Anda di halaman 1dari 11

RMK OTODA

PELUANG MENGEMBANGKAN BISNIS DAERAH

Dosen:

FAJAR SYAIFUL AKBAR, S.E., M.Aks.

Anggota kelompok:

Muhammad Nabiel Azra 19013010148


Muhammad Rafli M 19013010214
Leydinda Lailingga H 19013010240
Anisah Nurul A 19013010242

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’ JAWA TIMUR
TAHUN 2022
LATAR BELAKANG

Investasi merupakan usaha investor untuk mendapatkan hasil yang akan dikonsumsi di masa
depan. Investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang tinggi tentunya akan
memberikan resiko yang tinggi pula. Tinggi rendahnya resiko suatu instrumen terutama yang
ada di pasar modal Indonesia sangatlah dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan politik suatu
negara serta kondisi perusahaan itu sendiri. Untuk itu, dalam mengambil keputusan untuk
berinvestasi, ada baiknya investor melakukan analisis terlebih dahulu terhadap instrumen
investasi yang akan dipilih. Analisis ini dilakukan untuk meminimalkan resiko yang ada.
Resiko yag dihadapi dalam melakukan investasi dapat berupa resiko sistematis (systematic
risk) dan resiko yang tidak sistematis (unsystematic risk). Resiko sistematis tidak mungkin bisa
dihindari karena resiko ini merupakan bentuk dari perubahan perekonomian yang tidak bisa
dikendalikan oleh perusahaan. Sedangkan resiko yang tidak sistematis bisa kita minimumkan
dengan melakukan diversifikasi. Berinvestasi dalam bentuk saham memiliki tingkat
ketidakpastian yang tinggi sehingga resikonya juga tinggi. Analisis yang harus dilakukan oleh
para investor meliputi analisis fundamental dan analisis teknikal. Dalam melakukan analisis
fundamental, investor perlu melihat kondisi perusahaan itu sendiri, maupun kondisi
perekonomian dimana perusahaan tersebut beroperasi.

Inflasi sebagai faktor makroekonomi yang tidak bisa terprediksi juga memberikan dampak
terhadap performa saham. Kenaikan inflasi akan menyebabkan harga-harga secara keseluruhan
naik menyebabkan kebutuhan sekunder (barang pelengkap) dan kebutuhan tersier (barang
mewah) menurun, karena masyarakat akan cenderung memenuhi kebutuhan primer terlebih
dahulu sehingga harga saham pada perusahaan jasa perhotelan dan pariwisata akan lebih
terkena dampaknya daripada harga saham sektor industri barang konsumsi. Nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar AS semakin memburuk semenjak adanya krisis. Hal ini menjadi malapetaka
bagi industri-industri di Indonesia. Terutama bagi perusahaan yang meminjam dana dari luar
negeri, mereka harus membayar hutang lebih besar, sehingga kinerja perusahaan tersebut akan
terlihat melemah, yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga saham. Pengaruh nilai tukar
juga berkaitan dengan adanya investor asing yang menanamkan modalnya di pasar modal
Indonesia. Investor asing diijinkan untuk menanamkan modalnya di Bursa Efek Indonesia pada
jumlah tertentu.
RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah :

1. Apakah ada pengaruh obsesi daya saing di Indonesia ?

2. Apakah ada pengaruh tren investasi di Indonesia ?

3. Apakah ada pengaruh investasi dan iklim bisnis di daerah ?

4. Apakah ada pengaruh image marketing di Indonesia ?

5. Apakah ada pengaruh attraction marketing di Indonesia ?

6. Apakah ada pengaruh infrastructure marketing di Indonesia ?

7. Apakah ada pengaruh people marketing di Indonesia ?

TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai adalah :

1. Memahami dan menjelaskan obsesi daya saing

2. Memahami dan menjelaskan tren investasi di Indonesia

3. Memahami dan menjelaskan investasi dan iklim bisnis di daerah

4. Memahami dan menjelaskan image marketing

5. Memahami dan menjelaskan attraction marketing

6. Memahami dan menjelaskan infrastructure marketing

7. Memahami dan menjelaskan people marketing


PELUANG MENGEMBANGKAN BISNIS DAERAH
Obsesi Daya Saing

Peringkat daya saing Indonesia melorot pada tahun 2022.Laporan Institute for Management
Development (IMD) World Competitive Year book 2022 menyebut, daya saing Indonesia saat
ini berada di posisi ke-44 dari posisi 37 di tahun 2021peringkat ini menjadi yang terendah sejak
5 tahun terakhir atau tahun 2018. Pada tahun 2018, daya saing Indonesia berada di peringkat
43, lalu meningkat menjadi 32 pada tahun 2019. Pada 2020,daya saing Indonesia merosot di
peringkat 40, sebelum akhirnya naik lagi ke posisi 37 di tahun 2021. Kemudian di tahun 2022,
tingkat daya saing kembali turun ke posisi 44

Daya saing turun karena masalah produktivitas. Kalau masalah lain sudah membaik dan skor
ini bukan turun tetapi negara-negara lain lompatannya lebih tinggi dan reformasinya lebih
cepat. Masalah produktivitas perlu dibenahi agar tidak terjadi mismatch antara tenaga kerja
yang dibutuhkan dan tenaga kerja yang siap kerja. Ini tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri
tetapi juga dengan dunia usaha

Harga komoditas di Indonesia lebih mahal 22% ibanding harga dunia hal ini meyebabkan
produsen penghasil produk tidak dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran,juga banyak
produsen di Indonesia yang tidk memiliki pemasok tertentu sehingga bahan baku untuk
produksi memiliki harga yang lebih fluktuatif hal ini membuat pengusaha kurang mendapatkan
minat di pasaran akibat harga yang naik turun secara drastic.
Tren Investasi Di Indonesia

Berdasarkan data dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)


mempublikasi data capaian realisasi investasi pada Triwulan I (periode Januari – Maret) untuk
Tahun 2022 yakni sebesar Rp 282,4 triliun, lebih tinggi 28,5% dibandingkan periode yang
sama tahun 2021. Capaian Triwulan I Tahun 2022 juga meningkat 16,9% dibandingkan
Triwulan IV Tahun 2021. Capaian Triwulan I Tahun 2022 berkontribusi sebesar 23,5% dari
target realisasi yang dicanangkan sebesar Rp 1.200 Triliun.

Berdasarkan laporan kegiatan penanaman modal, pertumbuhan investasi PMDN pada Triwulan
I Tahun 2022 meningkat sebesar 25,1%, dari Rp 108,0 triliun di Triwulan I Tahun 2021
menjadi Rp 135,2 triliun. Investasi sektor Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi menjadi
sektor penunjang terbesar realisasi investasi PMDN. Sedangkan investasi PMA pada Triwulan
I Tahun 2022 meningkat 31,8% dibanding Triwulan I Tahun 2021 dari Rp 111,7 triliun menjadi
Rp 147,2 triliun.Realisasi PMA terbesar untuk periode Januari-Maret 2022 disumbang oleh
sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya. Peningkatan
realisasi investasi PMA yang terutama terjadi pada sektor Industri Logam Dasar, Barang
Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya, membuktikan kebijakan Presiden Joko Widodo yakni
melarang ekspor bahan mentah telah berhasil mendorong terjadinya hilirisasi investasi di
Indonesia, khususnya industri pengolahan nikel serta industri besi dan baja.

Berdasarkan sektor usaha, 5 (lima) besar realisasi investasi (PMDN & PMA) adalah

1. Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya (Rp 39,7 triliun,
14,0%);

2. Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi (Rp 39,5 triliun, 14,0%);

3. Pertambangan (Rp 35,2 triliun, 12,5%);

4. Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran (Rp 24,9 triliun, 8,8%);

5. Listrik, Gas dan Air (Rp 23,1 triliun, 8,2 %).

6. Sektor industri pengolahan masih memegang peranan sangat penting dalam


peningkatan realisasi investasi dan tetap menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi.
Investasi Menurut Daerah

Penanaman modal atau investasi merupakan sarana untuk mengakselerasi pertumbuhan


ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Pengaturan investasi
merupakan kewenangan daerah untuk mengelola potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh
daerah untuk meningkatkan kesejahteraan. Investasi daerah dipahami sebagai sebuah kekuatan
yang utama dalam menjalankan pembangunan daerah. Pemerintah daerah sendiri merupakan
aktor kunci bagi penciptaan iklim investasi yang kondusif dan pengembangan investasi daerah.

Berikut tabel PMDM dan PMA pada triwulan pertama pada tahun 2022 berdasarkan lokasi di
Indonesia. Berdasarkan tabel PMDM 10 kota teratas secara umum merupakan daerah indonesia
bagian barat seperti jawa kalimantan dan sumatra. Hal tersebut menunjukkan bahwa investasi
domestik masih terpusat pada kawasan indonesia bagian barat. Hal inilah yang menyebabkan
pembangunan daerah menjadi timpang.

Iklim Bisnis di Daerah

Iklim bisnis berkaitan dengan kebijakan/regulasi bisnis yang berlaku di suatu negara dan
kondisi ekonomi negara tersebut.

Iklim bisnis disebut baik jika kebijakan yang berlaku di suatu negara memudahkan masyarakat
untuk berbisnis dan berinvestasi. Masyarakatnya bisa dari dalam negeri maupun luar negeri.

Iklim bisnis yang tidak sehat dapat membuat kegiatan bisnis menjadi tidak lancar. Perusahaan-
perusahaan akan mengurangi atau menghentikan kegiatan bisnisnya. Bahkan, hal itu juga bisa
menyebabkan terjadinya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) untuk karyawan di perusahaan
tersebut.

DAYA TARIK PASAR / ATTRACTION MARKET

Banyak ahli dan institusi pemasaran mengungkap konsep tentang daya tarik pasar (market
attractiveness). General Electrics/ McKinsey Matrix, merupakan konsep dari McKinsey yang
menjadi rujukan utama untuk pengembangan konsep tentang daya tarik pasar.

Konsep ini merupakan konsep spesifik untuk mengevaluasi peluang investasi yang
diikembangkan pada awal abad 17 dan saat ini masih secara luas digunakan untuk menganalisi
skenario persaingan bisnis. Untuk mengukur daya tarik pasar, Walker (2004) mengajukan
beberapa indikator daya tarik pasar yaitu besar pasar, perkembangan pasar, tingkat persaingan,
level harga, keuntungan, sistim informasi dan teknik, modern, serta regulasi Pemerintah.

Best (2009) mengatakan bahwa daya tarik pasar terukur melalui besarnya pasar (30%), tingkat
persaingan (40%) dan peluang pasar (30%). Komponen daya tarik pasar adalah ukuran pasar,
pertumbuhan pasar dan kekuatan pembeli; komponen intensitas persaingan adalah banyaknya
pesaing, harga pesaing dan kemudahan untuk masuk dalam arena kompetisi ini sedangkan
komponen akses pasar adalah kedekatan dengan pelanggan, akses ke distributor dan sales
requirement.
Daya tarik pasar merupakan salah satu dimensi dalam konsep GE Matrix, sebuah model
multidimensional untuk merumuskan strategi korporasi. Daya tarik pasar dalam kerangka
strategi bersaing model GE Matrix sering digunakan untuk menilai seberapa tinggi minat
pebisnis memasuki pasar suatu industri.

Semakin tinggi daya tarik pasar, semakin tinggi kecenderungan minat investasi pada industri
tersebut. Menurut Dafny (2005), dengan melihat tingginya kebutuhan pasien (daya tarik pasar)
baik rendah, sedang maupun tinggi terutama sedang, maka peningkatan kualitas produk,
pengalaman dan produk yang unik merupakan strategi investasi sebagai upaya untuk
menghalangi pesaing memasuki industri

infrastructure marketing

pengertian infrastruktur secara umum? Jadi, jika ditinjau dari pengertian infrastruktur secara
umum, pengertiannya adalah seluruh struktur dan juga fasilitas dasar, baik itu fisik maupun
sosial, misalnya saja bangunan, pasokan listrik, jalan, dan lainnya yang dibutuhkan untuk
operasional aktivitas masyarakat maupun perusahaan.

Adapun pendapat lain yang mengungkapkan bahwa infrastruktur merupakan segala jenis
fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat umum guna mendukung berbagai aktivitas
masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan arti lain, infrastruktur merupakan semua
fasilitas, entah itu fisik ataupun non fisik yang dibangun oleh pihak pemerintah atau perorangan
guna memenuhi keperluan dasar masyarakat dalam lingkup ekonomi dan sosial.

Jadi infrastructure marketing adalah fasilitas yang berupa fisik maupun non fisik yang
dibangun oleh pemerintah atau perorangan guna memenuhi keperluan dasar masyarakat dalam
lingkup pemasaran untuk mendukung kegiatan ekonomi dan juga untuk memenuhi kebutuhan
sehari hari

Studi Kasus Pariwisata di Kabupaten Bantul, DIY

Dampak positif dari, “Yogyakarta sebagai Kota Tujuan Wisata kedua setelah Bali,”
kunjungan wisata ke Pantai Parangtritis dan objek wisata alam yang dimiliki Kabupaten Bantul,
dari tahun ke tahun menunjukkan adanya peningkatan. Sebaran objek wisata di Kabupaten
Bantul dikelompokkan sebagai: Wisata pantai, Taman rekreasi dan tempat hiburan, Tempat
rekreasi budaya berupa museum, Desa wisata (sentra industry dan sentra kerajinan).
Permasalahan yang terjadi, dalam pengembangan objek atau kawasan wisata di Kabupaten
Bantul belum mempertimbangkan:

 Modal kepariwisataan (tourism asset) yang berupa Potensi dan daya tarik objek atau
kawasan wisata.
 Pola pengembangan objek atau kawasan wisata.
 Peluang-peluang usaha yang dapat dikembangkan di kawasan wisata.

Penilaian prospek terhadap objek atau kawasan ditinjau dari: jaringan kegiatan pariwisata,
prospek pengembangan di masa depan, dan potensi fasilitas pendukung. Skor fasilitas
pendukung semakin kecil, berarti objek tersebut memerlukan tambahan sarana guna
menunjang prospek objek atau kawasan wisata di masa yang akan datang. Objek wisata yang
menurut hasil analisis masuk kategori non potensial, dapat ditingkatkan menjadi potensial
apabila dilengkapi dengan sarana prasarana transportasi dan kelengkapan objek. Penyediaan
sarana transportasi akan meningkatkan aksesibilitas (AKSES), sedangkan penambahan sarana
prasarana seperti adanya souvenir shop, sarana olah raga, kelengkapan objek akan
meningkatkan keindahan, keunikan dan keajaiban objek. Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul
perlu menerapkan kebijakan sebagai berikut:

 Dalam setiap promosi pariwisata, perlu menekankan pada keindahan, keunikan dan
kajaiban objek atau Kawasan wisata yang ditawarkan, hal ini memudahkan pemahaman
calon wisata.
 Untuk objek atau kawasan wisata yang dikategorikan sebagai kawasan wisata potensial,
perlu dijaga keindahan, keunikan dan keajaibannya.
 Kawasan wisata atau jalan menuju objek dibuat melingkar agar kegiatan kepariwisataan
lebih terintegrasi dengan objek lainnya, dan diarahkan melalui pusat-pusat kerajinan
atau pusat industri-industri kecil.
 Perlu segara dilakukan penataan di kawasan objek wisata.
 Pemda perlu melaksanakan penataan kawasan-kawasan wisata yang ada seperti Pantai
Parangtritis, Pantai Samas, Pantai Pandansimo, dll, karena fasilitas yang telah dibangun
kondisinya sudah banyak yang rusak.
KESIMPULAN

Investasi adalah aktivitas menempatkan modal baik berupa uang atau aset berharga lainnya ke
dalam suatu benda, lembaga, atau suatu pihak dengan harapan pemodal atau investor kelak
akan mendapatkan keuntungan setelah kurun waktu tertentu. Karena harapan mendapatkan
keuntungan di kemudian hari inilah investasi disebut juga sebagai penanaman modal. Istilah
investasi sendiri berasal dari kata Bahasa Italia, investire yang berarti memakai atau
menggunakan. Umumnya, dana atau aset yang ditanamkan oleh seorang investor akan
dikembangkan oleh badan atau pihak yang mengelola. Keuntungan dari hasil pengembangan
tersebut nantinya akan dibagikan kepada investor sebagai imbal balik sesuai dengan ketentuan
antara kedua pihak.

Secara ekonomi, dalam investasi, pemodal akan membeli sesuatu yang tidak akan
dipergunakan sekarang. Sesuatu yang dibeli tersebut disimpan sebagai harta yang setelah
melewati masa tertentu dapat mengalami perubahan nilai. Investasi tidak selalu berujung
menghasilkan keuntungan. Terdapat risiko kerugian juga dalam berinvestasi. Maka dari itu,
penting sekali memahami jenis-jenis investasi dan risikonya.

Di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19, realisasi investasi di Indonesia pada
semester I 2020 masih menunjukkan tren positif. Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) melaporkan, pada periode tersebut realisasi investasinya mencapai 402,6 triliun, naik
1,8% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Bila dirinci, nilai investasi selama
semester I 2020 untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 207 triliun
(51,4%), dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 195,6 triliun (48,6%). Selama
periode ini, tenaga kerja yang terserap 566.194 orang dari 57.815 proyek investasi. Nilai
realisasi investasi semester I 2020 mencapai 493% dari target investasi 2020 sebesar Rp871,2
triliun.

Pada triwulan II 2020, realisasi investasi di Indonesia mengalami tekanan yang cukup berat.
Jumlahnya mencapai Rp 191,9 triliun atau turun 4,3% dibandingkan periode yang sama di
tahun sebelumnya. Bahkan bila dibandingkan dengan triwulan I 2020, penurunannya mencapai
8,9%. Kepala BKPM meyakini minat investasi di semester II 2020 akan lebih baik dari
semester I 2020, meskipun ada penurunan minat investasi pada triwulan II 2020.

Jadi pertumbuhan investasi di Indonesia di harapkan dapat meningkat dengan begitu akan
mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Dengan investasi seseorang
akan mencoba hidup hemat untuk tetap berinvestasi, pada akhirnya orang tersebut akan
menghindari membeli hal-hal tidak penting dan bersifat lebih ekonomis. investasi sangat tepat
sebagai sarana pemenuhan kebutuhan yang menunjang masa depan. Investasi di masa sekarang
bertujuan untuk menunjang dan mendukung kehidupan di masa depan karena nilainya akan
naik.

Anda mungkin juga menyukai