ABSTRAK
Penggunaan obat tradisional sangat sering dijumpai, karena
penggunaannya yang bebas tanpa harus berkonsultasi dengan tenaga medis,
sehingga masih didapati penggunaan bahan kimia obat dalam jamu. Bahan kimia
obat yang sering ditambahkan dalam jamu adalah parasetamol dan fenilbutazon.
Pada penelitian ini digunakan sistem KLT Densitometri untuk mendeteksi
parasetamol dan fenilbutazon, agar mendapatkan sistem KLT yang optimal,
validasi meliputi selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, batas deteksi dan batas
kuantitasi, dan penetapan kadar parasetamol fenilbutazon dalam sampel jamu
pegal linu. Fase gerak yang optimal dalam deteksi parasetamol dan fenilbutazon
yaitu etil asetat : kloroform (2:1). Dengan panjang gelombang maksimal
parasetamol 240 nm, dan fenilbutazon 237 nm. Metode yang digunakan memiliki
selektivitas, linearitas dan memenuhi kriteria akurasi dan presisi, tetapi pada batas
deteksi dan batas kuantitasi belum memenuhi sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Pada 30 sampel jamu, ditemukan 5 sampel positif mengandung fenilbutazon yaitu
j, k, s, u, v dengan persen kadar 9,5053%; 10,6138%; 62,8776%; 42,8839% dan
24,9238%.
ABSTRACT
Traditional medicine or commonly known as herbal medicine is often
found, because its free to use without consulting medical therefore. Chemical
drugs in the herbal products are still often found. Drug chemicals often added to
herbs are paracetamol and phenylbutazone. In this study TLC Densitometry
system used to detect paracetamol and phenylbutazone, to get optimal TLC
system, validation includes selectivity, linearity, accuracy, precision, LOD and
LOQ, determination of paracetamol and phenylbutazone in herbal
samples.Optimal mobile phase for detection paracetamol and phenylbutazone is
ethyl acetate : chloroform (2:1). Maximum wavelength of 240 nm paracetamol,
237 nm phenylbutazone. The method used has selectivity, linearity and met the
criteria of accuracy and precision, but the limit detection and limit quantitation
do not met requirements. The result of the study 30 samples of herbs, found 5
samples were positive containing phenylbutazone that samples j, k, s, u and v with
127
Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 2(1) 126-138 Rollando Rollando
Issn cetak 2621-3184
Issn online 2621-4032
128
Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 2(1) 126-138 Rollando Rollando
Issn cetak 2621-3184
Issn online 2621-4032
fenilbutazon dalam jamu pegal linu secara ppm, 700 ppm, 600 ppm, 400 ppm dan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 300 ppm.
Densitometri yang diharapkan Pembuatan Larutan Sampel
menghasilkan suatu hasil yang efektif Pembuatan larutan sampel dengan
yang dapat digunakan sebagai alat ukur menimbang 50 mg masing-masing sampel
untuk menentukan adanya kandungan jamu, larutkan dengan metanol dalam
bahan kimia obat dalam suatu jamu atau labu 50 ml, jika belum larut dapat
tidak. menggunakan sonikasi selama ± 10 menit.
Perlakuan tersebut juga dilakukan pada
METODE PENELITIAN sampel jamu lainnya. Sebelum dilakukan
Pengumpulan Sampel Jamu Pegal Linu pengujian pada klt semua larutan disaring
Sampel dalam penelitian ini dengan saringan 0,2 mikron.
diperoleh dari beberapa tempat jamu di Penetapan Panjang Gelombang
Malang. Diambil sebanyak 30 sampel Maksimum
jamu ditempat yang berbeda dengan Masing-masing larutan baku
teknik pengambilan sampel yang ditotolkan pada fase diam, kemudian
digunakan adalah non probability dikembangkan dengan fase gerak.
sampling dengan cara purposive sampling Kemudian dibaca absorbansinya pada
dimana pengambilan sampel dilakukan panjang gelombang 200 – 800 nm.
atas dasar pertimbangan peneliti [8]. Pembuatan Fase Gerak
Pembuatan Larutan Baku Parasetamol Pembuatan fase gerak dengan beberapa
dan Fenilbutazon perbandingan antara klorofom, etil asetat,
Larutan baku parasetamol dan metanol dan n-heksan.
fenilbutazon dibuat terpisah dengan
Optimasi Fase Gerak
menimbang masing-masing 50 mg, 45
Lempeng KLT dipotong dengan
mg, 35 mg, 30 mg, 20 mg dan 15 mg.
ukuran tinggi 10 cm dan lebar 4 cm,
Masing-masing dilarutkan dengan
bergantung pada jumlah larutan sampel
metanol dalam labu 50 ml, sehingga
atau larutan baku yang akan dianalisis.
diperoleh konsentrasi 1000 ppm, 900
Tabel 1 Komposisi Fase
129
Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 2(1) 126-138 Rollando Rollando
Issn cetak 2621-3184
Issn online 2621-4032
Sebelum lempeng KLT digunakan dioven densitometri sampel jamu tidak terdapat
dahulu selama ± 30 -60 menit dengan puncak kromatogram.
suhu 100-120°C. Larutan sampel atau Tabel 1. Fase gerak
larutan baku ditotolkan pada lempeng No. Fase Gerak Rasio
dengan menggunakan pipa kapiler, jarak 1 Etil Asetat : 2:1
antar bercak ± 1 cm. Siapkan fase gerak Kloroform
sebanyak 10 ml (sesuaikan dengan 2 Metanol : Etil 3:1:4
chamber/gelas). Lempeng dielusi hingga Asetat : N-Heksan
ketinggian sekitar 7 cm dalam chamber 3 Metanol : 2:1
gelas yang sebelumnya telah dijenuhkan Kloroform : Aseton
dengan menggunakan kertas saring. Fase Linearitas
gerak yang digunakan adalah metanol,
Linearitas dilakukan dengan
kloroform, etil asetat dan n-heksan
menggunakan larutan baku, masing-
dengan perbandingan yang beragam.
masing larutan baku ditotolkan pada fase
Hasil pengembangan dari masing-masing
diam yang sama kemudian dikembangkan
larutan baku dengan fase gerak yang
dengan fase gerak yang optimal.
beragam dapat dilihat di UV 254 nm dan
Linearitas kurva baku ditentukan dengan
366 nm. Kemudian hitung Rf dan
menentukan koefisien korelasi (r) dari
resolusinya, pemisahan yang paling baik
analisis regresi linier (y = bx + a) dari
yaitu pada rentang Rf 0,2-0,8 dan resolusi
kurva kalibrasi.
tidak kurang dari 1,5.
Akurasi
Validasi Metode
Selektivitas Studi recovery dilakukan untuk
Larutan sampel dan larutan baku memeriksa akurasi pada metode. Akurasi
yang sudah dianalisis dengan metode dilakukan dengan menganalisis sampel
yang sudah optimal, nilai Rf dan resolusi kalibrasi dengan memilih satu
(hasil kromatogram) dibandingkan konsentrasi. Ditotolkan pada plat silika
dengan data yang sudah didapat. Metode gel dengan replikasi sebanyak 2 kali
akan memenuhi syarat selektivitas apabila dengan volume penotolan 10 µL dan
Rf pada zat uji, kromatogram KLT- dielusi dengan eluen yang sudah optimal.
130
Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 2(1) 126-138 Rollando Rollando
Issn cetak 2621-3184
Issn online 2621-4032
Presisi
131
Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 2(1) 126-138 Rollando Rollando
Issn cetak 2621-3184
Issn online 2621-4032
menghasilkan output berupa densitogram optimasi fase gerak yang telah dilakukan,
dan data-data lainnya seperti nilai Rf dan jika dilihat secara visual dengan UV 254
AU. Pada plat yang akan ditotolkan nm fase gerak yang paling baik adalah
senyawa harus diaktivasi dioven pada Etil Asetat : Kloroform (2:1) dilihat
totolan, lebar, jarak antar totolan dan senyawa yang cukup jauh. Didapatkan
banyaknya dapat ditentukan sesuai yang dengan perhitungan secara manual nilai
Pada penelitian ini digunakan tiga 0,88. Pada perlakuan ini hanya dapat
kali replikasi, pada satu plat jarak antar menghitung nilai Rf karena untuk
totolan 0,9 cm, lebar totolan 4 mm dan menghitung nilai resolusi diperlukan data
jarak antar plat terhadap titik awal totolan kromatogram, sehingga penggunaan klt
mikron. Berdasarkan hasil yang didapat didapatkan nilai Rf dan resolusi sebagai
gerak yaitu metanol : etil asetat : n – dengan klt densitometri pada tiga macam
aseton (2:1:0) dan etil asetat : kloroform Pada fase gerak etil asetat :
(2:1) dan di UV 237 nm, dapat dilihat kloroform (2:1), metanol : etil asetat : n –
secara visual hasilnya tidak jauh berbeda heksana (3:1:4), dan metanol : kloroform
132
Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 2(1) 126-138 Rollando Rollando
Issn cetak 2621-3184
Issn online 2621-4032
0,4; 0,41 dan 0,38. Sedangkan nilai kloroform : Aseton (2:1:0) didapatkan
resolusi yang dilakukan sebanyak dua hasil Rf berturut-turut dimana pada fase
replikasi pada fase gerak etil asetat : gerak etil asetat : kloroform dilakukan
kloroform (2:1) adalah 1,71; 2,54, dan sebanyak dua kali replikasi adalah 1,21
7,8. Fase gerak metanol : etil asetat : n – dan 1,21; 0,77; 0,75. Nilai resolusi yang
heksana (3:1:4) satu kali replikasi adalah didapat berturut-turut etil asetat :
0,6666 dan 1. Fase gerak Metanol : kloroform pada replikasi pertama adalah
Kloroform : Aseton (2:1:0) satu kali 1,05 dan 1,02, pada replikasi kedua 1,09
replikasi nilai resolusinya adalah 3,71 dan dan 1,02. Pada fase gerak metanol : etil
0,66. asetat : n – heksana dan metanol :
kloroform : aseton masing-masing satu
kali replikasi berturut-turut adalah 0,85
dan 0,85; 3,71 dan 0,66.
Dalam penelitian ini ditemukan
Replikasi 1 Replikasi 2
Gambar 3. Densitogram Parasetamol Fase
hasil fase gerak optimum yaitu fase gerak
Gerak Etil Asetat : Kloroform (2:1) etil asetat : kloroform (2:1) dimana
dapat dilihat pada tabel, bahwa pada pemisahan kedua senyawa parasetamol
senyawa parasetamol yang memiliki hasil dan fenilbutazon memisah dengan baik
Rf yang sama pada tiap fase gerak yaitu dan nilai Rf dan resolusi memenuhi
133
Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 2(1) 126-138 Rollando Rollando
Issn cetak 2621-3184
Issn online 2621-4032
134
Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 2(1) 126-138 Rollando Rollando
Issn cetak 2621-3184
Issn online 2621-4032
preparasi pada senyawa larutan peneliti adalah 101,2860, 101,3963 dan 105,8143.
kurang teliti dalam perlakuannya baik Berdasarkan nilai yang dipersyaratkan
dalam hal penimbangan atau pengenceran. menurut AOAC (Association of Official
Dapat dilihat semakin besar Analytical Chemist) recovery 90-110%,
konsentrasi maka nilai AU atau luas area ketiga konsentrasi memenuhi dan
juga semakin besar, sehingga dapat memasuki rentang.
dikatakan bahwa pada kurva kalibrasi presisi
parasetamol dan fenilbutazon memenuhi Pengujian presisi dilakukan untuk
persyaratan linearitas. mengetahui kedekatan antara seri
Akurasi pengukuran dari beberapa pengambilan
Pada akurasi dari tujuh macam pada sampel homogen yang sudah
seri konsentrasi masing-masing dengan ditentukan. Pada penelitiaan ini hanya
dua kali replikasi dipilih tiga konsentrasi menggunakan salah satu kelompok dari
dari level tinggi, tengah dan rendah. presisi yaitu repeatability yang
Dalam penelitian ini dipilih konsentrasi menunjukkan suatu keterulangan pada
tingginya adalah 1000 ppm, tengah 700 suatu kondisi yang sama dan interval
ppm dan rendah 400 ppm. Parameter waktu yang pendek. Berdasarkan
yang digunakan dalam akurasi adalah perlakuan senyawa parasetamol dan
nilai recovery, untuk mencari nilai fenilbutazon dengan tujuh macam seri
recovery pada tiap seri konsentrasi konsentrasi yaitu 1000 ppm, 900 ppm,
diperlukan menghitung kadar terukur. 700 ppm, 600 ppm, 400 ppm dan 300
Kadar terukur dapat dihitung dengan ppm masing-masing dua kali replikasi
persamaan kurva baku yang sudah dihitung nilai RSDnya.
didapat sebelumnya. Berdasarkan hasil presisi dengan
Hasil akurasi pada parasetamol perhitungan RSD pada masing-masing
dan fenilbutazon dipilih tiga seri seri konsentrasi parasetamol dan
konsentrasi 1000 ppm, 700 ppm dan 400 fenilbutazon dan persyaratan yang
ppm berturut-turut nilai recovery menggunakan RSD Horwitz dengan
(1-0,5 log C)
parasetamol adalah 107,6591, 107,8535 rumus2 dimana c merupakan
dan 92,1824. Nilai recovery fenilbutazon kadar dari sampel. Hasil RSD memenuhi
135
Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 2(1) 126-138 Rollando Rollando
Issn cetak 2621-3184
Issn online 2621-4032
136
Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 2(1) 126-138 Rollando Rollando
Issn cetak 2621-3184
Issn online 2621-4032
137
Jurnal Insan Farmasi Indonesia, 2(1) 126-138 Rollando Rollando
Issn cetak 2621-3184
Issn online 2621-4032
138