Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN MATERNITAS

“TEORI MADELEINE LEININGER”


TEORI KONSEP MODEL YANG BERHUBUNGAN DENGAN
MATERNITAS

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 11

Leny Adifa P07220218009

Nasha Novita P07220218021

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat
juga Ridhonya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“KONSEP DASAR IBU PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) SEPERTI
GONORHOE, CLAMIDIA, DAN CONDILOMA AKUMINATA” dengan tepat
waktu. Semoga makalah ini dapat menjadi pemenuh tanggung jawab atas tugas yang
diberikan oleh bapak/ibu dosen mata kuliah Keperawatan Maternitas Sarjana Terapan
Keperawatan tingkat II, selain dari pada itu penyusun juga berharap bahwa makalah
ini dapat memberikan manfaat dalam membantu melengkapi wawasan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penyusun sampaikan kepada dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Maternitas, juga kepada rekan sejawat yang
telah membantu dalam proses pengerjaan sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini penyusun akui masih banyak menyimpan kekurangan karena


pengalaman yang belum sepenuhnya mendukung. Oleh karena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk dapat memberikan masukan yang bersifat membangun
untuk perbaikan karya tulis penyusun.

Samarinda, 11 Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................

A. Latar Belakang ........................................................................................................


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................
C. Tujuan .....................................................................................................................
D. Sistematika penulisan..............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................

A. Gonorhoe.................................................................................................................
B. Clamidia ..................................................................................................................
C. Condiloma Akuminata ............................................................................................

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................

A. Kesimpulan .............................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................


DAFTAR GAMBAR

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit menular seksual adalah bagian dari infeksi saluran reproduksi (ISR)
yang disebabkan oleh kuman seperti jamur, virus dan parasite yang masuk dan
berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free sex (Kumalasari dan
Andhyantoro, 2012).
Infeksi menular seksual (IMS) terdapat 2 macam gejala salah satunya ditandai
dengan keluarnya cairan berupa nanah dari alat kelamin, yaitu gonore, urethritis atau
servisitis atau non spesifik, kandidiasis dan trikomonas dan IMS yang berikutnya
ditandai denngan adanya luka atau koreng di alat kelamin yaitu sifilis, ulkus molle,
limpogranuloma venerium, granuloma dan herpes genetalis (Depkes RI 2007).
WHO pada tahun 2001 memperkirakan penderita IMS diseluruh dunia sebanyak
340 jta orang. Sebagian besar penderita berada di Asia Selatan dan Asia Tenggara yaitu
sebanyak 151 juta, diikuti Afrika sekitar 70 juta dan yang terendah adalah Australia dan
Selandia baru sebanyak satu juta penderita. Semakin lama jumlah penderita IMS semakin
meningkat dan penyebarannya semakin merata di seluruh dunia. WHO memperkirakan
morbiditas IMS di seluruh dunia sebesar kurang lebih 250 juta orang setiap tahunnya.
Di Indonesia, berdasarkan Lapora Survei Terpadu dan Biologis Perilaku (STBP)
oleh kementrian Kesehatan RI, (2011) pravelensi Infeksi Menular Seksual (IMS) pada
tahun 2011 dimana infeksi gonore dan klamidia sebesar 37% dan sifilis 44%. Pada kasus
HIV/AIDS selama depapan tahun terakhir mulai dari tahun 2005-2012 menunjukkan
adanya peningkatan. Kasus baru infeksi HIV meningkat dari 859 kasus pada tahun 2005
menjadi 12.511 kasus, tahun 2012 kasus baru AIDS meningkat 2.639 menjadi 5.686
kasus (Kemenkes RI, 2012).
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka didapatkan rumusan masalah sebagai


berikut : “Konsep Dasar Ibu Penyakit Menular Seksual (Pms) Seperti Gonorhoe,
Clamidia, Dan Condiloma Akuminata?”

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Maternitas pada
penyakit IMS.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai media pembelajaran mahasiswa
b. Mahasiswa mampu mengiplementasikan materi dengan baik.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
1. Cover yang terdiri dari judul, nama penyusun dan identitas institusi.
2. Kata pengantar yang berisi kalimat sambutan.
3. Daftar isi yang berisi sub bab dan halaman.
4. Daftar gambar yang berisi halaman gambar pada makalah.
5. Bab 1 pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan
sistematika penulisan.
6. Bab 2 pembahasan yang terdiri dari defines, etiologi, manifestasi klinis dan asuhan
keperawatan.
7. Bab 3 penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
8. Daftar pustaka
BAB II
PEMBAHASAN

A. MADELEINE LEININGER
Madeleine lahir di Sutton, Nebraska pada 13 Juli 1925, di sebuah lahan pertanian hidup
dengan empat saudara laki-laki dan seorang saudari.
Tahun 1945, dia bersama saudarinya menjadi kadet di korps perawat dan mengambil program
diploma di sekolah perawat St. Anthony, Denver. Hal yang juga mendorong dia menjadi seorang
perawat di karenakan salah satu bibinya menderita penyakit jantung bawaan, dia ingin membuat suatu
perbedaan dalam kehidupan manusia, khususnya di bidang perawatan.
Tahun 1948, menyelesaikan diploma keperawatan.
Tahun 1950, menerima gelar sarjana dalam ilmu biologi, ilmu filsafat dan humaniora
dariBenedictine College di Atchison, Kansas. Membuka pelayanan keperawatan dan program
pendidikan jiwa di Creighton University di Omaha , Nebraska.
Tahun 1953, Menerima gelar master dalam ilmu keperawatan dari University chatolik of
America, di Washington DC, pindah ke Cincinnati dan memulai program pendidikan jiwa pertama di
Amerika.
Tahun antara 1954-1960, menjadi professor keperawatan dan direktur program pasca sarjana di
Universitas Cincinnati. Juga menerbitkan buku tentang keperawatan psikiatrik, di sebut Konsep Dasar
Keperawatan Jiwa, dalam sebelas bahasa dan digunakan di seluruh dunia.
Tahun 1965, Madeleine menjadi perawat pertama mendapat gelar Ph.D dalam antropologi, di
Washington University. sebagai bagian dari proses beliau mencari penyelesaian masalah tidak cukup
adekuat intervensi kejiwaan tradisional menjawab kebutuhan anak-anak dengan latar belakang budaya
yang berbeda-beda.
Tahun 1966, di tunjuk sebagai professor keperawatan dan antropologi di University of
Colorado, di mana untuk pertama kalinya perawatan transkultural di perkenalakan di dunia
keperawatan.
Tahun 1969-1974, sebagai dekan,professor keperawatan dan dosen antropologi di University
Of Washington school of Nursing.
Tahun 1974-1980, menjabat sebagai dekan dan professor Utah University dan membuka
program pertama untuk master dan doktoral transkultural keperawatan.
Tahun 1981, professor dan direktur pusat penelitian kesehatan di Wayne State University. Saat
berkarya di sini Madeleine mendapat beberapa penghargaan, antara lain :
– Penghargaan bergengsi dari Presiden dalam keunggulan dalam mengajar.
– The Board of Governor’s Distinguished Faculty Award.
– Gershenson’s Research Fellowship Award.
– Tahun 1990, di angkat sebagai “the Women in Science Award” oleh California State
University.

Tahun 1991, sebagai seoarang ahli teori keperawatan beliau menerbitkan teorinya
tentang perawatan keanekaragaman budaya dan universal dan menciptakan istilah “culturally
congruent care’ sebagai tujuan dari teorinya. Teori ini diuraikan dalam buku keanekaragaman
budaya perawatan dan universal. Mengembangkan metode Ethnonursing dan melakukan
penelitian di lapangan dengan membaur hidup bersama suku Gadsup di dataran tinggi Timur di
New Guinea tentang perawatn transkultural.
Sepanjang karianya sebagai perawat terlebih ahli dalam teori keperawatan mulai
mengadakan sertifikasi gelar perawatan transkultural dan telah mendirikan organisasi
organisasi professional termasuk perawatan transkultural Masyarakat pada tahun 1974, asosiasi
perawatan manusia internasional pada tahun1978 dan menjabat sebagai presiden secara penuh
pertama dari American Association of Colleges of Nursing. Mendirikan dan menjabat editor
pertama dari Journal of Transkultural Nursing pada tahun 1989-1995. Penghargaan terakhir
yang di terima adalah anugerah Lifetime Achievement Award untuk kualitatif metodologi.

Dr. Madeleine Leininger adalah Guru besar yang terkenal di seluruh dunia, penulis,
pengembang teori, penelitidan pembicara publik. Menjadi professor dari sekitar 70 perguruan
tinggi, menulis 25 buku dan menerbitkan lebih dari 220 artikel yang sekarang bisa kita lihat
sebagai arsip di Wayne State University digunakan juga sebagai bahan penelitian.Memberikan
lebih dari 850 kuliah umum di seluruh dunia dan telah mengembangkan software sendiri untuk
perawat. Bidang keahliannya adalah keperawatan transkultural, perawatan manusia komparatif,
teori perawatan budaya, budaya di bidang keperawatan dan kesehatan, antropologi dan masa
depan dunia keperawatan. Magnificent Achievement.

B. TEORI TRANSKULTURAL
1. Pengertian Teori
Teori ini di gagas pertama kali oleh madeleine Leininger yang di inspirasi
oleh pengalaman dirinya sewaktu bekerja sebagai perawat spesialis anak di Midwestern
United States pada tahun 1950. Saat itu ia melihat adanya perbedaan perilaku di antara
anak yang berasal dari budaya yang berbeda. Fenomena ini membuat leininger
menelaah kembali profesi keperawatan. Ia mengidentifikasi bahwa pengetahuan
perawat untuk memahami budaya anak dalam layanan keperawatan ternyata masih
kurang.
Pada tahun 1960, leinger pertama kali menggunakan kata transclutural
nursingethnonursing, dancross-cultural nursing. Akhirnya, pada tahun 1985,
leininger memublikasikan teory nya untuk pertama kali, sedangkan ide-ide dan
teoriny sudah di presentasikan pada tahun 1988. Teory leininger kemudian di sebut
sebagai cultural care dieversity and universality. tetapi para ahli lebih sering
menyebutnya transcultural nursing theory atau teori keperawatan transcultural.
Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik
individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya
culture shock maupun culture imposition.Cultural shock terjadi saat pihak luar
(perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok
budaya tertentu (klien) sedangkan culture imposition adalah kecenderungan tenaga
kesehatan (perawat), baik secara diam-diam mauoun terang-terangan memaksakan
nilai-nilai budaya, keyakinan, Dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya pda individu,
keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya
lebih tinggi dari pada budaya kelompok lain.

Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat
pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.

Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses


belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai
budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan
asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia
(Leininger, 2002).
Teory keperawatan transkultural matahari terbit, sehinnga di sebut
juga sebagai sunrise modelmatahari terbit (sunrise model ) ini melambangkan esensi
keperawatan dalam transkultural yang menjelaskan bahwa sebelum memberikan
asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok, komunitas,
lembaga), perawat terlebih dahulu harus mempunyai pengetahuan mengenai
pandangan dunia (worldview) tentang dimensi dan budaya serta struktur sosial yang,
bersyarat dalam lingkungan yang sempit.

2. Konsep dalam Transkultural Nursing


a. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari,
dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil
keputusan.
b. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkanatau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu danmelandasi
tindakan dan keputusan.
c. Perbedaan budaya Dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yangoptimal dari
pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinanvariasi pendekatan
keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhanbudaya yang menghargai
nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakantermasuk kepekaan terhadap
lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi
(Leininger, 1985).
d. Etnosentris, diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain. adalah persepsi
yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang
terbaik.
e. Etnis, berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
f. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan
asal muasal manusia.
g. Etnografi, adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang
tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk
mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik
diantara keduanya.
h. Care, adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhi kebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan
kualitas kehidupan manusia.
i. Caring, adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,mendukung
dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
j. Cultural Care, berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui
nilai,kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung
atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan
mencapai kematian dengan damai.
k. Culturtal imposition, berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lainkarena percaya
bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

3. Tiga Prinsip Asuhan Keperawatan


a. Culture care preservation/maintenance, yaitu prinsip membantu, memfasilitasi,
atau memperhatikan fenomena budaya guna membantu individu
menentukan tingkat kesehatan dan gaya hidup yang di inginkan.
b. Culture care accommodation/negotiation, yaitu prisip membantu,
memfasilitasi, atau memperhatikan fenomena budaya, yang merefleksikan
cara-cara untuk beradaptasi,atau bernegosiasi atau mempertimbangkan kondisi
kesehatan dan gaya hidup individu atau klien.
c. Culture care repatterning/restructuring,yaitu :prinsip merekonstruksiatau
mengubah desain untuk membantu memperbaiki kondisi kesehatan dan pola hidup
klien kearah lebih baik.

4. Paradigma Transkultural Nursing


Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara
pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral
keperawatan (Andrew and Boyle, 1995), yaitu :
a. Manusia,
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan
pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk
mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and
Davidhizar, 1995).

b. Sehat-Sakit
Menurut Leininger dalam Sutria (2013), kesehatan adalah keseluruhan aktivitas
yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat-sakit.
Sedangkan kesehatan/sehat-sakit dalam perspektif transcultural nursing diartikan
dalam konteks budaya masing-masing, pandangan masyarakat tentang kesehatan
spesifik bergantung pada kelompok kebudayaannya, demikian juga teknologi dan
nonteknologi pelayanan kesehatan yang diterima bergantung pada budaya nilai dan
kepercayaan yang dianutnya. Persepsi sehat-sakit ini meliputi persepsi individu
maupun kelompok.

c. Lingkungan
Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik
adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa,
pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang
hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan
sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas.
Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan
yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan
bentuk dan simbol yangmenyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu
seperti musik, seni, iwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.

d. Keperawatan.
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integrasi dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada
individu, keluarga, dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh
aspek kehidupan manusia. (Sutria, 2013).

5. Proses Keperawatan Transkultural


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise Model).
a. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar,
1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise Model”
yaitu :
a. Faktor Teknologi (Technological Factors)
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan manusia untuk memilih
atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan.
Berkaitan dengan pemanfaatan teknologi kesehatan, maka perawat perlu
mengkaji berupa: persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi
untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini, alasan mencari bantuan
kesehatan, persepsi sehat-sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan. Alasan klien tidak mau operasi dan klien memilih pengobatan
alternatif. Klien mengikuti tes laboratorium darah dan memahami makna hasil
tes tersebut. (Sutria, 2013)
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yangamat realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawatadalah : agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan
dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : namalengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, danhubungan klien dengan kepala
keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkanoleh penganut
budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu
kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait.
Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :posisi dan jabatan yang dipegang oleh
kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang
dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segalasesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhankeperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikajipada tahap ini adalah : peraturan
dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga
yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang
harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya
pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain
misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota
keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. Latar belakang
pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan
formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien
biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut
dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan
klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat
dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995).
Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu :
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
b. Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
c. Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
c. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi
yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :
a. Cultural care preservation/maintenance
a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi
b) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural care accomodation/negotiation
a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan
pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
c. Cultural care repartening/reconstruction
 Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya.
 Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
 Gunakan pihak ketiga bila perlu.
 Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami
oleh klien dan keluarga..
 Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing masing melalui proses
akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan
memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan
timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan
hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

d. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak
sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

C. TEORI TRASNKULTURAL BERHUBUNGAN DENGAN MATERNITAS


Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah
posisi dan jabatan misalnya ketua adat atau direktur, bahasa yang digunakan, bahasa non verbal
yang ditunjukkan klien, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan pantang
berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang biasa dimanfaatkan dan persepsi sakit
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, misalnya sakit apabila sudah tergeletak dan tidak dapat
ke sekolah atau ke kantor. (Sutria, 2013).
Di Indonesia, masih banyak ibu yang menganggap bahwa kehamilan merupakan hal
yang biasa, alamiah dan kodrati atau suatu hal yang wajar, sehingga tidak memerlukan ante
natal care atau memeriksakan dirinya secara rutin ke petugas kesehatan. Permasalahan lain
yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena
adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan.
Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang, ditambah lagi dengan pantangan
terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya
akan berdampak negatif bagi kesehatan ibu dan janin. Tak heran jika anemia dan kurang gizi
pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan. (Maas, 2004).
Hasil penelitian di Jepara, menunjukkan bahwa perilaku yang kurang mendukung
selama masa nifas yaitu pantang makanan tertentu yang lebih dikaitkan dengan si bayi antara
lain agar ASI tidak berbau amis antara lain daging dan ikan laut. Kebiasaan kurang baik lainnya
yang masih ada yaitu bayi digedhong atau membungkus bayi dengan jarik (kain batik
pelengkap busana kebaya) agar bayi hangat dan diam. Bila hal ini dilakukan terus menerus
akan berpengaruh pada aktivitas bayi dan pertumbuhan tulangnya. (Suryawati, 2007).

a. Kemampuan Kesembuhan Ibu post partum dengan nilai Budaya


Seksio sesarea adalah suatu prosedur tindakan pembedahan untuk mengeluarkan
bayi dari abdomen dengan melakukan insisi pada abdomen dan uterus ibu (Lowdermilk,
Perry & Bobak, 2005). Pertolongan persalinan melalui tindakan pembedahan atau
seksio sesarea dapat menimbulkan komplikasi fisik dan psikosial pada ibu nifas,
meskipun tindakan seksio sesarea merupakan tindakan yang paling aman dibandingkan
dengan tindakan bantuan persalinan yang lain, namun tidak berarti tindakan seksio
bebas dari risiko dan komplikasi yang menyertai (Pilliteri, 2003), termasuk tingkat
ketergantungannya terhadap bantuan orang lain.
Camberlain (2005), menjelaskan bahwa budaya menggambarkan nilai, norma

dan tradisi yang mempengaruhi persepsi, pemikiran, interaksi dan pembuatan

keputusan individu tentang suatu hal. Individu yang terlahir dalam lingkungan

kompetensi budaya yang baik akan dapat mengembangkan kompetensi budaya untuk

dirinya, keterampilan budaya digambarkan sebagai kemampuan menjadi contoh,

menyediakan waktu sebanyak mungkin untuk memahami budaya orang lain.

Pemahaman tentang kompetensi budaya dapat diaplikasikan pada semua area

termasuk keperawatan.

Pada dasarnya perilaku dan ritual budaya yang mendukung tidak bertentangan

dengan kesehatan diperbolehkan sebagai suatu keragaman budaya yang mewarnai

tahapan kehidupan wanita pada masa kehamilan, persalinan dan nifas. Studi

fenomenologi Hodikoh (2011), tentang nilai budaya dan kebiasaan ibu pascaseksio
sesarea menyatakan ada lima tema, yaitu 1) pandangan ibu terhadap persalinan operasi

seksio merupakan persalinan yang tidak normal, 2) pantangan makanan dan perilaku

selama masa nifas yang dianut sesuai dengan nilai budaya yang mendominasi ibu

pascaseksio selama nifas, 3) anjuran makanan dan perilaku yang harus diikuti tentang

perawatan pascaseksio sesuai dengan nilai budaya yang mendominasi ibu, 4)

kebutuhan informasi dan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan perawatan

bayi pada ibu pascaseksio dan 5) ibu pascaseksio lebih tergantung pada keluarga untuk

merawat ibu dan bayinya.

Faktor yang mempengaruhi status fungsional ibu pascapartum antara lain; 1)

paritas, 2) kesehatan selama hamil, 3) lama dan jenis persalinan, 4) temperamen bayi, 5)

metode pemberian makanan bayi, 6) status pendidikan dan social ekonomi, 7)

kepuasan terhadap perilaku keibuan dan peran sebagai ibu, dan 8) besarnya dukungan

sosial (May & Mahlmeister, 2003). Peran perawat dalam memfasilitasi kompetensi ibu

untuk mencapai rasa percaya diri menjalani perannya sebagai ibu dan

mengesampingkan egonya untuk kepentingan bayinya (Lowdermilk, Perry & Bobak,

1999).

Menurut penelitian Atik Hodikoh (2015) menyatakan bahwa nilai budaya dan

pandangan masyarakat berhubungan erat dengan kemampuan ibu dalam merawat diri

dan merawat bayinya. Sesuai dengan peran perawat sebagai fasilitator, edukator,

konselor dan mitra bagi ibu, seyogianya dapat memfasilitasi ibu pascaseksio mencapai

peran yang diharapkan sebagai ibu. Keluarga sebagai sistem pendukung utama dan

masyarakat sebagai satu kesatuan system termasuk didalamnya nilai dan praktik

budaya memungkinkan asuhan keperawatan diberikan secara holistic dan

komprehensif.
b. Mitos di masyarakat seputar kehamilan
Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu mulai waktu menstruasi terakhir
dan kelahiran (38 minggu dari pembuahan) (Pieter, 2010: 218). Kesehatan selama
kehamilan dipengaruhi oleh banyak factor. Salah satunya adalah mitos-mitos seputar
kehamilan. Mitos merupakan suatu keyakinan yang belum tentu benar dari
kebenarannya. Mitos kehamilan masih banyak ditemukan di Indonesia sesuai dengan
adat istiadat daerahnya. Mitos yang berkembang di Kalimantan pasti berbeda dengan
mitos yang berkembang di pulau Jawa. Perbedaan mitos inilah akhirnya menjadi latar
belakang dalam penelitian khususnya bidang kesehatan dalam melaksanakan program
bidang kesehatan ibu dan anak. Beberapa penelitian yang dilakukan menghasilkan
temuan bahwa masyarakat Indonesia masih kental dengan hal-hal yang bersifat
supranatural atau mistik.
Kesehatan selama kehamilan dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya
adalah mitos-mitos seputar kehamilan. Definisi mitos adalah cerita tentang asal mula
terjadinya dunia seperti sekarang ini, cerita tentang alam peristiwa-peristiwanya
sebelum atau di belakang alam duniawi yang kita hadapi ini. Cerita-cerita itu menurut
kapercayaan sungguh- sungguh terjadi, dalam arti tertentu disebut dengan keramat.
Definisi lain, mitos kehamilan adalah satu cerita, pendapat atau anggapan dalam sebuah
kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu perkara yang pernah
berlaku pada suatu masa dahulu, yang kebenarannya belum tentu benar adanya
(Soekadijo, 2011).
Macam-macam mitos kehamilan yang dikutip dari Nirwana (2011):
1) Denyut jantung rendah, berarti bayi yang dikandung laki-laki. Fakta:
pernyataan ini salah, bila denyut jantung bayi kurang dari 140 bunyi per
menit (BPM), menurut mitos bayinya laki-laki. Denyut jantung perempuan
biasanya lebih cepat dibanding laki-laki tetapi hanya setelah kelahiran. Tidak
ada bedanya antara denyut jantung janin laki-laki dan perempuan, tetapi
kecepatannya bervariasi, sesuai dengan usia kandungan. Sekitar lima minggu
kehamilan denyut jantung janin mendekati denyut jantung ibunya, yaitu
sekitar 80 sampai 85 BPM. Denyut ini bertambah cepat sampai minggu
kesembilan kehamilan, yaitu 170-200 BPM, lalu menurun pada pertengahan
kehamilan sampai 120-160 BPM, baik janin laki-laki atau perempuan.
2) Kelebihan berat kandungan. Fakta: tidak benar, jika mitos menyebutkan bila
berat pada kandungan bagian depan berarti bayinya perempuan, dan berat
kandungan disekitar pinggul dan bokong berarti bayi laki-laki. Bila wanita
memiliki batang tubuh yang pendek, tidak ada ruang bayi untuk tumbuh.
Batang tubuh yang panjang dapat memberikan ruang untuk mengakomodasi
bayi, membuat perut ibu menonjol keluar. Perut dalam kandungan yang
melebar berarti bayi sedang dalam posisi menyamping.
3) Putting berwarna gelap berarti mengandung bayi laki-laki. Fakta: ini
hanyalah sebuah mitos, perubahan warna puting susu tidak ada hubungannya
dengan jenis kelamin janin. Perubahan warna tersebut karena pengaruh
meningkatnya progesteron dan melanocyte, hormon yang mengatur
pigmentasi kulit. Putting susu, bercak tahi lalat atau yang lainnya akan
menjadi semakin gelap saat kehamilan. Warna gelap akan hilang sewaktu
proses kelahiran tiba.

Mitos kehamilan berkaitan dengan makanan yang dilarang dan dianjurkan untuk
ibu hamil dimana dilarang daging kambing, ikan laut akan sangat merugikan
bagi ibu hamil, dimana pada ikan laut maupun daging mempunyai nilai gizi
protein yang tinggi. Fungsi Protein adalah membantu membentuk sel-sel baru
dan meningkatkan daya imunitas (Proverawati, 2009). Ibu hamil boleh
mengkonsumsi buah nanas, stroberi karena kedua buah ini banyak mengandung
vitamin C (asam askorbat) kadar tinggi. Makanan yang kaya vitamin C juga
membantu penyerapan zat besi dalam tubuh. Namun apabila kelebihan akan
menyebabkan asam lambung meningkat, sedangkan perubahan fisiologis ibu
hamil salah satunya meningnya asam lambung. Maka jika sudah demikian,
mengkonsumsi buah dengan kandungan vitamin C tinggi perlu dibatasi. Begitu
juga mengkonsumsi makan yang pedas. Wanita hamil dianjurkan minum minyak
kelapa (satu sendok makan perhari) menjelang kelahiran dan minum air kelapa
yang banyak sangat tidak berkaitan dengan proses persalinan. Semua unsur
makanan akan pecah dalam usus halus menjadi asam amino, glukosa, asam
lemak, dan lain-lain agar mudah diserap oleh usus. Namun kelancaran proses
persalinan dipengaruhi oleh 5 P meliputi : power (tenaga mengejan ibu),
passanger (janin), passage (jalan lahir), psikis (mental dan kesiapan ibu) dan
paramedis.

Menurut Muhamad Rofi’I (2013), perawat harus dapat memberikan dukungan

perilaku atau kebiasaan yang tidak bertentangan dengan kesehatan, dan

perawat harus mencegah perilaku atau kebiasaan yang bertentangan dengan

kesehatan. Perawat harus memberikan pendidikan kesehatan selama ibu hamil,

agar mempunyai perilaku yang adaptif sehingga memberikan keselamatan bagi

ibu dan bayi yang akan dilahirkan.

Menurut penelitian Ida Untari (2015) Mitos kehamilan berkaitan dengan


perubahan anatomi dan fisiologi ibu hamil, makanan yang dilarang dan
dianjurkan dan berkaitan dengan tingkah laku/psikis ibu hamil masih sangat
lekat dan dipercaya oleh ibu ibu hamil di desa Sumber Sambi Boyolali.

c. Faktor Nilai Budaya dengan Kunjungan Antenatal Care


Memnurut Penelitian Aviati Faradhika (2018), pada ibu yang mempunyai nilai
budaya dan gaya hidup psitif cenderung melakukan kunjungan antenatal care dan
yang negative cenderung tidak mematuhi jadwal kunjungan antenatal carenya
selama masa kehamilan. Statistic menunjukkan ada hubuungan yang signifikan
antara factor nilai budaya dan gaya hidup dengan kunjungan antenatal care. Masih
banyak ibu yang mempercayai beberapa keyakinan yang salah terhadap masa
kehamilan.
Nilai budaya dan gaya hidup yang negatif adalah kepercayaan yang tidak mengaah
atau mengacu pada kesehatan (Yunitasari, Pradanie dan Susilawati, 2016). Nilai
negatfi yang ada antara lain adalah tidak memeriksakan kehamilan jika dirasa tidak
ada keluhan.
Who menyatakan bahwa budaya atau kepercayaan sering diperoleh dari orang tua,
kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan tersebut berdasarkan
keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu (Notoatmojo, 2007).
Leinenger berpendapat bahwa manusia cenderung untuk mempertahankan
kebudayaannya walaupun hal itu kurang baik.
Pada dasarnya kebudayaan dalam suatu daerah terbentuk pada kebiasaan hidup yang
terdapat dalam suatu lingkungan masyarakat, yang pada akhirnya kebiasaan yang
telah banyak dicontoh oleh sebagian besar masyarakat tersebut akan mempengaruhi
pandangan dan perilaku seseorang terhadap suatu fenomena yang ada. Sehingga
apabila seseorang menganut kebudayaan positf, seperti misalnya pemeriksaan
antenatal care, maka akan mendorong perilaku yang positif juga.
BAB III

PENUTUP

a. KESIMPULAN
Infeksi menular seksual (IMS) terdapat 2 macam gejala salah satunya ditandai
dengan keluarnya cairan berupa nanah dari alat kelamin, yaitu gonore, urethritis atau
servisitis atau non spesifik, kandidiasis dan trikomonas dan IMS yang berikutnya
ditandai denngan adanya luka atau koreng di alat kelamin yaitu sifilis, ulkus molle,
limpogranuloma venerium, granuloma dan herpes genetalis (Depkes RI 2007).

b. SARAN
Sebagai seorang kesehatan masyarakat,dalam menyikapi kasus seperti ini,kita
harus memberikan masukan atau penyuluhan kepada mereka yang telah terinfeksi
penyakit menular tersebut.kita tidak perlu menjauhi mereka.yang seharusnya kita lakukan
adalah memberi dukungan moral dan pendidikan kesehatan serta penyuluhan kepada
mereka karena penyakit klamidia ini masih bisa diobati.selain itu,memberikan
penyuluhan juga kepada para remaja tentang pentingnya menjaga organ reproduksi serta
dampak dan bahaya nya jika melakukan seks bebas, selain itu,untuk diri sendiri atau
untuk individu,harus berhati-hati lagi dalam menghadapi kemajuan budaya,modernisasi
yang terus berkembang serta teknologi sekarang yang jelas lebih mempermudah dalam
hal seks bebas.dan sebaiknya hindari untuk berganti ganti pasangan karena penyakit
infeksi menular seksual lebih mudah penularannya melalui hubungan seksual.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai