Anda di halaman 1dari 17

STRATEGI HUKUM TARIK INVESTOR DALAM PENANAMAN

MODAL DI IBU KOTA NUSANTARA

Ditugaskan untuk menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Hukum Investasi dan Modal

Dosen: Dr. Mas Rara Tri Retno Heryani, S.H., M.H.

Nama : Dimas Cahya Dwi Pradana, S.H

NIM : 202201020151

MAGISTER HUKUM S-2

UNIVERSITAS KADIRI

KEDIRI, JAWA TIMUR


2023

A. Latar Belakang

Peningkatan investasi diyakini ikut andil dalam mendongkrak pembangunan


ekonomi suatu bangsa. Dalam ekonomi makro, investasi juga berperan sebagai salah
satu komponen dari pendapatan nasional, Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross
Domestic Product (GDP). Investasi memiliki hubungan positif dengan PDB atau
pendapatan nasional, jika investasi naik, maka PDB akan naik, begitu juga
sebaliknya, saat investasi turun maka PDB akan ikut turun.

Dalam konteks yang sama, Harrod-Domar mengemukakan teori yang sangat


melegenda bahwa untuk menumbuhkan suatu perekonomian dibutuhkan
pembentukan modal sebagai tambahan stok modal. Pembentukan modal tersebut
dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu
perekonomian untuk menghasilkan barang-barang maupun sebagai pengeluaran yang
akan menambah permintaan efektif seluruh masyarakat.

Hal tersebut menuntut adanya investasi untuk menambah kemampuan


memproduksi barang-barang dan jasa yang dibutuhkan dalam perekonomian
sebagai ”engine of growth”. Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan berkesinambungan pada umumnya didukung oleh peningkatan ekspor dan
investasi.

Lebih jauh Harrod-Domar menekankan pentingnya setiap perekonomian


menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menganti
barang-barang modal (gedung, peralatan, material) yang rusak sebagai upaya untuk
menumbuhkan perekonomian, sehingga diperlukan investasi-investasi baru sebagai
stok penambah modal (Todaro, 2006).

Dalam teori ini menekankan bahwa investasi memiliki posisi yang sangat
strategis dalam tataran pembangunan perekonomian suatu negara. Disebutkan juga
bahwa ada persyaratan tertentu agar pertumbuhan yang mantap (steady state
growth) dapat tercapai dan pembangunan tidak tersendat-sendat.

Dengan mengambil studi kasus pada perekonomian negara maju, teori Harrod-
Domard menyimpulkan bahwa investasi memiliki pengaruh ganda untuk jangka
panjang (long-term). Pada satu sisi, investasi berpengaruh terhadap perkembangan
produksi nasional suatu negara karena tersedianya stok modal yang menjadi faktor
penting kelangsungan dunia usaha. Di sisi lain, investasi berpengaruh pada
permintaan agregat. Oleh karena itu, untuk mencapai steady-state growth atau
pertumbuhan ekonomi yang mantap diperlukan kondisi di mana para pelaku usahanya
memiliki harapan dan pandangan yang cenderung stabil.

Investasi juga sebagai sarana dan motivasi dalam pelaksanaan pembangunan


ekonomi khususnya dalam upaya memperluas penggunaan tenaga kerja dalam
meningkatkan produksi. Kaum aliran klasik menganggap akumulasi kapital sebagai
suatu syarat mutlak bagi pembangunan ekonomi. Adanya pembangunan ekonomi
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan. Jadi secara tidak langsung dapat
dikatakan bahwa dengan melakukan penananaman modal maka dapat meningkatkan
pendapatan.

Sebagian ahli ekonomi memandang pembentukan investasi merupakan salah satu


faktor penting yang memainkan peran vital terhadap pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi suatu negara. Ketika pengusaha atau individu atau pemerintah melakukan
investasi, maka akan ada sejumlah modal yang ditanam, ada sejumlah pembelian
barang modal (yang tidak dikonsumsi), tetapi digunakan untuk produksi, sehingga
dapat memacu produktivitas untuk menghasilkan barang dan jasa.

Di sisi lain. perekonomian negara yang lesu sangat dihindari bagi para perencana
negara. Untuk itulah formulasi kebijakan ekonomi yang pro investasi didorong untuk
terus meningkat guna mengatasi masalah stagnasi atau kelesuan ekonomi agar
pertumbuhan ekonomi terus membaik. Meningkatnya investasi akan menjamin
kontinuitas pembangunan ekonomi, menyerap tenaga kerja dan menekan kemiskinan,
sehingga terdapat perbaikan tingkat kesejahteraan rakyat secara keseluruhan dan
merata.

Sejalan dengan berbagai argumentasi tersebut, sejatinya Indonesia telah memiliki


peta jalan yang akan mengantarkan Indonesia menjadi Negara maju, sebagaimana
yang ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato “Visi Indonesia” di
Sentul International Convention Center (SIIC), Minggu (14/7), yang memaparkan
visinya dalam membawa kapal besar Indonesia menuju kemajuan agar sejajar dengan
Negara-negara maju lainnya diantaranya dengan focus kepada upaya meningkatan
investasi di Indonesia.

Langkah strategis perlu didukung keberlanjutannya berkembangnya investasi di


Indonesia akan memiliki efek berganda terhadap upaya memacu pertumbuhan
ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan pembangunan ekonomi yang inklusif, hal
ini sangat diperlukan untuk memastikan Indonesia berlabuh menuju negara maju
yang lebih produktif, yang memiliki daya saing, dan memiliki fleksibilitas yang tinggi
dalam menghadapi perubahan zaman.

Kita patut bersyukur kerja keras seluruh komponen bangsa dengan direktif yang
terarah dan terukur tahapan demi tahapan telah berhasil kita lalui dalam membangun
pondasi kemajuan bangsa, tercermin dari kemudahan berinvestasi di Indonesia untuk
mengungkit bergeraknya investasi telah banyak mengalami perbaikan yang berarti.

Menurut laporan Bank Dunia, berdasarkan kategori Ease of Doing


Business (EoDB) Indonesia berada pada peringkat 72 dari 190 negara. Sinyal
tumbuhnya investasi di Indonesia dapat dirujuk dari laporan World Investment Report
2018, yang menggambarkan investasi asing langsung (Foreign Direct
Investment/FDI) ke Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan.

Disamping itu Lembaga pemeringkat Fitch Ratings (Fitch) pada tahun 2019 ini
mempertahankan peringkat sovereign credit rating Indonesia pada level BBB/outlook
stabil ( Investment Grade), penegasan rating Indonesia tersebut mencerminkan
keyakinan lembaga rating atas perekonomian Indonesia dan resiliensi sektor eksternal
Indonesia di tengah kondisi ekonomi global yang masih dipenuhi ketidakpastian.
Kita juga patut berlega hati ditengah kondisi perekonomian global yang semakin
tidak menentu, pencapaian yang cukup gemilang terlihat dari realisasi investasi
penanaman modal Indonesia. Selama triwulan II tahun 2019 realisasi Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 95,6 triliun (naik 18,6%) dan realisasi
investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 104,9 triliun (naik 9,6%)
dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018. Pada kuartal I 2019, realisasi
investasi tercatat mengalami peningkatan sebesar 5,3 persen dibandingkan dengan
kuartal I 2018 menjadi Rp195,1 Triliun.

Bila ditarik rentang waktu kebelakang investasi tumbuh hampir 6 kali lipat dari
tahun 2016 ke 2018, yang pada awalnya hanya sebesar 3,92 miliar dollar AS menjadi
23 miliar dollar AS. Diharapkan ke depan Indonesia mampu menembus 40 besar
dalam peringkat kemudahan investasi di dunia pada tahun 2019. Untuk itu diperlukan
adanya kesepemahaman dan kerja keras dari seluruh Kementerian/Lembaga untuk
dapat melakukan pemangkasan terhadap 50 persen dari 42 ribu regulasi yang
dianggap masih menghambat proses investasi masuk ke dalam negeri.

Pemerintah Indonesia sadar terhadap pentingnya mengutamakan perbaikan


infrastruktur agar iklim investasi dan bisnis menjadi lebih menarik. Oleh karena itu,
pembangunan infrastruktur menjadi salah satu fokus utama sebagai fondasi
pembangunan yang akan terus ditingkatkan, utamanya terkait dengan utama
menyambungkan ke sentra-sentra ekonomi produktif, sehingga masalah distribusi
tidak lagi menjadi kendala pertumbuhan ekonomi regional.

Berbagai proyek-proyek infrastruktur yang massif telah berhasil dikembangkan di


berbagai penjuru Indonesia, beberapa proyek pembangunan tersebut, antara lain,
Pembangunan Blok Masela di Maluku Tenggara Barat (MTB) yang diharapkan dapat
meningkatkan cadangan migas Indonesia sebesar 300 persen, peningkatan kegiatan
infrastruktur berbasis masyarakat (padat karya), pembangunan irigasi kecil,
pengembangan air mium dan sanitasi, pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN)
dan penataan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Kemudian, preservasi jalan
Lintas Timur, Barat, dan Tengah Sumatera, serta peningkatan preservasi jalan Trans
Papua untuk mengurangi disparitas harga kebutuhan bahan pokok dan mengatasi
ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia.

Tingkat kemajuan infrasruktur suatu negara mencerminkan efisiensi


perekonomian dari negara itu sendiri. Saat kondisi infrastruktur di sebuah negara
lemah dapat berakibat pada tingginya biaya logistik untuk kegiatan bisnis, termasuk
perdagangan. Selain itu, industri tersebut akan kehilangan daya saing. Pembangunan
infrastruktur dan perkembangan makro ekonomi memiliki hubungan timbal balik,
karena pembangunan infrastruktur memberikan dampak positif dan menciptakan efek
pengganda dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
membutuhkan pemerataan pembangunan infrastruktur untuk menyerap peningkatan
aliran barang dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang secara langsung dapat
berpengaruh kepada pengurangan tingkat pengangguran dan kesenjangan, serta
peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dengan upaya akselerasi perbaikan dan pembangunan investasi, terutama dalam


bidang infrastruktur, yang dilakukan Pemerintah, diharapkan dapat tersambung
sentra-sentra ekonomi produksi, investasi infrastruktur yang tepat merupakan poin
penting dari produktivitas dan prospek pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk itu,
sektor swasta masih merupakan investor yang memiliki potensi besar untuk
membantu proses percepatan perkembangan infrastruktur di Indonesia. Landasan
utama dari fokus kerja ini adalah untuk membuka aset infrastruktur yang ada ke
sektor swasta, yakni melalui produk seperti pasar obligasi proyek dan sekuritisasi
utang.

Kita tentunya masih perlu terus memadukan langkah dari berbagai pemangku
kepentingan untuk membangun sinergitas dalam mendukung satu visi meningkatkan
kualitas investasi dan keseimbangan penyebaran investasi, utamanya pada sektor riil
yang padat karya. Hilirisasi industri dan subtitusi impor kiranya perlu terus
digelorakan, agar dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi dan penyerapan tenaga
kerja.

Ketidakpastian dan kerapuhan ekonomi dunia akibat perang dagang AS dan


China masih berlanjut meskipun relatif berkurang dibandingkan dengan tahun 2018.
Dengan kondisi tersebut, investor besar diperkirakan akan mempertimbangkan tempat
yang menjadi basis produksi, diantaranya Indonesia, peluang ini harus dapat
dimanfaatkan, dengan menjadikan Indonesia agar menarik bagi investor, nilai tambah
yang telah kita miliki adalah persepsi investor yang melihat adanya keberlanjutan
fokus kebijakan ekonomi dan pembangunan dalam pemerintahan mendatang.

Oleh karena itu diperlukan adanya dukungan dari seluruh pemangku kepentingan
guna memastikan beragam terobosan kebijakan yang telah ditempuh pemerintah
dalam memastikan meningkatnya investasi, seperti Online Single Submission/OSS)
dipastikan berjalan lancar dengan dukungan penuh dari seluruh pemangku
kepentingan pusat dan daerah. Disamping itu, dengan telah dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2019 tentang Pemberian Insentif dan
Kemudahan Investasi di Daerah, diharapkan akan terjadi akselerasi pertumbuhan
ekonomi melalui peningkatan investasi dan kemudahan berusaha.

Pemberian insentif dilakukan dengan memberikan pengurangan, keringanan,


atau pembebasan pajak daerah, serta pengurangan, keringanan, atau pembebasan
retribusi daerah. Disamping itu dilakukan juga pemberian bantuan modal, bantuan
untuk riset dan pengembangan, dan bantuan fasilitas pelatihan vokasi kepada UMKM
dan/atau koperasi daerah dan bunga pinjaman rendah.

Kita tentunya berharap K/L dan Pemerintah Daerah dapat menyatukan sinergitas
dalam memastikan berbagai regulasi dan kelembagaan yang dirancang untuk
memudahkan bergeraknya investasi tersebut dapat benar-benar berjalan di tataran
praksis, sehingga dipastikan adanya jaminan kecepatan dalam mngeluarkan izin
terhadap kegiatan usaha dan investasi yang berkaitan dengan industrialisasi, industri
produk substitusi impor, dan industri berorientasi ekspor serta yang lebih penting
adalah dapat dipastikan pengawalan yang terukur terhadap proses dan realisasi usaha
dan investasi yang sudah menerima izin.

Kedepan diharapkan upaya menarik investasi seyogyanya dapat terus fokus pada
investasi padat karya, industri pengolahan sumber daya alam, dan industri yang
berorientasi ekspor. Indonesia membutuhkan industri dengan serapan tenaga kerja
yang tinggi, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan penyerapan tenaga kerja,
sehingga investasi yang lebih kepada investasi yang padat karya dan industri
pengolahan. Misalnya investasi di industri makanan dari bahan baku hasil perikanan
memang tidak memiliki nilai yang cukup besar. Namun, keberadaannya dapat
membawa multiplier effect atau efek pengganda terhadap penyerapan tenaga kerja
dan peningkatan pendapatan nelayan dan hasil produksinya bisa diekspor untuk
mendongkrak devisa.

Demikian pula dengan pengembangan investasi di sector makanan dan minuman,


mengingat konstribusinya terhadap PDB, dimana dari data yag dilansir Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Januari-Juni 2019 industri makanan dan
minuman memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB), sumbangan
terhadap ekspor, dan penyerapan tenaga kerja mencapai Rp 31,9 triliun. Angka ini
berkontribusi sebesar 8,1 persen dari total investasi. Dukungan investasi dalam
pembangunan ekonomi Indonesia ditengah keterbatasan APBN menjadi pilihan
strategi yang sangat tepat ditengah kelesuan ekonomi global.

Kualitas investasi ke depan harus terus mendapatkan perhatian utama, manfaat


dan keuntungan dari investasi yang masuk sangat dipengaruhi oleh kualitas investasi,
agar dapat mendorong pertumbuhan sektor rill, yang memiliki efek berantai
terhadap penyerapan tenaga kerja yang tinggi, seperti pada sektor industri pangan,
pertanian perkebunanserta sektor perikanan.
Kalangan perbankan harus didorong untuk mendukung investasi-investasi sektor
riil dan infrastruktur, terutama di daerah Indonesia bagian timur, perbankan
diharapkan dapat proaktif jemput bola dan mendukung proses kegiatan ekonomi.
Upaya memberikan kemudahan investasi, kepastian hukum dan jaminan keamanan,
melalui perbaikan berbagai regulasi yang telah akan dikeluarkan, diharapkan dapat
menciptakan iklim investasi yang kondusif, sekaligus menciptakan keterbukaan
investasi.

Dukungan investor dalam pembangunan ekonomi Indonesia, ditengah


keterbatasan APBN, menjadi pilihan strategi yang tepat dalam membalikkan
pelambatan ekonomi melalui, optimalisasi dukungan investasi dalam mempercepat
berbagai program pembangunan ekonomi produktif sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan mengantarkan Indonesia menjadi Negara Maju.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi strategi hukum tarik investor dalam penanaman


modal di ibu kota nusantara?

C. Pembahasan

Visi Indonesia Maju 2045 dengan melabuhkan Indonesia menjadi negara yang
memiliki pendapatan Rp 320 juta per kapita per tahun, dengan Produk Domestik
Bruto (PDB) mencapai 7 triliun dollar AS, sejatinya merupakan visi besar dalam
mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil, dan Makmur.

Visi Indonesia maju tersebut sekaligus langkah strategis Indonesia sebagai 5


besar ekonomi dunia tertinggi dengan PDB terbesar kelima di dunia, agar kita
mampu keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah. Hal ini sudah barang tentu
membutuhkan lompatan besar, utamanya dalam mendukung akselerasi serta upaya
sungguh-sungguh dalam terus meningkatkan sinergitas dan kolaborasi dari berbagai
pemangku kepentingan dalam mempersiapkan dan memastikan berbagai pilar sebagai
prasyarat yang dibutuhkan dapat terpenuhi.

Salah satu yang menjadi pilar penting dalam menggapai visi besar Indonesia
Maju 2045 mendatang adalah memastikan berbagai langkah strategis dalam
penyiapan mendatangkan investasi ke Indonesia, hal ini diperlukan karena investasi
sangat berperan dalam membuka lapangan kerja seluas-luasnya, utamanya dalam
fokus menghilangkan hambatan investasi sehingga dapat menciptakan ekosistem yang
mendukung berkembangnya iklim investasi yang kondusif.

Berkembangnya iklim investasi yang kondusif dengan adanya kepastian hukum


menjadi poin yang sangat penting dalam menyukseskan akselerasi pembangunan,
terlebih dalam hal menciptakan kemudahan investasi guna menopang pertumbuhan
ekonomi nasional. Investasi memiliki posisi yang sangat strategis dalam tataran
pembangunan perekonomian suatu negara utamanya dalam menjamin pertumbuhan
ekonomi yang mantap (steady state growth) berkesinambungan sehingga
pembangunan memiliki manfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.

Dengan mengambil studi kasus pada perekonomian negara maju, teori Harrod-
Domard menyimpulkan bahwa investasi memiliki pengaruh ganda untuk jangka
panjang (long-term). Pada satu sisi, investasi berpengaruh terhadap perkembangan
produksi nasional suatu negara karena tersedianya stok modal yang menjadi faktor
penting kelangsungan dunia usaha. Di sisi lain, investasi berpengaruh pada
permintaan agregat. Oleh karena itu, untuk mencapai steady-state growth atau
pertumbuhan ekonomi yang mantap diperlukan kondisi di mana para pelaku usahanya
memiliki harapan dan pandangan yang cenderung stabil.

Investasi juga sebagai sarana dan motivasi dalam pelaksanaan pembangunan


ekonomi khususnya dalam upaya memperluas penggunaan tenaga kerja dalam
meningkatkan produksi. Kaum aliran klasik menganggap akumulasi kapital sebagai
suatu syarat mutlak bagi pembangunan ekonomi. Adanya pembangunan ekonomi
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan. Jadi secara tidak langsung dapat
dikatakan bahwa dengan melakukan penananaman modal maka dapat meningkatkan
pendapatan.

Investasi semakin memiliki peran strategis ditengah kondisi perlambatan dan


ketidakpastian ekonomi global yang menuntut berbagai negara untuk lebih
“independent” secara ekonomi sehingga terhindar dari adanya ancaman stagnasi
maupun resesi akibat ketidakpastian geopolitik internasional.

Visi Indonesia Maju 2045 harus menjadi perhatian serius kita semua untuk
mendukung akselerasinya, sehingga dapat menjadi kekuatan bangsa Indonesia dalam
menghadapi berbagai perubahan geostrategis ekonomi global. Diperlukan adanya
lompatan besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan
mengupayakan mitigasi risiko akibat dinamika ekonomi global, melalui akselerasi
pembangunan demi mendekatkan visi Indonesia Maju, salah satunya dengan rencana
penerapan Omnibus Law.

Sebagaimana kita ketahui Bersama Omnibus Law adalah metode yang


digunakan untuk mengganti dan/atau mencabut beberapa materi hukum dalam
berbagai Undang–Undang sebagai strategi reformasi regulasi agar penataan dilakukan
secara sekaligus terhadap banyak Peraturan Perundang–Undangan. Skema tersebut
dilakukan untuk menyederhanakan, memangkas, serta menyelaraskan berbagai
regulasi yang tumpang–tindih atau pun bertentangan dalam rumpun bidang yang
sama.

Secara historis, praktik penerapan Omnibus Law telah banyak diterapkan di


negara – negara penganut sistem common law yang bertujuan untuk memperbaiki
regulasi dalam rangka meningkatkan iklim serta daya saing investasi.
Sebagai ilustrasi kita dapat mencermati penerapan Omnibus Law di Amerika
Serikat (AS) yang cukup sering menggunakan hukum omnibus, utamanya untuk
merangkum beberapa aturan yang lebih kecil. Penggunaaan hukum itu biasanya
terjadi dalam aturan untuk mendanai badan pemerintah, dan mencegah penutupan
layanan negara (shutdown).

Adapun jika dirunut sejarahnya, pada abad 19, setidaknya AS mencatat


mempunyai tiga Omnibus Law yang cukup signifikan. Salah satunya adalah
Kompromi 1850 berisi lima ketentuan berbeda yang dirancang oleh Senator Henry
Clay dari Kentucky. Saat itu, Clay membuat kompromi tersebut guna meredam
perbedaan yang bisa mengancam pemisahan diri dari negara bagian yang tidak
melarang perbudakan. Satu lagi adalah Omnibus Law pada 22 Februari 1889.
Mengatur penerimaan empat negara bagian ke AS: North dan South Dakota,
Montana, dan Washington.

Di Irlandia, pemerintah setempat mengesahkan Amendemen Kedua Konstitusi


pada 1941, berisi perubahan fundamental pada aturan hukum di sana. Kemudian di
Selandia Baru, sebuah Omnibus Law disahkan pada November 2016 berisi legislasi
bagi Wellington untuk memasuki Kerja Sama Trans Pasifik (TPP). Kemudian di
Australia, Canberra menelurkan Artikel 55 dalam Konstitusi berisi UU yang
mengubah sejumlah perpajakan.

Oleh karena itu pilihan strategi Indonesia dalam menerapkan Omnibus


Law sangatlah make sense mengingat iklim investasi dan daya saing Indonesia masih
tertinggal dibandingkan negara lain (peer group) seperti Malaysia dan Thailand. Hal
tersebut tercermin dari laporan “Ease of Doing Business (EODB)” 2020 yang dirilis
oleh Bank Dunia, Indonesia masih berada di peringkat 6 besar negara di ASEAN
dengan total skor 69,6 sedangkan Malaysia dan Thailand masing – masing memiliki
total skor 81,5 serta 80,1.
Demi menciptakan lompatan besar menuju Indonesia Maju, Presiden Joko
Widodo telah memfokuskan arah pembangunan pada akselerasi pertumbuhan
ekonomi demi mewujudkan transformasi ekonomi nasional dari ketergantungan
sumber daya alam ke arah peningkatan daya saing manufaktur dan jasa modern yang
memiliki nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa Indonesia, hal ini menuntut
adanya akselerasi pengembangan investasi agar industrialisasi dan transformasi
ekonomi dengan mengedepankan nilai tambah dapat dinikmati oleh seluruh bangsa
Indonesia.

Dengan adanya Omnibus Law diharapkan dapat menjadi lompatan besar dan
langkah terobosan dalam mengupayakan iklim investasi yang kondusif,
sehingga hyper-regulation baik sektoral maupun operasional yang selama ini menjadi
penghambat masuknya investasi diharapkan dapat diminimalisir guna memastikan
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dapat berjalan sesuai harapan.

Kita patut mengapresiasi lompatan besar yang tengah dipersiapkan oleh


pemerintahan Presiden Jokowi dalam mengupayakan peningkatan investasi,
pembentukan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Omnibus Law Perpajakan
yang bersifat saling mendukung dan saling melengkapi, diharapkan dapat menjadi
pemantik upaya sungguh-sungguh pemerintahan Jokowi dalam menghilangkan ego
sektoral dalam mengupayakan cita – cita bersama serta demi kepentingan ekonomi
nasional.

Perpaduan kedua Omnibus Law sangatlah tepat jika diimplementasikan di tengah


dinamika ketidakpastian geopolitik global saat ini akibat upaya proteksionisme negara
adidaya, penciptaan iklim investasi yang kodusif akan sangat berpengaruh terhadap
meningkatnya daya tarik investasi nasional yang diharapkan dapat menarik pola aliran
investasi negara – negara maju di berbagai kawasan Indonesia.

Dapat kita cermati bersama Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Omnibus
LawPerpajakan memiliki peranan yang sangat strategis dengan posisi yang saling
menguatkan serta mendukung iklim berinvestasi dengan mengharmonisasikan
berbagai bauran kebijakan fiskal maupun operasional yang komprehensif.

Dalam operasionalisasinya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja mencakup 11


klaster meliputi 1) Penyederhanaan Perizinan; 2) Persyaratan Investasi; 3)
Ketenagakerjaan; 4) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM; 5)
Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM; 5) Kemudahan Berusaha; 6)
Dukungan Riset dan Inovasi; 7) Administrasi Pemerintahan; 8) Pengenaan Sanksi; 9)
Pengadaan Lahan; 10) Investasi dan Proyek Pemerintah, serta 11) Kawasan Ekonomi.

Masing – masing klaster dirancang untuk menyederhanakan perizinan berusaha


yang meliputi perizinan dasar (izin lokasi, perizinan lingkungan, perizinan bangunan
gedung) serta perizinan sektor yang mencakup 15 sektor.

Harapannya sudah barang tentu akan terjadi kemudahan proses perizinan yang
dapat ditingkatkan dengan adanya integrasi hukum yang lebih dinamis sehingga
berkorelasi positif dalam meningkatkan daya tarik investasi serta sebagai katalisator
penggerak ekonomi nasional.

Sedangkan Omnibus Law Perpajakan mencakup 6 pilar yaitu 1) Pendanaan


Investasi; 2) Sistem Teritori; 3) Subjek Pajak Orang Pribadi; 4) Kepatuhan Wajib
Pajak; 5) Keadilan Iklim Berusaha, serta 6) Fasilitas yang berfokus pada penguatan
peran instrumen fiskal sebagai counter cyclical dalam menjaga kestabilan ekonomi
dengan memastikan kemudahan iklim berinvestasi.

Upaya untuk menciptakan lompatan besar demi mendekatkan visi Indonesia Maju
tersebut pasti membutuhkan sinergi berbagai bauran kebijakan dalam mendukung
investasi yang dapat dilakukan menggunakan instrumen Omnibus Law sebagai
payung hukum lokomotif penggerak masuknya investasi.

Upaya pemerintah Indonesia dalam menggenjot laju investasi untuk pertumbuhan


ekonomi nasional selaras dengan argumen Hermes & Lensink (2003) yang
menyatakan bahwa Foreign Direct Investment (FDI) memiliki dampak positif dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi terhadap negara penerima di mayoritas negara–
negara Amerika Latin dan Asia.

Sebagai negara berkembang dengan mayoritas penduduk usia produktif, peran


investasi dalam menyediakan lapangan kerja untuk mendorong sektor – sektor
produktif menjadi fokus yang perlu mendapat perhatian.

Dalam publikasi World Bank pada September 2019 dengan judul ‘Global
Economic Risks and Implications for Indonesia’, kunci dari pertumbuhan ekonomi
terletak pada seberapa besar Penanaman Modal Asing (PMA). Data Badan
Koordinator Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan realisasi PMA Triwulan II
(periode April - Juni 2019) mengalami peningkatan dengan total realisasi investasi
mencapai US$6.992juta dibandingkan dengan Triwulan I yang masih di angka
US$6.080,7juta.

Namun World Bank mencatat PMA yang masuk ke Indonesia pada 5 tahun
terakhir hanya sebesar 1,9% dari PDB yang masih jauh di bawah Kamboja yang
mencapai 11,8% dari PDB, Vietnam 5,9% dari PDB, serta Malaysia yang mencapai
3,5% dari PDB.

Persoalan yang digarisbawahi World Bank mengenai masih rendahnya kontribusi


PMA Indonesia terhadap PDB terletak pada regulasi Indonesia yang dinilai
terlalu rigidsehingga menyebabkan kurang kompetitif di pasar global. Untuk itu
dengan adanya rencana penerapan Omnibus Law yang akan dibahas Bersama DPR
dalam waktu dekat, memiliki nilai strategis pada masa mendatang untuk mendorong
iklim investasi yang lebih dinamis menjadi harapan bagi bangsa Indonesia untuk lebih
optimis mengejar ketertinggalan agar tidak terjebak pada middle-income trap.

Visi Indonesia Maju 2045 harus didukung dengan gebrakan baru dalam
mengupayakan pertumbuhan ekonomi dengan menggerakan sektor–sektor produktif
baru, yang salah satu kuncinya adalah dengan mempercepat laju investasi sebagai
modal utama penggerak ekonomi nasional.
Skema Omnibus Law diharapkan menjadi terobosan yang inovatif dalam upaya
debirokratisasi dan deregulasi sesuai dengan arahan Presiden Jokowi serta menjadi
momentum krusial dalam mendobrak laju investasi nasional karena
penerapan Omnibus Law akan dapat mengarahkan pada cipta lapangan kerja yang
substansinya menciptakan ekosistem investasi yang kondusif untuk penguatan
perekonomian dengan penciptaan dan perluasan lapangan kerja, peningkatan
ekosistem investasi dan kemudahan serta perlindungan UMKM.

Muatan dalam Omnibus Law mencakup penyederhanaan perijinan berusaha,


persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM,
kemudahaan berusaha, dukungan riset dan inovasi, penataan adminstrasi
pemerintahaan, aturan pengenaan sanksi, aturan tata ruang dan pengadaan lahan,
kemudahaan proyek pemerintah serta pemberian fasilitas kawasan ekonomi.

Pemerintah daerah juga diharapkan bisa melakukan hal serupa untuk memangkas
peraturan daerah yang menghambat dan membebani, merombak aturan yang tumpang
tindih agar bisa fleksibel menghadapi perubahan dunia, dengan menjadikan visi besar
dan framework yang harus memiliki fokus yang jelas sinkron dan terpadu dengan
mengedepankan konsistensi.

Kita tentunya berharap penyelesaian rancangan dan pembahasan Omnibus


Law dapat berjalan lancar sesuai dengan tenggat waktu yang ditargetkan, sehingga
implementasinya membawa manfaat bagi jaminan bergeraknya pertumbuhan
ekonomi, penerapan Omnibus Law diharapkan dapat mendukung prioritas
pembangunan nasional dan akan semakin mensinergikan berbagai kementerian dan
lembaga maupun pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya untuk saling
berkolaborasi demi mengakselerasi pencapaian Indonesia Maju 2045.

D. Kesimpulan
Dalam era globalisasi, peranan penanaman modal semakin penting terutama bagi
Negara-negara yang sedang emmbangun seperti Indonesia sehingga kompetisi untuk
merebut investasi berada dalam kondisi yang semakin ketat dan kompetitif. Hal ini
terutama disebabkan kebutuhan akan modal pembangunan yang besar selalu menjadi
masalah utama.

Para investor atau pemilik modal selalu menggutamakan untuk melakukan investasi di
Negara yang dapat memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha. Hukum
merupakan faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan perlindungan hukum
yang diberikan suatu sutau Negara bagi kegiatan penanaman modal. Melalui sistem
hukum dan peraturan hukum yang dapat memberikan perlindungan, akan tercipta
kepastian (predictability), keadilan (fairness) dan efisiensi (efficiency) bagi pihak
penanaman modal.

E. Daftar Pustaka

Aditiawan Chandra. Strategi Menarik Penanaman Modal Asing dalam Pembangunan

Ekonomi, 18 Januari, 2007.

Dari “Doing Business 2006”, Bank Dunia. Menjual Indonesia Lewat RUU
Penanaman Modal. Siaran Pers Jaring Advokasi Tambang, 16 Desember 2006.

Richard Quinney. The Prophetic Meaning of Modern Welfare State, 1999.

Anda mungkin juga menyukai