Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

Asma Bronkial

Oleh:
dr. Delila Maharani

Preseptor:
dr. Rahmi Yarnia

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

RSUD MUKOMUKO

2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah laporan kasus dengan judul “Asma
Bronkial”.

Makalah ini merupakan salah satu syarat kelulusan Internsip. Penulis


mengucapkan terima kasih kepada dr. Rahmi Yarnia selaku pembimbing IRNA
serta dr. Salomo M Gultom selaku pembimbing IGD. Penulis mengucapkan
terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Mukomuko, Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................i

Daftar isi ...................................................................................................................ii

BAB 1 Pendahuluan...................................................................................................1

BAB 2 Tinjauan pustaka............................................................................................3

BAB 3 Laporan Kasus . .............................................................................................16

BAB 4 Diskusi ..........................................................................................................20

Daftar Pustaka ...........................................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan penyakit yang heterogen, dengan karakteristik adanya
inflamasi kronis saluran napas1. Pada asma terjadi inflamasi saluran napas yang
ditandai dengan menyempitnya saluran napas karena hiperaktivitas bronkus,
adanya mukus, dan kontraksi kuat otot sekitar saluran napas2. Hal ini ditandai
dengan adanya riwayat gejala saluran napas berupa whizing, sesak napas, dada
terasa berat dan batuk yang bervariasi dari waktu kewaktu serta intensitasnya
disertai dengan adanya keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi1.
Asma merupakan salah satu masalah kesehatan global. Prevalensi asma di
berbagai negara berkisar antara 1-18% dari semua populasi. Angka kejadian asma
di Indonesia berdasarkan RISKESDAS 2013 adalah sebesar 4,5%. Provinsi
dengan prevalensi asma tertinggi adalah Sulawesi Tengah (7,8%), sedangkan
provinsi dengan prevalensi terendah adalah Lampung (1,6%). Prevalensi asma di
Sumatera Barat sendiri adalah 2,7%, angka ini lebih rendah jika dibandingkan
dengan prevalensi nasional. Asma dapat mengenai semua kelompok umur.
Prevalensi asma tertinggi adalah pada usia 25-34 tahun dan terendah pada usia di
bawah 1 tahun. Asma lebih banyak terjadi pada wanita3.
Pada penderita asma akan selalu ditemui saluran napas yang
hiperresponsif terhadap stimulus. Stimulus pada tiap individu tidak selalu sama.
Dalam keadaan serangan asma, sangat mudah untuk menegakkan diagnosisnya,
tetapi ketika berada dalam episode bebas gejala, tidak mudah untuk menentukan
seseorang menderita asma4. Pada serangan asma akan terjadi gejala yang sangat
berat, seperti napas yang sangat cepat sehingga menjadi sulit untuk berbicara.
Adanya batuk, wheezing dan rasa berat di dada dapat membuat pasien menjadi
gelisah2.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah pengetahuan
mengenai asma terutama pada saat serangan akut (eksaserbasi).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Asma merupakan penyakit yang heterogen, dengan karakteristik adanya
inflamasi kronis saluran napas1. Pada asma terjadi inflamasi saluran napas yang
ditandai dengan menyempitnya saluran napas karena hiperaktivitas bronkus,
adanya mukus, dan kontraksi kuat otot sekitar saluran napas2. Hal ini ditandai
dengan adanya riwayat gejala saluran napas berupa whizing, sesak napas, dada
terasa berat dan batuk yang bervariasi dari waktu kewaktu serta intensitasnya
disertai dengan adanya keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi1.
Eksaserbasi (serangan) asma adalah episode perburukan gejala-gejala
asma secara progresif. Gejala yang dimaksud adalah sesak napas, batuk, mengi,
dada terasa berat atau tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala
tersebut. Pada umumnya, eksaserbasi disertai distres pernapasan4.

2.2 Klasifikasi
A. Asma alergika
Asma ini adalah asma yang paling mudah dikenali, yang biasanya muncul
pada anak anak dengan riwayat alegi sebelumnya misalnya rhinitis allergy,
eksim atau alergi makanan. Pemeriksaan sputum pada pasien tersebut
sebelum terapi kadang menemukan inflamasi jalan nafas eosinofilik. Pasien
dengan asma tipe ini biasanya berespon baik terhadap terapi kortikosteroid
inhalasi.
B. Asma non-alergika
Asma ini terjadi pada sebagian orang dewasa dengan ciri sputumnya dapat
ditemui netrofil, eosinofil atau hanya mengandung beberapa sel-sel inflamasi.
Asma jenis ini tidak respon dengan pemberian kortikosteroid inhalasi.
C. Asma onset lambat
Beberapa orang dewasa, terutama wanita, mengalami asma pertama kali pada
saat dewasa, biasanya non alergika dan membutuhkan dosis kortikosteroid
inhalasi lebih tinggi.
D. Asma dengan hambatan jalan nafas paten

2
Asma ini diduga karena remodeling jalan nafas.

E. Asma dengan obesitas


Beberapa pasien obesitas dengan asma memiliki gejala pernapasan yang
sangat menonjol dan sedikit inflamasi jalan nafas eosinofilik.

2.3 Faktor Resiko


Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu
(host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi
genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma,
alergik (atopi), hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan
mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau
menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan
yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi
pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi
faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan5 :
A. pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu
dengan genetik asma,
B. baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko
penyakit asma.
Menurut WHO (2015) faktor risiko asma dibagi menjadi4 :
A. Faktor Penjamu
1. Prediposisi genetik
2. Atopi
3. Hiperesponsif jalan napas
4. Jenis kelamin
B. Faktor lingkungan yang mempengaruhi berkembangnya asma pada individu
dengan predisposisi asma
1. Alergen di dalam ruangan (mite domestic, biantang, kecoa, jamur)
2. Alergen di luar ruangan (tepung sari bunga, jamur)
3. Bahan di lingkungan kerja (Asap rokok pada perokok aktif dan pasif)

3
4. Polusi udara(dalam dan luar ruangan)
5. Infeksi pernapasan (Hipotesis higiene)
6. Infeksi parasit
7. Status sosioekonomi
8. Besar keluarga
9. Diet dan obat
10. Obesitas
C. Faktor lingkungan yang mencetuskan eksaserbasi dan/atau menyebabkan
gejala asma menetap
1. Alergen di dalam dan di luar ruangan
2. Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
3. Infeksi pernapasan
4. Exercise dan hiperventilasi
5. Perubahan cuaca
6. Sulfur dioksida
7. Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
8. Ekspresi emosi yang berlebihan
9. Asap rokok
10. Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray)

2.4 Patogenesis Asma4


Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi
berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada
berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.
Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma
nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
INFLAMASI AKUT
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri
atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe
lambat. 

4
Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed
mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti
leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
Reaksi Fase Lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
INFLAMASI KRONIK
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut
ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot
polos bronkus.
Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2).
Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF.
Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama
IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF
berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul
adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya
masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil
granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan
metaloprotease sel epitel.
Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak
spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah

5
dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis
sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator
lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF
meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein
(ECP), major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil
derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.
Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-
linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast.
Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti
histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin
D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3,
IL-4, IL-5 dan GM-CSF.

Gambar 2.1 Patogenesis asma

6
Gambar 2.2 Perbedaan bronkus normal dan asma

2.5 Gambaran Klinis


Asma merupakan sindrom yang diakibatkan oleh berbagai mekanisme
yang akhirnya menghasilkan kompleks gejala klinis termasuk obstruksi jalan
pernapasan reversible. Sebagai sindrom episodik, terdapat interval asimtomatik
diantara kejadian serangan asma. Ciri-ciri yang sangat penting pada sindrom ini
seperti dispnea, wheezing, obstruksi jalan pernapasan reversible terhadap
bronkodilator, bronkus yang hipersensitif terhadap stimulus yang spesifik ataupun
tidak spesifik, dan peradangan saluran pernapasan. Semua ciri diatas tidak harus
terdapat bersamaan6.
Serangan asma ditandai dengan sesak napas, batuk, dan wheezing. Gejala
yang sering terlihat jelas adalah penggunaan otot napas tambahan, timbulnya
pulsus paradoksus, timbulnya Kusmaul’s sign. Pasien akan mencari posisi yang
enak, yaitu duduk tegak dengan tangan berpegangan pada sesuatu agar bahu tetap
stabil, biasanya berpegangan pada lengan kursi, dengan begitu otot napas
tambahan dapat bekerja dengan lebih baik. Takikardia akan muncul pada awal
gejala, kemudian dapat diikuti sianosis sentral (jarang)6.

7
2.4 Diagnosis3,4
A. Anamnesis
Gejala khas untuk asma yang jika ada maka menigkatkan kemungkinan
pasien memiliki asma, yaitu :
1. Terdapat lebih dari satu gejala (mengi, sesak, dada terasa berat)
khususnya pada dewasa muda
2. Gejala sering memburuk di malam hari atau pagi dini hari
3. Gejala bervariasi waktu dan intensitasnya
4. Gejala dipicu oleh infeksi virus, latihan, pajanan allergen, perubahan
cuaca, tertawa atau iritan seperti asap kendaraan, rokok atau bau yang
sangat tajam
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pasien asma biasanya normal. Abnormalitas yang paling
sering ditemukan adalah mengi ekspirasi saat pemeriksaan auskultasi, tetapi ini
bisa saja hanya terdengar saat ekspirasi paksa. Mengi dapat juga tidak terdengar
selama eksaserbasi asma yang berat karena penurunan aliran napas yang dikenal
dengan “silent chest”.
C. Pemeriksaan penunjang
1. Arus Puncak Ekspirasi (APE) menggunakan Peak Flowmeter
2. Pemeriksaan darah (eosinofil dalam darah)
3. Spirometri
Diagnosis pasti asma ditegakkan dengan menggunakan pemeriksaan
spirometri. Adanya bukti penurunan rasio dari nilai Forced Expiratory Volume in
1 second (FEV1) terhadap Force vital capacity (FVC) merupakan tanda dari
asma.
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang, yaitu terdapat kenaikan ≥15 % rasio APE sebelum dan
sesudah pemberian inhalasi salbutamol4.

8
Gambar 2.3. Klasifikasi Asma brokial5

9
Gambar 2.4. Klasifikasi Berat serangan Asma Akut 3

2. 5 Diagnosis Banding4,7
Diagnosis banding asma stabil yaitu, disfungsi pita suara, hiperventilasi,
bronkiektasis, kistik fibrosis, gagal jantung, benda asing di saluran pernapasan.
Sedangkan diagnosis banding untuk asma akut (eksaserbasi) adalah obstruksi
saluran napas atas, benda asing di saluran napas, PPOK eksaserbasi, penyakit paru
parenkimal, disfungsi pita suara, gagal jantung akut, dan gagal ginjal akut4.

10
Gambar 2.5. Diagnosis banding asma pada dewasa, remaja, dan anak usia 6-11 tahun
2. 6 Penatalaksanaan1,
A. Asma stabil
1. Pasien disarankan untuk mengidentifikasi serta mengendalikan faktor
pencetusnya.
2. Perlu dilakukan perencanaan dan pemberian pengobatan jangka panjang
serta menetapkan pengobatan pada serangan akut sesuai tabel 2.6 di bawah
ini.

11
Gambar 2.6.Penatalaksanaan asma berdasarkan berat keluhannya 4

B. Asma eksaserbasi
Penatalaksanaan asma eksaserbasi dapat dilihat gambar 2.7 dan 2.8
dibawah ini:

12
Gambar 2.7.Penatalaksanaan asma eksaserbasi di layanan primer (dewasa, remaja, dan anak usia
6-11 tahun7

13
Gambar 2.8.Pengobatan asma berdasarkan berat serangan dan tempat pengobatan 4

2.7 Prognosis4
A. Asma stabil
Ad sanasionam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad vitam : bonam
B. Asma Eksaserbasi
Ad vitam : Dubia ad bonam

14
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

15
BAB III
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Usia : 58 tahun
Tanggal lahir : 27-3-1962
Alamat : Dusun Desa
Nomor RM : 172517

Anamnesis
Keluhan Utama :
Sesak napas meningkat sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang:


- Sesak nafas yang meningkat sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit,
sesak nafas menciut (+), sesak dipengaruhi oleh makanan dan cuaca
dingin. Di luar serangan pasien dapat beraktivitas seperti biasa. Riwayat
terbangun di malam hari karena sesak nafas hampir dirasakan setiap hari
dalam 1 minggu. Pasien belum pernah di spriometri. Karena sesak sejak
satu jam ini pasien datang ke RSUD Mukomuko.
- Batuk berdahak berwarna putih sejak 15 hari yang lalu bersifat hilang
timbul
- Batuk berdarah tidak ada, riwayat batuk berdahak tidak ada
- Nafsu makan berkurang tidak ada
- Keluhan BAB dan BAK tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat DM disangkal
- Riwayat hipertensi ada
- Riwayat atopi terhadap debu, dan udara dingin ada

16
Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
- Riwayat OAT (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:


- Riwayat keluarga dengan riwayat atopi (+) orang tua pasien memiliki
riwayat bersin bersin di pagi hari
- Riwayat hipertensi dalam keluarga (-)
- Riwayat DM dalam keluarga (-)
- Riwayat keganasan dalam keluarga (-)

Riwayat kebiasaan, sosial, pekerjaan :


- Pasien seorang ibu rumah tangga
- Pasien tidak merokok
- Keluarga pasien ada yang merokok

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Vital Sign
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : Composmentis Cooperative
Suhu : 36,70C
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Frekuensi Nafas : 22x
Frekuensi Nadi : 80x
Kepala
Mata : konjungtiva anemis -/-
sklera ikterik -/-
Hidung : Nafas cuping hidung (-), sianosis (-)
Leher
JVP : 5-2 cmH2O
Trakea : deviasi trakea (-)
KGB : pembesaran KGB

17
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba RIC V line midclavicular sinistra
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : irama teratur, bunyi jantung tambahan (-)
Paru Depan
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan (statis)
Pergerakan simetris kiri dan kanan (dinamis)
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : SN ekspirasi memanjang, Rh -/-, Wh +/+
Paru Belakang
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan (statis)
Pergerakan simetris kiri dan kanan (dinamis)
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : SN ekspirasi memanjang, Rh -/-, Wh +/+
Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri epigastrium
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : tidak dilakukan
Ekstremitas : edem ekstremitas (-), clubbing finger (-)

Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 12,6 g/dL
Leukosit : 10.700
Trombosit : 188.000
Hematokrit : 37%
GDS : 125

18
Diagnosis Kerja
Asma persisten sedang eksaserbasi akut
Diagnosa Banding
PPOK Eksaserbasi
Rencana Pengobatan
- O2 3-4 L/menit
- IVFD Aminopilin 1 ampul dalam D5% 500 cc dengan kecepatan 20 tpm
- Inj. Methylprednisolon 2x125 mg (iv)
- N Asetyl sistein 2x200mg (po)
- Fulmicort nebu 6x1
- Combivent nebu 1x1
- Amlodipin 1x5mg

Pemeriksaan Lanjutan
- Spirometri

Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

19
BAB IV
DISKUSI

Seorang pasien perempuan berusia 58 tahun datang ke IGD RSUD


Mukomuko dengan keluhan sesak nafas yang semakin meningkat sejak 1 jam
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini muncul pada saat pasien terpapar udara
dingin. Sesak napas terdengar seperti bunyi menciut. Di luar serangan pasien
dapat beraktivitas seperti biasa. Pasien memiliki riwayat terbangun di malam hari
karna sesak napas dirasakan hampir setiap malam dalam 1 minggu ini. Pasien
sudah dikenal dengan asma sejak usia 18 tahun. Menurut keterangan pasien
keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien
namun adik pasien memiliki riwayat bersin-bersin di pagi hari seperti yang
dialami oleh pasien.
Dari anamnesa yang didapatkan, keluhan yang dialami pasien dapat
dicurigai adanya serangan asma. Hal ini ditandai dengan pasien mengalami sesak
nafas tiba-tiba setelah paparan cuaca dingin.
Secara teori penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang
peranan utama ialah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperaktivitas
bronkus). Banyak faktor yang turut menentukan derajat reaktivitas atau iritablitas
tersebut. Faktor genetik, biokimawi, saraf otonom, imunologis, infeksi, endokrin,
psikologis, dan lingkungan lainnya, dapat turut serta dalam proses terjadinya
manifestasi asma. Pada kasus ini salah satu pencetus pada terjadinya serangan
asma karena adanya faktor lingkungan yaitu tepapar udara dingin dan makanan
laut dan pasien memang sudah dikenal dengan asma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah: 140/80 mmHg, Nadi:
80 x/menit, Pernapasan: 22 x/menit,  dan Suhu: 36,70C, pada asukultasi thorax
pasien auskultasi ditemukan wheezing pada kedua paru. Sehingga dari
pemeriksaan pasien didiagnosis dengan Asma persisten sedang eksaserbasi akut.
Pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan spirometry yang merupakan
pemeriksaan gold standar pada pasien asma.
Pada kasus ini, pasien diberikan O2 3-4 L/menit, IVFD 1 ampul dalam
D5% 500 cc dengan kecepatan 20 tpm, injeksi Methylprednisolon 2x125 mg,N

20
Asetyl sistein 2x200mg, Fulmicort nebu 6x1, Combivent nebu 1x1, Amlodipin
1x5mg.
Combivent merupakan obat nebulizer yang berisi salbutamol dan
ipratropium bromide yang merupakan golongan β2-agonis selektif. Pemberian
golongan β2-agonis selektif diberikan secara inhalan dan oral. Pemberian secara
oral akan menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai
2-4 jam, dan lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian secara inhalasi memiliki
onset kerja lebih cepat (1 menit), efek puncak dicapai dalam 10 menit dan lama
kerjanya 4-6 jam. Methylprednisolone sebagai golongan kortikosteroid
sistemik  digunakan bertujuan untuk memperbaiki serangan asma dan
pemberiannya merupakan bagian tatalaksana serangan asma. Fungsi dari
methylprednisolone sendiri untuk mencegah progresitivitas asma, mengurangi
gejala. Pulmicort mengandung budesonide, untuk mencegah serangan asma. N-
asetil sistein merupakan obat golongan mukolitik yang diberikan pada serangan
asma episodik ringan dan sedang, Amlodipin diberikan sebagai terapi terhadap
hipertensi pada pasien ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and
prevention, 2017.
2. American Thoracic Society. Patient Information Series: What is Asthma?.
2013. Am J Respir Care Med Vol 188: 7-8.
3. Departemen Kesehatan RI . Riset Kesehatan Dasar 2013.
http://www.depkes.go.id. 2013. Diakses pada 12 Oktober 2017
4. WHO. Global Tuberculosis Report http://www.who.int/tb/publications
/global_report/en/.2015. Diakses pada 12 Oktober 2017
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 2015. Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan asma di Indonesia. Jakarta.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Strategi Nasional
pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. 2011
7. Lobue PA, Iademarco MF, Castro KG. The Epidemiology, Prevention, and
Control of Tuberculosis in the United States. Dalam : Fishman’s
Pulmonary Diseases and Disorders. Volume ke 1. Edisi ke 4. Editor
Fishman AP. 2008. United States of America: The McGraw-Hill
Companies. 2447

22

Anda mungkin juga menyukai