Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN AKHIR

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)

Oleh:

Lisa Aprilia Obay, S.Kep


NIM 212311101030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
OKXFSKN XBNMKERORKN GKNGGRKN IBCR]REKN
AZ]ASKEK] MKN ]AMRS
Z]KZB IBXBSKWK]KN MKZKS XSF@BZA (IMX)

Fobe

Oisk Kprioik Fcky,


Z.Ibp NAD
3;33;;;8;838

IBDBN]BSAKN SAZB], ]BINFOFGA MKN XBNMAMAIKN ]ANGGA

RNAPBSZA]KZ LBDCBS

@KIRO]KZ IBXBSKWK]KN

XSFGSKD Z]RMA XBNMAMAIKN XSF@BZA NBSZ

383;
OBDCKS XBNGBZKEKN
OKXFSKN KIEAS Z]KZ IBXBSWK]KN MKZKS XSF@BZA

Laporan Akhir Pembelajaran Stase Keperawatan Dasar Profesi (KDP) Pada Program Studi Penndidikan
Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Jember Yang Disusun Oleh

Nama : Lisa Aprilia Oba, S.Kep


NIM : 212311101030

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembiming pada


Hari : Jumat
Tanggal : 24 Desember 2021

Mengetahui

koordinator program studi PJMK

Ns. Erti Ikhtiarii Dewi, M.Kep. Sp.,Kep.J Ns. DickyEndrian Kurniawan, Mkep.
NIP. 1981 1028 200604 2 002 NRP. 760016846

Menyutujui
Wakil Dekan 1

Ns. Anisah Ardiana, M. Kep., Ph. D.


NIP. 19800417 200604 2 002

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn ]imur 3


La oran Pendahuluan Gan uan Istirahat dan Tidur 3
LEMBAR PENGESAHAN
iaronae‹ szueEiasanns zunisc

Laporan Pembelajaran Luring S&e Kepwawatan Dasar PtoCnsi (KDP) pada


Pogram Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Jembcr
yang disusun oleh :

Nama : Lisa Aprilia


Obay NIM :
212311101030

Telah dipcriksa dam disahkan oleh pembirribing pada :


Hari g$
Tanggal

Jcmbcr,

TIM PEMBIMBING

Ptmbimbing Akedemik, Pnmbimb KJinik(c9,


in

**** in K h
D
J9800I 122009 J 22002 NP. $olll@@âOl@$|

KGpala Ruang,
Scanned with CamScanner
OKXFSKN XBNMKERORKN IBCR]REKN AZ]ASKEK] ]AMRS

]ANLKRKN ]BFSA

K. MB@ANAZA GKNGGRKN AZ]ASKEK] ]AMRS


Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis,
yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.
Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi menentukan tingkat kesehatan dan
posisi pada rentang sehat-sakit (Potter & Perry, 2005). Salah satu kebutuhan dasar
yang harus dipenuhi oleh setiap individu yaitu istirahat dan tidur. Istirahat dan
tidur yang cukup, akan membuat tubuh dapat berfungsi secara optimal. Manusia
menggunakan sepertiga waktu dalam hidup untuk tidur. Istirahat merupakan
suatu keadaan tenang, relaks tanpa stress emosional, dan bebas dari ansietas.
Istirahat adalah suatu keadaan di mana kegiatan jasmaniah menurun yang
berakibat badan menjadi lebih segar. Sedangkan tidur adalah suatu keadaan
relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan
urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan
otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto, 2006).

Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau


berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola
istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup
yang diinginkannya. Sedangkan insomia adalah gangguan pada kuantitas dan
kualitas tidur yang menghambat fungsi (Herdman, 2012). Pada individu yang
mengalami gangguan pola tidur dapat ditunjukkan dengan kondisi yang
memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang, gelisah, lesu, apatis, kehitaman
di sekitar mata, konjungtiva merah, mata perih, konsentrasi terpecah, sakit kepala
dan sering mengantuk (Hidayat, 2006).

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 3


Kebutuhan tidur menurut usia (Hidayat, 2006) :

Rdur Ibcutuekn ]imur


0-1 bulan 14 ‚ 18 jam/hari
1-18 bulan 12 ‚ 14 jam/hari
18 bulan ‚ 3 tahun 11 ‚ 12 jam/hari
3 ‚ 6 tahun 11 jam/hari
6 ‚ 12 tahun
12 ‚ 18 tahun
18 ‚ 40 tahun 10 jam/hari
40 ‚ 60 tahun 60 tahun ke atas 8,5 jam/hari
7 ‚ 8 jam/hari
7 jam/hari
6 jam/hari

C. DKJKD-DKJKD GKNGGRKN ]AMRS


Ganguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak diobati, umunya
menyebabkan tidur terganggu yang menghasilkan salah satu dari tiga masalah
insomnia yaitu : gerakan abnormal atau sensasi saat tidur atau ketik terbangun di
malam hari, atau kantuk yang berlebihan di siang hari (Maslow, 2005). Menurut
Remelda (2008) terdapat beberapa gangguan tidur antaralain:
a. Insomnia
Insomnia adalah gejala yang dialami klien ketika mereka mengalami
kesulitan tidur kronis, sering terbangun dari tidur, dan atau tidur pendek atau
tidur non retoratif. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Umumnya ditemui pada individu dewasa.
Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena faktor mental seperti
perasaan gundah dan gelisah. Ada tiga jenis insomnia yaitu Initial insomnia
adalah kesulitan untuk memulai tidur, Intermitten insomnia adalah kesulitan
untuk tetap tertidur karena seringnya terjaga, terminal insomnia adalah
bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali.

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 3


b. Parasomnia
Adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat seseorang
tidur, dan bisanya terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Misalnya
tidur berjalan, mengigau, teror malam, mimpi buruk, nokturnal, enuresis
(mengompol), badan goyang, dan bruksisme (gigi bergemeretak).
c. Hipersomnia
Adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan terutama pada
siang hari.
d. Narkolepsi
Gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada
siang hari. Seseorang dengan narkolepsi sering mengalami mimpi seperti
nyata yang terjadi ketika seseorang tertidur. Mimpi-mimpi ini sulit
dibedakan dari kenyataan. Kelumpuhan tidur, perasaan tidak mampu
bergerak, atau berbicara sesaat sebelum bagun atau tidur adalah gejala
lainnya.
e. Apnea saat Tidur dan Mendengkur
Merupakan gangguan yang ditandai oleh kurangnya aliran udara melalui
hidung dan mulut untuk periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Ada tiga
jenis tidur apnea yaitu : apnea sentral, obstruktif, dan campuran. Bentuk yang
paling umum adalah apnea obstruktif atau Obstruktif Sleep Apnea (OSA).
OSA terjadi ketika otot atau struktur dari rongga mulut atau tenggorakan
mengalami relaksasi saat tidur. Saluran napas tersumbat sebagian atau
seluruhnya, mengurangi aliran udara hidung (hiponea) atau
menghentikannya (apnea) selama 30 detik.
f. Mengigau
Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur REM.

J. KNK]FDA @AZAFOFGA GKNGGRKN ]AMRS


Tidur berasal dari beberapa proses dalam otak yang meliputi beberapa
sirkuit neural yang saling berhubungan satu sama lain, serta meliputi beberapa

neurotransmitter yang saling mempengaruhi satu sama lain. Berikut dibawah ini

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 4


merupakan area-area di otak yang berperan dalam siklus tidur-bangun (Posner,
2007, Blumenfeld, 2002, Shneerson, 2005, Aminoff, 2008).

a. Ascending Reticular Activating System (ARAS)


ARAS merupakan sistem saraf pusat yang berfungsi sebagai promotor dari
proses tidur-bangun. Bagian ini terletak di formatio retikularis di batang otak
yang terdiri atas beberapa kelompok sel dan nukleus serta sejumlah besar
interneuron serta traktus ascenden dan descenden yang saling berhubungan
satu sama lain. Sebagian besar dari formatio retikularis terletak di sentral
atau tegmentum dari pons dan mesencephalon serta memanjang sampai
medula, hipothalamus dan thalamus. Struktur ini dipengaruhi oleh GABA
yang disekresi oleh sebagian besar sinapsnya, serta dipengaruhi oleh input
sensoris yang masuk melalui batang otak baik stimulus yang berasal dari
sistem sensoris,motorik maupun saraf kranial.

b. Ventromedial Preoptic Nuclei (VMPO)


Nukleus ini berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan modifikasi fungsi
tidur-bangun (Shneerson, 2005).

c. Nukleus Dorsomedial
Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler serta memberikan

proyeksi ke nukleus paraventrikuler dan nukleus perifornikal dan berperan

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 2


dalam inhibisi VLPO, pengaturan suhu tubuh, perilaku makan dan
keterjagaan.

d. Sistem Mesolimbik

Sistem ini berasal dari area ventral dari tegmentum mesencephalon, serta
memiliki proyeksi ke area prefrontal dari korteks serebri dan sistem limbik
yang meliputi amigdala ,hipokampus serta nukleus retikularis thalami.
Sistem ini bersifat dopaminergik serta dapat menyebabkan keterjagaan
sebagai akibat dari stimulus yang didapat.

e. Sistem Limbik
Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun reaksi
emosional seseorang terhadap stimulus eksternal dan memori sehingga
menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area ‚ area yang

termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para-
hipokampalis, formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-frontal
di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada fase NREM tetapi aktif pada
saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di substansia grisea dari
periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja dari
saraf simpatis.

f. Neuron yang berkaitan dengan Amigdala ,Nukleus Accumbens dan Ventral


Putamen
Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam, beberapa dari mereka
bersifat GABA-ergik yang aktif saat fase 3 dan 4 NREM dan memberikan
proyeksi ke LDT/PPT, sedangkan yang lain mensekresi glutamat atau galanin
sebagai transmitter.

g. Nukleus Suprakhiasmatik (SCN)

Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme sirkadian serta sebagai


promotor bangun. Jika terjadi lesi pada bagian ini maka akan menimbulkan
rasa kantuk yang berlebihan (Shneerson, 2005).

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 6


h. Zona Subparaventrikuler
Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang berasal dari bagian ini
kemudian akan secara terintegrasi akan mempengaruhi ritme sirkadian,
temperatur (melalui VMPO),perilaku dan fungsi endokrin.

i. Area Preoptik Hipotalamus


Area ini terletak di anterior dari thalamus, dimana merupakan pusat
integrasi dari homeostasis dan ritme sirkadian. Area ini meliputi VLPO dan
VMPO yang letaknya berdekatan dengan SCN, dimana fungsi dari area ini
adalah sebagai reseptor osmotik penghasil arginin vasopressin (AVP)
(Shneerson, 2005).

j. Ventrolateral Preoptic Nuclei (VLPO)


Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel III, dekat

dengan nukleus VMPO. Nukleus-nukleus ini menghasilkan GABA dan


galanin yang berfungsi sebagai neurotransmitter penginhibisi nukleus yang
mengatur keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik meliputi locus
coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus tuberomamilary.
sehubungan dengan fungsinya yang mempengaruhi banyak kinerja nukleus,
maka VLPO berpotensi untuk menyebabkan reaktivasi dari pusat pencetus
tidur. Sebaliknya pula fungsi dari nukleus ini di inhibisi oleh sistem
Keterjagaan yang bersifat aminergik.

M. ]KEKXKN-]KEKXKN ]AMRS
Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus
tidur/terjaga umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam siklus
siang/malam. Selain siklus tidur/terjaga, tidur terjadi dalam tahapan yang
berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1 hingga
tahap 4 mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM-Non Rapid
Eye Movement) dan berkisar dari kedaan tidur sangat ringan di tahap 1 hingga
keadaan tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama tidur NREM, seseorang biasanya
mengalami penurunan suhu, denyut, tekanan darah, pernapasan, dan ketegangan

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 7


otot. Penurunan tuntutan fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan responsif,
baik secara fisiologi maupun psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata
cepat (REM-Rapid Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakterisasikan dengan
meningkatnya level aktivitas dibandingkan pada tahap NREM. Manfaat tidur
REM berkaitan dengan perbaikan dalam proses mental dan kesehatan emosi
(Tarwoto dan Wartonah, 2010).
a. Non Rapid Eye Movement (NREM) Terjadi kurang lebih 90 menit pertama
setelah tertidur. Terbagi menjadi empat tahapan yaitu:
;) Tahap I
Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur.
Berlangsung beberapa menit saja, dan gelombang otak menjadi lambat.
Tahap I ini ditandai dengan :
k) Mata menjadi kabur dan rileks.
c) Seluruh otot menjadi lemas.
j) Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan.
m) Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun.
b) EEG: penurunan Voltasi gelombang-gelombang Alfa.
`) Dapat terbangun dengan mudah.
g) Bila terbangun terasa sedang bermimpi

3) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Berlangsung

10-20 menit, semakin rileks, mudah terjaga, dan gelombang otak menjadi
lebih lambat. Tahap II ini ditandai dengan :
k) Kedua Bola mata berhenti bergerak.
c) Suhu tubuh menurun.
j) Tonus otot perlahan-lahan berkurang.
m) Tanda-tanda vital turun dengan jelas.
b) EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus / detik yang disebut
gelombang tidur.

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 5


3) Tahap III Merupakan awal tahap tidur nyenyak. Tahap ini berlangsung 15-30
menit. Tahap III ini ditandai dengan:
a) Relaksasi otot menyeluruh.
b) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.
c) EEG: perubahan gelombang Beta menjadi 1-2 siklus / detik.
d) Sulit dibangunkan dan digerakkan.

4) Tahap IV Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap ini
ditandai dengan :
a) Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan.
b) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam bangun
pagi.
c) Tonus Otot menurun (relaksasi total).

d) Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30 %.


e) EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekwensi 1-2
siklus/detik.
f) Gerak bola mata mulai meningkat.
g) Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta enuresis
(mengompol)

b. Rapid Eye Movement (REM) Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang
dewasa REM terjadi 20-25 % dari tidurnya.

Tahapan tidur REM ditandai dengan:


a) Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-tahap
sebelumnya.
b) Mimpi yang berwarna dan nyata muncul.
c) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dimulai.
d) Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
e) Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan pernapasan
yang berfluktuasi, serta peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi.
f) Metabolisme meningkat.

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 1


g) Lebih sulit dibangunkan.
h) Sekresi ambung meningkat.
i) Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata 20 menit.

Karakteristik tidur REM


a) Mata : Cepat tertutup dan terbuka.
b) Otot-otot : Kejang otot kecil, otot besar immobilisasi.
c) Pernapasan : tidur teratur, kadang dengan apnea.
d) Nadi : Cepat dan ireguler.
e) Tekanan darah : Meningkat atau fluktuasi.
f) Sekresi gaster : Meningkat.
g) Metabolisme : Meningkat, temperatur tubuh naik
h) Gelombang otak : EEG aktif.
i) Siklus tidur : Sulit dibangunkan.

B. BXAMBDAFOFGA
Menurut National Sleep Foundation tahun 2010 sekitar 67% dari 1.508
penduduk di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami insomnia dan
sebanyak 7,3 % orang dewasa mengeluhkan gangguan memulai dan
mempertahankan tidur atau insomnia. Kebanyakan orang yang beresiko
mengalami insomnia yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti lansia, kematian
pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan penyakit yang dialami.
Di Indonesia insomnia menyerang sekitar 50% orang berusia 65 tahun, setiap tahun
diperkirakan sekitar 20-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17%
mengalami insomnia yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi
yaitu sekitar 67% (Hindriyastuti, 2018).
Penelitian lain oleh Marelli et al tahun 2020 menunjukkan peningkatan
prevalensi insomnia sebelum dan selama lockdown akibat pandemi COVID-19
menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Insomnia Severity
Index (ISI) dan Morningness-Eveningness Questionnaire (MEQ). Penelitian yang
dilakukan terhadap 400 peserta yang terdiri dari 307 mahasiswa dan 93 pekerja,

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn ;


didapatkan prevalensi insomnia sebelum pandemi COVID-19 sebesar 24% menjadi
40% selama pandemi COVID-19. Selain itu, terjadi peningkatan kesulitan inisiasi
tidur pada pekerja dari 15% menjadi 42%. Lockdown selama pandemi COVID-19
lebih berdampak pada mahasiswa daripada pekerja dan wanita daripada laki-laki
(Marelli et al., 2020).

@. B]AFOFGA GKNGGRKN ]AMRS


Gangguan tidur bukanlah suatu penyakit melainkan gejala yang memiliki
banyak faktor yang dapat menyebabkan atau dapat dikatakan tidak mempunyai
penyebab pasti terjadinya gangguan tidur ini. Menurut Remelda (2008) terdapat
beberapa perilaku yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan tidur
, yaitu :
1. Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka, dll)
2. Kekhawatiran tidak dapat tidur
3. Mengkonsumsi caffein secara berlebihan
4. Minum alkohol sebelum tidur
5. Merokok sebelum tidur
6. Tidur siang/sore yang berlebihan
7. Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur.
8. Faktor psikologi (Stress, Depresi, sakit fisik, sesak nafas)
9. Faktor lingkungan (lingkungan sekitar dan gaya hidup)
Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI (2016) terdapar beberapa penyebab
gangguan pola tidur anataralain:
1. Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar, suhu
lingungan, pengcahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/ pemeriksaan/ tindakan)
2. Kurang kontrol tidur
3. Kurang privasi
4. Reinstraint fisik
5. Ketiadaan teman tidur
6. Tidak familiar dengan peralatan tidur

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn ;


G. IOKZA@AIKZA GKNGGRKN ]AMRS
Menurut Remelda (2008) gangguan tidur terbagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu :
1) Jenis transient (artinya cepat berlalu), oleh karena itu gangguan tidur jenis ini
hanya terjadi beberapa malam saja.
2) Jenis Jangka pendek. Jenis ini dapat belangsung sampai beberapa minggu dan
biasanya akan kembali seperti biasa.
3) Jenis kronis (atau parah) gangguan tidak dapat tidur berlangsung lebih dari 3
minggu.

E. ]KNMK MKN GBLKOK GKNGGRKN ]AMRS


Menurut Remelda (2008), tanda dan gejala yang timbul dari pasien yang
mengalami gangguan tidur yaitu penderita mengalami kesulitan untuk tertidur
atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan.
Gangguan tidur juga bisa dialami dengan berbagai cara:
a. Kesulitan untuk tertidur atau tetap tidur (sering bangun)
b. Bangun terlalu awal
c. Gejala yang dialami waktu siang hari adalah :
1) Keletihan saat bangun atau letih sepanjang hari
2) Mata sembab, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah dan mata
terasa pedih
3) Mengantuk sepanjang hari
4) Sakit kepala
5) Nausea
6) Perubahan mood, tingkah laku dan kepribadian
7) Tampak resah dan gelisah
8) Lesu dan apatis
9) Gangguan koordinasi, sulit berkonsentrasi dan perhatian terpecah-pecah
10) Sulit mengingat
11) Gampang tersinggung dan mudah emosi
12) Ketakutan dan depresi

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn ;


Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI (2016) terdapat beberapa gejala
dan tanda mayor/minor pada gangguan pola tidur anataralain:
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga
3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup
6. Mengeluh kemampuan beristirahat tidak cukup

A. XK]F@AZAFOFGA GKNGGRKN ]AMRS


Siklus tidur terjadi secara alami dan dikontrol oleh pusat tidur yaitu
medulla, tepatnya di RAS (Recticular Activating System) dan BSR (Bulbar
Synchronizing Region). RAS terdiri dari neuron-neuron di medulla oblongata, pons
dan midbrain. Pusat ini terlibat dalam mempertahan status bangun dan
mempermudah beberapa tahap tidur. Perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh
terjadi selama proses tidur. Dua system RAS dan BSR diperkirakan terjadinya
kegiatan/ pergerakan yang intermiten dan selanjutnya menekan pusat-pusat otak
secara bergantian. RAS berhubungan dengan status jaga tubuh dan menerima
impuls sensori, seperti stimulus auditory, visual, nyeri dan stimulus taktil.
Stimulus sensori ini dapat mempertahankan keadaan bangun dan waspada. Selama
tidur tubuh mengirim sedikit sekali stimulus dari korteks cerebri atau reseptor
sensori perifer pada RAS. Individu bangun dari tidur jika celah peningkatan dari
stimulus BSR meningkat pada saat tidur.Terjadinya insomnia ini dimungkinkan
karena RAS dan BSR tidak bekerja dengan semestinya di batang otak (Haswita,
2017).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tidur:


a. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari
normal. Namun demikian keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur atau
tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien dengan gangguan pernapasan seperti
asma, bronkhitis, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit persarafan.

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 1


b. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman,
kemungkinan terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan
menghambat tidurnya.
c. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan
untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
d. Kelelahan
Dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.
e. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis
sehingga mengganggu tidurnya.
f. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum alkohol
dapat mengakibatkan insomnia dan cepat marah.
g. Obat-obatan
Beberapa obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain Diuretik
(menyebabkan insomnia), Anti depresan (supresi REM), Kaffein
(Meningkatkan saraf simpatis), Beta Bloker (Menimbulkan insomnia), dan
Narkotika (Mensupresi REM)

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 1


Pathway (Web Of Causiton)

Obat & Gaya Stress/ Lingkungan Latihan


Substansi Hidup Emosional tidak nyaman Kelelahan

Mengubah Sulit tidur


Rutinitas & Kecemasan
pola tidur Mengurangi
bekerja
kenyamanan
tidur
Tegang/
Nutrisi Kesulitan frustasi
& Kalori menyesuaika
n perubahan
jadwal tidur
Gangguan Sering Motivasi
pencernaan terbangun

Keinginan
Gangguan tidur menanti tidur

Penyakit
Gangguan
Gangguan Tidur proses tidur

Lemah & Letih

Butuh lebih Ketidakcukupan


banyak tidur Tidak dapat tidur Perbaikan pola energi untuk
dengan kualitas tidur melakukan aktivitas
baik dan kuantitas
kurang sehari-hari

KESIAPAN
PENINGKATAN INTOLERANSI
Merasa lelah Akibat faktor
TIDUR AKTIVITAS
dan kurang eksternal
bertenaga

GANGGUAN
KELETIHAN POLA TIDUR

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 1


L. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Non Farmakologi
Merupakan pilihan utama sebeum menggunakan obat-obatan karena
penggunaan obat-obatan dapat memberikan efek ketergantungan. Ada pun
cara yang dapat dilakukan antara lain:
a) Terapi relaksasi
b) Terapi tidur yang bersih
c) Terapi pengaturan tidur
d) Terapi psikologi/psikiatri
e) CBT (Cognitiνe Behaνioral Therapy)
ƒ) Sleep Restriction Therapy
g) Stimulus Control Therapy
h) Cognitiνe Therapy
i) Imagery Training
j) Mengubah gaya hidup

2. Terapi Farmakologi
Mengingat banyaknya efek samping yang ditimbulkan dari obat-obatan
seperti ketergantungan, maka terapi ini hanya boleh dilakukan oleh dokter
yang kompeten di bidangnya. Obat-obatan untuk penanganan gangguan
tidur antara lain:
a) Golongan obat hipnotik
b) Golongan obat antidepresan
c) Terapi hormone melatonin dan agonis melatonin.
d) Golongan obat antihistamin.
Menurut Remelda (2008) untuk tindakan medis pada pasien gangguan tidur
yaitu dengan cara pemberian obat golongan hipnotik-sedatif misalnya:
Benzodiazepin (Diazepam, Lorazepam, Triazolam, Klordiazepoksid)
tetapi efek samping dari obat tersebut mengakibatkan Inkoordinsi motorik,
gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berpikir,
mulut kering, dsb.

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 1


I. XBNK]KOKIZKNKKN IBXBSKWK]KN
k. Xbngikjikn Ibpbrkwktkn
Dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1. Identitas (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit
4. Pemeriksaan fisik
Meliputi :
k) Inspeksi , palpasi , perkusi , auskultasi
c) TTV
j) Perilaku
5. Data Fokus
Data subjektif
k) Klien merasa lesu, mengantuk sepanjang hari
c) Mengeluh susah tidur, kurang istirahat
j) Pandangan dirasa kabur, mata berkaca-kaca
m) Emosi meningkat, mudah marah/tersinggung
b) Kepala pusing, berat
`) Mengeluh sering terbangun

Data objektif

k) Wajah nampak kurang bergairah (letih,lesu, lemah)


c) Prestasi kerja menurun/kurang konsentrasi
j) Gelisah, sering menguap
m) Mudah tersinggung
b) Ada bayangan hitam di bawah mata

6. Pengkajian fokus (Potter Perry, 2002)


a. Riwayat Tidur meliputi:
;) Pola tidur biasa dan perubahan pola tidur
3) Waktu mulai tidur dan bangun dari tidur

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn ;


3) Jumlah tidur siang, malam dan lamanya tidur
4) Rutinitas menjelang tidur
5) Kebiasaan dan lingkungan tidur
6) Apakah pasien tidur sendiria
7) Obat-obatan yang digunakan sebelum tidur
8) Gejala yang dialami saat terbangun
9) Penyakit psikis dan status emosional saat ini

b. Tanda dan gejala klinis:


1) Pasien memperlihatkan perasaan lelah
2) Intable dan gelisah
3) Lesu dan apatis
4) Mata sembab, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, dan

mata terasa pedih

c. Tanda dan gejala penyimpangan tidur:


1) Perubahan tingkah laku dan kepribadian
2) Meningkatnya kegelisahan
3) Gangguan presepsi (halusinasi, visual, auditorik)
4) Bingung dan disorientasi tempat dan waktu
5) Gangguan koordinasi dan berbicara rancau

b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan masalah kebutuhan istirahat
dan tidur diantaranya adalah :

1. Gangguan pola tidur


Definisi: Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal.

Gejala dan Tanda Mayor:


Subyektif
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering terjaga

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn ;


3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur berubah
5. Mengeluh istirahat tidak cukup

Gejala dan Tanda Minor:


Subyektif
1. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun

2. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Frekuensi dari jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
1. Dipsnea saat/ setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Obyektif
1. Tekana darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/ setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis

3. Keletihan
Definisi: Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih
dengan istirahat
Gejala dan Tanda Mayor:
Subyektif
1. Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn ;


2. Merasa kurang tenaga
3. Mengeluh lelah
Obyektif
1. Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin
2. Tampak lesu

Gejala dan Tanda Minor:


Subyektif
4. Merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan tanggung jawab
5. Libido menurun
Obyektif
1. Kebutuhan istirahat meningkat

4. Kesiapan Peningkatan Tidur


Definisi: Pola penurunan kesadaran alamiah dan periodik yang
memungkinkan istirahat adekuat, mempertahankan gaya hidup yang
diinginkan dan dapat ditingkatkan.

Gejala dan Tanda Mayor:


Subyektif
1. Mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan tidur
2. Mengekspresikan perasaan cukup istirahat setelah tidur
Obyektif

1. Jumlah waktu tidur sesuai dengan pertumbuhan perkembangan


Gejala dan Tanda Minor:
Subyektif
1. Tidak menggunakan obat tidur
Obyektif
1. Menerapkan rutinitas tidur yang meningkatkan kebiasaan tidur

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 3


c. Perencanaan/ Nursing Care Plan
No Diagnosa yang Mungkin Tujuan dan Kriteris Hasil Intervensi
Muncul (SLKI) (SIKI)
1. Gangguan Pola Setelah dilakukan intervensi Dukungan Tidur (1.05174)
Tidur (D.0055) keperawatan selama......x 24 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Faktor yang berhubungan: jam 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur
a. Hambatan lingkungan maka Pola Tidur Membaik (Fisik/psikologis)
(mis: kelembapan, dengan kriteria hasil: 3. Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan,
lingkungan
kebisingan, suhu, dan tempat tidur)
sekitar, suhu lingkungan, Pola Tidur (L.05045) 4. Tetapkan jadwal rutin tidur
pengcahayaan, kebisingan, 1. Keluhan sulit tidur meningkat 5. Anjurkan menghindari makanan atau minuman yang
bau tidak sedap/ (skala 5) dapat mengganggu tidur
pemeriksaan/ tindakan) 2. Keluhan sering terjaga meningkat 6. Fasilitasi menghilangkan stress
b. Kurang kontrol tidur (skala 5) 7. Ajarkan teknik relaksasi
c. Kurang privasi 3. Keluhan tidak puas tidur
d. Restraint fisik meningkat (skala 5) Edukasi Aktivitas/ Istirahat (1.12362)
e. Ketiadaan teman tidur 4. Keluhan pola tidur 1. Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat
f. Tidak familiar dengan berubah meningkat (skala 2. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan
peralatan tidur 5) istirahat
g. Imobilisasi 5. Keluhan istirahat tidak cukup 3. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik atau
meningkat (skala 5) olahraga secara rutin
4. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
5. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat.

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn ]imur 3;

Terapi Relaksasi Otot Progresif (1.05187)


1. Identifikasi tempat yang tenang dan nyaman
2. Berikan posisi bersandar pada kursi atau posisi
yang nyaman
3. Anjurkan melakukan relaksasi otot rahang
4. Anjurkan fokus pada sensasi otot yang rileks
5. Anjurkan bernafas dalam dan perlahan.

2. Intoleransi Aktivitas (D.0056) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi (1.05178)


Faktor yang berhubungan: keperawatan selama......x 24 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
a. Ketidakseimbangan antara jam mengakibatkan kelelahan
suplai dan kebutuhan maka Toleransi Aktivitas 2. Monitor kelalahan fisik dan emosional
oksigen Meningkat dengan kriteria hasil: 3. Monitor pola dan jam tidur
b. Tirah baring 4. Sediakan lingkungan yang nyaman
c. Kelemahan Toleransi Aktivitas (L.05047) 5. Lakukan rentang gerak pasif/ aktif
d. Imobilisasi 1. Frekuensi Nadi meningkat 6. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
e. Gaya hidup monoton (skala 5) 7. Anjurkan tirah baring
2. Saturasi Oksigen meningkat

( sk ala 5 ) 8989.
3. K em u d a h a n dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
Anjajrukraknanstmraetelagki ukkoapninagktuinvtiutak
meningkat (skala 5)
s mseecnagraurbaenrgtaihap kelelahan

10. Kolaborasi untuk meningkatkan asupan makanan


4. Keluhan lelah menurun (skala
5)

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 3


5. Dispnea saat beraktivitas
menurun (skala 5)
6. Dispnea setelah beraktivitas
menurun (skala 5)
7. TD membaik (skala 5)
8. Frekuensi nafas membaik
(skala 5)

3. Keletihan (D.0057) Setelah dilakukan intervensi Edukasi Aktivitas/ Istirahat (1.12362)


Faktor yang berhubungan: keperawatan selama x 24 jam 1. Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat
a. Gangguan tidur maka Tingkat Keletihan 2. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas
b. Gaya hidup monoton Membaik dengan kriteria hasil: dan istirahat
c. Kondisi fisiologis (mis. 3. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik atau
Penyakit kronis, penyakit Tingkat Keletihan (L.05046) olahraga secara rutin
terminal, anemia, 1. Kemampuan melakukan 4. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
malnutrisi, kehamilan) aktivitas rutin meningkat 5. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat
d. Program perawatan/ (skala 5)
pengobatan jangka panjang 2. Tenaga meningkat (skala 5) Manajemen Energi (1.05178)
e. Peristiwa hidup negatif 3. Verbalisasi lelah menurun 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
f. Stress berlebihan (skala 5) mengakibatkan kelelahan
g. Depresi 4. Lesu menurun (skala 5) 2. Monitor kelalahan fisik dan emosional
5. Gangguan konsentrasi 3. Monitor pola dan jam tidur
menurun (skala 5) 4. Sediakan lingkungan yang nyaman
6. Gelisah menurun (skala 5) 5. Anjurkan tirah baring

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn ]imur 23

7. Frekuensi nafas menurun 6. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap


(skala 5) 7. Anjarkan strategi koping untuk mengurangi
8. Pola istirahat membaik (skala kelelahan
5) 8. Kolaborasi untuk meningkatkan asupan makanan

4. Kesiapan Peningkatan Setelah dilakukan intervensi Terapi Musik (1.08250)


Tidur (D.0058) keperawatan selama......x 24 Observasi
jam 1. Identifikasi perubahan perilaku atau fisiologis yang
maka Pola Tidur Membaik akan dicapai (mis. relaksasi, stimulasi, konsentrasi,
dengan kriteria hasil: pengurangan rasa sakit)
2. Identifikasi minat terhadap musik
Pola Tidur (L.05045) 3. Pilih musik yang disukai
1. Keluhan sulit tidur meningkat 4. Posisikan dalam posisi yang nyaman
(skala 5) 5. Sediakan peralatan terapi musik
2. Keluhan sering terjaga 6. Atur volume suara yang sesuai
meningkat (skala 5) 7. Berikan terapi musik sesuai indikasi
3. Keluhan tidak puas tidur 8. Hindari pemberian terapi musik dalam waktu yang
meningkat (skala 5)
lama
9. ari pemberian terapi musik saat cedera kepala
Hi
4. Keluhan pola tidur (skala
berubah meningkat
5) akut
5. Keluhan istirahat tidak cukup 10. Jelaskan tujuan dan prosedur terapi musik
11. Anjurkan rileks selama mendengarkan musik
meningkat (skala 5)

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 2


L. PENATALAKSANAAN CERDASARKAN ECP IN NRRSING

Ludul Lurnal: Kajian Literatur : Terapi Nonfarmakologis Terhadap Kualitas Tidur


Pada Lansia

Penulis: Lisna Agustina pada tahun 2021.


Pendahuluan :
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan
masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran
fisik, mental dan social secara bertahap. Lansia juga dapat diartikan sebagai
individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua. Salah satu aspek
utama bagi dari peningkatan kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan tidur
untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang optimal
dan untuk menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati kualitas hidup yang tinggi.

Kualitas tidur merupakan keadaan tidur yang dijalani seorang individu untuk
menghasilkan kesegaran dan kebugaran saa terbangun. Kualitas tidur mencakup

dadsapriek tkiduuanr.titaKifudaalirtiastidutird, usrepemrtierduupraaksai ntidukre,


mlaatmenpsui atnidursesteiratpa asopreakngsubujenktutikf mempertahankan
keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur rapid eye movemnet (REM) dan
Non rapid eye movement (NREM) yang normal (Potter & Perry, 2009). Kualitas
tidur yang baik diperlihatkan dengan mudahnya seseorang memulai tidur saat jam
tidur, mempertahankan tidur, menginisiasi untuk tidur kembali setelah terbangun di
malam hari, dan peralihan dari tidur ke bangun di pagi hari dengan mudah.

Hasil dan Pembahasan :

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian literatur ini adalah dengan
mengumpulkan dan menganalisa artikel-artikel penelitian mengenai terapi
nonfarmakologis terhadap kualitas tidur lansia. Beberapa penyebab yang dapat
mempengaruhi waktu tidur dan waktu bangun pada lansia diantaranya adalah
penyaki medis yang akut dan kronis, efek pengobatan, gangguan psikiatrik,
gangguan tidur primer, perubahan sosial, kebiasaan tidur yang buruk dan
pergantian ritme sirkadian. Secara keseluruhan dari artikel penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa teraoi nonfarmakologis yang diberikan pada lansia
baik dengan gangguan tidur karena penyakit yang diderita maupun tidak dapat
meningkatkan kualitas tidur lansia. Ini berarti pemilihan terapi nonfarmakologis
bagi lansia dapat dilakukan, baik dengan terapi senam, musik, ataupun aromaterapi
lavender.

Salah satu terapi nonfarmakologis adalah senam lansia. Senam lansia yang
teratur dapat meningkatkan kualitas tidur, karena senam berguna untuk

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 2


mempertahankan dan memperbaiki kesegaran jasmani. Senam lansia dilakukan
sedikitnya satu minggu sekali dan sebanyak-banyaknya lima kali dalam satu
minggu dengan lamanya 15 menit. Latihan fisik dapat meningkatkan relaksasi
sehingga meningkatkan kebutuhan akan istirahat.

Terapi nonfarmakologis lain seperti terapi musik juga dapat meningkatkan


kualitas tidur lansia karena musik diberikan untuk meningkatkan, mempertahankan
dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional, dan spiritual seseorang.
Terapi musik termasuk dalam terapi pelengkap (complementary therapy), dimana
terapi musik sebagai teknik yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit
dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Jenis musik yang digunakan,
instrumentalia dalam terapi musik dapat dissuaikan dengan keinginan, seperti
musik klasik, slow musik, orkestra, dan musik modern lainnya. Musik lembut dan
teratur seperti instrumentalia dan musik klasik merupakan musik yang digunakan
untuk terapi musik.

Terapi selanjutnya adalah dengan menggunakan aromaterapi bunga lavender


diberikan kepada lansia yang memiliki gangguan tidur dengan memanaskan
essential oil bunga lavender yang dipanaskan dengan tungku pemanas dan
diberikan selama 7 hari berturut-turut. Aromaterapi memiliki kandungan utama
yaitu linalil asetat yaitu suatu senyawa yang memiliki efek sedatif dan anti neuro
depresif yang mampu mengendorkan dan melemaskan sistem kerja urat-urat saraf
dan otot-otot tegang. Bau yang menimbulkan rileks akan merangsang otak untuk
mensekresi serotonin (hormon pemberi rasa nyaman dan senang) yang
mengantarkan seseorang untuk tidur.

Terapi nonfarmakologis adalah terapi pelengkap untuk meningkatkan


kualitas tidur lansia. Terapi nonfarmakologis dipilih sebagai alternatif mengatasi
gangguan tidur lansia dan meningkatkan kualitas tidur lansia karena dapat
meminimalkan efek yang timbul dibandingkan dengan penggunaan terapi
farmakologis dengan obat-obatan sedatif. Hal ini dikarenakan semakin meningkat
usia semakin pula menurun sistem metabolisme tubuh seseorang. Kulitas tidur
lansia dipengaruhi oleh adanya faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu
keadaan fisik dan psikologis pada seseorang berbeda satu sama lain sehingga
apabila terjadi perubahan fisik dan psikologis berupa adanya penyakit seperti
hipertensi, gatal-gatal serta penyalit lainnya dan gangguan mood dapat
mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Begitu pula dengan faktor eksternal seperti
perubahan lingkungan tempat tinggal, perubahan suhu ruangan tempat tidur,
rutinitas lansia di siang hari dimana lansia jarang berkativitas seperti menonton tv
dan tidur siang di siang hari menyebabkan lansia lebih mudah terbangun di tengah
malam hari dan sulit untuk memulai tidur.

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 2


DAFTAR PRSTAKA

Agustina, L. (2021). Kajian Literatur : Terapi Nonfarmakologis Terhadap Kualitas


Tidur Pada Lansia. Jurnal Ayurνeda Medistra, Vol.3 No.2 Agustus 2021
page 25-27, ISSN 2656-3142

Aminoff, M. (2008). Neurology and General Medicine 4th edition. Churchill


Livingstone, USA,P;605-609

Blumenfeld, H. (2002). Neuroanatomy through Clinical Cases. Sinauer Associates


INC, Massachusets P;588-597

Haswita dan Reni. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa


Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: CV Trans Info Media

Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


20l2-20l4. Jakarta: EGC

Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika

Hindriyastuti, S. dan I. Zuliana. (2018). Hubungan Tingkat Stres Dengan Kualitas


Tidur Lansia Di Rw 1 Desa Sambung Kabupaten Kudus. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, STIKES Cendekia Utama Kudus. Vol.6, No.2 Agustus 2018

Marelli, S., Castelnuovo, A., Somma, A., Castronovo, V., Mombelli, S., &
Bottoni, D. et al. (2020). Impact of COVID-19 lockdown on sleep
quality in university students and administration staff. Journal Of
Neurology. https://doi.org/10.1007/s00415-020-10056-6

Potter, Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, Proses, dan
Praktik, Edisi 4 .Jakarta: EGC.

Potter dan Perry. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

Posner.J, Plum And Posner. (2007). Diagnosis Of Stupor And Coma 4th Edition,
2007. Oxford University Press, New York P;11-25

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Interνensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 2


Remelda, (2008). Insomnia dan gangguan tidur lainnya. Jakarta: Elex media
komputindo

Shneerson.J. (2005). Sleep Medicine 2nd Edition. Blackwell, Massachusets, Usa,


P;22-51

Tarwoto dan Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:Medika


Salemba.

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 2


LAMPIRAN

LRRNAL EPIDENCE CASED NRRSING

Okpfrkn Xbnmkeuoukn Gknggukn Astirkekt mkn 2


Jurnal Ayurveda Medistra
ISSN. 142 | Volume 3 Nomor 2 | Agustus 2021 | pages:25-27
Avalaible online at

Kajian Literatur : Terapi Nonfarmakologis Terhadap Kualitas Tidur


Pada Lansia
Lisna Agustina

Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ichsan Medical Centre Bintaro.
(lisna.agustina01@gmail.com) 085323817966
Abstrak

Lansia merupakan istilah bagi individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua.
Periode ini merupakan periode penutup bagi rentang kehiduoan seseorang, dimana telah terjadi
kemunduran fisik dan psikologis secara bertahap. Salah satu aspek utama bagi dari peningkatan
kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan tidur untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai
tingkat fungsional yang optimal dan untuk menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati kualitas hidup yang
tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas terapi non farmakologis terhadap
peningkatan kualitas tidur lansia yang memiliki gangguan tidur baik dengan atau tanpa sakit. Metodologi
yang digunakan adalah dengan melakukan penelusuran literatur atau kajian literatur dengan
menggunakan databased elektronik melalui internet yaitu google scholar dan jurnal elektronik lainnya
dengan kata kunci lansia, kualitas tidur dan terapi nonfarmakologis. Literature review mengkaji 10 artikel
terkait, didapatkan hasil bahwa terapi nonfarmakologis signifikan meningkatkan kualitas tidur pada lansia
yang memiliki gangguan tidur. Terapi nonfarmakologis menjadi pilihan pengobatan komplementer untuk
lansia dengan gangguan tidur.

Kcstrkjt

Elderly is a term for individuals who have entered the period of late adulthood or old age. This
period is the closing period for a person's life span, where there has been a gradual physical and
psychological setback. One of the main aspects of improving health for the elderly is the maintenance of
sleep to ensure the restoration of bodily functions to an optimal functional level and to complete tasks and
enjoy a high quality of life. The purpose of this study was to determine the effectiveness of non-
pharmacological therapies to improve sleep quality in the elderly who have sleep disorders both with and
without illness. The methodology used is to search literature or study literature using electronic databased
via the internet, namely google scholar and other electronic journals with the keywords elderly, sleep
quality and nonpharmacological therapy. Literature review examines 10 related articles, found that
nonpharmacological therapy significantly improves sleep quality in the elderly who have sleep disorders.
Nonpharmacologic therapy is a complementary treatment
option for the elderly with sleep disorders

2
PBNMAERLRAN Indonesia mengalami gangguan dalam
Lanjut usia adalah bagian dari
proses tumbuh kembang. Manusia tidak
secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi
berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa
dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal,
dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan yang terjadi pada
semua orang pada saat mereka mencapai

utesritaentuta.
hLaapnsiapemrkeermupbaaknagnansuakt
uronporolosgeis alami yang ditentukan
oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang
akan mengalami proses menjadi tua dan
masa tua merupakan masa hidup manusia
yang terakhir. Dimasa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan
social secara bertahap. Lansia juga dapat
diartikan sebagai individu yang telah
memasuki periode dewasa akhir atau usia
tua. Periode ini merupakan periode
penutup bagi rentang kehidupan
seseorang, dimana telah terjadi
kemunduran fisik dan psikologis secara
bertahap. Salah satu aspek utama bagi
dari peningkatan kesehatan untuk lansia
adalah pemeliharaan tidur untuk
memastikan pemulihan fungsi tubuh
sampai tingkat fungsional yang optimal
dan untuk menyelesaikan tugas-tugas dan
menikmati kualitas hidup yang tinggi.
Berdasarkan data dari Biro Pusat
Statistik (BPS) menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan jumlah lansia yaitu
presentase lansia terhadap jumlah
penduduk meningkat dari 9,27 % pada
tahun 2000 menjadi 10,57 % pada tahun
2011. Pada tahun 2020 jumlah lansia
diperkirakan 11,34% dari jumlah penduduk
(Badan Pusat Statistik, 2011).
Pertambahan jumlah lansia di beberapa
negara, salah satunya Indonesia, telah
mengubah profil
kependudukan baik nasional maupun
dunia. Hasil sensus penduduk tahun 2010
menunjukkan bahwa jumlah penduduk
lansia di Indonesia berjumlah 18,57 juta
jiwa, meningkat sekitar 7,93 % dari tahun
2000 yang sebanyak 14,44 juta jiwa.
Diperkirakan jumlah penduduk lansia di
Indonesia akan terus bertambah sekitar
450.000 jiwa per tahun. Dengan demikian,
pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia
di Indonesia akan sekitar 43 juta jiwa
(badan pusat statistik dalam Iriadi, 2012).
Penelitian di Amerika Serikat
mengidentifikasi bahwa 50% lansia yang
tinggal di komunitas da 70% lansia yang
tinggal di tempat perawatan mengeluhkan
kualitas tidur mereka. 21% lansia di
2
kualitas tidurnya. Umumnya hampir 1,5
kali lipat lebih banyak diderita orangtua
dibanding anak muda (Wahyuni, 2019).
Kualitas tidur merupakan
keadaan tidur yang dijalani seorang
individu untuk menghasilkan kesegaran
dan kebugaran saat terbangun. Kualitas
tidur mencakup aspek kuantitaif dari
tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur
serta aspek subjektif dari

tkiedmura. mpuKanualita setiaptidur


oranmg e ru puanktaunk
mempertahankan keadaan tidur dan
untuk mendapatkan tahap tidur rapid eye
movemnet (REM) dan Non rapid eye
movement (NREM) yang normal (Potter
& Perry, 2009). Menurut Ouellet (1995),
kualitas tidur merupakan penilaian
individu mengenai kenyenyakan tidur,
persepsi tentang pergerakan selama
tidur dan pengkajian umum dari kualitas
tidur. Kualitas tidur yang baik
diperlihatkan dengan mudahnya
seseorang memulai tidur saat jam tidur,
mempertahankan tidur, menginisiasi
untuk tidur kembali setelah terbangun di
malam hari, dan peralihan dari tidur ke
bangun di pagi hari dengan mudah
(LeBourgeois et al., 2005 cit. Saputri,
2014). Pengukuran kualitas tidur dapat
diukur dengan menggunakan instrumen
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
yang terdiri dari tujuh komponen, yaitu
kualitas tidur secara subjektif, latensi
tidur (durasi mulai dari berangkat tidur
hingga tertidur), durasi tidur (dihitung dari
waktu seseorang tidur sampai terbangun
di pagi hari), efisiensi kebiasaan tidur
(rasio persentase antara jumlah total jam
tidur dibagi dengan jumlah jam yang
dihabiskan di tempat tidur), gangguan
tidur, disfungsi di siang hari, dan
penggunaan obat yang mengandung
sedatif.
Penggunaan obat-obatan yang
mengandung sedatif mengindikasikan
adanya masalah tidur. Obat-obatan
mempunyai efek terhadap
terganggunya
tidur pada tahap REM. Oleh karena itu,
setelah mengkonsumsi obat yang
mengandung sedatif, seseorang akan
dihadapkan pada kesulitan untuk tidur
yang disertai dengan frekuensi
terbangun di tengah malam dan
kesulitan untuk kembali tertidur,
semuanya akan berdampak langsung
terhadap penurunan kualitas tidur
(Buysse et al., 1989 cit. Modjod, 2017).
Gangguan tidur merupakan hal yang
sering dijumpai pada orang dewasa
terutama lansia. Gangguan tidur adalah
kondisi terputusnya tidur yang mana
pola tidur-
bangun seseorang berubah dari pola
kebiasaannya, hal ini menyebabkan

2
penurunan baik kuantitas maupun kualitas scholar dan jurnal elektronik lainnya
tidur seseorang (Buysse et al., 1989 cit. dengan kata kunci lansia, kualitas tidur
Modjod, 2017). Gangguan tidur kronis dan terapi nonfarmakologis. Kriteria artikel
dapat menyebabkan gangguan fungsional yang digunakan adalah artikel yang
pada siang hari, rasa kantuk di siang hari, diterbitkan pada kurun waktu 2010-2020.
kelelahan, penurunan kualitas hidup, dan Pembahasan literatur ini meliputi :
dapat meningkatkan kebutuhan perawatan mengkaji efektivitas terapi
kesehatan (Vitiello et al., 2009).Sebagian nonfarmakologis terhadap kualitas tidur
orang yang mengalami gangguan tidur lansia.
mtujeumanilih muenntugkkonsmuemnsini
gokbaattkatindur dkueanlgitans HASIL PPEeNnEeLluIsTuIAraNn
tidurnya.Namun, apakah konsumsi obat literatur dilakukan terhadap artikel
tidur tersebut dapat meningkatkan kualitas penelitian yang berhubungan
tidur? dengan terapi
Metode penatalaksanaan yang nonfarmakologis terhadap kualitas tidur
bertujuan untuk meningkatkan kualitas lansia. Dari hasil penelusuran literatur
tidur lansia pada umumnya dengan sebanyak 9 buah artikel hasil penelitian
menggunakan terapi farmakologis, namun diperoleh berbagai macam alternatif
dengan pemakaian obat yang berlebihan pilihan terapi nonfarmakologis yang
akan berdampak bagi kesehatan lansia. berpengaruh terhadap peningkatan
Pemakaian obat-obatan inipun bila tidak kualitas tidur lansia. Hasil penelitian
disertai dengan perbaikan pola makan , tersebut yaitu terapi tawa,
pola tidur serta penyelesaian penyebab 2 artikel senam lansia, 2 artikel terapi
psikologis, maka obat-obatan hanya dapat dengan aroma lavender, terapi relaksasi
mengatasi gangguan yang bersifat benson, terapi musik klasik mozart, terapi
sementara dan tidak menyembuhkan. musik jawa, terapi murotal Al-quran.
Dengan demikian diperlukan terapi Dari artikel-artikel tersebut
nonfarmakologis yang efektif dan aman menunjukkan hasil bahwa semua terapi
untuk meningkatkan kualitas tidur lansia. farmakologis memiliki dampak atau
berpengaruh signifikan terhadap kualitas
METODE PENELITIAN tidur lansia. Lansia yang diberikan terapi
Metode penelitian yang digunakan tersebut mengalami peningkatan kualitas
dalam kajian literatur ini adalah dengan tidur yang signifikan. Namun demikian,
mengumpulkan dan menganalisa artikel- dalam artikel-artikel tersebut belum ada
artikel penelitian mengenai terapi artikel yang meneliti perbandingan antara
nonfarmakologis terhadap kualitas tidur terapi yang satu dengan yang lainnya.
lansia. Artikel dikumpulkan dari databased Pemilihan terapi non farmakologis dapat
elektronik melalui internet yaitu google disesuaikan dengan keadaan dan
ketersediaan fasiltas yang ada.

Tabel 1 : Hasil Penelitian Lain Terkait Terapi Nonfarmakologis Untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Pada
Lansia
Peneliti, Judul,
Desain Hasil Penelitian
dan Tahun
Penelitian
Ananta Erfrandau, Desain penelitian randomized Kualitas tidur diukur dengan mengunakan
Murtaqib, Nur Widayati; pretest-posttest design Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
Pengaruh Terapi Tawa dan data dianalisis dengan t-test, Uji
terhadap Kualitas Tidur Wilcoxon dan Uji Mann Whitney
pada Unit Pelayanan Tekni didapatkan hasil perbedaan yang
Panti Sosial Lanjut Usia signifikan dari kualitas tidur kelompok
(UPT PSLU) Kabupaten lansia yang diberi perlakuan.
Jember; 2017
Erna Silvia Budi Desain penelitian dengan Kualitas tidur diukur dengan mengunakan
Anggarwati, Kuntarti; pendekatan cross sectional Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
Peningkatan Kualitas Tidur Data dianalisis dengan uji t-independen
Lansia Wanita Melalui dengan hasil menunjukkan ada
Kerutinan Melakukan perbedaan skor PSQI lansia wanita
Senam Lansia, 2016 yang melakukan senam lansia dan yang
tidak melakukan senam lansia

2
JHeafryantoM,
BaJko Dpeensdaeinkatapnecnreolsit DSpaetaarmdian aRlisainsk
ahaArbduika,
anr;i siasnectiodneanlgan dCeonrgrealnatiomnendgidgaupnaatkan
Hubungan Keteraturan hasil bahwa lansia yang rutin mengikuti

2
Mengikuti Senam Lansia senam lansia dapat meningkatkan
dan Kabutuhan Tidur kebutuhan tidur lansia, artinya ada
Lansia di UOT PSLU hubungan antara senam lansia dengan
Pasuruan di Babat kebutuhan tidur lansia
Lamongan; 2015
Dian Sari, David Leonard; Desain penelitian dengan Data dianalisis dengan Uji T-test
Pengaruh Aromaterapi preeksperimental didapatkan hasil dari 100 % lansia yang
Lavender terhadap menggunakan rancangan one mengalami kualitas tidur buruk, setelah
Kualitas Tidur Lansia di group pretest-posttest design diberikan aromaterapi kualitas tidur
Wisma Cinta Kasih; 2017 menjadi meningkat, berarti ada
pengaruh

Dini Sukmalara; Penerapan Desain penelitian pkueamlibtaesriatidnuarrloamnsaitaera


Evidence Practice eksperimental semu dengan pi lavender dengan Hasil penelitian
Aromaterapi Bunga rancangan one group pretest diperoleh bahwa setelah diberikan
Lavender Pada Lansia ‚ postetest design perlakuan aromaterapi lavender terjadi
Dengan Insomnia di peningkatan kualitas tidur pada lansia,
Sasana Tresna Wredha artinya aromaterapi bunga lavender
(STW) Karya Bakti memberikan pengaruh yang signifikan
Cibubur Tahun 2017; 2017 terhadap kualitas tidur lansia
Handono Fatkhur Desain penelitian
Rahman, Ririn Handayani, eksperimental semu dengan
Baitus Sholahah; nonrandomized control group Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pengaruh Terapi Relaksasi pretest-posttest design adanya pengaruh terapi relaksasi
Benson terhadap Kualitas benson terhadap kualitas tidur lansia
Tidur Lansia di UPT pada kelompok intervensi
Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Bondowoso;
2019
Dekesspaeinrimenpteanl
AYnudnrieianARrimskiyaa
elsiteiamnu daednaglanh one
Sti,ahSanyanmtysau,l Arif; Hpeansailgruphentelriatiapni
group pretest-posttest design
Pengaruh
mumseiknunkjluakskikanmozaadrat
Terapi Musik Klasik
terhadap kualitas tidur pada pasien
Mozart terhadap
stroke di Pantiwilasa Citarum Semarang
Kualitas Tidur
pada Pasien Stroke di
Desain penelitian dengan
Rumah Sakit Panti Wilasa
menggunakan studi kasus
Citarum Semarang; 2014
Nidaul Muflikah; Upaya
Hasil penelitian diperoleh bahwa terapi
Meningkatkan Kualitas
musik jawa dapat meningkatkan kualitas
Tidur Melalui Terapi Musik
tidur lansia
Jawa Pada Asuhan
Keperawatan Gerontik; Desain penelitian
2019 eksperimental semu dengan
pretest-posttest with control
Nia Wahyu Marlina;
group design Hasil uji Wilcoxon Matched Pairs
Efektivitas Terapi Murotal
diperoleh bahwa murottal Al-Quran efektif
Al-Quran Secara Audio
untuk meningkatkan kualitas tidur pada
Visual terhadap Kualitas
lansia
Tidur
ImsomniaLansia dengan
di Panti Wredha
Budhi Dharma Umbulharjo
Yogyakarta; 2019

Sumber : Jurnal Lisna Agustina Medistra ymaanngusilaebyiahng slebdiihkitbaidki


desniagnagn fuhnagrsi,i psikologis yang
PEMCAHASAN
lebih sempurna.
Penelitian literature review ini
bertujuan untuk menjelaskan
bagaimana variabel terapi
nonfarmakologis mempengaruhi
kualitas tidur pada lansia. Kualitas
hidup yang baik berkaitan dengan
beragam hasil yang positif seperti
kesehatan yang lebih baik, rasa
kantuk
2
Permasalahan yang paling umum
terjadi berkenaan dengan penuaan
adalah masalah kualitas tidur; lebih
dari setengah populasi lansia
menderita kualitas tidur yang buruk.
Tidur adalah salah satu dari empat
dasar penting kehidupan yaitu air,
udara, dan makanan.
Sebuah Lembaga Nasional
yang meneliti masalah penuaan
pada lebih dari 9000 orang berusia
65 tahun ke atas mengungkapkan
bahwa dari satu setengah pria dan
wanita

2
dilaporkan setidaknya satu orang dalam proses penyembuhan tubuh.
mengeluhkan masalah tidur yang Aliran darah yang lancar mampu
kronis. Gejala-gejala dari masalah membuat transport darah ke otak
tidur pada lansia diantaranya lancar sehingga dapat mengontrol
adalah kesulitan tidur dan tekanan darah. Hal ini dapat
menjaga tidur, bangun dini hari dan meningkatkan kenyamanan lansia saat
rasa kantuk yang berlebihan di siang tidur. Tidur dipengaruhi oleh irama
hari. Berbagai proses dapat sirkardian dari detak jantung dan
mengganggu waktu tidur dan waktu tekanan darah yang berasal dari
bangun pada lansia.

yaDniganatkaurtadnayna penuinrgukn sasrarf simpapraatissimpadtais


karodnailsa,hefpeeknpyeankgitobmaet atnan af n.
adnis,
gangguan psikiatrik, gangguan tidur relaksasi sehingga meningkatkan
primer, perubahan sosial, kebiasaan kebutuhan akan istirahat. Senam lansi
tidur yang buruk dan pergantian ritme secara rutin mamou meningkatkan
sirkadian. Konsekuensi- konsumsi
konsekuensi dari permasalahan tidur energi, sekresiendorfin, dan suhu tubuh
yang kronis cukup besar. Kehilangan yang dapat memfasilitasi tidur
waktu tidur atau penggunaan obat
penenang yang kronis yang dapat
menyebabkan terjadinya
jatuh atau kecelakaan.
Penyembuhan secara
nonfarmakologis terhadap gangguan
tidur sangat diperlukan untuk
meminimalkan efek terapi
farmakologis Secara keseluruhan dari
artikel penelitian yang dilskuksn
menunjukkan bahwa teraoi
nonfarmakologis yang diberikan pada
lansia baik dengan gangguan tidur
karena penyakit yang diderita
maupuntidak dapat
meningkatkan kualitas tidur lansia. Ini
berarti pemilihan terapi
nonfarmakologis bagi lansia dapat
dilakukan, baik dengan terapi senam,
musik, ataupun aromaterapi lavender.
Terapi nonfarmakologis
dapat meminimalkan ganggua tidur
yang dialami oleh lansia. Tetapi perlu
diingat juga bahwa terapi
nonfarmakologis yang diberikan
kepada lansia harus sesuai dengan
keadaan dan kondisi lansia, misalnya
kepercayaan, agama,
suku, maupun penyakit yang diderita
oleh lansia.
Salah satu terapi nonfarmakologis
adalah senam lansia. Senam lansia
yang teratur dapat meningkatkan
kualotas tidur, karena senam berguna
untuk mempertahankan dan
memperbaiki kesegaran jasmani.
Senam lansia dilakukan sedikitnya
satu minggu sekalu dan sebanyak-
banyaknya lima kali dalam satu
minggu dengan lamanya 15 menit.
Latihan fisik dapat meningkatkan
2
Senam lanisa yang dilakukan rutin
dapat meningkatkan
saraf parasimpatis saat
tidur, sehingga menurunkan tekanan
darah dan meningkatkan kualitas
tidur.
Terapi nonfarmakologis lain
seperti terapi musik juga dapat
meningkatkan kualitas tidur lansia
karena musik diberikan untuk
meningkatkan, mempertahankan dan
mengembalikan kesehatan mental,
fisik, emosional, dan spiritual
seseorang. Terapi musik termasuk
dalam terapi pelengkap
(complementary therapy), dimana
terapi musik sebagai teknik yang
digunakan untuk penyembuhan
suatu penyakit dengan
menggunakan bunyi atau irama
tertentu. Jenis musik yang
digunakan, instrumentalia dalam
terapi musik dapat dissuaikan
dengan keinginan, seperti musik
klasik, slow musik, orkestra, dan
musik modern lainnya. Musik lembut
dan teratur seperti instrumentalia dan
musik klasik merupakan musik yang
digunakan untuk terapi musik (djihan,
2006, hlm. 54). Penelitian Karmini
(2007) tentang pengaruh pemberian
terapi musik klasik terhadap
gangguan tidur pada lansia di RS
Telogirejo Semarang, ada pengaruh
yang signifikan antara
pemberian terapi musik dengan
penurunan gangguan tidur pada
lansia juga di ruang rawat inap RS
Telogorejo Semarang. Musik
memiliki aspek teurapetik, sehingga
musik banyak digunakan untuk
penyembuhan,
menenangkan, dan memperbaiki
kondisi fisik dan fisiologis pasien
maupun tenaga kesehatan, karena
berdasarkan penelitian ditemukan
bahwa saraf penerus musik dan
saraf penerus rasa sakit adalah
sama, sehingga para dokter
menggunakan musik sebagai terapi
(Musbikin, 2009, dalam Mahanani,
2013, hlm1-4), sedangkan terapi
nonfarmakologis
yang lain seperti terapi tawa dan
terapi relaksasi benson pada
dasarnya

2
memiliki cara kerja yang sama seperti namun demikian kualitas tidur lansia
dipengaruhi oleh faktor internal dan
terapi diatas yaitu memberikan efek
relaksasi agar dapat meningkatkan
kualitas tidur.
Terapi selanjutnya adalah dengan
menggunakan aromaterapi bunga
lavender diberikan kepada lansia yang
memiliki gangguan tidur dengan
memanaskan essential oil bunga

ltauvnegnkduepremyanags

ddaipnadniabsekriaknan dselnagmaan
7 hari berturut-turut. Aromaterapi
memiliki kandungan utama yaitu linalil
asetat yaitu suatu senyawa yang
memiliki efek sedatif dan anti neuro
depresif yang mampu mengendorkan
dan melemaskan sistem kerja
urat0urat saraf dan otot-otot tegang.
Melalui inhalasi linalil asetat yang
terkandung akan dibawa ke puncak
hidung. Rambut getar yang ada
didalamnya berfungsi sebagai
reseptor, akan menghantarkan pesan
aroma ke pusat emosi dan daya ingat
seseorang yang selanjutnya akan
mengantarkan pesan balik keseluruh
tubuh melalui sistem sirkulasi. Pesan
yang diantar keseluruh tubuh akan
dikonfeksikan menjadi satu aksi
pelepasan substansi neuri kimia
berupa perasaan senang, rileks
ataupun tenang. Bau yang
menimbulkan rileks akan merangsang
otak untuk mensekresi serotonin
(hormon pemberi rasa nyaman dan
senang) yang mengantarkan
seseorang untuk tidur.

KESIMPRLAN
Terapi nonfarmakologis
adalah terapi pelengkap untuk
meningkatkan kualitas tidur
lansia. Terapi nonfarmakologis
dipilih sebagai alternatif
mengatasi gangguan tidur lansia dan
meningkatkan kualitas tidur lansia
karena dapat meminimalkan efek yang
timbul dibandingkan dengan
penggunaan terapi farmakologis
dengan obat-obatan sedatif. Hal ini
dikarenakan semakin meningkat usia
semakin pula menurun sistem
metabolisme tubuh seseorang. Selain
itu kemampuan tubuh lansia yang
sudah menurun dan proses
degeneratif merupakan alasan
penting dalam
menggunakan terapi nonfarmakologis.
Terapi nonfarmakologisdapat
meningkatkan kualitas tidur lansia,

2
eksternal. Faktor internal yaitu
keadaan fisik dan psikologis pada
seseorang berbeda satu sama lain
sehingga apabila terjadi perubahan
fisik dan psikologis berupa adanya
penyakit seperti hipertensi, gatal-
gatal serta penyalit lainnya dan
gangguan mood dapat
mempengaruhi kualitas tidur
seseorang. Begitu pula dengan

fliankgtkour ngeaknstetermnaplat
steinpgegrtai l, ppeerrubahan suhu
ruangan tempat tidur, rutinitas lansia
di siang hari dimana lansia jarang
berkativitas seperti menonton tv dan
tidur siang di siang hari
menyebabkan lansia lebih mudah
terbangun di tengah malam hari dan
sulit untuk memulai tidur.

SASAN
Sebagai tenaga kesehatan
terutama perawat baik yang ada di
fasilitas pelayanan kesehatan
maupun komunitas, menerapkan
terapi farmakologis sebagai alternatif
pilihan dalam mengatasi gangguan
tidur pada lansia dan meningkatkan
kualitas tidur merupakan pilihan
tepat dibandingkan dengan terapi
farmakologis. Namun demikian untuk
memperbaiki dan dengan tepat
pemilihan terapi nonfarmakologis
perlu dilakukan penelitian
selanjutnya dengan membandingkan

terapi nonfarmakologis yang telah


diteliti sebelumnya. Perbandingan
tersebut harus sesuai dengan
perlakukan yang diberikan kepada
lansia misalnya membandingkan
terapi dengan musik klasik dengan
musik jawa atau membandingkan
terapi tawa dengan terapi relaksasi
benson dan sebagainya.

DA@TAS PRSTAKA
1. Annisa, E. (2013). The Prevalance
of Sleep Disorder and Its Causes
and Effects on Students Residing In
Jahrom University of Medical
Sciences Dormitories. Journal of
Jahrom University of Medical
Sciences 9(4):12- 16.
2. Arnot, dkk (2009). Pustaka
Kesehatan Populer Pengobatan
Praktis: Perawatan Alternatif dan
Tradisional, volume 7. Jakarta: PT
Bhuana Ilmu.

2
3. Arysita,Putu (2013). Angka Kejadian and Outcomes in ESRD Patients
Serta Faktor-Faktor Yang Undergoing Hemodialysis
Mempengaruhi Gangguan Tidur [Tesis].Mahidol University.
17. Nugroho, Wahjudi. (2008).
(Insomnia) Pada Lansia Di Panti
Keperawatan Gerontik & Geriatrik
Sosial Tresna Werdha Seraya Edisi 3.EGC:Jakarta.
Denpasar Bali. Journal Studies. 18. Nursalam. (2016). Metodologi
4. Azizah, L. M. (2011). Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi
Keperawatanlanjutusia . Yogyakarta: 4.Jakarta: Salemba Medika.

5. gBraanhdaiiylmahu,. S. (2009). 19. OKOesmcaernpkreims


Lanjut Usia dan Keperawatan adi,P,2u0s1a3t)Informdalsaidmabnuldl
Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
6. Baker et all (2013). Sleep Quality eattian kesehatanLansia
and The Sleep 20. Ouellet, M.T.N. 1995. Sleep
Satisfaction of Older Adult Living in the
Electroenchephalogram. 1283-1291.
Community and Related Factors
7. Buysse, D.J.,et al (1989). The [Tesis]. Case Western Reserve
Pittsburgh Sleep Quality Index University, Frances.
(PSQI): A new Instrument for 21. Rohmawati, Z. (2012). Korelasi Antara
Psychiatric Practiceand Research, Frekuensi Senam Lansia Dengan
Pittsburgh: Elsevier Scientific Kualitas Tidur Pada Lanjut Usia Di
Publishers Ireland Ltd. Panti Sosial Tresna Werdha Unit Budi
Luhur Yogyakarta Tahun 2012. Skripsi
8. Caple & Grose. (2011). Sleep and
Dipublikasikan. Program Studi Ilmu
Hozpitalization. Evidence-Basec Care
Keperawatan Yogyakarta.
Sheet. Sleep andSystem.
Cinah Information Hozpitalization .
9. Darmojo, Boedhi, dan Martono, Hadi.
Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut) Edisi 2. 2000. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
10. Hidayat, A. (2008). Pengantar
Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi,
Konsep dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
11. Hidayat, Alimul A. (2010). Metode
Penelitian Kesehatan Paradigma
Kuantitatif. Jakarta: Health Books.
12. Ibrahim, A. (2013). Sejahtera di Usia
Senja:Dimensi Psikoreligi Pada Lanjut
Usia. Jakarta.FKUI

13. AKrooemnasotermapaird
KesehaAta-nZ,
iyahu.n(2tu0k09)
Kebugaran, dan kecantikan.
Yogyakarta:ANDI
14. Luo.J. Zhu G, Zhao Q/,Meng H/, Zhen
H,et al. Prevalen and risk factors of
poor Sleep/ Quality among Chinese
Elderly in an Urban Comunity : Result
from Shanghai, Anging Study . Plos
ONE 2013; 8 (11): e81261
15. Mau,
(2012).Pengaruhpenerapanrelaksasib
ensonterhadapgangguantidur
(insomnia padalansia di UPT
PantiPenyantunanLanjutUsia
Budi AgungKupang).
StikesmaranathaKupang.
16. Modjod, D. 2007. Insomnia
Experience, Management Strategies,
2
d i n i d a p a t s e g e y a maokiuikn ma tbdpkt tamur sbtboke ifnmasanyk stkcao mkn

2
ibkmkkn
kkn pksabn sumke dbdckai. Dbdpbrckaia
ibiuktkn ftft sbtboke maokiuiknnyk Skngb
`ungsa skrk` dbrupkikn tujukn pbrkwktkn
F` Dftifn dbnggbnggkd cfok.
supfrta` mana dbokoua tbrkpa fisik.
Skngb F` Dftifn dbrupki k
KESIMPULAN DAN SARAN
n pbrgbrkikn pbrsbnmakn sbsuka mbngkn
Oktaekn SFD dbnggbnggkd cfok
gbrkikn ykng dbdungianikn tbrjkmanyk
dbdaoaia pbngkrue tbrekmkp ibobnturkn ftft
ifntrkisa mkn
pstkrfmikb.tSknbsgpkfnimkbnnkmnakmnkjunrikar
p(Wbragnbsrtkbianknbtftkfot.,ck3a8i;6sb).jkEr
na oybcknaegkditba`nmkborkadtk melakukan
k op ka ns a ` dbknu
upnujnuikiktan` tbrmkpkt
aktifitas fisik supaya tidak terjadi
pbngkrue kntkrk SFD tbrekmkp ibiuktkn ftft
pbnurunkn ibiuktkn ftft, skoke sktu jfntfenyk
pkmk pksabn strfib ikrbnk sbtakp rbspfnmbn
dbngkokda pbnangiktkn sikok

ettps<//jurnko.ugd.kj.am/jibsvf Published online May 3;, 20;9 ;;6


Pengaruh Range of Motion (ROM) ]erhadap Keiuatan Ftot...

kmkoke dbnggbnggkd cfok. Maekykpikn Cbnjkdan, B. L., Cbyyy, L. M., Cfymbn, W. C.,
iboukygk ybspfnmbn untui tbtkp dbdftavksa … ]uynby, D. C. (38;3). Ebkyt Masbksb knm
ybspfnmbn untui tbtkp dbokiuikn SFD Z t y f i b Z t k t a s ta j s — 3 8 ; 3 R p m k
sbjkyk dknmaYa. tb . Ja Y juoktafn. ;37(;).
ettps<//mfa.f Y g/
DA@]AR PUS]AKA ;8.;;6;/jaY.8c8;3b3;535;34km
Cbokgkjb, Z. S. (38;7). ZtYfib Sbekcaoatktafn. Lunkbmy, A . ( 38 81 ) . Zt Y f ib , Wkspkmka
Knjkdknyk. QfgykikYtk< Knma XucoasebY.
JNfbunYtfa onfuguy.d 33O(a;`)b< o f3n35g-

32O3b.k YSnbatnYagbvbanm NktafnstkYofiZtbYfSibjfKvsbsYfyjGakutaafmnb..


` Y f d e tt p s < / / m f a . f Y g / ; 8 . ; 3 ; (N38k;ta8f)n. kEo fZptYbf< iKb Kssfjaktafn.
3 / JFN.8888888888888433 ]sbng, J. N., Jebn, J. J. E., Wu, Z. J., & Oan, O.
JekamaY, S., & \ukYma, A. D. (38;4). K. (3887). EHects f` k Ykngb-f`-dftafn
XbnggkYue O k t a e k n S k n g b F ` D b x b Y j a s b p Y fg Y k d db . L f u Y n k o
f t a f n p k m k BistYbdatks Ktks f ` Kmvknjbm Nu Y sang. 27(3)<
mbngkn Cfok IkYbt ;5;–;1;. SbtYabvbm `Yfd
]bYekmkp Ibiuktkn Ftft Xksabn ZtYfib ettps<//mfa.fYg/;8.;;;;/ j.;362-
Nfn EbdfYkga ma Sukng Skwkt ZtYfib 3645.3886.84875.x
SZZN Cuiattangga ]keun 38;3. LuYnko Wanstban, J. L., Ztban, L., KYbnk, S., Cktbs,
Aodu Ibsbektkn Afiyah. ;(;)< 3-6. C., JebYnby, O. S., JYkdbY, Z. J., … \
@kYamk, A., & Kdkoak, N. (3881). fYfwam,
Dbngkntasapksa ZtYfib. QfgykikYtk< Cuiu S. M. (38;6). Guamboanbs `fY Kmuot
CaYu. ZtYfib Sbekcaoatktafn knm SbjfvbYy< K
@aokntap, K. (38;2). XbngkYue Oktaekn SFD Guamboanb
Kita` ]b Y ekmkp Ibobntu Y kn Zbnma
`fY EbkotejkYb XYf`bssafnkos `Yfd teb
BistYbdatks Ckwke mkn GbYkikn DftfYai KdbYajkn EbkYt Kssfjaktafn/KdbYajkn
pkmk Oknsak ma Rnat Xbokyknkn Zfsako ZtYfib Kssfjaktafn. ZtYfib. 47(6)< b15-
Wbnang WkYmfyf RngkYkn. ZiYapsa. b;61. SbtYabvbm `Yfd ettps<//mfa.fYg/
RnavbYsatks NbgbYa ZbdkYkng. SbtYabvbm ;8.;;6;/Z]S.8888888888888815
fYom https://lib.unnes.ac.id/23401/ Wawat. (38;8). ZtYfib mkn Xbnkngknknnyk.
Gf, K. Z., MozaHarian, M., SfgbY, P. O., QfgykikYtk< Iktk Ekta.

Anda mungkin juga menyukai