Anda di halaman 1dari 37

RIVIEW JURNAL

“Teknik Sampling Produk Kesehatan di Kawasan Wisata”

DOSEN PEMBIMBING :
G.A.Md Ratih KRD.,S.Fam.Apt.M.Farm

DISUSUN OLEH :
Yosefa Sastriani ( P07134019111)
Semester VC

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN AJARAN 2021/2022
Judul jurnal yang saya review :
1. Analisis Kualitatif Kandungan Ibuprofen Dalam Jamu Pegal Linu Yang Beredar Di
Pasar Baru Permai Banjarmasin
2. Aktivitas Fisik dan Konsumsi Kedelai Pada Remaja Putri Yang Mengalami
Premensual Syndrome Di SMKN 10 Surabaya
3. Analisis Willingness To Pay Beras Organik Aromatik “Botanik” Gapoktan
AlBarokah Di Kabupaten Bondowoso

a. Metode
Jurnal 1 : Jenis penelitian ini adalah secara deskriptif. Penelitian ini menggunakan
pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.
Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah keseluruhan jamu pegal linu sediaan
serbuk dalam kemasan sachet dan kapsul yang dijual di Pasar Baru Permai Banjarmasin
dengan menggunakan metode sampling jenuh (Eka Kumalasari, 2018)

Jurnal 2 : Jenis penelitian ini adalah observasional analitik, dengan desain penelitian
cross-sectional. Menurut Notoatmodjo (2002) cross-sectional adalah suatu penelitian
untuk memperoleh gambaran pola penyakit dan determinandeterminan pada populasi
sasaran dengan pengumpulan data pada suatu saat tertentu (point time approach). (Eva
Flourentina Kusumawardani, 2017)

Jurnal 3 : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik.
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau deskripsi atas suatu
data yang dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum
(Nur, 2012). Metode analitik adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan
alat analisis yaitu dalam penelitian ini adalah analisis nilai WTP beras organik aromatik
Gapoktan Al-Barokah menggunakan CVM dan regresi linier berganda untuk mengetahui
pengaruh dari karakteristik konsumen terhadap kesediaan membayar konsumen. (Elrey
All Habib, 2020)

b. Teknik Sampling/Teknik Analisa


Jurnal 1 : Analisis KLT dimulai dari proses penentuan Rf Ibuprofen dengan cara
menotolkan kontrol positif pada ujung kiri dan kanan pada satu plat KLT dengan sampel.
Penotolan sampel harus dilakukan dengan hati-hati dan ditotolkan secara bertahap, hal ini
dimaksudkan agar diameter penotolan tidak terlalu besar yang mengakibatkan elusi akan
melebar ke daerah penotolan disampingnya, kemudian plat KLT yang telah ditotolkan
dielusikan dalam bejana jenuh dengan ukuran 10x10 jarak rambatnya 8 cm dan jarak
antar totolan 1 cm. Hasil elusi kemudian dilihat pada sinar ultraviolet 254 nm. Penampak
bercak Ibuprofen pada sinar ultraviolet terlihat pada panjang gelombang 254 nm,
lempeng berwarna terang sehingga bercak totolan terlihat lebih jelas dan didapatkan Rf
yaitu 0,87 yang berarti relatif besar. Hal ini dapat dikarenakan sifat Ibuprofen yang
bersifat polar sehingga mengikuti kenaikan eluen ke atas maka hasil Rf yang didapatkan
pun juga besar (Eka Kumalasari, 2018)

Jurnal 2 : Kadar estrogen tinggi mempengaruhi terjadinya PMS. Kelompok fi toestrogen


seperti isoflavon dalam kedelai bekerja mirip dengan 17ß-estradiol. Mekanisme senyawa
ini bekerja secara antagonis dengan hormon estrogen dalam tubuh, sehingga
ketidakseimbangan estrogen saat fase luteal dapat ditekan. Akibatnya, gejala PMS dapat
berkurang (Nagata, dkk, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Lu, dkk. (2001)
menunjukkan bahwa puncak peningkatan 17ß-estradiol pada fase folikular ditekan
sebesar 24% selama pemberian diet kedelai. Diet soy isofl avon yang mengandung 14%
energi yang berasal dari 6,5% protein kedelai atau setara dengan mengonsumsi < 5 mg
isofl avon/ hari secara efektif dapat mengurangi tingkat sirkulasi 17ß-estradiol dan
progesteron selama periode menstruasi. (Eva Flourentina Kusumawardani, 2017)

Jurnal 3 : Metode analisis data yang digunakan pada rumusan masalah karakteristik
konsumen adalah dengan analisis deskriptif mendeskripsikan dan memberikan gambaran
mengenai responden-reponden pada penelitian ini berdasarkan karakteristk demografi
meliputi usia, jenis kelamin, kepedulian pangan, pendidikan, jenis pekerjaan, dan
pendapatan perbulan. Rumusan masalah kedua mengenai harga yang bersedia konsumen
bayarkan dianalisis dengan Willingness to Pay. Analisis kuantitatif digunakan untuk
menganalisis berapa harga yang bersedia konsumen bayar (WTP) terhadap beras organik
aromatik Botanik menggunakan metode CVM. Menurut (Fauzi, 2004), metode CVM
dilakukan melalui 5 tahapan yaitu Membuat hipotesis pasar, mendapatkan nilai lelang,
menghitung rataan WTP, memperkirakan kurva lelang, dan mengagregatkan data.
Analisis yang digunakan untuk rumusan masalah faktor-faktor yang mempengaruhi niali
WTP yaitu menggunakan analisis regresi linier berganda dengan langkah yakni
menganalisis regresi dan uji asumsi klasik. (Elrey All Habib, 2020)

c. Keuntungan dan Kelemahan


Keuntungan dari jurnal yang saya review adalah memaparkan secara jelas dan lengkap
mulai dari pendahuluan atau latar belakang dari permasalahan dan menjelaskan metode
metode tersebut. Dalam penulisan jurnal juga sangat teratur dan mudah dipahami.

Kelemahan,adapun kelemahan dari jurnal tersebut adalah space tulisan tidak teratur,tiap
paragraph ada yang menjorok kedalam.
DAFTAR PUSTAKA

Eka Kumalasari, L. F. (2018). Analisis Kualitatif Kandungan Ibuprofen Dalam Jamu Pegal Linu Yang
Beredar di Pasar Baru Permai Banjarmasin. Jurnal Pharmascience, Vol. 05 , No.01, Februari
2018, hal: 32 - 38 ISSN-Print. 2355 – 5386 ISSN-Online. 2460-9560, 32-38.
Elrey All Habib, E. A. (2020). ANALISIS WILLINGNESS TO PAY BERAS ORGANIK AROMATIK “BOTANIK”
GAPOKTAN AL-BAROKAH DI KABUPATEN BONDOWOSO. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian
(2020) 13(1): 38-52, 38-52.

Eva Flourentina Kusumawardani, A. C. (2017). AKTIVITAS FISIK DAN KONSUMSI KEDELAI PADA
REMAJA PUTRI YANG MENGALAMI PREMENSTRUAL SYNDROME DI SMKN 10 SURABAYA.
Jurnal Media Gizi Indonesia Vol 12 No 1, 54-63.
32
Jurnal Pharmascience, Vol. 05 , No.01, Februari 2018, hal: 32 - 38
ISSN-Print. 2355 – 5386
ISSN-Online. 2460-9560
http://jps.unlam.ac.id/
Research Article

Analisis Kualitatif Kandungan Ibuprofen Dalam


Jamu Pegal Linu Yang Beredar di Pasar Baru
Permai Banjarmasin
* Eka Kumalasari, Linda Fitria Wahyuni, Riza Alfian

Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin


*Email: ekakumalasari260989@gmail.com

ABSTRAK

Ibuprofen merupakan obat yang berkhasiat untuk menghilangkan nyeri,


menurunkan demam, peradangan seperti rematik dan encok. Efek samping yang paling
bahaya jika digunakan dalam jangka panjang atau dalam dosis tinggi dapat
menyebabkan kerusakan permukaan saluran gastrointestinal dan pendarahan. Tujuan
dilakukan penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan Ibuprofen
pada jamu pegal linu yang beredar di pasar Baru Permai Banjarmasin. Jenis penelitian
ini adalah penelitian bersifat deskriptif. Metode penelitian yang digunakan yaitu
metode analisis kualitatif dengan kromatografi lapis tipis. Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Kimia Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin dari tanggal 15 – 19 Juni
2017. Teknik sampling yang digunakan yaitu sampling jenuh. Sampel di ambil dari
toko obat di Pasar Baru Permai Banjarmasin, didapatkan 15 sampel jamu pegal linu
dengan merek berbeda. Analisis KLT menggunakan eluen dari campuran etil asetat,
metanol, dan ammonia dengan perbandingan 85:10:5 dan plat KLT silica gel GF254
dengan Rf Ibuprofen yaitu 0,87. Dari hasil penelitian didapatkan 14 dari 15 sampel
atau 93,3% dari total sampel mengandung Ibuprofen.

Kata Kunci : Ibuprofen, Jamu Pegal Linu, KLT

ABSTRACT

Ibuprofen is a medicine to relieve pain, fever, inflammation such as rheumatism


and gout. The most dangerous side effects when used in the long term or in high doses can
cause damage to the gastrointestinal tract and bleeding. The purpose of this research is to
know the presence or absence of Ibuprofen content in jamu pegal linu which is circulating
in market Baru Permai Banjarmasin. The type of research is descriptive. The method used
is qualitative analysis with thin layer chromatography. The research was conducted at
ISFI Banjarmasin Pharmacy Laboratory from 15-19 June 2017. The sampling technique
used was saturated sampling. Samples are taken from pharmacies in the in pasar Baru
Permai Banjarmasin. The researcher obtained 15 herbal samples with various brands.
Volume , Nomor Jurnal Pharmascience
33

TLC analysis used eluent from mixture of ethyl acetate, methanol, and ammonia with ratio

04 02 (2017)
85: 10: 5 and KLT silica gel plate GF254 with Rf Ibuprofen was 0.87. From the results
obtained 14 of 15 samples or 93.3% of the total sample positively contained Ibuprofen
Keywords: Ibuprofen, Pegal Linu Herbal Medicine, TLC
menggunakan bahan kimia hasil isolasi
atau sintetik berkhasiat obat (BPOM,
I. PENDAHULUAN
2005). Dikarenakan penggunaan bahan
Jamu merupakan obat tradisional
kimia obat dalam obat tradisional telah
indonesia yang paling sering di konsumsi,
melanggar Undang-Undang No. 36 Tahun
dilihat dari banyaknya beredar jamu
2009 tentang Kesehatan dan
dengan merek dan produsen tertentu. Jamu
UndangUndang No. 8 Tahun 1999 tentang
ini banyak dijual di pasar-pasar Indonesia
Perlindungan Konsumen.
dalam bentuk serbuk siap seduh atau
Menurut Badan Pengawas Obat
dalam bentuk rebusan segar yang biasanya
dan Makanan (2006) Bahan Kimia Obat
dijajakan para penjual jamu gendong. Pada
(BKO) yang sering ditambahkan pada
umumnya jamu dalam kelompok ini
jamu yaitu obat-obat yang termasuk ke
diracik berdasarkan resep peninggalan
dalam golongan NSAID (Non Steroidal
leluhur yang belum diteliti secara ilmiah
Anti Inflammatory Drugs) seperti
yang mana khasiat dan keamanannya
Ibuprofen, Fenilbutazon, Antalgin,
hanya diketahui secara empiris (Yuliarti,
Natrium Diklofenak, Piroksikam,
2008).
Parasetamol, Prednison dan
Sejalan dengan perkembangan obat
Deksametason. Bahan-bahan tersebut
tradisonal yang semakin pesat, juga dipicu
jika digunakan tanpa pengawasan dokter
persaingan yang semakin ketat cenderung
dapat menimbulkan berbagai masalah
membuat industri obat tradisional
kesehatan pada konsumen.
menghalalkan segala cara untuk tetap
Konsumsi jamu di Banjarmasin
bertahan hidup. Pencampuran obat
tergolong tinggi, dikarenakan efek terapi
tradisional dengan bahan-bahan kimia
yang dihasilkan oleh jamu terbilang
berbahaya sering dilakukan untuk
lambat menjadikan masyarakat
menjadikan obat tradisional tersebut
mengkonsumsi jamu tersebut secara
semakin berkhasiat secara instan
terus-menerus untuk mendapatkan efek
(Hermanto, 2007). Pemerintah jelas telah
yang diharapkan. Akan tetapi, jamu yang
melarang produksi dan peredaran produk
sekarang beredar di pasaran banyak
obat tradisional yang dicemari bahan
dicampur dengan bahan kimia obat oleh
kimia obat, salah satunya adalah larangan

Volume 05, Nomor 01 (2018) Jurnal Pharmascience


34

produsen-produsen obat tradisional yang sediaan serbuk dalam kemasan sachet dan
ingin mendapatkan keuntungan besar. kapsul yang dijual di Pasar Baru Permai
Salah satu jamu yang sering dicampur Banjarmasin dengan menggunakan metode
dengan bahan kimia obat adalah jamu sampling jenuh. A. Tempat dan Waktu
pegal linu. Dimana, bahan kimia obat Penelitian
yang biasanya dicampurkan ke dalam Penelitian dilaksanakan di
jamu pegal linu tersebut adalah Laboratorium Kimia Akademi Farmasi
ibuprofen. ISFI Banjarmasin. Jl. Flamboyan III No.7B
Ibuprofen memiliki sifat antipiretik Sungai Miai, Banjarmasin Utara. Waktu
yang meragsang pusat pengaturan panas di penelitian dilaksanakan pada tanggal
sehingga mengakibatkan 15-19 Juni 2017.
vasodilatasi perifer dengan bertambahnya
pengeluaran panas yang disertai dengan B. Alat Dan Bahan
keluarnya banyak keringat (Tjay dan Alat yang digunakan dalam
Rahardja, 2008). Menurut hasil penelitian penelitian ini adalah batang pengaduk,
Saptarini benang kasur, corong, bejana KLT
N.M, dkk (2009) tentang “Analisis Bahan (Chamber), gelas beker (Duran,
Kimia Obat Ibuprofen dalam sediaan Jamu germany), gelas ukur (Iwaki, Indonesia),
yang beredar di Kabupaten Bandung oven, pipa kapiler (Superior merienfeld),
Barat” dari 10 sampel jamu ada 9 sampel timbangan (Ohaus CL series),
yang mengandung Ibuprofen, erlenmeyer (Duran, Germany) lampu
Berdasarkan uraian diatas UV 254 nm dan 366 nm, plat KLT
diperlukan penelitian lanjutan sebagai GF254 (Macherey-Nagel, Germany).
bahan evaluasi untuk mengetahui apakah Bahan yang digunakan dalam penelitian
jamu pegal linu yang dijual di Pasar Baru ini adalah jamu pegal linu dalam
Permai Banjarmasin mengandung bahan kemasan sachet dan kapsul, senyawa
kimia obat berupa Ibuprofen. standar ibuprofen, etanol 96%, etil
asetat, ammonia dan metanol.
II. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah secara C. Pengujian Kromatografi Lapis Tipis
deskriptif. Penelitian ini menggunakan Sampel yang diteliti yaitu jamu
pemeriksaan laboratorium secara kualitatif pegal linu dalam kemasan sachet dan
dengan metode Kromatografi Lapis Tipis. kapsul dengan merek dagang yang
Populasi dan sampel pada penelitian ini berbeda yang dikumpulkan pada bulan
adalah keseluruhan jamu pegal linu

Volume 05, Nomor 01 (2018) Jurnal Pharmascience


35

Mei 2017 di toko obat yang ada di hingga larut dalam tabung reaksi dan beri
wilayah Pasar Baru label. Pembuatan kontrol positif bertujuan
Permai Banjarmasin. Setelah untuk membandingkan nilai Rf Ibuprofen
dikumpulkan, sampel didata mereknya dengan nilai Rf sampel yang akan diuji
kemudian diberi kode agar mempermudah (Rahmi, 2016). Kontrol negatif larutan
dalam proses pendataan. Pada penelitian yang digunakan adalah etanol yang
ini didapatkan 15 sampel. bertujuan untuk memastikan bahwa
Orientasi pelarut dilakukan dengan kontrol negatif tidak terkontaminasi.
menggunakan pelarut metanol dan etanol. Selanjutnya dimasukkan fase gerak
Pelarut yang dipilih berdasarkan hasil campuran Etil Asetat:Metanol:Ammonia
orientasi yaitu etanol karena sampel larut (85:10:5), jenuhkan bejana (Chamber)
dengan sempurna di dalam etanol, ukuran 20x20 cm. Lakukan penotolan
sedangkan sampel yang dilarutkan di larutan sampel jamu (A), kontrol positif
dalam metanol menghasilkan warna keruh (B) dan Kontrol Negatif (C) pada fase
karena tidak larut secara sempurna. Tahap diam (Silika Gel) GF254 ukuran 10.10 cm
selanjutnya yaitu preparasi sampel menggunakan bantuan pipa kapiler,
masingmasing sampel ditimbang sebanyak Kemudian plat KLT dimasukkan ke dalam
1 gram. Sampel dimasukkan ke dalam bejana yang sudah dijenuhkan. Bercak
gelas beker dan ditambahkan 10 mL etanol yang terbentuk dilihat menggunakan sinar
untuk membasahi seluruh bagian sampel UV254 nm dan sinar UV366 nm. Hitung
jamu, sampel kemudian diaduk sempurna nilai Rf yang diperoleh masing-masing
menggunakan batang pengaduk. Larutan sampel dan dibandingkan dengan nilai Rf
sampel kemudian disaring menggunakan kontrol positif (Gandjar dan Abdul, 2012).
kertas saring sebanyak 2 kali untuk
menghindari partikel serbuk jamu yang III. HASIL DAN PEMBAHASAN
mengganggu saat melakukan penotolan Analisa kualitatif dilakukan
pada plat KLT menggunakan pipa kapiler. untuk mengetahui keberadaan Ibuprofen
Filtrat dimasukkan dalam tabung reaksi pada sampel jamu pegal linu yang dijual
dan diberi label sesuai kode sampel untuk di Pasar Baru Permai Banjarmasin
memudahkan proses pengujian. dengan menggunakan metode
Pada penelitian ini kontrol positif Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
yang digunakan adalah Ibuprofen pro Pemilihan metode ini karena lebih
analysis. Kontrol positif dibuat dengan sederhana digunakan, mudah dilakukan,
menimbang Ibuprofen sebanyak 1 gram jumlah bahan yang digunakan sedikit
dan larutkan dalam 10 mL etanol aduk serta lebih akurat jika dibandingkan

Volume 05, Nomor 01 (2018) Jurnal Pharmascience


36

dengan melakukan reaksi kimia. akurasi, presisi dan validitas hasil senyawa
Sedangkan kekurangan metode ini tidak pada sampel (Rahmi, 2016)
efektif untuk skala besar karena akan Hasil analisis pada 15 sampel diperoleh
memerlukan banyak plat sehingga biaya bahwa 14 sampel atau 93,3% dari
menjadi mahal, pada satu kali percobaan sampel positif mengandung Ibuprofen,
hanya bisa mengidentifikasi satu hasil ini ditentukan dari penampak
senyawa dan hanya bisa untuk analisa bercak pada sinar ultraviolet panjang
kualitatif (Mangoloi, 2011) gelombang 254 nm. Dibawah ini
Analisis KLT dimulai dari proses merupakan hasil pengujian sampel
penentuan Rf Ibuprofen dengan cara secara kualitatif yang disajikan dalam
menotolkan kontrol positif pada ujung kiri bentuk gambar dan tabel.
dan kanan pada satu plat KLT dengan
sampel. Penotolan sampel harus dilakukan
dengan hati-hati dan ditotolkan secara
bertahap, hal ini dimaksudkan agar
diameter penotolan tidak terlalu besar
yang mengakibatkan elusi akan melebar ke
daerah penotolan disampingnya, kemudian
plat KLT yang telah ditotolkan dielusikan
dalam bejana jenuh dengan ukuran 10x10
jarak rambatnya 8 cm dan jarak antar
Tabel 1. Hasil Analisa Kualitatif Sampel
totolan 1 cm. Hasil elusi kemudian dilihat No. Kode Hasil Nilai Rf Jarak
Sampel Kontrol Replikasi Replikasi Rambat
pada sinar ultraviolet 254 nm. Penampak positif 1 2
1. 1 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
bercak Ibuprofen pada sinar ultraviolet 2. 2 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
3. 3 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
terlihat pada panjang gelombang 254 nm, 4. 4 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
5. 5 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
lempeng berwarna terang sehingga bercak 6. 6 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
7. 7 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
totolan terlihat lebih jelas dan didapatkan 8. 8 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
9. 9 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
10. 10 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
Rf yaitu 0,87 yang berarti relatif besar. 11. 11 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
12. 12 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
Hal ini dapat dikarenakan sifat Ibuprofen 13. 13 + 0,87 0,87 0,87 7 cm
14. 14 - 0,87 0,25 0,25 2 cm
yang bersifat polar sehingga mengikuti 15. 15 + 0,87 0,87 0,87 7 cm

kenaikan eluen ke atas maka hasil Rf yang Keterangan : + = Positif mengandung Ibuprofen
- = Negatif mengandung Ibuprofen
didapatkan pun juga besar (Hayatulhaya,
2009). Proses analisis sampel dilakukan Berdasarkan tabel diatas
sebanyak 2 kali replikasi. Adapun tujuan didapatkan hasil bahwa 14 dari 15
dari replikasi tersebut untuk meningkatkan sampel atau 93,3% dari sampel jamu

Volume 05, Nomor 01 (2018) Jurnal Pharmascience


37

pegal linu yang dijual di Pasar Baru Penelitian ini diharapkan masyarakat
Permai Banjarmasin memiliki Rf yang dapat lebih waspada dalam memilih jamu
sama dengan standar Ibuprofen yaitu pegal linu yang dijual di pasaran dan hasil
0,87 yang berarti positif mengandung penelitian ini juga dapat dijadikan bukti
Ibuprofen. Hal ini membuktikan bahwa informasi kepada BPOM untuk lebih
masih banyak oknum produsen jamu sering melakukan pengawasan secara
yang dengan sengaja menambahkan berkala terhadap peredaran jamu pegal
bahan kimia obat Ibuprofen dalam jamu linu yang di jual di Pasar Baru Permai
olahannya. Penambahan ibuprofen dalam Banjarmasin.
campuran jamu pegal linu ini tidak dapat
dilihat secara organoleptis atau dilihat IV. KESIMPULAN
dari perbedaan fisiknya hal ini Berdasarkan hasil penelitian yang
disebabkan karena ibuprofen berupa telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
serbuk hablur berwarna putih sedangkan bahwa sebanyak 14 dari 15 sampel atau
serbuk jamunya berwarna kuning. 93,3% jamu pegal linu dalam kemasan
Penambahan ibuprofen bertujuan untuk sachet dan kapsul yang dijual di Pasar
mempercepat efek menghilangkan rasa Baru Permai Banjarmasin positif
nyeri. Ibuprofen memiliki indikasi mengandung Ibuprofen.
sebagai analgetik, antipiretik dan anti-
inflamasi, Ibuprofen yang ditambahkan DAFTAR PUSTAKA
dalam jamu pegal linu bisa saja tidak
sesuai takaran yaitu 200400 mg secara BBPOM., 2005, Keputusan Kepala Badan
POM No. HK.00.05.41.1384 tentang
oral setiap 4 -6 jam, maksimum
Kriteria dan Tata Laksana
pemberian per hari yaitu 1200 mg Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
penggunan jangka panjang dapat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka, Balai Besar
menyebabkan kerusakan permukaan Pengawas Obat dan Makanan,
saluran gastrointestinal dan pendarahan Jakarta.
(Tjay dan Kirana, 2007). Walaupun BBPOM., 2006, Keputusan Kepala Badan
POM No. KH.00.01.1.5116 tentang
kadar Ibuprofen sesuai dengan dosis Obat Tradisional Mengandung
terapi, Ibuprofen mutlak tidak boleh Bahan Kimia Obat, Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan,
terdapat pada jamu pegal linu sesuai
Jakarta.
dengan Badan POM RI No. Gandjar, I.G., dan Abdul R., 2012,
KH.00.01.43.2772/2008 tentang obat Kimia Farmasi Analisis, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
tradisional mengandung Bahan Kimia
Hermanto, N., dan Muhammad, A.S.,
Obat (BPOM, 2006). 2007, Pilih Jamu dan Herbal

Volume 05, Nomor 01 (2018) Jurnal Pharmascience


38

Tanpa Efek Samping, Elex Media


Komputindo,
Jakarta.
Hayatulhaya, B. 2009, Pemeriksaan
Kemungkinan Adanya Bahan Asing
Pada Jamu Antu Rematik, Skripsi,
Universitas Indonesia, Jakarta
Mangoloi, S., 2011, Analisis Kandungan
Rhodamin B sebagai pewarna pada
sediaan lipstik yang ada di
masyarakat, Medan, Indonesia.
Rahmi, A. 2016, Analisis Kualitatif
Parasetamol dakam Jamu Pegal Linu
yang di Jual di Kecamatan Sati
Secara Kromatografi Lapis Tipis,
Karya Tulis Ilmiah, Akademi
Farmasi ISFI, Banjarmasin
Saptarini N.M, dkk, 2009, Analisis Bahan
Kimia Obat Ibuprofen dalam sediaan
Jamu Yang Beredar di Kabupaten
Bandung Barat, Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran, Bandung
Barat
Tjay, T.H., dan Kirana, R., 2007,
ObatObat Penting, PT. Elex Media
Komputindo, Yogyakarta.
Yuliarti, N., 2008, Tips
Cerdas Mengkonsumsi Jamu,
Banyu Media, Yogyakarta.

Volume 05, Nomor 01 (2018) Jurnal Pharmascience


AKTIVITAS FISIK DAN KONSUMSI KEDELAI PADA REMAJA PUTRI
YANG MENGALAMI PREMENSTRUAL SYNDROME
DI SMKN 10 SURABAYA
Physical Activity and Soy Consumption among Adolescent Girls who Experience Premenstrual
Syndrome (PMS) at SMKN 10 Surabaya

Eva Flourentina Kusumawardani1, Annis Catur Adi2


1
Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya
2
Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya
Email: evafl ourentinakusuma@gmail.com

ABSTRAK
Premenstrual Syndrome (PMS) merupakan kumpulan gejala yang dirasakan 1–2 minggu sebelum menstruasi dan
menyebabkan ketidakhadiran dan menurunkan konsentrasi pada remaja putri di sekolah. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan aktivitas fi sik dan konsumsi kedelai pada remaja putri yang mengalami PMS di SMKN
10 Surabaya. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan desain penelitian cross-sectional. Pengambilan
sampel menggunakan systematic random sampling didapatkan sejumlah 59 remaja putri dengan rentang usia 14–17
tahun. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fi sik remaja putri
tergolong ringan (88,1%) dengan jenis aktivitas yang dilakukan > 7x dalam 7 hari yang lalu adalah berjalan dan
bersepeda (10,2%). Konsumsi kedelai remaja putri adalah 17,22–28,36 porsi perbulan (kategori sedang), sedangkan
produk olahan kedelai yang paling sering dikonsumsi adalah tahu (69,5%) dan tempe (66,1%) dengan ukuran
medium yaitu 75 g. Rata-rata remaja putri mengalami PMS setiap bulannya dengan derajat ringan (71,2%). Gejala
yang paling sering dialami adalah berupa gejala fi sik yaitu fatigue (25,4%) dan painful and tender breast (35,6%).
Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifi kan antara aktivitas fi sik dengan PMS (p = 0,011)
dan terdapat hubungan antara konsumsi kedelai dengan PMS (p = 0,000). Konsumsi kedelai, melakukan aktivitas fi
sik dengan intensitas yang cukup dan teratur dapat membantu mengurangi ketidaknyamanan akibat gejala PMS
setiap bulannya. Kata Kunci: aktivitas fi sik, kedelai, premenstrual syndrome, remaja

ABSTRACT
Premenstrual Syndrome (PMS) is a group of symptoms that occur 1–2 weeks before menstruation period and cause
lower concentration and absents at school. The aim of this study was to describe the association between physical
activity and soy dietary intake among adolescent girls who experienced PMS at SMKN 10 Surabaya. This study was
an observational analytic with cross sectional design. Samples were taken as many as 59 students aged 14–17 years
old using systematic random sampling. Data were analyzed using chi-square. The study showed that physical
activity level of respondents were light (88.1%). 10.2% respondents doing walk and bicycle > 7x in the past 7 days.
Soy comsumption level of respondents were moderate (17.22–28.38 portion per month). Tofu (69.5 %) and tempeh
(66.1%) were processed product of soybean that frequently consumed by respondents as much as 75 g. Adolescent
girls had low physical symptoms of PMS (71.2%). The frequent symptoms were fatigue (25.4%), paintful and tender
breast (35.6%). There was a signifi cant relationship between PMS with physical activity with PMS (p = 0.011) and
soy consumption (p = 0.000). High soy consumption, regular and moderate physical activity can help reduce
unfavorable PMS symptoms.

Keywords: physical activity, soy, premenstrual syndrome, adolescents

PENDAHULUAN masa puber. Pada masa ini ditandai dengan


mulainya menstruasi (menarche). Menurut
Remaja merupakan masa transisi. Puncak
Ramadhani (2013) seringkali remaja mengalami
perkembangan pada masa ini disebut sebagai
Eva Flourentina Kusumawardani, dkk., Gambaran Aktivitas Fisik dan.... 55

54
ketidaknyamanan menjelang menstruasi. mengalami PMS berat sebanyak 39,2%, dan lebih
Ketidaknyamanan yang dirasakan antara lain separuhnya (60,8%) masuk dalam kategori ringan
perut kembung, nyeri payudara, nyeri punggung (Ramadhani, 2013).
hingga mengganggu konsentrasi belajar dan pada Faktor pemicu terjadinya PMS adalah
tingkat yang parah remaja seringkali absen di hormonal, namun gaya hidup, aktivitas fi sik, dan
sekolah setiap bulannya. mikronutrien juga tidak dapat diabaikan.
Menurut U.S. Department of Health and Penelitian yang dilakukan oleh Tambing (2012)
Human Services (2010) premenstrual syndrome pada siswi SMAN 1 dan SMKN 3 Purworejo
(PMS) didefi nisikan sebagai kumpulan gejala menunjukkan bahwa siswi dengan aktivitas fi sik
yang dialami wanita 1–2 minggu menjelang rendah berisiko mengalami PMS 4,95 kali lebih
menstruasi dan berakhir setelah perdarahan tinggi dibanding siswi yang melakukan aktivitas
menstruasi berhenti. Gejala PMS dirasakan fi sik tinggi dengan mempertimbangkan faktor
berbeda bagi setiap wanita dan sering kali stres. Carey (2012) menyebutkan bahwa
mengganggu aktivitas sehari-hari. PMS tidak lagi melakukan aktivitas fisik seperti berolah raga
dirasakan jika wanita dalam keadaan hamil dan secara rutin merupakan cara untuk mencegah
setelah menopause. terjadinya PMS pada remaja putri.
Rata-rata usia pubertas pada remaja putri American College of Obstetrics and
adalah 12 tahun. Selama siklus reproduksinya, Gynecolog (2000) menjelaskan bahwa durasi
mulai dari menarche sampai menopause seorang aktivitas fi sik berkorelasi secara signifikan
remaja putri akan mengalami kurang lebih 450 terhadap tingkat gejala premenstruasi dengan
kali siklus menstruasi. PMS dialami oleh wanita memperhatikan faktor abnormalitas kerja
dalam setiap periode atau siklus menstruasinya. neuroendokrin. Seorang wanita yang melakukan
Remaja putri mengalami masa sulit saat PMS aktivitas fisik secara teratur mengalami gejala
datang, karena saat itu terjadi perubahan PMS yaitu kecemasan (anxiety) lebih rendah
psikologis yang sangat kompleks hingga dibandingkan wanita yang tidak melakukan
mempengaruhi stressor seorang wanita. Beberapa aktivitas fi sik, hal ini juga dialami pada pelari
gejala PMS yang paling sering dan berat dialami wanita.
oleh remaja antara lain; depresi, mudah Vishnupriya dan Rajarajeswaram (2011)
tersinggung, murung, ketidakmampuan menyebutkan bahwa melakukan aktivitas aerobik
mengontrol emosi. Gejala fi sik yang paling (aerobic exercise) dengan intensitas berat >6x/
sering dialami adalah perut terasa penuh minggu dapat mengurangi gejala PMS.
(bloatness), mastalgia, dan nyeri kepala (Ramsya, Melakukan aktivitas fi sik dengan durasi yang
dkk., 2014). dianjurkan sangat penting dalam sirkulasi
PMS dimulai selama masa kesuburan sampai hormonal dan bekerja seperti antioksidan dalam
akhir masa subur yaitu saat masuk masa tubuh. Latihan fisik seperti aerobik, dapat
menopause. Sindrom ini terjadi selama masa mempengaruhi penurunan kadar serotonin
luteal setiap bulan yang berupa gejala fi sik, (GABA) dan meningkatkan kadar endorfin
psikologis dan berubahnya kebiasaan (behavioral melalui sistem kerja neurotransmitter di otak,
disorders). Ada sekitar 75%–90% wanita sehingga dapat menurunkan gejala PMS seperti
mengalami sindrom ini sebelum masuk periode perubahan mood (mood swing) dan depresi.
menstruasi setiap bulannya. Berbagai penelitian Safarzadeh, dkk. (2016) dalam penelitiannya
menyebutkan prevalensi PMS antara 48%–90% pada remaja putri di universitas Zahedan, Iran
dengan intensitas yang berbeda-beda (Safarzadeh, bahwa remaja putri yang melakukan aktivitas fi
dkk., 2016). Disebutkan pula dalam Halbreich sik dan olahraga secara teratur sangat efektif
(2007) angka kejadian PMS adalah 80%. Hasil untuk mencegah PMS. Jenis aktivitas fisik dan
survey terhadap 242 pelajar di Jimma University, olahraga yang dilakukan seperti berjalan,
Ethiopia ratarata 99,6% mengalami PMS, 27% bersepeda, berenang, berlari kecil atau jogging
mengalami premenstrual disporyc dissorder secara signifikan megurangi gejala PMS pada
(PMDD), 14% diantaranya sering tidak masuk remaja putri tersebut. Aktivitas fisik dan olahraga
kelas, 15% tidak bisa mengikuti ujian karena yang dilakukan secara teratur tersebut merupakan
beratnya PMS yang dialami (Tenkir, dkk., 2002). metode terapi yang tidak menimbulkan efek
Persentase remaja putri di Surabaya yang samping negatif. Beberapa penelitian juga
56 Media Gizi Indonesia, Vol. 12, No. 1 Januari–Juni 2017: hlm. 54–63

menyebutkan bahwa aktivitas fisik seperti 38,4 porsi perbulan. Golmakani dan Zagami
aerobic sport dapat mempengaruhi gejala fi sik (2011) menyebutkan bahwa terapi diet tinggi isofl
dan psikologis wanita sebelum menstruasi setiap avon dapat mengurangi gejala PMS berupa nyeri
bulannya. Aktivitas fi sik yang dilakukan minimal kepala (headache) dan tegang pada payudara
>3x/minggu dapat mengurangi gejala PMS (breast tenderness). Setelah dilakukan active
selama siklus menstruasi wanita (Safarzadeh, treatment dengan isofl avonic phytoestrogen (IF)
2016). pada kedelai ternyata pengaruhnya lebih besar
Hasil penelitian Safarzadeh juga dalam mengurangi gejala berupa kram (cramps)
menyebutkan bahwa remaja putri yang melakukan dan bertambahnya distensi tubuh (swelling) pada
olahraga < 2x/minggu memiliki persentase kelompok yang diberi perlakuan.
disminorrea lebih besar dibandingkan dengan Remaja putri SMKN 4 Kendari mengonsumsi
remaja putri yang melakukan aktivitas fisik > sumber fi toestrogen dari tahu dan tempe dengan
3x/minggu. Berdasarkan hasil penelitian tersebut jumlah 38,7 mg perhari, sedangkan di
pula dijelaskan bahwa remaja putri mengalami negaranegara Asia seperti Jepang, Taiwan dan
gejala PMS sedang (moderate) dan berat (severe) Korea mengonsumsi 20–50 mg perhari dari 40 mg
lebih banyak dialami oleh remaja putri yang tahu (Astami, 2013). Tujuan penelitian ini adalah
melakukan olahraga < 2x/minggu. mengetahui hubungan aktivitas fi sik dan
Aktivitas fi sik dan melakukan modifi kasi konsumsi kedelai pada remaja yang mengalami
diet merupakan salah satu pencegahan secara premenstrual syndrome (PMS) di SMKN 10
alami untuk mengurangi gejala gangguan akibat Surabaya.
PMS. Penelitian yang dilakukan oleh Kim, dkk.
(2006) kepada 84 remaja putri dengan METODE
menggunakan metode cross sectional,
menyebutkan bahwa efek konsumsi/ diet Jenis penelitian ini adalah observasional
isoflavon dalam kedelai secara signifi kan analitik, dengan desain penelitian cross-sectional.
berhubungan dengan hasil skor MDQ (Menstrual Menurut Notoatmodjo (2002) cross-sectional
Distress Questionairre) pada fase menstruasi. adalah suatu penelitian untuk memperoleh
Kim menyatakan bahwa diet isofl avon sangat gambaran pola penyakit dan
dianjurkan untuk mengurangi faktor penyebab determinandeterminan pada populasi sasaran
PMS. dengan pengumpulan data pada suatu saat tertentu
Kadar estrogen tinggi mempengaruhi (point time approach).
terjadinya PMS. Kelompok fi toestrogen seperti Populasi penelitian adalah remaja putri kelas
isoflavon dalam kedelai bekerja mirip dengan X dan XI SMKN 10 Surabaya berjumlah 306
17ß-estradiol. Mekanisme senyawa ini bekerja siswi dengan rentang usia 14–17 tahun. Besar
secara antagonis dengan hormon estrogen dalam sampel diperoleh 59 responden, pengambilan
tubuh, sehingga ketidakseimbangan estrogen saat sampel menggunakan systematic random
fase luteal dapat ditekan. Akibatnya, gejala PMS sampling. Teknik ini mendasarkan pada urutan ke
dapat berkurang (Nagata, dkk, 2004). Penelitian “i”. Urutan sampel ke “i” didasarkan hasil
yang dilakukan oleh Lu, dkk. (2001) pembagian antara banyaknya populasi dan besar
menunjukkan bahwa puncak peningkatan 17ß- sampel yang sudah ditentukan atau ni = N/n
estradiol pada fase folikular ditekan sebesar 24% (306/59 = 5), maka undian pertama dan
selama pemberian diet kedelai. Diet soy isofl selanjutnya merupakan kelipatan 5.
avon yang mengandung 14% energi yang berasal Penelitian ini tidak mengikutkan kelas XII karena
dari 6,5% protein kedelai atau setara dengan mempertimbangkan faktor stres yang
mengonsumsi < 5 mg isofl avon/ hari secara mempengaruhi hasil penelitian. Adapun kriteria
efektif dapat mengurangi tingkat sirkulasi 17ß- inklusi dalam penelitian ini antara lain; remaja
estradiol dan progesteron selama periode tidak sedang sakit, tidak sedang menstruasi, tidak
menstruasi. merokok, tidak mengonsumsi alkohol dan obat-
Penelitian yang mendukung dilakukan oleh obatan hormonal, serta bersedia mengikuti
Carey (2012) menyebutkan bahwa mengonsumsi penelitian.
kedelai dengan jumlah 19,8 porsi perbulan lebih Variabel yang diteliti adalah faktor demografi
rentan mengalami PMS dibandingkan remaja (umur, usia menarche, lamanya haid, besar uang
putri yang mengonsumsi kedelai dengan jumlah saku, dan pendapatan orang tua), tingkat aktivitas
Eva Flourentina Kusumawardani, dkk., Gambaran Aktivitas Fisik dan.... 57

fi sik, konsumsi kedelai, dan premenstrual responden selama 4 hari sebelum menstruasi
sindrom (PMS). Instrumen penelitian yang dalam 4 bulan terakhir. Terdapat 46 gejala dengan
digunakan untuk mengetahui karakteristik 8 gejala kompleks yang dinilai dalam kuesioner
responden adalah wawancara menggunakan MDQ-A, dengan kriteria penilaian dari skala 0–4.
kuesioner. Tingkat aktivitas fisik responden Pengambilan data menggunakan kuesioner
dinilai menggunakan kuesioner modifi ed 7 days modifikasi PAQ-A, SQ-FFQ dan modifikasi
recall physical activity questionnaire for MDQ-A adalah saat remaja putri tidak sedang
adolescents (PAQ-A) yang terdiri dari 9 item mengalami menstruasi atau setelah menstruasi
pertanyaan. Hasil pengisian item 1–8 akan diberi berakhir. Analisis data hasil wawancara dengan
skor 1–5. Menurut Kowalski dan Donen (2004) pengisian kuesioner diolah menggunakan analisis
membagi tingkat aktivitas fi sik menjadi 5 skala univariat dan bivariat. Pada analisis ini
yaitu dikatakan sangat ringan apabila skor rata- menggunakan tabel distribusi frekuensi dan
rata dari 8 item tersebut adalah 1, skor 2 artinya tabulasi silang dengan ukuran persentase atau
ringan, 3: sedang, 4: berat dan 5 artinya sangat proporsi.
berat.
Konsumsi kedelai diukur menggunakan HASIL DAN PEMBAHASAN
kuesioner semi quantitative-food frequency
questionnaire (SQ-FFQ). Kuesioner ini berisi 18 Karakteristik Responden
daftar bahan makanan dan minuman hasil olahan Karakteristik yang diteliti dalam penelitian
kedelai yang sering dikonsumsi oleh remaja putri ini antara lain; umur, usia menarche, lama haid,
SMKN 10 Surabaya. besar uang saku dan pendapatan orang tua.
Ukuran konsumsi kedelai responden dibagi Distribusi frekuensi data karakteristik responden
menjadi beberapa ukuran. Sebelum ditentukan disajikan dalam Tabel 2 berikut:
ukuran standar porsi lebih dahulu sumber Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 59
makanan dan minuman yang mengandung kedelai remaja putri kelas X dan XI SMK Negeri 10
ditimbang (food weighing). Hasil ukuran tersebut Surabaya sebagian besar masuk dalam kategori
dipakai sebagai ukuran medium (suggested remaja tengah (middle adolescence), yaitu rentang
serving size). Ukuran porsi dalam tersaji dalam usia 15–16 tahun dengan persentase 42,4%.
Tabel 1, sebagai berikut: Sebagian besar (74,6%) responden mengalami
Mengukur total konsumsi kedelai (porsi menarche pada usia ≥ 12 tahun. Menarche
perbulan) pada unit umum, baik frekuensi merupakan usia pertama kali seorang wanita
konsumsi makanan dan jumlah masing-masing Tabel 2. Distribusi Karakteristik Responden
ukuran saji yang diperlukan menggunakan rumus: Karakteristik n %
I = F × Q, di mana I adalah Konsumsi, F: Umur
frekuensi dan Q: jumlah persajian dibandingkan 14 tahun
2 3,3
15 tahun
ukuran anjuran sajian atau ukuran medium 25 42,4
16 tahun 25 42,4
(suggested serving size). 17 tahun 7 11,9
Tabel 1. Ukuran Saji Konsumsi Kedelai
Usia menarche
Konversi ke dalam suggested
Ukuran < 12 tahun 15 25,4
serving size
≥ 12 tahun 44 74,6
None - Lama Haid
Sangat kecil ½ x medium > 8 hari 18 30,5
Kecil ¾ x medium < 8 hari 41 69,5
Medium Suggested serving size Besar Uang saku
Besar 1 ¼ x medium >Rp 5.000 – Rp 12.000 37 62,7
Sangat besar 1 ½ x medium Rp 13.000 – ≥ Rp 20.000 20 33,9
Sumber : Carey (2012) >Rp 21.000 2 3,4
Pendapatan Orangtua
> Rp 3.600.000 4 6,8
Penilaian gejala PMS menggunakan ≥ Rp 2.600.000 – ≥Rp 3.500.000 8 13,6
kuesioner modifi ed recall menstrual distress < Rp 1.000.000 – ≥Rp 2.500.000 47 79,6
questionnaire- form A (MDQ-A). Penilaian mendapatkan haid atau menstruasi. Hal ini juga
menggunakan kuesioner tersebut adalah dengan merupakan tanda bahwa seorang remaja putri
melakukan recall gejala PMS yang dialami oleh sudah memasuki masa puber dan organ
58 Media Gizi Indonesia, Vol. 12, No. 1 Januari–Juni 2017: hlm. 54–63

reproduksinya mulai melakukan peran Parker, dkk. (2011) mengemukakan bahwa salah
fungsionalnya (Concise Medical Dictionary, satu faktor yang mempengaruhi kesehatan wanita
Oxford Reference Online, 2002). Menarche pada ketika mendapatkan menstruasi (menstrual
masing-masing remaja putri berbeda, hal ini health) adalah sosio-ekonomi. Faktor
dipengaruhi oleh kondisi kesehatan, genetik atau sosioekonomi seseorang mempengaruhi perilaku
keturunan, keadaan sosioekonomi dan faktor gizi mencari bantuan kesehatan (seeking health
serta peran penting dari hipotalamus di otak professional advice) lebih cepat sehingga seorang
sebagai pengatur hormon salah satunya hormon wanita yang mengalami PMDD segera mendapat
kewanitaan (Hickey & Balen, 2003). Beberapa penanganan lebih lanjut, juga pemenuhan diet
penelitian menyebutkan rata-rata menarche pada yang kurang, tingkat stres akibat faktor fi nansial
remaja putri adalah antara usia 12–13 tahun dan hubungan dalam keluarga yang tidak baik
(Hillard, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh dapat mempengaruhi pola menstruasi (mentrual
Delara, et al. (2013) menyebutkan adanya bleeding patterns) dan amenorrea (Hillard, 2008).
hubungan yang signifikan antara usia menarche
dan score of educational peformance dengan skor Aktivitas Fisik
PMS dan PMDD (Premenstrual Disporic Berdasarkan hasil recall aktivitas fi sik 7 hari
Dissorder) berdasarkan PAS yang lalu menggunakan kuesioner modifikasi
(Premenstrual Assessment Scale). Remaja putri PAQ-A. Jenis olahraga yang dilakukan minggu
yang mengalami menarche lebih awal (< 12 lalu tersaji dalam Tabel 3.
tahun) mempunyai skor PAS lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 3, dapat kita ketahui
Lama haid yang dialami responden dalam 4 bahwa frekuensi aktivitas fi sik yang paling sering
bulan terakhir adalah < 8 hari yaitu 69,5%. Pada ( > 7x) dilakukan 7 hari yang lalu oleh responden
penelitian yang dilakukan Esen, dkk. (2016) pada adalah berjalan dan bersepeda yaitu 10,2%,
remaja SMA di kota Elazığ, Turkey bahwa rata- sedangkan aktivitas fi sik lainnya yang sering
rata durasi haid setiap bulannya adalah 28,7 ± 4,4 dilakukan oleh responden (5–6x) adalah menari
hari, lama haid 5,9 ± 1,3 hari (yaitu antara 3–10 dengan persentase 40,7%.
hari) dengan persentase 66,1% dan ini disebut The American College of Sports Medicine
sebagai periode menstruasi teratur (regular), (ACSM) guidelines aktivitas fi sik seperti berjalan
sedangkan sekitar 62% remaja putri mengatakan ke kelas, saat bekerja, atau berjalan ke toko,
bahwa menstruasinya mengandung bekuan darah berjalan-jalan di waktu senggang, jalan-jalan
(clots) dengan persentase 5,2% dan 8,0% bersama hewan peliharaan atau sekedar berjalan
mengalami bercak sebelum dan di tengah periode melepas penat setelah bekerja termasuk kategori
menstruasi, riwayat ini disebut sebagai periode aktivitas fisik sedang (moderate). Seseorang yang
menstruasi tidak teratur (irregular). Hasil melakukan aktivitas fi sik seperti berjalanjalan
penelitian oleh Omidvar & Begum (2015) juga adalah sama halnya dengan 3 kali lipatnya
mengemukakan bahwa lama haid yang normal seseorang yang melakukan aktivitas fi sik duduk
adalah antara 5–10 hari dengan persentase 51,3% diam selama 166 menit untuk mencapai 500 MET
dan 40,1% mengalami haid < 4 hari. Dilaporkan per menit (Metabolic Energy Turnover).
38,5% responden yang mengalami menstruasi 5–6 Aktivitas fi sik seperti berjalan-jalan, bersepeda
hari merasakan ketidaknyamanan sebelum dan berkebun dapat meningkatkan kekuatan otot
datangnya menstruasi berupa disminorre sedang, secara progresif jika dilakukan minimal 2 kali
dan 70,2% responden dengan lama haid < 4 hari atau lebih per minggu (Oja and Titze, 2011).
mengalami disminorre sedang hingga berat.
Hasil penelitian pada responden SMKN 10 Konsumsi Kedelai
Surabaya diketahui besar uang saku perhari
adalah antara Rp 5.000 s/d Rp 21.000, sedang Berdasarkan hasil penelitian pada 59
besar pendapatan orang tua sebagian besar responden di SMKN 10 Surabaya dapat kita
(79,6%) tergolong rendah yaitu antara Rp ketahui pola konsumsi kedelai dan produk
1.000.000 s/d Rp 2.500.000. Kroll (2016) olahannya pada Tabel 4. Penelitian yang
menyebutkan bahwa faktor pencetus terjadinya dilakukan pada remaja putri SMKN 10 Surabaya
PMS antara lain: perubahan hormon, diketahui bahwa rata-rata konsumsi isofl avon
neurotransmitter, tingkat kecukupan zat gizi dan (phitoestrogen) berasal dari produk olahan kedelai
gaya hidup. Penelitian yang dilakukan oleh yaitu tahu 37,5–93,7 mg, bahan matang (80 g)
Eva Flourentina Kusumawardani, dkk., Gambaran Aktivitas Fisik dan.... 59

antara lain; kedelai hijau (edamame) mengandung Carey (2012) menunjukkan adanya hubungan
49 mg isoflavon (phitoestrogen), 24 mg berasal asupan isofl avon dalam produk kedelai pada 84
dari kedelai kuning dan 55 mg berasal dari kacang wanita Korea di Amerika Serikat usia 28–40
kedelai. Konsumsi kedelai responden tergolong tahun. Konsumsi makanan yang mengandung
sedang yaitu antara 17 porsi/bulan sampai dengan isofl avon tinggi seperti kedelai mengurangi
28 porsi/bulan. gejala PMS secara signifi kan. Tingginya
Kedelai merupakan bahan pangan yang unik, kandungan isofl avon dalam kedelai yang
karena terdiri dari golongan senyawa yang disebut dikonsumsi, dapat menurunkan konsentrasi
isofl avon. Senyawa ini memiliki struktur kimia globin, dan menurunkan produksi hormon LH
yang mirip dengan hormon estrogen, dan (Luteinizing Hormone), akibatnya bioavaibilitas
merupakan golongan fi toestrogen. Fitoestrogen hormon steroid menurun, produksi estrogen
inilah yang akan mengikat (reseptor estrogen) ditekan, sehingga gejala PMS dapat berkurang.
dalam tubuh (Bolla, 2015). Hasil penelitian yang Seorang wanita yang mengonsumsi 48g tepung
kedelai per hari mengalami gejala PMS
Tabel 3. Distribusi Jenis Aktivitas Fisik yang Dilakukan Responden 7 Hari yang Lalu
Tidak
1-2 x 3-4x 5-6x >7x Total
Jenis Olahraga Melakukan
n % n % n % n % n % n %
Lompat tali 29 49,2 25 42,3 3 5,1 0 0,0 2 3,4 59 100
Dayung 55 93,2 3 5,1 0 0,0 1 1,7 0 0,0 59 100
Tag 51 86,4 6 10,2 2 3,4 0 0,0 0 0,0 59 100
Berjalan 5 8,5 24 40,7 16 27,1 8 13,5 6 10,2 59 100
Bersepeda 5 8,5 24 40,7 16 27,1 8 13,5 6 10,2 59 100
Jogging 6 10,2 30 50,8 14 23,7 4 6,8 5 8,5 59 100
Aerobik 36 61,0 21 35,6 1 1,7 1 1,7 0 0,0 59 100
Berenang 13 22,0 40 67,8 3 5,1 1 1,7 2 3,4 59 100
Baseball,
51 86,4 4 6,8 3 5,1 1 1,7 0 0,0 59 100
softball
Dance 1 1,7 2 3,4 29 49,2 24 40,7 3 5,1 59 100
Badminton 29 49,2 20 33,8 6 10,2 1 1,7 3 5,1 59 100
Sepak Bola 51 86,4 5 8,5 3 5,1 0 0,0 0 0,0 59 100
Volly 39 66,1 13 22,0 3 5,1 2 3,4 2 3,4 59 100
Basket 21 35,5 29 49,2 3 5,1 2 3,4 4 6,8 59 100
Sepak Bola 51 86,4 5 8,5 3 5,1 0 0,0 0 0,0 59 100
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Produk Olahan Kedelai
Ukuran/ Jumlah Pangan yang Dikonsumsi
Pangan Sangat Kecil Kecil Medium Besar Sangat Besar
n % n % n % n % n %
Susu Kedelai 3 5,1 4 6,8 22 37,3 2 3,4 0 0,0
Yoghurt Kedelai 3 5,1 5 8,5 3 5,1 0 0,0 0 0,0
Ice Cream Kedelai 3 5,1 6 10,2 7 11,9 0 0,0 0 0,0
Cimory Soya 3 5,1 6 10,2 7 11,9 0 0,0 0 0,0
Milk
Cincau Soya 1 1,7 2 3,4 10 16,9 0 0,0 0 0,0
Tahu 1 1,7 12 20,3 41 69,5 5 8,5 0 0,0
Tempe 3 5,1 9 15,3 39 66,1 8 13,6 0 0,0
Tahu Tek 3 5,1 16 27,1 34 57,6 2 3,4 0 0,0
Sayur Asem 1 1,7 13 22,0 38 64,4 4 6,8 0 0,0
Lontong Balap 5 8,5 12 20,3 24 40,7 2 3,4 0 0,0
Kedelai Bubuk 11 18,6 9 15,3 17 28,8 0 0,0 0 0,0
Peyek Kedelai 7 11,9 8 13,6 20 33,9 2 3,4 0 0,0
Lento 9 15,3 10 16,9 18 30,5 0 0,0 0 0,0
Soy Joy 6 10,2 6 10,2 12 20,3 1 1,7 0 0,0
Fitbar 2 3,4 4 6,8 17 28,8 0 0,0 0 0,0
Kedelai rebus 5 8,5 1 1,7 5 8,5 0 0,0 0 0,0
(Eda-mame)
60 Media Gizi Indonesia, Vol. 12, No. 1 Januari–Juni 2017: hlm. 54–63

Kedelai Goreng 4 6,8 5 8,5 7 11,9 1 1,7 0 0,0


Kecap Manis 6 10,2 11 18,6 11 18,6 3 5,1 1 1,7

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Gejala yang Dirasakan


Tidak
Ringan Sedang Kuat Sangat Kuat Total
Jenis Gejala Merasakan
n % n % n % n % n % n %
Nyeri 42 71,2 11 18,6 5 8,5 1 1,7 0 0,0 59 100,0
Retensi cairan 38 64,4 11 18,6 7 11,9 3 5,1 0 0,0 59 100,0
Reaksi/perubahan
tubuh akibat 54 91,5 4 6,8 0 0,0 1 1,7 0 0,0 59 100,0
kecemasan
Efek negatif 35 59,3 12 20,3 6 10,2 4 6,8 2 3,4 59 100,0
Konsentrasi 40 67,8 10 16,9 6 10,2 3 5,1 0 0,0 59 100,0
Perubahan perilaku 37 62,7 4 6,8 11 18,6 3 5,1 4 6,8 59 100,0
Respon terhadap
36 61,0 14 23,7 5 8,5 2 3,4 2 3,4 59 100,0
emosi
Kontrol 52 88,1 5 8,5 2 3,4 0 0,0 0 0,0 59 100,0
yaitu hot fl ushes 40% lebih rendah. Mekanisme Hubungan Aktivitas Fisik dan Konsumsi
ini menjelaskan penurunan pengaruh PMS oleh Kedelai Terkait dengan PMS
kedelai (Carey, 2012).
Pada responden yang melakukan aktivitas
Premenstrual Syndrome (PMS) ringan, 8,6% diantaranya mengalami
premenstrual sindrom derajat sedang (moderate)
Gejala-gejala yang dirasakan oleh responden, dan 69,5% mengalami derajat PMS ringan (mild).
mengacu pada kuesioner modifikasi MDQ-A Berdasarkan uji statistik, terdapat hubungan yang
(Modified Menstrual Distress Questionnaire A signifi kan antara aktivitas fisik dengan
Form). Distribusi frekuensi hasil gejala yang premenstrual sindrom. Olahraga berpengaruh
dirasakan oleh responden disajikan dalam Tabel pada sirkulasi kadar hormon steroid pada wanita
5. usia produktif dan inilah yang mungkin
Sebagian besar responden tidak merasakan 8 menyebabkan olahraga dapat meringankan gejala
gejala PMS (Tabel 5). Gejala PMS ringan seperti premenstrual syndrome (PMS). Disisi lain
nyeri, terjadi retensi cairan, efek negatif, meningkatnya kadar endorpin akibat olahraga
berkurangnya konsentrasi, dan adanya respon dapat menyebabkan berkurangnya depresi dan
terhadap emosi dirasakan oleh hampir seperempat memperbaiki mood dan persepsi sakit. Olahraga
responden. Perubahan perilaku merupakan gejala mungkin berperan dalam mendistraksi pikiran
PMS yang dirasakan sedang. Hanya sebagian yang mengganggu dan memajukan pemikiran
kecil responden yang mengalami gejala PMS positif, menurunkan depresi jangka pendek,
yang kuat dan sangat kuat. memperbaiki mood dan kebiasaan. Latihan
Beberapa penelitian membuktikan bahwa olahraga dapat meningkatkan kadar progesteron
peningkatan rasio kadar estrogen menurunkan pada fase luteal, ini mungkin efektif dalam
kadar endorfin di otak. Kadar endorfin otak mengurangi beberapa gejala termasuk ngantuk
diketahui berpengaruh meningkatkan perasaan dan depresi (Silvana, 2012).
gembira. Pertambahan kadar estrogen juga Responden dengan konsumsi kedelai yang
berdampak pada pemekatan konsentrasi rendah mengalami premenstrual sindrom (PMS)
aldosteron, hormon yang dapat meretensi air dan dengan tingkatan sedang (moderate). PMS lebih
natrium. Menurut Prawirohardjo (2007) banyak dialami oleh responden yang konsumsi
pertambahan kadar estrogen juga berdampak pada kedelai yang rendah (10,2%) dibanding konsumsi
pemekatan konsentrasi aldosteron, hormon yang yang tinggi (5,1%).
dapat meretensi air dan natrium yang Hasil uji statistik juga menunjukkan hasil
mengakibatkan timbulnya gejala seperti bahwa terdapat hubungan yang signifi kan antara
pembengkakan payudara dan berat badan konsumsi kedelai dengan premenstrual sindrom
meningkat ketika menjelang menstruasi. pada remaja putri di SMKN 10 Surabaya (p =
Eva Flourentina Kusumawardani, dkk., Gambaran Aktivitas Fisik dan.... 61

0,000). Hasil penelitian yang sama juga dilakukan DAFTAR PUSTAKA


oleh Kim (2006) bahwa terdapat hubungan
American College of Obstetrics and Gynecology.
asupan isofl avon dalam produk kedelai pada 84
(2000). ACOG practice bulletin: premenstrual
wanita Korea di Amerika Serikat usia 28–40
syndrome. Washington, DC: ACOG.
tahun 2002, pada penelitian juga tersebut
Astami, B. (2013). Hubungan konsumsi makanan
disebutkan bahwa asupan makanan tinggi kedelai
mengandung fitoestrogen dengan siklus
yang mengandung isoflavon berhubungan
menstruasi pada siswi kelas X di SMKN 4
mengurangi gejala PMS secara signifikan.
Kendari. (Skripsi yang tidak dipublikasikan),
Kandungan isofl avon yang tinggi dalam kedelai
Universitas Hasanuddin Makasar. Diakses dari
dapat menurunkan konsentrasi globin, dan
http://repository.unhas.ac.id/123456789/5673.
menurunkan produksi hormon LH, akibatnya
Bolla, K.N. (2015). Soybean consumption and
dapat menurunkan bioavaibilitas hormon steroid.
health benefits. International Journal Of
Seorang wanita yang mengonsumsi 48 gram
Scientifi c & Technology Research, 4(07),
tepung kedelai perhari mengalami gejala PMS
5053. ISSN 2277-8616. Diakses dari
yaitu hot fl ushes pada wanita 40% lebih rendah.
http://www. ijstr.org.
Berdasarkan proses tersebut, kedelai merupakan
Carey, H.K.Y. (2012). Relations between dietary
bahan makanan yang dapat menurunkan pengaruh
soy intake and premenstrual syndrome in
PMS (Carey, 2012).
young chinese women. (Master’s thesis
unpublished), University of Hongkong,
KESIMPULAN DAN SARAN Hongkong. Diakses dari
Remaja putri SMKN 10 Surabaya tergolong http://hdl.handle.net/10722/179899
remaja tengah (middle adolescents) dan Concise Medical Dictionary, Oxford Reference
mengalami menarche rata-rata pada usia ≥ 12 Online. (2002). Concise medical dictionary.
tahun, pola menstruasi setiap bulannya dalam Diakses dari:
kurun waktu 4 bulan terakhir < 8 hari. Penilaian http://www.oxfordreference.com/
aktivitas fi sik tergolong ringan, sedangkan view/10.1093/acref/9780199557141.001.0001/
konsumsi kedelai sedang. Terdapat hubungan acref-9780199557141
yang signifi kan antara aktivitas fisik dan Delara, M., Borzuei, H., Montazeri, A. (2013).
konsumsi kedelai dengan premenstrual sindrome. Premenstrual disorders: prevalence and
Disarankan bagi remaja putri untuk associated factors in a sample of Iranian
mempertahankan aktivitas fi sik seperti berjalan, adolescents. Iranian Red Crescent Medical
Tabel 6. Tabulasi Silang Aktivitas Fisik, Konsumsi Kedelai, dan PMS
Ringan Sedang Berat Total
Variabel
n % n % n % n %
Tingkat Aktivitas Fisik
Ringan 41 69,5 11 8,6 0 0,0 52 88,1
Sedang 3 5,1 3 5,1 1 1,7 7 11,9
Konsumsi Kedelai
Rendah 18 30,5 6 10,2 0 0,0 24 40,7
Sedang 16 27,1 5 8,5 1 1,7 22 37,3
Tinggi 10 16,9 3 5,1 0 0,0 13 22,0
bersepeda dan menari secara teratur minimal Journal, 15(8): 695-700. Diakses dari https://
dengan intensitas cukup (10–30 menit tanpa www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
henti) minimal 7–14 hari sebelum menstruasi Esen, I., Oguz, B., Serin, H.M. (2016) menstrual
setiap bulannya. Selain itu remaja putri juga characteristics of pubertal girls: A
dianjurkan untuk menjaga konsumsi kedelai dan questionnairebased study in turkey. J Clin Res
olahannya minimal 40 mg kedelai (tahu, tempe), Pediatr Endocrinol, 8(2):192-196. DOI:
100 ml susu kedelai, 80 gram kedelai rebus. 10.4274/ jcrpe.2026.
Golmakani, N., & Zagami S. E. (2011). Use of
medicinal plants in the treatment of
premenstrual syndrome: A review. Journal of
62 Media Gizi Indonesia, Vol. 12, No. 1 Januari–Juni 2017: hlm. 54–63

American Science, 7(5)m 60-64. Diakses dari Association for Predictive, Preventive and
http://www. americanscience.org. Personalised Medicine.2011.11
Halbreich. (2007) Clinical diagnostic criterriafor Omidvar, S., & Begum, K. (2011). Menstrual
premenstrual syndrome and guidelines for pattern among unmarried women from South
their quantification for research studies. India. Journal National of Science Biology
Journal Gynecology Endocrinolog, 23(3), Medical, 2(2), 174-179. Diakses dari https://
123-130. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22346231
Hickey, M., Balen, A. (2003). Menstrual Parker, M.A., Sneddon, A.E., Arbon, P. (2010).
disorders in adolescence: investigation and The menstrual disorder of teenagers (MDOT)
management. Human Reproduction Update, study: determining typical menstrual patterns
9(5),493-504. DOI: 10.1093/humupd/dmg038 and menstrual disturbance in a large
Hillard, P.J.A. (2008). Menstruation in populationbased study of Australian teenagers.
adolescents: what’s normal, what’s not. BJOG: An International Journal of Obstetrics
Annals of the New York Academy of Sciences, and Gynaecology, 117(2), 185- 192.
1135(1), 29-35. Diakses dari Prawirohardjo, S. (2007). Ilmu kandungan Edisi
http://onlinelibrary.wiley.com/ II. Jakarta: PT Bina Pustaka.
doi/10.1196/annals.1429.022/pdf Ramadhani, M. (2013). Premenstrual syndrome
Kim, H.W., Kwon, M.K., Kim, N.S. & Reame, (PMS). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(1),
N.E. (2006). Intake of dietary soy isofl avones 2125. Diakses dari
in relation to perimenstrual symptoms of jurnal.fkm.unand.ac.id/index.
Korean women living in the USA. Nurs. php/jkma/article/view/103/109
Health Sci, 8(2):108-13. Diakses dari Ramsya, K. Rupavani, & A. Bupathy (2014).
https://www.ncbi. Effect of educational program on premenstrual
nlm.nih.gov/pubmed/16764563 syndrome in adolescent school girls.
Kowalski, C., & Donen. (2004). The Physical International Journal of Reproduction,
Activity Questionnaire for Older Children Contraception, Obstetrics and Gynecology,
(PAQ-C) and Adolescents (PAQ-A) manual. 3(1), 168-171.
Canada: College of Kinesiology, University of DOI:10.5455/23201770.ijrcog20140333.
Saskatchewan. Diakses dari: http://www.ijrcog.org.
Kroll, A.R. (2016). Recreational physical activity Safarzadeh, A., Zare, S., Arbabisarjou A.,
and premenstrual syndrome in college-aged Ghoreishinia, G. (2016). The relationship
women paper (Master’s thesis, University of between exercise and premenstrual syndrome.
Massachusetts, US). Diakses dari http:// International Journal of Medical Research &
scholarworks.umass.edu/428. Health Sciences, 5(9), 183-189. Diakses dari:
Lu, L.J.W., Anderson, K.E., Grady, J.J., & http://www.ijmrhs.com/medical-
Nagamani, M. (2001). Effects of an isofl research/therelationship-between-exercise-and-
avone-free soy diet on ovarian hormones in premenstrualsyndrome.pdf
premenopausal women. The Journal of Silvana, P.D. (2012). Hubungan antara
Clinical Endocrinology & Metabolism, 86 (7), karakteristik individu, aktivitas fi sik, dan
3045-3052. Diakses dari: konsumsi produk susu dengan dysmenorrhea
http://doi.org/10.1210/jcem.86.7.7684 primer pada mahasiswi FIK dan FKM UI
Nagata, H., Shimizu, N.,Shimizu, H. (2004). Soy, Depok Tahun 2012 (Skripsi yang tidak
fat and other dietary factors in relation to dipublikasikan), Universitas Indonesia, Depok.
premenstrual symptoms in Japanese women. Diakses dari lib.ui.ac.id/ fi le?fi
International Journal of Obstetrics and le=digital/20320597-S-Putri%20Dwi%20
Gynaecology, 111(6), 594–599.doi: 10. 111/ Silvana.pdf
ncbi.nlm.nih.gov. 2004.06 Tenkir, A., Fisseha, N., & Ayele, B. (2002).
Notoatmodjo, S. (2002). Metode penelitian Premenstrual syndrome prevalence and effect
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. on academic and social performances of
Oja, T., & Titze, S. (2011). Physical activity students in Jimma University, Ethiopia.
recommendations for public health: Ethiop.J.Health Dev. 17(3), 181-188. Diakses
Development and policy context. EPMA dari https://www.
Journal, 2(3), 253-259. doi: 10.1007/European ajol.info/index.php/ejhd/article/view/9838
Eva Flourentina Kusumawardani, dkk., Gambaran Aktivitas Fisik dan.... 63

Tambing, Y. (2012). Aktivitas fi sik dan sindrom


premenstruasi pada remaja (Tesis KIA yang
tidak dipublikasikan) Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
U.S. Deparment of Health and Human Service.
(2010). Premenstual syndrome. Diakses dari
https://www.womenshealth.gov/files/
documents/fact-sheet-premenstual-syndrome.
pdf
Visnupriya, R., & Rajarajeswaran, P. (2011).
Effect of aerobic exercise at different
intensities in pre menstrual syndrome. The
Journal of Obstretrics and Gynecology of
India, 61 (6) : 675-682. DOI 10.1007/513224-
011-0117-5.
Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian (2020) 13(1): 38-52
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JSEP
ISSN: 1978-5437 (Print), 2356-2382 (Online)

SEP
Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian
(Journal of Social and Agricultural Economics)

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY BERAS ORGANIK AROMATIK


“BOTANIK” GAPOKTAN AL-BAROKAH
DI KABUPATEN BONDOWOSO
WILLINGNESS TO PAY ANALYSIS OF AROMATIC ORGANIC RICE
"BOTANIC" AL-BAROKAH FARMER GROUPS
IN BONDOWOSO DISTRICT

Elrey All Habib1*, Ebban Bagus Kuntadi1


1
Program Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember
*Email : habiballelreybontang@yahoo.com; 085246839822

Naskah diterima: 10/12/2019 Naskah direvisi: 18/03/2020 Naskah diterbitkan: 31/03/2020

ABSTRACT
The development of organic rice in Bondowoso has high growth. The superiority of the product makes the
selling value of the product not cheap when compared to other rice products. The objectives of the study
are (1) to determine the characteristics of aromatic organic rice consumers in Al-Barokah Gapoktan in
Bondowoso, (2) the price of consumers willing to pay for aromatic organic rice, (3) the factors that
influence consumers' WTP value of aromatic organic rice. Method of determining the area using a
purposive method in the Botanic shop. Sampling using incidental sampling technique with a total of 45
respondents. The results show: (1) the characteristics of Botanic aromatic organic rice consumers are the
majority of middle-aged men who have a tertiary education level with nonPNS jobs and have an income
of> 3,000,000 000 4,000,000 and already have a total dependents of family members of 3 people, (2)
willingness to pay Botanic aromatic organic rice products is Rp. 18,133 per 1kg higher when compared
to prevailing prices in the shop which is Rp. 17,500 so that means there is a consumer surplus of Rp. 633,
and (3) Factors factors that significantly affected the willingness to pay for organic rice in were age,
education level, type of work, healthy food concern, and income.

Keywords: Organic Rice, Consumer Characteristics, Willingness to Pay


.
ABSTRAK
Perkembangan beras organik di Bondowoso memiliki pertumbuhan yang tinggi. Keunggulan yang
dimiliki produk menjadikan nilai jual produk yang tidak murah bila dibandingkan dengan produk beras
lain. Tujuan penelitian yaitu (1) Mengetahui karakteristik konsumen beras organik aromatik Gapoktan
AlBarokah di Bondowoso, (2) harga konsumen bersedia bayar untuk beras organik aromatik, (3)
faktorfaktor yang mempengaruhi nilai WTP konsumen terhadap beras organik aromatik. Metode
penentuan daerah menggunakan purposive method di toko Botanik. Pengambilan sampel menggunakan
teknik sampling insidental dengan jumlah 45 responden. Hasil penelitian menununjukkan: (1)
karakteristik konsumen beras organik aromatik Botanik adalah mayoritas berusia separuh baya, berjenis
kelamin lakilaki, memiliki pendidikan perguruan tinggi, pekerjaan non-PNS dan memiliki penghasilan
antara >
3.000.000 ≤ 4.000.000 serta memiliki jumlah tanggungan anggota keluarga 3 orang, (2) willingness to pay
produk beras organik aromatik Botanik adalah Rp 18.133 per 1kg lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan harga yang berlaku di toko yaitu Rp 17.500 dengan demikian artinya terdapat surplus konsumen
sebesar Rp 633, dan (3) Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar beras
organik aromatic di Kabupaten Situbondo adalah usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjan, kepedulian
pangan sehat, dan pendapatan.
Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, VOL.13 NO.1, MARET 2020 ~ 38
Kata Kunci: Beras Organik, Karakteristik Konsumen, Kesediaan Membayar
How to Cite: Habib, E.A., & Kuntadi, E.B. (2020). Analisis Willingness to Pay Beras Organik Aromatik
“Botanik” Gapoktan Al-Barokah di Kabupaten Bondowoso. JSEP: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian,
13(1): 38-52.

PENDAHULUAN
Produk Beras saat ini tersedia dalam varian organik atau non organik, namun untuk saat
ini rata-rata petani padi di Indonesia melakukan budidaya secara konvensional untuk
menghasilkan beras non organik. Pertanian secara konvensional menyebabkan tingginya
penggunaan input berupa bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida kimia. Penggunaan
pupuk dan pestisida kimia yang dilakukan secara berlebihan akan berdampak kepada penurunan
kualitas tanah, lingkungan, dan kesehatan manusia.
Konsumen semakin sadar dan selektif atas segi kualitas kesehatan produk pertanian
melalui konsumsi produk organik. Mereka kini lebih suka mengonsumsi produk alami
ketimbang yang menggunakan bahan kimia. Semakin tingginya minat konsumen atas produk
pertanian organik, dapat dihitung dari bertambahnya areal penanaman padi organik. Saat ini
pangsa pasar pangan organik meningkat dengan pesat didunia. Hal tersebut disebabkan
masyarakat yang mulai sadar akan kebutuhan mutlak dalam menekan resiko kesehatan melalui
pangan sehat. Oleh karena itu, pangan organik dan pertanian organik akan menjadi “ in a great
demand” pada masa mendatang.
Kegiatan pertanian organik secara umum tidak terlepas dari kerangka kebijakan pemerintah
pada sektor pertanian. Salah satu penerapan pertanian organik sudah dilakukan di Bondowoso
dengan program Bondowoso menuju pertanian organik (Botanik). Desa Lombok Kulon dipilih
sebagai pilot project, karena di daerah tersebut memenuhi persyaratan untuk menghasilkan padi
organik, mulai dari suplai air dan lahan yang bebas dari pestisida serta tidak tercemar dengan
bahan kimia. Program ini dijalankan oleh Gapoktan Al-Barokah. Saat ini di Kabupaten
Bondowoso hanya Gapoktan Al-Barokah saja yang telah memiliki sertifikasi organik. Salah satu
produk dari Gapoktan Al-Barokah adalah beras putih organik aromatik yang dijual dengan harga
Rp17.500,-/kg. Beras putih organik aromatik tentu memiliki harga lebih tinggi oleh karena lebih
menyehatkan dan ramah lingkungan.
Pada umumnya konsumen produk organik merupakan masyarakat yang memiliki latar
pendidikan perguruan tinggi (Idaman, N.; Yuliati, 2012). Konsumen yang telah menempuh
pendidikan sampai perguruan tinggi biasanya mengetahui keunggulan, manfaat, dan nilai positif
bagi lingkungan yang dihasilkan produk organik. Selain pendidikan, perlu diketahui
karakteristik konsumen lainnya seperti pendapatan, usia, jenis kelamin, dan jumlah anggota
keluarga agar dapat diperoleh gambaran target pasar beras organik aromatik. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian terdahulu mengenai WTP beras organik adalah peneliti
menambahkan satu variabel yaitu kepedulian terhadap pangan sehat. Hal ini dilakukan karena
kepedulian pangan sehat berhubungan dengan produk organik yang sejatinya diciptakan untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang mulai menerapkan pola hidup sehat dengan lebih
memperhatikan bahan makanan yang mereka konsumsi.
Kendala pertanian organik salah satunya adalah belum jelasnya aturan harga yang
ditetapkan oleh pemerintah (Mayrowani, 2012). Produk pertanian organik dikategorikan sebagai
specialty product . Tidak adanya aturan harga eceran tertinggi dan harga eceran terendah untuk
produk beras organik membuat harga yang berlaku di pasar adalah harga yang ditentukan sendiri
oleh para produsen beras organik, oleh karenanya untuk terciptanya keseimbangan pasar perlu
untuk diketahui berapa besar kesediaan maksimal konsumen untuk membayar produk beras
organik aromatik.
Batas tertinggi kemampuan untuk membayar suatu barang disebut dengan kesediaan
untuk membayar (willingness to pay). Willingness to pay antar individu berbeda tergantung
banyak hal, antara lain persepsi individu pada nilai barang tersebut, pendapatan individu, dan
lainnya. Persepsi individu terhadap suatu barang berbeda antara satu individu dengan individu
yang lain. Selisih antara nilai WTP dan harga yang dibayarkan disebut surplus konsumen.

39 ~ Analisis Willingness to Pay Beras. . . . Elrey All Habib & Ebban Bagus Kuntadi
Surplus konsumen adalah konsep penting bagi pengambilan keputusan pemasaran, karena pada
intinya konsumen selalu mencari surplus konsumen dalam setiap keputusan pembeliannya
(Rondhi, 2016).
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui berapa harga yang
konsumen bersedia bayarkan untuk sebuah produk beras putih organik aromatik Botanik
Gapoktan Al-Barokah dengan analisis willingness to pay. Namun sebelum mengetahui harga
yang konsumen bersedia bayar, peneliti terlebih dahulu mengidentifikasi karakteristik demografi
konsumen beras organik aromatik Botanik agar diketahui segmentasi pasar produk tersebut.
Setelah itu peneliti juga ingin melihat pengaruh dari variabel karakteristik demografi tersebut
pada besarnya nilai WTP yang didapat.
Penelitian mengenai kesediaan membayar terhadap beras maupun beras organik sudah pernah
dilakukan. Penelitian (Rahayu, A.D.; Hapsari, T.D.; Adam, 2017) menunjukkan bahwa Nilai
rata-rata maksimum kesediaan membayar konsumen beras cerdas CV An-Nahlah di Kabupaten
Jember adalah sebesar Rp 20.075 per 800 gram yang lebih tinggi dibandingkan harga yang
berlaku dipasar yaitu Rp 18.500. Sedangkan penelitian (Riana, E.T.; Mukson; Roessali, 2019)
menyebutkan sebanyak 88% responden bersedia membayar lebih dengan peningkatan antara
5% sampai dengan 25% dari harga beras organic saat ini. Penelitian (Setiyadi, H.; Hartono, S.;
Darwanto, 2016) menyebutkan bahwa Kesediaan membayar beras organic di Pontianak adalah
rendah. Ketiga penelitian di atas juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan
membayar antara lain usia, jenis kelamin, Pendidikan, pekerjaan, pendapatan, harga dan merek
beras organic, dan kemasan. Adapun kebaharuan penelitian ini adalah selain menganalisis
mengenai kesediaan membayar konsumen beras organic serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya, penelitian ini juga menganalisis mengenai produk beras organik aromatik
Botanik.

METODOLOGI PENELITIAN
Penentuan lokasi dalam penelitian ini menggunakan metode purposive method.
Penentuan daerah secara metode purposive method yaitu dengan mempertimbangkan
faktorfaktor lingkungan yang berpengaruh terhadap materi penelitian di masing-masing dan
didasarkan pada kondisi yang dapat mewakili secara keseluruhan daerah penelitian (Nugroho,
B., Y., H.; Wulandari, S., Y.; Ridlo, 2015). Daerah penelitian dilakukan pada wilayah
Kabupaten Bondowoso yaitu pada toko Botanik. Lokasi tersebut dipilih karena menjual beras
organik Al-Barokah dengan harga yang selalu diawasi oleh Gapoktan Al-Barokah yaitu
Rp17.500,-. Kesamaan harga yang dibayarkan konsumen untuk produk beras organik aromatik
pada lokasi penelitian dapat membantu mempermudah proses perhitungan analisis Willingness
to Pay.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Analisis
deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau deskripsi atas suatu data yang dilihat
dari nilai rata-rata, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum (Nur, 2012). Metode
analitik adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan alat analisis yaitu dalam
penelitian ini adalah analisis nilai WTP beras organik aromatik Gapoktan Al-Barokah
menggunakan CVM dan regresi linier berganda untuk mengetahui pengaruh dari karakteristik
konsumen terhadap kesediaan membayar konsumen.
Pengambilan contoh menggunakan metode non-probability. Peneliti tidak memberikan
kesempatan atau peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel (Sumarni, Murti; Salamah, 2005). Pengambilan sampel dalam penelitian dengan
menggunakan teknik sampling insidental. Teknik tersebut merupakan teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan. yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan
dirasa cocok sebagai sumber data serta menyetujui untuk dijadikan sampel maka dapat
digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2008). Peneliti menggunakan data rata-rata penjualan
beras organik Botanik pada tahun 2017 yaitu sebesar 13.050kg/tahun. Kemudian dengan
berasumsi bahwa setiap orang membeli 1 kg beras organik aromatik. Sehingga kemudian dalam
menentukan besarnya ukuran sampel digunakan rumus slovin sebagai berikut.

Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, VOL.13 NO.1, MARET 2020 ~ 40


Jumlah sampel yang diperoleh yaitu sebesar 45 responden. Responden pada penelitian
ini adalah konsumen yang melakukan pembelian beras organik aromatik Botanik secara
langsung di toko Botanik. Pengambilan sampel responden dilaksanakan pada periode bulan
Maret – Mei 2019.
Metode pegumpulan data yang digunakan antara lain metode observasi, metode
wawancara, dan metode studi pustaka. Pengamatan atau observasi adalah metode pengumpulan
data dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian.
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden. Menurut (Gulo,
2002), metode studi pustaka adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada
waktu yang lalu. Data statistis yang diterbitkan secara berkala, dan literatur-literatur yang
relevan dimasukkan pula dalam kategori dokumen yang mendukung penelitian.
Metode analisis data yang digunakan pada rumusan masalah karakteristik konsumen
adalah dengan analisis deskriptif mendeskripsikan dan memberikan gambaran mengenai
responden-reponden pada penelitian ini berdasarkan karakteristk demografi meliputi usia, jenis
kelamin, kepedulian pangan, pendidikan, jenis pekerjaan, dan pendapatan perbulan. Rumusan
masalah kedua mengenai harga yang bersedia konsumen bayarkan dianalisis dengan Willingness
to Pay. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis berapa harga yang bersedia konsumen
bayar (WTP) terhadap beras organik aromatik Botanik menggunakan metode CVM. Menurut
(Fauzi, 2004), metode CVM dilakukan melalui 5 tahapan yaitu Membuat hipotesis pasar,
mendapatkan nilai lelang, menghitung rataan WTP, memperkirakan kurva lelang, dan
mengagregatkan data. Analisis yang digunakan untuk rumusan masalah faktor-faktor yang
mempengaruhi niali WTP yaitu menggunakan analisis regresi linier berganda dengan langkah
yakni menganalisis regresi dan uji asumsi klasik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Konsumen Beras Organik Aromatik Botanik
Konsumen yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang
melakukan transaksi pembelian beras organik putih aromatik di toko Botanik dengan kemasan
1kg. Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 45 orang konsumen yang bersedia untuk di
wawancara. Berikut adalah karakteristik konsumen berdasarkan demografi yang meliputi usia,
jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan pendapatan
perbulan.

a. Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam
memutuskan suatu keputusan pembelian. Setiap usia akan memiliki kebutuhan konsumsinya
yang berbeda. Pemasar harus memahami kebutuhan konsumen dari segi usianya di suatu
wilayah yang akan dijadikan target pasar. Kebutuhan konsumsi, jumlah konsumsi, dan selera
konsumsi biasanya berbeda pada setiap perbedaan usianya. Karakteristik konsumen beras
organik aromatik Botanik berdasarkan usia disajikan dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Karakteristik konsumen beras organik Botanik berdasarkan usia


No. Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. 21-30 10 22,2
3. 31-40 13 28.9
5. 41-50 15 33,3
7. 51-60 5 11,1
9. 61-70 2 4,4

Total 45 100

41 ~ Analisis Willingness to Pay Beras. . . . Elrey All Habib & Ebban Bagus Kuntadi
Sumber: Data Primer Diolah, 2019.

Tabel 1 menjelaskan bahwa umur konsumen yang paling banyak membeli produk
Beras organik aromatik berada pada usia separuh baya (36 – 50 tahun), namun meski memiliki
jumlah konsumen terbanyak pada usia separuh baya ini konsumen lebih terbiasa
mengkonsumsi beras non organik yang pada penelitian ini didapati sebanyak 16 orang atau
57,1% dari jumlah konsumen separuh baya. Konsumen dengan kebiasaan mengkonsumsi beras
organik justru didapati pada kelompok usia tua dan lanjut usia (51 – >65 tahun) dengan jumlah
5 orang atau 71,4 %. Responden yang lebih sering mengkonsumsi beras non organik ini
memberikan alasan produk non organik lebih mudah untuk didapatkan dan memiliki harga
yang lebih terjangkau. Menurut mereka yang mengkonsumsi beras organik, mengkonsumsi
beras jenis organik mampu membantu untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga mereka.

b. Jenis Kelamin
Karakteristik jenis kelamin responden berpengaruh dalam keputusan pembelian. Sikap
yang dimiliki laki-laki dan perempuan tentu memiliki perbedaan dalam memutuskan pembelian
suatu produk. Karakteristik konsumen beras organik aromatik Botanik berdasarkan jenis
kelamin dibedakan menjadi jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin memberikan
pengaruh pada peranan dalam keluarga seorang konsumen. Karakteristik konsumen berdasarkan
jenis kelamin disajikan dalam tabel 2 berikut.

Tabel 2 Karakteristik konsumen beras organik aromatik Botanik berdasarkan jenis kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. Laki-laki 30 66,6
2. Perempuan 15 33,3

Total 45 100
Sumber: Data Primer Diolah, 2019

Tabel 2 menjelaskan bahwa konsumen dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 30


orang dengan presentase 66,6%, sedangkan konsumen perempuan hanya berjumlah 15 orang
dengan persentase 33,3%. Berdasarkan data yang terkumpul saat penelitian, dari 45 responden
yang merupakan konsumen beras organik aromatik Botanik didominasi oleh responden berjenis
kelamin laki-laki. Menurut (Nitisusastro, 2013), fungsi laki-laki dalam keluarga adalah sebagai
kepala rumah tangga, dengan tugas utama sebagai pencari nafkah bagi kehidupan keluarganya.
Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya banyak dilakukan di luar rumah. Wewenang
lakilaki sebagai kepala rumah tangga bisa dikatakan tidak terbatas. Sebaliknya, sebagai
perempuan dalam keluarga memiliki tugas sebagai pendamping suami. Tugas perempuan lebih
banyak dilakukan di dalam rumah.

c. Jumlah Keluarga
Jumlah anggota keluarga pada umumnya terdiri dari ayah, ibu, anak, dan terkadang
terdapat asisten ruah tangga yang juga menjadi tanggungan keluarga. Jumlah anggota keluarga
yang menjadi tanggungan keluarga memiliki dampak pada jumlah pengeluaran belanja keluarga.
Semakin banyak anggota keluarga yang ditanggung maka semakin banyak pula kebutuhan untuk
konsumsi keluarganya, sebaliknya jika jumlah anggota keluarganya semakin sedikit maka
jumlah belanja keluarganya akan semakin minim. Karakteristik konsumen beras organik
aromatik Botanik berdasarkan jumlah anggota keluarga disajikan dalam Tabel 3
Tabel 3 menjelaskan bahwa konsumen beras organik aromatik Botanik yang menjadi
responden pada penelitian ini terbanyak adalah memiliki jumlah tanggungan keluarga yaitu
sebanyak 3 orang dengan jumlah responden 14 orang serta persentase 31,1%. Setiap anggota
keluarga memiliki fungsinya masing-masing dalam proses pembelian suatu hal yang akan
dikonsumsi oleh keluarga secara bersama-sama. Berdasarkan hasil penelitian pada keluarga
yang memiliki tanggungan sebanyak 3 orang, sebanyak 9 responden mengatakan mendapatkan
dorongan dari pihak keluarga untuk mengkonsumsi beras organik dan sisanya 5 responden
Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, VOL.13 NO.1, MARET 2020 ~ 42
mendapat dorongan mengkonsumsi beras organik dari teman, tetangga atau media sosial. Sifat
dorongan yang didapat adalah dalam bentuk ajakan untuk mengkonsumsi beras organik.
Walaupun mendapatkan dorongan dari orang lain namun keseluruhan responden mengatakan
tidak ada paksaan dari pihak lain untuk mengkonsumsi beras organik aromatik Botanik.

Tabel 3 Karakteristik konsumen beras organik Botanik berdasarkan jumlah keluarga


No. Jumlah Keluarga Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. 1 2 4,4
2. 2 11 24,4
3. 3 14 31,1
4. 4 12 26,8
5. 5 6 13,3

Total 45 100
Sumber: Data Primer Diolah, 2019

d. Pendidikan
Karakteristik pendidikan responden berpengaruh terhadap kebutuhan dan keinginan
seseorang. Ketika melihat sebuah produk, seseorang dengan jenjang pendidikan yang masih
rendah akan memiliki wawasan yang lebih terbatas dibandingkan dengan seseorang yang
memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi (Nitisusastro, 2013). Berikut Tabel 4
menunjukkan tingkat pendidikan konsumen beras organik aromatik Botanik.

Tabel 4 Karakteristik konsumen beras organik aromatik Botanik berdasarkan tingkat pendidikan
No. Pendidikan Terakhir Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. SMP 5 11,1
2. SMA 10 22,2
3. Perguruan Tinggi 30 66,7

Total 45 100
Sumber: Data Primer Diolah, 2019

Tabel 4 menjelaskan tentang konsumen beras organik aromatik Botanik sebanyak 30


orang dengan persentase 66,6% adalah tamat Perguruan Tinggi (Sarjana). Sebanyak 5 orang
konsumen dengan pendidikan terakhir hanya SMP dengan persentase sebesar 11,1%. Pendidikan
terakhir konsumen paling banyak adalah perguruan tinggi. Jenjang pendidikan yang telah
dijalani oleh konsumen berpengaruh terhadap cara dari setiap konsumen melakukan pencarian
informasi mengenai produk yang mereka akan beli. Mayoritas responden dalam penelitian ini
memiliki latar belakang pendidikan formal perguruan tinggi. Responden dengan pendidikan
perguruan tinggi lebih menunjukkan kepercayaan mereka terhadap kebaikan yang terkandung
dalam produk organik. Menurut (Hidayati, R.; Fariyanti, A.; Kusnadi, 2015), tingkat pendidikan
seseorang akan meningkatkan kesadarannya terhadap pentingnya kesehatan bahan pangan yang
akan mereka konsumsi. Berdasarkan hasil wawancara sebanyak 18 orang responden dengan
pendidikan perguruan tinggi terbiasa mengkonsumsi beras organik dan 12 orang responden
berpendidikan perguruan tinggi terbiasa mengkonsumsi beras organik dikombinasikan dengan
beras non organik. Responden dengan pendidikan terakhir SMA sebanyak 4 orang terbiasa
mengkonsumsi beras organik dan 6 orang terbiasa mengkonsumsi beras organik dengan di
kombinasikan dengan beras non organik. Responden dengan pendidikan terakhir SMP sebanyak
1 orang terbiasa mengkonsumsi beras organik dan 4 orang terbiasa mengkonsumsi beras organik
dengan dikombinasikan dengan beras non organik.

e. Pekerjaan

43 ~ Analisis Willingness to Pay Beras. . . . Elrey All Habib & Ebban Bagus Kuntadi
Karakteristik konsumen beras organik aromatik Botanik berdasarkan jenis pekerjaan
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu PNS dan Non-PNS. Menurut (Nitisusastro, 2013), di Indonesia
jenis pekerjaan sering dibedakan menjadi 2 yaitu pekerja sektor formal dan pekerja sektor non
formal. Pekerjaan formal biasanya adalah pekerjaan yang memiliki struktur yang sudah jelas
contohnya pemerintahan. Sedangkan pekerjaan non formal adalah pekerjaan yang dimana
lingkungan kerjanya biasanya memiliki aturan atau struktur yang lebih fleksibel contohnya
swasta atau bisa juga sebagai pengusaha. Karakteristik konsumen berdasarkan jenis pekerjaan
dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Karakteristik konsumen beras organik aromatik Botanik berdasarkan jenis pekerjaan
No. Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. Non-PNS 28 62,2
2. PNS 17 37,8

Total 45 100
Sumber: Data Primer Diolah, 2019

Tabel 5 menjelaskan bahwa konsumen beras organik aromatik Botanik sebanyak 62,2%
sebagai Non-PNS dan PNS sebanyak 37,8%. Perbedaan lingkungan kerja tentu saja akan
membedakan pula jenis informasi yang didapatkan oleh setiap orang. Pengetahuan informasi
yang didapat mengenai produk beras Botanik mempengaruhi keputusan untuk membeli produk.
Hasil wawancara pada responden non-PNS menunjukkan sebanyak 9 orang mengetahui produk
beras organik Botanik dari media sosial terutama facebook dan koran, 16 orang mengetahui dari
keluarga atau tetangga, dan sisanya 3 orang mengetahui dari diri mereka sendiri ketika tidak
sengaja melakukan pembelian di toko Botanik. Sedangkan hasil wawancara pada responden
PNS hampir seluruhnya yaitu sebanyak 12 orang mengetahui produk ini dari kerabat kerja dan
sisanya 5 orang mengetahui dari diri sendiri karena memang produk beras organik Gapoktan
AlBarokah merupakan binaan dari Dinas Pertanian Kabupaten Bondowoso. Responden yang
bekerja sebagai PNS tentunya mendapatkan informasi yang lebih cepat mengenai produk beras
organik Botanik.
Informasi yang didapat dari lingkungan kerja juga dapat terlihat perbedaannya antara
responden PNS dan non-PNS ketika ditanya mengenai pengetahuan mereka tentang produk
beras organik selain dengan nama dagang Botanik. Hasil wawancara menunjukkan bahwa
keseluruhan responden yang bekerja sebagai kategori non-PNS sama sekali tidak mengetahui
merek produk beras organik selain merek Botanik, yang mereka ketahui hanyalah produk beras
organik Botanik dan berbagai produk beras non organik yang sudah banyak tersebar di pasaran.
Hal ini berbeda dengan ketika peneliti menanyakan pertanyaan yang sama kepada pekerja PNS,
beberapa dari mereka 5 orang dari mereka mengaku mengetahui merek beras organik selain
Botanik. Ketika responden PNS diberi pertanyaan apakah mereka mengetahui produk beras
organik lain bahkan mereka menyebutkan beberapa merek seperti O-Rice, Lereng Raung, dan
Sirtanio.

f. Pendapatan Perbulan
Menurut (Husodo, S., 2009), menyatakan adanya kecenderungan konsumen dengan
pendapatan menengah keatas cenderung lebih memiliki kesadaran akan pentingnya produk
ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan yaitu rata-rata
responden yang mengkonsumsi beras organik memiliki pendapatan diatas UMK Bondowoso.
Tabel 6 menjelaskan mengenai karakteristik konsumen berdasarkan pendapatan yang
didapat per-bulan. Konsumen mayoritas memiliki pendapatan > Rp3.000.000 ≤ Rp4.000.000
dengan jumlah 16 orang. Konsumen terbanyak kedua memiliki pendapatan > Rp2.000.000 ≤
Rp3.000.000 dengan jumlah 12 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah
pendapatan sebesar Rp2.000.000 ≤ Rp4.000.000 sudah adalah kelompok konsumen yang sudah
meberikan perhatian pada pola konsumsi yang sehat. Sedangkan konsumen dengan jumlah
paling sedikit adalah konsumen dengan rentang pendapatan > 6.000.000 ≤ 7.000.000 dan
rentang > 8.000.000 ≤ 9.000.000 yaitu masing-masing adalah hanya 1 orang. Konsumen dengan
Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, VOL.13 NO.1, MARET 2020 ~ 44
pendapatan tinggi pada toko beras organik didapati hanya sedikit, hal ini bisa saja dikarenakan
ada segmentasi pasar konsumsi beras merah atau konsumsi beras hitam yang memiliki nilai
harga yang lebih mahal lagi.

Tabel 6 Karakteristik konsumen beras organik aromatik Botanik berdasarkan pendapatan


perbulan
No. Pendapatan (Rp) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. > 1.000.000 ≤ 2.000.000 3 6,7
> 2.000.000 ≤ 3.000.000 12 26,7
> 3.000.000 ≤ 4.000.000 16 35,6
> 4.000.000 ≤ 5.000.000 9 20,0
> 5.000.000 ≤ 6.000.000 2 4,4
> 6.000.000 ≤ 7.000.000 1 2,2
> 7.000.000 ≤ 8.000.000 0 0
> 8.000.000 ≤ 9.000.000 1 2,2
Total 45 100
Sumber: Data Primer Diolah, 2019

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kesediaan Membayar (WTP) Konsumen Beras Organik Aromatik Botanik Gapoktan


AlBarokah Di Kabupaten Bondowoso
Harga yang ditetapkan Toko Botanik untuk 1kg beras organik aromatik Botanik adalah
Rp 17.500. Kualitas dan keunggulan yang dimiliki oleh beras organik adalah salah satu alasan
yang menyebabkan harga beras organik lebih mahal dibandingkan beras non-organik. Oleh
sebab itu, pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui seberapa besar kesediaan konsumen
untuk membayar (WTP) produk beras organik Botanik di Kabupaten Bondowoso. Untuk
mendapatkan nilai WTP dilakukan wawancara langsung kepada konsumen yang dilanjutkan
dengan 5 tahapan perhitungan nilai WTP melalui metode Contingent Valuation Method (CVM)
sebagai berikut:

1. Membuat Hipotesis Pasar


Wawancara langsung kepada konsumen beras organik dilakukan untuk mengetahui
hipotesis pasar. Wawancara dilakukan dengan memberikan informasi terkait karakteristik dan
kualitas produk. Hal tersebut bertujuan agar konsumen memiliki gambaran situasi pasar
hipotetik sehingga dapat menentukan sejumlah uang yang bersedia dibayarkan untuk
mendapatkan 1kg beras organik Botanik. Pada tahap ini peneliti memberi beberapa informasi
seperti pengertian beras organik, penjelasan singkat terkait budidaya beras organik, manfaat
yang dimiliki, dan harga produk tersebut. Selanjutnya responden dapat menentukan harga yang
bersedia dibayarkan dari harga yang saat ini berlaku yaitu Rp17.500/kg dan harga beras
anorganik sebagai perbandingan yang ditentukan oleh peneliti yaitu sebesar Rp10.000/kg. Pasar
hipotesis ini pada dasarnya bertujuan untuk menanyakan langsung kepada responden berapa

45 ~ Analisis Willingness to Pay Beras. . . . Elrey All Habib & Ebban Bagus Kuntadi
harga maksimum yang bersedia dibayarkan untuk produk beras organik aromatik Botanik.
Responden dapat menentukan harga berapapun sesuai keinginannya tanpa diberi pilihan harga
dari peneliti.

2. Mendapatkan Nilai Lelang


Peneliti menggunakan pertanyaan terbuka untuk mengetahui nilai lelang. Cara yang
digunakan adalah responden diberi kebebasan untuk menyatakan nilai yang ingin dibayar untuk
1kg beras organik aromatik dengan persepsi individu (responden). Hasil survey terhadap 45
konsumen beras organik aromatik Botanik yang melakukan pembelian secara langsung di toko
Botanik Kabupaten Bondowoso menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 22 responden bersedia
untuk membayar dengan harga lebih lebih tinggi diatas harga pasar yang berlaku yaitu Rp
17.500/1kg beras organik aromatik Botanik. Sebanyak 13 orang konsumen beras organik
aromatik Botanik bersedia membayar dengan harga lebih rendah dari harga yang berlaku di
pasar yaitu Rp17.500/1kg beras organik aromatik Botanik. Berikut adalah sebaran nilai atau
biaya yang konsumen bersedia bayarkan.

Tabel 7 Nilai WTP, jumlah responden, dan frekuensi kumulatif jumlah responden beras organik
aromatik Botanik tahun 2019
No. Nilai WTP (Rp) Jumlah Responden Frekuensi Kumulatif
1 13.000 3 3
2 14.000 3 6
3 15.000 4 10
4 16.000 3 13
5 18.000 12 25
6 19.000 6 31
7 20.000 8 39
8 21.000 3 42
9 22.000 2 44
10 30.000 1 45
Total 45
Sumber : Data Primer Diolah, 2019

Tabel 7 menunjukkan sebaran harga yang konsumen bersedia bayarkan untuk 1kg beras
organik aromatik Botanik. Nilai terendah yang konsumen bersedia bayar adalah Rp 13.000 dan
nilai tertinggi yang didapatkan adalah sebesar Rp 30.000. Sebanyak 13 responden tidak bersedia
membayar lebih, sedangkan 32 responden bersedia membayar lebih dari harga yang telah
ditetapkan oleh Gapoktan Al-Barokah. Nilai WTP yang paling banyak muncul sebagai jawaban
kesediaan membayar untuk 1kg beras organik aromatik Botanik adalah Rp 18.000 dengan
jumlah responden yang menyatakan hal tersebut sebanyak 12 orang. Sebanyak 13 responden
memberikan nilai WTP dibawah harga yang sudah ditentukan oleh Gapoktan Al Barokah . Harga
beras organik aromatik Botanik yang berlaku di pasar saat ini sebesar Rp 17.500. Responden
yang bersedia membayar lebih rendah dari harga awal produk mengaku harga tersebut terlalu
tinggi. Beberapa responden juga mengaku bahwa keadaan ekonominya tidak mendukung untuk
membayar lebih produk beras organik aromarik Botanik. Kondisi ekonomi yang tidak
mendukung untuk membayar lebih itu disiasati oleh responden dengan melakukan konsumsi
beras organik dengan cara mencampurnya dengan beras non organik.
Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas responden bersedia membayar lebih tinggi
karena yakin akan keamanan dan kepastian organik dari produk beras organik aromatik Botanik
dari segi kualitas produk. Selain itu, para responden yang bersedia membayar lebih juga
mengatakan bahwa produk beras organik aromatik Botanik memiliki rasa beras yang nikmat dan
tidak ditemukan dalam cita rasa beras non-organik. Kemasan beras organik aromatik Botanik
yang hieginis juga menjadi alasan beberapa konsumen bersedia membayar lebih tinggi.

3. Menghitung Rataan WTP

Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, VOL.13 NO.1, MARET 2020 ~ 46


Nilai rataan WTP dihitung berdasarkan nilai lelang yang diperoleh pada tahap dua.
Perhitungan ini didasarkan pada nilai rataan dan nilai tengah. Nilai rataan WTP diperoleh
dengan perkalian antara nilai WTP responden dengan frekuensi relatif responden. Dugaan harga
maksimum yang konsumen bersedia bayarkan untuk 1kg beras organik aromatik Botanik
diperoleh berdasarkan nilai WTP dengan jumlah responden. Data responden beserta harga yang
bersedia mereka bayarkan dikelompokkan berdasarkan harga yang sama. Berikut Tabel 8
menjelaskan hasil perhitungan rataan nilai WTP konsumen beras organik aromatik Botanik di
Kabupaten Bondowoso.

Tabel 8 Nilai WTP, jumlah responden, frekuensi relatif jumlah responden, total wtp, dan mean
beras organik aromatik Botanik di Kabupaten Bondowoso tahun 2019

Jumlah Frekuensi Total WTP (Rp) Mean WTP


No. Nilai WTP (Rp)
Responden Relatif (Rp)/Orang
1 13000 3 0,07 39000 866,67
2 14000 3 0,07 42000 933,33
3 15000 4 0,09 60000 1333,33
4 16000 3 0,07 48000 1066,67
5 18000 12 0,27 216000 4800,00
6 19000 6 0,13 114000 2533,33
7 20000 8 0,18 160000 3555,56
8 21000 3 0,07 63000 1400,00
9 22000 2 0,04 44000 977,78
10 30000 1 0,02 30000 666,67
Total 45 1 816000 18133,33
Sumber : Data Primer Diolah, 2019
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata yang diperoleh adalah sebesar
Rp 18.133,33. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan harga antara harga yang
ditetapkan di pasar dengan harga yang konsumen bersedia bayar sebesar Rp 633. Adanya
kelebihan harga sebesar Rp 633 tersebut dalam istilah ekonomi disebut surplus konsumen.
Meskipun beberapa responden menyebut harga yang produk terlalu mahal, namun sebanyak 32
responden masih bersedia membayar beras organik aromatik Botanik dengan harga yang lebih
tinggi.

4. Memperkirakan Kurva Lelang (Bid Curve)


Kurva WTP menjelaskan frekuensi responden terhadap setiap penambahan harga WTP
konsumen beras organik aromatik Botanik. Kurva WTP dibentuk berdasarkan jumlah kumulatif
dari jumlah responden yang memilih suatu nilai WTP tertentu. Asumsi yang digunakan adalah
apabila individu yang bersedia membayar suatu nilai tertentu jumlahnya akan semakin sedikit
sejajar dengan peningkatan nilai WTP. Kurva WTP memiliki negative slope jika semakin tinggi
nilai WTP maka semakin sedikit orang yang bersedia membayar dan sebaliknya. Berikut kurva
WTP konsumen beras organik aromatik Botanik disajikan pada Gambar 1.

47 ~ Analisis Willingness to Pay Beras. . . . Elrey All Habib & Ebban Bagus Kuntadi
Gambar 1 Grafik WTP konsumen beras organik aromatik Botanik

Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai harga WTP, maka semakin
sedikit jumlah responden yang bersedia untuk membayar beras organik aromatik Botanik. Pada
kurva diatas dijelaskan bahwa semakin tinggi nilai harga WTP, kenaikan nilai kesediaan
membayar konsumen (WTP) semakin sedikit jumlah respondennya. Kondisi tersebut sesuai
dengan hukum permintaan yang menjelaskan bahwa jumlah barang yang diminta akan
berbanding terbalik dengan tingkat harga barang.
.
5. Mengagregatkan Data
Agregasi data WTP adalah suatu proses dimana nilai rataan sampel diubah ke nilai total
rataan populasi. Nilai agregasi WTP diperoleh dalam hal ini berfungsi untuk melihat potensi
finansial yang dapat dihasilkan. Cara yang dilakukan adalah perkalian antara nilai WTP
dikalikan dengan jumlah populasi. Jumlah populasi dalam penelitian ini sulit dipastikan maka
peneliti menggunakan total penjualan beras organik aromatik tahun 2017 sebesar 156.603 kg
seperti yang tertulis pada tabel 3.1. Dengan demikian artinya penerimaan yang didapatkan
adalah Rp 18.133 x 156.603 = Rp 2.839.733.878 dalam satu tahun. Sedangkan penerimaan yang
didapat ketika menggunakan harga Rp 17.500 adalah Rp 17.500 x 156.603 = Rp 2.740.552.500
dalam satu tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi finansial yang dapat dihasilkan dari
produk beras organik aromatik Botanik adalah sebesar Rp 99.181.378 dalam satu tahun .

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar Konsumen Beras Organik


Aromatik Botanik Bondowoso
Aplikasi yang digunakan untuk menguji rumusan masalah ketiga ini adalah dengan IBM
SPSS statistics versi 23. Taraf nyata yang digunakan dalam menguji signifikansi adalah α= 5%,
artinya tingkat kepercayaan hasil penelitian ini sebesar 95%. Sebelum mengintepretasi hasil
output dari SPSS, perlu dilakukan pengujian asumsi klasik regresi untuk melihat kevalidan
regresi dalam memprediksi hasil. Peneliti melakukan beberapa pengujian yaitu: (1) uji
normalitas, (2) uji multikolinieritas, (3) uji heteroskedastisitas, dan (4) uji autokorelasi. Hasil
dari uji asumsi klasik pada model menunjukkan bahwa model tersebut sudah BLUE (Best Linier
Unbiased Estimators) sehingga dilanjutkan ke tahap analisis berikutnya. Uji statistik yang
digunakan yaitu koefisien determinasi (R 2), uji statistik F, dan uji statistik T. Tabel 4.4.2
menunjukkan hasil analisis menggunakan alat bantu SPSS 23.

Tabel 9 Hasil analisis regresi linier berganda pada faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan
membayar konsumen beras organik aromatik Botanik
Variabel Koef. Regresi t hitung Sig.
Konstanta 20.969,360 7,076 0,000
Usia (X1) -89,108 -2,142 0,039
Jenis Kelamin (D1) 1.378,441 1,961 0,057
Jumlah Anggota Keluarga (X2) -703,338 -1,817 0,077
Pendidikan (X3) -388,233 -2,518 0,016

Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, VOL.13 NO.1, MARET 2020 ~ 48


Jenis Pekerjaan (D2) 3.436,043 3,794 0,001
Kepedulian Pangan Sehat (D3) 2.479,736 2,790 0,008
Pendapatan (X4) 0,001 4,288 0,000
Durbin Watson 1,696
F-hitung 7,848 F-tabel 2,349
t-tabel 2,024
Adjusted R Square 0,521
Sumber : Data Primer Diolah, 2019

a. Koefisien determinasi (Adj. R2)


Nilai Adjusted R2 digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
independen dalam model regresi terhadap variabel dependen terkait dengan analisis regresi
faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar beras organik aromatik Botanik di
Kabupaten Bondowoso. Hasil dari analisis menunjukkan nilai adjusted R 2 adalah sebesar 0,521
atau 52,1%. Nilai tersebut menjelaskan bahwa sebesar 52,1% nilai WTP beras organik aromatik
Botanik dipengaruhi dan dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen yang ada pada
model. Sisanya sebesar 47,9% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang berada diluar model.
b. Uji Statistik F
Uji Statistik F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang ada
di dalam model memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Nilai dari
hasil uji F yaitu nilai signifikansi ANOVA adalah 0,000 < 0,05 dan F-hitung sebesar 7,848 > F-
tabel sebesar 2,349. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel independen (usia, jenis
kelamin, jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, kepedulian terhadap pangan sehat dan
pendapatan) berpengaruh secara nyata terhadap variabel dependen (nilai WTP beras organik
aromatik Botanik di Kabupaten Bondowoso).

1. Variabel Usia (X1)


Variabel usia (X1) memiliki nilai koefisien regresi sebesar - 89,108. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi umur seseorang maka akan menurunkan nilai WTP
konsumen sebesar Rp 89. Nilai t hitung yaitu sebesar -2,142 > t tabel sebesar 2,024, maka H 0
ditolak artinya variabel usia (X1) berpengaruh secara nyata terhadap nilai WTP konsumen beras
organik aromatik Botanik. Variabel usia juga dinyatakan berpengaruh secara nyata terhadap
nilai WTP konsumen dengan nilai signifikansi sebesar 0,039 < 0,05 dengan taraf kepercayaan
95%.
Variabel usia memiliki korelasi yang negatif terhadap nilai WTP. Berdasarkan hasil
analisis setiap peningkatan usia konsumen maka kesediaan dalam membayar beras organik
aromatik Botanik akan semakin rendah. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian (Rahayu,
A.D.; Hapsari, T.D.; Adam, 2017), dengan judul “Analisis Kesediaan Membayar (Willingness to
Pay) Beras Cerdas CV An-Nahlah di Kabupaten Jember” yang menyatakan bahwa semakin
tinggi tingkatan kelompok usia maka akan meningkatkan nilai WTP. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan di toko Botanik, menunjukan bahwa mayoritas konsumen yang
melakukan pembelian beras organik aromatik Botanik berusia lanjut usia biasanya memiliki
kondisi ekonomi yang kurang mendukung untuk bersedia membayar lebih produk beras organik
Botanik.

2. Variabel Jumlah Anggota Keluarga (X2)


Variabel Jumlah Anggota Keluarga (X 2) memiliki nilai koefisien regresi sebesar
703,338. Nilai tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah anggota keluiarga yang
menjadi tanggungan sebanyak 1 jiwa maka akan menurunkan nilai WTP konsumen sebesar Rp
703. Nilai t hitung yaitu sebesar -1,187 < t tabel sebesar 2,024, maka H 0 diterima artinya
variabel usia (X1) tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai WTP konsumen beras organik
aromatik Botanik. Variabel jumlah anggota keluarga juga dinyatakan tidak berpengaruh secara
nyata terhadap nilai WTP konsumen dengan nilai signifikansi sebesar 0,077 > 0,05 dengan taraf
kepercayaan 95%.

49 ~ Analisis Willingness to Pay Beras. . . . Elrey All Habib & Ebban Bagus Kuntadi
Berdasarkan hasil wawancara pada konsumen beras organik aromatik Botanik.terdapat
beberapa responden yang menjelaskan bahwa mereka melakukan pembelian beras organik
karena salah satu anggota keluarga mereka mengalami sakit diabetes sehingga mereka
berkeyakinan mencari jalan keluar pengobatan dengan memberikan beras organik pada anggota
keluarga tersebut namun beberapa anggota keluarga yang lain ada yang tetap mengkonsumsi
beras non organik. Sumber pengaruh pembelian juga tergantung dari jenis barang yang akan
dibeli. Peranan setiap anggota dalam membeli berbeda-beda menurut macam keinginan anggota
keluarga yang berbeda.

3. Variabel Jenis Kelamin (D1)


Variabel jenis kelamin pada penelitian ini dibedakan menggunakan variabel dummy,
yaitu perempuan diberi nilai 0 dan laki-laki diberi nilai 1. Berdasarkan hasil perhitungan,
variabel jenis kelamin memiliki nilai koefisien regresi positif dengan nilai sebesar 1.378,441.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa responden laki-laki memiliki nilai WTP lebih tinggi sebesar
Rp1.378,441 dibanding dengan konsumen berjenis kelamin perempuan. Nilai t hitung sebesar
1,961 < 2,024, maka H0 diterima artinya variabel jenis kelamin (D1) tidak berpengaruh secara
nyata terhadap nilai WTP beras organik aromatik Botanik. Nilai signifikansi variabel jenis
kelamin (D1) sebesar 0,057 > 0,05 artinya variabel jenis kelamin (D 1) tidak berpengaruh secara
nyata terhadap nilai WTP konsumen beras organik aromatik Botanik dengan taraf kepercayaan
95%.
Hasil perhitungan terkait variabel jenis kelamin menunjukkan bahwa responden lakilaki
bersedia membayar lebih tinggi dibandingkan responden perempuan. Berdasarkan hasil
wawancara terhadap 6 orang konsumen perempuan mengatakan bahwa tidak bersedia membayar
lebih karena perempuan memikirkan kebutuhan keluarga yang cenderung menekan kebutuhan
dapur. Pengakuan responden laki-laki tertarik untuk membeli produk ini karena meyakini bahwa
memiliki banyak manfaat dan rasa yang lebih nikmat dibanding beras non organik. (Machfoedz,
2005), mengatakan Istri dalam keluarga umumnya bertindak sebagai unsur penentu dalam
pembelian kebutuhan rumah tangga terutama dalam hal makanan, berbagai kebutuhan rumah,
dan pakaian. Tetapi, dengan berkembangnya berbagai profesi yang menjadikan banyak wanita
bekerja sehingga istri tidak lagi hanya berperan sebagai ibu rumah tangga. Kondisi ini
mengubah anggapan bahwa hanya istri yang merupakan pembeli tunggal untuk barang
kebutuhan sehari-hari.

4. Variabel Tingkat Pendidikan (X3)


Pada penelitian ini variabel tingkat pendidikan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu SMA
dan Perguruan Tinggi (S1/D3). Nilai koefisien regresi variabel tingkat pendidikan yaitu sebesar
-388,233. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 tahun pendidikan akan
menurunkan nilai WTP sebesar Rp 388 per 1000gram beras organik aromatik Botanik. Nilai
thitung sebesar 2,518 > 2,024, maka H 0 ditolak artinya variabel tingkat pendidikan (X 3)
berpengaruh secara nyata terhadap nilai WTP beras organik aromatik Botanik. Variabel tingkat
pendidikan (X3) juga dinyatakan berpengaruh secara nyata berdasarkan nilai signifikansi yaitu
sebesar 0,016 < 0,05 dengan taraf kepercayaan 95%.
Variabel pendidikan memiliki korelasi yang negatif terhadap nilai WTP. Berdasarkan
hasil analisis semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin menurunkan nilai WTP.
Pendidikan akan berpengaruh pada informasi dan pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan
seseorang juga akan mampu membuat pemikiran seseorang lebih terbuka. Berdasarkan hasil
wawancara terhadap responden diketahui bahwa tingkat pendidikan responden sebagian besar
adalah Perguruan Tinggi/Sederajat. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat
pendidikan responden sangat baik, sehingga pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya
kesehatan lebih tinggi. Hal ini berdampak pada ragam pangan yang akan dijadikan dikonsumsi.
Selaras dengan hal tersebut, dalam penelitian ini pada beberapa konsumen beras organik Botanik
yang telah memiliki pendidikan sarjana menjelasakan bahwa mereka tidak ingin membayar lebih
dari harga beras organik Botanik. Ketidak inginan membayar lebih itu karena mereka berpikiran
bahwa pola hidup yang sehat tidak hanya dipengaruhi oleh konsumsi beras organik saja namun
ragam pangan yang lain juga berpengaruh.

Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, VOL.13 NO.1, MARET 2020 ~ 50


5. Variabel Jenis Pekerjaan (D2)
Variabel jenis pekerjaan pada penelitian ini dibedakan menggunakan variabel dummy
dengan non PNS diberi nilai 0 dan PNS diberi nilai 1. Variabel jenis pekerjaan memiliki nilai
koefisien regresi positif sebesar 3.436,043. Nilai tersebut menunjukkan konsumen PNS bersedia
membayar lebih tinggi sebesar Rp 3.436 dibanding konsumen yang Non PNS. Nilai t-hitung
sebesar 3,794 > 2,024, maka H0 ditolak artinya variabel jenis pekerjaan (D 2) berpengaruh secara
nyata terhadap nilai WTP beras organik aromatik Botanik. Variabel jenis pekerjaan (D 2) juga
dinyatakan berpengaruh secara nyata berdasarkan nilai signifikansi yaitu sebesar 0,001 < 0,05
dengan taraf kepercayaan 95%.
Jenis pekerjaan responden pada penelitian berpengaruh secara signifikan atau nyata
terhadap kesediaan membayar konsumen. Pendidikan akan mempengaruhi pekerjaan yang
dilakukan oleh konsumen. Jenis pekerjaan kemudian akan mempengaruhi pendapatan yang
konsumen terima. Selanjutnya pendapatan akan mempengaruhi proses keputusan dan pola
konsumsi yang akan mempengaruhi daya beli konsumen terhadap suatu produk. Hasil
wawancara pada penelitian ini menunjukkan bahwa konsumen PNS lebih memiliki loyalitas
terhadap produk beras organik aromatik Botanik. Hal itu juga dipengaruhi karena produk beras
organik Botanik merupakan binaan dari Dinas Pertanian Bondowoso. Responden dengan
pekerjaan PNS maupun Non PNS menunjukkan pemikiran atau sudut pandang terhadap beras
organik aromatik Botanik tidak terlalu beda. Seluruh responden baik yang bekerja sebagai
pegawai maupun non-pegawai menilai bahwa produk beras Botanik memiliki manfaat yang
lebih baik dibanding beras non organik.

6. Variabel Pendapatan (X6)


Variabel pendapatan (X6) memiliki nilai koefisien regresi positif sebesar 0,001. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa setiap penambahan pendapatan sebesar Rp 1,- maka akan
meningkatkan nilai WTP konsumen sebesar Rp 0,001,. Nilai t hitung yaitu sebesar 4,288 > t
tabel sebesar 2,024, maka H 0 ditolak artinya variabel pendapatan perbulan (X 6) berpengaruh
secara nyata terhadap nilai WTP konsumen beras organik aromatik Botanik. Variabel
pendapatan perbulan juga dinyatakan berpengaruh secara nyata terhadap nilai WTP konsumen
dengan nilai signifikansi t-hitung sebesar 0,000 < 0,05 dengan taraf kepercayaan 95%.
Variabel pendapatan memiliki korelasi yang positif terhadap nilai WTP. Berdasarkan
hasil penelitian semakin tinggi pendapatan seseorang responden maka akan meningkatkan
kemauan responden tersebut untuk membayar lebih pada produk beras organik aromatik Botanik
diatas harga yang berlaku di pasar yaitu Rp17.500. Variabel pendapatan merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen dan menentukan seberapa besar harga
kesediaan membayar atau WTP beras organik aromatik Botanik. Pada penelitian ini, pendapatan
yang dimaksud adalah jumlah uang yang didapat oleh responden dalam waktu satu bulan.
Berdasarkan hasil analisis presentase tertinggi kesediaan membayar beras organik aromatik
Botanik berada pada pendapatan > 3.000.000 ≤ 4.000.000 sebanyak 35,6 %.

7. Variabel Kepedulian Pangan Sehat (D3)


Variabel kepedulian pangan sehat pada penelitian ini dibedakan menggunakan variabel
dummy, yaitu konsumen yang tidak peduli terhadap bahan pangan sehat diberi nilai 0 dan
konsumen yang peduli dengan bahan pangan sehat diberi nilai 1. Variabel kepedulian pangan
sehat memiliki nilai koefisien regresi positif sebesar 2479,736. Nilai tersebut menunjukkan
konsumen yang peduli terhadap bahan pangan sehat bersedia membayar lebih tinggi sebesar Rp
2.479,736 dibanding konsumen yang tidak peduli terhadap bahan pangan sehat. Nilai t-hitung
sebesar 2,790 > 2,024, maka H0 ditolak artinya variabel kepedulian bahan pangan sehat (D 3)
berpengaruh secara nyata terhadap nilai WTP beras organik aromatik Botanik. Variabel
kepedulian bahan pangan sehat (D3) juga dinyatakan berpengaruh secara nyata berdasarkan nilai
signifikansi yaitu sebesar 0,000 < 0,05 dengan taraf kepercayaan 95%.

51 ~ Analisis Willingness to Pay Beras. . . . Elrey All Habib & Ebban Bagus Kuntadi
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Toko Botanik dengan jumlah responden
45 didapatkan karakteristik konsumen beras organik aromatik Botanik adalah mayoritas berusia
separuh baya berjenis kelamin laki-laki yang memiliki jenjang pendidikan perguruan tinggi
dengan pekerjaan non-PNS dan memiliki penghasilan antara > 3.000.000 ≤ 4.000.000 serta
sudah memiliki jumlah tanggungan anggota keluarga 3 orang. Hasil perhitungan analisis
willingness to pay produk beras organik aromatik Botanik adalah Rp 18.133 per 1kg, lebih
tinggi apabila dibandingkan dengan harga yang berlaku di toko yaitu Rp 17.500 dengan
demikian artinya terdapat surplus konsumen sebesar Rp 633. Berdasarkan hasil perhitungan
analisis regresi linier berganda mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP dari 7
faktor yang diujikan terdapat 5 faktor yang berpengaruh secara signifikan. Faktor-faktor yang
berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar beras organik aromatik Botanik dianalisis
menggunanakan SPSS 23 dengan taraf kepercayaan 95% adalah usia, pendidikan, jenis
pekerjan, kepedulian pangan sehat, dan pendapatan.

DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, A. (2004). Ekonomi Sumber daya alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Gulo, W. (2002). Metodologi Penelitian. Grasindo.
Hidayati, R.; Fariyanti, A.; Kusnadi, N. (2015). Analisis Preferensi Risiko Petani Pada
Usahatani Kubis Organik di Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Jurnal
Agribisnis Indonesia, 3(1), 25–37.
Husodo, S., dan B. (2009). Willingness to Pay Konsumen Terhadap Produk Pertanian Organik
(Studi Kasus di Kodya Yogyakarta). Jurnal Ilmu Pertanian, 3(1), 31–37.
Idaman, N.; Yuliati, L. N. . R. (2012). Sikap Konsumen terhadap beras Organik. Jurnal
Manajemen Dan Agribisnis, 9(2), 117–126.
Machfoedz, M. (2005). Pengantar Pemasaran Modern. UPP AMP YKPN.
Mayrowani, H. (2012). Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Forum Penelitian Agro
Ekonomi, 30(2), 91–108.
Nitisusastro, M. (2013). Perilaku Konsumen dalam Perspektif Kewirausahaan. Alfabeta
Bandung.
Nugroho, B., Y., H.; Wulandari, S., Y.; Ridlo, A. (2015). Analisis Residu Pestisida Organa
fosfat di Perairan Mlonggo Kabupaten Jepara. Jurnal Oseanografi, 4(3), 541–544.
Nur, M. (2012). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan corporate Social
Responsibility Di Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan Berkategori High Profile
Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Nominal, 1(1), 22–34.
Rahayu, A.D.; Hapsari, T.D.; Adam, J. (2017). ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR
(WILLINGNESS TO PAY) BERAS CERDAS CV AN – NAHLAH DI KABUPATEN
JEMBER. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 10(1), 17–30.
Riana, E.T.; Mukson; Roessali, W. (2019). ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR
(WILLINGNESS TO PAY) KONSUMEN TERHADAP BERBAGAI JENIS BERAS
ORGANIK DI KOTA SEMARANG (KASUS DI PASAR MODERN GELAEL
SIGNATURE). Jurnal Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis (JEPA), 3(4), 689–700.
Rondhi, M. (2016). Sekilas Pengertian Willingness To Pay dan Pengukurannya dalam Modul
Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Jember.

Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, VOL.13 NO.1, MARET 2020 ~ 52


Setiyadi, H.; Hartono, S.; Darwanto, D. H. (2016). Consumer Willingness to Pay of Organic
Rice and The Factors which Affected in Pontianak. Ilmu Pertanian (Agricultural Science),
1(3), 130–136.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta Bandung.
Sumarni, Murti; Salamah, W. (2005). Metodologi Penelitian Bisnis. Andi Yogyakarta.

53 ~ Analisis Willingness to Pay Beras. . . . Elrey All Habib & Ebban Bagus Kuntadi

Anda mungkin juga menyukai