Anda di halaman 1dari 43

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Februari 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

OCULUS DEXTRA ET SINISTRA


PRIMARY OPEN ANGLE GLAUCOMA

OLEH :
Hastri Adhe Ramdhany
C014172026

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Muhammad Affan Azhari

SUPERVISOR:
Dr. dr. Habibah S. Muhiddin, Sp.M(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa:


Nama : Hastri Adhe Ramdhany
NIM : C014172026
Judul Case Report : ODS Primary Open Angle Glaucoma

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar, Februari 2019

Supervisor Residen Pembimbing

Dr. dr. Habibah S. Muhiddin, Sp.M(K) dr. Muhammad Affan Azhari

2
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. DK
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Bugis makassar/indonesia
Agama : Islam
Alamat : Makassar
Pekerjaan : Pegawai
Tgl. Pemeriksaan : 19-02-2019
Rumah Sakit : Universitas Hasanuddin

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Mata merah pada kedua mata
Anamnesis terpimpin :
Dirasakan sejak 3 bulan terakhir. Awalnya penglihatan pasien selalu silau
jika melihat cahaya lampu seperti ada pelangi yang disertai nyeri pada kedua mata
jika disentuh. Pasien pernah berobat ke dokter umum 2 tahun yang lalu dan diberikan
obat tetes mata cendo xitrol. Riwayat sering memakai obat tetes mata cendo xitrol
jika mata merah atau gatal sejak 2 tahun terakhir. Air mata berlebih tidak ada, nyeri
kepala ada mual dan muntah tidak ada.
Riwayat trauma tidak ada, riwayat menggunakan kacamata tidak ada, riwayat
hipertensi disangkal, riwayat diabetes melitus tidak ada.. Riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama tidak ada.

3
Tanda Vital:
Keadaan umum : Baik/ Gizi Cukup/ Sadar
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/ menit
Pernapasan : 20 x/ menit
Suhu : 36,6oc
VAS :2

III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

STATUS LOKALIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Inspeksi

Gambar 2.1 OD Gambar 2.2 OS

No Pemeriksaan OD OS

1. Palpebra Edema (-) Edema (-)


2. App. Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
3. Silia Sekret (-) Sekret (-)
4. Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (+)
5. Bola mata Normal Normal

4
6. Mekanisme Ke segala arah Ke segala arah
muskular

7. Kornea Jernih Jernih


8. Bilik mata depan Kesan normal Kesan normal
9. Iris Coklat, Krypte (+) Coklat, Krypte (+)
10. Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)
11. Lensa Jernih Jernih

b. Palpasi

No Pemeriksaan OD OS

1. Tensi Okuler Tn +1 Tn +1
2. Nyeri Tekan (+) (+)
3. Massa Tumor (-) (-)
4. Glandulaperiaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)

c. Tonometri (Non Contact Tonometer) OD = 38 mmHg


OS = 35 mmHg

d. Visus VOD = 20/20


VOS = 20/30

5
e. Penyinaran Oblik

Pemeriksaan OD OS

Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (+)


Kornea Jernih Jernih
Bilik mata depan Kesan normal Kesan normal
Iris Cokelat, kripte (+) Cokelat, kripte (+)
Pupil Bulat,sentral,RC (+) Bulat,sentral,RC (+)
Lensa Jernih Jernih

f. Pemeriksaan Slit Lamp


SLOD = konjungtiva hiperemis (+), kornea jernih edema (-), bilik mata
depan kesan normal, iris coklat krypte (+), pupil bulat sentral RC
(+), lensa jernih
SLOS = konjungtiva hiperemis (+), kornea jernih edema (-), bilik mata
depan kesan normal, iris coklat krypte (+), pupil bulat sentral RC
(+), lensa jernih

g. Tonometri Schiotz OD = 38,2 mmHg


OS = 35,6 mmHg

h. Gonioskopi OS

6
i. Funduskopi

Gambar 2.3 OD Gambar 2.4 OS

FOD = Refleks fundus (+), papil nervus optik batas tegas, CDR 0,9, A/V
Ratio 2:3 , reflex fundus positif, retina perifer kesan tipis
FOS = Refleks fundus (+), papil nervus optik batas tegas, CDR 0,8, A/V
Ratio 2:3 , reflex fundus positif, retina perifer kesan tipis

7
j. Perimetri

Gambar 2.5 OD Gambar 2.6 OS

OD = kesan defek lapang pandang berat


OS = kesan defek lapang pandang berat

IV. Resume
Seorang laki-laki 26 tahun datang dengan keluhan mata merah pada kedua
mata dirasakan sejak ± 3 bulan yang lalu. Defek lapang pandang (+), Silau (+), halo
(+) disertai nyeri pada mata kanan jika disentuh, air mata berlebih (-) nyeri kepala
(+), mual dan muntah (-). Pasien pernah berobat ke dokter umum 2 tahun yang lalu
dan diberikan obat tetes mata cendo xitrol. Riwayat sering memakai obat tetes mata
cendo xitrol jika mata merah atau gatal sejak 2 tahun terakhir.
Riwayat trauma (-), riwayat hipertensi disangkal, riwayat diabetes melitus
tidak ada. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-).
Pada pemeriksaan inspeksi ditemukan konjungtiva hiperemis pada ODS, bilik
mata depan kesan normal pada ODS. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD =
20/20 dan VOS = 20/30.

8
Pada pemeriksaan slit lamp didapatkan SLODS = Bilik mata depan kesan normal
Pada pemeriksaan non contact tonometry didapatkan
TIOD = 38 mmHg
TIOS = 35 mmHg
Pada pemeriksaan tonometry Schiotz didapatkan
OD = 38,2 mmHg
OS = 35,6 mmHg
Pada pemeriksaan gonioskopi didapatkan
OD = kesan glaukoma sudut terbuka
OS = kesan glaukoma sudut terbuka
Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan
FOD = CDR 0,9 , retina perifer kesan tipis
FOS = CDR 0,8 , retina perifer kesan tipis
Pada pemeriksaan perimetri didapatkan
OD = kesan defek lapang pandang berat
OS = kesan defek lapang pandang berat

V. Diagnosis
ODS Primary Open Angle Glaucoma

VI. Penatalaksanaan
- Timolol 0,5% ED 4x1 gtt/ODS
- Azopt 1% 4x1
- Glaopen 0,6 mL 2x1

VII. Prognosis
Quad Ad Vitam : Dubia
Quad Ad Sanationam : Dubia
Quad Ad Visam : Malam
Quad Ad Cosmeticam : Bonam

9
VIII. Diskusi
Pasien di diagnosis ODS Primary Open Angle Glaucoma berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Hasil anamnesis
didapatkan keluhan mata merah sejak 3 bulan terakhir. Awalnya penglihatan pasien
selalu silau jika melihat cahaya lampu seperti ada pelangi yang disertai nyeri pada
kedua mata jika disentuh. Pasien pernah berobat ke dokter umum 2 tahun yang lalu
dan diberikan obat tetes mata cendo xitrol. Riwayat sering memakai obat tetes mata
cendo xitrol jika mata merah atau gatal sejak 2 tahun terakhir. Air mata berlebih tidak
ada, nyeri kepala ada mual dan muntah tidak ada.
Pemeriksaan tonometry Schiotz OD= 38,2 mmHg dan OS= 35,6 mmHg.
Pemeriksaan Slit lamp ODS Van Herick grade 4, pemeriksaan Gonioskopi ODS
kesan Glaukoma sudut terbuka, Pemeriksaan Funduskopi OD= kesan penggaungan
pada diskus optik dengan CDR 0,9 dan OS= kesan penggaungan pada diskus optik
dengan CDR 0,8. Pemeriksaan perimetri OD= kesan Tunnel vision (altitudinate +
arcuate), OS = kesan Altitunade.
Pada kasus ini diberikan terapi farmakologi berupa timolol, azopt,dan glaopen.
Timolol merupakan golongan beta blocker yang berfungsi mengurangi sekresi humor
aquos dengan mempengaruhi reseptor beta1 dan beta2 di korpus siliaris. Azopt
mengandung bahan aktif brinzolamide, yang merupakan kelompok obat yang
penghambat anhidrase karbonat yang bertanggung jawab atas produksi dan
pemecahan asam karbonat. Bagian dari hasil reaksi ini menghasilkan produksi
bikarbonat. Brinzolamida menghambat aksi anhidrida karbonat dan dengan demikian
menurunkan produksi bikarbonat. Bikarbonat diperlukan untuk produksi cairan
(aqueous humor) yang mengisi bagian belakang mata.
Glaupen mengandung latanoprost merupakan salah satu obat anti glaukoma terbaru
yang paling efektif untuk menurunkan peningkatan TIO pada pasien glaukoma sudut
terbuka. Latanoprost bekerja dengan meningkatkan aliran keluar uveoskleral daripada
mempengaruhi aliran akuos melalui jalur konvensional trabekulo-kanalikular. Obat
ini mengalami hidrolisis enzimatik di kornea dan diaktifkan dalam bentuk asam
latanoprost. Responnya diperkirakan dimediasi reseptor prostanoid. Latanoprost lebih
selektif dibandingkan PGF 2a pada keadaan tersebut sehingga memiliki profil

10
terapetik yang lebih baik. Penurunan TIO dimulai kira-kira 3-4 Jam setelah
pemberian dan efek maksimal diperoleh setelah 8-12 jam. Lama kerja obat ini
berkisar antara 20-24 jam.

11
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Glaukoma bukan merupakan proses penyakit tunggal namun sekelompok
kelainan yang ditandai dengan neuropati optik progresif yang menghasilkan
gambaran cekungan “cupping” diskus optik.1
Glaucoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda berupa adanya neuropati
optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan penyempitan lapang
pandang (visual field) disertai dengan kanaikan tekanan intraokuler. Mekanisme
peningkatan tekanan intraokuler pada gaukoma dipengaruh oleh gangguan aliran dari
humor aquos.1,3

B. Epidemiologi
Glaukoma bukanlah satu kesatuan klinis tapi sekelompok penyakit mata
dengan berbagai penyebab yang pada akhirnya terkait dengan neuropati optik
progresif yang menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan. 3
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak
diseluruh dunia. Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glaucoma
bersifat permanen (irreversible). Berdasarkan data WHO tahun 2010, diperkirakan
sebanyak 3,2 juta orang mengalami kebutaan akibat glaucoma. 10
Sekitar 8,4 juta orang di seluruh dunia buta pada kedua mata akibat glaukoma
(4.472,083 glaukoma sudut terbuka (OAG) dan 3.936.241 glaukoma sudut tertutup
(CAG)). Jumlah orang dengan glaukoma sudut terbuka di Amerika Serikat,
diperkirakan 2,2 juta pada tahun 2004, diperkirakan akan meningkat seiring
bertambahnya usia penduduk, menjadi 3,36 juta pada tahun 2020. Sekitar 130.000
orang Amerika buta akibat glaukoma. Ini adalah penyebab kebutaan ketiga di
Amerika Serikat. (CPG) Insiden Primary Open Angle Glaucoma (POAG) sekitar 1-100
populasi pada smua jenis kelamin ditas usia 40 tahun. 1
Survei Mata Baltimore memperkirakan prevalensi kebutaan glaukoma
menjadi 1,7 per 1.000 pada populasi umum, dimana lebih dari 75% disebabkan oleh

12
glaukoma sudut terbuka primer (POAG). Lebih dari 11% dari semua kebutaan dan
8% dari semua gangguan penglihatan mungkin disebabkan oleh glaukoma. 3
Pemeriksaan mata komprehensif secara berkala merupakan langkah awal yang
paling baik untuk mendeteksi glaukoma pada populasi berisiko tinggi. 3

C. Fisiologi Humor Aquos


Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aquos
dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aquos merupakan cairan
jernih yang mengisi bilik mata depan (0,25 ml) dan bilik mata belakang (0,06 ml).
Komposisi humor aquos hampir sama dengan komposisi plasma, yaitu mengandung
askorbat, piruvat, laktat, protein, dan glukosa. Fungsi dari humor aquos adalah1 :
- Mempertahankan tekanan intraokular
- Menyediakan substrat dan menghilangkan hasil metabolik kornea dan lensa
- Sebagai media refraksi
Indeks bias dari humor aquos adalah 1,336, dengan komposisi : 99,9% air dan
0,1% adalah bahan lain berupa : protein, asam amino, glukosa, urea, askorbat, asam
laktat, natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat. 1
Humor aquos diproduksi di plasma di dalam jaringan kapiler korpus siliaris.
Tingkat produksi normalnya adalah 2,3 μl/menit. Mekanisme pembentukan humor
aquos adalah sebagai berikut : 1
1. Ultrafiltrasi : pertama-tama dengan ultrafiltrasi, sebagian besar zat plasma
keluar dari dinding kapiler, jaringan ikat longgar dan epitel pigmen dari
korpus siliaris. Filtrat plasma terakumulasi di balik epitel nonpigmen korpus
siliaris.
2. Sekresi : batas sel epitel nonpigmen merupakan blood aqueous barrier. Zat
tertentu secara aktif diangkut (disekresikan) melintasi penghalang ini ke
dalam ruang posterior. Pengangkutan aktif dibawa oleh pompa aktif ATPase +
A + K + aktif dan sistem enzim anhidrase karbonat. Zat yang secara aktif
diangkut meliputi natrium, klorida, potasium, asam askorbat, asam amino dan
bikarbonat.

13
3. Difusi : pengangkutan aktif zat-zat ini melintasi epitel tidak berpigmen korpus
siliaris menghasilkan gradien osmotik yang menyebabkan perpindahan unsur
penyusun plasma lainnya ke dalam bilik mata depan. Natrium merupakan
penyebab utama pergerakan air ke dalam bilik mata belakang.

Drainase Humor Aquos


Humor aquos dibentuk di korpus siliaris dan mengalir dari bilik mata
belakang ke bilik mata depan melalui pupil melawan resistensi fisiologis ringan. Dari
bilik mata depan humor aquos melewati dua rute : 1,2
1. Trabecular meshwork (konvensional) : sekitar 90% dari total humor aquos
keluar melalui rute ini. Humor aquos masuk ke trabecular meshwork sampai
ke dinding bagian dalam kanalis Schlemm. Teori vakuolasi mengatakan ruang
transelular yang ada di sel endotel membentuk dinding dalam kanalis
Schlemm. Sistem vakuola dan pori-pori terbuka terutama sebagai respon
terhadap tekanan, mengangkut air dari jaringan ikat juxtacanalicular ke
kanalis Schlemm. Dari kanalis Schlemm, humor aquos diangkut melalui 25-
35 saluran kolektor eksternal ke dalam vena episkleral melalui sistem
langsung dan tidak langsung. Suatu gradien tekanan antara tekanan
intraokular dan tekanan vaskular intraskleral (sekitar 10 mmHg) bertanggung
jawab atas aliran searah aqueous.
2. Uveoscleral (tidak konvensional) : Ini bertanggung jawab atas sekitar 10%
dari total aliran keluar air. Humor aquos melintasi korppus siliaris ke ruang
suprachoroidal dan dikeringkan oleh sirkulasi vena di korpus siliaris, koroid
dan sklera.

14
Gambar . 1.1 Anatomi Normal Drainase Humor Aquos2

Tekanan Intraokular (TIO) mengacu pada tekanan yang diberikan oleh cairan
intraokular pada bola mata. TIO normal bervariasi antara 10-21 mm Hg (rata-rata
16±2,5mmHg). TIO normalnya dipertahankan oleh keseimbangan antara aliran keluar
dari aquos humor dan produksinya. Berbagai faktor yang mempengaruhi tekanan
intraokular dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1,3
Faktor lokal
1. Pembentukan humor aquos : mempengaruhi tingkat TIO. Pembentukan humor
aquos tergantung pada banyak faktor seperti permeabilitas kapiler siliaris dan
tekanan osmotik darah.
2. Ketahanan terhadap arus keluar humor aquos (drainase) : Dari sudut pandang
klinis, ini adalah faktor yang paling penting. Sebagian besar resistansi
terhadap arus keluar humor aquos berada pada trabecular meshwork.
3. Peningkatan tekanan vena episkleral : dapat menyebabkan kenaikan TIO.
Manuver Valsava menyebabkan peningkatan sementara tekanan vena
episkleral dan kenaikan TIO.
4. Dilatasi pupil : pada pasien dengan sudut bilik mata depan sempit dapat
menyebabkan peningkatan TIO karena penyumbatan relatif terhadap drainase
humor aquos.

15
Faktor umum
1. Keturunan : Ini mempengaruhi TIO, mungkin dengan mode multifaktorial.
2. Usia : TIO rata-rata meningkat setelah usia 40 tahun, mungkin karena
berkurangnya aliran keluar dari humor aquos.
3. Jenis kelamin : TIO sama antara jenis kelamin pada usia 20 - 40 tahun. Pada
kelompok usia tua rata-rata TIO meningkat terutama pada wanita.
4. Variasi diurnal dari TIO : Biasanya, ada kecenderungan TIO yang lebih
tinggi di pagi hari dan lebih rendah di malam hari. Hal ini terkait dengan
variasi diurnal pada kadar kortisol plasma. Mata normal memiliki fluktuasi
yang lebih kecil (<5 mmHg) dari pada mata glaucomatous (> 8 mmHg).
5. Variasi postural : TIO meningkat saat berubah dari posisi duduk ke posisi
terlentang.
6. Tekanan darah : prevalensi glaukoma sedikit lebih banyak pada pasien
hipertensi daripada normotensi.
7. Tekanan osmotik darah : peningkatan osmolaritas plasma (seperti yang terjadi
setelah pemberian mannitol intravena, gliserol oral atau pada pasien dengan
uraemia) dikaitkan dengan penurunan TIO, sementara penurunan osmolaritas
plasma (seperti yang terjadi pada tes provokatif) dikaitkan dengan kenaikan
TIO.

D. Klasifikasi
Glaukoma di klasifikaskan berdasarkan etiologi klinisnya sebagai berikut : 1,8
a) Glaukoma Kongenital Primer
1. Primary Congenital Glaucoma
Ini mengacu pada TIO yang tidak normal yang diakibatkan oleh anomali
perkembangan sudut ruang anterior, tidak terkait dengan anomali okular atau sistemik
lainnya. Primary congenital glaukoma menurut perkembangannya dibagi menjadi :
- True congenital glaucoma : peningkatan TIO terjadi selama kehidupan
intrauterin dan anak lahir dengan pembesaran mata. Ini terjadi pada sekitar
40% kasus.

16
- Infantile glaucoma : dikategorikan infantile saat penyakit muncul sebelum
anak berusia 3 tahun. Ini terjadi pada sekitar 50% kasus.
- Juvenile glaucoma : pada anak usia 3-16 tahun dengan prevalensi kejadian
sekitar 10%.
2. Developmental Glaucoma
Glaukoma tipe ini mencakup berbagai kondisi termasuk, sindrom marfan,
sindrom Axenfeld-Rieger, Anomali Peters, Sindrom Sturge-Weber, sindrom rubella
kongenital, mikrokornea kongenital, dll.

b) Glaukoma Primer
1. Primary Open Angle Glaucoma (POAG)
Sesuai dengan namanya, ini adalah jenis glaukoma primer, di mana tidak ada
penyebab sistemik atau okular yang jelas. POAG juga dikenal sebagai glaukoma
kronik sederhana onset dewasa dan biasanya ditandai dengan tekanan intraokular
yang progresif meningkat secara secara perlahan (>21 mmHg) yang terkait dengan
penggaungan diskus optik khas dan defek pada lapang pandang. 1,8
2. Primary Close Angle Glaucoma (PCAG)
PCAG adalah jenis glaukoma primer dimana tidak ada penyebab sistemik atau
okular yang jelas yang menyebabkan peningkatan TIO. PCAG disebabkan oleh
gangguan iris, lensa dan struktur retrolentikular. 1, Berdasarkankan klinisnya, PCAG
dibag menjadi :
- Latent primary angle-closure glaucoma (Latent PCAG) : istilah ini digunakan
untuk pasien yang secara anatomis memiliki kecenderungan terhadap
penutupan sudut, yaitu mata dengan bilik mata depan yang sempit (pada kasus
hipermetrop). Pada glaukoma tipe ini kadang tidak menimbulkan gejala,
hanya pada pemeriksaan slit lamp mungkin didapatkan bilik mata depan yang
sempit, bentuk iris yang lebih cembung, iris yang letaknya lebih dekat dengan
kornea perifer. Pada gonioskop didapatkan sudut iridokornea yang sangat
sempit (Shaffer grade 1). TIO pada latent PCAG mungkin tetap normal, untuk
mendiagnosisnya bisa menggunakan tes provokatif yaitu Prone-darkroom test
(TIO awal diukur lalu pasien dibaringkan dalam ruang yang gelap selama 1

17
jam setelah itu TIO diukur lagi, tes positif bila peningkatan TIO >8mmHg),
Mydriatic provocative test (tes ini jarang digunakan lagi karena tidak nyaman
bagi pasien dan jika hasilnya positif dapat memberikan serangan glaukoma
yang berbahaya, tes ini dilakukan dengan memberikan midriatik lemah seperti
tropicamide 0,5% atau secara bersamaan diberikan midriatik (phenylephrine)
dan miotik (pilocarpine 2%) pemberian ini digunakan untuk menghasilkan
mid dilatasi pada pupil, tes dikatakan positif bila terjadi penutupan sudut.
Tatalaksananya profilaksis untuk kasus ini berupa laser iridotomy, dimana
jika tidak diobati maka TIO berisiko meningkat akut selama 5 tahun.
- Subacute or intermittent primary angle-closure glaucoma (Subacute PCAG) :
adalah keadaan dimana terjadi peningkatan TIO (40-50mmHg) yang
berlangsung selama beberapa menit sampai 2 jam. Serangan seperti ini terjadi
pada sudut yang occludable biasanya dipicu oleh kecenderungan
membaca/menonton dalam cahaya redup, fisiologis bilik mata depan yang
sempit sehingga dengan berbaring dapat memicu serangan. Gejalanya berupa
defek lapang pandang sementara pada satu mata, halo, nyeri kepala dan nyeri
pada mata yang sakit. Serangan dapat berhenti sendiri karena miosis fisiologis
dari pupil, tetapi tida memungkinkan untuk terjadi serangan berulang.
- Acute primary angle-closure glaucoma : serangan pada tipe glaukoma ini
terjadi karena penutupan sudut yang mendadak dan tiba-tiba yang
menyebabkan peningkatan TIO parah. Biasanya tidak berhenti sendiri dan
berbahaya jika tidak ditangani selama beberapa hari. Gejala berupa rasa sakit
yang sangat berat pada mata dan menyebar sepanjang penjalaran N. V, mual
dan muntah juga sering menyertai, penurunan penglihatan yang progresif,
konjungtiva hiperemis, fotofobia dan lakrimasi. Tanda yang didapat pada
pemeriksaan penunjang : hipersensitivitas kornea meningkat, bilik mata depan
dangkal, sudut iridokornea pada gonioskopi (Shaffer 0), perubahan warna iris,
pupil middilatasi dan tidak berespon terhadap cahaya, TIO (40-70 mmHg),
edema papil. Untuk penanganannya dapat diberikan Systemic hyperosmotic
agent intravenous (mannitol 1mg/kgBB) unutk menurunkan TIO,
Acetozalamide golongan carbonic anhydrase inhibitor 500mg/iv di lanjutkan

18
dengan 250mg 3x1, analgetik dan antiemetic sesuai gejala, Pilocarpine 2%
eyedrops jika tekanan sudah sedidit menurun dengan pemberian awal setiap
30 menit selama 1-2 jam dan kemudian dilanjukan selama 6 jam, serta
pemberian tetes mata timolol maleat 0,5% 2x1 untuk mengurangi TIO.
Peripheral iridotomy diindikasikan ketika terjadi sinekia anterior >50% dan
tidak berespon dengan terapi farmakologi, atau dapat juga dilakukan Teknik
non invasive laser iridotomy.
- Postcongestive angle-closure glaucoma : glaukoma tipe ini mengacu pada
keadaan dimana mata sudah pernah mengalami serangan PCAG akut dengan
atau tanpa perawatan. Dibagi dalam empat tipe yaitu Postsurgical
postcongestive PACG (setelah dilakukan peripheral laser iridotomy),
pembukaan sudut secara spontan, Chronic congestive angle-closure glaucoma
(kelanjutan dari glaukoma akut sudut tertutup bila tidak diobati atau tidak
berhasil dengan peripheral laser iridotomy dengan gejala berupa peningkatan
TIO, rasa sakit sedang, edama konjungtiva berkurang daripada fase akut,
cupping glaucomatous) dan korpus siliaris yang sduah dimatikan. Tatlaksana
pada glaukoma tipe ini meliputi steroid topical untuk mengurangi peradangan,
trabekulektomi jika TIO terus meningkat.
- Chronic primary angle-closure glaucoma : diakibatkan oleh penutupan akibat
sinekia anterior yang pertahap, subacute PCAG. Klinisnya menunjukkan TIO
yang terus meningkat, konjungtiva tidak hiperemis, tidak nyeri, cupping
glaucomatous, defek lapang pandang. Pengobatan berupa laser iridotomy atau
trabekulektomi.
- Absolute primary angle-closure glaucoma : gambaran klinis berupa buta,
Perilimbal reddish blue zone (flushing siliaris disekitar kornea karena vili
silaris yang melebar), caput medusa sensitivitas kornea menurun, atrifi iris,
BMD sangat dangkal, dilatasi pupil yang memberi warna kehijauan, atrofi
optik glaucomatous, TIO tinggi hingga bola mata sangat keras. Penangan
berupa injeksi alcohol retrobulbar untuk menghilangkan rasa sakit xylocaine
2% 1 ml lalu 5-10 menit kemudian disuntuikkan alkohol 80%,
Cyclocryotherapy (menghancurkan epitel korpus siliaris agar tidak dapat

19
memproduksi humor aquos), enuklease (dipertimbangkan saat rasa sakit sudah
tidak tertahan lagi.

c) Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah gangguan dimana peningkatan TIO dikaitkan
dengan beberapa penyakit mata ataupun penyakit sistemik. 1,8
1. Lens-Induced (Phacogenic) Glaucoma
 Phacomorphic Glaucoma : disebabkan oleh Lens intumescent (lensa katarak
yang bengkak karena pematangannya yang cepat) atau kadang juga karena
pecahnya kapsul anterior post traumatik, subluksasi lensa ke anterior atau
dislokasi lensa.
 Phacolytic Glaucoma (Lens protein glaucoma) : ini adalah jenis glaukoma
sudut terbuka sekunder dimana trabecular meshwork tersumbat oleh protein
lensa dan makrofag yang memfagositosis protein lensa. Kebocoran dari
protein lensa ini sendiri terjadi biasanya pada katarak hipermatur
(morgagnian).
 Lens Particle Glaucoma : ini adalah jenis glaukoma sudut terbuka sekunder,
dimana trabecular meshwork terhalang oleh partikel lensa yang mengambang
di humor aquos. Hal ini mungkin terjadi karena partikel lensa tertinggal
setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular yang tidak disengaja atau
direncanakan atau setelah terjadi ruptur traumatis pada lensa.
 Glaucoma Associated with Phacogenic Uveitis : pada glaukoma tipe ini TIO
meningkat karena reaksi inflamasi jaringan uveal yang terpancar oleh materi
lensa. Pada dasarnya, itu juga merupakan jenis sekunder glaukoma sudut
terbuka dimana meshwork trabekular tersumbat oleh sel-sel inflamasi dan
partikel lensa.
 Glaucoma Associated with Phacoanaphylaxis : pada tipe ini terjadi reaksi
inflamasi akibat antigen (protein lensa) bereaksi dengan antibody sehingga
partikelnya menyumpat trabecular meshwork.
2. Glaucoma Due to Uveitis

20
 Hypertensive Uveitis : mirip dengan phacogenic uveitis, terjadi reaksi
inflamasi akibat antigen (protein lensa) dengan antibody.
 Post Inflamatory Glaucoma : TIO meningkat post iridocyclitis bisa
menyebabkan sinekia posterior atau sinekia anterior.
3. Pigmentary Glaucoma : Ini adalah jenis glaukoma sudut terbuka sekunder
Dimana trabecular meshwork tersumbat oleh partikel pigmen yang berasal dari
gesekan mekasnis iris posterior dengan zonular fibrils. Karakteristik glaukoma
ini mirip dengan POAG, terkait dengan pengendapan butiran pigmen pada
struktur segmen anterior seperti iris, permukaan posterior kornea, trabecular
meshwork, zonula zinii dan lensa.
4. Neovascular Glaucoma (NVG) : terbentuknya neovaskularisasi pada bilik mata
depan (rubeosis iridis) yang merupakan akibat dari iskemik retina yang biasa
terjadi pada : Retinopati diabetik,, Oklusi arteri/vena retina sentral, Retinopati sel
sabit, Penyakit Eales, radang intraokular kronis, tumor intraokular, dan ablasi
retina lama.
5. Glaucoma Associated With Intraocular Tumours : akibat tumor intraokular
seperti melanoma ganas (iris, koroid, korpus siliaris) dan retinoblastoma dapat
terjadi oleh satu atau lebih dari mekanisme berikut : blok trabecular meshwork
karena tersumbat oleh sel tumor atau invasi langsung oleh bibit tumor,
Neovaskularisasi sudut, Stasis vena mengikuti penyumbatan vortex vena,
Penutupan sudut karena perpindahan maju diafragma iris-lensa akibat
peningkatan massa tumor.
6. Pseudoexfoliative Glaucoma (Glaucoma Capsulare) : Pseudoexfoliation
syndrome (PES) ditandai dengan pengendapan bahan mirip ketombe abu amorf
di tepi pupil, permukaan lensa anterior, permukaan posterior iris, zonasi dan
proses siliaris. Sumber pasti bahan eksfoliatif masih belum diketahui. 50% kasus
terkait dengan glaukoma sudut terbuka sekunder. Mekanisme peningkatan TIO
masih belum jelas. Penyumbatan trabekula oleh bahan eksfoliatif dianggap
sebagai penyebab yang mungkin terjadi. Secara klinis glaukoma ini mirip seperti
POAG.

21
7. Steroid Induced Glaucoma : ini adalah jenis glaukoma sudut terbuka sekunder
yang berkembang akibat terapi steroid topical ataupun sistemik. Beberapa teori
menjelaskan tentang terjadinya glaukoma akibat penggunaan steroid diantaranya:
- Teori Glycosaminoglycans (GAG). Kortikosteroid menghambat pelepasan
hidrolase (menstabilkan membran lisosomal). Karena itu trabecular tidak
dapat mempertahankan humor aquos di ruang ekstraselular. Hal ini
menyebabkan penyempitan ruang trabekuler dan penurunan ekskresi humor
aquos.
- Teori sel endotel : Kortikosteroid diketahui menekan aktivitas fagositik sel
endotel yang dapat mengakibatkan akumulasi zat-zat di trabekular dan
mengurangi ekskresi humor aquos.
- Teori prostaglandin : Prostaglandin E dan F (PGE dan PGF) diketahui dapat
meningkatkan kadar humor aquos dan dapat menghambat sintesis PGE dan
PGF yang menyebabkan penurunan ekskresi humor aquos.
8. Traumatic Glaucoma : mekanismenya berupa lensa yang terinduksi karena
pecah, bengkak atau dislokasi, Angle-closure karena pembentukan synechiae
anterior perifer setelah perforasi akibat cedera kornea yang menyebabkan
leucoma.
9. Ciliary Block Glaucoma : awalnya disebut sebagai glaukoma ganas adalah
kondisi langka yang dapat terjadi sebagai komplikasi dari setiap operasi
intraokular. Dimana terjadi penutupan sudut iridokornea karena berputarnya
korpus siliari kea rah depan sehingga menghalangi aliran humor aquos.
10. Glaucoma Associated with Intraocular Haemorrhages : Perdarahan intraokular
meliputi hifema (perdarahan pada bilik mata depan) dana tau perdarahan pada
korpus vitreus karena beberapa penyebab :
- Glaukoma sel darah merah : berhubungan dengan hifema traumatis yang
disebabkan oleh sumbatan sel darah merah pada trabekula. Hal ini juga ni
mungkin terkait dengan blok pupil karena bekuan darah.
- Haemolytic glaucoma : ini adalah glaukoma sudut terbuka sekunder akut
karena penyumbatan (penyumbatan) pada trabekula yang disebabkan oleh
sisa-sis sel darah merah yang telah lisis.

22
- Ghost cell glaucoma : ini adalah jenis glaukoma sudut terbuka sekunder
yang terjadi pada mata afakia atau pseudoafakia dengan perdarahan vitreous.
Setelah sekitar 2 minggu post perdarahan, sel darah merah merosot,
kehilangan kelenturannya dan menjadi sel khaki berwarna (ghost cell) yang
lolos dari vitreous ke dalam bilik mata depan dan menghalangi aliran humor
aquos di trabecular meshwork.
11. Glaucoma Associated With Corneal Endothelial Syndromes : mencakup 3 ciri
klinis yaitu atrofi iris progresif, Sindrom Chandler, dan Sindrom Cogan-Reese.
Iridocorneal Endothelial (ICE) adalah adanya sel endotel kornea yang abnormal
yang berkembang biak membentuk membran endotel dalam sudut bilik mata
depan yang menyebabkan penutupan sudut akibat kontraksi membran endotel ini
(sinekia sekunder).

Klasifikasi glaukoma berdasarkan sudut iridokornea :


1. Open Angle Glaucoma
- Primary open angle glaucoma : peningkatan TIO secara progresif
disertai dengan neuropati optic glaukomatous.
- Normo-tension glaucoma : tekanan intraocular normal tetapi terjadi
neuropati optic glaukomatous yang progresif.
- Secondary open angle glaucoma : peningkatan TIO yang disebabkan
oleh penggunaan obat-obatan, penyakit sistemik, atau penyakit mata
lainnya.

2. Close Angle Glaucoma


- Primary angle closure glaucoma
 Acute primary angle closure glaucoma : penutupan sudut bilik
mata depan dengan peningkatan TIO yang mendadak.
 Chronic primary angle closure glaucoma : penutupan sudut bilik
mata depan dengan peningktan TIO yang mendadak.
- Secondary angle closure glaucoma : penutupan sudut bilik mata depan
dengan peningkatan TIO yang disebabkan oleh penyebab sekunder.

23
Gambar 1.2 Klasifikasi glaukoma berdasarkan sudut iridokornea

E. Patofisiologi
 Primary Closed-Angle Glaucoma (PCAG)
PCAG adalah jenis glaukoma primer dimana tidak ada penyebab sistemik atau
ocular yang jelas yang menyebabkan peningkatan TIO. Disebabkan oleh gangguan
iris, lensa dan struktur retrolentikular. Pupillary block adalah mekanisme penutupan
sudut yang paling umum terjadi sehingga menyebabkan hambatan aliran humor
aquos dari bilik mata belakang ke bilik mata depan. Humor aquos akan terakumulasi
di belakang iris dan meningkatkan konveksitas sehingga mendorong iris ke depan dan
akhirnya terjadi penutupan sudut iridokornea.1
Mekanisme pupillary non-block dapat berupa bentuk iris yang memang
cenderung tinggi sehingga memungkinkan terjadinya penutupan sudut iridokornea.
Dapat juga disebakan oleh faktor fisiologis seperti, pelebaran pupil atau struktur lensa

24
yang cenderung lebih tebal dan letaknya lebih ke depan, serta segmen anterior yang
sempit/kecil pada mata penderita hipermetrop. 1

Gambar . 1.6 Primary Close Angle Glaucoma2

 Glaukoma sekunder
1. Open Angle Glaucoma
 Pre-trabecular defect : aliran keluar aquos terhambat oleh selaput pada
trabekulum.
 Trabecular defect : penyumbatan trabeklar meshwork oleh partikel pigmen dari
iris, sel darah merah, protein atau bahan peudoexfolatif (bahan yang dihasilkan
oleh epitel lensa, iris, ataupun korpus siliaris).
 Post-trabecular defect : penurunan aliran keluar aquos humor karena
meningkatnya tekanan pada vena episklera yang bisa disebabkan oleh

2. Close Angle Glaucoma


 Pupillary block : penurunan aliran keluar humor aquos akibat perlengketan iris
periper dengan trabekula.
 Non-pupillary block : penurunan aliran keluar humor aquos yang bukan
disebabkan oleh perlengketan iris dengan trabekula tetapi akibat masalh
fisiologis.

25
Gambar 1.7 Glaukoma sekunder

F. Manifestasi Klinis
Anamnesis
 Nyeri pada mata : peningkatan TIO yang sangat tinggi dapat menyebabkan nyeri
pada mata mungkin diakibatkan oleh factor-faktor seperti iritasi pada korpus
siliaris akibat kerusakan pada epitel-epitenya.
 Sakit kepala : peningkatan TIO secara tiba-tiba pada glaukoma akut dapat disertai
dengan keluhan nyeri hingga mual dan muntah.
 Halo : terjadi karena akumulasi cairan di epitel kornea dan perubahan indeks
refraksi pada lamellar kornea.
 Penglihatan kabur : penglihatan kabur terjadi pada glaukoma sekunder akibat
edema kornea dan uveitis yang menyertai peningkatan TIO.
 Defek lapang pandang : pada glaukoma tahap awal, pasien tidak mengeluhkan
kelainan pada penglihatannya. Hal ini biasa dikeluhkan bila telah berlanjut ke
tahap kerusakan nervus optik.
 Hiperemis : konjungtiva hiperemis : dialami hanya pada glaukama akut, tetapi
dapat juga pada glaukoma sekunder akibat uveitis, neovaskular glaukoma dan
glaukoma phacolytic.

26
G. Diagnosis 1,2,3,4,5,6,7
Berdasarkan peningkatan TIO, cupping glaucomatous dan defek lapang
pandang pasien dikategorikan ke ciri diagnostik berikut :1
1. Primary open angle glaucoma (POAG) : TIO >21 mmHg, cupping diskus optik
dan adanya defek lapang pandang.
2. Ocular hypertension or glaucoma suspect : TIO >21 mmHg secara terus-menerus
tetapi tidak terjadi perubahan pada diskus optik atau defek lapang pandang.
3. Normal tension glaucoma (NTG) or low tension glaucoma (LTG) : terdapat
cupping pada diskus optik dengan atau tanpa defek lapang pandang, dan TIO yang
terus menerus <21 mmHg.
Diperlukan beberapa pemeriksaan yang dapat dipakai untuk menemukan
kelainan-kelainan yang mendukung diagnosis glaukoma diantaranya :1,3,45,7
 Anamnesis : Riwayat pasien harus mencakup semua faktor risiko umum, keluarga,
okular, dan nonokular. Riwayat penyakit, riwayat alergi, dll.
 Pemeriksaan Visus : ketajaman penglihatan harus diukur sebagai salah satu
indicator penglihatan sentral.
 Biomikroskopik : untuk menilai segmen anterior mata mulai dari kornea hingga
lensa baik sebelum dan sesudah pupil dilebarkan harus dilakukan untuk
mengevaluasi anomali atau kelainan yang berkontribusi atau menyebabkan
peningkatan TIO. Van Herick slit-lamp grading digunakan jika tidak teredia
gonioskopi. Kedalaman dari bilik mata depan bagian perifer dibandingkan dengan
ketebalan kornea, yang terbagi menjadi beberapa grading :
- Grade 4 (Wide open angle): PACD = 3/4 to 1 CT
- Grade 3 (Mild narrow angle): PACD = ¼ to ½ CT
- Grade 2 (Moderate narrow angle): PACD = ¼ CT
- Grade 1 ( Extremely narrow angle): PACD < ¼ CT
- Grade 0 (closed angle): PACD = Nol

27
Gambar 1.8 Pemeriksaan Slit Lamp

 Tonometri : pengukuran TIO dengan tonometr bukanlah skrining yang dapat


diandalkan untuk mendeteksi glaukoma, karena setengah dari penderita glaukoma
memiliki TIO <22 mmHg.
 Diurnal Variation Test : sangat berguna untuk mendeteksi kasus dini. Pada tahap
awal glaukoma terdapat variasi diurnal yang berlebih, oleh karena itu diperlukan
pengukuran TIO berulang (setiap 2-3 jam) selama 24 jam. Dimana pada sebagian
besar pasien TIO rendah pada malam hari. Variasi TIO >5 mmHg pada
pengukuran dengan tonometri Schiotz dianggap mencurigakan dan jika TIO
berbeda >8 mmHg dapat ditegakkan sebagai diagnosis glaukoma. (Ak. Khurana)
 Gonioskopi : untuk menilai sudut bilik mata depan dengan melihat Root of the iris,
Cilliary body band, Scleral spur, Trabekular meshwork dan Schwalbe line.

28
Gambar1.9 (A) Open Angle on Gonioscopy Gambar 1.10 (B) Close Angle on Gonioscopy

Gambar 1.11 Shaffer’s system of grading the angle width

 Perimetri : adalah tes lapang pandang, dimana lapang pandang adalah area total
objek dapat dilihat di samping (perifer) saat kita memusatkan penglihatan ke
sentral. Menilai skotoma (hilangnya lapang pandang) baik perifer maupun sentral.

29
Tes ini digunakan untuk menentukan keparahan dari glaukoma yang penting
diketahui untuk penataklaksanaan selanjutnya. Batas normal lapang pandang
adalah 50˚ pada daerah superior, 90˚ temporal, 70˚ inferior dan 60˚ nasal.
 Funduskopi : untuk menilai perubahan pada diskus optik, ada tidaknya
penggaungan, menilai cup-disc ratio, optic nerve atrophy, dan kelainan pada
retina. Kerusakan nervus optik dini dapat memberi gambaran cup ≥0,5, cupping
vertikal, focal rim thinning, asimetris cup and disc, cup haemorrhage, dan
penipisan diskus optik (mulai dari inferior, kemudian superior , nasal dan
temporal). Kerusakan nervus optik moderate memberi gambaran cup ≥0,7, diffuse
rim thinning, diffuse retinal nerve fiber defects dan disc hemorrhage.

Gambar 1.11 Funduskopi4

H. Primary Open Angle Glaucoma (POAG)


Sesuai dengan namanya ini adalah jenis glaukoma primer dimana tidak ada
penyebab sistemik atau okular yang jelas yang berkaitan dengan peningkatan TIO.
POAG juga dikenal sebagai glaukoma sederhana kronis dengan onset pada orang

30
dewasa dan biasanya ditandai dengan tekanan intraokular yang meningkat secara
perlahan dan progresif (>21 mmHg dalam beberapa kali pengukuran), adanya
cupping pada diskus optic, dan defek pada lapang pandang.1
Etiopatogenesis dari POAG belum diketahui secara pasti, berikut ini adalah
beberapa faktor risiko dan predisposisi yang dikaitkan :
- Genetik : etiologi glaukoma kemungkinan besar melibatkan mekanisme
pewarisan multifactorial atau poligenik. Penelitian menemukan bahwa 13-
25% pasien dengan glaukoma memiliko riwayat keluarga yang positif
glaukoma sebelumnya.3 Perkiraan risiko terkena glaukoma pada pasien
yang memiliki riwayat keluarga glaukoma adalah 10% pada saudara
kandung dan 4% pada orang tua.1 Beberapa gen termasuk (MYOC,
GLC1A) (CCDS1297.1), optineurin (OPTN, GLC1E) (CCDS7094.1), and
WD repeat domain 36 (GLC1G) (CCDS4102.1) dikaitkan dengan
monogenik. Locus gen yang dilaporkan berpengaruh pada POAG adalah
kromosom 1 (GLC1A) dengan gen relavan MYIOC yang mengkode
protein myocilin. Mutase dari myocilin inilah yang diperkirakan
mengganggu regulasi normal tekanan intraokularmyang dihubungkan
dengan POAG. Kegagalan untuk mensekresikan protein secara memadai
diperkirakan akan menyebabkan tekanan intraokular meningkat. Meskipun
mekanisme yang menghubungkan varian gen OPTN dengan glaukoma
belum dijelaskan, ada bukti yang menunjukkan bahwa optineurin mungkin
memiliki peran neuroprotektif dengan mengurangi kerentanan sel ganglion
retina terhadap rangsangan apoptosis.2
- Usia : risiko meningkat seiring bertambahnya usia dihubungkan dengan
berkurangnya fungsi dari sel-sel tubuh termasuk fungsi drainase aquos
humor. Hambatan aliran keluar dari humor aquos terkait sclerosis pada
trabekula dan tidak adanya vakuola besar yang melapisi kanalis Schlemm.
POAG banyak didapatkan pada orang tua usia 50-70 tahun. 1
- Ras : POAG secara signifikan lebih umum terjadi dan berkembang lebih
cepat pada orang berkulit hitam disbanding orang yang berkulit putih. 1

31
- Myopia : hubungan antara myopia tinggi dengan peningkatan TIO
dikaitkan dengan bertambahnya sumbu bola mata. Sumbu bola mata yang
lebih Panjang menyebabkan retina pasien myopia cenderung lebih tipis
disbanding dengan normalnya. Sehingga nervus optic pada pasien myopia
secara structural lebih peka terhadap kerusakan akibat peningkatan TIO.
Sumbu bola mata yang panjang juga mempengaruhi tekanan dari sklera,
dimana tekanan sklera yang melewati lamina cribrosa menjadi lebih
tinggi.11
- Diabetes melitus : pasien dengan DM memiliki risiko 2 kali lebih besar
untuk terkena glaukoma dibbanding non-DM terutama neovaskular
glaukoma (NVG). Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh-
pembuluh darah kecil di mata atau bisa juga akibat komplikasi dari
retinopati diabetik. Akibat dari hiperglikemia pembuluh darah di retina
bisa rusak sehingga muncul pembuluh darah baru yang bisa terbentuk
hingga iris (rubeosisiridis). Pembuluh darah baru yang muncul diiris akan
menghalangi aliran dari humor aquous sehingga terjadi peningkatan TIO.11
- Hipertensi : bukan penyebab dari peningkatan TIO, tapi prevalensi POAG
cenderung lebih banyak pada pasien hipertensi dibandingkan pasien
normotensi.1
Patogenesis POAG akibat peningkatan TIO menyebabkan ion kalsium dan
nitrit oxide meningkat pada sel ganglion retina  kerusakan pada sel ganglion retina
 proliferasi sel astrosit dan sel glial serta perubahan pada extra cellular matrix atau
pada lamina cribrosa  remodeling optic nerve head.

32
Gambar . 1.4 Primary open-angle glaucoma2

Gambar . 1.5 ilustrasi skematik Anatomi Normal dan Perubahan Neurodegeneratif yang Berkaitan
dengan Neuropati Optik Glaukomatous.

33
Insiden POAG bervariasi, secara umum terjadi sekitar 1 dari 100 populasi,
sama antara perempuan dan laki-laki, dan sering pada orang yang berusia diatas 40
tahun. karena merupakan tipe glaukoma kronis dimana jika sudah terjadi cupping
pada diskus optic barulah muncul gejala berupa defek lapang pandang. Pada tahap
awal pasien mungkin mengalami sakit kepala ringan hingga nyeri pada mata yang
diakibatkan oleh peningkatan TIO tapi lebih banyak yang asimtomatik. Dimana jika
sudah terjadi cupping pada diskus optik barulah muncul gejala berupa defek lapang
pandang.1
Tanda-tanda yang bisa didapatkan pada pemeriksaan penunjang berupa : 1
- Pemeriksaan slit lamp : segmen anterior bola mata normal, bila pada tahap akhir
bisa didapatkan reflex pupil lambat dan kornea yang keruh.
- Pemeriksaan variasi diurnal : pada tahap awal, TIO tidak meningkat secara
permanen, tetapi jika dilakukan tes variasi diurnal dapat ditemukan perbedaan
yang cukup signifikan dimana TIO pada pasien POAG cenderung rendah pada
malam hari. 1
- Funduskopi : perubahan pada diskus optic yang progresif, asimetris dan
memberikan gambaran klinis pada defek lapang pandang pasien.1
 Perubahan awal : bentuk diskus optic lebih oval pada bagian superior dan
inferior, Cup disc ratio lebih dari 0,6, Splinter haemorrhages di sekitar
diskus optic, Area diskus lebih pucat, Atrofi nerve fiber layer.
 Perubahan lanjut : cup disc ratio 0,7-0,9 bahkan bisa sampai margin diskus,
tepi diskus tidak rata, penipisan neuroretinal rim, Bayonetting sign (ujung
pembuluh darah yang memasuki papil kesan hilang akibat tersembunyi pada
papil yang mengalami penggaungan), lamellar sign (lamina cribrosa
memiliki celah-celah yang terlihat sampai ke tepi diskus optic).
 Glaucomatous optic atrophy : seiring dengan kerusakan yang terjadi, nervus
optic akan hancur dan tampak lebih pucat pada daerah penggaungan.
Kerusakan ini dikaitkan dengan faktor mekanis dari peningkatan TIO yang
menekan lamina cribrosa ke belakang sehingga serabut sarap juga tertekan.
Factor vaskuler juga berhubungan dengan atrofi serabut saraf dimana

34
penekanan pada retian akibat peningkatan TIO menyebabkan disfungsi
pembuluh darah sehingga terjadi iskemik serabut saraf akibat urangnya
suplai darah.
- Humphrey Field Analyzer (HFA) : untuk menilai defek lapang pandang, dimana
defek lapang pandang akan berjalan bersamaan dengan perubahan pada diskus
optik dan akan terus berlanjut jika tekanan intraocular tidak dikendalikan.
Kriteria defek lapang pandang pada hasil pemeriksaan HFA central 30-2
dikategorikan sebagi berikut :

Gambar . Kriteria Defek Lapang Pandang Berdasarkan Pemeriksaan HFA: Central 30-2

Pengobatan awal POAG berupa pemberian farmakologi anti glaukoma


dengan prinsip : 1
- mempertahankan tekanan ≤16 – 18 mmHg pada pasien yang yang mengalami
kerusakan ringan-sedang dan 12-14 mmHg pada pasien dengan kerusakan
berat.
- terapi tunggal, pemberian satu obat antiglaucoma topical dipilih dengan
mempertimbangkan kondisi medis lain pasien. Pemberian terapi tunggal
disertai dengan pemantauan apabila terdapat ketidakcocokan maka harus
diganti dengan pilihan kedua.
- Terapi kombinasi, diberikan jika dengan terpai tunggal tidak berefek pada
penurunan tekanan intraocular.

35
- Pemantauan perubahan diskus optic dengan tonometry secara bertahapp untuk
menilai kerusakan, jika kerusakan bertambah maka pengaturan ulang
pemberian obat harus dilakukan dengan menargetkan penurunan TIO yang
lebih rendah.
Penatalaksanaan untuk POAG juga dapat berupa Argon/Dioda Laser
Trabeculoplasty (ALT/DLT). Tindakan ini dipertimbangkan jika TIO tidak turun
dengan pemberian maksimal obat-obatan. Tindakan ini telah terbukti dapat
menurunkan TIO 8-10 mmHg pada pasien yang sebelumnya telah mendapatkan
terapi farmakologi dan 12-16 mmHg pada pasien yang belum pernah mendapatkan
terapi farmakologi. Teknik laser biasa dilakukan pada setengan trabecular meshwork
dengan menembakan 50 titik. Komplikasi dari tindakan ini dapat berupa hipotensi
akibat peningkatan aliran keluar dari humor aquous. 1
Inidkasi tindakan pembedahan pada POAG yaitu TIO yang tetap tidak
terkontrol walaupun dengan terapi medis dan laser trabeculoplasty, gagal terapi
farmakologis dan tidak tersedia alat ALT, glaukoma yang memiliko TIO tinggi
dengan defek lapang pandang berat. Jenis pembedahan pada POAG berupa
pembuatan fistula (fistulizing) untuk menyediakan saluran baru uktuk ekskresi humor
aquos, dan trabekulektomi.1

I. Tatalaksana
Tujuan terapi pada pasien glaukoma adalah untuk menjaga fungsi
penglihatan, dengan menurunkan tekanan intraokuler, mengobati penyebab
peningkatan tekanan intraokuler (meliputi iridotomi pada jenis glaukoma di mana
blok pupil menyebabkan elevasi TIO, pemberian anti inflamasi pada glaukoma
karena uveitis, photocoagulation retina pada glaukoma neovaskular, dan penghentian
pemberian steroid pada glaukoma steroid).8
Pada glaukoma sudut terbuka, prostaglandin analog dan beta-blocker
digunakan sebagai pilihan utama karena efeknya untuk menurunkan TIO lebih baik.
Namun, pada pasien di mana penggunaan β-blocker dan prostaglandin analog tidak
sesuai karena efek samping, tetes mata seperti carbonic anhydrase inhibitors, α2-

36
adrenergic agonists, simpatomimetik nonselektif, dan parasympathomimetik telah
digunakan sebagai obat pilihan.

 Prostaglandin analogs : berfungsi meningkatkan aliran keluar humor aquos


sehingga mengurangi tekanan di mata. Contohnya Latanoprost (Xalatan) 0.005% 1
kali perhari atau bimatoprost (Lumigan) obat ini dapat menurunkan TIO sebesar
27-35% diberikan satu kali perhari. Efek samping yang mungkin terjadi antara lain
konjungtiva hiperemis ringan dan perih pada mata, penggelapan iris, perubahan
pigmen bulu mata atau kulit kelopak mata.
 Beta-blocker topikal : bersifat non selektif (menghalangi reseptor beta-1 dan
beta-2) atau selektif (memblokir reseptor beta). Direkomendasikan sebagai obat
pilihan pertama untuk terapi medis POAG. Dengan mempengaruhi reseptor beta
dalam korpus siliaris, akan terjadi pengurangan sekresi humor aquos. Dosis dari
beta-blocker yang digunakan dalam mengobati glaukoma berkisar antara 0,25% -
1.0%, biasanya dengan pemberian 1-2 kali per hari.
- Timolol (Betimol, Timoptic) 0,25 dan 0,5% diberikan 1-2 kali perhari paling
baik untuk terapi awal. Efek samping berupa sesak napas, bradikardi, hipotensi
dan mudah Lelah. Tidak digunakan pada pasien yang menderita asma bronkial
dan / atau blok jantung.
- Betaxolol (Betoptic) 0,25% diberikan 2 kali perhari. Memblokir beta-1 selektif,
dipakai untuk terapi awal pada pasien dengan masalah kardiopulmoner.
- Carteolol (1%: 1-2 kali/hari). Ini meningkatkan trigliserida dan menurunkan
LDL. Oleh karena itu, ini adalah pilihan terbaik pada pasien POAG yang
memiliki riwayat hiperlipidemia atau penyakit kardiovaskular aterosklerotik.
 Alpha adrenergic agonists : digunakan sebagai agen topikal tunggal, berfungsi
mengurangi produksi dan meningkatkan ekskresi humor aquos. Efek samping
yang mungkin terjadi karena penggunaan obat ini antara lain detak jantung tidak
teratur, hipertensi, mudah Lelah, mata merah, gatal atau bengkak; dan mulut
kering. Dibawah ini contoh obat yang termasuk selective α2-adrenergic agonists ;
- Apraclonidine (Iopidine) agonis alfa2-adrenergik dapat menurunkan TIO pasien
dengan ocular hypertension dan POAG. Dalam konsentrasi 1%, ini berguna

37
untuk mengendalikan atau mencegah lonjakan akut TIO yang mungkin terjadi
setelah laser trabeculoplasty argon (LTA) dan prosedur laser segmen anterior
lainnya. Dengan menurunkan TIO sekitar 25%, apraclonidine juga dapat
menurunkan peningkatan TIO yang signifikan pada mata glaukoma yang
menjalani trabekulektomi yang dikombinasikan dengan operasi katarak
ekstrakapsular. Untuk pasien dalam kategori ini, penurunan rata-rata TIO adalah
2,4 mmHg, dengan maksimum penurunan 6 mmHg dalam 90 hari. Apraclonidine
0,5% menurunkan TIO ke tingkat yang sama dengan 0,5% timolol yang
digunakan dua kali per hari.
- Brimonidine (Alphagan) adalah agonis α2-adrenergik dengan selektivitas 23-32
kali lebih banyak daripada apraclonidine untuk reseptor alfa-2. Dalam larutan
0,2% brimonidin mengurangi TIO sekitar 23-27%. Bila digunakan dua kali
sehari, ini lebih efektif daripada betaxolol dan serupa dengan timolol maleat.
Brimonidine kurang efektif digunakan sebagai monoterapi, sebaiknya
dikombinasi dengan timolol atau latanoprost. Seperti apraclonidine, brimonidine
dapat digunakan untuk mencegah lonjakan TIO setelah ALT.
 Epinefrin : masuk ke dalam golongan α2-adrenergic agonists non selective,
berupa epinefrin dan dipivefrin 0,1%. Secara umum, senyawa epinefrin tidak
seefektif kategori obat lain dalam menurunkan TIO pada pasien glaukoma
sehinnga sekarang sudah jarang digunakan.
 Carbonic anhydrase inhibitors (CAIs) diberikan tergantung keparahan
glaukoma. CAIs biasanya menurunkan TIO sekitar 20-40%. Dosis paling efektif
500mg acetozalamide 1-2 kali per hari dan 50mg metazolamide 2-3 kali per hari.
Kemungkinan efek sampingnya meliputi sensasi logam dimulut, sering buang air
kecil, dan kesemutan di jari tangan dan kaki. Untuk topikal contohnya,
dorzolamide (Trusopt) 2% 2-3 kali perhari.
 Cholinergic agonists miotics : berfungsi meningkatkan ekskresi humor aquos.
Obat yang termasuk dalam golongan inia adalah, pilocarpine (Isopto Carpine) 1, 2,
4% 3-4 kali perhari. Mekanisme aksi pilocarpine yaitu dengan mengontraksikan
otot longitudinal korpus siliaris dan membuka ruang pada jaring-jaring trabekula,
sehingga secara mekanis meningkatkan arus keluar humor aquos.

38
Jika dengan satu obat tidak efektif, maka diperlukan kombinasi dua obat. Satu
obat yang menurunkan produksi dari humor aquos (timolol atau betablocker lainnya,
atau brimonidin atau dorzolamide) dan obat lain yang meningkatkan aliran keluar
humor aquos (latanoprost atau brimonidine atau pilocarpine).

Gambar 1.12 Pharmacologican Agent for Management of Primary Open Angle Glaucoma

39
Gambar 1.13 Adverse Reactions And Contraindications of Pharmacologi Agent Used inTreatment of
Glaucoma

40
 Pembedahan 1,2,3,4,8
1. Trabeculectomy
Diindikasikan untuk PCAG dengan sinekia anterior perifer yang melibatkan
lebih dari setengah sudut, POAG yang tidak membaik dengan terapi farmakologi,
glaukoma kongenital yang gagal dengan trabekulotomi dan goniotomy serta untuk
glaukoma sekunder yang tidak efektif dengan terapi medis.
Trabeculectomy adalah tindakan pembedahan dengan membuat fistula
(saluran baru) pada margin of scleral flap, dimana humor aquos akan mengalir dari
bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.

2. Peripheral Iridectomy
Merupakan lini pertama yang diindikasikan untuk semua pasien dengan
PCAG. Dilakukan insisi sebesar 4 mm pada limbus atau kornea, sisi belakang pisau
bedah ditekankan pada iris sehingga membuat iris menjadi prolapse, lalu melakukan
iridectomy dengan menggunting iris pada bagian yang tebal, setelah itu kembali
mereposisi iris dan luka yang dibuat. Penelitian mengatakan bahwa iridotomi paling
efektif dalam mengurangi tekanan pada tahap awal penyakit. Jika tekanan tetap tinggi
setelah iridotomi, pengobatan jangka panjang (termasuk topikal β- blocker, α2-
agonists, penghambat anhidrase karbonat, dan analog prostaglandin) dapat diberikan,
mirip dengan penatalaksanaan OAG.

Gambar 1.14 Peripheral Laser Iridectomy

41
J. Prognosis

Prognosis sangat tergantung pada penemuan dan pengobatan dini. Bila tidak
mendapat pengobatan yang tepat dan cepat, maka kebutaan akan terjadi dalam waktu
yang singkat. Glaukoma sudut tertutup memiliki prognosis lebih buruk dengan
angka kebutaan lebih tinggi dibandingkan dengan glaukoma sudut terbuka.
Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dan cepat adalah kunci utama untuk
mempertahankan penglihatan. Apabila ditemukan gejala klinik dari glaukoma sudut
tertutup maka perlu penanganan sesegera mungkin. Apabila ditatalaksana dengan
baik, dapat mempertahankan penglihatan tetapi, tidak dapat sembuh dengan
sempurna.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana AK. Comprehensive Opthtalmology 4th edition. India: New Age International
Ltd. 2007
2. Weinreb RN, et al. The Pathophysiology and Treatment of Glaucoma. JAMA. 2014
3. Murray Fingeret. Optometric clinical practice guideline Care of the patient with open
angle glaucoma. American Optometric Association. 2011
4. Gupta N, et al. International Council of Opthalmology (ICO) Guidelines for Glaucoma
Eye Care.
5. National Institute for Health and Care Excellence (NICE) Clinical Guidline 85. Diagnosis
and Management of Chronic Open Angle glaukoma and Ocular Hypertension. 2009
6. Gullstrand A. Eye Examination with the Slit Lamp. Ophthalmic Instruments from Carl
Zeiss.
7. Diagnostic Testing in Glaucoma. American Glaucoma Society. San Fransisco.
Ags@aao.org
8. Japan Glaucoma Society. Guidelines for Glaucoma . 2th Edition. September. 2006.
9. Soeroso A. The Rule pf IL-10 Cytokine Increase Intraocular Perssure on Primary Open
Angle Glaucma. Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI). 2007
10. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. INFODATIN. Situasi dan Analisis
Glaukoma.
11. Siregar HN. Kelainan Refreksi yang Menyebabkan Glaukoma. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara. Medan. 2008

43

Anda mungkin juga menyukai