuangan tailing kedasar
laut ini untuk pertam kalinya di Indonesia telah di praktekkan di Teluk Buyat Manadu
Sulawesi Utara oleh PT. Newmont Minahasa Raya, seperti diketahui kasus yang dihadapi
nelayan teluk Buyat sebagian warga didapati darahnya terkontaminasi zat kimia
berbahaya, dari pengalaman pertama ini telah terbukti teknologi ini tadak aman dan
membawa dampak yang luar biasa pada sumberdaya hayati pesisir dan kelautan,
pembuangan tailing kelaut cendrung hanya memindahkan permasalahan dari darat kelaut, dan
jangan lupa bahwa di dasar laut ini ada kehidupan
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada tanggal 3 April 2012 lalu memutuskan tak ada
masalah dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.92 Tahun 2012 tentang Izin
Dumping Tailing di Dasar Laut PT Newmont Nusa Tenggara Proyek Batu Hijau (PT NNT)
yang terbit pada 29 Juli 2011.
Izin tersebut didasarkan atas proses kajian lingkungan dan sosial menyeluruh yang diawali
dengan kajian AMDAL yang dilakukan sebelum kegiatan operasi dimulai lebih dari 10 tahun
lalu. Demikian kesaksian Masnellyarti, selaku Deputi IV Kementerian Lingkungan Hidup
dalam sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hari ini dalam kasus gugatan yang
diajukan oleh WALHI terhadap Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Tailing disalurkan melalui teknologi perpipaan bawah laut. Teknologi ini disebut Ocean
Outfal. Teknologi ini pada umumnya digunakan untuk pembuangan limbah yang
mengandung bahan organik dan bakteri faecal coliform dalam jumlah tinggi atau limbah non
konsertvatif lainnya (Mukhtassor, 2004).
Sebelum dibunag ke laut, idealnya adalah limbah diolah dengan derajat pengolahan yan
glebih rendah daripada persyaratan yang ditetapkan untuk pengolahan didarat secra umum.
Akibatnya biaya pengolahan menjadi lebih murah. Hal ini dikarenakan, untuk memperoleh
kriteria keamanan linkungan yang sama, ocean outfall memanfaatkan faktor alami di laut
untuk menurunkan konsentrasi limbah selain pengolahan di daratan.
PT NNT menempatkan 31,77 juta dry metriks ton tailing di dasar laut Teluk Senunu sejak
2012. Jumlah tersebut dinilai masih sedikit dibandingkan kapasitas tailing yang diizinkan
pemerintah. Izin penempatan tailing yang diperoleh PT NNT mencapai 51,1 juta dry metrik
ton.
Pipa tailing tersebut dimasukkan hingga kedalaman 120 meter dari permukaan laut. Maka itu,
PT NNT dapat terus melakukan survei terhadap kondisi saluran pipa tailing itu. Bahkan untuk
memeriksa kondisi pipa itu, PT NNT menggunakan kapal selam yang mampu menjangkau
hingga kedalaman 200 - 300 meter.
Adapun berat jenis tailing mencapai 1,202 gram per sentimeter kubik. Izin tailing yang
diperoleh PT.NNT, diharuskan menjaga berat jenis tailing minimal 1,202 gram persentimeter
kubik. Berat jenis itu dimaksudkan supaya lebih besar dari berat jenis air laut sehingga bisa
jatuh melandai sampai kedalaman 4000. Jika beratnya kurang dari berat jenis air laut,
pemerintah mengkhawatirkan tailing akan melayang kepermukaan laut. Maka itu harus diatur
laju atau jumlah aliran tailing itu sehingga pipa outfall harus diperkecil.
Gambar 7. Permodelan Proses Pembuangan Tailing PT Newmont Nusa Tenggara
Sumber: Deep Sea Tailing Displacement of Batu Hijau, 2009
Pada awal tahap produksi PT.NNT telah tercatat tiga kali kebocoran pada bagian darat pipa
tailing, yaitu :
1. 16 Oktober 2000, kebocoran pertama terjadi hingga menimbulkan ledakan pada pipa
dekat dengan chocke station – pinggir Pantai Rantung Teluk Senunu.
2. 28 November 2000, berdasarkan hasil investigasi Tim Tambang Lembaga LOH
Sumbawa pada hari Kamis tanggal 4 Januari 2001, kebocoran terjadi pada badan pipa
sebelah kiri – 3 km dari arah konsentrator atau menuju Teluk Senunu di daerah Kebo
Pongol, sebelah Desa Tongo Kecamatan Pembantu Sekongkang. Terlihat lubang kecil
berukuran lebih kurang 1 cm dilapisi cor-coran/las-lasan bergaris tengah 50 cm, yang
dari hasil muncratannya telah mematikan 1 are lahan rumput (tanaman) disekitarnya
dan merubah warna tanah menjadi coklat muda. Menurut pengamatan masyarakat
sekitar yang sering melewati lokasi, kebocoran tersebut telah terjadi sekitar awal
bulan Desember 2000.
3. Berdasarkan hasil investigasi Tim Tambang LOH Sumbawa Kamis, 25 Januari 2001
dan siaran pers oleh pihak PT NNT sehari sebelumnya. Kebocoran yang terjadi pada
Senin, 22 Januari 2001 bahkan terjadi hampir pada seluruh bagian potongan pipa yang
panjangnya 7-8 m. Hal itu terlihat dengan dipenuhinya bagian atas pipa oleh bekas
cor/las, di sisi kirinya terdapat beberapa lubang bediameter 30 – 40 cm dengan tera
angka 1-31 yang berjarak lebih kurang 25 cm sepanjang pipa, demikian halnya sisi
kiri bawah pipa (namun tanpa tera angka). Luberan tailing yang dihasilkan merusak
1,5 – 2 are areal tanaman (rumput) dibawahnya dan merubah warna tanah menjadi
krem. Bukan itu saja, tim juga menemukan adanya indikasi terjadinya kebocoran
sebelumnya di 2 (dua) lokasi berdasarkan warna bekas las/cor/tambalan yang tampak
tidak terlalu lama. Lokasi pertama – 300 meter dari kebocoran kedua, berbentuk
persegi dengan tera angka 1 – 20an yang jarak antaranya berkisar 25 – 30 cm
sehingga lebar bekas kebocoran lebih kurang 60 – 70 cm. Pada lokasi kedua, 1 km
dari lokasi pertama, bentuk yang terlihat sama dengan yang pertama berukuran lebar
lebih kurang 150 cm.
Pada tahun 2013 ini JaringanAdvokasi Tambang menemukan bahwa PT NNT tidak hanya
membuang limbah tailing ke laut tetapi juga ke sungai. Kepala Divisi Emergency and
Response Jatam Ki Bagus memastikan pihaknya memiliki temuan baru yang memperlihatkan
tidak semua tailing dialirkan melalui pipa kemudian dibuang ke Teluk Senunu, namun ada
juga yang dibuang ke Sungai Tongo Sejorong (hukumonline.com).
Hasanuddin,Kepala Desa Olat Perigi yang berada di sekitar Sungai Tongo Sejorong
membenarkan warganya banyak yang kehilangan pekerjaan. “Pencarian utama kami mencari
buah enau dan bambu tetapi kini pohonnya digusur. Kalau masuk wilayah tempat dulu kami
mencari bambu, dianggap mencuri sehingga banyak warga yang dipenjara. Padahal itu adalah
tanah ulayat,” tandasnya (hukumonline.com).
Pertama, pembuangan tailing kelaut dapat mengakibatkan penurunan kualitas air laut,
meningkatnya kekeruhan dapat menyebabkan gangguan pada biodata laut dan
menghambat penetrasi cahaya matahari kebawah perairan laut. Biota bentik (benthos)
yang habitanya berada di dasar perairan akan terkubur dan mengakibatkan kematian masal,
peningkatan kekeruhan dan padat tersuspensi akan menyebabkan tertutup/hilangnya organ
makanan benthos. Ikan-ikan, kerang dan hewan laut lainya yang selama ini mengkonsumsi
benthos (makanan utama ) akan mati atau bermigrasi ke zona yang aman, dari hal ini jelas
akan menurunkan produksi perikanan, habitat penting seperti terumbu karang dan hewan-
hewan karang dan ini menyebabkan pemusnahan habitat seperti yang saat ini sudah terjadi di
Teluk Buyat Manado Sulut. Terhambatnya penetrasi cahaya matahari juga sangat
mempengaruhi keberlanjutan ekosistem bawah laut, dan sangat mengganggu keseimbangan
bagi proses kimiawi dan biologis perairan, untuk terjadinya proses fotosintesa sangat
membutuhkan cahaya matahari yang cukup, bila proses fotosintesa terganggu produktufitas
fitoplangton akan berkurang dan ini akan menyebabkan menurunnya oksigen yang larut
dalam air laut, oksigen sangat dibutuhkan oleh biota air.
Kedua, pencemaran air laut akibat terkontaminasi bahan pencemaran logam berat
berbahaya yang terkandung dalam fraksi tailing, seperti telah dipaparkan pada bagian lain
dari tulisan ini, bahwa tailing mengandung beberapa zat kimia seperti cianida, arsenik,
kadmium, klorida, mercury, selenium dan lain-lain, baik itu yang berasal dari batuan alami
maupun asupan dari luar pada proses pengolahan, pencucian dan pemisahan mineral berharga
(emas,tembaga dan perak) dari bahan tambang. Cairan dan Lumpur tailing yang sangat asam
memiliki nilai pH antara 2–3, pada kondisi perairan dan limbah ber pH rendah berbagai
senyawa kimia berbahaya sangat mudah larut dan terurai dalam air, dan bila ini terjadi akan
sangat berbahaya bagi biodata laut dan manusia penguna air laut tersebu, rendahnya nilai pH
akan meningkatkan daya racun berbagai zat kimia dan senyawa toksit diperairan.zat-zat
kimia beracun seperti cianida, arsen, merkuri, kadmium akan sangat berbahaya bagi habitat
pesisir,
Cianida dalam jumlah yang kecilpun dapat mematikan ikan bila terkontaminasi air sungai,
arsen logam berat beracun ini juga jauh mengerikan karena mampu mencabut nyawa
manusia, mercury dapat menyerang otak, ginjal hati dan system saraf pada manusia, kadmium
adalah senyawa beracun bagi manusia dan bisa menyerang ginjal dan pelunakan tulang
belakang. Senyawa kimia beracun ini akan sangat berbahaya bila dikonsumsi oleh organisme
laut, akan mematikan ikan, kerang dan bila tidak mati logam berat beracun ini akan terurai
dan terakumulasi dalam tubuh biota laut, bila ini dikonsumsi oleh manusia akan
menyebabkan petaka berupa penyakit atau bisa menyebabkan kematian, hal ini pernah
menggegerkan jepang, seperti yang pernah terjadi di Minamata pada tahun 1950-an. Daerah
yang paling tinggi potensi bahayanya bagi biota laut ada pada radius 50 meter dari lokasi
pembuangan tailing.
Ketiga, pembuangan tailing kedasar laut akan mengakibatkan pendangkalan dasar laut,
melihat volumenya yang sangat besar maka laut yang menampung tailing ini berpotensi besar
akan menjadi dangkal, dampak lanjutan dari pendangkalan ini akan menaikan permukaan
air laut. Selama ini issu tentang akan naiknya permukaan air laut yang disebabkan oleh
pemanasan global dan melelehnya es dikutup utara sudah ramai dibicarakan, dan kini
nampaknya tailing yang dibuang didasar-lautpun ikut andil dalam mempercepat proses
naiknya permukaan air tersebut, dampak lanjutan dari hal ini jelas akan mengancam
perkampungan nelayan dan kota-kota dipinggir pantai serta akan menenggelamkan pulau-
pulau kecil yang rendah.
3. Berkurangnya Penghasilan Masyarakat Nelayan
PT Newmont membuang limbah sedikitnya 148.000 ton perhari ke Teluk Senunu.
Berdasarkan data WALHI NTB (2011) Kini limbah itu mencapai lebih 0,5 milyar ton. Dan
dampaknya makin dirasakan oleh nelayan. Saat ini, nelayan sepanjang pantai sagena hingga
Talonang, mengeluhkan penghasilan mereka turun karena ikan makin sulit didapat dan jarak
menangkap ikan makin jauh ke tengah laut.
Saat ini, jumlah nener berkurang drastis, sementara hasil tangkapan ikan mata tujuh menurun
drastis. Tak hanya Nener. Diperkampungan nelayan Snutuk, Jamaluddin megeluhkan sulitnya
menagkap ikan, yang tersisa sekarang hanya ikan yang disebut ikan teri dan ikan Taman.
Kondisi itu tak beda dengan hasil tangkapan di pantai Rantung.
Sejatinya, Nener merupakan suatu spesies ikan yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi
untuk bertahan hidup di lingkungan yang penuh dengan bahan-bahan pencemar atau polutan.
Manakala di suatu lokasi pantai nener sudah tidak ada lagi, maka dapat diindikasikan ikan
yang lain juga tidak ada.
Nener dan mata tujuh, dulunya mudah dijumpai dan ditangkap sepanjang Jereweh hingga
pantai Rantung di teluk Senunu Sumbawa. Tapi sejak limbah dibuang ke laut, nener
menghilang. ”Di musim Nener, kami bisa mendapat hingga 200 ribu ekor nener. Paling apes
3 ribu ekor dan dijual seharga Rp 5 tiap ekornya. Sejak siang hingga Sore kami turun ke
pantai menangkap Nener, bahkan jika perlu sampai bikin kemah. Dulu sepanjang pantai
Rantung, banyak orang mendirikan kemah, menginap mencari nener. Tak terhitung
jumlahnya, karena banyak juga yag datang dari desa-desa sekitar pantai Rantung”, ujar
Mamang.
Hal inilah yang dirasakan nelayan disekitar pantai Senutuk dan Pantai Rantung. Saat ini
untuk bisa mendapatkan ikan yang agak besar, nelayan mesti pergi kelokasi yang agak jauh
ke arah selatan timur, tepatnya di sekitar Telonang (32 km), Brang Sepang (36 km) dan
Emang (60 km) dari Tonggo Sejorong. Dibutuhkan tambahan 2 hingga 3 jam untuk berlayar
ke daerah itu. Tentu saja biaya untuk membeli solar meningkat, karena jaraknya semakin
jauh. Setidaknya butuh tambahan sekitar 10 liter solar lagi. Hasil tangkapan ikan juga
menurun. Dulu, tangkapan mencapai 40 kg hingga 60 kg, namun saat ini berkisar berkisar 3-
7 kg ikan.
Disebelah timur pantai Rantung, tepatnya di Pantai Spakek dan Sagena (disektar pelabuhan
Tano) warga mengeluhkan air laut yang terkadang kelihatan keruh. Sekarang, Jika
menggunakan perahu layar, ikan yang ditangkap hanya mencapai 2 kg hingga 4 kg,
sementara jika menggunakan merahu bermesin yang jangkauannya lebih jauh, hanya bisa
mendapatkan ikan dengan kisaran 6-8 kg. Padahal, dulu ikan yang ditangkap bisa mencapai
20 kg. Saat ini terdapat beberapa jenis ikan yang saat ini sulit dijumpai, diantaranya Kerapu
Tipis dan ikan Dapak.
Di Benete, air laut yang pada awalnya begitu bersih, kini berubah kotor, mungkin itulah yang
mengakibatkan tangkapan ikan jauh menurun. Ahmad, nelayan di Benete mengakui, dulunya
satu kali melaut bisa memperoleh 10 bakul, setara dengan 260 kg, tetapi sekarang paling
banyak hanya 1 bakul sama dengan 26 kg. Kabar yang serupa juga disampaikan nelayan
yang diwawancari WALHI NTB di Labuan Lalar, Pantai Maluk, Pantai Jereweh dan
Sekongkang.
Tak hanya kaya ikan, dulunya kawasan pantai Rantung hingga Talonang adalah lokasi penyu
bertelur. Jika musim bertelur, seridaknya 2 hingga 3 ekor Penyu yang ditemui naik ke pantai.
Sejak tailing dibuang ke laut, tak banyak lagi Penyu yang naik. Penyu yang biasa mendarat di
Pantai Rantung hingga Talonang adalah jenis penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik
(Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caret-caretta) dan penyu Belimbing
(Dermochelys coriacea). Begitu pula berbagai jenis ikan laut seperti jenis tongkol, lemuru,
cotek, trijo, layur dan cumi yang saat ini semakin berkurang jumlahnya.
Sungai Labuan mlewati perkampungan SP-1 yang dihuni sekitar 250 KK, sungai ini
merupakan sumber air minum, persawahan juga sumber protein warga. ”Dulu, sebelum ada
perusahan, waktu puasa Romadhon sanatlah menyenangkan. Sambil menunggu maghrib,
para orang tua mencari ikan di sungai, ada yang menggunakan jala, pancing juga panah.
Dasar sungai berbatu-batu, airnya bening dan ikannya beragam. Ada belut, udang, lele dan
Tuna’, ujar pak Mamang salah satu warga.mengenang. Sekarang kondisi sungai telah
berubah.
Meskipun datang musim kemarau, permukaa air dulunya tak berkurang drastis, paling rendah
sekitar 40 centimeter. Tapi dalam sepuluh tahun terakhir, debet sungai menurun drastis. Kini
musim kemarau, jangankan berharap ikan, Air yang terlihat hanya genangan-genangan air
disana-sini yang tak mampu mengalir sepanjang badan sungai.
Pada tahun 2005, warga meminta PT NNT dan pmerintah membangun dam penampung air
dan dam Labuhan. Akhirnya, warga yang dulunya mengandalkan musim hujan untuk
bertanam, sekarang bisa menanam dua kali dalam setahun. Tapi itu tak berlangsung lama.
Pada tahun kedua, dam itu kehabisan air.
Berbeda halnya dengan sungai Sejorong. Sungai ini merupakan sungai utama dari DAS
sejorong di bagian barat daya Pulau Sumbawa yang merupakan elemen penting bagi
masyarakat Tongo Sejorong yang berjumlah 834 Jiwa, (PL. BKKBN Kec. Sekongkang 2004)
dan bermukim di bagian hilir sungai. Desa Tongo Sejorong Merupakan satu-satunya desa
yang berada dalam wilayah DAS Sejorong. Sebelum adanya kegiatan pertambangan, warga
di hulu menggunakan air nya untuk mengairi sawah, mandi, mencuci, memandikan ternak
dan memancing. ”ada sekitar 44 mata air di kawasan ini” ujar pak Mamang. PT. Newmont
membangun pengolahan limbah dikawasan hulu, ada Dam santong I dan santong II, juga
dan Sejorong. Dulunya kawasan ini untuk mandi mencuci juga sumber air minum. Sejak ada
dam pengolahan limbah diatas, air sungai ini tak banyak lagi dimafaatkan warga.
Berangsur-angsur mereka mengurangi pemakaian air, sejak orang mandi menggunakan air
sungai terasa gatal” ungkap salah seorang warga.
Pada tahun 2011, petani mengalami gagal panen, saat ini pun hasil pertanian terancam gagal
panen lagi akibat tidak adanya pengairan yang memadai. Embung Puja yang dibangun PT.
Newmont dan selalu dibanggakan perusahaan mengalami kebocoran, sehingga tidak dapat
dimanfaatkan untuk pengairan. Sementara saluran tersier yang diminta masyarakat tidak
terbangun dengan sempurna. Air untuk embung puja dipasok dari hulu Sungai sejorong.
Padahal diatas ada Santong Dam, tempat pengolahan limnbah. Menurt warga, tiap musim
hujan, air dari dam meluap dan biasanya ditemukan ikan sungai mati dalam jumlah massal.
Masyarakat masih mengandalkan sawah tadah hujan bila musim hujan. Sementara hasil
kebun seperti mangga, nangka dan jenis lainnya tidak seperti semula. Selain tidak berbuah,
rata-rata pohon mengalami mati secara perlahan dan tidak bisa tumbuh subur.
Menurut kajian WALHI NTB (2011), krisis air disekitar pertambangan diatas sesuatu yang
mudah dipahami. Tambang terbuka, seperti yang dilakukan PT Newmont, beresiko terhadap
ketersediaan air.
Pertama, rusaknya kawasan tangkapan air karena berubah menjadi kawasan pengerukan dan
infrastruktur perusahaan,
Kedua, tanah yang fungsinya menympan air juga rusak berat karena digali dan dipindahkan
dari kawasan tersebut dalam jumlah masive.
Ketiga, Kegiatan pertambangannya sendiri membutuhkan air yang luar biasa besar, mulai
dipakai untuk proses ekstraksi, juga kebutuhan karyawan dan kebutuhan para pendatang yang
menggerakkan perekonomian kawasan tersebut. Akibatnya, pemenuhan air warga harus
berkompetisi dengan mereka. Pada tambang emas, sekitar 98 persen batuan yang digali
berakhir jadi limbah. Mengapa begitu artinya terjadi pengerukan permukaan tanah, termasuk
megupas hutan.
Keempat, Limbah ekstraksi tambang emas beresiko mencemari sumber-sumber air dan mata
pencaharian warga. Mulai batuan limbah, lumpur tailing hingga air asam tambang. Apalagi,
limbah tailing dibuang PT Nwmont di buang ke teluk Senunu.
LP3ES yang melakukan penelitian pada 2001 dan didanai PT NNT, dengan teknik
Participatory Rural Apraisal (PRA) membuktikan bahwa sebagian besar persoalan yang
berhubungan dengan pertambangan berkaitan dengan air. Hasil penelitian tersebut
memaparkan bahwa sejak ada konstruksi untuk keperluan pertambangan pada tahun 1997, air
sungai sudah tidak dapat lagi diminum. Demikian halnya dengan hasil sungai berupa ikan
menurun karena kualitas air menurun, debit air menurun, banyak pengeboran yang dilakukan
PT. NNT didalam DAS (8 titik pengeboran), air dibendung oleh PT. NNT, serta mata air
yang tidak bisa dimanfaatkan lagi pada musim kemarau.
Data dari Departemen Lingkungan PT. NNT, yang diperoleh dari tiga stasiun untuk
memantau aliran air di wilayah DAS sungai sejorong yaitu SG–3, SG-6, dan SG-9, yang
masing-masing mewakili daerah hulu, tengah dan hilir DAS sejorong, stasiun SG-6 yang
mewakili bagian hilir DAS sejorong tahun 2003 hingga 2004 menunjukkan penurunan debit
air. Itu ditandai dengan debit air kurang dari 1 m/dtk³ terjadi selama 9 bulan pada tahun 2003
dan terjadi sepanjang tahun dalam tahun 2004. sebelum tahun 2003, debit air kurang dari 1
m³/dtk hanya terjadi sekitar 4 – 8 bulan dalam satu tahun. Masyarakat Tongo Sejorong (dari
32 responden yang diwawancarai) mengakui bahwa telah terjadi penurunan kuantitas air
Sungai Tongo Sejorong secara drastis. Sebelum adanya kegiatan pertambangan 100 persen
responden menyatakan jumlahnya air sangat mencukupi dan setelah kegiatan pertambangan
tahun 1997 jumlahnya tidak mencukupi. Sebagian besar masyarakat juga menyatakan
semakin sulit mendapatkan air baik pada musim penghujan maupun musim kemarau sejak 5
tahun terakhir. Keadaan tersebut sangat berbeda dibandingkan keadaan 15 – 10 tahun yang
lalu.
Warga yang memiliki lahan dekat tempat pembuangan tailing, juga mengaluhkan gagal
panen sekitar april 2008. Sejumlah 10 warga Tongo Sejorong di lokasi Ai Baru dan Ai Bruni
gagal panen (padi), karena padinya memerah dan akhirnya seperti terbakar panas. Untuk
daerah SP I, musim tanam kedua padi warga gagal total, dengan luas sekitar 4 ha. Menjelang
berbuah tiba-tba padi memutih dan menjadi hampa (tidak ada isi dalam kulit padi). Sampai
saat ini, tidak diketahui penyebab atau jenis hama yang menyerangnya. Hal ini diperparah
olehn penuturan dua warga Tongo Sejorong. Salah seorangnya memiliki lahan seluas 1 ha
dan ditanam sekitar 100 pohon mangga, namun saat ini mati secara tiba-tiba tanpa tahu
penyebabnya. Seorang lagi memiliki lahan seluas 50 are, namun 60 pohon mangga pun mati
mendadak tanpa diketahui penyebabnya.
Sebagai penutup, semenjak PT NNT memeulai aktifitas pertambangan, banyak kejadian baru
yang menghampiri masyarakat Lingkar Pertambangan. Sifat sementara ini memang masih
praduga, namun keberadaan pertambangan dirasa memiliki andil yang besar dalam
perubahan-perubahan yang terjadi. Untuk itu, perlu dikaji lebih lanjut dan sepsifik terkait
permaslahan dan perubahan-perubahan yang terjadi di wilayah lingkar pertambangan.
Visi Newmont Mining Corporation (NMC) adalah menjadi perusahaan tambang yang paling
dihargai dan dihormati melalui pencapaian kinerja terdepan di industri tambang. Guna
mencapai visi tersebut, salah satu nilai utama NMC adalah mewujudkan kepemimpinan di
bidang keselamatan kerja, pengelolaan lingkungan dan tanggung jawab sosial. Kebijakan
Regional ini telah diselaraskan dengan Kebijakan Tanggung Jawab Sosial Korporasi NMC.
Newmont berkeyakinan bahwa melaksanakan tanggung jawab sosial merupakan hal penting
bagi bisnis kita, dan hal itu diwujudkan dengan membangun hubungan berdasarkan atas
kepercayaan serta nilai tambah bagi masyarakat dimana kita beroperasi. Hal ini dapat dicapai
melalui kepemimpinan dan penerapan sistem manajemen formal yang andal, yang
mendukung pengambilan keputusan secara efektif, mengelola risiko perusahaan dan
mendorong peningkatan yang berkelanjutan.
b. Pendidikan. Di samping melakukan rekonstruksi dan perbaikan gedung sekolah (12 bh,
Jereweh, Maluk dan sekongkang), gedung Serba guna dan Balai Latihan Kerja,
Perpustakaan keliling, juga Pendidikan Luar Sekolah (PLS) seperti program Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), melatih 250 orang guru, 3650 bantuan paket
pendidikan, 30 orang dilatih guru perpustakaan sekolah, bantuan bis pelajar dan
laboratorium IPA, beasiwa untuk 3880 orang, 46 orang honor guru kontrak, ada 943
orang yang dilatih komputer, bahasa inggris, perbengkelan listrik, baca tulis.
Perusahaan juga membuat pelatihan penulisan karya ilmiah. Sedangkan bagi para
pemuda, juga disiapkan beraneka macam pelatihan keterampilan kerja, seperti kursus
mengemudi dum truck, elektronik, mekanik mobil dan sepeda motori.
d. Usaha Kecil pada Pertanian dan Peternakan. Usaha kecil di bidang pertanian dan
peternakan merupakan satu di antara empat prioritas CD PT NNT. 100 orang peserta
Sekolah lapangan pertanian terpadu (SLPT) di Jereweh, Maluk, sekongkang, 80 orang
peserta pengembangan masyarakat pesisir, laboratorium lapang dan demplot 4 desa, 118
orang pengusaha kecil lewat pelatihan wirausaha, KSM, Koperasi, BUMDes dan
lembaga keuangan Mikro, Budidaya rumput laut di Jelenga, Taliwang, Budidaya Ikan di
Tano, Pupuk organik dan penyuluh lapang swadaya di Jereweh, Maluk, sekongkang,
kerajinan rotan di Brangrea, Yayasan Serikat Tani Pembangunan di Jereweh.
Mekanisme pembagiannya meliputi, dana untuk desa lingkar tambang, tanpa pemekaran, bisa
mendapat donasi hingga Rp. 70 juta pertahun. Sementara desa lingkar tambang hasil
pemekaran, donasinya mencapai Rp. 50 juta pertahun. Sedangkan desa luar lingkar tambang,
donasinya hanya Rp. 34,5 juta pertahun.
3. Menjamurnya LSM
Semenjak Berdirinya PT NNT, sejumlah LSM dan KSM didirikan oleh perusahaan. Beberapa
diantaranya berdiri secara swadaya. LSM dan KSM bentukan perusahaan ini difungsikan
sebagai penyalur program CD perusahaan. Lembaga utama yang mengurus program CD PT
NNT adalah Yayasan Olat Perigi (YOP) yang bergerak di bidang pertanian, peternakan,
perikanan, dan keuangan mikro. Lembaga lainnya adalah Yayasan Pembangunan Ekonomi
Sumbawa Barat (YPESB), Yayasan Serikat Tani Pembangunan (YSTP), YMTP, Lakmus,
LP3SB, SPN, PK2D, Legitimid, PPLH Unram, HNSI, LPN, YRPM. Menurut perusahaan,
terlah beridiri dua ratus lebih lembaga yang lahir sejak PT NNT membuka tambangnya.
a. Kebijakan
Program CD perusahaan bersifat tertutup, tak hanya dalam hal pengambilan keputusan
jenis program tapi juga jumlah dananya (kecuali Dana Donasi Desa). Pada dasarnya
pemilihan program diputuskan perusahaan, tanpa koordinasi dengan pihak terkait
(stakeholder), seperti Pemerintah Daerah, camat hingga desa. Sehingga, apa yang
menjadi kebutuhan masyarakat atau daerah banyak yang tak sesuai dengan program CD
perusahaan. Program ini meliputi tiga kecamatan yaitu Jereweh, Sekongkang dan Maluk.
Padahal masih banyak daerah sekitar tambang PT. NNT, seperti Taliwang, SP 1, SP 2,
SP 3, Tongo, Brang Rea, Brang Ene, yang kurang mendapatkan perhatian.
Masalah lainya, pemerintah dan masyarakat sekitar, tak tahu persis berapa besar dana
yang akan digunakan dan diperuntukkan apa. Mereka hanya menerima laporan dari
perusahaan. Misalnya, dana donasi masing-masing desa sekitar Rp. 43 juta hingga Rp 50
juta pertahun, sementara Pemda menerima 27 miliar/tahun. Inilah salah satu pemicu
kecemburuan dikalangan masyarakat lingkar tambang. Artinya, perlu adan transparansi
dan akuntabilitas pengalokasian dan CD.
M. Tamzil, wakil ketua I DPRD KSB dalam wawancaranya menyebutkan, Pemda kurang
memberi perhatian pada masyarakat lingkar tambang, dengan menganggap mereka
merupakan masyarakat binaan PT NNT. Pemda seolah mengalihkan sebagian
tanggungjawabnya pada perusahaan, padahal PT NNT telah memberi dana CD sebesar
Rp 27 milliar pertahun kepeda Pemda Sumbawa Barat. Menurut perusahaan, sepanjang
tahun 1996 hingga 2007 dana CD yang mereka sediakan berjumlah Rp. 300 milliar,
dimana sekitar Rp 10 Milyar yang dialirkan ke Pemda Sumbawa sepanjang 4 tahun
terakhir.
Contoh konkrit adalah Yayasan Reformasi Peduli Rakat (YRPM), yang mendapat jatah
dana CD sebesar Rp. 10 juta pertahun. Atau Yayasan Olat Parigi, yang dijatah Rp 5
Miliar pertahun. Tak lupa Yayasan Pembangunan Ekonomi Sumbawa Barat (YPESB),
yang kabarnya mendapat Rp 1 milliar pertahun. Pada awalnya, lembaga-lembaga ini
sering melakukan demo dan kritik terhadap PT NNT melalui media, baik audio, cetak,
maupun elektronik.
CD yang selama ini dilakukan PT NNT dan dianggap telah memberikan pemberdayaan
kepada masyarakat melalui YOP ternyata hanya sebuah kiasan yang strategis. Buktinya,
di bidang pertanian bantuan bibit padi ternyata bukan bantuan, melainkan pinjaman yang
harus dikembalikan 2 kali lipat saat masyarakat memanen hasil pertaniannya. Bidang
peternakan seperti bantuan sapi, anak sapi pertama dan anak kedua harus dikembalikan
kepada YOP.
Dana pengembangan masyarakat sepertinya bagian dari upaya meredam gejolak sosial
dimasyarakat, terutama yang kritis terhadap hak-haknya dan kritis terhadap praktek-
praktek perusahaan. Kadang kala program ini juga untuk memperkuat posisi perusahaan
ditengah kondisi masyarakat yang telah terpecah belah. Program pemberdayaan melalui
YOP, memang berhasil menyalurkan dana CD, namun tidak berhasil meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hasilnya, memang ada program yang berjalan secara baik
dengan rutinitas mengembalikan dana pinjaman, tapi rata-rata mandek dan setelah itu
tidak lagi bisa memberikan pinjaman pada warga bersangkutan. Program yang dinilai
mampu mengembalikan pinjaman dan bisa mendapatkan pinjaman berikutnya adalah
usaha kios dan bakulan. Namun jumlah warga yang terlibat usaha ini sangat terbatas.
Salah satunya diungkap Kepala Dusun Tongo, Desa Sejorong, Hasanuddin, khusus di
Tongo, program bantuan sapi yang diberikan tidak berjalan. Sapi hasil bantuan itu dijual,
karena warga tak memiliki pekerjaan yang dapat menunjang penghidupannya sehari-hari.
Sebelum ada PT NNT, warga biasa mengambil gula aren dan hasil hutan yang setiap
harinya bisa menunjang hidup, bahkan menyekolahkan anak-anak mereka.
”Angka kemiskinan di kecamatan Sekongkang paling tinggi diantara desa-desa yang ada
di Kabupaten Sumbawa Barat, sementara sebaran penduduk di kecamatan ini terhitung
paling jarang dibanding kecamatan lainnya” ungkap Sahrul dari Legitimit. Dana
pemberdayaan CD melalui YOP sangat tidak mengena, bahkan sering terjadi tumpang
tindih antara program pemerintah dan PT NNT. “Semestinya dana CD ini diberikan ke
desa saja supaya tepat sasaran dan tidak lagi terjadi tumpang tindih”. Tambahnya
.
d. Respon Masyarakat Terhadap CD
keberadaan PT NNT di tengah-tengah masyarakat kaitannya dengan program
pengembangan masyarakat di lokasi tambang PT. NNT dan masyarakat luar, pada
umumnya beragam. Hal ini terjadi sebagai akibat kebijakan perusahaan PT NNT dan
kebijakan pemerintah sendiri.
Di samping itu juga CSR yang dilakukan melalui program CD sering kali menimbulkan
konflik antara desa yang berada di lingkar tambang dengan desa di luar lingkar tambang.
Hal ini terjadi karena kecemburuan sosial akibat kebijakan pembangunan yang
dilakuakan secara tidak adil dan merata. Salah satunya pembangunan yang hanya di
prioritaskan pada wilayah sekitar tambang.
BAB IV. Kesimpulan dan saran
1. PT NNT memiliki andil besar dalam peningkatan PDRB wilayah, baik Daerah Otonom
maupun provinsi. Perannya dalam meningkatkan perekonomian masayakarakat pun
berada dalam urutan teratas untuk wilayah Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa barat.
Namun, perlu ada keseimbangan dalam menjalankan aktifitas produksi pertambangan.
Keseimbangan ini berupa orientasi ekonomi dan kesejahteraan masayrakat, serta
ekonomi dan lingkungan. Artinya, ketika melakukan aktifitas pertambangan, perlu untuk
mempertimbangkan dan harus melakukan upaya pengembalian jasa lingkungan agar
tidak berubah fungsi dan peruntukannya , baik dalam kadar kuantitas maupun kualitas.
Serta perlu untuk memenuhi kewajiban dan kesepakatan yan telah ditetapkan
sebelumnya. Dan terakhir, mengembalikan hak atau mengupayakan agar kebutuhan akan
air dan pangan masyarakat selalu terjamin.
3. Perlunya pihak yang bertanggung jawab atas penegakan regulasi, transparansi public,
dan akuntabilitas program dan produksi. Dengan ini, proper yang diberikan akan benar-
benar ‘hijau’ dan keberpihakan masyarakat terhadap keberadaan perusahaan akan
menjadi baik
Referensi
Dr Grant Batterham & Dr Jorina Waworuntu. 2009. Deep Sea Tailings Placement at Batu
Hijau, Sumbawa, Indonesia. Newmont Asia Pacific / PT Newmont Nusa Tenggara Marine
and lake disposal of mine tailings and waste rock International Conference in Egersund,
Norway, September 7-10, 2009
Indonesia Corruption Watch Tambang Newmont Nusa Tenggara dalam Pusaran Politik
Rente. Jakarta, 10 Juni 2011. www.antikorupsi.org
Lembaga Olah Hidup (LOH),Jaring Sumbawa Ekspress selasa,6 Februari 2001 dan Gaung
Sumbawa kamis 8 Februari 2001.
MinergyNews.Com 23 Januri 2001 : Pipa Tailing Newmont Nusa Tenggara Bocor Lagi
Pembayaran royalti dan pajak merupakan kewajiban PT NNT sesuai dengan ketentuan pasl
13 Kontrak Karya PT NNT dan surat Dirjen Pertambangan Umum No. 310/20.01/DJP/2000
Studi social Dampak Pembuangan Tailing PT NNT terhadap Produksi Ikan nelaya Lombok
Timur, 2006, Walhi NTB, Mataram
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/419515-hatta--silakan-pemda-membeli-newmont
http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2059728/pp-minerba-tak-boleh-bertentangan-dengan-
uu#.UsHh3vsyPD0
http://kompasianablog.blogspot.com/2013/12/pertambangan-punya-andil-bagi-
kehidupan.html
http://sandy-perfectionistboy.blogspot.com/2008/12/tinjauan-dan-manfaat-ekonomi-
industri.html
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt521c5752223bc/temuan-jatam--newmont-buang-
tailing-ke-sungai
http://www.patrolipost.com/nusra.htm)
http://www.ptnnt.co.id
http://www.wikipedia.com