KAJIAN PUSTAKA
Gambar 3.1
Batubara
3.2. Pembentukan Batubara
3.2.1. Tempat terbentuknya batubara
Menurut Sukandarrumidi 1995 batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek
dan memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah pengaruh
fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Untuk memahami bagaimana batubara terbentuk dari
tumbuh-tumbuhan perlu diketahui di mana batubara terbentuk dan faktor-faktor yang akan
mempengaruhinya. Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara dikenal 2 macam teori:
a. Teori insitu
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk batubara merupakan tumbuh-
tumbuhan yang tumbuh di tempat batubara tersebut terbentuk. Setelah tumbuh-tumbuhan
tersebut tumbang atau rubuh, tumbuh- tumbuhan tersebut tidak mengalami proses
transportasi dan segera tertimbun oleh lapisan sedimen, untuk selanjutnya mengalami
proses pembatubaraan (coalification).
Jenis endapan batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai ciri-ciri
penyebaran yang luas dan merata, serta kualitasnya lebih baik karena kadar abunya
relatif kecil. Contoh dari batubara yang terbentuk dengan metode ini adalah batubara
yang ada di Muara Enim (Sumatera Selatan).
b. Teori drift
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk batubara berasal dari
tempat yang berbeda dengan tempat pembentukan batubara. Dengan demikian
tumbuhan yang telah mati mengalami proses transportasi oleh media air dan
terakumulasi di suatu tempat dan selanjutnya tertutup oleh sedimen-sedimen dan
mengalami coalification.
Hasil proses ini akan terbentuk endapan batubara dengan ciri-ciri
penyebarannya tidak begitu luas dan tidak merata, serta kualitasnya kurang begitu baik
karena lebih banyak mengandung material pengotor yang ikut terangkut selama proses
pengangkutan ketempat pembentukan. Contoh dari batubara yang terbentuk dengan
metode ini adalah batubara yang ada di delta Mahakam purba (Kalimantan Timur).
(Sukandarrumidi, 1995)
Gambar 3.2
Proses Pembentukan Batubara
a. Penggambutan (peatification)
Gambut adalah sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari timbunan hancuran
atau bagian tumbuhan dalam kondisi tertutup udara (di bawah air), tidak padat, memiliki
kandungan air lebih dari 75% (berat) dan kandungan mineral lebih kecil dari 50% dalam kondisi
kering (Anggayana, 2000). Pembentukan gambut merupakan tahap awal pembentukan
batubara. Dalam tahap ini proses yang paling penting adalah proses pembentukan humic
substance (humification). Pembentukan humic substance (humification) ini dikontrol oleh
beberapa faktor, yaitu kenaikan temperatur, suplai oksigen, fasies dan lingkungan alkali.
Proses penggambutan in merupakan proses awal dalam pembentukan batubara, yang
meliputi proses perubahan kimia (biochemical coalification) dan mikrobial. Dalam proses
penggambutan akan bergantung pada laktor Keberadaan air pad lingkungan pengendapan. dan
mikroorganisme (bakteri). Setelah proses tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses
perubahan geokimia (geochemical coalification), yang dalam prosesnya tidak melibatkan bakteri
lagi.
b. Pembatubaraan (coalification)
Proses pembatubaraan meliputi perkembangan dari gambut (peat), menjadi batubara
lignit (brown coal), sub bituminous, bituminous, dan anthracite. Proses ini dikontrol oleh
beberapa hal yaitu waktu, tekanan dan temperatur. Pada sat proses perubahan gambut menjadi
lignite, proses yang terjadi adalah kenaikan temperatur dan penurunan porositas. Terjadinya
proses kenaikan temperatur yang dikuti penurunan porositas ini diakibatkan oleh adanya
pembebanan material-materjal sedimen di atasnya. Akibat tertekan sedimen di atasnya maka
lapisan tersebut akan mengalami kompaksi dan terbentuklah lignite.
Apabila pada lapisan lignite terjadi peningkatan temperatur dan tekanán yang cukup
lama dalam waktu geologi maka lignite ini akan menjadi batubara sub bituminous dan
bituminous. Dalam proses perkembangannya, proses pembatubaraan ini akan mengalami
peningkatan karbon (C) karena unsur-unsur lainnya seperti H, O dan N akan terlepas sebagai
Ha. Oz, dan N. Kemudian apabila batubara bituminous mengalami peningkatan temperatur
yang cukup lama, maka unsur H dalam batubara akan, telepas dengan cepat. Peningkatan
temperatur ini biasanya diakibatkan oleh adanya gradien geothermal dan tekanan overbuden
pada lapisan sedimennya. Akibat unsur H yang terlepas pada batubara, maka lapisan batubara
ini akan mengandung unsur H yang lebih sedikit dan terbentuklah tip antrachite.
(Elvira, 2017)
3.2.3. Klasifikasi batubara
Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang telah mati dengan komposisi utama dari
sellulosa. Proses pembentukan batubara atau coalification yang dibantu oleh faktor fisika dan
kimia yang terjadi secara alami mengubah sellulosa menjadi lignit, subbituminous, bituminous
dan antrasite.
a. Klasifikasi batubara secara umum
Adapun klasifikasi batubara secara umum adalah sebagai berikut:
1) Peat (gambut)
Peat (gambut) merupakan jenis batubara yang paling rendah mutunya, bersifat lunak,
dapat dilihat dari warna dan struktur, mudah pecah pada saat pemanasan.
Gambar 3.3
Peat
2) Lignite
Lignite merupakan batubara di atas brown coal, namun kualitasnya masih tergolong
rendah. Jenis batubara ini berwarna coklat mengkilat, stuktur kayu masih tampak, kandungan air
dan oksigen relatif tinggi dengan kandungan kalor relatif rendah.
Gambar 3.4
Lignite
3) Sub-bituminous
Sub-bituminous sering disebut juga black lignite adalah jenis batubara transisi antara
lignite dan bituminous, dengan kualitas rendah.
Gambar 3.5
Sub-bituminous
4) Bituminous
Bituminous yaitu batubara yang termasuk kategori kualitas baik, memiliki sifat keras dari
sub-bituminous kandungan oksigen rendah, sedangkan kandungan karbon dan kalor relatif
tinggi.
Gambar 3.6
Bituminous
5) Anthrasite
Anthrasite yaitu jenis batubara dengan kandungan karbon cukup tinggi, zat mudah
menguap (volatile matter) dan kandungan oksigennya relatif rendah, pada saat pembakaran
tidak atau kurang menghasilkan asap.
Gambar 3.7
Antrasite
(Aladin, 2011)
Meta Ant. 98 2
Anthracite 92 98 2 8
Anthracite
Semi Ant. 86 92 8 14
f. Fixed Carbon
Difenisikan sebagai material yang tersisa, setelah berkurangnya moisture, volatile
matter dan ash. Hubungan ketinganya ditunjukkan sebagai berikut:
Dari rumusan tersebut tampak bahwa makin berkurang kandungan air berarti moisture
content makin kecil, nilai fixed carbon makin tinggi.
g. Hardgrove Grindability Index (HGI)
Suatu bilangan yang menunjukkan mudah atau sukarnya batubara digiling atau
digerus menjadi bahan bakar serbuk. Di dalam praktek sebelum batubara dipergunakan
sebagai bahan bakar, ukuran butirnya dibuat seragam, dengan rentang halus sampai kasar.
Butir paling halus dengan ukuran <3 mm, sedang ukuran paling kasar sampai 50 mm. Butir
paling halus perlu dibatasi dengan sifat dustness (ukuran terkecil agar tidak diterbangkan oleh
angin, dengan harapan tidak mengotori lingkungan, sedangkan dustness dan tingkat
kemudahan untuk diterbangkan angin dipengaruhi pula oleh kandungan lengas (moisture
content). Makin kecil nilai HGI, maka makin keras keadaan batuannya. HGI diperoleh dengan
menggunakan rumus:
HGI = 13.6 + 6.93 W ...……..………………………………………………….(3.5)
Dimana W adalah berat dalam gram dari batubara halus berukuran 200 mesh.
(Sukandarrumidi, 2005)
Menurut Sukandarrumidi 2005, banyak cara dilakukan untuk mengetahui kualitas atau
mutu batubara berkaitan dengan pemanfaatannya. Pada prinsipnya dikenal 2 jenis pengujian
atau analisis yaitu sebagai berikut:
1. Analisis proksimat (proximate analysis)
Analisis proksimat merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui kandungan
relatif zat terbang (volatile matter), kandungan udara (kandungan air), komponen anorganik
berupa abu sebagai hasil pembakaran, serta karbon tertambat (fixed carbon). Analisis
proksimat ini digunakan untuk mengetahui tingkat kemanfaatan batubara dalam industri
pengguna batubara. Analisis proksimat ini mengacu pada standar ASTM. Adapun dari analisis
proksimat yang perlu diketahui yaitu, moisture content, ash content, volatile matter, fixed
carbon, total sulfur gross calorific value dan HGI.
2. Analisis ultimat (ultimate analysis atau elemental analysis)
Analisis proksimat umumnya dibarengi juga dengan analisis ultimat. Analisis ultimat
merupakan analisis yang dilakukan untuk nentukan kadar karbon (C), hidrogen (H), oksigen (0),
nitrogen, (N), dan sulfur (5) dalam batubara. Kandungan karbon, hidrogen, dan aksigen
penting untuk menilai karakteristik pengkokasan, gasifikasi, dan likuifaksi batubara. Sedangkan
nitrogen dan sulfur merupakan faktor penting yang memiliki potensi penambangan yang
ditimbulkan dari pemanfaatan batubara. Analisis ultimat juga bisa menentukan peringkat
batubara dalam pengklasifikasiannya. Analisis ultimat yang dilakukan mengacu pada standar
American Society for Testing and Minerals (ASTMD3176-09). Analisis ini sendiri terdiri dari
carbon content, hidrogen content, oxgyen content, nitrogen content dan sulfur content.
3.4.1. Basis batubara
Setelah pengambilan contoh dilakukan dengan baik dan benar, sampel akan diuji
sesuai dengan tujuan analisis yang telah ditetapkan di awal perencanaan pengambilan contoh.
Dalam pengujian contoh dikenal istilah basis. Basis digunakan sebagai persepsi umum yang
luas sehingga antara penjual dan pembeli batubara saling memahami Indai hasil uji. Basis
dalam analisis untuk batubara terdiri dari lima macam dengan penggunaan yang bisa saling
dikonversi. Basis data dalam analisis uji parameter batubara terdiri dari DMMF, DAF, D, AD dan
AR.
a. DMMF (Dried Mineral Matter Free basis)
DMMF diartikan sebagai dasar batubara murni yang berarti batubara dalam keadaan
murni dan tidak mengandung udara, abu, serta zat mineral lain.
b. DAF (Dried Ash Free basis)
Dry Ash Free basis merupakan kondisi asumsi uji dengan batubara sama sekali tidak
mengandung air dan abu. Adanya tampilan dry ash free menunjukkan bahwa hasil analisis dan
uji terhadap sampel yang telah dilihat (air habis) serta tanpa abu.
c. D (Dried basis)
Tampilan dry basis menunjukkan bahwa hasil uji dan analisis menggunakan sampel uji
yang telah dikeringkan di udara terbuka.
d. AD (Air Dried basis)
Secara teknis pengujian dan analisis dilakukan dengan menggunakan sampel yang
telah dikeringkan di udara terbuka, dimana sampel disebar tipis pada suhu kamar agar
mencapai kesetimbangan dengan lingkungan laboratorium sebelum diuji dan dianalisis. Nilai
analisis atas dasar ini dapat mengalami beberapa fluktuasi sesuai dengan kelembaban ruangan
laboratorium yang dipengaruhi oleh musim dan faktor cuaca lainnya. Namun, dalam jangka
panjang seperti satu tahun misalnya, stabilitas nilai tertentu dapat dicapai. Selain itu, basis uji
ini sangat praktis karena perlakuan pra uji sampel hanya berupa pengeringan alami pada suhu
kamar sehingga standar ADB ini banyak digunakan di seluruh dunia.
e. AR (As Received basis)
Analisis pada basis ini juga mengikutsertakan air yang me nempel di batubara yang
diakibatkan oleh hujan, proses pen cucian batubara (coal washing), atau penyemprotan (spra
ying) ketika di stockpile dan saat loading. Yang dimaksud dengan as received bukanlah
penerimaan batubara di stock pile pembeli, tapi disesuaikan dengan kontrak pembelian. Pada
kontrak FOB (Free on Board), penilaian kualitas pada basis ARB adalah saat berpindahnya hak
kepemilikan batubara di kapal atau tongkang. Pada kondisi ini, kadang ARB juga disebut as
loaded basis.
Gambar 3.8
Basis Batubara
Hasil perhitungan dalam setiap basis dapat saling dikonversi menjadi basis tertentu
yang diinginkan (Gambar 3.9). Dalam transaksi jual-beli batubara, persyaratan kualitas yang
umumnya tercantum di kontrak pembelian adalah hasil analisis proksimat, yaitu TM, IM, Ash,
VM, FC, kalori, dan sulfur. Oleh karena itu, DMMF tidak memiliki konversi antar basis karena
tidak umum digunakan dalam nilai komersial.
Gambar 3.9
Konversi Nilai parameter Antar Basis
(Irwandy, 2014)
3.5. Sampling
Pada proses pengambilan sample pada Crushing Plant, dilakukan dua metode
pengambilan yaitu manual sampling dan mechanical sampling.
3.5.1. Manual Sampling
Manual sampling adalah metode pengambilan contoh sampel secara manual
menggunakan sekop. Metode ini dilakukan untuk mengambil batubara pada lokasi ROM stok,
stockpile, pit penambangan, serta dapat juga dilakukan untuk belt conveyor pada crushing plant
dan loading conveyor. Namun manual sampling dilakukan apabila automatic sampling
mengalami kendala atau kerusakan.
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022
Gambar 3.
Manual Sampling
a. Alat yang disiapkan
1) Plastik sampel yang bersih
2) Kertas Tulis
3) Spidol
4) Form sample
b. Prosedur kerja pengambilan sampel
1) Penentuan metode sampling dengan menggunakan standard ISO
2) Pastikan interval waktu atau jarak pengambilan sampel
3) Lakukan sampling dan lengkapi form sampling
4) Masukkan sample kedalam plastik sample, tutup plastik sample dengan menggunakan
karet gelang atau tali setelah pengambilan sampai proses sampling selesai.
5) Check seluruh sample yang terkumpul, code sample, form dan simpan di tempat yang telah
ditentukan
6) Ambil sample dan menyesuaikan sample yang ada dengan form sampling dan
mengirimkannya ke laboratory
3.5.2. Automatic Sampling
Automatic sampling adalah metode pengambilan contoh sampel secara mekanis
menggunakan mechanical sampler. Metode ini dilakukan untuk mengambil batubara pada
lokasi crushing plant dan loading conveyor.
c. Calorific Value
Adapun proses-proses cara menentukan inherent moisture, yaitu sebagai berikut:
1) Periksa Power elektrik sudah terpasang dengan benar pada alat bomb Calory LECO AC-
350.
2) Periksa regulator gas oksigen
a. Gunakan gas Oksigen dengan purity 99.9 %
b. Periksa tekanan gas , untuk regulator 1 (yang menyatakan tekan gas dalam tabung)
minimal 750 psi ( jika kurang dari 750 psi ganti dengan tabung oksigen yang baru) ;
regulator 2 ( yang menyatakan tekanan gas yang masuk ke alat) minimal 450 psi
3) Check balance connection
4) Buka regulator gas Oksigen,hidupkan power AC, instrument dengan menekan power ON
pada LECO AC-350 yang terletak di bagian kiri belakang alat, dan Balance.
5) Lakukan pemanasan alat selama ± 10 menit, tekan tombol (5) DIAGNOSTIC dan pilih (1)
AMBIENT MONITOR, check tampilan :
a. Bucket temperature : 29.775 °C (13.00-33.00 °C )
b. Jacket temperature : 30.000 °C (13.00-33.00 °C)
c. Ignitor : 29.994 °C (29.000-30.000 V)
Note : perhatikan AMBIENT MONITOR pada IGNITOR voltagenya harus masuk dalam
range sebelum analysis di mulai.
6) Timbang sample dengan meletakan crucible di dalam timbangan dan tekan TARE,display
timbangan akan terbaca 0.0000 g, timbang sample sebanyak 1.000 gram. Transfer
beratnya dengan menekan tombol pada balance
7) Letakan Crusible + sample pada sample holder dan pasang fusewire ,lihat dokumen
JBG.EXD.LAB.01
8) Letakan Crusible & sample holder ke dalam Combustion Chamber
9) Pasang Bomb cap & isi oksigen dengan menekan Fill Switch Bomb Charger assembly (450
psi)
10) Isi bomb bucket, dengan 2000 mL aquades dari pipet tank
11) Tempatkan bomb ke dalam Bomb Bucket dengan menggunakan Bomb handle
12) Pasang kabel BOMB FUSE LEADS ASSEMBLY
13) Tutup Bomb Bucket cover, tekan START dan pilih Menu ANALYSIS
a. TEKAN 1 : Untuk Analysis Bomb 1
b. TEKAN 2 : Untuk Analysis Bomb 2
c. TEKAN 3 : Untuk Analysis Bomb 3
d. TEKAN 4 : Untuk Analysis Bomb 4
Tunggu Proses analysis ±8 menit sampai terdengar bunyi alarm
14) Catat analysis yang tertera pada monitor LECO AC-350 atau transfer ke dalam data entry
CClas program.
d. Kandungan Ash
Adapun proses-proses cara menentukan inherent moisture, yaitu sebagai berikut:
1) Siapkan sample dengan size 0,25 mm, pilih job sample yang akan di analysis dari data
entry program CClas
2) Di timbang crusible kosong dan catat beratnya sebagai A atau transfer berat crusible ke
dalam data entry Cclas
3) Masukan sample kedalam crusible sebanyak ± 1,000 gram dan catat beratnya sebagai B
atau transfer berat crusible & sample ke dalam data entry CClas. (Untuk setiap sample
proses ini dilakukan duplo) Berat sample diperoleh sebagai hasil B-A
4) Selanjutnya sample dimasukan kedalam Furnace Nabertherm
- Hidupkan power ON pada Furnace Naberterm, panaskan furnace secara berangsur-
angsur, setelah 1 jam pertama temperature furnace 450 -500 °C,1 jam kedua temperature
furnace 700 -750 °C,
- Setting suhu furnace pada 750 °C TIMER : 120 menit (Proses analysis selama 4 jam)
5) Setelah 4 jam proses matikan furnace, keluarkan sample, diamkan selama ±5-8 menit dan
timbang beratnya sebagai C atau transfer hasil penimbangan ke dalam data entry Cclas
C−A
Calculation : % Ash = x 100
B− A
A = berat crusible kosong
B = berat Crusible + sample sebelum Pemanasan
C = berat Crusible + sample setelah Pemanasan