Anda di halaman 1dari 37

1

CRS (Clinical Report Session)


*Kepanitraan Klinik Senior/ G1A218107/ Oktober 2019
** Pembimbing dr. Chairunisa, Sp.Rad

TUBERCULOSIS PARU

Oleh :
Desy Maria Wahyuni
G1A218107

Pembimbing: dr. Chairunisa, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
2019

2
HALAMAN PENGESAHAN

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE)

Disusun Oleh :
Desy Maria Wahyuni

G1A218107

Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian Radiologi RSUD Raden Mattaher
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Oktober 2019

PEMBIMBING

dr. Chairunisa, Sp.Rad

3
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical Report Session
yang berjudul “Tuberculosis Paru” sebagai kelengkapan persyaratan dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Radiologi di Rumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Chairunisa, Sp.Rad yang telah
bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Radiologi di Rumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan guna
kesempurnaan laporan CRS ini, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Jambi, Oktober 2019

Desy Maria Wahyuni

4
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis paru (TB) merupakan suatu penyakit infeksi kronik menular yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang hampir semua organ
tubuh manusia dan yang terbanyak adalah paru-paru. Mycobacterium tuberculosis pertama
kali di temukan pada tahun 1882 oleh Robert Koch, dari sinilah diagnosis secara
mikrobiologis dimulai dan penatalaksanaannya lebih terarah. Apalagi pada tahun 1896
Wilhelm Conrad Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan diagnosis
yang tepat.1

Berdasarkan Global Report Tuberculosis tahun 2019, TB merupakan salah satu dari
10 penyebab kematian terbanyak di dunia. Tahun 2018, secara global diperkirakan terdapat
10 juta orang yang menderita TB. Penyakit TB terjadi disemua negara dengan berbagai
kelompok usia, namun 90% terjadi pada orang dewasa (>15 tahun). Indonesia adalah
negara dengan angka kejadian Tuberkulosis nomor-3 tertinggi didunia (8%) setelah India
(27%) dan China (9%).2
Berdasarkan data Riskesdes (2018) angka insiden Tuberculosis di Indonesia pada
tahun 2018 adalah 321 per 100.000 penduduk dengan target Renstra pada 2019 Prevalensi
TB paru menjadi 241 per 100.000 penduduk.3 Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia
tahun 2017, di Kota Jambi diperkirakan jumlah kasus TB adalah 16.022 orang dengan
jumlah penemuan kasus 3.870 kasus.4

5
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. M
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Alamat : Jln. Abdul Chatab RT 18 Kel.Pasir Putih
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : Kontrol Poli TB MDR (14 Oktober 2019)
Ke Radiologi : 14 Oktober 2019

2.2 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan batuk darah

2.3 Pemeriksaan Fisik


(-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Gambaran Radiolografi Thorax proyeksi PA :

Deskripsi :

- Trakea ditengah. Kedua


hilus suram dan tertarik
kearah kranial
- Aorta dan mediastinum
superior tidak melebar
- Jantung ukuran tidak
membesar (CTR <50%)

6
- Fibroinfiltrat di lapangan atas kedua paru disertai penebalan pleura di apical
- Sudut kostofrenikus lancip
- Jaringan lunak dinding dada terlihat baik

Kesan : fibroinfiltrat dilapangan atas kedua paru disertai pleuritic apical paru bilateral.
Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Paru Manusia

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea,
dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan
atas dan saluran pernafasan bawah.

Gambar 2.1 Anatomi Paru

Paru-paru adalah organ berbentuk kerucut yang terdapat di dada. Paru-paru kanan
memiliki 3 lobus, sedangkan paru-paru kiri memiliki 2 lobus. Paru-paru kiri lebih kecil,
karena jantung membutuhkan ruang yang lebih pada sisi tubuh ini. Paru-paru membawa
udara masuk dan keluar dari tubuh, mengambil oksigen dan membuag gas karbon dioksida
(zat residu pernafasan). Terletak di samping kanan dan kiri mediastinum, diantaranya
didalam mediastinum terletak jantung dan pembuluh darah besar. Lapisan di sekitar paru-
paru disebut pleura, membantu melindungi paru-paru dan memungkinkan mereka untuk
bergerak saat bernafas. Batang tenggorokan (trakea) membawa udara ke dalam paru-paru.
Trakea terbagi kedalam tabung yang disebut bronkus, yang kemudian terbagi lagi menjadi
cabang lebih kecil yang disebut bronkiol. Pada akhir dari cabang-cabang kecil inilah
8
terdapat kantung udara kecil yang disebut alveoli. Di bawah paru-paru, terdapat otot yang
disebut diafragma yang memisahkan dada dari perut (abdomen). Bila Anda bernapas,
diafragma bergerak naik dan turun, memaksa udara masuk dan keluar dari paru-paru. Itulah
peranan penting paru-paru. Secara umum gangguan pada pada saluran napas dapat berupa
sumbatan pada jalan napas (obstruksi) atau gangguan yang menyebabkan paru tidak dapat
berkembang secara sempurna (restriktif). Misalnya, tumor yang besar di paru dapat
menyebabkan sebagian paru dan/saluran napas kolaps, sedangkan tumor yang terdapat
dalam saluran napas dapat menyebabkan sumbatan pada saluran napas. Tumor yang
menekan dinding dada dapat menyebabkan kerusakan/destruksi tulang dinding dada dan
menimbulkan nyeri. Cairan dirongga pleura yang sering ditemukan pada kanker paru juga
menganggu fungsi paru.5

2.2 Tuberculosis Paru

2.2.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang menyerang


hampir semua organ tubuh manusia dan yang terbanyak adalah paru – paru. Tuberculosis
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yakni kuman aerob yang dapat hidup
terutama diparu atau diberbagai organ tubuh yang lainnya yang memiliki tekanan parsial
oksigen yang tinggi. Kuman ini juga memiliki kandungan lemak yang tinggi pada membran
selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan
kuman berlangsung lambat.1
Mycobacterium tuberculosis ini meliputi M. tuberculosis, M.bovis, M. africanum,
M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa jenis bakteri tersebut, M. Tuberculosis
merupakan paling sering dijumpai. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, bersifat
aerob, yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh
karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama
dalam beberapa tahun.1

9
2.2.2 Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya penanggulangan TB telah dilaksanakan
di banyak negara sejak tahun 1995.6

Berdasarkan Global Report Tuberculosis tahun 2019, TB merupakan salah satu dari
10 penyebab kematian terbanyak di dunia. Tahun 2018, secara global diperkirakan terdapat
10 juta orang yang menderita TB. Penyakit TB terjadi disemua negara dengan berbagai
kelompok usia, namun 90% terjadi pada orang dewasa (>15 tahun). Indonesia adalah
negara dengan angka kejadian Tuberkulosis nomor-3 tertinggi didunia (8%) setelah India
(27%) dan China (9%). Drug – Resistent TB terus menjadi ancamaan kesehatan
masyarakat. Pada tahun 2018 dilaporkan terdapat sektar 1,5 juta penderita dengan TB
resisten multiobat.2

Berdasarkan data Riskesdes (2018) angka insiden Tuberculosis di Indonesia pada


tahun 2018 adalah 321 per 100.000.3 Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun
2017, di Kota Jambi diperkirakan jumlah kasus TB adalah 16.022 orang dengan jumlah
penemuan kasus 3.870 kasus.4 Pada tahun 2006 Indonesia merupakan negara dengan
beban TB tertinggi di Asia Tenggara, dan berhasil mencapai target Millenium Development
Goals (MDG) untuk penemuan kasus TB diatas 70% dan angka kesembuhan 85%. Hal ini
terjadi karena penerapan strategi DOTS di seluruh Puskesmas, RS pemerintah dan
beberapa RS swasta.1

2.2.5 Patofisiologi

a. Infeksi Primer
Penularan TB paru terjadi karena adanya kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei (percikan dahak) dalam udara sekitar kita. Partikel ini dapat
menetap dalam udara bebas selama sekitar 1-2 jam tergantung pada ada-tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembapan. Dalam suasana lembab dan gelap kuman
dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh
orang yang sehat, maka ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel
bisa masuk ke alveolar paru karena ukurannya <5 µm. karena ukurannya yang sangat kecil,
10
kuman TB dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan
biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Sebagian orang yang
terinfeksi kuman TB akan menjadi infeksi primer yang biasanya terlokalisir di paru dan
limfonodi regional dalam rongga dada. Pada infeksi primer. biasanya pasien tidak
mengeluh terhadap infeksi primernya, namun hasil tes tuberkulinnya positif. Pada sebagian
kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,
akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut hingga jumlah koloni cukup untuk
menginduksi respon imun. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut
Fokus (sarang) Primer GOHN.1
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan
jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang
membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).1
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan
pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak
masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam
masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah >100 kuman, yaitu jumlah
yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.1
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin,
mengalami perkembangan sensitivitas. Dari sarang primer (focus GHON) akan timbul
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis fokal), dan juga diikuti
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis
lokal ditambah limfadenitis regional membentuk kompleks primer (Ranke). Semua proses

11
ini akan memakan waktu 3-8 minggu. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah,
infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Infeksi primer
menyebabkan perubahan tes tuberculin menjadi positif sekitar 3-8 minggu setelah
terinfeksi. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB juga
telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik,
begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah
kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk,
kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Kompleks primer
ini selanjutnya akan menjadi.1
1) Sembuh sekali tanpa menimbulkan cacat.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa sarang GHON, garis-garis
fibrotik, kalsifikasi dihilus
3) Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Perkontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya.
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang disebelahnya.
Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar diusus.
c. Secara limfogen dan hematogen. Kejadian penyebaran ini sangat bersangkutan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan
dapat sembuh secara spontan, akan tetapi jika tidak terdpat imunitas yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan yang cukup gawat seperti tuberculosis
milier, meningitis tuberkulosa. Penyebaran ini juga dapat menyebar ke organ tubuh
lainnya, organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi
baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus
atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk
koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya. Komplikasi dari penyebaran ini mungkin berakhir dengan :7
 Sembuh dengan meningkalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang
pada anak)
 Meninggal

12
b. Infeksi Sekunder (Pasca Primer)
Kuman yang bersifat dormant (tidur) pada TB primer akan muncul bertahun – tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa (TB sekunder = TB pasca primer).
Mayoritas reinfeksi menjadi 90%. TB sekunder terjadi karena imunitas tubuh menurun
seperti pada penyakit malnutrisi, DM, HIV/AIDS, kanker, dll. Invasinya adalah ke daerah
parenkim paru dan tidak ke nodul hilus paru. TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi
eksogen dari usia muda menjadi usia tua.1
Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini yang berlokasi diregio atas paru
(bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Infasinya adalah kedaerah parenkim
paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang
pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma
yang terdiri dari sisa-sisa Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB post-primer juga dapat berasal
dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman,
virulensi-nya dan imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi:1
1) Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2) Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dangan serbukan jaringan
fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang
dini meluas menjadi granuloma yang berkembang menghancurkan jaringan ikat di
sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis membentuk jaringan seperti keju.
Bila jaringan keju dibatukkan maka terbentukah kavitas, kavitas ini awalnya
berdinding tipis, yang lama kelamaan dindingnya menebal karea infiltrasi jaringan
fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya
nekrosis dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim
yang diproduksi makrofag dan proses yang berlebihan dari sitokin dengan TNF-nya.
Nasib kavitas pada TB selanjutnya dapat :1
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas kavitas
ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Isi kavitas –
kavitas dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk kedalam lambung
terus ke usus menjadi TB usus. Bisa juga terjadi TB endobronkial atau TB
endotrakeal atau empyema bila ia rupture ke pleura

13
b. Memadat dan membungkus diri sehingga terjadilah tuberkuloma. Tuberkuloma ini
dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan menjadi
kavitas lagi
c. Berkomplikasi secara kronik dengan terbentuknya kolonisasi oleh fungus seperti
Aspergillus dan kemudia menjadi mycetoma
d. Menyembuh dan menjadi bersih, disebut open healed cavity. Dapat juga
menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang – kadang berakhir
sebagai kavitas yang terbungkus, mencut dan berbentuk seperti bintang disebut
stella shaped.

Gambar 3.2 Patogenesis TB

Gambar 3.3 Patogenesis TB Jangka Panjang


14
c. Mekanisme Terjadinya Resistensi

Berbeda dengan resistensi pada kebanyakan bakteri terhadap antibiotika dimana


resistensi yang didapat dengan cara transformasi, transduksi atau konyugasi gen,
resistensi yang didapat basil Mycobacterium tuberculosis adalah pada mutasi kromosom
utama. Basil tuberkulosis mempunyai kemampuan secara spontan melakukan mutasi
kromosom yang mengakibatkan basil tersebut resisten terhadap obat antimikroba. Mutasi
yang terjadi adalah unlinked, oleh karenanya resistensi obat yang terjadi biasanya tidak
berkenaan dengan obat yang tidak berhubungan. Munculnya resistensi obat
menggambarkan peninggalan dari mutasi sebelumya, bukan perubahan yang disebabkan
karena terpapar dengan pengobatan. Mutasi yang bersifat unlinked ini menjadi dasar
utama dalam prinsip pengobatan tuberkulosis modern.
Mutan basil yang resisten terhadap suatu obat timbul secara alamiah dan diseleksi
oleh pengobatan yang tidak adekuat. Pengobatan yang tidak adekuat ini meliputi
penggunaan satu macam obat saja (direct monotherapy) atau penggunaan terapi
kombinasi tetapi strain kuman hanya sensitif terhadap satu macam obat saja, sebagai
hasilnya timbul resistensi sekunder terhadap satu obat. Mutasi yang baru pada populasi
basil yang berkembang ini akhirnya dapat menimbulkan MDR apabila pengobatan yang
tidak adekuat dilanjutkan. Penderita tuberkulosis dengan resistensi sekunder bisa
menularkan kuman yang sudah resisten tersebut kepada orang lain yang kemudian disebut
resistensi primer. Resistensi primer, sama seperti resistensi sekunder dapat ditularkan
kepada orang lain sehingga terjadi penyebaran penyakit resisten obat pada masyarakat.10

1) Mekanisme Resistensi Terhadap INH


Isoniazid adalah derivat nikotinamid yang juga dikenal dengan isonikotinic
acid hydrazide (INH) dengan rumus kimia 4-pyridinecarboxylic acid hidrazide.
Target kerja isoniazid sebagai antituberkulosis sama dengan mekanisme terjadinya
resistensi isoniazid. Sacchetiniand Blachard menunjukkan bahwa isoniazid bekerja
menghambat enoyl-acyl carier protein reductase, yang diperlukan dalam biosintesa
asam mikolat dinding sel kuman tuberkulosis. Isoniazid menghambat
pembentukan dinding sel kuman dalam bentuk isoniazid aktif yaitu setelah
mengalami oksidasi. Aktivasi isonizid memerlukan enzim catalase-periksidase
(gen katG) dan hidrogen peroksida yang dihasilkan kuman TB. KatG adalah satu-

15
satunya enzim yang dapat mengaktifkan isoniazid, dengan demikian mutasi gen
katG strain kuman TB merupakan kuman yang resisten terhadap isoniazid.
Demikian juga mutasi gen inhA yang diperlukan dalam pembentukan asam mikolat
pada kuman TB akan menjadikan kuman resisten terhadap isoniazid.10

2) Resistensi terhadap Rifampisin

Rifampisin menghambat proses transkripsi RNA kuman TB dengan


berikatan pada sub unit beta (RpoB) RNA polimerase dan mencegah pembentukan
RNA. Mutasi pada gen RpoB menyebabkan kuman TB resisten terhadap
rifampisin. Resisten terhadap rifampisin dapat dianggap mewakili MDR –TB
sejak dijumpai paling banyak strain kuman TB yang resisten terhadap rifampisin
juga resisten terhadap isoniazid.10

3) Resistensi terhadap Pirazinamid

Pirazinamid sama seperti isoniazid juga menghambat sintesa dinding sel


kuman TB, namun mekanisme kerjanya secara pasti belum diketahui. Pirazinamid
hanya efektif membunuh kuman TB apabila kuman tersebut menghasilkan
nikotinamidase dan pirazinamidase, yaitu enzim yang diperlukan dalam
mengubah pirazinamid menjadi asam pirazinoat. Scorpio dan Zhang mengisolasi
gen pncA mikobakteria, kode untuk enzim amidase, menunjukkan mutasi gen
pncA bertanggung jawab terhadap terjadinya resistensi kuman TB terhadap
pirazinamid

4) Resistensi terhadap Etambutol

Sampai saatini mekanisme kerja ethambutol serta dasar genetik resistensi


belum diketahui secara jelas. Spesifik etambutol untuk spesies mikobakteria
diindikasikan bahwa target yang dituju menyangkut pengrusakan dinding sel.
Etambutol mencegah pembentukan dinding sel dengan menghambat
arabinosyltransferase yang menyangkut dalam biosintesa arabinogalactan dan
lipoarabinomannan. Resistensi terhadap etambutol ternyata berhubungan dengan
perubahan pada gen embCAB arabinosyltransferase, dengan kode protein embA,
embB dan embC. Protein ini berperan dalam produksi komponen dinding sel
arabinogalactan dan lipoarabinomannan. Alcaide dkk menunjukkan bahwa mutasi
16
pada embB sangat berhubungan dengan resistensi kuman TB terhadap etambutol.

5) Resistensi terhadap Streptomisin

Streptomisin merupakan obat antituberkulosis yang telah lama ditemukan dan


dikenal sangat aktif membunuh kuman TB dengan mengganggu pembacaan kode
amicoacyl-tRNA, sehingga menghambat penerjemahan mRNA. Salah satu yang
umum sebagai tambahan mekanisme resistensi kuman terhadap streptomisin adalah
asetilasi obat oleh enzim modifikasi aminoglycoside, namun ini tidak dijumpai pada
kuman TB. Resistensi TB terhadap streptomisin dihubungkan dalam dua kelas
mutasi yang berbeda, yaitu mutasi pada point S12 protein ribosom dengan kode gen
rpsL dan mutasi pada 16S rRNA dengan kode gen rrs. Mutasi pada rpsL dan rrs
dapat menyebabkan resistensi kuman TB terhadap streptomisin.9

17
2.2.7 Klasifikasi Tuberkulosis

1. Berdasarkan organ tubuh yang terkena :1


a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

b. Tuberkulosis Ekstra Paru


Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

2. Berdasarkan patologis :1
a. Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
b. Tuberkulosis post primer (adult tuberculosis)

3. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) :6,7


a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
1) Jika salah satu atau kedua contoh uji sputum menunjukkan hasil pemeriksaan
BTA positif
2) Atau disertai gambaran radiologi TB aktif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
1) Jika kedua uji sputum menunjukkan hasil BTA negatif.
Penegakan diagnose dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil
pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto
toraks)

4. Berdasarkan pembagian secara radiologis (luas lesi)1


a. Tuberkulosis minimal : terdapat sebagian kecil infiltrate non kavitas pada satu paru
maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus
b. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis) : ada kavitas
dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih
dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian paru

18
c. Tuberculosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis) : terdapat infiltrate kavitas
yang melebihi keadaan tuberculosis lanjut sedang

3. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu : 1,7
a. Pasien baru TB
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Pasien yang pernah diobati
Adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih.
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir,
yaitu:
1) Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau karena
reinfeksi).
2) Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah diobati
dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir. Pasien BTA positif yang masih
tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan) atau pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan
3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up) : adalah
pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini
sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat /default),
yaitu pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT ≥ 1 bulan dan tidak
lagi meneruskannya selama > 2bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat
dilacak pada akhir pengobatan
4) Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui

19
4. Berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :7
a. Mono resistan (TB MR) adalah resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
b. Poli resistan (TB PR) adalah resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertamaselain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
c. Multi drug resistan (TB MDR) adalah resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R)secara bersamaan, dengan atau tanpa diikuti resisten OAR lini
pertama lainnya
d. Extensive drug resistan (TB XDR) adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari
OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
e. Resistan Rifampisin (TB RR) adalah resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip
(tescepat) atau metode fenotip (konvensional).

2.2.8 Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan dengan berdasarkan gejala klinik,


pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan
penunjang lainnya:

A. Gejala – Gejala Klinis


Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam – macam atau
malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatam. Keluhan yang terbanyak adalah :1
 Demam
Biasanya subfebril, tetapi kadang-kadang panas badan mencapai 41oC.
serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul
kembali, begitulah seterusnya seingga pasien tidak pernah terbebas dari
serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien
dan berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk

20
 Batuk / Batuk Darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Batuk diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan – bulan peradangan bermula. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk
darah pada TB terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.
 Sesak Napas
Sesak napas akan dijumpai pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru
 Nyeri Dada
Nyeri dada timbul jika infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritits. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya
 Malaise
Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus (berat badan menurun), sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala ini makin lama makin
berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur

B. Pemeriksaan Fisik1
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukan suatu kelainan terutama
pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. tempat
kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila
dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan
berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas

21
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan
auskultasi memberikan suara amforik.
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot – otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik sisi
mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila
jaringan fibrotic amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru – paru,
akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan
tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan
gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan tanda – tanda kor pulmonal dengan
gagal jantung seperti takipnea, takikardia, sianosis, gallop, murmur, JVP
meningkat, hepatomegaly, ascites, dan edema.
Bila tuberculosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit
terlihat agak teringgal dalam pernapasann. Perkusi memberikan suara pekak.
Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdegangar suara
sama sekali.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru
dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin
atau uji tuberculin yang positif.

C. Pemeriksaan Penunjang1
 Pemeriksaan Laboratorium
- Darah
Pada TB paru baru (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit
masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih
tinggi. Laju endap darah mulai turun kea rah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga : 1) anemia ringan
dengan gambaran normokrom normositer; 2) gama globulin meningkat; 3)
kadar natrium darah menurun.
- Sputum

22
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA diagnosis TB sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat
dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang – kadang tidak mudah
untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang
non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan
sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak ±2 liter dan diajarkan
melakukan reflex batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat –
obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik
selama 20 – 30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara
bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL
(bronchoalveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara
bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak – anak karena mereka
sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya
sesegar mungkin.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 2 uji uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-
Pagi (SP):8
 S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.
 P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur.
Dapat dilakukan dirumah pasien atau di bangsal rawat inap
bilamana pasien menjalani rawat inap.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun terkadang sulit
ditemukan. kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses
pernyakit ini terbuka keluar, sehingga sputum yang mengandung kuman
BTA mudah ke luar. Diperkirakan di Indoneia terdapat 50% pasien BTA
positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang –kurangnya ditemukan 3
batan kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000
kuman dalam 1 mL sputum.

23
- Tes Tuberkulin1
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis tuberkuosis terutama pada anak – anak (balita).
Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin
P.P.D (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U
(intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat
diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Kadang – kadang bila dengan 5
T.U masih memberikan hasil negative dapat diulangi dengan 250 T.U
(second strength). Bila dengan 250 T.U masih memberikan hasil negarif,
berarti tuberculosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantouks dengan 5
T.U sudah cukup berarti.
Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. tuberculosae, M. bovid, vaksnasi BCG dan
Mycobacteriae lainnya. Dasar tes tuberculin ini adalah reaksi alergi tipe
lambat. Pada penularan dengan kuman pathogen baik yang virulen ataupun
tidak (Mycobacterium tuberculosae atau BCG) tubuh akan mengadakan
reaksi imunologi deengan dibentuknya antibody selular pada permulaan dan
kemudian diikuti oleh pembentukan antibody humoral yang dalam perannya
akan menekankan antibody seular.
Setelah 48 – 72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrate limfosit yakni reaksi
persenyawaan antara antibody seluler dan antigen tuberculin, yang dibagi
dalam : 1) indurasi 0-5 mm (diameternya) hasil Mantoux negative = golongan
no sensitivity; 2) indurasi 6-9 mm hasil meragukan = golongan low grade
sensitivity; 3) Indurasi 10 – 15 mm, hasil mantoux positif = golongan normal
sensitivity; 4) Indurasi > 15 mm hasil Mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosisis memberikan reaksi mantoux
yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada
pemberian BCG atau terinfeksi dengan mycobacterium lain. Negative palsu
lebih banyak ditemui daripada positif palsu. Hal-hal yang dapat memberikan
reaksi tuberculin berkurang (negative palsu), yakni :

24
 Pasien yang baru 2 – 10 minggu terpajan tuberculosis
 Alergi, penyakit sistemik berat (sarkoideosis, LE)
 Penyakit eksantematous dengan panas yang akut morbili, cacar air,
poliomyelitis
 Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)
 Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat – obat
imunosupresi lainnya
 Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan. Untuk pasien dengan
HIV positif test mantoux ± 5 mm dinilai positif

- Radiologi
 Foto Thorax
a) Foto Thorax Normal

Deskripsi :

 Trakea ditengah, mediastinum superior tidak melebar


 Cor :
- CTR < 50%
- Aorta dan mediastinum tidak melebar
 Pulmo :
- Hilus tidak melebar

25
- Coracan bronkovaskuler keduan paru norma
- Sudut costofrenikus lancip
 Diafragma baik
 Tulang – tulang dan jaringan dada baik

Kesan : Foto thorax dalam batas normal

b) Tuberkulosis Paru Primer (TB Paru aktif)

Deskripsi : Tampak bercak berawan pada lobus atas kiri

26
c) Tuberkulosis Paru Lama Aktif

Deskripsi : Tampak infiltrate dan kavitas di apeks paru bilateral,


hilus melebar, corakan bronkovaskular meningkat, dan garis fibrosis

d) Tuberkulosis Paru Tenang

Deskripsi : Tampak bintik kalsifikasi paru kiri dan kanan, hilus


tampak suram

27
e) Tuberkulosis Milier

Deskripsi : Tampak bercak – bercak granuler pada seluruh lapangan


kedua paru

f) Tuberkulosis Paru pada anak

Deskripsi : Hilus melebar, corakan bronkovaskular meningkat, tampak


bercak – bercak diseluruh lapangan paru

 CT Scan : Densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat
tranversal
 MRI : Tidak sebaik CT – scan namun dapat mengevaluasi proses – proses
dekat apeks paru, tulang belakang, perbatas thorax – abdomen.
28
 Bronkografi untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan
oleh tuberkulsosis. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bila pasien akan
menjalani pembedahan paru.

Diagnosis TB MDR

Diagnosis TB MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan M.tuberculosis baik secara


konvensional dengan menggunakan media padat atau cair, maupun metode cepat (rapid
test). Semua fasilitas pelayanan kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan manajemen
terpadu pengendalian TB resisten obat akan merujuk semua suspek TB MDR ke Rumah
Sakit Rujukan TB MDR untuk selanjutnya akan dirujuk ke laboratorium yang telah
ditunjuk oleh Kemenkes RI untuk diperiksa dahaknya dan selanjutnya dilakukan
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat yang resisten
minimal terhadap rifampisin dan INH, maka dapat ditegakkan diagnosis TB MDR.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:11
a. Pemeriksaan mikroskopik BTA dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
b. Biakan M.tuberculosis dapat dilakukan pada media padat maupun media cair.
Masing-masing media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing.

Uji kepekaan M.tubeculosis terhadap OAT. Ketepatan uji kepekaan tergantung pada jenis
obat yang diuji. Untuk lini pertama ketepatan tertinggi dimulai dari rifampisin, INH,
sterptomisin dan etambutol. Sedangkan pirazinamid tidak dianjurkan karena tingkat
kepercayannya masih rendah. Untuk lini kedua, aminoglikosida dan floroquinolon
memiliki tingkat kepercayaan dan keterulangan yang baik. Metode yang tersedia yang
sudah direkomendasikan oleh WHO ialah Line Probe Assay (LPA) dan geneXpert test.

2.2.9 Penatalaksanaan

Pengobatan tuberkulosis dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terbagi menjadi 2


fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Pengobatan
tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:6
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT

29
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

 Tahap awal (intensif) :7


1) Pengobatan diberikan setiap hari, ditujukan untuk menurunkan jumlah kuman yang
ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman
yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapat pengobatan
2) Harus diberikan selama 2 bulan
3) Bila pengobatan diberikan secara tepat dan teratur tanpa adanya penyulit maka daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama
4) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.

 Tahap Lanjutan :7
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan

Tabel 2.1 OAT Lini Pertama7

JENIS SIFAT EFEK SAMPING

Rifampisin Flu syndrome (gejala influenza berat), gangguan


(R) gastrointestinal, urine berwarna merah, gangguan
Bakterisidal
fungsi hati, trombositopeni, demam, skin rash, sesak
nafas, anemia hemolitik.
Neuropati perifer (Gangguan saraf tepi), psikosis
Isoniazid
Bakterisidal toksik, gangguan fungsi hati, kejang.
(H)

30
Pirazinamid Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, gout
Bakterisidal
(Z) arthritis.
Etambutol Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis perifer
Bakteriostatik
(E) (Gangguan saraf tepi).
Nyeri ditempat suntikan, gangguan keseimbangan
Streptomisin
Bakterisidal dan pendengaran, renjatan anafilaktik, anemia,
(S)
agranulositosis, trombositopeni.

Tabel 2.2 OAT Lini Kedua


GRUP GOLONGAN JENIS OBAT
Florokuinolon - Levofloksasin (Lfx)
A - Moksifloksasin (Mfx)
- Gatifloksasin (Gfx)*
OAT suntik - Kanamisin (Km)
lini kedua - Amikasin (Am)*
B
- Kapreomisin (Cm)
- Streptomisin (S)**
OAT oral lini - Etionamid(Eto)/Protionamid (Pto)*
Kedua - Sikloserin (Cs) /Terizidon (Trd)*
C
- Clofazimin (Cfz)
- Linezolid (Lzd)
OAT lini pertama - Pirazinamid (Z)
D1 - Etambutol (E)
- Isoniazid (H) dosis tinggi
OAT Baru - Bedaquiline (Bdq)
D2 - Delamanid (Dlm)*
D
- Pretonamid (PA-824)*
OAT Tambahan - Asam para aminosalisilat (PAS)
- Imipenem- silastatin (Ipm)*
D3
- Meropenem (Mpm)*
- Amoksilin clavulanat (Amx-Clv)*

31
- Thioasetazon (T)*

Keterangan :
*Tidak disediakan oleh program
**Tidak termasuk obat suntik lini kedua, tetapi dapat diberikan pada kondisi
tertentu dan tidak disediakan oleh program

 Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Paduan yang digunakan adalah ;


- Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3 atau 2(HRZE) / 4(HR).
- Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE)/ 5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S /
(HRZE)/ 5(HR)E.
- Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.
- Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu
Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin,
PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan obat TB baru lainnya
serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.

Catatan:7
Pengobatan TB dengan paduan OAT Lini Pertama yang digunakan di Indonesia dapat
diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan 3 kali perminggu)
dengan mengacu pada dosis terapi yang telah direkomendasikan.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 dan 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam 1 (satu) paket untuk 1 (satu) pasien untuk 1 (satu) masa pengobatan. Paket
Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z) dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk pasien yang tidak bisa menggunakan paduan OAT KDT.
Paduan OAT kategori anak disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien untuk satu (1) masa pengobatan. Paduan OAT disediakan dalam bentuk
paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
32
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu (1) pasien untuk satu (1)
masa pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis dalam bentuk paket KDT mempunyai beberapa keuntungan
dalam pengobatan TB, yaitu:
1) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan risiko terjadinya resistensi
obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
2) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

Tabel 2.3 Dosis Rekomendasi OAT Lini Pertama untuk Dewasa7


Dosis Rekomendasi Harian 3 Kali Per Minggu
Obat Dosis Maksimum Dosis Maksimum
(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)
Rifampisisn (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Pirazinamid (Z) 25 (20-30) 35 (30-40)
Etambutol (E) 15 30 (25-35)
(15-20)
Streptomisin (S)* 15 15 (12-18)
(12-18)

 Kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a. Pasien baru TB paru BTA positif.
b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
c. Pasien TB ekstra paru

33
Tabel 2.4 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1.
Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat Badan tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 2.5 Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1


Dosis per hari / kali
Tablet Jumlah
Tablet Kaplet
Tahap Lama Tablet Etambu- hari/kali
Isoniasid Rifampi-
Pengo- Pengo- Pirazinamid tol menelan
@ 300 sin
batan batan @ 500 mg @250 obat
mg @ 450 mg
mg
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

 Kategori 2 : 7
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori I sebelumnya
c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
d. Berat badan pasien ditimbang tiap bulan dan dosis pengobatan harus disesuaikan
apabila terjadi perubahan berat badan

34
Tabel 2.6 Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2.7

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Tiap hari 3 kali seminggu
RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E (400)
Berat Badan
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT


30-37 kg 2 tablet 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj. + 2 tablet Etambutol
3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
+ 750 mg Streptomisin inj. + 3 tablet Etambutol
4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj. + 4 tablet Etambutol
5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj. + 5 tablet Etambutol

Tabel 2.7 Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2.7


Tablet Etambutol Jumlah/
Tablet Kaplet Streptom
Tahap Lama Pirazina- Tablet Tablet kali
Isoniasid Rifampi-sin isin
Pengobatan Pengobatan mid @250 @400 menelan
@300 mg @450 mg Injeksi
@500 mg mg mg obat
Tahap
Intenif
2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
(dosis
1 bulan 1 1 3 3 - - 28
harian
Tahap
Lanjutan
(dosis 3x 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
seminggu)

35
BAB IV

KESIMPULAN

Tuberkulosis paru (TB) merupakan suatu penyakit infeksi kronik menular yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang hampir semua
organ tubuh manusia dan yang terbanyak adalah paru-paru. Mycobacterium
tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu atau
diberbagai organ tubuh yang lainnya yang memiliki tekanan parsial oksigen yang
tinggi. Kuman ini juga memiliki kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya
sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan
kuman berlangsung lambat Indonesia adalah negara dengan angka kejadian
Tuberkulosis nomor-3 tertinggi didunia (8%) setelah India (27%) dan China (9%).
Penularan TB paru terjadi karena adanya kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei (percikan dahak) dalam udara sekitar kita terisap oleh orang
yang sehat, maka ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel bisa
masuk ke alveolar paru karena ukurannya <5 µm. TB diklasifikasikan berdasarkan
organ tubuh yang terkena, patologis, pemeriksaan sputum (BTA), luas lesi radiologi
dan riwayat pengobatan. Gejala yang sering dialami adalah demam, batuk atau batuk
darah, sesak nafas, nyeri dada, dan malaise dengan pemeriksaan fisik yang sering
menunjukan asimtomatik. Dimana pemeriksaan rontgen sangat penting untuk
diagnosis paru dengan pengobatan terdiri dari dua fase yaitu fase intensif selama 2
bulan dan lanjutan selama 6 bulan.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis : Departemen Ilmu Penyakit dalam. Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. 2015.
2. World Heah Organization. Global Tuberculosis Report 2018.
3. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta : Balitbang
Kemenkes RI
4. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta :
Kementeria Kesehatan RI. 2018
5. Snell, Richard S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC; 2015.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI : Jakarta. 2014
7. Menkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 67 Tahun 2016 Tentang
Pedoman Penanggulangan Tuberculosis
8. Petunjuk Teknis Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dirjen P2PL; 2013
9. Riyanto BS, Wilhan. Management of MDR TB Current and Future dalam Sebuah
tinjauan kepustakaan MDR TB. FK-UNSYAH. 2012
10. Petunjuk Teknis Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dirjen P2PL; 2013

37

Anda mungkin juga menyukai