Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MATERNITAS
GANGGUAN REPRODUKSI (MENOMETRORAGIA)

Disusun Oleh :
Muhammad Tarmizi
2211102412230

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN
TIMUR
2022
A. Pengertian
Menometroragia adalah perdarahan yang banyak, di luar siklus
haid dan biasanya terjadi dalam masa antara 2 haid, perdarahan itu
tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid atau 2 jenis
perdarahan ini menjadi 1 yang pertama dinamakan metroragia yang
kedua menometroragia (Widjarnako, 2009). Menometroragia
adalah perdarahan rahim yang berlebihan dalam jumlah dan
lamanya perdarahan, dapat terjadi dalam periode menstruasi
maupun di antara periode menstruasi (Rika, 2009).
Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi antara masa 2
haid yang dapat disebabkan oleh kelainan organik pada alat genital
atau oleh kelainan fungsional (Prawirohrdjo, 2007).
Menometroragia adalah perdarahan saat menstruasi yang
berlangsung terus / panjang dan dengan jumlah darah yang lebih
banyak (Manuaba, 2010).
Dari beberapa pengertian tersebut di atas maka penulis
menyimpulkan bahwa menometroragia adalah suatu keadaan
dimana terjadi perdarahan diluar haid yang berlangsung lama serta
dengan jumlah darah yang lebih banyak

B. Etiologi
Penyebab menometroragia adalah berasal dari luar uterus (gangguan pembekuan
darah, terjadi akibat infeksi pada uterus) atau berasal dari uterus sendiri yaitu
gangguan hormonal, artinya semata-mata akibat ketidakseimbangan hormonal
dalam siklus menstruasi yang mengaturnya (Manuaba, 2008). Menurut
Wiknjosastro (2009), menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organik pada
alat genital atau oleh kelainan fungsional.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada menometroragia diantaranya adalah :
1. Perdarahan berlebihan diantara dua siklus haid
2. Nyeri mengejang pada abdomen bagian bawah
3. Tanda anemia (napas pendek, lelah, dan pucat).

D. Patofisiologi
Menurut Prawirohardjo (2005), Schröder pada tahun 1915,
setelah penelitian pada uterus dan ovarium pada waktu yang sama,
menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan
metroplatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak
pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus
luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasiaendometrium karena
stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus-menerus.

Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan


disfungsional dapat ditemukan dengan berbagai jenis endometrium
yaitu endometrium atrofik, hiperpastik, proliferative, sekretorik,
dan endometrium jenis nonsekresi merupaka bagian terbesar.
Pembagian endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan
endometrium sekresi sangat penting. Karena dengan demikian dapat
dibedakan perdarahan yang anovulatoar dari yang ovulatoar.
Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis
perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang
berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada
perdarahan yang oulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-
faktor neuromuscular, asomotorik atau hematologic, yang
mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedang perdarahan
anovolatoarbiasanya dianggap sebagai gangguan endokrin.
(Prawirohardjo, 2007)
E. Pathway

Gg. Fungsional Estrogen diproduksi


hipotalamus-hipofisis, terus-menerus
hormonal, dll

Peningkatan estrogen

Korpus luteum tidak terbentuk Progesteron rendah

Penurunan sekresi estrogen

Proliferasi endometrium

Stratum kompakta dan stranum spongisa


terlepas

Pembentukan trombosit dan prostaglandin


tidak terjadi

Risiko Infeksi
Endometrium tebal namun rapuh

Imunitas menurun
Perdarahan

Anemia Risiko Hipovolemia Nyeri

Hb turun

Penurunan transport oksigen

Dyspnea (kesulitan bernapas)


Pola Napas Tidak Efektif
Hipoksia
Lemah, lesu, gg. Defisit Perawatan Diri
Koordinasi,
bingung Intoleransi Aktivitas
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pertama menometroragia ditentukan pada keadaan umum. Jika
keadaannya tidak stabil maka klien perlu dirawat di rumah sakit untuk perbaikan
keadaan umum. Pada keadaan akut, dimana Hb sampai < 8 gr % maka klien harus
dirawat dan diberikan tranfusi darah. Jika telah stabil, segera dilakukan penanganan
untuk menghentikan perdarahan (Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011; Baziad, 2008).
Penatalaksanaan penghentian perdarahan dapat dengan terapi hormon ataupun
nonhormon. Medikamentosa nonhormone yang dapat digunakan untuk perdarahan
uterus abnormal adalah sebagai berikut (Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011).
Penatalaksanaan menometroragia terapi hormon (Baziad, 2008):
1. Usia Pubertas:
a. Penghentian pendarahan (Pil kontrasepsi kombinasi)
b. Pengaturan siklus
2. Usia Reproduksi:
a. Dilatasi & kuretase PA
b. Penyebab hormonal – PIL kombinasi
3. Usia Perimenopause:
a. Dilatasi, kuretase, dan USG
b. Hperplasia endometrium
c. Dilatasi & kuretase ulang
- Tidak ada hyperplasia endometriu, terapi lanjut
- Ada hyperplasia endometrium, sarankan histerektomi

G. Komplikasi
1. Myoma uteri
2. Tumor lapisan otot Rahim
3. Radang sekitar rahim

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH,
LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan
perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b)
histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan
perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal
berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan
endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan
bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan
investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal
berulang atau berat. Pada Wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi
lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi
abnormalitas endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil
dalam uji coba terapeutik

I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Pengkajian, data yang perlu dikajji pada pasien dengan kelainan system
reproduksi, menometroragia, antara lain meliputi:
1) Data demografi diantaranya: identitas, dan riwayat lingkungan dan keluarga
2) Data psikososial meliputi: persepsi ibu terhadap penyakitnya, dan persepsi
keluarga terhadap penyakit anggota keluarganya
3) Riwayat obstetric dan ginekologi, meliputi: menarche, kelaianan selama haid,
riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya.
4) Pemeriksaan Fisik
- Tiromegali, berat badan naik,edema
- Tiroid mengeras, takikardia, berat badan turun, kelainan kulit
- Ikterus, hepatomegaly
- Uterus membesar
- Uterus kaku dan melekat pada jaringan dasarnya.
- Masa adneksa
- Uterus tegang, gerakan servik terbatas

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisiologis
2. Risiko Hipovolemia dibuktikan dengan Perdarahan
3. Intoleransi Fisik berhubungan dengan Kelemahan
K. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
No SLKI SIKI
Keperawatan
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan keperawatan (I.08238) Observasi :
dengan Agen 3x24 jam diharapkan 1.1 Identifikasi
Pencedera tingkat nyeri menurun lokasi, karakteristik,
Fisiologis dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas,
(D.0077) Tingkat nyeri (L.08066) intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri (5) 1.2 Identifikasi skala
2. Gelisah (5) nyeri
3. Kesulitan Tidur (5) 1.3 Identifikasi faktor
4. Meringis (5) yang memperberat dan
Keterangan : memperingan nyeri
1 = Meningkat Terapeutik :
2 = Cukup meningkat 1.4 Berikan teknik
3 = Sedang nonfarmakologis untuk
4 = Cukup menurun mengurangi rasa nyeri
5 = Menurun kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Edukasi :
1.5 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1.6 Kolaborasi pemberian
analgetic, jika perlu
2. Risiko Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
Hipovolemia tindakan keperawatan (I.03116)
dibuktikan dengan 3x24 jam diharapkan Observasi :
Perdarahan status cairan membaik 1.1 Periksa tanda dan
(D.0034) dengan kriteria hasil : gejala hypovolemia
Status Cairan (L.03028) 1.2 Monitor intake dan
1. Turgor kulit (5) output cairan
Keterangan : Terapeutik :
1 = Menurun 1.3 Berikan asupan
2 = Cukup menurun cairan oral
3 = Sedang Edukasi :
4 = Cukup meningkat 1.4 Anjurkan
5 = Meningkat memperbanyak
asupan cairan oral
2. Membran mukosa (5) Kolaborasi :
3. Kadar Hb (5) 1.5 Kolaborasi
Keterangan : pemberian cairan IV
1 = Memburuk isotonis (NaCl, RL)
2 = Cukup memburuk 1.6 Kolaborasi
3 = Sedang pemberian produk
4 = Cukup membaik darah
5 = Membaik
3. Intoleransi Fisik Setelah dilakukan Manajemen Energi
berhubungan tindakan keperawatan (I.05178)
dengan 3x24 jam diharapkan Observasi
Kelemahan toleransi aktivitas 3.1 Identifikasi
(D.0056) meningkat dengan kriteria gangguan fungsi
hasil : tubuh yang
Toleransi Aktivitas mengakibatkan
(L.05047) : kelelahan
1. Frekuensi nadi (5) 3.2 Monitor lokasi dan
2. Kemudahan dalam ketidaknyamanan
melakukan aktivitas selama melakukan
sehari-hari (5) aktivitas
Keterangan : Terapeutik :
1 = Menurun 3.3 Lakukan latihan
2 = Cukup menurun rentang gerak pasif
3 = Sedang dan/atau aktif
4 = Cukup meningkat Edukasi :
5 = Meningkat 3.4 Anjurkan tirah
baring
3. Keluhan lelah (5) 3.5 Anjurkan melakukan
1 = Meningkat aktivitas secara
2 = Cukup meningkat bertahap
3 = Sedang Kolaborasi :
4 = Cukup menurun 3.6 Kolaborasi dengan
5 = Menurun ahli gizi tentang cara
meningkatkan
asupan makanan.
L. Daftar Pustaka
Anwar, dkk. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Manuaba. 2009. Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC
Tim Pokja PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Wiknjosastro, H. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai