Anda di halaman 1dari 27

TOURISM MEDICAL LABORATORY

REVIEW JURNAL

TEKNIK SAMPLING PRODUK KESEHATAN DI KAWASAN WISATA

DOSEN

Apt. G.A. Md, Ratih K.R.D., S.Farm., M.Farm

OLEH

NI KADEK SEPTA DWI ADNYANI

P07134019123

V/C

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI DIII JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN 2021
REVIEW JURNAL

TEKNIK SAMPLING PRODUK KESEHATAN DI KAWASAN WISATA

JURNAL 1: Rosyada Elliya, Muliasari Handa, Yuanita E. 2019. Analisis kandungan bahan
kimia obat Natrium Diklofenak dalam jamu pegal linu yang dijual di Kota Mataram. Jurnal Ilmiah
Farmasi 15(1) Januari-Juli 2019, 12-19,ISSN: 1693-8666.
1. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan bahan kimia obat (BKO) natrium
diklofenak di dalam sediaan jamu pegal linu. Natrium diklofenak termasuk BKO yang banyak
ditemukan dalam sediaan jamu pegal linu untuk memberikan efek pereda nyeri.
2. METODE
Pada penelitian ini menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fase gerak
etil asetat: n-heksana (7:3) dan analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
3. TEKNIK SAMPLING
Pada pengujian analisis kandungan bahan kimia obat natrium diklofenak pada jamu dilakukan
teknik sampling yaitu:
- Teknik pengumpulan sampel
Pada teknik ini sepuluh sampel jamu pegal linu yang beredar di Kota Mataram di ambil
menggunakan teknik purposive sampling.
- Preparasi sampel analisis kualitatif
Sampel kemudian diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut, hasil
ekstraksi disaring dan diuapkan pada suhu kamar sampai terbentuk ekstrak kental.
- Pengujian menggunakan KLT
Sampel dan natrium diklofenak ditotolkan pada plat KLT. Kemudian dimasukkan ke
dalam bejana pengembang yang berisi fase gerak campuran. Amati bercak noda pada
masing-masing lempeng dengan menggunakan lampu sinar ultra violet (UV) 254 nm dan
hitung nilai Retardation factor (Rf).
- Analisis Kuantitatif
Pada analisa Kuantitatif dilakukan pembuatan larutan baku, penetapan panjang gelombang
serapan maksium, dilakukan pembuatan kurva baku, penetapan kadar sampel dan
menganalisis data kuantitatif.
JURNAL 2: Khoirunnisa Sudewi Mukaromah, Ulfa Ade Maria, Novika Mayang. 2017.
Identifikasi Deksametason Dalam Jamu Pegal Linu Sediaan Serbuk Yang Beredar Di Pasar-Pasar
Kota Bandar Lampung Secara Kromatografi Lapis Tipis. Journal of Science and Applicative
Technology Vol.I No.2 2017.

1. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ada tidaknya deksametason dalam sediaan
jamu pegal Linu.
2. METODE
Populasi penelitian yang diambil adalah suatu populasi jamu pegal linu sediaan serbuk yang
beredar di pasar-pasar kota Bandar Lampung. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, dimana
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga jamu pegal linu sediaan serbuk dengan
berbeda merk yaitu A, B, dan C yang dijual di Pasar-Pasar di Kota Bandar Lampung
(Sugiyono, 2014).
3. TEKNIK SAMPLING
Pada pengujian sampel jamu pegal linu sediaan serbuk dilakukan pengujian keragaman bobot
dengan menghitung bobot isi rata rata pada sampel jamu pegal linu tersebut, lalu dibuat larutan
uji dengan menghitung berat satu dosis jamu dan dimasukkan pada Erlenmeyer dan ditambah
klorofom-metanol homogenkan dan disentrifuge. Lalu larutan uji ditambahkan baku
pembanding (bahan baku pembanding yang di gunakan adalah deksametason BPFI). Setelah
itu melakukan identifikasi KLT.

JURNAL 3: Kumalasari Eka, Wahyuni Linda Fitria, Alfian Riza. 2018. Analisis Kualitatif
Kandungan Ibuprofen Dalam Jamu Pegal Linu Yang Beredar di Pasar Baru Permai Banjarmasin.
Jurnal Pharmascience, Vol. 05 , No.01, Februari 2018, hal: 32 – 38.

1. TUJUAN
Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan Ibuprofen pada
jamu pegal linu yang beredar di pasar Baru Permai Banjarmasin. Jenis penelitian ini adalah
penelitian bersifat deskriptif.
2. METODE
Penelitian ini menggunakan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah keseluruhan jamu
pegal linu sediaan serbuk dalam kemasan sachet dan kapsul yang dijual di Pasar Baru Permai
Banjarmasin dengan menggunakan metode samping jenuh.
3. TEKNIK SAMPLING
Pada pengujian ini dilakukan pengujian Kromatografi Lapis Tipis pada sampel jamu yang
diteliti dala kemasan sachet dan kapsul dengan merk yang berbeda dan dikumpulkan dan
didata serta diberi kode agar mempermudah dalam proses pendataan. Orientasi pelarut
dilakukan dengan menggunakan pelarut methanol dan etanol. Dan pada penelitian ini kontrol
positif yang digunakan adalah ibuprofen pro analysis. Pembuatan kontrol positif bertujuan
untuk membandingkan nilai Rf Ibuprofen dengan nilai Rf sampel yang akan diuji. Kontrol
negative larutan yang digunakan adalah etanol yang bertujuan untuk memastikan bahwa
kontrol negatif tidak terkontaminasi.

KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa pada jurnal 1 hasil analisis kandungan bahan kimia obat (BKO) natrium
diklofenak di dalam sediaan jamu pegal linu adalah ditemukan tiga dari sepuluh sampel jamu diduga
mengandung BKO natrium diklofenak. Kadar natrium diklofenak pada sampel S3, S4, dan S7 berturut-
turut, yaitu 135.1982, 110.0334, dan 6.0968, sehingga sampel S3 dan S4 memiliki kadar natrium diklofenak
yang melebihi dosis penggunaan harian.
Dan pada jurnal 2 hasil analisis ada tidaknya deksametason dalam sediaan jamu pegal Linu adalah
jamu pegal linu sediaan serbuk dengan tiga merk yang berbeda tidak mengandung deksametason.
Sedangkan pada jurnal 3 ada atau tidaknya kandungan Ibuprofen pada jamu pegal linu yang
beredar di pasar Baru Permai Banjarmasin adalah bahwa sebanyak 14 dari 15 sampel atau 93,3%
jamu pegal linu dalam kemasan sachet dan kapsul yang dijual di Pasar Baru Permai Banjarmasin
positif mengandung Ibuprofen.
Jurnal Ilmiah Farmasi 15(1) Januari-Juli 2019, 12-19
ISSN: 1693-8666
available at http://journal.uii.ac.id/index.php/JIF

Analysis of Diclofenac as drug chemical in jamu for rheumatism


sold in Mataram city

Analisis kandungan bahan kimia obat Natrium Diklofenak


dalam jamu pegal linu yang dijual di Kota Mataram

Elliya Rosyada1*, Handa Muliasari1, Emmy Yuanita2


1
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Mataram
2
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram
*Corresponding author. Email: elliyarosyada@gmail.com

Abstract
Background: Qualitative and quantitative analyses have been carried out on ten samples of herbal medicine
(jamu) for rheumatism in Mataram.
Objective: This study aimed to analyze the content of diclofenac sodium as drug chemicals in herbal
preparations for rheumatism. Diclofenac sodium is drug chemicals commonly found in herbal medicine for
rheumatism to provide a pain reliever effect.
Methods: The method used in the qualitative analysis was thin layer chromatography (TLC) with ethyl
acetate p.a : n-hexane p.a (7:3) as the mobile phase, and the quantitative analysis used the UV-Vis
spectrophotometry.
Results: The results of the qualitative analysis showed that three samples of herbal medicine were identified
as positive because the RF value was similar to the standard diclofenac sodium of 0.600. The quantitative
analysis of diclofenac sodium found λmax of 276 nm. The linear equation at r = 0.994 was y = 0.038x - 0.011.
The calculated concentrations of diclofenac sodium in three positive samples were 135.1982 mg, 110.0334
mg, and 6.0968 mg.
Conclusion: The qualitative and quantitative analyses showed that three out of ten samples of herbal
medicine for rheumatism contained drug chemicals of diclofenac sodium that was banned from being added
to herbal medicine.

Keywords: Reumathic herbals, Diclofenac sodium, TLC, UV-Vis spectrophotometer

Intisari
Latar belakang: Telah dilakukan penelitian tentang analisis kualitatif dan kuantitatif pada sepuluh sampel
jamu pegal linu yang beredar di kota Mataram.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan bahan kimia obat (BKO) natrium diklofenak
di dalam sediaan jamu pegal linu. Natrium diklofenak termasuk BKO yang banyak ditemukan dalam sediaan
jamu pegal linu untuk memberikan efek pereda nyeri.
Metode: Metode yang digunakan pada analisis kualitatif adalah kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fase
gerak etil asetat: n-heksana (7:3) dan analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
Hasil: Hasil analisis kualitatif yaitu tiga sampel jamu teridentifikasi positif yang ditunjukkan dengan
kesamaan nilai RF sampel jamu dibandingkan standar natium dikolfenak yaitu 0.600. Hasil analisis kuantitatif
natrium diklofenak pada didapat λmaks= 276 nm. Persamaan linier pada nilai r = 0.994 yaitu y= 0.038x – 0,011.
Hasil perhitungan kadar natrium diklofenak pada tiga sampel positif, yaitu 135.1982 mg, 110.0334 mg, dan
6.0968 mg.
Kesimpulan: Analisis kualitatif dan kuantitatif menunjukkan tiga dari sepuluh sampel jamu pegal linu
mengandung BKO natrium diklofenak yang dilarang keberadaannya dalam sediaan jamu.

Kata kunci : Jamu pegal linu, natrium diklofenak, KLT, Spektrofotometer UV-Vis

12
13 | Elliya Rosyada, dkk /Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15(1) Januari-Juli 2019, 12-19

1. Pendahuluan
Jamu adalah produk obat tradisional Indonesia yang telah digunakan secara turun-
menurun untuk menjaga kesehatan. Umumnya jamu dibuat dari bahan-bahan alami, berupa
bagian dari tumbuhan dan hewan (Kartika, 2016). Di Indonesia Pelayanan Kesehatan
Tradisional (Yankestrad) digunakan oleh 89.753 dari 294.962 (30,4%) rumah tangga di
Indonesia. Penggunaan Yankestrad khususnya jamu yang disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain: faktor harga, ketersediaan produk, minim efek samping, serta adanya tren back to
nature yang mengakibatkan masyarakat semakin menyadari pentingnya penggunaan bahan
alami bagi kesehatan (Kemenkes RI, 2010).
Penggunaan jamu yang semakin lama semakin meningkat menyebabkan beberapa
produsen jamu menambahkan bahan kimia obat (BKO) ke dalam produk jamu. Tujuan
penambahan BKO untuk memberikan efek terapi yang lebih maksimal sehingga produk yang
dihasilkan lebih laku di pasaran. Berdasarkan data BPOM tahun 2015 terdapat 54 merek jamu
yang mengandung bahan kimia obat (BPOM, 2015). Hal ini karena suatu sediaan jamu tidak
boleh mengandung bahan kimia obat atau hasil sintesis yang memiliki khasiat sebagai obat
(Permenkes, 2012).
Jamu yang biasanya ditambahkan BKO antara lain produk jamu pegal linu, rematik,
sesak napas, masuk angin dan suplemen kesehatan. Bahan-bahan kimia obat yang digunakan
meliputi metampiron, natrium diklofenak, fenilbutazon, deksametason, allopurinol, CTM,
sildenafil sitrat, tadalafil dan parasetamol. Jamu yang mengandung bahan-bahan kimia tersebut
akan menimbulkan efek samping seperti timbul rasa tidak nyaman pada saluran cerna, mual,
diare, terkadang pendarahan dan tukak, reaksi hipersensifitas terutama angio edema dan
bronkospasme, sakit kepala, pusing, vertigo, gangguan pendengaran, fotosensifitas dan
hematuria (www.pom.go.id, 2006). Masyarakat diharuskan lebih selektif dalam memilih obat
tradisional terutama obat yang tidak memiliki nomor izin edar dari BPOM, untuk itu perlu
dilakukan identifikasi kandungan BKO dalam jamu agar jamu yang dikonsumsi masyarakat
merupakan produk jamu yang berhasiat dan aman. Peneliti bermaksud memberi kontribusi
dalam pengawasan produk jamu dengan cara melakukan penelitian analisis kandungan natrium
diklofenak dalam jamu pegal linu yang beredar di Kota Mataram.

2. Metodologi penelitian
2.1. Teknik pengumpulan sampel
Sepuluh sampel jamu pegal linu yang beredar di Kota Mataram di diambil menggunkan teknik
purposive sampling. Tempat pengambilan sampel dilakukan pada toko obat berizin, toko obat
tak berizin, dan jamu gendong yang tersebar di Kota Mataram. Kriteria sampel yang digunakan
14 | Elliya Rosyada, dkk /Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15(1) Januari-Juli 2019, 12-19

adalah jamu yang diindikasikan sebagai obat pegal linu, jamu yang berasal dari Indonesia,
memiliki nomor registrasi BPOM, dan memiliki harga antara Rp 1000,- sampai Rp 10.000,-.
2.2. Preparasi sampel analisis kualitatif
Sampel jamu pegal linu ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian diekstraksi dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 50 mL. Hasil ekstraksi disaring dengan
kertas saring dan diuapkan pada suhu kamar hingga terbentuk ekstrak kental. Ekstrak yang
telah kering kemudian ditambahkan etanol 96 % sebanyak 10 mL dan disaring kembali
menggunakan kertas saring.
2.3. Pengujian menggunakan KLT
Sampel dan natrium diklofenak ditotolkan pada plat KLT. Kemudian dimasukkan ke dalam
bejana pengembang yang berisi fase gerak campuran, yaitu etil asetat :n-heksana (7:3). Plat KLT
yang telah sampai batas atas dikeluarkan dari bejana pengembang dan biarkan fase gerak
menguap terlebih dahulu. Amati bercak noda pada masing-masing lempeng dengan
menggunakan lampu sinar ultra violet (UV) 254 nm dan hitung nilai Retardation factor (Rf).
Nilai Rf dari sampel dibandingkan dengan nilai Rf dari larutan standar natrium diklofenak.
2.4 Analisis kuantitatif
2.4.1 Pembuatan larutan baku
Standar natrium diklofenak ditimbang 50 mg, dimasukkan dalam gelas kimia dan ditambahkan
10 mL aquades setelah larut kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan tambahkan
aquades sampai tanda batas sehingga terbentuk larutan natrium diklofenak 1000 ppm. Larutan
ini kemudian diencerkan dengan cara mengambil 1 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu
ukur 10 mL dan tambahkan aquades hingga tanda batas. Larutan natrium diklofenak 100 ppm
ini dijadikan sebagai larutan stok.
2.4.2 Penetapan panjang gelombang serapan maksimum
Larutan stok diambil sebanyak 2 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian
tambahkan aquades sampai tanda batas sehingga terbentuk larutan natrium diklofenak 20 ppm.
Larutan ini diukur serapannya pada panjang gelombang 260-290 nm untuk mengetahui panjang
gelombang maksimum.
2.4.3 Pembuatan kurva baku
Larutan stok diambil 1; 1,2; 1,4; 1,6 dan 1,8 mL kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu
ukur 10 mL dan ditambah aquades sampai batas tanda. Larutan-larutan yang terbentuk dibaca
serapannya pada panjang gelombang maksimum dan dihitung persamaan garis regresi dan
koefisien korelasi.
2.4.4 Penetapan kadar sampel
Produk jamu pegal linu ditimbang sebanyak 50 mg, kemudian serbuk dilarutkan dalam aquades
sampai 50 mL (kadar 1000 ppm). Larutan sampel 1000 ppm diambil 25 mL kemudian larutan
15 | Elliya Rosyada, dkk /Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15(1) Januari-Juli 2019, 12-19

dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL dan tambahkan Aquades hingga tanda batas. Larutan
sampel diukur absorbansinya pada spektrofotometer UV-Vis sesuai dengan panjang gelombang
maksimal sudah ditentukan. Data absorbansi yang didapat dimasukkan ke dalam persamaan
kurva baku untuk mendapatkan kadar natrium diklofenak dalam sampel. Dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali (Amalia et al., 2012).
2.5 Analisis data kuantitatif
Kadar natrium diklofenak dari sampel jamu diketahui berdasarkan persamaan kurva baku
y=bx+a, dengan y nilai absorbansi dan x adalah kadar terukur. Nilai x× volume sampel× faktor
pengenceran digunakan untuk mengetahui kadar natrium diklofenak dari sampel yang
ditimbang. Lanjutkan perhitungan untuk mengetahui kadar Natrium diklofenak (na.diklofenak)
dalam 1 kemasan jamu yang beredar di pasaran dengan rumus sebagai berikut:

(1)

Keterangan:
A = bobot natrium diklofenak dalam sampel
B = bobot 1 kemasan sampel jamu pegal linu
C = bobot sampel yang ditimbang

3. Hasil dan pembahasan


3.1 Analisis kualitatif kandungan natrium diklofenak
Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT)
untuk mengetahui adanya kandungan natrium diklofenak dalam 10 sampel jamu pegal linu yang
beredar di Kota Mataram. Metode ini dipilih karena sederhana dalam pengerjaannya dan efektif
digunakan untuk analisis secara kualitatif. Eluen yang digunakan pada penelitian ini adalah
kombinasi etil asetat: n-heksana (7:3). Etil asetat memiliki titik didih 77° C dan n-heksan
memiliki titik didih 69° C. Etil asetat bersifat polar sedangkan N-heksan bersifat non-polar
sehingga pada perbandingan eluen 7:3 terbentuk eluen yang bersifat tidak terlalu polar. Eluen
ini dianggap tepat karena natrium diklofenak bersifat polar sehingga pada saat dielusi dengan
eluen yang tidak terlalu polar akan membentuk spot yang baik dengan nilai Rf antara 0.2-0.8
(Gandjar & Rohman, 2017).
Hasil analisis kualitatif pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 1. Sampel dengan
kode S3, S4, dan S7 memiliki nilai Rf yang mendekati dengan standar natrium diklofenak
berturut-turut memiliki Rf 0,7312 dan 0,7312, dan 0.5938. Kedekatan nilai Rf ini
mengindikasikan adanya kandungan obat pada sampel sediaan jamu tersebut, sehingga
beradarkan hasil analisis kualitatif dilanjutkan pengukuran kadar sampel sediaan jamu tersebut
dengan metode kuantitatif.
16 | Elliya Rosyada, dkk /Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15(1) Januari-Juli 2019, 12-19

Tabel 1. Hasil analisis kualitatif kandungan natrium diklofenak dalam sampel jamu pegal linu

Hasil Identifikasi
Kode Spot
Nilai Rf Nilai Rstd Keterangan
Standar natrium diklofenak 0.6000
S1 0.2313 0.3855 -
S2 0.6188 0.8525 -
S3 0.7312 1.0086 +
S4 0.7312 1.0086 +
S5 0.8375 1.4742 -
S6 0.9375 1.6502 -
S7 0.5938 1.0452 +
S8 0.8375 1.6542 -
S9 0.8563 1.6913 -
S10 0.8625 1.7035 -

Keterangan: Retardation factor (Rf), Reference Standart (Rstd), Natrium diklofenak

3.2 Analisis kuantitatif kandungan natrium diklofenak


Pada analisis kuantitatif menggunakan instrumen spektrofotometri UV-Vis. Metode ini
dipilih karena natrium diklofenak memiliki memiliki gugus kromofor atau ikatan rangkap
terkonjugasi sehingga mampu menyerap sinar UV. Selain itu natrium diklofenak juga memiliki
gugus C=O yang merupakan gugus fungsional dengan elektron bebas sehingga akan
menimbulkan transisi n ke π*. Terikatnya gugus ausokrom pada gugus kromofor
mengakibatkan pergeseran pita absorbansi ke panjang gelombang yang lebih besar (pergeseran
batokromik) disertai peningkatan instensitas (efek hiperkromik) (Gandjar & Rohman, 2017).
Tahapan analisis kuantitatif sebagai berikut:
3.2.1 Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks)
Langkah pertama pada analisis kuantitatif adalah mencari panjang gelombang
maksimum (λ maks). Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang dari absorbansi
maksimal. Penentuan λ maks diperlukan untuk mendapatkan nilai absorbansi yang
memberikan sensitifitas pengukuran tertinggi sehingga hasil yang diperoleh memiliki akurasi
yang baik. Penentuan λ maks dilakukan dengan cara mengukur absorbansi standar natrium
diklofenak pada konsentrasi 20 ppm dengan panjang gelombang 260-290 nm. Pada Gambar 4.1
dapat dilihat panjang gelombang maksimal adalah 276 nm dengan absorbansi 0.7071. Nilai
panjang gelombang ini sama dengan hasil yang diperoleh Khaskheli et al. (2009), yang
mengukur natrium diklofenak pada konsentrasi 30 ppm.
17 | Elliya Rosyada, dkk /Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15(1) Januari-Juli 2019, 12-19

Gambar 1. Grafik panjang gelombang maksimum

3.2.2 Pembuatan kurva regresi


Pada kurva baku natrium diklofenak (Gambar.2) diperoleh nilai r = 0,994 dengan
persamaan garis linier y= 0.038x – 0,011. Nilai r dikatakan baik adalah yang mendekati 0,99
(Watson, 2013) artinya nilai r pada kurva ini sudah sesuai literatur. Nilai b yang diperoleh pada
kurva baku natrium diklofenak adalah 0.038. Nilai b (slope) yang semakin besar menunjukkan
hasil yang sensitif dari suatu metode. Nilai b positif menunjukkan adanya pergerakan antara
variable x dan y yang searah (semakin tinggi konsentrasinya makan absobansinya juga tinggi
begitu pula sebaliknya). Nilai a (intersep) pada kurva regresi natrium diklofenak adalah -0.011.
Nilai a menunjukkan selektifitas yang artinya semakin kecil nilai a semakin selektif pengukuran
tersebut, metode spektrofotometri UV termasuk selektif untuk penetapan kadar untuk natrium
diklofenak (Lathif, 2013).

Gambar 2. Grafik kurva baku natrium diklofenak

3.2.3 Penentuan kadar natrium diklofenak dalam sampel

Berdasarkan data hasil analisis kualitatif terdapat tiga sampel jamu pegal linu yang
diguga mengandung natrium diklofenak, yaitu sampel S3, S4, dan S7. Penentuan kadar natrium
diklofenak dalam ketiga sampel tersebut dilakukan dengan cara melarutkan sampel dengan
18 | Elliya Rosyada, dkk /Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15(1) Januari-Juli 2019, 12-19

aquades hingga memperoleh konsentrasi 1000 ppm kemudian diencerkan menjadi 500 ppm.
Larutan sampel kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 276 nm yang
merupakan panjang gelombang maksimum.

Tabel 2. Hasil absorbansi sampel jamu pegal linu


Sampel Absorbansi sampel (nm) Rata-rata absorbansi sampel (nm)
S3 0.3849
0.3852 0.3880
0.3938

S4 0.2353
0.3247 0.3284
0.4253

S7 0.2655
0.2654 0.2653
0.2651

Hasil pengukuran absorbansi sampel dengan konsentrasi 500 ppm tercantum pada
Tabel 2. absorbansi sampel S3, S4 dan S7 sudah sesuai dengan literatur, yaitu antara 0,2-0,8
(Gandjar & Rohman, 2017). Nilai absorbansi sampel dimasukkan sebagai nilai y ke persamaan
regresi linier y= 0.038x – 0,011 untuk mengetahui kadar natrium diklofenak dalam sampel.
Tabel 2. menunjukkan kadar natrium diklofenak pada sampel S3, S4, dan S7. Sampel S3
memiliki kadar natrium diklofenak paling tinggi dari tiga sampel yang dianalisis kuntitatif
dengan nilai kadar sebesar 135.1983 mg per-kemasan jamu, sedangkan sampel S7 memiliki
kadar natrium diklofenak terendah, yaitu 6.0968 mg per-kemasan.

Tabel 3. Hasil perhitungan kadar Natrium diklofenak pada sampel


Kode Kadar na.diklofenak dalam Kadar na.diklofenak dalam
sampel sampel yang ditimbang (mg) sampel per-kemasan (mg)
S3 0.99211 135.1982
S4 0.83530 110.0334
S7 0.66921 6.0968

Berdasarkan aturan penggunaan pada kemasan jamu S3 digunakan dua kali sehari
sehingga dalam sehari natrium diklofenak yang dikonsumsi adalah 270.3964 mg. Sampel S4
digunakan tiga sampai empat kali dalam seminggu sehingga dalam sehari natrium diklofenak
yang dikonsumsi adalah 110.0334 mg. Sampel S7 dikonsumsi dua kali sehari sehingga dalam
sehari natrium diklofenak yang dikonsumsi adalah 12.1936 mg. Natrium diklofenak digunakan
sebagai pereda nyeri sendi pada dosis 25 sampai 75 mg dalam sehari. Sedangkan berdasarkan
literatur lain disebutkan penggunaan natrium diklofenak adalah 50 sampai 100 mg dalam
sehari (Octaviana et al., 2013). Penggunaan natrium diklofenak pada dosis tinggi akan
meningkatkan resiko gangguan Gastrointestinal, kardiovaskuler, dan ginjal (Altman et al., 2015).
19 | Elliya Rosyada, dkk /Jurnal Ilmiah Farmasi Vol 15(1) Januari-Juli 2019, 12-19

Untuk itu keberadaan senyawa ini pada sediaan jamu tidak diperbolehkan, mengingat konsumsi
jamu yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya diluar pengawasan.

4. Kesimpulan
Hasil analisis secara kualitatif dan kuantitatif terhadap sepuluh sampel jamu pegal linu di Kota
Mataram ditemukan tiga dari sepuluh sampel jamu diduga mengandung BKO natrium
diklofenak. Kadar natrium diklofenak pada sampel S3, S4, dan S7 berturut-turut, yaitu 135.1982,
110.0334, dan 6.0968, sehingga sampel S3 dan S4 memiliki kadar natrium diklofenak yang
melebihi dosis penggunaan harian.

Daftar pustaka
Altman, R., Bosch, B., Brune, K., Patrignani, P., & Young, C. (2015). Advances in NSAID
development : evolution of diclofenac products using pharmaceutical technology. Drugs.
75(8), 859–877.
Amalia, K. R., Sumantri, & Ulfah, M. (2009). Perbandingan metode spektrofotometri ultraviolet
( uv ) dan kromatografi cair kinerja tinggi (kckt) pada penetapan kadar natrium diklofenak.
48–57. Universitas Gadjah Mada
BPOM. (2015). Bahaya bahan kimia obat (BKO) yang dibubuhkan kedalam obat tradisional
(jamu). Retrieved February 27, 2018, from
www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/144/BAHAYA-BAHAN-KIMIA-OBAT--
BKO--YANG-DIBUBUHKAN-KEDALAM-OBAT-TRADISIONAL--JAMU-.html
Gandjar, I. ., & Rohman, A. (2017). Kimia farmasi analisis (edisi ke-1). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Kartika, T. (2016). Tradisi minum jamu: konsep komunikasi kesehatan dari generasi ke generasi.
Prosiding seminar nasional komunikasi publik dan dinamika masyarakat lokal, 56–63.
KEMENKES. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012
tentang registrasi obat tradisional. In kementerian kesehatan republik indonesia (Vol. 66).
Kesehatan Kementrian RI. (2010). Riset kesehatan dasar. Jakarta.
Khaskheli, A. R., Abro, K., Sherazi, S. T. H., Afridi, H. I., Mahesar, S. A., & Saeed, M. (2009). Simpler
and faster spectrophotometric determination of diclofenac sodium in tablets , serum and
urine samples. Pak. J. Anal. Environ. Chem. 10 (1 & 2), 53–58.
Lathif, A. (2013). Analisis bahan kimia obat dalam jamu pegal linu yang dijual di Surakarta
menggunakan metode spektrofotometri UV. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Octaviana, R., Setiawan, D., & Susanti. (2013). Perbandingan interaksi obat dan permasalahan
dosis pada pasien osteoarthritis di dua rumah sakit. Pharmacy. 10(1), 99–108.
Journal of Science and Applicative Technology Vol.I No.2 2017

IDENTIFIKASI DEKSAMETASON DALAM JAMU PEGAL LINU SEDIAAN


SERBUK YANG BEREDAR DI PASAR-PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG
SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Sudewi Mukaromah Khoirunnisa1, Ade Maria Ulfa2, Mayang Novika2
1Program Studi Farmasi, Institut Teknologi Sumatera
2AKAFARMA, Universitas Malahayati

ABSTRACT
A total of 26.6% of the population in Lampung Province consumed traditional medicine, one of which was
Jamu Pegal Linu. However, a large public interest in herbal products was often misused by herbal
manufacturers that it was possible to add BKO (Medicinal Chemicals), such as dexamethasone.The purpose
of this study was to identify the presence or absence of dexamethasone in the preparation of Jamu Pegal
Linu. The samples were taken from the store and depot herbs contained in the Markets of Bandar Lampung,
acquired three different brands. The method used is Thin Layer Chromatography using dichloroethane-
diethyl ether-methanol-water (77:15: 8:1,2) as a mobile phase which were non-polar, and silica gel GF
254nm as a stationary phase. The result showed that the detection of three samples of Jamu Pegal Linu
contained staining purple and the difference of Rf sample with reference standard on the first repetition is
0.46, 0.44, 0.47, and on the second repetition is 0.45, 0.45 and 0.48, which are ≥ 0.05. It can be concluded
that the sample of Jamu Pegal Linu in Bandar Lampung 0% containing dexamethasone.

Keywords : Jamu Pegal Linu, dexamethasone, Thin Layer Chromatography, Bandar Lampung

1. Pendahuluan

Obat bahan alam di Indonesia dikelompokkan menjadi Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT), dan
Fitofarmaka [1]. Berdasarkan Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan) No.007/Menkes/ Per/1/2012 [2],
pengertian dari obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Pada tahun 2013, menurut Badan Pusat Statistik (2015) [3], sebanyak 24,16% penduduk Indonesia
mengkonsumsi obat tradisional, dan di Provinsi Lampung sendiri sebanyak 26,65% dari total penduduk.
Angka tersebut terbilang relatif besar jika melihat banyaknya industri obat modern pada saat ini.

Salah satu sediaan obat tradisional yang sering digunakan adalah jamu. Jamu adalah obat tradisional yang
disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk sediaan, pil dan cairan yang berisi seluruh bahan
tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional [1]. Jenis jamu di
Indonesia sangat beragam seperti jamu rematik, jamu asma, jamu batuk, jamu pegal linu dan lain
sebagainya. Salah satu jamu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah jamu pegal linu. Pegal linu
adalah rasa nyeri yang disebabkan oleh kelelahan. Pegal linu biasanya menyerang pada daerah persendian
seperti leher, punggung, lengan, kaki, pundak yang biasanya disebabkan oleh kekakuan pada otot hingga
masalah medis tertentu [4].

Minat masyarakat yang besar terhadap produk jamu sering kali disalahgunakan oleh produsen jamu yang
memungkinkan menambahkan BKO (Bahan Kimia Obat). Padahal seharusnya BKO tidak boleh
ditambahkan dalam jamu, karena jamu merupakan obat tradisional. Salah satu jenis BKO yang ditambahkan
oleh produsen pada jamu adalah dexametason, obat golongan kortikosteroid. Deksametason jika
dikonsumsi secara berlebihan mempunyai efek antialergi, anti asma, kortikosteroid ditemukan pada jamu

!94
Journal of Science and Applicative Technology Vol.I No.2 2017

asam urat, anti loyo, dan menambah berat badan. Adanya dexametaon pada jamu dapat menyebabkan
moon face, retensi cairan dan elektrolit, hiperglikemia, glaucoma, gangguan pertumbuhan, osteoporosis,
daya tahan terhadap infeksi menurun, miopati , gangguan lambung, gangguan hormon dan lain-lain [5].

Hasil penelitian sebelumnya oleh Maulana dkk (2015) [6] yaitu tentang indentifikasi deksametason,
fenilbutason dan prednisolon dalam jamu pegal linu yang beredar di Empat Pasar Kota Bandung secara KLT
(Kromatografi Lapis Tipis) diketahui dari 40 sampel masih ada beberapa jamu pegal linu yang mengandung
BKO.

Berdasarkan Public Warning BPOM (2014) [7] hasil pengawasan jamu melalui sampling dan pengujian
laboratorium, BPOM telah menemukan produk jamu yang dicampur dengan BKO yaitu fenilbutason,
deksametason, antalgin, paracetamol, piridoksin, teofilin dan masih banyak lagi. BPOM menemukan
sebanyak 59 jenis obat tradisional yang dicampur dengan BKO. Dari 59 obat tradisional itu, sebanyak 57 di
antaranya tidak terdaftar, dan dua terdaftar.

Berkaitan dengan hal tersebut penulis ingin melakukan penelitian identifikasi BKO deksametason dalam
jamu pegal linu. Karena penambahan BKO pada jamu bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan
RI No.006/Menkes/Per/V/2012 pasal 33 dan pasal 37 dinyatakan bahwa segala jenis obat tradisional tidak
boleh mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat [8].

2. Metode Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei 2017 dengan mengambil sampel-sampel Jamu Pegal Linu di
pasar-pasar di Bandar Lampung. Sampel Jamu Pegal Linu kemudian dianalisis di Laboratorium Universitas
Malahayati menggunakan metode Kromatigrafi Lapis Tipis.

2. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah plat, chamber, kertas saring, lampu uv 254 nm, vial,
syringe, beaker glass 50 ml, 100 ml, 250 ml, pipet ukur 25 ml, erlenmeyer 250 ml, erlenmeyer bertutup 100
ml, timbangan digital, seperangkat alat sentrifuge, dan spatula. Bahan yang digunakan adalah sampel jamu
pegal linu, metanol, kloroform, silika gel gf 254 nm, dikloretan, dietil eter, aseton, baku pembanding
deksametason, dan aquadest.

3. Metodologi Penelitian
Populasi penelitian yang diambil adalah suatu populasi jamu pegal linu sediaan serbuk yang beredar di
pasar-pasar kota Bandar Lampung. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling purposive yaitu
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, dimana sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah tiga jamu pegal linu sediaan serbuk dengan berbeda merk yaitu A, B, dan C yang dijual di Pasar-
Pasar di Kota Bandar Lampung (Sugiyono, 2014).

Pengujian Keragaman Bobot


Timbang 20 sampel dalam bungkus, Keluarkan isi sampel lalu timbang kembali wadah sampel yang kosong,
Hitung Bobot isi rata-rata. Hitung penyimpangan bobot yang terjadi.

!95
Journal of Science and Applicative Technology Vol.I No.2 2017

Larutan Uji (Sampel)


Ditimbang satu dosis jamu, dimasukan kedalam erlenmayer 250 ml, ditambah 25 ml campuran klorofom-
metanol (9:1), kocok selama 30 menit, disentrifuge, dipisahkan antara residu dan fitrat, filtrat diuapkan diatas
tangas air pada suhu lebih kurang 70oc sampai kering, sisa penguapan dilarutkan dalam 5 ml metanol
(larutan A).

Larutan Uji ditambah Baku Pembanding


Ditimbang satu dosis jamu, dimasukan ke dalam erlenmayer 250 ml, Ditambah 5 mg bahan baku
pembanding deksametason BPFI dan ditambah 25 ml campuran kloroform-metanol (9:1), Kocok selama 30
menit, Disentrifuge, dipisahkan antara residu dan filtrate, Filtrat diuapkan di atas tangas air pada suhu lebih
kurang 70oc sampai kering, Sisa penguapan dilarutkan dalam 5 ml metanol (Larutan B).

Larutan Baku
Dibuat larutan baku deksametason BPFI 0,1% b/v sebanyak 10 ml dalam metanol (larutan C).

Identifikasi KLT
Larutan A, B, dan C ditotolkan pada plat KLT secara terpisah dengan jarak penotolan antara larutan A, B dan
C 1,5 cm. Plat dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan fase gerak tersebut untuk
pengembangan. Setelah selesai pengembangan plat yang telah dikering udarakan, lalu dilakukan deteksi
dengan menggunakan sinar UV 254nm.
Fase Diam : Silika Gel GF 254 Nm
Fase Gerak: Dikloretan : Dietil eter : metanol : aquadest (77:15:8:1,2)
Penjenuhan : Kertas saring
Volume Penotolan : 15 µl
Penampakan Bercak : Lampu UV 254 nm, tampak bercak berwarna ungu. Jarak pengembangan
senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf.

3. Hasil dan Pembahasan


Sampel yang digunakan untuk penelitian ini diambil dengan teknik sampling purposive yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel jamu yang digunakan adalah jamu pegal linu
sediaan serbuk yang beredar di Pasar-Pasar Kota Bandar Lampung, dengan tiga merk dagang yang
berbeda yaitu A, B, dan C. Mula-mula dilakukan pemeriksaan label kemasan jamu pegal linu, meliputi nomor
batch, tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, khasiat dan kegunaan, produsen, dan bobot tiap wadah. Tujuan
dari pemeriksaan label tersebut adalah untuk memeriksa apakah sampel yang akan kita ambil memenuhi
kriteria yang telah ditentukan atau tidak. Dari semua merk jamu tersebut setelah melalui pemeriksaan
didapatkan nomor batch, tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, khasiat dan kegunaan, produsen, dan bobot
tiap wadah.

Pada penelitian ini dilakukan identifikasi terhadap tiga jamu merk A, B, dan C. Masing-masing sampel
dilakukan dua kali pengulangan (duplo), tujuannya untuk membuktikan ketelitian dan kebenaran dari hasil
yang dianalisa. Persiapan sampel dilakukan dengan cara menimbang 20 kemasan jamu pegal linu,
ditimbang satu persatu kemudian dihitung sehingga didapatkan bobot rata-rata dari sampel A, B, dan C
secara berturut-turut adalah 6,7789 gram, 6,2352 gram, dan 5,9143 gram. Tujuan dari penimbangan bobot

!96
Journal of Science and Applicative Technology Vol.I No.2 2017

rata-rata ini yaitu untuk mengetahui apakah terdapat sampel yang menyimpang dari persyaratan atau tidak.
Sampel dikatakan menyimpang apabila penyimpangan antara penimbangan satu per satu terhadap bobot isi
rata-rata tidak lebih dari 15% tiap dua bungkus dan tidak lebih dari 10% tiap 18 bungkus. Dari perhitungan
bobot rata-rata dapat diketahui bahwa sampel A, B, dan C memenuhi persyaratan [9].

Metode pemisahan senyawa deksametason dari senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam jamu pegal
linu dilakukan dengan cara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang merupakan metode pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dengan menggunakan dua fase, yaitu fase gerak dan fase diam [10,
11].

Untuk larutan uji ditimbang satu dosis jamu dilarutkan dengan campuran kloroform : metanol (9 : 1)
sebanyak 25 ml untuk melarutkan deksametason yang terdapat pada sampel, kocok selama 30 menit.
Setelah larut, sampel kemudian disentrifuge yang bertujuan untuk memisahkan antara filtrat dengan
padatan, kemudian filtrat di ambil lalu diuapkan di atas penangas air hingga kering, kemudian dilarutkan
dalam 5 ml metanol.

Preparasi sampel dan baku pembanding dilakukan dengan cara yang sama tetapi sebelum dilarutkan
dengan campuran kloroform dan metanol sampel ditambahkan baku pembanding deksametason 5 mg
terlebih dahulu. Pembuatan larutan baku pembanding deksametason sejumlah 10 mg deksametason
dilarutkan dengan 10 ml metanol. Baku pembanding deksametason yang digunakan adalah deksametason
BPFI. Pada pemisahan ini plat yang digunakan sebagai fase diam adalah silika gel GF 254nm, karena
bersifat polar serta mampu berfluorosensi dengan baik pada sinar UV. Plat silika yang digunakan berukuran
20 x 20 cm.

Ketiga larutan yaitu sampel, kontrol positif, dan baku pembanding ditotolkan pada plat dengan jarak 2 cm
dari dasar plat, yang bertujuan agar totolan tidak terendam oleh fase gerak, karena jika terendam proses
pemisahan pada penotolan tidak merambat dengan sempurna. Jarak penotolan antar sampel, sampel +
baku pembanding, dan baku pembanding ± 2 cm, yang bertujuan agar tidak terjadi penumpukan bercak
pada saat pengembangan.

Fase gerak yang digunakan adalah dikloretan : dietil eter : metanol : air (77 : 15 : 8 : 1,2). Fase gerak
tersebut dapat mengelusi deksametason dengan lebih baik, dan karena jamu terdiri dari senyawa yang
multikomponen, senyawa pada sampel dapat dipisahkan lebih baik. Setelah selesai pengembangan, plat
dikeluarkan dari chamber lalu tunggu sampai kering kemudian dideteksi menggunakan lampu UV 254nm.
Hasil yang diamati yaitu bercak yang diperoleh berupa bulatan tidak melebar, timbulnya bercak berwarna
ungu pada totolan sampel, sampel ditambah baku pembanding, dan baku pembanding. Hasil pemeriksaan
bercak terdapat pada Gambar 1 dan 2.

!97
Journal of Science and Applicative Technology Vol.I No.2 2017

15 cm
20 cm 0,76 0,77
0,74

0,3
0,3 0,3 0,3
0,3 0,3

2 cm
Sampel A Sampel B Sampel C

Gambar 1. Kromatogram pengulangan pertama


Keterangan:
Sampel

Sampel + Baku Pembanding

Baku Pembanding

!98
Journal of Science and Applicative Technology Vol.I No.2 2017

15 cm
20 cm
0,74 0,74

0,77

0,29 0,29 0,29


0,29 0,29 0,29

2 cm
Sampel A Sampel B Sampel C

Keterangan:
Sampel

Sampel + Baku Pembanding

Baku Pembanding
Gambar 2. Kromatogram pengulangan kedua

Berdasarkan hasil penelitian dari ketiga sampel jamu pegal linu sediaan serbuk dengan tiga merk yang
berbeda yaitu A, B, dan C dapat disimpulkan bahwa sampel jamu pegal linu tidak mengandung
deksametason. Hal ini dapat dilihat dari hasil selisih perhitungan nilai Rf antara Rf sampel dengan RfBp
(Tabel 1), bahwa selisih harga Rf yang diperoleh dari sampel A, B, dan C yaitu lebih dari 0,05 (≥0,05).
Sehingga identifikasi deksametason pada jamu pegal linu sediaan serbuk yang beredar di Pasar-Pasar Kota
Bandar Lampung secara Kromatografi Lapis Tipis dapat disimpulkan tidak terdapat sampel dari populasi
jamu serbuk pegal linu mengandung deksametason. Hasil yang negatif karena sampel yang digunakan telah
melalui standar dari Badan POM yaitu diketahui dari ketiga sampel tersebut memiliki nomor batch, tanggal
kadaluarsa, nomor registrasi, khasiat dan kegunaan, produsen, dan bobot tiap wadahnya. Penelitian ini
dilakukan karena peneliti menduga adanya jamu palsu yang beredar dipasaran, karena Bandan POM juga
telah melakukan penelitian dan menemukan beberapa jamu yang mengandung bahan kimia obat.

!99
Journal of Science and Applicative Technology Vol.I No.2 2017

Senyawa Pengulangan Larutan Warna Nilai Rf Selisih Rf Kesimpulan


Bercak S-Rf BP

Pembanding Deksametason Ungu 0,3

Jamu A 1 Sa Ungu 0,76 0,46 Negatif

Sa+Bp Ungu 0,3

2 Sb Ungu 0,74 0.45 Negatif

Sb+Bp Ungu 0,29

Jamu B 1 Sb Ungu 0,74 0,44 Negatif

Sb+Bp Ungu 0,3

2 Sb Ungu 0,74 0,45 Negatif

Sb+Bp Ungu 0,29

Jamu C 1 Sc Ungu 0,77 0,47 Negatif

Sc+Bp Ungu 0,3

2 Sc Ungu 0,77 0,48 Negatif

Sc+Bp Ungu 0,29

Tabel 1. Deteksi Sinar UV 254nm dan Rf Kromatografi Lapis Tipis


Keterangan :
S : Sampel
S + Bp : Sampel + Baku pembanding
Bp : Baku Pembanding

4. Kesimpulan

Dari hasil penelitian identifikasi deksametason dalam jamu pegal linu yang beredar di Pasar-Pasar Kota
Bandar Lampung secara Kromatografi Lapis Tipis dapat disimpulkan bahwa jamu pegal linu sediaan serbuk
dengan tiga merk yang berbeda tidak mengandung deksametason.

5. Daftar Pustaka

[1] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Keputusan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.05.4.2411 tentang
Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta. 2014.

[2] Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 007/Menkes/Per/2012
tentang Registrasi Obat Tradisional, Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2012.

[3] Badan Pusat Statistik, Penggunaan Obat Tradisional, 16 Oktober 2017, https://www.bps.go.id/
linkTabelStatis/view/id/1619”

[4] Aronson JK. Meyler’s Side Effects of Analgesics and Anti-infl ammatory Drugs. Elsevier B.V.: 334–5.
2010.

!100
Journal of Science and Applicative Technology Vol.I No.2 2017

[5] Badan POM. Public Warning tentang Obat Tradisional mengandung Bahan Kimia Obat; No. KH.
00.01.1.5116. 2006.

[6] Maulana, Rusdi, dan Widyawati. Identifikasi Kandungan Kortikosteroid (Deksametason, Fenilbutason,
dan Prednison) Dalam Kandungan Jamu Pegel Linu Yang Beredar Di Empat Pasar Kota Bandung. Skripsi.
Universitas Islam Bandung. 2015.

[7] Mardiana. 2014. “BPOM Temukan 59 Obat Tradisional mengandung BKO”. 08 Februari 2017.
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/11/08/mvxkzn-bpom-temukan-59-obat-tradisional-
mengandung-bko.Jakarta.

[8] Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 006/Menkes/Per/2012
tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional, Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2012.

[9] Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta. 1979.

[10] Gandjar, IG., Rohman, A. Analisis Obat secara Spektroskopi dan Kromatografi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2012.

[11] Rohman, A. Kromatografi Untuk Analisa Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009.

!101
32
Jurnal Pharmascience, Vol. 05 , No.01, Februari 2018, hal: 32 - 38
ISSN-Print. 2355 – 5386
ISSN-Online. 2460-9560
http://jps.unlam.ac.id/
Research Article

Analisis Kualitatif Kandungan Ibuprofen Dalam


Jamu Pegal Linu Yang Beredar di Pasar Baru
Permai Banjarmasin
* Eka Kumalasari, Linda Fitria Wahyuni, Riza Alfian

Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin


*Email: ekakumalasari260989@gmail.com

ABSTRAK

Ibuprofen merupakan obat yang berkhasiat untuk menghilangkan nyeri,


menurunkan demam, peradangan seperti rematik dan encok. Efek samping yang paling
bahaya jika digunakan dalam jangka panjang atau dalam dosis tinggi dapat
menyebabkan kerusakan permukaan saluran gastrointestinal dan pendarahan. Tujuan
dilakukan penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan Ibuprofen
pada jamu pegal linu yang beredar di pasar Baru Permai Banjarmasin. Jenis penelitian
ini adalah penelitian bersifat deskriptif. Metode penelitian yang digunakan yaitu
metode analisis kualitatif dengan kromatografi lapis tipis. Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Kimia Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin dari tanggal 15 – 19 Juni
2017. Teknik sampling yang digunakan yaitu sampling jenuh. Sampel di ambil dari
toko obat di Pasar Baru Permai Banjarmasin, didapatkan 15 sampel jamu pegal linu
dengan merek berbeda. Analisis KLT menggunakan eluen dari campuran etil asetat,
metanol, dan ammonia dengan perbandingan 85:10:5 dan plat KLT silica gel GF254
dengan Rf Ibuprofen yaitu 0,87. Dari hasil penelitian didapatkan 14 dari 15 sampel
atau 93,3% dari total sampel mengandung Ibuprofen.

Kata Kunci : Ibuprofen, Jamu Pegal Linu, KLT

ABSTRACT

Ibuprofen is a medicine to relieve pain, fever, inflammation such as rheumatism


and gout. The most dangerous side effects when used in the long term or in high doses can
cause damage to the gastrointestinal tract and bleeding. The purpose of this research is to
know the presence or absence of Ibuprofen content in jamu pegal linu which is circulating
in market Baru Permai Banjarmasin. The type of research is descriptive. The method used
is qualitative analysis with thin layer chromatography. The research was conducted at
ISFI Banjarmasin Pharmacy Laboratory from 15-19 June 2017. The sampling technique
used was saturated sampling. Samples are taken from pharmacies in the in pasar Baru
Permai Banjarmasin. The researcher obtained 15 herbal samples with various brands.
TLC analysis used eluent from mixture of ethyl acetate, methanol, and ammonia with ratio

Volume 04, Nomor 02 (2017) Jurnal Pharmascience


33

85: 10: 5 and KLT silica gel plate GF254 with Rf Ibuprofen was 0.87. From the results
obtained 14 of 15 samples or 93.3% of the total sample positively contained Ibuprofen
Keywords: Ibuprofen, Pegal Linu Herbal Medicine, TLC

I. PENDAHULUAN atau sintetik berkhasiat obat (BPOM,


Jamu merupakan obat tradisional 2005). Dikarenakan penggunaan bahan
indonesia yang paling sering di konsumsi, kimia obat dalam obat tradisional telah
dilihat dari banyaknya beredar jamu melanggar Undang-Undang No. 36 Tahun
dengan merek dan produsen tertentu. Jamu 2009 tentang Kesehatan dan Undang-
ini banyak dijual di pasar-pasar Indonesia Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
dalam bentuk serbuk siap seduh atau Perlindungan Konsumen.
dalam bentuk rebusan segar yang biasanya Menurut Badan Pengawas Obat
dijajakan para penjual jamu gendong. Pada dan Makanan (2006) Bahan Kimia Obat
umumnya jamu dalam kelompok ini (BKO) yang sering ditambahkan pada
diracik berdasarkan resep peninggalan jamu yaitu obat-obat yang termasuk ke
leluhur yang belum diteliti secara ilmiah dalam golongan NSAID (Non Steroidal
yang mana khasiat dan keamanannya Anti Inflammatory Drugs) seperti
hanya diketahui secara empiris (Yuliarti, Ibuprofen, Fenilbutazon, Antalgin,
2008). Natrium Diklofenak, Piroksikam,
Sejalan dengan perkembangan obat Parasetamol, Prednison dan
tradisonal yang semakin pesat, juga dipicu Deksametason. Bahan-bahan tersebut jika
persaingan yang semakin ketat cenderung digunakan tanpa pengawasan dokter dapat
membuat industri obat tradisional menimbulkan berbagai masalah kesehatan
menghalalkan segala cara untuk tetap pada konsumen.
bertahan hidup. Pencampuran obat Konsumsi jamu di Banjarmasin
tradisional dengan bahan-bahan kimia tergolong tinggi, dikarenakan efek terapi
berbahaya sering dilakukan untuk yang dihasilkan oleh jamu terbilang lambat
menjadikan obat tradisional tersebut menjadikan masyarakat mengkonsumsi
semakin berkhasiat secara instan jamu tersebut secara terus-menerus untuk
(Hermanto, 2007). Pemerintah jelas telah mendapatkan efek yang diharapkan. Akan
melarang produksi dan peredaran produk tetapi, jamu yang sekarang beredar di
obat tradisional yang dicemari bahan kimia pasaran banyak dicampur dengan bahan
obat, salah satunya adalah larangan kimia obat oleh produsen-produsen obat
menggunakan bahan kimia hasil isolasi tradisional yang ingin mendapatkan

Volume 05, Nomor 01 (2018) Jurnal Pharmascience


34

keuntungan besar. Salah satu jamu yang Banjarmasin dengan menggunakan metode
sering dicampur dengan bahan kimia obat sampling jenuh.
adalah jamu pegal linu. Dimana, bahan A. Tempat dan Waktu Penelitian
kimia obat yang biasanya dicampurkan ke Penelitian dilaksanakan di
dalam jamu pegal linu tersebut adalah Laboratorium Kimia Akademi Farmasi
ibuprofen. ISFI Banjarmasin. Jl. Flamboyan III
Ibuprofen memiliki sifat antipiretik No.7B Sungai Miai, Banjarmasin Utara.
yang meragsang pusat pengaturan panas di Waktu penelitian dilaksanakan pada
sehingga mengakibatkan vasodilatasi tanggal 15-19 Juni 2017.
perifer dengan bertambahnya pengeluaran
panas yang disertai dengan keluarnya B. Alat Dan Bahan
banyak keringat (Tjay dan Rahardja, Alat yang digunakan dalam
2008). Menurut hasil penelitian Saptarini penelitian ini adalah batang pengaduk,
N.M, dkk (2009) tentang “Analisis Bahan benang kasur, corong, bejana KLT
Kimia Obat Ibuprofen dalam sediaan Jamu (Chamber), gelas beker (Duran, germany),
yang beredar di Kabupaten Bandung gelas ukur (Iwaki, Indonesia), oven, pipa
Barat” dari 10 sampel jamu ada 9 sampel kapiler (Superior merienfeld), timbangan
yang mengandung Ibuprofen, (Ohaus CL series), erlenmeyer (Duran,
Berdasarkan uraian diatas Germany) lampu UV 254 nm dan 366 nm,
diperlukan penelitian lanjutan sebagai plat KLT GF254 (Macherey-Nagel,
bahan evaluasi untuk mengetahui apakah Germany). Bahan yang digunakan dalam
jamu pegal linu yang dijual di Pasar Baru penelitian ini adalah jamu pegal linu dalam
Permai Banjarmasin mengandung bahan kemasan sachet dan kapsul, senyawa
kimia obat berupa Ibuprofen. standar ibuprofen, etanol 96%, etil asetat,
ammonia dan metanol.
II. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah secara C. Pengujian Kromatografi Lapis Tipis
deskriptif. Penelitian ini menggunakan Sampel yang diteliti yaitu jamu
pemeriksaan laboratorium secara kualitatif pegal linu dalam kemasan sachet dan
dengan metode Kromatografi Lapis Tipis. kapsul dengan merek dagang yang berbeda
Populasi dan sampel pada penelitian ini yang dikumpulkan pada bulan Mei 2017 di
adalah keseluruhan jamu pegal linu toko obat yang ada di wilayah Pasar Baru
sediaan serbuk dalam kemasan sachet dan Permai Banjarmasin. Setelah
kapsul yang dijual di Pasar Baru Permai dikumpulkan, sampel didata mereknya

Volume 05, Nomor 01 (2018) Jurnal Pharmascience


35

kemudian diberi kode agar mempermudah dengan nilai Rf sampel yang akan diuji
dalam proses pendataan. Pada penelitian (Rahmi, 2016). Kontrol negatif larutan
ini didapatkan 15 sampel. yang digunakan adalah etanol yang
Orientasi pelarut dilakukan dengan bertujuan untuk memastikan bahwa
menggunakan pelarut metanol dan etanol. kontrol negatif tidak terkontaminasi.
Pelarut yang dipilih berdasarkan hasil Selanjutnya dimasukkan fase gerak
orientasi yaitu etanol karena sampel larut campuran Etil Asetat:Metanol:Ammonia
dengan sempurna di dalam etanol, (85:10:5), jenuhkan bejana (Chamber)
sedangkan sampel yang dilarutkan di ukuran 20x20 cm. Lakukan penotolan
dalam metanol menghasilkan warna keruh larutan sampel jamu (A), kontrol positif
karena tidak larut secara sempurna. Tahap (B) dan Kontrol Negatif (C) pada fase
selanjutnya yaitu preparasi sampel masing- diam (Silika Gel) GF254 ukuran 10.10 cm
masing sampel ditimbang sebanyak 1 menggunakan bantuan pipa kapiler,
gram. Sampel dimasukkan ke dalam gelas Kemudian plat KLT dimasukkan ke dalam
beker dan ditambahkan 10 mL etanol bejana yang sudah dijenuhkan. Bercak
untuk membasahi seluruh bagian sampel yang terbentuk dilihat menggunakan sinar
jamu, sampel kemudian diaduk sempurna UV254 nm dan sinar UV366 nm. Hitung
menggunakan batang pengaduk. Larutan nilai Rf yang diperoleh masing-masing
sampel kemudian disaring menggunakan sampel dan dibandingkan dengan nilai Rf
kertas saring sebanyak 2 kali untuk kontrol positif (Gandjar dan Abdul, 2012).
menghindari partikel serbuk jamu yang
mengganggu saat melakukan penotolan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
pada plat KLT menggunakan pipa kapiler. Analisa kualitatif dilakukan untuk
Filtrat dimasukkan dalam tabung reaksi mengetahui keberadaan Ibuprofen pada
dan diberi label sesuai kode sampel untuk sampel jamu pegal linu yang dijual di
memudahkan proses pengujian. Pasar Baru Permai Banjarmasin dengan
Pada penelitian ini kontrol positif menggunakan metode Kromatografi Lapis
yang digunakan adalah Ibuprofen pro Tipis (KLT). Pemilihan metode ini karena
analysis. Kontrol positif dibuat dengan lebih sederhana digunakan, mudah
menimbang Ibuprofen sebanyak 1 gram dilakukan, jumlah bahan yang digunakan
dan larutkan dalam 10 mL etanol aduk sedikit serta lebih akurat jika dibandingkan
hingga larut dalam tabung reaksi dan beri dengan melakukan reaksi kimia.
label. Pembuatan kontrol positif bertujuan Sedangkan kekurangan metode ini tidak
untuk membandingkan nilai Rf Ibuprofen efektif untuk skala besar karena akan

Volume 05, Nomor 01 (2018) Jurnal Pharmascience


36

memerlukan banyak plat sehingga biaya Hasil analisis pada 15 sampel diperoleh
menjadi mahal, pada satu kali percobaan bahwa 14 sampel atau 93,3% dari sampel
hanya bisa mengidentifikasi satu senyawa positif mengandung Ibuprofen, hasil ini
dan hanya bisa untuk analisa kualitatif ditentukan dari penampak bercak pada
(Mangoloi, 2011) sinar ultraviolet panjang gelombang 254
Analisis KLT dimulai dari proses nm. Dibawah ini merupakan hasil
penentuan Rf Ibuprofen dengan cara pengujian sampel secara kualitatif yang
menotolkan kontrol positif pada ujung kiri disajikan dalam bentuk gambar dan tabel.
dan kanan pada satu plat KLT dengan
sampel. Penotolan sampel harus dilakukan
dengan hati-hati dan ditotolkan secara
bertahap, hal ini dimaksudkan agar
diameter penotolan tidak terlalu besar yang
mengakibatkan elusi akan melebar ke
daerah penotolan disampingnya, kemudian
plat KLT yang telah ditotolkan dielusikan
dalam bejana jenuh dengan ukuran 10x10
jarak rambatnya 8 cm dan jarak antar
Tabel 1. Hasil Analisa Kualitatif Sampel
totolan 1 cm. Hasil elusi kemudian dilihat Nilai Rf Jarak
No. Kode Hasil Kontrol Replikasi Replikasi Rambat
pada sinar ultraviolet 254 nm. Penampak Sampel positif 1 2
1. 1 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
bercak Ibuprofen pada sinar ultraviolet 2. 2 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
3. 3 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
terlihat pada panjang gelombang 254 nm, 4. 4 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
5. 5 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
6. 6 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
lempeng berwarna terang sehingga bercak 7. 7 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
8. 8 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
totolan terlihat lebih jelas dan didapatkan 9. 9 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
10. 10 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
Rf yaitu 0,87 yang berarti relatif besar. 11. 11 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
12. 12 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
Hal ini dapat dikarenakan sifat Ibuprofen 13. 13 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
14. 14 - 0,87 0,25 0,25 2 cm
15. 15 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
yang bersifat polar sehingga mengikuti
Keterangan : + = Positif mengandung Ibuprofen
kenaikan eluen ke atas maka hasil Rf yang - = Negatif mengandung Ibuprofen
didapatkan pun juga besar (Hayatulhaya,
2009). Proses analisis sampel dilakukan Berdasarkan tabel diatas didapatkan
sebanyak 2 kali replikasi. Adapun tujuan hasil bahwa 14 dari 15 sampel atau 93,3%
dari replikasi tersebut untuk meningkatkan dari sampel jamu pegal linu yang dijual di
akurasi, presisi dan validitas hasil senyawa Pasar Baru Permai Banjarmasin memiliki
pada sampel (Rahmi, 2016) Rf yang sama dengan standar Ibuprofen

Volume 05, Nomor 01 (2018) Jurnal Pharmascience


37

yaitu 0,87 yang berarti positif mengandung informasi kepada BPOM untuk lebih
Ibuprofen. Hal ini membuktikan bahwa sering melakukan pengawasan secara
masih banyak oknum produsen jamu yang berkala terhadap peredaran jamu pegal linu
dengan sengaja menambahkan bahan yang di jual di Pasar Baru Permai
kimia obat Ibuprofen dalam jamu Banjarmasin.
olahannya. Penambahan ibuprofen dalam
campuran jamu pegal linu ini tidak dapat IV. KESIMPULAN
dilihat secara organoleptis atau dilihat dari Berdasarkan hasil penelitian yang
perbedaan fisiknya hal ini disebabkan telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
karena ibuprofen berupa serbuk hablur bahwa sebanyak 14 dari 15 sampel atau
berwarna putih sedangkan serbuk jamunya 93,3% jamu pegal linu dalam kemasan
berwarna kuning. Penambahan ibuprofen sachet dan kapsul yang dijual di Pasar
bertujuan untuk mempercepat efek Baru Permai Banjarmasin positif
menghilangkan rasa nyeri. Ibuprofen mengandung Ibuprofen.
memiliki indikasi sebagai analgetik,
antipiretik dan anti-inflamasi, Ibuprofen DAFTAR PUSTAKA
yang ditambahkan dalam jamu pegal linu
bisa saja tidak sesuai takaran yaitu 200- BBPOM., 2005, Keputusan Kepala Badan
POM No. HK.00.05.41.1384 tentang
400 mg secara oral setiap 4 -6 jam,
Kriteria dan Tata Laksana
maksimum pemberian per hari yaitu 1200 Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka,
mg penggunan jangka panjang dapat
Balai Besar Pengawas Obat dan
menyebabkan kerusakan permukaan Makanan, Jakarta.
BBPOM., 2006, Keputusan Kepala Badan
saluran gastrointestinal dan pendarahan
POM No. KH.00.01.1.5116 tentang
(Tjay dan Kirana, 2007). Walaupun kadar Obat Tradisional Mengandung
Bahan Kimia Obat, Balai Besar
Ibuprofen sesuai dengan dosis terapi,
Pengawas Obat dan Makanan,
Ibuprofen mutlak tidak boleh terdapat pada Jakarta.
Gandjar, I.G., dan Abdul R., 2012, Kimia
jamu pegal linu sesuai dengan Badan POM
Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
RI No. KH.00.01.43.2772/2008 tentang Yogyakarta.
Hermanto, N., dan Muhammad, A.S., 2007,
obat tradisional mengandung Bahan Kimia
Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Efek
Obat (BPOM, 2006). Samping, Elex Media Komputindo,
Jakarta.
Penelitian ini diharapkan masyarakat
Hayatulhaya, B. 2009, Pemeriksaan
dapat lebih waspada dalam memilih jamu Kemungkinan Adanya Bahan Asing
Pada Jamu Antu Rematik, Skripsi,
pegal linu yang dijual di pasaran dan hasil
Universitas Indonesia, Jakarta
penelitian ini juga dapat dijadikan bukti

Volume 05, Nomor 01 (2018) Jurnal Pharmascience


38

Mangoloi, S., 2011, Analisis Kandungan


Rhodamin B sebagai pewarna pada
sediaan lipstik yang ada di
masyarakat, Medan, Indonesia.
Rahmi, A. 2016, Analisis Kualitatif
Parasetamol dakam Jamu Pegal Linu
yang di Jual di Kecamatan Sati
Secara Kromatografi Lapis Tipis,
Karya Tulis Ilmiah, Akademi
Farmasi ISFI, Banjarmasin
Saptarini N.M, dkk, 2009, Analisis Bahan
Kimia Obat Ibuprofen dalam sediaan
Jamu Yang Beredar di Kabupaten
Bandung Barat, Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran, Bandung
Barat
Tjay, T.H., dan Kirana, R., 2007, Obat-
Obat Penting, PT. Elex Media
Komputindo, Yogyakarta.
Yuliarti, N., 2008, Tips Cerdas
Mengkonsumsi Jamu, Banyu Media,
Yogyakarta.

Volume 05, Nomor 01 (2018) Jurnal Pharmascience

Anda mungkin juga menyukai