Asma Bronkial
Oleh:
dr. Delila Maharani
Preseptor:
dr. Rahmi Yarnia
RSUD MUKOMUKO
2020
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah laporan kasus dengan judul “Asma
Bronkial”.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................i
BAB 1 Pendahuluan...................................................................................................1
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma merupakan penyakit yang heterogen, dengan karakteristik adanya
inflamasi kronis saluran napas1. Pada asma terjadi inflamasi saluran napas yang
ditandai dengan menyempitnya saluran napas karena hiperaktivitas bronkus,
adanya mukus, dan kontraksi kuat otot sekitar saluran napas2. Hal ini ditandai
dengan adanya riwayat gejala saluran napas berupa whizing, sesak napas, dada
terasa berat dan batuk yang bervariasi dari waktu kewaktu serta intensitasnya
disertai dengan adanya keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi1.
Eksaserbasi (serangan) asma adalah episode perburukan gejala-gejala
asma secara progresif. Gejala yang dimaksud adalah sesak napas, batuk, mengi,
dada terasa berat atau tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala
tersebut. Pada umumnya, eksaserbasi disertai distres pernapasan4.
2.2 Klasifikasi
A. Asma alergika
Asma ini adalah asma yang paling mudah dikenali, yang biasanya muncul
pada anak anak dengan riwayat alegi sebelumnya misalnya rhinitis allergy,
eksim atau alergi makanan. Pemeriksaan sputum pada pasien tersebut
sebelum terapi kadang menemukan inflamasi jalan nafas eosinofilik. Pasien
dengan asma tipe ini biasanya berespon baik terhadap terapi kortikosteroid
inhalasi.
B. Asma non-alergika
Asma ini terjadi pada sebagian orang dewasa dengan ciri sputumnya dapat
ditemui netrofil, eosinofil atau hanya mengandung beberapa sel-sel inflamasi.
Asma jenis ini tidak respon dengan pemberian kortikosteroid inhalasi.
C. Asma onset lambat
Beberapa orang dewasa, terutama wanita, mengalami asma pertama kali pada
saat dewasa, biasanya non alergika dan membutuhkan dosis kortikosteroid
inhalasi lebih tinggi.
D. Asma dengan hambatan jalan nafas paten
2
Asma ini diduga karena remodeling jalan nafas.
3
4. Polusi udara(dalam dan luar ruangan)
5. Infeksi pernapasan (Hipotesis higiene)
6. Infeksi parasit
7. Status sosioekonomi
8. Besar keluarga
9. Diet dan obat
10. Obesitas
C. Faktor lingkungan yang mencetuskan eksaserbasi dan/atau menyebabkan
gejala asma menetap
1. Alergen di dalam dan di luar ruangan
2. Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
3. Infeksi pernapasan
4. Exercise dan hiperventilasi
5. Perubahan cuaca
6. Sulfur dioksida
7. Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
8. Ekspresi emosi yang berlebihan
9. Asap rokok
10. Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray)
4
Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed
mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti
leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
Reaksi Fase Lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
INFLAMASI KRONIK
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut
ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot
polos bronkus.
Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2).
Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF.
Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama
IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF
berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul
adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya
masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil
granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan
metaloprotease sel epitel.
Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak
spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah
5
dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis
sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator
lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF
meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein
(ECP), major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil
derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.
Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-
linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast.
Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti
histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin
D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3,
IL-4, IL-5 dan GM-CSF.
6
Gambar 2.2 Perbedaan bronkus normal dan asma
7
2.4 Diagnosis3,4
A. Anamnesis
Gejala khas untuk asma yang jika ada maka menigkatkan kemungkinan
pasien memiliki asma, yaitu :
1. Terdapat lebih dari satu gejala (mengi, sesak, dada terasa berat)
khususnya pada dewasa muda
2. Gejala sering memburuk di malam hari atau pagi dini hari
3. Gejala bervariasi waktu dan intensitasnya
4. Gejala dipicu oleh infeksi virus, latihan, pajanan allergen, perubahan
cuaca, tertawa atau iritan seperti asap kendaraan, rokok atau bau yang
sangat tajam
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pasien asma biasanya normal. Abnormalitas yang paling
sering ditemukan adalah mengi ekspirasi saat pemeriksaan auskultasi, tetapi ini
bisa saja hanya terdengar saat ekspirasi paksa. Mengi dapat juga tidak terdengar
selama eksaserbasi asma yang berat karena penurunan aliran napas yang dikenal
dengan “silent chest”.
C. Pemeriksaan penunjang
1. Arus Puncak Ekspirasi (APE) menggunakan Peak Flowmeter
2. Pemeriksaan darah (eosinofil dalam darah)
3. Spirometri
Diagnosis pasti asma ditegakkan dengan menggunakan pemeriksaan
spirometri. Adanya bukti penurunan rasio dari nilai Forced Expiratory Volume in
1 second (FEV1) terhadap Force vital capacity (FVC) merupakan tanda dari
asma.
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang, yaitu terdapat kenaikan ≥15 % rasio APE sebelum dan
sesudah pemberian inhalasi salbutamol4.
8
Gambar 2.3. Klasifikasi Asma brokial5
9
Gambar 2.4. Klasifikasi Berat serangan Asma Akut 3
2. 5 Diagnosis Banding4,7
Diagnosis banding asma stabil yaitu, disfungsi pita suara, hiperventilasi,
bronkiektasis, kistik fibrosis, gagal jantung, benda asing di saluran pernapasan.
Sedangkan diagnosis banding untuk asma akut (eksaserbasi) adalah obstruksi
saluran napas atas, benda asing di saluran napas, PPOK eksaserbasi, penyakit paru
parenkimal, disfungsi pita suara, gagal jantung akut, dan gagal ginjal akut4.
10
Gambar 2.5. Diagnosis banding asma pada dewasa, remaja, dan anak usia 6-11 tahun
2. 6 Penatalaksanaan1,
A. Asma stabil
1. Pasien disarankan untuk mengidentifikasi serta mengendalikan faktor
pencetusnya.
2. Perlu dilakukan perencanaan dan pemberian pengobatan jangka panjang
serta menetapkan pengobatan pada serangan akut sesuai tabel 2.6 di bawah
ini.
11
Gambar 2.6.Penatalaksanaan asma berdasarkan berat keluhannya 4
B. Asma eksaserbasi
Penatalaksanaan asma eksaserbasi dapat dilihat gambar 2.7 dan 2.8
dibawah ini:
12
Gambar 2.7.Penatalaksanaan asma eksaserbasi di layanan primer (dewasa, remaja, dan anak usia
6-11 tahun7
13
Gambar 2.8.Pengobatan asma berdasarkan berat serangan dan tempat pengobatan 4
2.7 Prognosis4
A. Asma stabil
Ad sanasionam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad vitam : bonam
B. Asma Eksaserbasi
Ad vitam : Dubia ad bonam
14
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
15
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Usia : 58 tahun
Tanggal lahir : 27-3-1962
Alamat : Dusun Desa
Nomor RM : 172517
Anamnesis
Keluhan Utama :
Sesak napas meningkat sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit
16
Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
- Riwayat OAT (-)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Vital Sign
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : Composmentis Cooperative
Suhu : 36,70C
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Frekuensi Nafas : 22x
Frekuensi Nadi : 80x
Kepala
Mata : konjungtiva anemis -/-
sklera ikterik -/-
Hidung : Nafas cuping hidung (-), sianosis (-)
Leher
JVP : 5-2 cmH2O
Trakea : deviasi trakea (-)
KGB : pembesaran KGB
17
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba RIC V line midclavicular sinistra
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : irama teratur, bunyi jantung tambahan (-)
Paru Depan
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan (statis)
Pergerakan simetris kiri dan kanan (dinamis)
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : SN ekspirasi memanjang, Rh -/-, Wh +/+
Paru Belakang
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan (statis)
Pergerakan simetris kiri dan kanan (dinamis)
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : SN ekspirasi memanjang, Rh -/-, Wh +/+
Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri epigastrium
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : tidak dilakukan
Ekstremitas : edem ekstremitas (-), clubbing finger (-)
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 12,6 g/dL
Leukosit : 10.700
Trombosit : 188.000
Hematokrit : 37%
GDS : 125
18
Diagnosis Kerja
Asma persisten sedang eksaserbasi akut
Diagnosa Banding
PPOK Eksaserbasi
Rencana Pengobatan
- O2 3-4 L/menit
- IVFD Aminopilin 1 ampul dalam D5% 500 cc dengan kecepatan 20 tpm
- Inj. Methylprednisolon 2x125 mg (iv)
- N Asetyl sistein 2x200mg (po)
- Fulmicort nebu 6x1
- Combivent nebu 1x1
- Amlodipin 1x5mg
Pemeriksaan Lanjutan
- Spirometri
Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
19
BAB IV
DISKUSI
20
Asetyl sistein 2x200mg, Fulmicort nebu 6x1, Combivent nebu 1x1, Amlodipin
1x5mg.
Combivent merupakan obat nebulizer yang berisi salbutamol dan
ipratropium bromide yang merupakan golongan β2-agonis selektif. Pemberian
golongan β2-agonis selektif diberikan secara inhalan dan oral. Pemberian secara
oral akan menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai
2-4 jam, dan lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian secara inhalasi memiliki
onset kerja lebih cepat (1 menit), efek puncak dicapai dalam 10 menit dan lama
kerjanya 4-6 jam. Methylprednisolone sebagai golongan kortikosteroid
sistemik digunakan bertujuan untuk memperbaiki serangan asma dan
pemberiannya merupakan bagian tatalaksana serangan asma. Fungsi dari
methylprednisolone sendiri untuk mencegah progresitivitas asma, mengurangi
gejala. Pulmicort mengandung budesonide, untuk mencegah serangan asma. N-
asetil sistein merupakan obat golongan mukolitik yang diberikan pada serangan
asma episodik ringan dan sedang, Amlodipin diberikan sebagai terapi terhadap
hipertensi pada pasien ini.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and
prevention, 2017.
2. American Thoracic Society. Patient Information Series: What is Asthma?.
2013. Am J Respir Care Med Vol 188: 7-8.
3. Departemen Kesehatan RI . Riset Kesehatan Dasar 2013.
http://www.depkes.go.id. 2013. Diakses pada 12 Oktober 2017
4. WHO. Global Tuberculosis Report http://www.who.int/tb/publications
/global_report/en/.2015. Diakses pada 12 Oktober 2017
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 2015. Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan asma di Indonesia. Jakarta.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Strategi Nasional
pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. 2011
7. Lobue PA, Iademarco MF, Castro KG. The Epidemiology, Prevention, and
Control of Tuberculosis in the United States. Dalam : Fishman’s
Pulmonary Diseases and Disorders. Volume ke 1. Edisi ke 4. Editor
Fishman AP. 2008. United States of America: The McGraw-Hill
Companies. 2447
22