Anda di halaman 1dari 4

 

LAPORAN PENDAHULUAN

1.

Anatomi FisiologiA.

Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan

Sistem urinaria bagian bawah terdiri atas buli-buli dan uretra yang keduanyaharus bekerja secara sinergis untuk dapat menjalankan
fungsinya dalammenyimpan (storage) dan mengeluarkan (voiding) urine. Buli-buli merupakanorgan berongga yang terdiri atas mukosa,
otot polos destrusor, dan serosa. Pada perbatasan antara buli-buli dan uretra, terdapat sfingter uretra interna yang terdiriatas otot polos.
Sfingter interna ini selalu tertutup pada saat fase miksi
atau pengeluaran (evacuating). Di sebelah distal dari uretra posterior terdapat sfingteruretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris dari
otot dasar panggul. Sfingters inimembuka pada saat miksi sesuai dengan perintah dari korteks serebri. Pada fase pengisian,
terjadi relaksasi otot destrusor dan pada fase pengeluaran urine terjadikontraksi otot detrusor. Selama pengisian urine, buli-buli mampu
untukmelakukan akomodasi yaitu meningkatkan volumenya dengan mempertahankantekanannya dibawah 15 cm H2O, sampai volumenya
cukup besar.

B.Definisi

Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dantidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya
secara sempurna.Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesikaurinaria. (Kapita Selekta Kedokteran).Retensio
urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadisecara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995). Retensio
urine adalahketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan ataudorongan terhadap hal tersebut. Retensio urine
adalah suatu keadaan penumpukanurine di kandung kemih dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannyasecara sempurna
(Brunner & Suddarth).

C.Etiologi

Penyebab dari retensi urine antara lain diabetes, pembesaran kelenjar prostat,kelainan uretra ( tumor, infeksi, kalkulus), trauma,
melahirkan atau gangguan persyarafan ( stroke, cidera tulang belakang, multiple sklerosis dan parkinson).Beberapa pengobatan dapat
menyebabkan retensi urine baik dengan menghambatkontraksi kandung kemih atau peningkatan resistensi kandung kemih. (Karch,2008).

a.Klasifikasi Retensia UrineRetensia Urin dapat dikelompokan menjadi 2 :

1.Retensi urin akut

Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba dandisertai rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh. Berbeda
dengankronis, tidak ada rasa sakit karena urin sedikit demi sedikit tertimbun.Kondisi yang terkait adalah tidak dapat berkemih sama sekali,
kandungkemih penuh, terjadi tiba-tiba, disertai rasa nyeri, dan keadaan initermasuk kedaruratan dalam urologi. Kalau tidak dapat
berkemih samasekali segera dipasang kateter.

2.Retensi urin kronik

Retensi urin kronik adalah retensi urin ‘tanpa rasa nyeri’ yang disebabkan oleh peningkatan volume residu urin yang bertahap. Hal
ini dapatdisebabkan karena pembesaran prostat, pembesaran sedikit2 lama2
ga bisa kencing. Bisa kencing sedikit tapi bukan karena keinginannyasendiri tapi keluar sendiri karena tekanan lebih tinggi daripada
tekanansfingternya. Kondisi yang terkait adalah masih dapat berkemih, namuntidak lancar , sulit memulai berkemih (hesitancy), tidak
dapatmengosongkan kandung kemih dengan sempurna (tidak lampias). Retensiurin kronik tidak mengancam nyawa, namun dapat
menyebabkan permasalahan medis yang serius di kemudian hari.Perhatikan bahwa pada retensi urin akut, laki-laki lebih banyak
daripadawanita dengan perbandingan 3/1000 : 3/100000. Berdasarkan data juga dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya umur pada
laki-laki, kejadianretensi urin juga akan semakin meningkat

dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya umur pada laki-laki, kejadianretensi urin juga akan semakin meningkat.
D.Patofisiologi

Patofisiologi penyebab retensi urin dapat dibedakan berdasarkan sumber penyebabnya antara lain :

a.Gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motorik dan sensorik.Misalnya DM berat sehingga terjadi neuropati yang
mengakibatkan otot tidakmau berkontraksi. 

b.Gangguan vesikal adalah kondisi lokal seperti batu di kandung kemih, obatantimuskarinik/antikolinergik (tekanan kandung kemih yang
rendah)menyebabkan kelemahan pada otot detrusor.

c.Gangguan infravesikal adalah berupa pembesaran prostat (kanker, prostatitis),tumor pada leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra,
tumor penis, striktururetra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladderneck sclerosis)

E.Pathway

F. Tanda dan Gejala

 1.Diawali dengan urine mengalir lambat.

2.Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongankandung kemih tidak efisien.

3.Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.

4.Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.

5.Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc

G.Pemeriksaan Penunjang

 Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalahsebagai berikut:

1.Pemeriksaan specimen urine.

2.Pengambilan: steril, random, midstream

3.Pengambilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton dan Nitrit.

4.Sistoskopi ( pemeriksaan kandung kemih )

5.IVP ( Intravena Pielogram ) / Rontgen dengan bahan kontras

H.Penatalaksanaan Medis

1.Kateterisasi urethra.

2.Dilatasi urethra dengan boudy.

3.Drainase suprapubik

I.Komplikasi

1.Urolitiasis atau nefrolitiasis

 Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam velvis renal, sedangkanurolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam
sistem urinarius. Urolithiasismengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu terbentuk daritraktus urinarius ketika
konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat meningkat.

2.Pielonefritis
Pielonefritis adalah radang pada ginjal dan saluran kemih bagian atas.
Sebagian besar kasus pielonefritis adalah komplikasi dari infeksi kandung kemih (sistitis).Bakteri masuk ke dalam tubuh dari kulit di sekitar
uretra, kemudian bergerak dariuretra ke kandung kemih. Kadang-kadang, penyebaran bakteri berlanjut darikandung kemih dan uretra
sampai ke ureter dan salah satu atau kedua ginjal.Infeksi ginjal yang dihasilkan disebut pielonefritis

3.Hydronefrosis

4.Pendarahan

5.Ekstravasasi urine

 J.Penatalaksanaan Keperawatan

1.Pengkajian

a.Kaji kapan klien terakhir kali buang air kecil dan berapa banyak urin yangkeluar.

b.Kaji adanya nyeri pada daerah abdomen

c.Perkusi pada area supra pubik, apakah menghasilkan bunyi pekak yangmenunjukkan distensi kandung kemih.

d.Kaji pola nutrisi dan cairan.

2.Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

a.Retensi urin berhubungan dengan ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah retensiurine dapat teratasi.

Kriteria hasil : Berkemih dengan jumlah yang cukupTidak teraba distensi kandung kemih

Intervensi :

1).Dorong pasien utnuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.

R : Meminimalkan retensi urin dan distensi berlebihan pada kandungkemih.

2).Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.

R : Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas.

3).Perkusi/palpasi area suprapubikR: Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubik. 

b.Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi pada kandungkemih.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah nyeridapat teratasi.

Kriteria hasil : Menyatakan nyeri hilang / terkontrolMenunjukkan rileks, istirahat dan peningkatan aktivitasdengan tepat

Intervensi :

1).Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri.

R : Memberikan informasi untuk membantu dalam menetukan intervensi.

2).Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen.

R : Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-skrotal.

3).Pertahankan tirah baring bila diindikasikan nyeri.

R : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.

4).Berikan tindakan kenyamanan


R : Meningktakan relaksasi dan mekanisme koping.

c.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, nyeri, kelemahan otot.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalahintoleransi aktivitas dapat teratasi.

Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yangdapat diukur dengan tidak adanya dispnea, kelemahan, tanda vital
dalamrentang normal.

Intervensi :

1).Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.

R : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihanintervensi.

2).Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuaiindikasi.

R : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.

3).Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunyakeseimbangan aktivitas dan istirahat.

R : Tirah baring dapat menurunkan kebutuhan metabolik, menghematenergi untuk penyembuhan.

4).Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.

R : Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respons individual pasienterhadap aktivitas.

DAFTAR PUSTAKA

1.Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta

2.Nanda International,2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.Jakarta, penerbit: Buku Kedokteran EGC.

3.Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition.China : LWW

4.Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai