Anda di halaman 1dari 45

HIRSCHSPRUNG DAN

ATRESIA ANI
PATOFISIOLOGI DAN ASUHAN KEPERAWATAN SERTA
PEMERIKSAAN FISIK
Pembahasan
01 Definisi

02 Patofisiologi

03 Asuhan Keperawatan

04 Pemeriksaan Fisik
HIRSCHSPRUNG
Definisi
HIRSCHSPRUNG
Kelainan bawaan pada kolon yang ditandai dengan tidak
adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus.

Messneri dan pleksus Mienterikus Auerbachi


yang disebabkan oleh terhentinya migrasi kraniokaudal
sel krista neuralis di daerah kolon distal pada minggu
ke-5 sampai minggu ke-12 kehamilan, dimana
waktu kehamilan ini akan membentuk sistem
saraf intestinal dan 10% terjadi di rektum dan sigmoid
(Rochadi, 2013).
Kegagalan migrasi Sistem Saraf Enterik (ENS) merupakan sistem saraf
sel Neural Crest perifer terbesar dan divisi paling kompleks yang
mengandung sekitar 100 juta neuron.

Berfungsi untuk mengkoordinasi motilitas usus yang


normal dan aktivitas sekretori.

Faktor genetik Ditunjukkan oleh peningkatan risiko kekambuhan


saudara kandung individu yang terkena dibandingkan
dengan
• Populasi umum
• Rasio jenis kelamin yang tidak seimbang
• Hubungan HD dengan penyakit genetik lainnya
(termasuk anomali kromosom dan sindrom
ETIOLOGI malformasi kongenital)
Menurut puri dan friedmaacher (2018),
terdapat 2 penyebab dari Hirschsprung yaitu
K LAS I F I KAS I

Segmen Pendek (Short Segment) Segmen Panjang (Long Segment) Aganglionosis kolon total (TCA)
Ketika kolon yang tidak mempunyai Saat aganglionosis meluas ke fleksura Ketika aganglionis segmen
sel ganglion tidak melampaui sigmoid lien atau kolon transversum, dan melibatkan seluruh usus besar dengan
atas usus besar, segmen pendek ileum terminal.
PATOFISIOLOGI
Tidak adanya sel ganglion pleksus auerbach yang
berada pada lapisan otot dan pleksus meissner pada
→ submukosa mengakibatkan hipertrofi pada serabut
saraf dan terjadi kenaikan kadar asetikolinesterase.

Enzim ini memproduksi serabut saraf secara spontan


dari saraf parasimpatik ganglia otonom dalam mencegah
akumulasi neurotransmiter asetikolin pada
neuromuskular junction.

Gangguan inervasi parasimpatis menyebabkan


incoordinate peristalsis, sehingga menggangu propulsi isi
usus. Obstruksi kronik dapat menyebabkan distensi abdo
men yang beresiko terjadinya enterokolitis (KEPMENKE
S RI, 2017).
TINDAKAN PEMBEDAHAN
Tindakan Bedah
Sementara
(pembuatan stoma) a. Prosedur swenson
b. Prosedur duhamel
c. Prosedur reihbein
Tindakan Bedah Definitif d. Prosedur soave
(dapat dikerjakan dengan e. Transanal endorectal
atau tanpa melalui tindakan pull-through
bedah sementara) f. Tindakan definitif
g. Laparoscopic assited
pull through
ASUHAN KEPERAWATAN
HIRSCHSPRUNG
PENGKAJIAN
1. Identitas
2. Monitor bowel elimination
adanya konstipasi, pengeluaran mekonium yang
terlambat lebih dari 24 jam, pengeluaran feses
yang berbentuk pita dan berbau busuk.
3. Ukur lingkar abdomen
4. Pemeriksaan TTV
5. Observasi manifestasi penyakit hirschprung

Periode bayi baru lahir Masa kanak-kanak


Gagal mengeluarkan mekonium Konstipasi
dalam 24-48 jam setelah lahir Feses berbau menyengat dan seperti karbon
Menolak untuk minum air Distensi abdomen
Muntah berwarna empedu Tidak nafsu makan dan pertumbuhan yang buruk
Distensi abdomen

Masa bayi
Ketidakadekuatan penambahan BB
Konstipasi
Distensi abdomen
Episode diare dan muntah
Tanda-tanda ominous
(sering menandakan adanya enterokolitis
diare berdarah, letargi berat)
Pemeriksaan Penunjang

Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan ga


mbaran obstruksi usus letak rendah

Biopsi rektal: Menunjukkan anglionosis otot rektum

Manometri anorectal : Adanya kenaikan tekanan parado


ks karena rektum dikembangkan / tekanan gagal
menurun.
DIAGNOSA

Pre Operasi
1. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (nyeri), posisi tubuh yang menghambat
eksapansi paru (D.0005)
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi makanan (D.0019)
3. Konstipasi b.d anganglionik, penurunan motilitas gastrointestinal (D.0049)
4. Risiko gangguan pertumbuhan d.d ketidakadekuatan nutrisi, kelainan kongenital (D.0108)
5. Resiko ketidakseimbangan cairan d.d obstruksi intestinal (D.0036)
6. Ansietas b.d kurang terpapar informasi (D. 0080)

Post Operasi
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (terpotong, prosedur operasi) (D.0077)
2. Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif (D.0142)
INTERVENSI
Dx Pre OPERASI

Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (nyeri), posisi tubuh yang menghambat
eksapansi paru (D.0005)
Kriteria Hasil 1. Ventilasi 1 menit
Pola nafas (L.01004) 2. Dispnea
3. Penggunaan otot bantu nafas
4. Pernafasan cuping hidung
5. Frekuensi nafas
Intervensi 1. Monitor pola napas(frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Manajemen jalan nafas (I.010 2. Posisikan semi-fowler
11) 3. Berikan oksigen (jika perlu)
Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi makanan (D.0019)
Kriteria Hasil 1. Panjang badan
Status nutrisi bayi ( 2. Berat badan
L.03031) 3. Bayi cengeng
4. Pucat
5. Proses tumbuh kembang
Intervensi 1. Identifikasi status nutrisi
Manajemen nutrisi ( 2. Monitor asupan makanan
I.03119) 3. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4. Berikan makanan tinggi protein dan kalori
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kaloridan jenis nutrien yan
g dibutuhkan (jika perlu)
Konstipasi b.d anganglionik, penurunan motilitas gastrointestinal (D.0049)
Kriteria Hasil 1. Distensi abdomen
Eliminasi fekal (L.04 2. Konsistensi feses
033) 3. Frekuensi defekasi
4. Peristaltik usus
Intervensi 1. Periksa tanda dan gejala konstipasi
Manajemen konstip 2. Periksa pergerakan usus
asi (I.04155) 3. Monitor tanda dan gejala ruptur usus dan atau peritonitis
4. Berikan enema atau irigasi (jika perlu)
5. Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
6. Kolaborasi dengan tim medis tentang penurunan/peningkatan frekuensi suara
usus
Risiko gangguan pertumbuhan d.d ketidakadekuatan nutrisi, kelainan kongenital (D.0108)

Kriteria Hasil 1. Berat badan sesuai usia


Status pertumbuhan 2. Panjang/tinggi badan sesuai usia
(L.10102) 3. Lingkar kepala
4. Asupan nutrisi
Intervensi 1. Identifikasi status nutrisi
Manajemen Nutrisi ( 2. Monitor asupan makanan
I.03119) 3. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4. Berikan makanan tinggi protein dan kalori
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kaloridan jenis nutrien
yang dibutuhkan (jika perlu)
Resiko ketidakseimbangan cairan d.d obstruksi intestinal (D.0036)
Kriteria Hasil 1. Asupan cairan
Keseimbangan 2. Membran mukosa
cairan 3. Turgor kulit
(L.03020) 4. Berat badan

Intervensi 1. Monitor status hidrasi


Manajemen 2. Monitor berat badan
cairan (I.03098) 3. Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
4. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
5. Berikan cairan intravena, jika perlu
Ansietas b.d kurang terpapar informasi (D. 0080)
Kriteria Hasil 1. Perilaku gelisah
Tingkat ansieta 2. Perilaku tegang
s (L.09093) 3. Pola tidur

Intervensi 1. Monitor tanda –tanda ansietas(verbal dan nonverbal)


Reduksi ansieta 2. Ciptakan suasana terupetik untuk menumbuhkan kepercayaan
s (I.09314) 3. Jelaskan prosedur
4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

Dx Post operasi
INTERVENSI
Dx Post Operasi

Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (terpotong, prosedur operasi) (D.0077)
Kriteria Hasil 1. Meringis
Tingkat nyeri (L. 2. Gelisah
08066) 3. Frekuensi nadi
4. Pola tidur

Intervensi 1. Identifikasi respons nyeri non verbal


Manajemen nye 2. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri(terapi b
ri (I.08238) ermain, musik)
3. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif (D.0142)
Kriteria Hasil 1. Kemerahan
Tingkat nyeri 2. Nyeri
(L.14137) 3. Bengkak

Intervensi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik


Pencegahan inf 2. Batasi jumlah pengunjung
eksi 3. Berikan perawatan kulit pada area edema
(I. 14539) 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lin
gkungan pasien
5. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi(pada orang tua)
ATRESIA ANI
Atresia ani merupakan kelainan kongenital terjadinya
DEFINISI perkembangan abnormal pada anorektal disaluran
gastrointestinal dimana rectum tidak mempunyai
lubang keluar (Wong, 2004)

Atresia ani merupakan kelainan kongenital


tidak adanya lubang atau saluran anus
(Donna L. Wong, 520 : 2003).
ETIOLOGI
ATRESIA ANI

Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial.

Beberapa penyebab atresia ani :


a. Putusnya saluran pencernaan
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan (12 Minggu)
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di
daerah usus, rectum bagian distal seda traktus urogenitalis
d. Berkaitan dengan sindrom down dan penyaki Hisprung
PATOFISOLOGI
Kelainan ini terjadi karena kegagalan
pembentukan septum unorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau
pembentukan anus dari tonjolan embrionik,
sehingga anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang.
Ujung ekor dari bagian belakang berkembang
menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinaria dan struktur anorektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan
pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena
tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur
kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan
fetal.
4 Klasifikasi atresia ani

Anal Stenosis Membranosus Anal Agenesis Rektal Atresia


Atresia memiliki anus tetapi tidak memiliki rektum
terjadinya penyempitan
daerah anus sehingga terdapat membran ada daging diantara
feses tidak dapat keluar pada anus rectum dengan anus
Klasifikasi 3 sub kelompok anomali

Anomali rendah / infralevator

Anomali intermediet

Anomali tinggi / supralevator


Penetapan Diagnosis

a. Pemeriksaan radiologi
b. Sinar X terhadap abdomen
c. USG Abdomen
d. CT Scan
e. Pyelografi intravena
f. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Penatalaksanaan Media
KOLOSTOMI

Dilakukan untuk anomaly jenis kelainan tinggi,


rektovaginal fistula, rektovestibular fistula,
rektouretral fistula, atresia rektum, dan jika hasil jarak
udara di ujung distal rektum ke tanda timah atau logam di
perineum pada radiologi invertogram > 1 cm.

Tempat yang dianjurkan ada 2 : transverso kolostomi dan


sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang aman adalah
stoma laras ganda
PSARP (Postero Sagittal AnoRectal Plasty)

Membelah otot dasar pelvis, sling, dan sfingter

PSARP dibagi menjadi 3 :


Minimal
dilakukan pemotongan otot levator maupun
vertical fibre. Yang terpenting adalah
memisahkan common wall untuk memisahkan
rectum dengan vagina dan yang dibelah hanya
otot sfingter eksternus.

Limited Full PSARP


yang dibelah hanya otot sfingter eksternus, dilakukan pada atresia ani letak tinggi
muscle complex serta tidak membelahh tulang dengan gambaran invertogram akhiran
coccygeus. Penting dilakukan desefekasi rectum lebih dari 1cm dari kulit, pada
rectum agar tidak merusak vagina. fistula rektovaginalis, fistula rektouretra.
ANOPLASTY

Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika


bayi cukup umur dan tanpa kerusakan lain. Operasi
ditunda paling lama sampai usia 3 bulan jika tidak
mengalami konstipasi. Anoplasty digunakan untuk
kelainan rektoperineal fistula, rektovaginal fistula,
rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia
rektum.
ASUHAN KEPERAWATAN
ATRESIA ANI
PENGKAJIAN

A. IDENTITAS PASIEN
B. RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama : Distensi abdomen
Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa bua
ng air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat
dalam urin.
Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam perta
ma kelahiran
Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/ penyaki
t menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain.
Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak
mempengaruhi kejadian atresia ani
C. POLA FUNGSI KESEHATAN
Pemeriksaan Fisik
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 jam
pertama setelah kelahiran/keluar melalui urin, 11. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah
vagina/fistula. lahir.
2. Tidak adanya lubang anus eksternal 12. Pada bayi laki-laki dilakukan penelusuran
3. Anus tampak merah dari anal dimple ke medial sampai kearah
4. Adanya obstruksi usus penis. Bila fistula terdapat di perineum
5. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu secar menandakan suatu fistula rectoperineal,
a fekal. sedangkan bila urine bercampur mekonium
6. Pembukaan anal terbatas/adanya misplaced berarti fistula rektovesica/rektouretra yang
7. Pada auskultasi terdengan hiperperistaltik dapat dibedakan dengan memasukkan
8. Distensi abdomen 8-24 jam pertama kateter.
9. Konstipasi 13. Pada bayi perempuan dilakukan
10.Bayi muntah jika biberi minum pada usia 24-48 penelusuran dari lubang di perineum kearah
jam vestibulum. Fistula digenitalia menandakan
suatu fistula rektovagina/fistula rektovestibul
ar. Sedangkan jika fistula didapatkan diperin
eum, maka disebut fistula rektoperineum.
DIAGNOSA
Dx pre operasi
1. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan (D0019)
2. Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi anatomic disuria (D0040)
3. Risiko infeksi b.d paparan organism (D0142)
4. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (D0005)

Dx Post Operasi
1. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan b.d pembedahan (D0139)
2. Risiko infeksi b.d prosedur infasiv (D0142)
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (operasi) (D0077)
4. Inkontinensia fekal b.d kehilangan fungsi pengendalian (D0041)
5. Ansietas (orang tua) b.d kurang terpapar informasi mengenai pembedahan (D0080)
INTERVENSI
Diagnosa Pre Operasi

Defisit nutrisi b.d ketidak mampuan mencerna makanan (D0019)

Kriteria Hasil 1. BB membaik


Status nutrisi 2. IMT
(L.03030) 3. Bising usus
4. Membrane mukosa
Intervensi 1. Identifikasi status nutrisi
Manajemen 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
nutrisi (I.03119) 3. identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yg dibutuhkan
5. Monitor BB
INTERVENSI

Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi dysuria (D0040)

Kriteria Hasil 1. Disuria


Eliminasi urine 2. Frekuensi BAK
(L.04034) 3. Karakteristik urin

Intervensi 1. Identifikasi tanda dan gejala


Manajemen 2. Identifikasi factor yg penyebab
Eliminasi urine 3. Monitor eliminasi urine
(I.04152) 4. Kolaborasi pemberian obat supositoria urine jika perlu
Risiko infeksi b.d paparan organisme (D0142)

Kriteria Hasil 1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi


Tingkat infeksi 2. Jumlah leukosit dalam batas normal
(L.14137)

Intervensi 1. Monitor tanda dan gejal infeksi local dan sistemik


Pencegahan inf 2. Batasi jumlah pengunjung
eksi (I.14539) 3. Berikan perawatan kulit pada area edema
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dg pasien dan lingkungan pa
sien
5. Pertahankan teknik aseptik
6. Kolaborasi pemberian imunisasi
Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru

Kriteria Hasil 1. Frekuensi nafas


Pola nafas 2. Kedalaman nafas
(L.01004) 3. Penggunaan otot bantu nafas
4. Tekanan ekspirasi
5. Tekanan inspirasi
Intervensi 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Manajemen jal 2. Monior bunyi nafas tambahan
an nafas ( 3. Posisikan semi-fowler
I.01011) 4. Berikan oksigen jika perlu
INTERVENSI
Dx Post OPERASI

Risiko gangguan integritas kulit/jaringan b.d

Kriteria Hasil 1. Kerusakan jaringan


Integritas kulit d 2. Kerusakan lapisan kulit
an jaringan 3. Nyeri
(L.14125) 4. Perdarahan
5. Hematoma

Intervensi 1. Identifikasi penyebab integritas kulit


Perawatan integ 2. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
ritas kulit 3. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive
(I.11353) 4. Anjurkan menggunakan pelembab (baby oil)
Risiko infeksi b.d efek prosedur infasiv (D0142)

Kriteria Hasil 1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi


Tingkat infeksi 2. Jumlah leukosit dalam batas normal
(L.14137)

Intervensi 1. Monitor tanda dan gejal infeksi local dan sistemik


Pencegahan 2. Batasi jumlah pengunjung
infeksi (I.14539) 3. Berikan perawatan kulit pada area edema
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dg pasien dan lingkungan pasien
5. Pertahankan teknik aseptik
6. Kolaborasi pemberian imunisasi
Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (operasi) (D077)

Kriteria Hasil 1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi


Tingkat nyeri 2. Jumlah leukosit dalam batas normal
(L.08066)

Intervensi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


Manajemen 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
nyeri (I.08238) 3. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. Distraksi
, hypnosis, terapi music, kompres hangat/dingin, terapi bermain dll)
4. Kolaborasi pemberian analgetik
Inkontinensia fekal b.d kehilangan fungsi pengendali

Kriteria Hasil 1. Pengontrolan pengeluaran feses


Kontinensia 2. Defekasi
fekal (L.04035) 3. Frekuensi buang air besar
4. Kondisi kulit perianal
Intervensi 1. Identifikasi penyebab inkontinensia fekal
Perawatan inko 2. Monitor kondisi kulit perianal
ntinensia fekal 3. Monitor keadekuatan evakuasi feses
(I. 04162) 4. Monitor diet dan kebutuhan cairan
Ansietas (orang tua) b.d kurang terpapar informasi mengenai pembedahan (D0080)

Kriteria Hasil 1. Verbalisasi


Kontinensia 2. Perilaku gelisah
fekal (L.04035) 3. Perilaku tegang

Intervensi 1.Identifikasi saat tingkat ansietas berubah


Reduksi ansieta 2.Identifikasi saat mengambil keputusan
s (I.09314) 3.Jelaskan prosedur mengenai pembedahan
4.Informasikaan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan progno
sis
Thank you

Anda mungkin juga menyukai