Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

A. ANATOMI FISIOLOGI

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan
organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16% berat tubuh,
pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi.
Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 - 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis
kelamin. Kulit tipis seperti : kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial
lengan atas. Sedangkan kulit tebal seperti pada telapak tangan, telapak kaki, punggung,
bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, yaitu :
 Lapisan luar adalah epidermis yang merupakan Lapisan epitel berasal dari ectoderm
 Lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
terdalam), yaitu :
1) Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Merupakan lapisan epidermis paling atas, terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak
memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat
sedikit mengandung air. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
2) Stratum Lusidum (lapisan bening)
Disebut juga lapisan barrier terletak dibawah lapisan tanduk dengan lapisan
berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yg kecil-kecil,
tipis, dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya).
Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
3) Stratum Granulosum (lapisan berbutir)
Tersusun oleh sel-sel keratonosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-
butir di dalam protoplsmanya, berbutir kasar dan berinti mengkerut. Lapisan ini
tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan telapak kaki.
4) Stratum Spinosum (lapisan bertaju)
Disebut juga lapisisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan
perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan
saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-
filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal,
tersusun menjadi beberapa baris.
5) Stratum Basale /Stratum Germinativum (lapisan benih)
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder)
dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini
bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu
struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis. Terdapat aktifitas mitosis
yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara
konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi kepermukaan, hal ini
tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yg mengandung
melanosit.
Epidermis mempunyai fungsi sebagai berikut, yaitu :
 Proteksi barier
 Organisasi sel
 Sintesis vitamin D dan sitokin
 Pembelahan dan mobilisasi sel
 Pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Dermis merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai “True Skin” karena 95% dermis membentuk ketebalan kulit. Terdiri atas
jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan
subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Kulit
jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung
rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-
pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili).
Lapisan Dermis terdiri dua lapisan, yaitu :
 Lapisan papiler, tipis mengandung jaringan ikat jarang.
 Lapisan retikuler, tebal terdiri dari jaringan ikat padat
Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara
longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut
daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke
dermis untuk regenerasi. Subkutis/hipodermis mempunyai fungsi sebagai berikut :
 Melekat ke struktur dasar
 Isolasi panas
 Cadangan kalori
 Kontrol bentuk tubuh
 Mechanical shock absorber.
Suplai darah dan nutrisi untuk kulit diperoleh dari arteri yang membentuk pleksus
terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan
jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis
tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis
tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran
epidermis pembuluh darah kulit.
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh, yaitu :
1) Memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan
2) Sebagai barier infeksi
3) Mengontrol suhu tubuh (termoregulasi)
4) Sensasi
5) Eskresi
6) Metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dan elektrolit,
trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen.
Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon
rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, putting dan
ujung jari.
Kulit berperan pada pengaturan suhu & keseimbangan cairan elektrolit.
Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses
keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal.
Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila
temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan
mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal
kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun,
pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.

Gambar 1. Struktur Kulit


B. DEFINISI
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat atau infeksi bakteri.
(www.,medicastore.com,2004) Abses adalah kumpulan tertutup jaringan cair, yang
dikenal sebagai nanah, di suatu tempat di dalam tubuh. Ini adalah hasil dari reaksi
pertahanan tubuh terhadap benda asing (Mansjoer A, 2005). Abses adalah tahap
terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang disebut peradangan
(Bambang, 2005)
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah
mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses
infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing
(misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan
reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan
infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis
dengan gejala berupa kantong berisi nanah.(Siregar, 2004).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari
infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu
campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah
mati yang dicairkan oleh enzim autolitik. (Morison, 2003)

C. KLASIFIKASI
Ada dua jenis abses, septik dan steril.
1. Abses septic
Kebanyakan abses adalah septik, yang berarti bahwa mereka adalah
hasil dari infeksi. Septic abses dapat terjadi di mana saja di tubuh.
Hanya bakteri dan respon kekebalan tubuh yang diperlukan. Sebagai
tanggapan terhadap bakteri, sel-sel darah putih yang terinfeksi
berkumpul di situs tersebut dan mulai memproduksi bahan kimia
yang disebut enzim yang menyerang bakteri dengan terlebih dahulu
tanda dan kemudian mencernanya. Enzim ini membunuh bakteri dan
menghancurkan mereka ke potongan-potongan kecil yang dapat
berjalan di sistem peredaran darah sebelum menjadi dihilangkan
dari tubuh. Sayangnya, bahan kimia ini juga mencerna jaringan
tubuh. Dalam kebanyakan kasus, bakteri menghasilkan bahan kimia
yang serupa. Hasilnya adalah tebal, cairan-nanah kuning yang
mengandung bakteri mati, dicerna jaringan, sel-sel darah putih, dan
enzim.
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali
dengan proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri
mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
 Darah mengalir ke daerah meningkat.
 Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
 Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan
lainnya.
 Ternyata merah.
 Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas
kimia.
Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri
peradangan. Ketika proses berlangsung, jaringan mulai berubah
menjadi cair, dan bentuk-bentuk abses. Ini adalah sifat abses
menyebar sebagai pencernaan kimia cair lebih banyak dan lebih
jaringan. Selanjutnya, penyebaran mengikuti jalur yang paling
resistensi, umum, jaringan yang paling mudah dicerna. Sebuah
contoh yang baik adalah abses tepat di bawah kulit. Paling mudah
segera berlanjut di sepanjang bawah permukaan daripada bepergian
melalui lapisan terluar atau bawah melalui struktur yang lebih dalam
di mana ia bisa menguras isi yang beracun. Isi abses juga dapat bocor
ke sirkulasi umum dan menghasilkan gejala seperti infeksi lainnya. Ini
termasuk menggigil, demam, sakit, dan ketidaknyamanan umum.
2. Abses steril
Abses steril kadang-kadang bentuk yang lebih ringan dari proses
yang sama bukan disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh non-hidup
iritan seperti obat-obatan. Jika menyuntikkan obat seperti penisilin
tidak diserap, itu tetap tempat itu disuntikkan dan dapat
menyebabkan iritasi yang cukup untuk menghasilkan abses steril.
Seperti abses steril karena tidak ada infeksi yang terlibat. Abses steril
cukup cenderung berubah menjadi keras, padat benjolan karena
mereka bekas luka, bukan kantong-kantong sisa nanah.

D. JENIS JENIS ABSES


a. Abses Ginjal
Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai dengan
pembentukan sejumlah bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar yang
disebabkan oleh infeksi yang menjalar ke jaringan ginjal melalui aliran darah.
b. Abses Perimandibular
Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan, maka akan
timbul bengkak-bengkak yang keras, di mana nanah akan sukar menembus otot
untuk keluar, sehingga untuk mengeluarkan nanah tersebut harus dibantu dengan
operasi pembukaan abses.
c. Abses Rahang gigi
Radang kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah pada ujung
akar gigi atau geraham. Menyebar ke bawah selaput tulang (sub-periostal) atau di
bawah selaput lendir mulut (submucosal) atau ke bawah kulit (sub-cutaneus).
Nanah bisa keluar dari saluran pada permukaan gusi atau kulit mulut (fistel).
Perawatannya bisa dilakukan dengan mencabut gigi yang menjadi sumber
penyakitnya atau perawatan akar dari gigi tersebut.
d. Abses Sumsum Rahang
Bila nanah menyebar ke rongga-rongga tulang, maka sumsum tulang akan
terkena radang (osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang tersebut dapat mati dan
kontradiksi dengan tubuh. Dalam hal ini nanah akan keluar dari beberapa tempat
(multiple fitsel).
e. Abses dingin (cold abcess)
Pada abses ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini merupakan abses
menahun yang terbentuk secara perlahan-lahan. Biasanya terjadi pada penderita
tuberkulosis tulang, persendian atau kelenjar limfa akibat perkijuan yang luas.
f. Abses hati
Abses ini akibat komplikasi disentri amuba (Latin: Entamoeba histolytica),
yang sesungguhnya bukan abses, karena rongga ini tidak berisi nanah, melainkan
jaringan nekrotik yang disebabkan oleh amuba. Jenis abses ini dapat dikenali
dengan ditemukannya amuba pada dinding abses dengan pemeriksaan
histopatologis dari jaringan.
g. Abses (Lat. abscessus)
Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh, ketidaknormalan di bagian
tubuh, disebabkan karena pengumpulan nanah di tempat rongga itu akibat proses
radang yang kemudian membentuk nanah. Dinding rongga abses biasanya terdiri
atas sel yang telah cedera, tetapi masih hidup. Isi abses yang berupa nanah tersebut
terdiri atas sel darah putih dan jaringan yang nekrotik dan mencair. Abses biasanya
disebabkan oleh kuman patogen misalnya: bisul.

E. ETIOLOGI
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses
melalui beberapa cara:
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan
jarum yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia
dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan
terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus

F. MANIFESTASI KLINIS
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut,
rektum, dan otot.Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat
dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada
lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa
berupa:

1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam

Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai
benjolan. Adapun lokasi abses antaralain ketiak, telinga, dan tungkai
bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih
putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum
menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar.Paling sering,
abses akan menimbulkan nyeri tekan dengan massa yang berwarna merah,
hangat pada permukaan abses , dan lembut.

 Abses yang progresif, akan timbul “titik” pada kepala abses


sehingga Anda dapat melihat materi dalam dan kemudian secara
spontan akan terbuka (pecah).
 Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa perawatan.
Infeksi dapat menyebar ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke
aliran darah.
 Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda mungkin
mengalami demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin
lebih menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.

G. PATOFISIOLOGI
Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan
sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam
melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel
darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang
mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong.
Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas.
Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih
lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam tubuh, maka infeksi bisa menyebar kedalam
tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses. (Utama,
2001)

H. PATHWAY

Bakteri Gram Positif


(Staphylococcus aureus Streptococcus mutans)

Mengeluarkan enzim hyaluronidase dan enzim koagulase

merusak jembatan antar sel

transpor nutrisi antar sel terganggu

Jaringan rusak/mati/nekrosis

Media bakteri yang baik

Jaringan terinfeksi

Peradangan
Sel darah putih mati

Demam
Jaringan menjadi abses Pembedahan
& berisi PUS
Gangguan
Thermoregulator
(Pre Operasi) Pecah

Reaksi Peradangan
(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea)

Luka Insisi

Nyeri Resiko Penyebaran Infeksi Nyeri


(Pre dan Post Operasi)
(Pre Operasi) (Post Operasi)

Sumber : Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, 2001

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Siregar (2004), abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali.
Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita abses, biasanya
pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk
menetukan ukuran dan lokasi abses dalam bisa dilkukan pemeriksaan rontgen,USG,
CT, Scan, atau MR.

J. PENATALAKSANAAN
Menurut Morison (2003), Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan
menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan
intervensi bedah dan debridement.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus
diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan
diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses
telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih
lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa
diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis,
tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang
perlu dilakukan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak
dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus,
antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan.
Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang
didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk
menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain:
clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan
menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang
efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam
abses, selain itu antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang
rendah.
K. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah usaha untuk mengumpulkan data-data sesuai dengan respon klien
baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, wawacara, observasi dan
dokumentasi secara bio-psiko-sosio-spiritual (Doenges, 2001).
Data yang harus dikumpulkan dalam pengkajian yang dilakukan pada kasus abses
mandibula menurut Doenges, (2001) adalah sebagai berikut :
a. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mengalami perubahan selera makan dan penurunan nafsu makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
g. Pernafasan
Data Subyektif : Pernafasan Normal
Data Objektif: Pernapasan tidak ada otot bantu pernafasan.
h. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi atau insisi pembedahan
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3) Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan.
4) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka
3. INTERVENSI

1) Nyeri berhubungan dengan reaksi peradangan/insisi pembedahan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri
berkurang, klien dapat rileks, klien mampu
mendemonstrasikan keterampilan relaksasi dan aktivitas
sesuai dengan kemampuannya, TTV dalam batas normal; TD
: 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 x / menit, pernapasan : 20 x /
menit.

Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat keadaan
umum klien
2) Kaji skala, lokasi, dan karakteristik 2) Sebagai data dasar mengetahui seberapa hebat
nyeri. nyeri yang dirasakan klien sehingga
mempermudah intervensi selanjutnya
3) Observasi reaksi non verbal dari 3) Reaksi non verba menandakan nyeri yang
ketidaknyamanan. dirasakan klien hebat
4) Dorong menggunakan teknik 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang dirasakan
manajemen relaksasi. klien dengan non farmakologis
5) Kolaborasikan obat analgetik sesuai 5) Mempercepat penyembuhan terhadap nyeri
indikasi.

2) Gangguan thermoregulator berhubungan dengan proses peradangan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
hipertermi dapat teratasi.
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36 0 C – 37 0C).

Intervensi Rasional
1) Observasi TTV, terutama suhu tubuh 1) Untuk data awal dan memudahkan intervensi
klien.
2) Anjurkan klien untuk banyak 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan
minum, minimal 8 gelas / hari. tubuh dari demam
3) Lakukan kompres hangat. 3) Membantu vasodilatasi pembuluh darah
sehingga mempercepat hilangnya demam
4) Kolaborasi dalam pemberian 4) Mempercepat penurunan demam
antipiretik.

3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan


Tujuan : Dapat tercapainya proses penyembuhan luka
tepat waktu.
Kriteria hasil : Luka bersih, tidak bau, tidak ada pus/sekret,
udema disekitar luka berkurang.

Intervensi Rasional
1) Kaji luas dan keadaan luka serta 1) Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
proses penyembuhan. penyembuhan akan membantu dalam
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan benar 2) Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat
dengan teknik aseptik menjaga kontaminasi luka.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian anti biotik.
3) Menghilangkan infeksi penyebab kerusakan
jaringan.

4) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka

Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil : Klien bebas tanda dan gejala penyebaran infeksi

Intervensi Rasional
1) Observasi tanda-tanda infeksi 1) Deteksi dini terhadap infeksi
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik 2) Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan
aseptik dan antiseptik penyebaran bakteri
3) Kolaborasi dengan dokter untuk 3) Menghilangkan infeksi penyebab kerusakan
pemberian antibiotik jaringan.

DAFTAR PUSTAKA
Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor dalam bahasa Inggris : kurt J.
Lessebacher. Et. Al : editor bahasa Indnesia Ahmad H. Asdie. Edisi 13. jakarta :
EGC. 1999.
Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2004.
Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner and
Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa Indonesia :Monica Ester.
Edisi 8 jakarta : EGC,2001.
Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2005
NANDA, 2005

NIC, 2005

NOC, 2005

Anda mungkin juga menyukai