Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN TINJAUAN JURNAL

KEPERAWATAN JIWA
“PEGARUH TERAPI DISTRAKSI MENGHARDIK DENGAN
SPIRITUAL PADA PASIEN HALUSINASI”

Dosen Pembimbing
Ns. Sri Supami, S.Pd, S.Kep, M.Kes

Nama Kelompok :

1. Ahmad Maulana (18190000031) 6. Nenden.K (18190000046)


2. Dewi Nur Sri Rahayu (18190000045) 7. Siti Patmarani (18190000002)
3. Ismi Nurul Hidayati (18190000025) 8. Walimah (18190000049)
4. Lisna Imelda.T.S (18190000048) 9. Yuli Setiasari (18190100023)
5. Muttyah Umasangadji (18190000011) 10. Zaenal Ahsanudin (18190100032)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
TAHUN AJARAN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya
sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Jurnal Keperawatan Jiwa yang berjudul
“Pengaruh Tehnik Distraksi Menghardik Dengan Spiritual Terhadap Pasien Halusinasi”.
Dalam penyusunan laporan jurnal ini kami menyadari bahwa kemampuan yang kami
miliki sangat terbatas, akan tetapi kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyusun Laporan Jurna Keperawatan Jiwa ini dengan sebaik-baiknya, sehingga kami
berharap ini dapat berguna bagi yang membaca Laporan Jurnal keperawatan jiwa ini, dan
serta bagi kami selaku penyusun laporan pada khususnya untuk menambah wawasan tentang
keperawatan jiwa.
Dalam proses penyusunan laporan jurnal ini banyak pihak-pihak yang secara langsung
maupun tidak langsung telah memberikan sumbanggsih baik berupa tenaga, pikiran,
bimbingan dan dorongan. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan
dan ungkapan terimakasih kepada:
1. Dr. Dr. dr. H. M. Hafizurrachman, MPH selaku Ketua Umum Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM)
2. Ns. Bambang Suryadi, S.Kep, M.Kes, Selaku koordinator Pendidikan Profesi Ners
3. Ns. Sri Supami, S.Pd, S.Kep, M.Kes, Selaku Dosen Pembimbing
Akhirnya kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan jurnal keperawatan jiwa ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati segala kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangunkan kami terima, dan akhirnya berharap
semoga laporan jurnal keperawatan jiwa ini dapat bermanfaat bagi penambahan ilmu
pengetahuan.

Jakarta, April 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
TINJAUAN JURNAL
A. Judul Jurnal......................................................................................................... 1
B. Penulis.................................................................................................................. 1
C. Nama Jurnal........................................................................................................ 1
D. Tahun.................................................................................................................... 1
E. Volume.................................................................................................................. 1
F. Nomor................................................................................................................... 1
G. Halaman............................................................................................................... 1
H. Abstrak................................................................................................................. 1
I. Latar Belakang.................................................................................................... 2
J. Metode Penelitian................................................................................................ 4
K. Pembahasan......................................................................................................... 4
L. Simpulan.............................................................................................................. 9
M. Rekomendasi........................................................................................................ 10
N. Saran Bagi Rumah Sakit.................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN JURNAL

ii
I. TINJAUAN JURNAL
A. Judul Jurnal : “Pengaruh Tehnik Distraksi Menghardik Dengan Spiritual
Terhadap Pasien Halusinasi”
Judul berjumlah 9 kata, terdapat objek penelitian, tidak
terdapat alamat peneliti, tidak terdapat tahun.

B. Penulis : Nurlaili, Adnil Edwin Nurdin, Dewi Eka Putri.


C. Nama Jurnal : Jurnal Keperawatan
D. Tahun : 2019
E. Volume : Valume 11
F. Nomor : No. 3
G. Halaman : Hal. 177-190
H. Abstrak
Halusinasi merupakan gejala positif dari skizofrenia. Halusinasi pendengaran
sering ditemukan diantara halusinasi lainnya.Halusinasi mengakibatkan bunuh diri,
mencederai orang lain atau merusak lingkungan. Halusinasi harus diturunkan
dengan asuhan keperawatan mandiri dan kolaborasi obat-obatan. Fokus penelitian
ini pada tehnik distraksi menghardik yang dikombinasikan dengan terapi spiritual.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tehnik distraksi menghardik dengan
spiritual terhadap halusinasi pasien. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif
dengan desain “Quasy Experimental Pre-Post Test With Control Group”. Tehnik
pengambilan sampel dengan purposive sampling berjumlah 94 pasien halusinasi
pendengaran, terdiri dari 47 responden kelompok intervensi dan 47 responden kelompok
kontrol. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dari Haddock berupa Auditory
Hallucinations Rating Scale (AHRS). Teknik analisis menggunakan analisis univariat dan
bivariat dengan uji paired t-test dan independent t-test. Hasil Penelitian ada pengaruh
tehnik distraksi menghardik dengan spiritual terhadap penurunan halusinasi pasien dengan
nilai ƿ value 0,000. Kesimpulan penerapan tehnik distraksi menghardik dengan spiritual
dapat menurunkan halusinasi pasien.

1
I. Latar Belakang
Skizofrenia adalah suatu kelainan neurobiologis otak yang menyebabkan
gangguan dalam berpikir, merasakan dan sulit berinteraksi (Swearingen, 2016).
Skizofrenia disebutkan juga sebagai suatu penyakit neurobiologis yang
mempengaruhi otak yang menyebabkan timbulnya gangguan dan keanehan pada
pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku (Videbeck, 2011).
Skizofrenia merupakan masalah dunia. World Health Organization (WHO 2016)
menyatakan sekitar 21 juta penduduk dunia mengalami skizofrenia atau sebanyak 1,7 per
1.000 penduduk. Rhoads & Murphy (2015) mendiskripsikan skizofrenia terjadi pada 1%
populasi umum. Indonesia dirilis dalam RISKESDAS (2018) angka kejadian gangguan
jiwa berat salah satunya skizofrenia adalah 7 per mil dan Aceh menunjukkan angka
kejadian 9 per mil yaitu diatas rata-rata nilai nasional.
Skizofrenia ada dua gejala dominan yaitu gejala negatif dan gejala positif. Gejala
positif diantaranya adalah halusinasi. Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi
pada respon neurobiologis maladaptif tanpa stimulus eksternal atau internal yang terjadi
saat kesadaran penuh dan dapat terjadi pada semua pancaindra (Stuart 2016; Stephanie et
al. 2018).
Halusinasi dibagi menjadi empat tahap (Stuart 2016). Pertama tahap Comforting
dimana halusinasi tampak menyenangkan dengan cemas sedang. Kedua tahap Condemning
dimana halusinasi menyalahkan pasien dan pasien mulai cemas berat. Tahap ketiga adalah
Controlling dimana halusinasi sudah mengendalikan pasien hingga pasien sangat cemas
berat dan keempat tahap Conquering dimana halusinasi sudah melebur dan pasien sangat
ketakutan sampai panik dan tidak dapat membedakan khayalan dan kenyataan.
Halusinasi dapat terjadi pada semua pancaindra. Stuart (2016) membagi halusinasi
menjadi tujuh yaitu auditorik, visual, olfaktori, gustatori, taktil, kinestetik dan cinestetik.
Halusinasi pendengaran dialami sebanyak 70%, 20% halusinasi visual dan 10% untuk
halusinasi lainnya (Stuart, 2016; Suryani, 2013). Chaudhury (2010), Puri et al (2013),
O’Brien et al (2014) dan ELhay et al (2017) menyatakan halusinasi pendengaran adalah
halusinasi paling umum terjadi pada pasien skizofrenia. Halusinasi pendengaran merupakan
yang paling banyak ditemukan pada pasien skizofrenia sehingga perlu diketahui dampak-
dampaknya.
Dampak negatif halusinasi pendengaran dapat melukai dirinya sendiri atau orang lain
(Schultz & Videbeck, 2013; Puri et al., 2013). Kumari et al (2013), ELhay et al (2017) dan
Luhrmann et al (2015) menyatakan pasien sangat terganggu dan gelisah karena seringnya
frekuensi, banyaknya jumlah tekanan dan tingginya intensitas tekanan dari halusinasi

2
pendengaran yang membuat mereka sulit membedakan khayalan dengan kenyataan yang
membuat mereka depresi. Jackson et al (2009) menyebutkan 46% pasien skizofrenia
mengalami depresi. Depresi pada pasien skizofrenia dengan halusinasi mengakibatkan 9%-
13% bunuh diri dan 20%-50% diantaranya mulai melakukan percobaan bunuh diri (Stuart
2016).
Dampak halusinasi sangat mengancam jiwa yang memerlukan penangganan cepat
dan harus tepat (Puri et al., 2013; Stuart, 2016;Swearingen, 2016). Penanganan intensif di
unit pelayanan diperlukan bila halusinasi sudah mencelakakan diri sendiri, orang lain atau
lingkungan (Swearingen 2016). Sulistyono et al (2017) menemukan pasien yang
mengalami halusinasi pada tahap contolling dan conqeuring maka prioritas tindakan
manajemen krisis harus didahulukan bersamaan dengan fungsi kolaborasi tanpa
mengenyampingkan psikoterapi dari perawat.
Kolaborasi dengan psikofarmaka adalah cara penanganan halusinasi disamping
psikoterapi. Obat-obatan yang dipakai adalah obat antipsikotik golongan tipikal dan
golongan atipikal sesuai dengan tanda dan gejala (Rhoads & Murphy, 2015; Puri et
al.,2013;Stuart, 2016). Halusinasi dapat terkendali sekitar 80% dengan kombinasi obat-
obatan, konseling direktif dan terapi suara (Kaneko et al, 2010).
Psikoterapi adalah cara kedua untuk menurunkan halusinasi pasien. Psikoterapi dalam
keperawatan jiwa menurut Stuart (2016) yaitu tehnik menstimulasi lingkungan secara
minimal dan tehnik distraksi dengan kebisingan membantu meredam halusinasi. Sedangkan
O’Brien et al (2014), menyatakan dengan melibatkan pasien pada aktifitas interpersonal
merupakan distraksi pengabaikan dan pengalihan untuk menghadirkan kenyataan. Distraksi
menghardik, mengabaikan dan mengalihkan cara efektif yang dilakukan perawat untuk
membantu pasien agar dapat membedakan khayalan dengan kenyataan.
Keliat & Akemat (2014) menjelaskan ada empat cara mengontrol halusinasi dalam
standar asuhan keperawatan generalis, pertama tehnik distraksi menghardik dengan suara
yang keras dan mengatakan “pergi…pergi…kamu suara palsu saya tidak mau dengar”,
kedua dengan patuh obat, ketiga bercakap-cakap dan keempat melakukan aktifitas
terjadwal. Carolina (2008) dan Wardani (2016) yang menyatakan keempat tehnik distraksi
berpengaruh pada peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi.
Distraksi menghardik adalah tindakan mandiri tanpa melibatkan orang lain.
Dukungan orang terdekat agar optimalnya kemampuan individu sangat dibutuhkan pasien
untuk meningkatkan rasa percaya diri sehingga pasien mampu menyelesaikan masalahnya
sendiri tanpa bantuan orang lain (Barahmand & Sheikhahmad, 2016).
Tehnik distraksi menghardik dapat menurunkan halusinasi. Fenomena di rumah sakit
jiwa Aceh tahun 2017 dan 2018 ditemukan bahwa pasien dengan diagnosa keperawatan
halusinasi berada pada urutan pertama. Modifikasi tindakan keperawatan sangat dibutuhkan

3
untuk membantu pasien mengurangi halusinasi sehingga pasien dapat mengoptimalkan
kemampuannya dan pasien dapat hidup sehat dimasyarakat tanpa harus dirawat inap. Nilai
spiritual dapat disandingkan karena spiritual mempengaruhi terjadinya sakit (Laroi et al.
2014). Sesuai teori Sunrise dengan pendekatan Culture care oleh Leininger memandang
beberapa nilai yang salah satunya adalah nilai spiritual yang bertujuan untuk memampukan
manusia menghadapi penyakit (Parker 2005).
Perawat sangat berperan penting dalam membantu pasien menyelesaikan masalah
halusinasi. Pemahaman perawat tentang spiritual dapat dikombinasikan dalam asuhan
keperawatan jiwa agar mendapatkan hasil lebih baik (O’Brien et al.,2014). Pasien
mengharapkan terapi spiritual dari perawat yang diungkapkan oleh 13% respondendapat
membantu mengurangi halusinasi, menurunkan depresi sehingga hilangnya keinginan
bunuh diri(Lucchetti et al., 2018).
Terapi spiritual sudah terbukti dapat menurunkan halusinasi pasien. Hidayati et al
(2014) dan Gasril (2015) keduanya merekomendasikan terapi zikir sebagai terapi
tambahan, tetapi sampai saat ini terapi zikir belum ada dalam standar asuhan keperawatan.
Pada penelitian ini ingin dilakukan kombinasi terapi generalis individu dengan terapi
spiritual yaitu zikir yang digabungkan dengan tehnik distraksi menghardik yang diharapkan
dapat mengefisienkan dan mengefektifkan tindakan keperawatan. Dan terapi spiritual Islam
dikombinasi dalam asuhan keperawatan walaupun pasien muslim hidup sebagai kaum
minoritas (Rassool, 2018). Penelitian ini dilaksanakan di daerah Aceh dengan sebagian
besar penduduknya beragama Islam.
Masyarakat Aceh yang membudaya spiritual Islam dalam kehidupan sehari seperti
dalam merawat orang dengan masalah kejiwaan dilakukan dengan membaca ayat-ayat
alqur’an atau berzikir (Yoesuf, 2015).

J. Metode Penelitian : Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan


desain “Quasy Experimental Pre-Post Test With Control Group”
Tehnik pengambilan sampel dengan purposive sampling berjumlah
94 pasien halusinasi pendengaran, terdiri dari 47 responden
kelompok intervensi dan 47 responden kelompok kontrol.
K. Pembahasan :
Hasil dalam penelitian dijelasan dalam berbentuk 4 tabel.
Karakteristik responden penelitian dilihat dari umur, jenis kelamin,
pendidikan, lamanya sakit, lamanya dirawat dan frekuensi dirawat. Karakteristik
responden pada masing-masing kelompok tidak memiliki perbedaan yang
signifikan sehingga dikatakan homogen.

4
Tabel.1
Menunjukkan bahwa rata-rata karakteristik responden pada kelompok intervensi
berumur 38 tahun dengan mean 38,15 dan 38,00. Sejalan dengan Hidayati, et al
(2014), menyatakan pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa lebih banyak yang
berumur antara 25 sampai 45 tahun. Umur antara 25 tahun sampai 45 tahun adalah
umur yang sangat rentan terhadap masalah (Kaplan, et al 2010).
Berdasarkan lamanya sakit pada kelompok intervensi 8,17% dan 8,06% pada
kelompok kontrol yaitu responden sudah mengalami sakit selama 8 tahun . Lamanya
sakit dihubungkan peneliti salah satu dari penyebab halusinasi pasien tidak
menurun karena lamanya sakit berkaitan dengan penurunan fungsi kognitif. Sesuai
dengan Puri et al; (2013), menyatakan skizofrenia dengan halusinasi pendengaran
menampilkan gambaran klinis secara khas mencakup satu atau lebih hal-hal,
seperti: perubahan berpikir, perubahan persepsi, afek tumpul atau tidak sesuai dan
penurunan tingkat fungsi sosial, namun fungsi kognitif biasanya utuh pada tahap
awal.
Sekitar 26,57% pada kelompok intervensi dan 27,53% pada kelompok kontrol
artinya didapatkan rata-rata responden sudah dirawat selama 27 hari. Hasil
penelitian in disimpulkan ternyata lamanya dirawat tidak menentukan bahwa pasien
sudah mampu menurunkan halusinasinya. Sejalan dengan Wahyuni, et al, (2004)
dan Carolina, (2008) menemukan dalam penelitiannya tentang lamanya dirawat
tidak ada pengaruh yang signifikan seseorang mampu menurunkan halusinasi.
Frekuensi dirawat pada kelompok intervensi dan kontrol didapatkan 5,91%
dan 5,89% yang artinya pasien sudah dirawat yang ke 6 kalinya. Hasil penelitian
tidak ada perbedaan kemampuan pasien yang sudah beberapa kali dirawat
dibandingkan dengan pasien yang baru pertama dirawat dalam menurunkan
halusinasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan Carolina (2008), yang menemukan
bahwa frekuensi dirawat dapat membuat pasien depresi karena kekambuhan.
Kekambuhan dapat menurunkan kemampuan kognitif (Puri, et al., 2013)
Tabel.2
Berdasarkan jenis kelamin hampir seluruh responden berjenis kelamin laki-
laki di kedua kelompok dengan frekuensi 85,1% dan 78,7%. Sesuai dengan
penelitian Wahyuni, et al, (2004); Carolina (2008) dan Anggraini, et al, (2013),

5
pasien skizofrenia dengan halusinasi pendengaran yang dirawat dirumah sakit jiwa
hampir seluruh responden berjenis kelamin laki-laki.
Pendidikan hampir sebagian responden berpendidikan SMP dikedua kelompok
dengan nilai yang sama yaitu 34,00%. Pendidikan dikaitkan dengan cara berpikir
atau cara seseorang menganalisis sesuata hal. Pendidikan berhubungan dengan cara
berpikir untuk menganalisis sesuatu persoalan dalam menghindari stress yang
timbul di kehidupan sehari-hari (Rhoads and Murphy 2015: Swearingen, 2016).
Hasil penelitian ini menemukan bahwa pasien dengan lulusan perguruan tinggi dan
SMA dapat menerima tehnik distraksi menghardik dengan spiritual dan
melaksanakan pengulangan secara terusmenerus selama 7 hari. Sejalan dengan
penelitian (Kristiadi, et al. 2014) bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin
mampu seseorang menganalisa, menghadapi dan menyelesaikan masalah yang
disertai mempertahankan perilaku positifnya dalam menyelesaikan masalah.
Tabel.3
Halusinasi pasien saat pretest pada kedua kelompok ditemukan berada pada
tahap 3 (tahap controlling) dengan rata-rata 28,30 di kelompok intervensidan 27,30
di kelompok kontrol. Hasil penelitian pada tahap 3 (tahap controlling) data yang
disampaikan pasien yaitu frekuensi halusinasi yang muncul satu jam sekali dengan
durasi halusinasi berlangsung sampai satu jam. Lokasi halusinasi dirasakan pasien
ada di dalam kepala/dekat dengan telinga dan ada yang diluar kepala/jauh dari
telinga, kenyaringan halusinasi lebih keras dari suara sendiri dan pasien percaya
bahwa halusinasi lebih 50% dari eksternal. Jumlah isi suara negatif mencapai 50%
tidak menyenangkan dengan tingkat isi suara negatif sudah melecehkan secara
verbal yang berkaitan dengan konsep diri misalnya “kamu malas, jelek, gila, sesat”.
Jumlah tekanan dari halusinasi banyak yang menyedihkan dan intensitas tekanan
dirasakan pasien sering menyedihkan sehingga pasien merasa lebih buruk karena
tertekan.
Hasil penelitian Upthegrove et al. (2016) menemukan pasien yang dirawat
inap di rumah sakit jiwa mengeluh seringnya frekuensi halusinasi terjadi dengan
lokasi suara ada di dalam kepala dan ada diluar kepala, pasien juga percaya
halusinasi dari ekternal, suara halusinasi terdengar jelas dan keras dimana suara
halusinasi mengatakan pasien idiot juga bodoh dengan jumlah suara menyedihkan
lebih banyak dan pasien merasa tertekan karena halusinasi sangat banyak
membicarakan tentang kesedihan, pasien merasa sulit konsentrasi, halusinasi juga

6
mengganggu aktifitas sehari-hari dan pasien merasa tidak dapat mengerjakan
pekerjaan yang ringan serta pasien juga merasa tidak ada motivasi untuk
bersosialisasi tetapi pasien merasa dapat mengontrol suara tetapi suara tersebut sulit
dikendalikan.
Tabel.4
Hasil penelitian sesudah intervensi halusinasi pasien pada kelompok intervensi
rata-rata menjadi 17.91 dengan skor terendah 10 dan tertinggi 25. Sedangkan pada
kelompok kontrol didapat rata-rata 26.94 dengan skor terendah 22 dan tertinggi 33
dari 11 item pertanyaan (karakteristik halusinasi). Hasil penelitian pada kelompok
intervensi dari analisis kuesioner didapat 47.5% pasien berada pada tahap 2
halusinasi (tahap condemning). Persentase halusinasi pasien yang berbeda pada
kelompok kontrol sesudah intervensi yaitu 29.8% pasien berada pada 2 (tahap
condemning). Pada tahap 2 (tahap condemning) skor terendah 12 dan tertinggi 22.
Hasil penelitian pada tahap 2 (tahap condemning didapat data dari pasien yaitu
halusinasi muncul satu hari sekali dan berlangsung beberapa menit saja, suara
berasal diluar kepala tetapi dekat di telinga dan suara terdengar seperti suara sendiri.
Pasien mulai percaya bahwa suara hanya sedikit dari sebab eksternal dan hanya
sedikit jumlah suara negatif dimana suara mulai berkomentar saja, suara
menyedihkan dan suara menyenangkan sudah pada jumlah yang sama dan pasien
mulai menghindar dari suara tetapi halusinasi masih menyebabkan beberapa
gangguan aktifitas siang hari juga sedikit gangguan interaksi sosial serta pasien
percaya dapat mengontrol suara walaupun kadang-kadang pasien masih larut
dengan suara halusinasinya.
Pasien yang mengalami halusinasi masih merasa kehilangan kendali dan
mungkin mencoba untuk menjauhkan diri dari sumber yang dirasakan. Pasien
merasa malu dengan pengalaman sensorinya sehingga pasien tidak berinteraksi
dengan orang lain.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata pada kelompok intervensi
menurun pada 17.91 dengan SD ± 5.287 dan kelompok kontrol mendapatkan nilai rata-rata
26.94 dengan SD ± 3.547. Hasil uji statistik dengan uji independen t test (prooled t test)
didapatkan nilai ρ value 0.000 (ρ< 0.05). Hal tersebut berarti terdapat perbedaan yang
bermakna halusinasi pasien antara kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol.
Perbedaan halusinasi pasien saat posttest yang terjadi pada kelompok
intervensi dipengaruhi oleh intervensi tehnik distraksi menghardik dengan spiritual

7
sehingga terjadi penurunan halusinasi pasien yang dapat dibuktikan pada penurunan
rata-rata melalui uji statitik dan penurunan poin halusinasi pasien antara kelompok
intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya. Carolina, (2008); Anggraini, et al, (2013),
Jusliani dan
Sudirman, (2014) dan Budi (2010), menyatakan tehnik distraksi menghardik dapat
menurunkan halusinasi pasien.
Halusinasi yang terjadi akan berpengaruh terhadap penurunan kognitif (Puri,
et al, 2013). Berdasarkan adanya perubahan kognitif yang menurun dan gangguan
konsentrasi sehingga pasien mengalami kesulitan mengingat hal yang baru
dipelajari dan sulit bagi pasien untuk menerapkannya. Akan tetapi, bila dilakukan
intervensi keperawatan dengan sesuatu yang telah diketahui dan dikombinasikan
dengan budaya yang dianut pasien sebagai kekuatan akan mempermudah pasien
mengenal halusinasi dan melaksanakan tindakan itu tanpa paksaan sehingga terjadi
penurunan halusinasi.
Halusinasi dapat diturunkan oleh perilaku yang diterapkan pasien dengan
arahan perawat. Perilaku dapat dipengaruhi oleh pengetahuan. Perilaku akan
bertahan lama bila didasari pengetahuan (Notoadmojo, 2008). Berdasarkan hal
tersebut maka pada penelitian ini pasien dibimbing untuk mengenal dulu halusinasi,
mengetahui dampak dari halusinasinya dan dilanjutkan membimbing pasien tehnik
individu agar pasien dapat menurunkan halusinasinya secara mandiri.
Penelitian ini dilakukan modifikasi asuhan keperawatan dengan terapi spiritual
yang diyakini masyarakat setempat. Penelitian ini sejalan dengan pendekatan
dimensi struktur budaya dan sosial oleh Leininger yang menyatakan bahwa
perubahan perilaku pada manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
faktor agama atau nilai spiritual (Parker 2005). Terapi spiritual merupakan terapi
yang harus dipertimbangkan oleh perawat dalam mengatasi masalah kesehatan
terutama kesehatan jiwa (O’Brien et al., 2014;Townsend, 2014). Penelitian
ditujukan pada masyarakat Aceh yang membudayakan Islam dalam kehidupannya
sehari-hari, seperti menyelesaikan masalah kesehatan dengan membaca Al-Qur’an
atau berzikir (Yoesuf 2015).
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa modifikasi asuhan keperawatan
antara tehnik distraksi menghardik dengan terapi spiritual terdapat adanya
perbedaan halusinasi pasien secara bermakna antara kelompok intervensi yang
8
dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan nilai p value 0.000. Halusinasi pasien
di kelompok intervensi saat pretest adalah 28,30 dan saat posttest adalah 17,91. Hasil uji
paired t-test didapatkan p-value 0,000 (p<0,05) yang berarti menunjukkan hasil yang
signifikan yaituterdapatpengaruh perlakuan tehnik distraksi menghardik dengan spiritual
terhadap halusinasi pasien pada kelompok intervensi.
Kelompok kontrol rata-rata halusinasi pasien saat pre-test adalah 27,30 dan
saat post-test adalah 26,94. Hasil uji paired ttest didapatkan p-value 0,084 (p>0,05)
yang berarti tidak ada pengaruh tehnik distraksi menghardik dengan spiritual
terhadap halusinasi pasien pada kelompok kontrol.
Tehnik distraksi menghardik dengan spiritual merupakan tindakan
keperawatan pilihan untuk menurunkan halusinasi pasien. Spiritual Islam adalah
pilihan dalam penelitian ini. Spiritual dan budaya Islam harus dihormati walaupun
Islam didunia barat hanya minoritas karena pasien skizofrenia yang muslim
ditemukan ada kebutuhan psikososialnya yang tidak terpenuhi saat pasien muslim
sedang dalam perawatan (Rassool, 2018).
Hasil penelitian ini ditemukan juga tidak semua pasien sama dalam menerima
akan manfaat dari tehnik distraksi menghardik dengan spiritual yang dibuktikan
dengan tidak samanya penurunan poin halusinasi pada masing-masing responden.
Namun, tehnik distraksi menghardik dengan spiritual secara umum dapat menerima
hipotesis penelitian ini yaitu ada pengaruh tehnik distraksi menghardik dengan
spiritual terhadap penurunan halusinasi pasien yang bermakna melalui uji statistik
dengan nilai p value 0.000.

L. Simpulan
Evaluasi setelah dilakukan post-test didapatkan 47 pasien yang menerapkan
tehnik distraksi menghardik dengan spiritual mengalami penurunan halusinasi yang
dinilai dari karakteristik frekuensi, durasi, lokasi, kenyaringan, kepercayaan asal
usul suara, jumlah isi suara negatif, tingkat isi suara negatif, jumlah tekanan,
intensitas tekanan, gangguan akibat suara dan kemampuan mengontrol halusinasi.
Tehnik distraksi menghardik dengan spiritual terbukti mampu menurunkan
halusinasi pasien pada seluruh karakteristik. Evaluasi penurunan halusinasi terjadi
penurunan poin yang bervariasi dimulai dari 2 poin sampai 19 poin. Adanya
pengaruh yang signifikan dari penerapan tehnik distraksi menghardik dengan

9
spiritual terhadap penurunan halusinasi pasien dengan nilai p value 0,000 yang
artinya hipotesis Ha dipenelitian ini diterima.

M. Rekomendasi
Dari Jurnal ini kelompok kami ingin mencoba menerapkan Tehnik Distraksi
Menghardik dengan spiritual di Ruang Tulip pada tanggal 17 April 2020 jam 07.30
– 08.00. Dari hasil Tehnik Distraksi Menghardik dengan spiritual yang sudah
dilakukan didapatkan hasil pasien merasa puas dan lebih meresapi. Namun belum
didapatkan hasil nyata adanya penurunan hausinasi ada atau tidak karena baru
dilakukan sekali dan tidak menggunakan lembar observer yang tervalidasi dan
reliabilitasnya terpenuhi.
Diharapkan Tehnik Distraksi Menghardik dengan spiritual ini bisa
dilaksanakan di RS X.. ini agar halusinasi yang menjadi masalah pasien bisa cepat
teratasi dan tidak menunjukkan halusinasi ulang.

N. Saran Bagi Rumah Sakit


Kepada Rumah Sakit Jiwa diharapkan adanya pemberian terapi distraksi
menghardik dengan spiritual sebagai upaya untuk membantu klien mengendalikan
halusinasi. Dan perlu penelitian tentang terapi distraksi menghardik dengan spiritual
dengan melibatkan keluarga, sebagai persiapan perawatan pasien setelah keluar dari
rumah sakit (di rumah).

10
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, K, A Nugroho, and Supriyadi. 2013. “Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan


Tingkat Halusinasi Dengar Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD DR. Aminogondohutomo
Semarang.”
Carolina. 2008. “Pengaruh Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Halusinasi Terhadap
Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi Di Rs. Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.”
Chaudhury, Suprakash. 2010. “Hallucinations: Clinical Aspects and Management.”
ELhay, Eman S. Abd, Mona A. El-Bilsha, and Mohamed H. El-Atroni. 2017. “The Effect of
Auditory Hallucinations Management Program on Quality of Life For Schizophrenic
Inpatients, Egypt.” IOSR Journal of Nursing and Health Science 06(01): 01–11.
Hidayati, Wahyu catur, Dwi heppy Rochmawati, and Targunawan. 2014. “Pengaruh Terapi
Religius Zikir Terhadap Peningkatan Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran
Pada Pasien Halusinasi Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.” Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan (JIKK): 1–9.
http://www.iosrjournals.org/iosrjnhs/papers/vol6-issue1/Version7/A0601070111.pdf.
Jackson, C. et al. 2009. “Improving Psychological Adjustment Following a First Episode of
Psychosis: A Randomised Controlled Trial of Cognitive Therapy to Reduce Post
Psychotic Trauma Symptoms.” Behaviour Research and Therapy 47(6): 454–62.
http://dx.doi.org/10.1016/j.brat.2009.02.009.
Kaplan, Saddock. 2010. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinik, Edisi
7. Jakarta: Binarupa Aksara.
Keliat, Budi Anna, and Akemat. 2014. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. eds.
Budi anna Keliat and Akemat. Jakarta: EGC
Lucchetti, Alessandra L Granero, Mario F Prieto Peres, Homero P Vallada, and Giancarlo
Lucchetti. 2018. “Spiritual Treatment For Depression In Brazil: An Experience From
Spiritism.” Explore: The Journal of Science and Healing 11: 377–86.
http://dx.doi.org/10.1016/j.explore.2015.07.002.
Luhrmann, T M, R Padmavati, H Tharoor, and A Osei. 2015. “Differences in Voice-Hearing
Experiences of People with Psychosis in the USA , India and Ghana : Interview-Based
Study.” : 41–44.
Kaneko, Y, Y Oda, and F Goto. 2010. “Two Cases of Intractable Auditory
Hallucination Successfully Treated with Sound Therapy.” 16(1): 29–31.

11
LAMPIRAN JURNAL
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Se

Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177 - 190 p-ISSN 2085-1049
JurnalLPPMKeperawatanSekolah Tinggi Ilmu Kesehatan KendalVolume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendale-ISSN 2549-8118

PENGARUH TEHNIK DISTRAKSI MENGHARDIK DENGAN SPIRITUAL


TERHADAP HALUSINASI PASIEN
Nurlaili1*, Adnil Edwin Nurdin2, Dewi Eka Putri2
1
Program Studi Magister Keperawatan, Universitas Andalas Padang
2
Departemen Keperawatan Jiwa, Fakultas kedokteran Universitas Andalas Padang
* nur09615@gmail.com
INFORMASI ABSTRAK
ARTIKEL Halusinasi merupakan gejala positif dari skizofrenia. Halusinasi
pendengaran
Riwayat Artikel sering ditemukan diantara halusinasi lainnya.Halusinasi mengakibatkan
Diterima : bunuh diri, mencederai orang lain atau merusak lingkungan. Halusinasi
30 Agustus 2019 harus diturunkan dengan asuhan keperawatan mandiri dan kolaborasi obat-
Diterima dalam bentuk obatan. Fokus penelitian ini pada tehnik distraksi menghardik yang
revisi : dikombinasikan dengan terapi spiritual.Penelitian ini bertujuan untuk
03 September 2019 mengetahui pengaruh tehnik distraksi menghardik dengan spiritual terhadap
Disetujui :
halusinasi pasien. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif
24 September 2019
dengan desain “Quasy Experimental Pre-Post Test With Control Group”.
Tehnik pengambilan sampel dengan purposive sampling berjumlah 94
pasien halusinasi pendengaran, terdiri dari 47 responden kelompok
intervensi dan 47 responden kelompok kontrol. Instrumen penelitian
menggunakan kuesioner dari Haddock
berupa Auditory Hallucinations Rating Scale (AHRS). Teknik analisis menggunakan analisis univariat
dan bivariat dengan uji paired t-test dan independent t-test. Hasil Penelitian ada pengaruh tehnik
distraksi menghardik dengan spiritual terhadap penurunan halusinasi pasien dengan nilai ƿ value
0,000. Kesimpulan penerapan tehnik distraksi menghardik dengan spiritual dapat menurunkan
halusinasi pasien.

Kata kunci: tehnik distraksi, halusinasi, spiritual, skizofrenia

THE EFFECT OF SPIRITUAL HARDING DISTRACTION TOWARDS PATIENT


HALUSINATION

ABSTRACT
Hallucinations are positive symptoms of schizophrenia. Auditory hallucinations are often found
around 70% among other hallucinations. Hallucinations result in suicide, injury to others or damage
the environment. Hallucinations must be derived from independent nursing care and drug
collaboration. The focus of this research is on the rebuking distraction technique combined with
spiritual therapy. This study aims to determine the effect of spiritual rebuking techniques on
hallucinations of patients. The research uses quantitative method with "Quasy Experimental Pre-Post
Test With Control Group" design. The sampling technique used is purposive sampling amounted to 94
patients with auditory hallucinations, consisting of 47 respondents in the intervention group and 47
respondents in the control group. The instrument used in this research is a questionnaire from
Haddock in the form of the Auditory Hallucinations Rating Scale (AHRS). Then, the data were
analyzed by using univariate and bivariate analysis with paired t-test and independent t-test. In the
end, the results of this study shows that there is the effect of spiritual rebuking distraction techniques
on decreasing hallucinations of patients with a ƿ value ,000 0,000. In conclusion, the application of
spiritual rebuking distraction techniques can reduce patients` hallucinations.

178
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Se
Keywords: rebuking distractions, auditory hallucinations, spiritual, schizophrenia

177
kolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

PENDAHULUAN & Wijayanti (2014), menemukan bahwa


Skizofrenia adalah suatu kelainan halusinasi diawali oleh kecemasan yang
neurobiologis otak yang menyebabkan berkepanjangan. O’Brien et al (2014) dan Day
gangguan dalam berpikir, merasakan dan sulit et al (2014) menyatakan halusinasi berkaitan
berinteraksi (Swearingen, 2016). Skizofrenia dengan pengalaman yang dipersepsikan kurang
disebutkan juga sebagai suatu penyakit menyenangkan berkaitan dengan harga diri dan
neurobiologis yang mempengaruhi otak yang akan muncul secara bertahap.
menyebabkan timbulnya gangguan dan
keanehan pada pikiran, persepsi, emosi, Halusinasi dibagi menjadi empat tahap (Stuart
gerakan dan perilaku (Videbeck, 2011). 2016). Pertama tahap Comforting dimana
Skizofrenia dapat diartikan suatu gangguan halusinasi tampak menyenangkan dengan
neurobiologis otak berat yang mempengaruhi cemas sedang. Kedua tahap Condemning
cara berpikir, kemauan, emosi dan tingkah laku dimana halusinasi menyalahkan pasien dan
sehingga fungsi fisik, sosial, ekonomi dan pasien mulai cemas berat. Tahap ketiga adalah
pekerjaan terabaikan karena ketidakmampuan Controlling dimana halusinasi sudah
menilai kenyataan. mengendalikan pasien hingga pasien sangat
cemas berat dan keempat tahap Conquering
Skizofrenia merupakan masalah dunia. World dimana halusinasi sudah melebur dan pasien
Health Organization (WHO 2016)menyatakan sangat ketakutan sampai panik dan tidak dapat
sekitar 21 juta penduduk dunia mengalami membedakan khayalan dan kenyataan.
skizofrenia atau sebanyak 1,7 per 1.000 Upthegrove et al (2016), membuktikan bahwa
penduduk. Rhoads & Murphy (2015) awal halusinasi dirasa menyenangkan dan
mendiskripsikan skizofrenia terjadi pada 1% pasien menerima secara pasif karena sedang
populasi umum. Indonesia dirilis dalam mempertahankan ego selanjutnya halusinasi
RISKESDAS (2018) angka kejadian gangguan mulai memaksa dan memerintah yang
jiwa berat salah satunya skizofrenia adalah 7 mengakibatkan kegelisahan secara fisik juga
per mil dan Aceh menunjukkan angka kejadian emosional.
9 per mil yaitu diatas rata-rata nilai nasional.
Halusinasi dapat terjadi pada semua
Skizofrenia ada dua gejala dominan yaitu pancaindra. Stuart (2016) membagi halusinasi
gejala negatif dan gejala positif. Gejala positif menjadi tujuh yaitu auditorik, visual, olfaktori,
diantaranya adalah halusinasi. Halusinasi gustatori, taktil, kinestetik dan cinestetik.
adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada Halusinasi pendengaran dialami sebanyak
respon neurobiologis maladaptif tanpa stimulus 70%, 20% halusinasi visual dan 10% untuk
eksternal atau internal yang terjadi saat halusinasi lainnya (Stuart, 2016; Suryani,
kesadaran penuh dan dapat terjadi pada semua 2013). Chaudhury (2010), Puri et al (2013),
pancaindra (Stuart 2016; Stephanie et al. O’Brien et al (2014) dan ELhay et al (2017)
2018). Halusinasi dapat diartikan suatu menyatakan halusinasi pendengaran adalah
persepsi yang salah dalam keadaan sadar tanpa halusinasi paling umum terjadi pada pasien
ada rangsangan pada semua pancaindra. skizofrenia. Halusinasi pendengaran
merupakan yang paling banyak ditemukan
Penyebab dari halusinasi meliputi respon pada pasien skizofrenia sehingga perlu
metabolik terhadap stres, gangguan diketahui dampak-dampaknya.
neurokimiawi, lesi otak, usaha tidak sadar
untuk mempertahankan ego dan ekspresi Dampak negatif halusinasi pendengaran dapat
simbolis dari pikiran yang terpisah (Schultz melukai dirinya sendiri atau orang lain (Schultz
and Videbeck 2013). Suryani (2013) dan Sari & Videbeck, 2013; Puri et al., 2013). Kumari
et al (2013), ELhay et al (2017) dan Luhrmann
179
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Se
et al (2015) menyatakan pasien sangat Keliat & Akemat (2014) menjelaskan ada
terganggu dan gelisah karena seringnya empat cara mengontrol halusinasi dalam
frekuensi, banyaknya jumlah tekanan dan standar asuhan keperawatan generalis, pertama
tingginya intensitas tekanan dari halusinasi tehnik distraksi menghardik dengan suara
pendengaran yang membuat mereka sulit yang keras dan mengatakan
membedakan khayalan dengan kenyataan yang “pergi…pergi…kamu suara palsu saya tidak
membuat mereka depresi. Jackson et al (2009) mau dengar”, kedua dengan patuh obat, ketiga
menyebutkan 46% pasien skizofrenia bercakap-cakap dan keempat melakukan
mengalami depresi. Depresi pada pasien aktifitas terjadwal. Carolina (2008) dan
skizofrenia dengan halusinasi mengakibatkan Wardani (2016) yang menyatakan keempat
9%-13% bunuh diri dan 20%-50% diantaranya tehnik distraksi berpengaruh pada peningkatan
mulai melakukan percobaan bunuh diri (Stuart kemampuan mengontrol halusinasi. Semua
2016). tehnik distraksi dan kolaborasi diperlukan

kolah Tinggi Ilmu Kesehatan


Kendal

untuk meningkatkan kemampuan pasien


Dampak halusinasi sangat mengancam jiwa mengontrol halusinasi.
yang memerlukan penangganan cepat dan
harus tepat (Puri et al., 2013; Stuart, Zarghami et al (2012) dan Kaneko et al (2010)
2016;Swearingen, 2016). Penanganan intensif berpendapat hanya distraksi melawan dengan
di unit pelayanan diperlukan bila halusinasi suara keras, kombinasi obat-obatan dan
sudah mencelakakan diri sendiri, orang lain konseling direktif dapat menurunnya halusinasi
atau lingkungan (Swearingen 2016). pasien. Anggraini et al (2013) dan Jusliani &
Sulistyono et al (2017) menemukan pasien Sudirman (2014), berpendapat sama bahwa
yang mengalami halusinasi pada tahap distraksi menghardik dengan suara keras dapat
contolling dan conqeuring maka prioritas mengurangi halusinasi. Distraksi menghardik
tindakan manajemen krisis harus didahulukan adalah tindakan mandiri tanpa melibatkan
bersamaan dengan fungsi kolaborasi tanpa orang lain. Dukungan orang terdekat agar
mengenyampingkan psikoterapi dari perawat. optimalnya kemampuan individu sangat
dibutuhkan pasien untuk meningkatkan rasa
Kolaborasi dengan psikofarmaka adalah cara percaya diri sehingga pasien mampu
penanganan halusinasi disamping psikoterapi. menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa
Obat-obatan yang dipakai adalah obat bantuan orang lain (Barahmand &
antipsikotik golongan tipikal dan golongan Sheikhahmad, 2016). Berdasarkan kajian diatas
atipikal sesuai dengan tanda dan gejala distraksi menghardik dapat menjadi pilihan
(Rhoads & Murphy, 2015; Puri et al., pertama untuk menurunkan halusinasi pasien
2013;Stuart, 2016). Halusinasi dapat terkendali karena tidak memerlukan kehadiran orang lain.
sekitar 80% dengan kombinasi obat-obatan,
konseling direktif dan terapi suara (Kaneko et Tehnik distraksi menghardik dapat
al, 2010). menurunkan halusinasi. Fenomena di rumah
sakit jiwa Aceh tahun 2017 dan 2018
Psikoterapi adalah cara kedua untuk ditemukan bahwa pasien dengan diagnosa
menurunkan halusinasi pasien. Psikoterapi keperawatan halusinasi berada pada urutan
dalam keperawatan jiwa menurut Stuart (2016) pertama. Modifikasi tindakan keperawatan
yaitu tehnik menstimulasi lingkungan secara sangat dibutuhkan untuk membantu pasien
minimal dan tehnik distraksi dengan mengurangi halusinasi sehingga pasien dapat
kebisingan membantu meredam halusinasi. mengoptimalkan kemampuannya dan pasien
Sedangkan O’Brien et al (2014), menyatakan dapat hidup sehat dimasyarakat tanpa harus
dengan melibatkan pasien pada aktifitas dirawat inap. Nilai spiritual dapat disandingkan
interpersonal merupakan distraksi pengabaikan karena spiritual mempengaruhi terjadinya sakit
dan pengalihan untuk menghadirkan (Laroi et al. 2014). McCarthyJones,et.al
kenyataan. Distraksi menghardik, mengabaikan (2013), O’Brien et al (2014) dan
dan mengalihkan cara efektif yang dilakukan Stuart (2016) menyatakan nilai spiritual dapat
perawat untuk membantu pasien agar dapat mempercepat penyembuhan. Nilai Spiritual
membedakan khayalan dengan kenyataan. mencakup keyakinan kepada Tuhan atau
kekuatan yang lebih tinggi, praktik keagamaan,
180
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Se
keyakinan dan praktik budaya (Townsend, METODE
2014). Sesuai teori Sunrise dengan pendekatan Penelitian ini menggunakan rancangan
Culture care oleh Leininger memandang kuantitatif dengan desain “Quasy
beberapa nilai yang salah satunya adalah nilai
spiritual yang bertujuan untuk memampukan Experimental Pre-Post Test With Control
manusia menghadapi penyakit (Parker 2005). Group”. Penelitian dilakukan terhadap
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat
Perawat sangat berperan penting dalam
bagaimana pengaruh tehnik distraksi
membantu pasien menyelesaikan masalah
menghardik dengan spiritual terhadap
halusinasi. Pemahaman perawat tentang
halusinasi pasien. Penelitian dilakukan pada
spiritual dapat dikombinasikan dalam asuhan
bulan April hingga Mei 2019.
kolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Kendal

keperawatan jiwa agar mendapatkan hasil lebih Populasi penelitian adalah seluruh pasien
baik (O’Brien et al.,2014). Pasien dengan diagnosa halusinasi pendengaran yang
mengharapkan terapi spiritual dari perawat di rawat inap di ruang intermediate Rumah
yang diungkapkan oleh 13% respondendapat Sakit Jiwa Aceh. Penentuan sampel
membantu mengurangi halusinasi, menurunkan menggunakan purposive sampling. Sampel
depresi sehingga hilangnya keinginan bunuh yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak
diri(Lucchetti et al., 2018). 94 respondenterdiri dari 47 responden
kelompok intervensi dan 47 responden
Terapi spiritual sudah terbukti dapat kelompok kontrol. Kelompok intervensi
menurunkan halusinasi pasien. Hidayati et al diberikan perlakuan tehnik distraksi
(2014) dan Gasril (2015) keduanya menghardik dengan spiritual. Pemberian terapi
merekomendasikan terapi zikir sebagai terapi tehnik distraksi menghardik dengan spiritual
tambahan, tetapi sampai saat ini terapi zikir dilakukan sebanyak 1 kali dan selanjutnya
belum ada dalam standar asuhan keperawatan. dilakukan pengamatan dan bimbingan bila
Pada penelitian ini ingin dilakukan kombinasi pasien melakukan tehnik distraksi tidak sesuai
terapi generalis individu dengan terapi spiritual dengan modul maka akan diberikan bimbingan
yaitu zikir yang digabungkan dengan tehnik kembali.
distraksi menghardik yang diharapkan dapat
mengefisienkan dan mengefektifkan tindakan Pengumpulan data dilakukan dengan
keperawatan.Dan terapi spiritual Islam pretestdan posttest dilakukan 1 hari setelah
dikombinasi dalam asuhan keperawatan diberi terapi tehnik distraksi menghardik
walaupun pasien muslim hidup sebagai kaum dengan spiritual. Data dikumpulkandengan
minoritas (Rassool, 2018). Penelitian ini menggunakan kuisioner karakteristik
dilaksanakan di daerah Aceh dengan sebagian responden yang terdiri dari umur, jenis
besar penduduknya beragama Islam. kelamin, pendidikan, lamanya sakit, lamanya
Masyarakat Aceh yang membudaya spiritual dirawat dan frekuensi dirawat. Selain itu juga
Islam dalam kehidupan sehari seperti dalam terdapat kuisioner penilaian karakteristik
merawat orang dengan masalah kejiwaan halusinasi yang dikembangkan oleh Haddock
dilakukan dengan membaca ayat-ayat alqur’an berupa Auditory Hallucinations Rating
atau berzikir (Yoesuf, 2015). Scale/AHRS (Ratcliff, et al, 2011). Adapun
kriteria penilaian yang dikembangkan oleh
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan Haddock dengan total nilai 0-44. Penentuan
bahwa masalah halusinasi pasien harus tingkat atau tahap halusinasi melalui perjumlah
ditanggani segera. Penelitian ini dilakukan skor, yaitu bila Skor = 0 berarti pasien belum
dengan pengkombinasian terapi tehnik berada pada tahap halusinasi, bila Skor 1-11
distraksi menghardik dengan terapi spiritual. berarti pasien berada pada tahap I (tahap
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui comforting), bila Skor 12-22 berarti pasien
gambaran tentang “pengaruh tehnik distraksi berada pada tahap 2 (tahap comdemning) dan
menghardik dengan spiritual terhadap bilaskor 23-33 pasien berada pada tap III
halusinasi pasien. Jenis penelitian ini adalah (tahap controlling) serta bila skor 34-44 berarti
menggunakan rancangan kuantitatif. pasien sudah berada pada tahap IV (tahap
conquering). Teknik analisis data
181
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Se
menggunakan analisis data univariat dan
bivariat. Analisis univariate untuk data
numerik dilakukan analisis dengan sentral
tendensi dan untuk data kategorik dianalisis
distribusi frekuensi. Analisis bivariat
menggunakan uji Paired t-tes
danindependenttest.

HASIL
Analisis data karakteristik responden meliputi
umur, lamanya sakit, lamanya dirawat dan
frekuensi dirawat yang dijabarkan pada Tabel 1
dan untuk karakteristik responden mengenai
jenis kelamin dan pendidikan akan dijabarkan
pada tabel 2.

182
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Tabel 1.
Karakteristik responden berdasarkan umur, lamanya sakit, lamanya dirawat dan
frekuensi dirawat pada kelompok intervensi dan kontrol (n = 47)
Kelompok Mean SD Min-Max p-value
Intervensi 24-60
0,783
Variabel 24-60
Kontrol 38,15 8,903
Umur 38,00 8,060
Intervensi 8,17 8,700 1-20
Lamanya Sakit 0,783
Kontrol 8,06 6,546 1-20
Intervensi 26,57 16,043 7-60
Lamanya dirawat 0,783
Kontrol 27,53 17,245 7-60
Intervensi 5,91 4,548 1-15
Frekuensi dirawat 0,783
Kontrol 5,89 4,603 1-15

Tabel 1. menunjukkan bahwa rata-rata


karakteristik responden pada kelompok
intervensi berumur 38 tahun, lamanya
responden menderita sakit rata-rata sudah 8
tahun, lamanya responden dirawat 27 hari
serta frekuensi responden dirawat rata-rata 6
kali. Pada kelompok kontrol mempunyai
rata-rata responden berumur 38 tahun,

Tabel 2.
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan pendidikan pada kelompok intervensi dan
kontrol (n=47)
Karakteristik Responden Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol (p value)
f % f %

Jenis Kelamin Laki-


laki 40 85,1 37 78,7 0.592
Perempuan 7 14,9 10 21.3
Pendidikan 0.994
SD 14 29,8 13 27,7
SMP 16 34,0 16 34,0
SMA 12 25,5 13 27,7
PT 5 10,6 5 10,6
lamanya sakit rata-rata sudah 8 tahun,
lamanya responden dirawat 28 hari serta
frekuensi responden dirawat rata-rata 6 kali.
Berdasarkan hasil uji homogenistas untuk
masing-masing variabel menunjukkan
bahwa nilai p value> 0.05 artinya data pada
kelompok intervensi maupun kelompok
kontrol tidak bervariasi (homogen).

183
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Tabel 2. menunjukkan bahwa responden rata antara pretest dan posttest adalah
pada kelompok intervensi hampir seluruh 10.383. Ratarata halusinasi
responden berjenis kelamin laki-laki yaitu pasiensaatpretestdi kelompok kontrol adalah
40 orang (85,1%) dan hampir sebagian 27.30, SD ± 3.495, rata-rata saat
responden berpendidikan SMP yaitu 16 posttest26.94, SD ± 3.547, selisih rata-rata
orang (34,0%). Pada karakteristik responden antara pretest dan posttestadalah 0.362.
pada kelompok kontrol hampir seluruh
responden juga berjenis kelamin laki-laki Analisis selanjutnya dengan uji paired
yaitu 37 orang (78,7%) dan hampir sebagian sample test pada kelompok intervensi
responden juga berpendidikan SMP yaitu 16 didapat ƿ value 0,000 (ƿ < 0,05) yang
orang (34,0%). Berdasarkan hasil uji artinya ada pengaruh intervensi tehnik
homogenitas untuk masing-masing variabel distraksi menghardik dengan spiritual
menunjukkan bahwa nilai p value> 0.05 terhadap halusinasi pasien, dan pada
artinya data penelitian baik pada kelompok kelompok kontrol didapat ƿ value 0,084 (ƿ
intervensi maupun kelompok kontrol tidak > 0,05) yang artinya tidak ada pengaruh
bervariasi (homogen). intervensi tehnik distraksi menghardik
dengan spiritual terhadap halusinasi pasien.
Pengaruh tehnik distraksi
menghardik dengan spiritual Perbedaan rata-rata halusinasi pasien
terhadap halusinasi pasien saat saat posttest pada kelompok intervensi
dan kontrol
pretest dan saat posttest pada
Perbedaan halusinasi pasien saat posttest
kelompok intervensi dan kontrol
Tabel 4.
Perbedaan rata-rata halusinasi pasien saat posttest pada kelompok intervensi dan control (n= 47)
Kelompok Mean SD SE p-value
Intervensi 17,91 5,287 0,771 0,000
Kontrol 26,94 3,547 0,517
Tabel 3.
Pengaruh tehnik distraksi menghardik dengan spiritual terhadap halusinasi pasien pre-posttest pada
kelompok intervensi dan control (n= 47)

Kelompok Mean Selisih SD p-value


Intervensi Pretest 28,30 4,318
10,383 0.000
Posttest 17,91 5,287
Kontrol Pretest 27,30 3,495
0.362 0,084
Posttest 26,94 3,547
Untuk mengetahui pengaruh tehnik antara kelompok intervensi dibandingkan
distraksi menghardik dengan spiritual dengan kelompok kontrol dapat dilihat pada
akan dilakukan analisis dengan uji tabel 4.
Paired t-test yang akan dijabarkan pada
Tabel 3.
Berdasarkan tabel 3 dapat terlihat rata-rata
halusinasi pasien di kelompok intervensi
saat pretest 28.30, SD ± 4.318, rata-rata
saatposttest17.91, SD ± 5.287, selisih rata-

184
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

tabel 4. menunjukkan rata-rata pada kelompok intervensi adalah 17.91 dengan SD ± 5.287
dan kelompok kontrol mendapatkan rata-rata adalah 26.94 dengan SD ± 3.547. Hasil uji
statistik dengan uji independen t test(prooled t test) didapatkan nilai ρ value 0.000 (ρ< 0.05).
Hal tersebut berarti terdapat perbedaan yang bermakna halusinasi pasien antara kelompok
intervensi dibandingkan kelompok kontrol.

PEMBAHASAN
Karakteristik responden penelitian dilihat dari umur, jenis kelamin, pendidikan, lamanya
sakit, lamanya dirawat dan frekuensi dirawat. Karakteristik responden pada masing-masing
kelompok tidak memiliki perbedaan yang signifikan sehingga dikatakan homogen. umur
responden pada kelompok intervensi dan kontrol rata-rata berumur 38 tahun dengan mean
38,15 dan 38,00. Sejalan dengan Hidayati, et al (2014), menyatakan pasien yang dirawat di
rumah sakit jiwa lebih banyak yang berumur antara 25 sampai 45 tahun. Umur antara 25
tahun sampai 45 tahun adalah umur yang sangat rentan terhadap masalah (Kaplan, et al
2010). Hurlock (1999) menyatakan rentang umur 20 sampai 40 tahun adalah umur dewasa
muda. Pada umur tersebut tugas perkembangan yang harus dipenuhi salah satunya adalah
menikah. Menikah berarti bertambahnya tanggung jawab dan bila tugas dari tanggung jawab
tidak dicapai dengan baik maka akan mempengaruhi tugas tanggung jawab pada tahap
selanjutnya dan ini dapat mengakibatkan ketidakstabilan kehidupan seseorang (Krisnatuti &
Yuliati, 2016).

Berdasarkan jenis kelamin hampir seluruh responden berjenis kelamin laki-laki di kedua
kelompok dengan frekuensi 85,1% dan 78,7%. Sesuai dengan penelitian Wahyuni, et al,
(2004); Carolina (2008) dan Anggraini, et al, (2013), pasien skizofrenia dengan halusinasi
pendengaran yang dirawat dirumah sakit jiwa hampir seluruh responden berjenis kelamin
laki-laki.
Penelitian ini tidak sejalan dengan Rhoads (2011), yang menyatakan angka kejadian
halusinasi pendengaran pada laki-laki dan perempuan adalah sama.

Pendidikan hampir sebagian responden berpendidikan SMP dikedua kelompok dengan nilai
yang sama yaitu 34,00%. Pendidikan dikaitkan dengan cara berpikir atau cara seseorang
menganalisis sesuata hal. Pendidikan berhubungan dengan cara berpikir untuk menganalisis
sesuatu persoalan dalam menghindari stress yang timbul di kehidupan sehari-hari (Rhoads
and Murphy 2015: Swearingen, 2016).Hasil penelitian ini menemukan bahwa pasien dengan
lulusan perguruan tinggi dan SMA dapat menerima tehnik distraksi menghardik dengan
spiritual dan melaksanakan pengulangan secara terusmenerus selama 7 hari. Sejalan dengan
penelitian (Kristiadi, et al. 2014) bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin mampu
seseorang menganalisa, menghadapi dan menyelesaikan masalah yang disertai
mempertahankan perilaku positifnya dalam menyelesaikan masalah.

Berdasarkan lamanya sakit pada kelompok intervensi 8,17% dan 8,06% pada kelompok
kontrol yaitu responden sudah mengalami sakit selama 8 tahun.Lamanya sakit dihubungkan
peneliti salah satu dari penyebab halusinasi pasien tidak menurun karena lamanya sakit
berkaitan dengan penurunan fungsi kognitif. Sesuai dengan Puri et al; (2013), menyatakan
skizofrenia dengan halusinasi pendengaran menampilkan gambaran klinis secara khas
mencakup satu atau lebih hal-hal, seperti: perubahan berpikir, perubahan persepsi, afek
tumpul atau tidak sesuai dan penurunan tingkat fungsi sosial, namun fungsi kognitif biasanya
utuh pada tahap awal. Sejalan Julkaisuja, et al. (2010) buruknya kognitif dan terganggunya
insight pada pasien skizofrenia adalah hambatan untuk manajemen pengobatan dan
perawatan.

185
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Sekitar 26,57% pada kelompok intervensi dan 27,53% pada kelompok kontrol artinya
didapatkan rata-rata responden sudah dirawat selama 27 hari. Hasil penelitian in disimpulkan
ternyata lamanya dirawat tidak menentukan bahwa pasien sudah mampu menurunkan
halusinasinya. Sejalan dengan Wahyuni, et al, (2004) dan Carolina, (2008) menemukan
dalam penelitiannya tentang lamanya dirawat tidak ada pengaruh yang signifikan seseorang
mampu menurunkan halusinasi. Penelitian ini juga sejalan dengan Kaneko, et al, (2010) dan
Zarghami, et al (2012), yang mengungkapkan hal yang sama yaitu lamanya dirawat di rumah
sakit tidak berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pasien untuk menurunkan
halusinasi.

Frekuensi dirawat pada kelompok intervensi dan kontrol didapatkan 5,91% dan 5,89% yang
artinya pasien sudah dirawat yang ke 6 kalinya. Hasil penelitian tidak ada perbedaan
kemampuan pasien yang sudah beberapa kali dirawat dibandingkan dengan pasien yang baru
pertama dirawat dalam menurunkan halusinasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan Carolina
(2008), yang menemukan bahwa frekuensi dirawat dapat membuat pasien depresi karena
kekambuhan. Kekambuhan dapat menurunkan kemampuan kognitif (Puri, et al., 2013).

Halusinasi pasien saat pretest pada keduakelompokditemukan berada pada tahap 3 (tahap
controlling) dengan rata-rata 28,30 di kelompok intervensidan 27,30 di kelompok kontrol.
Hasil penelitian pada tahap 3 (tahap controlling) data yang disampaikan pasien yaitu
frekuensi halusinasi yang muncul satu jam sekali dengan durasi halusinasi berlangsung
sampai satu jam. Lokasi halusinasi dirasakan pasien ada di dalam kepala/dekat dengan telinga
dan ada yang diluar kepala/jauh dari telinga, kenyaringan halusinasi lebih keras dari suara
sendiri dan pasien percaya bahwa halusinasi lebih 50% dari eksternal. Jumlah isi suara
negatif mencapai 50% tidak menyenangkan dengan tingkat isi suara negatif sudah
melecehkan secara verbal yang berkaitan dengan konsep diri misalnya “kamu malas, jelek,
gila, sesat”. Jumlah tekanan dari halusinasi
banyak yang menyedihkan dan intensitas tekanan dirasakan pasien sering menyedihkan
sehingga pasien merasa lebih buruk karena tertekan. Suara juga mengakibatkan gangguan
berat karena sulit konsentrasi sehingga gangguan parah dalam kehidupan sehari-hari dan
pasien membutuhkan rawat inap walaupun pasien masih dapat mempertahankan beberapa
kegiatan sehari-hari dengan bimbingan tetapi pasien mengalami gangguan berat dalam
mengerjakan kegiatan yang perlu ketrampilan dan sulit menjalin hubungan sosial walaupun
kemampuan mengontrol halusinasi dipercayai pasien masih ada tetapi sebagian besar suara
tidak terkendali.

Hasil penelitian Upthegrove et al. (2016) menemukan pasien yang dirawat inap di rumah
sakit jiwa mengeluh seringnya frekuensi halusinasi terjadi dengan lokasi suara ada di dalam
kepala dan ada diluar kepala, pasien juga percaya halusinasi dari ekternal, suara halusinasi
terdengar jelas dan keras dimana suara halusinasi mengatakan pasien idiot juga bodoh dengan
jumlah suara menyedihkan lebih banyak dan pasien merasa tertekan karena halusinasi sangat
banyak membicarakan tentang kesedihan, pasien merasa sulit konsentrasi, halusinasi juga
mengganggu aktifitas sehari-hari dan pasien merasa tidak dapat mengerjakan pekerjaan yang
ringan serta pasien juga merasa tidak ada motivasi untuk bersosialisasi tetapi pasien merasa
dapat mengontrol suara tetapi suara tersebut sulit dikendalikan.

Hasil penelitian Sayied and Ahmed (2017) juga menunjukkan bahwa sebelum halusinasi
pendengaran pasien yang dirawat inap berada pada tahap 3 (controlling) dengan data yang
didapat 40% lokasi suara ada didalam kepala dan ada di luar kepala, sebagian besar sampel
mengatakan 63.3% konten suara tidak menyenangkan. Tahap controlling adalah tahap

186
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

halusinasi sudah mengendalikan pasien dengan frekuensi satu jam sekali dan halusinasi
berlangsung satu jam, pasien merasa tertekan sehingga pasien mulai menyerah untuk
melawan halusinasi dan pasien mulai mengikuti halusinasi, pasien juga menghindari
hubungan interpersonal, kurang konsentrasi, seperti tidak mampu ikuti petunjuk (Schultz &
Videbeck, 2013; Keogh, 2014;Swearingen, 2016). Tahapan halusinasi dibedakan oleh tingkat
kecemasan, perilaku dan emosi yang ditampilkan pasien. Tahap controlling tingkat
kecemasan pasien berada pada kecemasan berat (Stuart 2016).

Hasil penelitian sesudah intervensi halusinasi pasien pada kelompok intervensi rata-rata
menjadi 17.91 dengan skor terendah 10 dan tertinggi 25. Sedangkan pada kelompok kontrol
didapat rata-rata 26.94 dengan skor terendah 22 dan tertinggi 33 dari 11 item pertanyaan
(karakteristik halusinasi). Hasil penelitian pada kelompok intervensi dari analisis kuesioner
didapat 47.5% pasien berada pada tahap 2 halusinasi (tahap condemning). Persentase
halusinasi pasien yang berbeda pada kelompok kontrol sesudah intervensi yaitu 29.8% pasien
berada pada 2 (tahap condemning). Pada tahap 2 (tahap condemning) skor terendah 12 dan
tertinggi 22.

Hasil penelitian pada tahap 2 (tahap condemning didapat data dari pasien yaitu halusinasi
muncul satu hari sekali dan berlangsung beberapa menit saja, suara berasal diluar kepala
tetapi dekat di telinga dan suara terdengar seperti suara sendiri. Pasien mulai percaya bahwa
suara hanya sedikit dari sebab eksternal dan hanya sedikit jumlah suara negatif dimana suara
mulai berkomentar saja, suara menyedihkan dan suara menyenangkan sudah pada jumlah
yang sama dan pasien mulai menghindar dari suara tetapi halusinasi masih menyebabkan
beberapa gangguan aktifitas siang hari juga sedikit gangguan interaksi sosial serta pasien
percaya dapat mengontrol suara walaupun kadang-kadang pasien masih larut dengan suara
halusinasinya.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Schultz and Videbeck (2013), yang merilis bahwa pada
tahap condemning pengalaman pancaindra pasien masih menakutkan. Pasien yang mengalami
halusinasi masih merasa kehilangan kendali dan mungkin mencoba untuk menjauhkan diri
dari sumber yang dirasakan. Pasien merasa malu dengan pengalaman sensorinya sehingga
pasien tidak berinteraksi dengan orang lain.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata pada kelompok intervensi menurun pada
17.91 dengan SD ± 5.287 dan kelompok kontrol mendapatkan nilai rata-rata 26.94 dengan SD ±
3.547. Hasil uji statistik dengan uji independen t test (prooled t test) didapatkan nilai ρ value 0.000
(ρ< 0.05). Hal tersebut berarti terdapat perbedaan yang bermakna halusinasi pasien antara kelompok
intervensi dibandingkan kelompok kontrol.

Perbedaan halusinasi pasien saat posttest yang terjadi pada kelompok intervensi dipengaruhi
oleh intervensi tehnik distraksi menghardik dengan spiritual sehingga terjadi penurunan
halusinasi pasien yang dapat dibuktikan pada penurunan rata-rata melalui uji statitik dan
penurunan poin halusinasi pasien antara kelompok intervensi dibandingkan kelompok
kontrol. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Carolina,
(2008); Anggraini, et al, (2013),Jusliani dan
Sudirman, (2014) dan Budi (2010), menyatakan tehnik distraksi menghardik dapat
menurunkan halusinasi pasien.

Halusinasi merupakan salah satu dari gejala positif skizofrenia. Halusinasi yang terjadi akan
berpengaruh terhadap penurunan kognitif (Puri, et al, 2013). Sejalan dengan Ma et al. (2018)
yang menemukan dari hasil penelitiannya bahwa pasien yang mengalami halusinasi

187
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

pendengaran akan mengalami penurunan kognitif. Berdasarkan adanya perubahan kognitif


yang menurun dan gangguan konsentrasi sehingga pasien mengalami kesulitan mengingat hal
yang baru dipelajari dan sulit bagi pasien untuk menerapkannya. Akan tetapi, bila dilakukan
intervensi keperawatan dengan sesuatu yang telah diketahui dan dikombinasikan dengan
budaya yang dianut pasien sebagai kekuatan akan mempermudah pasien mengenal halusinasi
dan melaksanakan tindakan itu tanpa paksaan sehingga terjadi penurunan halusinasi. Sesuai
dengan penelitian Rassool (2018), yaitu perawat jiwa berbasis rumah sakit dan komunitas
harus bekerja sama dengan pemuka agama Islam untuk meningkatkan kesehatan jiwa yang
sesuai dengan budaya pasien yang mengalami halusinasi pendengaran. Intervensi
keperawatan jiwa dengan pendekatan spiritual dan budaya yang dianut pasien dapat
menurunkan halusinasi.

Halusinasi dapat diturunkan oleh perilaku yang diterapkan pasien dengan arahan perawat.
Perilaku dapat dipengaruhi oleh pengetahuan. Perilaku akan bertahan lama bila didasari
pengetahuan (Notoadmojo, 2008). Berdasarkan hal tersebut maka pada penelitian ini pasien
dibimbing untuk mengenal dulu halusinasi, mengetahui dampak dari halusinasinya dan
dilanjutkan membimbing pasien tehnik individu agar pasien dapat menurunkan halusinasinya
secara mandiri. Sejalan dengan penelitian Sayied and Ahmed (2017), menyatakan bahwa para
profesional psikiatrik harus memberikan pengetahuan yang akurat untuk membimbing pasien
dengan strategi individu agar pasien dapat mengurangi halusinasi pendengarannya secara
mandiri.

Hidayati, et.al., 2014; Gasril (2015); Suryani, et al, (2018); Sari & Wijayanti (2014) masing-
masing dalam penelitian tentang terapi spiritual zikir dapat mengurangi halusinasi pasien.
Zikir digunakan dalam kegiatan sehari-hari untuk menentramkan hati (Akrom, 2010). Sejalan
dibuktikan olehSari & Wijayanti (2014); Suryani, et al, (2018); bahwa pasien menggunakan
kalimat zikir membantu menentramkan hati dan menurunkan halusinasi. Spiritual dan budaya
Islam terbukti mempunyai peranan yang besar dalam memenuhi kebutuhan psikososial pada
pasien muslim walaupun mereka bermasyarakat dengan budaya yang mayoritas non muslim
(Rassool 2018). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tehnik distraksi menghardik dengan
spiritual dapat menurunkan halusinasi pasien sehingga terjadi perbedaan hasil pada kelompok
intervensi dengan kelompok kontrol.

Penelitian ini dilakukan modifikasi asuhan keperawatan dengan terapi spiritual yang diyakini
masyarakat setempat. Penelitian ini sejalan dengan pendekatan dimensi struktur budaya dan
sosial oleh Leininger yang menyatakan bahwa perubahan perilaku pada manusia dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya faktor agama atau nilai spiritual (Parker 2005). Terapi
spiritual merupakan terapi yang harus dipertimbangkan oleh perawat dalam mengatasi
masalah kesehatan terutama kesehatan jiwa (O’Brien et al., 2014;
Townsend, 2014). Penelitian ditujukan pada masyarakat Aceh yang membudayakan Islam
dalam kehidupannya sehari-hari, seperti menyelesaikan masalah kesehatan dengan membaca
Al-Qur’an atau berzikir (Yoesuf 2015).

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa modifikasi asuhan keperawatan antara tehnik
distraksi menghardik dengan terapi spiritual terdapat adanya perbedaan halusinasi pasien
secara bermakna antara kelompok intervensi yang dibandingkan dengan kelompok kontrol
dengan nilai p value 0.000. Halusinasi pasien di kelompok intervensi saat pretest adalah 28,30 dan
saat posttest adalah 17,91. Hasil uji paired t-test didapatkan p-value 0,000 (p<0,05) yang berarti
menunjukkan hasil yang signifikan yaituterdapatpengaruh perlakuan tehnik distraksi menghardik
dengan spiritual terhadap halusinasi pasien pada kelompok intervensi.

188
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Kelompok kontrol rata-rata halusinasi pasien saat pre-test adalah 27,30 dan saat post-test
adalah 26,94. Hasil uji paired ttest didapatkan p-value 0,084 (p>0,05) yang berarti tidak ada
pengaruh tehnik distraksi menghardik dengan spiritual terhadap halusinasi pasien pada
kelompok kontrol.

Tehnik distraksi menghardik dengan spiritual merupakan tindakan keperawatan pilihan untuk
menurunkan halusinasi pasien. Sesuai dengan O’Brien, et al,
(2014); Stuart (2016); Swearingen (2016); Lucchetti et al. (2018) yang menyarankan asuhan
keperawatan jiwa untuk dimodifikasikan dengan spiritual. Spiritual Islam adalah pilihan
dalam penelitian ini. Spiritual dan budaya Islam harus dihormati walaupun Islam didunia
barat hanya minoritas karena pasien skizofrenia yang muslim ditemukan ada kebutuhan
psikososialnya yang tidak terpenuhi saat pasien muslim sedang dalam perawatan (Rassool,
2018).

Stuart (2016), menyatakan dalam merawat pasien skizofrenia yang salah satunya dengan
halusinasi pendengaran sangat perlu pengkajian tentang sumber koping karena bertujuan
untuk mengoptimalkan kemampuan individu. Sumber koping terdiri dari personal
ability/kemampuan individual pasien, social support/dukungan sosial yang dipercaya oleh
pasien dapat membantu untuk menyelesaikan masalahnya, financial/dukungan ekonomi dan
tersedianya pusat pelayanan kesehatan yang diyakini pasien dapat membantu
penyembuhannya, dan positif belief/nilainilai yang dianut yang diartikan sebuah nilai spiritual
dan pasien mengganggap sebagai kekuatannya dalam menyelesaikan masalah.

Spiritual yang diyakini oleh seseorang adalah suatu hasil peleburan dari sekelilingnya atau
budaya setempat. Budaya dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman tetapi nilai
luhur dari leluhur kadang-kadang masih dipertahankan bila sangat bermakna. Teori Sunrise
dengan pendekatan Culture care oleh Leininger adalah teori yang holistik karena menghargai
totalitas kehidupan manusia, termasuk sosial struktur, nilai spiritual, pandangan dunia, nilai
kultural, konteks lingkungan, ekspresi bahasa serta sistem profesional yang bertujuan untuk
memampukan manusia menghadapi penyakit (Parker, 2005). Masyarakat yang menjunjung
tinggi aspek budaya memaknai budaya sebuah kekuatan yang salah satunya nilai spiritual
(Leininger, 2006). Laroi et al. (2014), menyatakan budaya terlibat dalam proses terjadi
masalah halusinasi, sebaiknya budaya juga diikutsertakan dalam mengatasi masalah
halusinasi.

Budaya sangat berarti dan berpengaruh bagi seseorang dalam menjalani dan memaknai
hidupnya yang dijadikan sebagai kekuatan yang salah satunya nilai spiritual. Hasil penelitian
ini membuktikan bahwa asuhan keperawatan jiwa yang dikombinasikan dengan spiritual dan
hal-hal budaya atau kebiasaan masyarakat setempat dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah. Sesuai dengan penelitian oleh Windarwati (2008); Risna, et al (2017) dan Subandi
(1997) yang mengkombinasikan nilai spiritual Islam dan budaya yaitu dapat meningkatkan
kerjasama keluarga dalam merawat pasien skizofrenia karena Islam mengajarkan kita untuk
menyayangi dan membantu meringatkan beban orang lain.
Hasil penelitian pada kelompok intervensi sesuai dengan penelitian Anggraini, et al,
(2013),Jusliani and Sudirman, (2014) dan Budi (2010), yang menyatakan bahwa tehnik
distraksi menghardik mampu menurunkan halusinasi pasien. Sejalan diungkapkan oleh Jalil
(2012), bahwa pasien mempunyai cara sendiri yang dianggap terbaik untuk menurunkan
halusinasinya (tehnik pilihan pribadi pasien). Gasril (2015) dan Hidayati, et al, (2014),
menemukan hasil penelitian bahwa halusinasi pasien menurun setelah pasien mendapat
intervensi terapi spiritual zikir. Penurunan bermakna halusinasi pasien pada kelompok

189
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

intervensi di penelitian ini ditegaskan peneliti karena tehnik distraksi menghardik


dikombinasikan dengan spiritual dimana spiritual yang digunakan adalah zikir pilihan pasien.

Hasil penelitian ini ditemukan juga tidak semua pasien sama dalam menerima akan manfaat
dari tehnik distraksi menghardik dengan spiritual yang dibuktikan dengan tidak samanya
penurunan poin halusinasi pada masing-masing responden. Namun, tehnik distraksi
menghardik dengan spiritual secara umum dapat menerima hipotesis penelitian ini yaitu ada
pengaruh tehnik distraksi menghardik dengan spiritual terhadap penurunan halusinasi pasien
yang bermakna melalui uji statistik dengan nilai p value 0.000.

SIMPULAN
Evaluasi setelah dilakukan post-test didapatkan 47 pasien yang menerapkan tehnik distraksi
menghardik dengan spiritual mengalami penurunan halusinasi yang dinilai dari karakteristik
frekuensi, durasi, lokasi, kenyaringan, kepercayaan asal usul suara, jumlah isi suara negatif,
tingkat isi suara negatif, jumlah tekanan, intensitas tekanan, gangguan akibat suara dan
kemampuan mengontrol halusinasi. Tehnik distraksi menghardik dengan spiritual terbukti
mampu menurunkan halusinasi pasien pada seluruh karakteristik. Evaluasi penurunan
halusinasi terjadi penurunan poin yang bervariasi dimulai dari 2 poin sampai 19 poin. Adanya
pengaruh yang signifikan dari penerapan tehnik distraksi menghardik dengan spiritual
terhadap penurunan halusinasi pasien dengan nilai p value 0,000 yang artinya hipotesis Ha
dipenelitian ini diterima.

190
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, K, A Nugroho, and Supriyadi. 2013. “Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan


Tingkat Halusinasi Dengar Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD DR. Aminogondohutomo
Semarang.”
Barahmand, Usha, and Ruhollah Heydari Sheikhahmad. 2016. “Expressed Emotion and
Hallucination Proneness: The Mediating Role of Metacognitive Beliefs.” 10(1): 17–
24..
Carolina. 2008. “Pengaruh Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Halusinasi Terhadap
Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi Di Rs Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.”
Chaudhury, Suprakash. 2010. “Hallucinations: Clinical Aspects and Management.”
Day, B.A et al. 2014. “Shot through with Voices: Dissociation Mediates the Relationship
between Varieties of Inner Speech and Auditory Hallucination Proneness.”.
ELhay, Eman S. Abd, Mona A. El-Bilsha, and Mohamed H. El-Atroni. 2017. “The Effect of
AuditoryHallucinations Management Program on Quality of Life For Schizophrenic
Inpatients, Egypt.” IOSR Journal of Nursing and Health Science 06(01): 01–11.
http://www.iosrjournals.org/iosrjnhs/papers/vol6-issue1/Version7/A0601070111.pdf.
Gasril, Pratiwi. 2015. “Pengaruh Terapi Psikoreligius: Dzikir Dalam Mengontrol Halusinasi
Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Yang Muslim Di Rumah Sakit Jiwa Tampan
Provinsi Riau.”
Hidayati, Wahyu catur, Dwi heppy Rochmawati, and Targunawan. 2014. “Pengaruh Terapi
Religius Zikir Terhadap Peningkatan Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran
Pada Pasien Halusinasi Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.”
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK): 1–9.
Jackson, C. et al. 2009. “Improving Psychological Adjustment Following a First Episode of
Psychosis: A Randomised Controlled Trial of Cognitive Therapy to Reduce Post
Psychotic Trauma Symptoms.” Behaviour Research and Therapy 47(6): 454–62.
http://dx.doi.org/10.1016/j.brat.2009.02.009.
Julkaisuja, Turun Yliopiston, Annales Universitatis Turkuensis, and Turun Yliopisto. 2010.
PATIENT EDUCATION TO SUPPORT THE SELF-MANAGEMENT.
Jusliani, and Sudirman. 2014. “Pengaruh Penerapan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan Halusinasi Klien Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Di Rskd
Provinsi Sulawesi Selatan.” 5: 248– 53. Kaneko, Y, Y Oda, and F Goto. 2010. “Two
Cases of Intractable Auditory Hallucination Successfully Treated with Sound Therapy.”
16(1): 29–31.
Kaplan, Saddock. 2010. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinik, Edisi
7. Jakarta: Binarupa Aksara.

Keliat, Budi Anna, and Akemat. 2014. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. eds.
Budi anna Keliat and Akemat. Jakarta: EGC.

Krisnatuti, Diah, and Lilik Noor Yuliati. 2016. “The Effects of Family Developmental Tasks
on Marital Satisfaction on First-Time.” 9(1): 1– 10.
Kristiadi, Yoel, Heppy Dwi Rochmawati, and Sawab. 2014. “Pengaruh Aktivitas Terjadwal
Terhadap Terjadinya Halusinasi Di Rsj Dr Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
Tengah.” 000: 1–6.
Kumari, Ranju et al. 2013. “Dimensions of Hallucinations and Delusions in Affective and
Nonaffective Illnesses.” ISRN Psychiatry 2013: 616304.
http://www.hindawi.com/journals/isrn /2013/616304/.

191
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Laroi, Frank et al. 2014. “Culture and Hallucinations: Overview and Future Directions.”
Schizophrenia Bulletin 40(SUPPL. 4): 213–20.
Lucchetti, Alessandra L Granero, Mario F Prieto Peres, Homero P Vallada, and Giancarlo
Lucchetti. 2018. “Spiritual Treatment For Depression In Brazil: An Experience From
Spiritism.” Explore: The Journal of Science and Healing 11: 377–86.
http://dx.doi.org/10.1016/j.explore.2015.07.002.

Luhrmann, T M, R Padmavati, H Tharoor, and A Osei. 2015. “Differences in Voice-Hearing


Experiences of People with Psychosis in the USA , India and Ghana : Interview-Based
Study.” : 41–44.
McCarthy-Jones, Simon, Amanda Waegeli, and John Watkins. 2013. “Spirituality and
Hearing Voices: Considering the Relation.” Psychosis 5(3): 247–58.
http://dx.doi.org/10.1080/17522439.2013.831945.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2014. Promosi Kesehatan Dan Prilaku Kesehatan. Pertama. Jakarta:
Rineka Cipta.

O’Brien, P. G, W. Z Kennedy, and K. A. Ballard. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa


Psikiatrik Teori & Praktek. Bahasa Ind. ed. Bhetsy Angelina. Jakarta: EGC.

Parker, Marilyn E. 2005. Nursing Theories & Nursing Practice. ed. Joanne P DaCunha.
Phidelphia.

Puri, B.K, P.J Laking, and I. H Treasaden. 2013. Textbook of Psychiatrry. eds. Husni
Muttaqin and Frans Dany. Jakarta: Elsevier. Rassool, G Hussein. 2018. “Archives of
Psychiatric Nursing Cultural Competence in Counseling the Muslim Patient :
Implications for Mental Health.” Archives of Psychiatric Nursing 29(5): 321–25.
http://dx.doi.org/10.1016/j.apnu.2015.05.009.
Rhoads, Jacqueline, and Patrick J M Murphy. 2015. Clinical Consult to Psychiatric Nursing
for Advanced Practice.

RISKESDAS. 2018. “Hasil Utama Riskesdas 2018.”

Sari, Sri Padma, and Diyan Yuli Wijayanti. 2014. “Keperawatan Spiritualitas Pada Pasien
Skizofrenia.” Jurnal Ners 9 (1): 126–32.
https://ejournal.unair.ac.id/JNERS/article/download/3262/2353.
Schultz, Judith M, and Sheila L Videbeck. 2013. Psychiatric Nursing Care Plans, Edition 9..
Stephanie, Thiebes et al. 2018. “Author Version : Published Ahead of Online First Alterations
in Interhemispheric Gamma-Band Connectivity Are Related to the Emergence of
Auditory Verbal Hallucinations in Healthy Subjects during NMDA-Receptor Blockade
the Emergence of Auditory Verbal Hall.” (January).
Stuart, GW. 2016. Prinsip Dan Praktek Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore:
Elsevier Inc. Sulistyono, Indah Winarni, and Heni Dwi Windarwati. 2017. “Pengalaman
Perawat Dalam Merawat Pasien Perilaku Kekerasan Yang Disebabkan Halusinasi Di
Ruang Melati RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.” 91: 399–404.
Suryani, Suryani. 2013. “Pengalaman Penderita Skizofrenia Tentang Proses Terjadinya
Halusinasi The Process of Hallucination as Described by People Diagnosed with
Schizophrenia Abstract.” (April 2013).
Swearingen, Pamela L. 2016. ALL-IN-ONE NURSING CARE PLANNING RESOURCE
Medical-Surgical, Pediatric, Maternity, and PsychiatricMental Health. Townsend c.
Merry. 2014. Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing. ed. Jacalyn. c Clay.

192
Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019, Hal 177-190 LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Upthegrove, Rachel et al. 2016. “Auditory Verbal Hallucinations in First-Episode


Psychosis:A Phenomenological Investigation.” British Journal of Psychiatry Open
2(1): 88–95. http://bjpo.rcpsych.org/lookup/doi/10. 1192/bjpo.bp.115.002303.
Videbeck, Sheila L. 2011. Psychiatric– Mental Health Nursing. Wahyuni, Sri, Sri Novita
Yuliet, and Veni Elita. 2004. “HUBUNGAN LAMA HARI RAWAT DENGAN
KEMAMPUAN PASIEN DALAM MENGONTROL HALUSINASI.” : 69–76.
Wardani, Nuniek Setyo. 2016. “Pengaruh Pelaksanaan Standar Asuhan Keperawatan
Halusinasi Terhadap Kemampuan KOgnitif Dan Psikomotor Pasien Dalam Mengontrol
Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Pontianak.” VII(1).
WHO. 2016. “World Health Statistics SDG S.”

Yoesuf, A. 2015. “Survey Dan Penyusunan Database Budaya Aceh.” Biomass Chem Eng.

Zarghami, M., F. S Moonesi, and M. Khademloo. 2012. “Control of Persistent Auditory


Hallucinations through Audiotape Therapy (Three Case Reports).” European review
for medical and pharmacological sciences 16 Suppl 4: 64–65.

193

Anda mungkin juga menyukai