Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glaukoma merupakan salah satu masalah kesehatan global. Enam puluh tujuh
juta penduduk di seluruh dunia mengalami glaukoma primer, dan 6,7 juta
diantaranya mengalami buta bilateral. Glaukoma merupakan peringkat kedua
penyebab kebutaan setelah katarak.1Prevalensi glaukoma bervariasi berkisar antara
0,5% - 9%. Pada studi berbasis populasi, glaukoma primer sudut terbuka merupakan
tipe glaukoma yang paling sering terjadi. Pada tahun 2013, prevalensi global
glaukoma primer sudut terbuka pada usia 40 – 80 tahun berkisar 3,54% atau sekitar
64,3 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020.2
Glaukoma merupakan salah satu kelompok penyakit yang ditandai dengan
adanya neuropati optik dan berhubungan dengan hilangnya fungsi penglihatan.
Walaupun peningkatan tekanan intraokuler merupakan salah satu faktor primer,
tetapi peningkatan tekanan intra okuler tidak selalu ada pada glaukoma.3
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan penyakit yang progresif, adanya
neuropati optik ditandai dengan kerusakan nervus optikus dan berkurangnya
lapangan pandang.3
Terapi glaukoma biasanya berlangsung lama, penilaian tekanan intraokuler
secara berkala diperlukan untuk memonitor efek terapi dan bersamaan dengan
menilai dari progresifitas penyakit.4Tujuan dari pengobatan glaukoma primer sudut
terbuka adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien terutama dalam fungsi
penglihatan. Penurunan tekanan intraokuler dilakukan untuk mencegah kerusakan
nervus optikus yang lebih lanjut. Terapi topikal secara konvensional merupakam
tatalaksana lini pertama pada glaukoma primer sudut terbuka,namun beberapa studi
menunjukan pengontrolan tekanan intraokuler juga dapat dimulai dengan terapi laser
(selective laser trabeculoplasty(SLT)) atau terapi bedah.4
Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan oleh oftalmolog, tetapi deteksi
kasus-kasus asimptomatik bergantung pada kerjasama dan bantuan dari semua
petugas kesehatan, khususnya optometri. Oftalmoskopi untuk mendeteksi cuping
diskus optikus dan tonometri untuk mengukur tekanan intraokuler harus menjadi

1
bagian dari pemeriksaan oftalmologi rutin semua pasien yang berusia lebih dari 35
tahun.5
1.2 Batasan Masalah
Clinical Scientific Session ini akan membahas mengenai manajemen glaukoma
primer sudut terbuka.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan Clinical Scientific Session ini bertujuan untuk memahami serta
menambah pengetahuan tentang manajemen glaukoma primer sudut terbuka.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan Clinical Scientific Session ini menggunakan berbagai literatur
sebagai sumber kepustakaan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


2.1.1 Anatomi
Patofisiologi glaukoma berhubungan erat dengan aliran cairan Aqueous
Humour. Struktur bola mata yang berperan dalam hal ini diantaranya korpus
siliaris, sudut bilik mata depan, dan sistem pengaliran Aqueous Humour. 6

Gambar 2.1 Anatomi Mata

a) Korpus Siliaris
Korpus siliaris membentuk segitiga pada potongan melintang, membentang
dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri
dari bagia anterior yang berombak- ombak ( pars plicata, sekitar 2 mm ) dan
bagian posterior yang datar ( pars plana , sekitar 4 mm ). 5,6

3
Gambar 2.2 Anatomi Korpus Siliaris

b) Sudut Bilik Mata Depan


Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Ciri anatomis utama dari sudut ini adalah garis Shwalbe, anyaman
trabekula (terletak di kanal Schlemm), dan taji sklera (Schlera spur). 5,6

Gambar 2.3 Anatomi sudut bilik mata depan

c) Sistem pengaliran Aquoeus Humour


Komponen bola mata yang termasuk ke dalam sistem pengaliran Aqueous
Humour diantaranya trabecular meshwork, kanal Schlemm, dan sistem vena. 6

4
Gambar 2.4 Sistem pengaliran aqueous humour

2.1.2 Fisiologi
Proses fisiologis terkait aliran cairan Aqueous Humour diantaranya proses
produksi, pengaliran, dan penjagaan tekanan intraokular 7. Tekanan intraokular
ditentukan oleh kecepatan pembentukan Aqueous Humour dan tahanan
terhadap aliran keluarnya dari mata. 5
a) Aqueous Humour dan Produksinya
Volume. Volume aqueous humour di bilik mata depan sebanyak 0,25 ml dan di
bilik mata belakang sebanyak 0,06 ml.
Fungsi. Beberapa fungsi dari aqueous humour diantaranya untuk memelihara
tekanan intraokular, memegang peranan penting membuang metabolit yang
tidak diutuhkan dari kornea dan lensa yang avaskular, menjaga kejernihan
penglihatan, dapat menggantikan fungsi kelenjar limfa yang tidak sampai ke
bola mata.
Indeks refraksi dari aqueous humour adalah 1.336.
Komposisi. Cairan aqueous humour yang normal terdiri dari komponen berikut
ini :
 Air 99.9% dan zat padat 0.1% yang termasuk ke dalamnya :
Protein, asam amino, glukosa, urea, askorbat, asam laktat,
inositol, Na+, K+, Cl-, HCO3-.

5
Jadi komposisi dari aqueous humour hampir sama dengan cairan plasma
kecuali dalam komposisi askorbat, piruvat, dan laktat yang tinggi dan
konsentasi protein, urea, dan glukosa yang rendah.
Produksi. Aqueous humour diproduksi oleh korpus siliaris. Proses produksi
diawali dengan ultrafiltration untuk menyaring substansi plasma yang
melewati dinding pembuluh darah. Kemudian proses sekresi substansi yang
dibutuhkan ke bilik mata belakang. Proses selanjutnya adalah difusi akibat
adanya transpor aktif dari substansi yang sudah berpindah sebelumnya
menyebabkan perpindahan komponen plasma lainnya ke bilik mata belakang. 7
b) Pengaliran/ drainage aqueous humour
Anyaman trabekular terdiri atas berkas – berkas jaringan kolagen dan elastik
yang dibungkus oleh sel – sel trabekular, membentuk suatu saringan dengan
ukuran pori-pori yang semakin mengecil saat mendekati kanal Schlemm.
Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam anyaman trabekular
memperbesar ukuran pori-pori di anyaman tersebut sehingga aliran aqueous
humour juga meningkat. Saluran eferen dari kanal Schlemm mengalirkan
cairan ke dalam sistem vena. Sebagian kecil cairan (sekitar 10%) keluar dari
mata antara berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan ke dalam sistem vena
corpus ciliare, koroid, dan sklera (aliran uveoskleral).
Tahanan utama aliran cairan aqueous humour dari bilik mata depan adalah
jaringan jukstakanalikular (berbatasan dengan endotel kanal Schlemm). 5
c) Tekanan intraokular
a. Faktor lokal
i. Kecepatan pembentukan cairan aqueous humour
ii. Hambatan aliran cairan aqueous humour
iii. Peningkatan tekanan vena episkleral
iv. Dilatasi pada pupil
b. Faktor umum
i. Herediter
ii. Umur : peningkatan TIO pada usia lebih dari 40 tahun.
iii. Jenis kelamin : peningkatan TIO lebih tinggi pada wanita usia
lebih dari 40 tahun.

6
iv. Variasi diurnal dari TIO : pagi hari TIO lebih tinggi daripada
malam hari. Dihubungkan dengan perbedaan kadar kortisol
plasma pagi dan malam hari.
v. Perubahan TIO saat perubahan posisi dari duduk ke posisi
supinasi.
vi. Tekanan darah : hipertensi
vii. Tekanan osmotik darah : semakin rendah osmolaritas darah,
berhubungan dengan peningkatan TIO.
Anestesi umum : terdapat berbagai macam obat yang dapat mempengaruhi
TIO, contohnya alkohol menurunkan TIO, merokok, kafein,dan steroid dapat
meningkatkan TIO.7

2.2 Glaukoma Primer Sudut Terbuka


2.2.1 Definisi
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai dengan
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang serta
biasanya disertai dengan peningkatan tekanan intraokular.5 Sedangkan glaukoma
primer sudut terbuka adalah glaukoma kronik yang bersifat progresif lambat dengan
gambaran neuropati dan kehilangan lapangan pandang.3
2.2.2 Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor tiga di dunia setelah ka2.tarak
dan kelainan refraksi.8Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013
prevalensi kebutaan (berdasarkan pengukuran visus <3/60) di Indonesia sebesar
0,4%.9Glaukoma primer sudut terbuka merupakan masalah kesehatan masyarakat
dan bentuk glaukoma yang paling sering ditemui.3WHO memperkirakan insiden
untuk glaukoma primer sudut terbuka sebesar 2,4 juta orang pertahun.3Glaukoma
primer sudut terbuka menyebabkan 4 juta kebutaan dari 8 juta kebutaan akibat
glaukoma.3
2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi Glaukoma Menurut American Association Of Ophtalmology (AAO)3
1. Glaukoma sudut terbuka
a. Glaukoma primer sudut terbuka

7
b. Glaukoma tekanan normal
c. Glaukoma juvenil sudut terbuka
d. Glaukoma suspect
e. Glaukoma sekunder sudut terbuka
2. Glaukoma sudut tertutup
a. Glaukoma primer sudut tertutup, relatif blok pupil
b. Glaukoma sudut tertutup akut
c. Glaukoma sudut tertutup subakut
d. Glaukoma sudut tertutup kronik
e. Glaukoma sudut tertutup sekunder dengan blok pupil dan tanpa blok pupil
3. Kombinasi
4. Gangguan perkembangan sudut COA (Camera Oculi Anterior)
a. Primer kongenital/ infantil glaukoma
2.2.4 Faktor Risiko
1. Usia
Semakin tua, risiko terserang glaukoma semakin besar. Umur dapat dikaitkan
dengan faktor penuaan jaringan, lamanya terpapar faktor risiko dan durasi
sakit. Pada Collaborative Initial Glaucoma Treatment Study (CIGTS)
kerusakan lapangan pandang berkembang 7 kali pada pasien 60 tahun atau
lebih dibandingkan pada pasien di bawah 40 tahun. Usia dapat dinilai sebagai
faktor risiko independen untuk perkembangan glaucoma.10
2. Jenis Kelamin
Beberapa studi menunjukkan perbedaan prevalensi glaukoma pada laki-laki
dibandingkan perempuan, namun beberapa penelitian lain tidak menunjukkan
adanya perbedaan risiko glaukoma maupun kebutaan pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Sebagian studi pada glaukoma primer sudut terbuka
tidak mendapatkan perbedaan risiko berdasarkan jenis kelamin.11
3. Riwayat Keluarga
Baltimore Eye Survey membuktikan risiko kejadian glaukoma primer sudut
terbuka meningkat pada seseorang yang memiliki saudara kandung dengan
glaukoma primer sudut terbuka dengan mengambil populasi kembar3

8
4. Ras
Prevalensi glaukoma primer sudut terbuka 3-4 kali lebih besar pada ras kulit
hitam dibandingkan yang lain. Kebutaan akibat glaukoma paling kurang 4 kali
lebih banyak pada ras kulit hitam dibandingkan kulit putin. Hal ini dikaitkan
dengan ketebalan kornea pada ras kulit hitam lebih tipis dibandingkan pada
kulit putih3
5. Peningkatan Tekanan Intraokular
Rata-rata tekanan intraokular normal berkisar antara 10-21 mmHg. Pasien
dengan glaukoma memiliki variasi tekanan intraokular yang cukup luas yaitu
≥10 mmHg selama 24 jam. Pada orang normal normal range diurnal hanya 2-6
mmHg. Peningkatan ini bersifat berubah-ubah, walaupun pada 10-20% pasien
peningkatan ini bersifat menetap. Peningkatan intraokular belum bisa dijadikan
sebagai faktor risiko independen dalam terjadinya glaukoma primer sudut
terbuka. Namun, tekanan intraokular tetap merupakan faktor risiko terbesar
terhadap progresivitas glaukoma3
2.2.5 Patogenesis
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik (neuropati
optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil
saraf optik. Iskemia tersendiri pada papil saraf optik juga penting.5
Glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan intraokular yang disertai
pencekungan diskus optikusdan pengecilan lapangan pandang. Pada sebagian besar
kasustidak terdapat penyakit mata lain (glaukoma primer). Tekanan Intraokular
tersebut ditentukan oleh kecepatan pembentukan aques humor dan tahanan terhadap
aliran keluarnya aques humor. Mekanisme peningkatan tekanan Intraokular pada
glaukoma adalah gangguan aliran keluar aques humor akibat kelainan sistem
drainase sudut kamera anterior (glaukoma sudut terbuka).5,12
Penurunan drainase humor akueus yang menyebabkan peningkatan tekan intra-
okuler pada glaukoma sudut terbuka primer disebabkan oleh proses degeneratif di
jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstra sel di jalinan dan di bawah
lapisan endotel kanalis Schlemm. Aqueos humor dengan leluasa mencapai lubang-
lubang trabekula, sampai di dalam terbentur celah-celah trabekula yang sempit,

9
hingga aqueos tidak dapat keluar dari bola mata dengan bebas. Hal ini berbeda dari
proses penuaan normal.12
Efek peningkatan tekanan Intraokular di dalam mata ditemukan pada semua
bentuk glaukoma, manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar
peningkatan tekanan Intraokular. Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma
primer sudut terbuka dan hubungan dengan tingginya tekanan introkular masih
diperdebatkan.5
Ada dua teori utama mengenai mekanisme kerusakan serabut saraf oleh
peningkatan tekanan intraokular yaitu teori mekanik dan teori iskemik13:
a. Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan kerusakan mekanik pada akson
saraf optik dan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina, iris
dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan
degenerasi hialin sehingga terjadi penurunan penglihatan.
b. Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan iskemia akson saraf akibat
berkurangnya aliran darah pada papil saraf optik. Diskus optikus menjadi atrofi
disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi
atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Mekanisme ini
diduga memberikan defek lapangan pandang dan hilangnya ketajaman
penglihatan.5
Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik
yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan
pada papil saraf optik.Walaupun terdapat hubungan yang jelas antara peningkatan
tekanan intarokular dan keparahan penurunan penglihatan, efek besar tekanan pada
saraf optikus bervariasi antarinduvidu, sebagian orang dapat mentoleransikan
penikangkatan tekanan Intraokular tanpa mengalami kelainan diskus atau lapangan
pandang (hipertensi okular); yang lainnya memperlihatkan kelainan-kelainan
glaukomatosa pada tekanan Intraokular “normal” (glaukoma tekanan rendah).5,12

2.2.6 Manifestasi Klinis


Glaukoma primer sudut terbuka biasanya onsetnya tidak jelas, progresif
lambat, dan tidak nyeri sehingga penderita jarang mengeluhkandan hampir selalu
penderita datang berobat dalam keadaan penyakit yang sudah berat.. Karena

10
kemampuan penglihatan sentral relatif tidak terkena hingga penyakit menjadi lanjut,
kehilangan lapangan pandang dapat merupakan gejala awal sebelum tampilan gejala
lainnya. Hal ini, karena umumnya peningkatan tekanan yang terjadi telah
berlangsung lama dan mata penderita telah beradaptasi. Biasanya tekanan bola mata
tidak terlalu tinggi (> 21 mmHg). Akibat tekanan tinggi akan terbentuk atropi papil
disetai ekskavasio glaukomatosa. Gangguan saraf optik akan terlihat sebagai
gangguan fungsi berupa penciutan lapangan pandang. Keadaan ini sangat berbahaya,
penyakit berjalan terus sedangkan penderita tidak menyadarinya. COA mungkin
normal dan pada gonioskopi terdapat sudut terbukaLapangan pandangan mengecil
atau menghilang, Atropi nervus optikus dan terdapat cupping, Tes provokasi
positif.Glaukoma primer bersifat bilateral, yang tidak selalu simetris dengan sudut
bilik mata terbuka ataupun tertutup. (Ui), Kebutaan yang timbul biasanya tidak
bersamaan. Pada banyak kasuskebutaan terjadi pada satu mata baru kemudian
mengenai mata lainnya. Saat inilah penderita baru menyadari adanya gangguan
penglihatan. 3, 5,12
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis glaukoma primer sudut terbuka ditegakkan apabila ditemukan
kelainan-kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan lapangan pandang disertai
peningkatan tekanan Intraokular, sudut depan bilik mata terbuka dan tampak normal,
dan tidak terdapat sebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.
Sekitar 50% pasien glaukoma primer sudut terbuka memperlihatkan tekanan
intraokular normal sewaktu pemeriksaan pertama kali diperiksa, sehingga untuk
menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan tonometri berulang.5
A. Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan pada pasien adalah, antara lain:keluhan utama
pasien; gejala, onset, durasi,keparahan, dan lokasi; riwayat penyakit mata sekarang;
riwayat penyakit lainnya; riwayat alkohol dn merokok; serta riwayat keluarga.5,12
1. Susah karena tidak adanya gejala dari stadium akhir tidak adanya gejala sampai
stadium akhir sehingga sering menyebabkan telat diagnosis dan penatalaksaan.
2. Pasien datang sewaktu pasien menyadari ada pengecilan lapangan pandang
3. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang mengakibatkan terdapat
gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita.

11
4. Kerusakan lapangan pandang dari pinggir sampai ke tengah ke bagian tengah
(tunnel vision).
5. Riwayat keluarga menderita glaucoma
B. Pemeriksaan Oftalmologis
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
Tajam penglihatan umumnya masih baik kalau keadaan belum lanjut. Tetapi
tajam penglihatan tidak boleh menjadi patokan akan adanya glaukoma atau tidak.
Tekanan bola mata lebih dari 24 mmHg dan tidak terlalu tinggi seperti pada
glaukoma kronik.12

Normal Vision The same scene as it


might be viewed by a
person with glaucoma

Gambar 2.5 Lapangan pandang normal dan glaukoma


2. Funduskopi (pemeriksaan retina dan saraf optik)
Pemeriksaan funduskopi dapat dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop,
lensa pembesar (78D, 90D) atau dengan funduskopi indirek (Schepen). Terlihat
diskusoptikusmembengkak, pembesaran konsentrik cekungan optikusyang diikuti
oleh pencekungan superior dan inferior dan disertai pentakikan fokal tepi
diskusoptikus(bean-pot). “Rasio cekungan diskus” adalah cara untuk mencatat
ukuran diskusoptikuspada glaukoma. Pada funduskopi ditemukan ekskavasi apabila
glaukoma sudah berlangsung lama.12

12
a b
Gambar 2.6 (a)Normal funduskopi; (b) Funduskopi pada pasien Glaukoma14
3. Slit Lamp
Apabila hanya garis Schwalbe atau hanya sebagian kecil dari jalinan trabekula
yang dapat terlihat, sudut dikatakan sempit. Apabila garis Schwalbe tidak terlihat
sudut disebut tertutup.12
4. Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada suatu keadaan yang meragukan. Pada glaukoma primer
sudut terbuka dapat dilakukan beberapa tes provakasi sebagai berikut:3,5,12
1. Tes minum air ( Water Drinking Test)
Penderita disuruh berpuasa paling sedikit 4 jam, tanpa pengobatan selama
24 jam. Kemudian disuruh minum satu liter air dalam lima menit. Lalu
diukur tiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih,
dianggap mengidap glaukoma.
2. Uji Priskol
Uji ini dilakukan dengan menyuntikan 1 ml priskol pada konjungtiva, dan
kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan mengunakan
tonometri sebelum disuntik dan disusul dengan tonometri selama 15, 30, 60,
90 menit jika kenaikan tekanan bola mata 11-13 mmHg mungkin menderita
glaukoma bila kenaikan 14 mmHg atau lebih adalah patologik.
3. Tes steroid
Pada mata pasien diteteskan larutan dexamethason 3-4 dd gt, selama dua
minggu. Kenaikan tensi intraokular 8 mmHg menunjukan glaukoma.
C. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit
glaukoma. Selain pemeriksaan mata secara umum seperti tajam penglihatan dan
keadaan mata, perlu dilakukan beberapa tambahan pemeriksaan, yaitu:

13
1. Tonometri (pengukuran tekanan bola mata).
Memperlihatkan peningkatan tekanan intraokularlebih kurang sekitar 40-80
mmHg (tekanan intraokularnormal berkisar antara 10-24 mmHg).12Ada empat
bentuk tonometri atau pengukur tekanan bola mata :
a. Digital (palpasi)
Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari
pemeriksa.Didapat kesan berapa ringannya bola mata dapat ditekan. Penilaian
dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat dicatat, N : normal, N+1
: agak tinggi, N+2 : untuk tekanan lebih tinggi, N+3 : untuk tekanan yang
sangat tinggi, N-1 : tekanan lebih rendah dari normal, N-2 : lebih rendah lagi
dan seterusnya.Sangat baik bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit dinilai,
seperti pada sikatrik kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea. Tetapi
pemeriksaan ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor
subjektif.5
b. Tonometri Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan
permukaan kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya.
Benda yang ditaruh pada kornea akan menekan bola mata kedalam dan
mendapat perlawanan tekanan dari dalam melalui kornea. Keseimbangan
tekanan tergantung pada beban tonometer.5

Gambar 2.7 Alat Tonometer Schiotz


Pembacaan skala dikonfersi pada tabel untuk mengetahui bola mata
dalam mmHg. Tekanan bola mata normal 15-20 mmHg.Tonometer Schiotz

14
tidak dapat dipercaya pada miopia dan penyakit tiroid karena terdapat pengaruh
kekakuan sklera pada pemeriksaan.5
c. Tonometri Aplanasi
Tekanan sama besar dengan tenaga dibagi dengan luas yang ditekan
(P=F/A). Untuk mengukur tekanan mata harus diketahui luas penampang yang
ditekan alat sampai kornea rata dan jumlah tenaga yang diberikan. Pada
tonometer aplanasi Goldmann jumlah tekanan dibagi penampang dikali
sepuluh dikonfirmasi langsung kedalam mmHg tekanan bola mata.Alat yang
digunakan adalah Slitlamp dengan sinar biru, tonometer aplanasi, flouresein
strip/tetes, obat tetes anestesi lokal (tetrakai/pantokain). Dengan tonometer
aplanasi tekanan bola mata lebih dari 20 mmHg dianggap menderita
glaukoma.5

Gambar 2.8 Pemeriksaan tonometri Aplanasi


d. Tonometri Non Kontak
Tonometri non kontak tidak seteliti tonometer aplanasi. Dihembuskan
sedikit udara pada kornea. Udara terpantul dari permukaan kornea mengenai
membran penerima tekanan pada alat ini. Metoda ini tidak memerlukan
anastesi, karena tidak ada bagian alat yang mengenai mata. Jadi dengan mudah
di pakai oleh teknisi dan berguna dalam program skrinning.5

15
Gambar 2.9 Pemeriksaan dengan Tonometri Non Kontak5
2. Perimetri (pemeriksaan luas penglihatan)
Pemeriksaan perimetri dapat berupa konfrontasi (sangat sederhana), perimetri
kinetik (Goldmann) ataupun perimatri statik (Humphrey, Octopus). Gangguan
lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 300 lapangan pandang bagian
tengah.Pemeriksaan lapangan pandang perifer tidak menunjukkan kelainan selama
glaukoma masih dini, tetapi lapangan pandang sentral sudah menunjukkan skotoma
sentral.12
Lapangan pandang masih normal atau ada kelainan tergantung beratnya penyakit:5
a. Lapang pandang sentral, seluas 30 derajat diperiksa dengan layer hitam
Byerrumm, pada jarak 1 meter dengan menggunakan objek 1 mm putih (isopter
1/1000)atau pada jarak 2 meter dengan objek sebesar 2 mm (isopter 2/2000).
b. Lapang pandang perifer, yang dapat diukur dengan perimeter atau kampimeter
pada jarak 330 mm dengan menggunakan objek sebesar 3 mm (isopter 3/330).

Gambar 2.10 Pemeriksaan perimetri Goldman

16
Gambar 2.11 Diagram Perimetri dan Computerized Perimetry
3. Ultrasound Biomicroscopy (UBM)
UBM untuk melihat sudut dan struktur disekitarnya. Terlihat gambaran pupil
yang terfiksasi dan dilatasi sedang, COA dangkal, edem epitel kornea dan bullae,
injeksi siliar, sel-sel dan gambaran flare.12
4. Gonioskopi
Tujuan pemeriksaan gonioskopi adalah melihat langsung keadaan patologik
sudut bilik mata, dan untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata
seperti benda asing. Yang dilihat pada pemeriksaan gonioskopi adalah garis
Schwalbe, anyaman trabekular, skleral spur, dan processus iris.
Bila keseluruhan anyaman trabekula, garis Schwalbe, skleral spur, dan
processus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Jika hanya garis schwalbe
atau sebagian kecil anyaman trabekula terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila
garis schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.5

Gambar 2.12 Pemeriksaan Gonioskopy

17
2.2.8 Diagnosis Banding
Hipertensi okular Vs glaukoma primer sudut terbuka : sebanyak 10% pasien
berumur diatas 40 tahun ditemukan mempunyai TIO lebih dari 21 mmHg. Hipertensi
okular adalah suatu kondisi dimana terdapat berbagai kriteria dibawah ini15:
a. TIO lebih bdari 21 mmHg pada salah satu atau kedua mata yang diperiksa
menggunakan tonometry aplanasi pada 2 kali pemeriksaan atau lebih
b. Tidak ditemukaan defek lapanngan pandang
c. Diskus optikus dan serat saraf tampak normal
d. Pada gonioskopi ditemukan sudut terbuka
e. Tidak ada penyakit pada mata yang mendahului peningkatan TIO
Terkadang terdapat kesulitan dalam membedakan hipertensi okular dengan
glaukoma primer sudut terbuka yang dini. Ahli mata harus mencari secara hati-hati
tanda-tanda dari kerusakan dini nervus optikus, seperti, penekanan fokal, cupping
yang tidak simetris, perdarahan splinter diskus, pendorongan nervus, atau defek
lapangan pandang.3

2.2.9 Tatalaksana
2.2.9.1 Medikamentosa
A. Supresi Pembentukan Aqueus Humor
1. Golongan β – Bloker
Golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi
dengan obat yang lain seperti obat miotik. Contoh obat golongan β- adrenergic
bloker misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%,
levobunolol dan lain-lain.16
Timolol maleat merupakan B-adrenergik non selektif yang menghambat
reseptor B1 dan B2. Reseptor B adrenergik terletak pada epitel siliaris, yang
apabila dirangsang akan meningkatkan inflow Aqueus Humor dan mengurangi
produksinya. Penggunaan Timolol maleat akan mengurang tekanan intra okuler
sebesar 20-30% dengan waktu puncak 1-3 jam setelah pemberian.
Penggunaaan jangka panjang dapat menyebabkan obstruksi jalur napas kronis.
Obat ini juga diindikasikan pada glaukoma inflamasi, hipertensi, atau
glaukoma kongenital.17,18

18
2. Golongan α2-adrenegik agonis
Golongan α2-adrenergik terbagi atas selektif dan non selektif. Yang
digunakan adalah golongan selektif seperti Apraklonidin 1%. Kerja obat ini
dapat menurunkan produksi Aqueous Humor dan meningkatkan sekresinya
melalui trabekula meshwork.16
Penggunakaan Apraklonidin 1% dapat menurunkan tekanan intra okuler
sebanyak 20% dari tekanan awal dalam 1 jam setelah pemakaian. Indikasi
penggunaan obat ini untuk mengontrol peningkatan akut tekanan intra okuler
pasca tindakan laser.17,18
3. Karbon Anhidrase Inhibitor.
Asetazolamid merupakan obat yang paling sering digunakan , dengan
alternatif lain dichlorphenamid dan metazolamid. Obat-obatan ini dapat
menurunkan 40-60% tekanan intra kranial. Dosis asetazolamid yang diberikan
adalah 125-25-mg sampai dengan empat kali sehari.16

B. Fasilitasi aliran keluar humor akueous


1. Analog prostaglandin
Analog prostaglandin berupa larutan bimastoprost 0,003%, latanoprost
0,005% dan travoprost 0,004% masing-masing sekali setiap malam dan larutan
unoprostone 0,15% dua kali sehari yang berfungsi untuk meningkatkan aliran
keluar humor akueous melaului uveosklera. Semua analaog prostaglandin
dapat menimbulkan hyperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kulit periorbita,
pertumbuhan bola mata dan penggelapan iris yang permanen.16
2. Obat parasimpatomimetik
Obat parasimpatomimetik seperti pilocarpin meningkatkan aliran keluar
humor akueous dengan bekerja pada anyaman trabekular melalui kontraksi
otot siliaris. Obat ini diberikan dalam bentuk larutan 0,5-6% yang diteteskan
hingga empat kali sehari atau bentuk gel 4% yang diberikan sebelum tidur.
Obat-obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai penglihatan
suram.16

19
2.2.9.2 Bedah
Indikasi penanganan bedah pada pasien glaukoma sudut terbuka primer
adalah yaitu terapi obat-obatan tidak adekuat seperti reaksi alergi, penurunan
penglihatan akibat penyempitan pupil, nyeri, spasme siliaris dan ptosis. Penanganan
bedah meliputi:
1. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan bakaran melalui suatu lensa-gonio
ke anyaman trabekular yang dapt mempermudah pengeluaran aqueous humor.
Teknik ini dapat digunakan pada berbagai bentuk glaucoma sudut terbuka dan
juga terapi awal. Namun setelah 2-5 tahun pasca laser tekanan intra okuler
akan perlahal-lahan kembali meninggi.16
2. Trabekulektomi
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk
memintas saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung
humor akueous dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita.1
Komplikasi utamanya adalah fibrosis jaringan episklera,yang dapat
menyebabkan penutupan saluran drainase yang baru. Hal ini lebih mudah pada
pasien dengan usia muda,pasien berkulit hitam, pasien glaucoma akibat uveitis.
Dan pasien yang pernah mengalami tindakan pada episkleranya. 16

2.2.10 Prognosis

Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara perlahan


hingga akhirnya menimbulkankebutaan total. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat
mengontrol tekanan intraokular mata yang belum mengalami kerusakan
glaukomatosa luas, prognosisnya akan baik (walaupun penurunan lapangan pandang
dapat terus berlanjut pada tekanan intraokular yang telah normal). Apabila proses
penyakit terdeteksi secara dini , sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik secara medis.5
Tatalaksana dengan medikasi, laser dan operasi untuk menurunkan tekanan
intraokular telah menunjukan perlambatan yang signifikan atau mungkin dapat
menghentikan progresifitas dari glaukoma. Percobaan pada Glaukoma yang baru
bermanifestasi, penurunan 25% dari tekanan intraokular dapat mengurangi

20
progresifitas penyakit dari 62% sampai 45% pada pasien yang di follow selama 6
tahun.Advances Glaucoma intervention Study (AGIS) melaporkan bahwa kelompok
pasien yang selalu memiliki tekanan intraokular kecil dari 18 mmHg tidak
menunjukan pengurangan lapangan pandang yang progresif, pasien dengan rata –
rata tekanan intraokular 14mmHg atau kurang pada 18 bulan pertama lebih baik dari
pada rata-rata tekanan intraokular yang lebih dari 17,5 mmHg.3

2.2.11 Komplikasi
Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara perlahan
hingga akhirnya menimbulkan kebutaan total.5

21
BAB III
KESIMPULAN

1. Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang; biasanya
disertai peningkatan tekanan intraokuler.
2. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan bentuk yang tersering, bersifat
kronik dan bersifat progressive.
3. Etiologi glaucoma primer sudut terbuka antaranya kerusakan fungsi trabekula
dan peningkatan tekanan intra okuler.
4. Beberapa faktor risiko glaucoma primer sudut terbuka adalah umur lebih dari
40 tahun, peningkatan tekanan intraokuler, keturunan Amerika-Afrika, riwayat
trauma ocular, penggunaan kortikosteroid topikal, sistemik ataupun endogen,
myopia, diabetes mellitus, penyakit vascular karotis, anemia, riwayat hipertensi
sistemik dan insufisiensi vascular.
5. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.
6. Tatalaksana meliputi non-bedah dan bedah.
7. Komplikasi glaukoma primer sudut terbuka adalah kerusakan saraf mata dan
bisa menyebabkan kebutaan.
8. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan penyakit kronis yang tidak dapat
diobati dan hanya dapat diperlambat.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. McMenemy MG. Primary Open Angle Glaucoma. In: Samples JR, Schacknow
PN. Clinical Glaucoma Care the Essential. USA. Springer. 2014: 215 – 216.
2. Cheema A, Chang RT,Shrivastava A, Singh K. Update on the Medical
Treatment of Primary Open Angle Glaucoma. Asia Pac J Ophtalmol. 2016;5:
51-58.
3. American Academy of Ophthalmology. Glaucoma Section 10 2011-2012. San
Fransisco: Lifelong Education for The Ophtalmologist 2008; 85-95.
4. Weinreb RN, Leung CK, Crowstown JG, Modeiros FA, Friedman DS et al.,
Primary Open Angle Glaucoma. Nature Reviews Disease Primer.2;2016:1-19.
5. Salmon JF. Glaucoma. In: Riordan-Eva P, Cunningham E. (eds) Vaughan and
Asbury’s General Opthalmology. United State. McGraw-Hill. 2011: 483-487.
6. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition – Anatomy and
development of the eye. New Delhi : New Age International (P)
Ltd.,Publishers. 2007: 3-11.
7. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition – Glaucoma.
New Delhi : New Age International (P) Ltd.,Publishers. 2007: 205-241.
8. WHO. Priority Eye Diseases – Glaucoma. 2009. Dari:
http://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index7 Diakses tanggal 09
Agustus 2017 pukul 10.00 WIB.
9. KEMENKES RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:Badan Penelitian dan
pengembangan kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013.
10. Shen SY, Wong TY, Foster PJ. The prevalence and types of glaucoma in
Malay people: The Singapore Malay eye study. Investigate Ophtalmology &
Visual Science 2008.; 49(9): 3846-51.
11. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. 2009, Becker –Schaeffer Diagnosis
and Therapy of The Glaucomas 8th ed., Elsevier.
12. Ilyas S. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Dalam: Ilyas S, editor.
Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2011; 218-219.
13. Kooner KS. Clinical pathway of glaucoma. NewYork: Thieme. 2000; pp 23-
51.

23
14. National Glaucoma Research. 2005. Liying with Glaucoma
15. Saxena, S. Clinical Ophthalmology Medical &surgical Approach 2nd Edition.
New delhi. Jaype-Highlights. 2011;178
16. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
17. Katzung G Bertram. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta : EGC. 2012.
Edisi 10.
18. Goodman, Gilman. Farmako Dasar Terapi. Jakarta : EGC. 2012.

24

Anda mungkin juga menyukai