Anda di halaman 1dari 8

IDENTIFIKASI KANDUNGAN BKO DEKSAMETASON

DALAM JAMU PEGAL LINU


YANG DIJUAL DIBEBERAPA TOKO JAMU DI KABUPATEN JEMBER

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :
Alief Isatulloh
NIM 171251591

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


AKADEMI FARMASI JEMBER
JEMBER
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jamu adalah obat tradisional berbahan alami warisan budaya yang telah

diwariskan secara turuntemurun dari generasi ke generasi untuk kesehatan.

Pengertian jamu dalam Permenkes No.003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan atau

ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian

(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah

digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang

berlaku di masyarakat. Sebagian besar masyarakat mengkonsumsi jamu karena

dipercaya memberikan andil yang cukup besar terhadap kesehatan baik untuk

pencegahan dan pengobatan terhadap suatu penyakit maupun dalam hal menjaga

kebugaran, kecantikan dan meningkatkan stamina tubuh. Menurut WHO, sekitar 80

% dari penduduk dibeberapa negara Asia dan Afrika menggunakan obat tradisional

untuk mengatasi masalah kesehatannya, sedangkan beberapa negara maju, 70%-

80% dari masyarakatnya telah menggunakan beberapa bentuk pengobatan

komplementer atau alternatif serta obat herbal (Biofarmaka IPB, 2013).

Salah satu prinsip kerja obat tradisional adalah proses reaksinya yang lambat

namun bersifat konstruktif, tidak seperti obat kimia yang langsung berreaksi tapi

bersifat kuratif. Hal ini dikarenakan obat tradisional bukan senyawa aktif. Karena

itu, jika efek kesembuhan langsung muncul begitu obat tradisional diminum, maka

layak dicurigai karena pasti ada sesuatu. Itulah yang terjadi pada obat-obat

tradisional yang diberi obat-obat kimia. Tanpa penelitian, dimasukan begitu saja
sehingga menjadi berbahaya karena dosisnya tidak diketahui dan tanpa pengawasan

dokter(Vapriati, 2009).

Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi obat tradisional atau jamu karena

dipandang aman, harga terjangkau, dan efek atau khasiatnya langsung terasa. Hal

ini membuat maraknya pertumbuhan industri obat tradisional dengan bermacam-

macam produk. Namun saat ini banyak terjadi tindak kecurangan atau pelanggaran

oleh produsen obat tradisional yang mencampurkan atau menambahkan bahan

kimia obat (BKO) dalam jamu. BPOM menyiarkan public warning No. HM.

03.03.1.431.11.16.4010 tanggal 22 November 2016 tentang obat tradisional

mengandung bahan kimia obat, ditemukan 43 obat tradisional yang mengandung

bahan kimia obat. BKO yang terkadung, antara lain; fenilbutason, allopurinol,

deksametason, sildenafil sitrat, taladafil, parasetamol, antalgin, glibenklamid,

siutramin, proksikam dan masih banyak yang lainnya. Selain itu juga dilaporkan

sebanyak 50 obat tradisional dan suplemen kesehatan mengandung bahan kimia

obat dan bahan yang dilarang. Berdasarkan siaran pers tersebut, diketahui bahwa

obat tradisional yang dicampur dengan bahan kimia obat didominasi oleh jamu

penghilang rasa sakit (pegel linu, rematik) dan herbal penambah stamina (obat

kuat). Hal ini tidak sesuai dengan Permenkes RI Nomor 006 tahun 2012 yang

disebutkan bahwa “obat tradisional dilarang mengandung bahan kimia hasil isolasi

atau sintetik yang berkhasiat obat” (Kemenkes RI No. 006, 2012).

Deksametason adalah obat golongan kortikosteroid yang memiliki efek anti

inflamasi dan anti alergi. Pemberian deksametason akan menekan pembentukan

bradikinin dan juga pelepasan neuropeptida dari ujung-ujung saraf, hal tersebut
dapat menimbulkan rangsangan nyeri pada jaringan yang mengalami proses

inflamasi. Penekanan produksi prostaglandin oleh deksametason akan

menghasilkan efek analgesia melalui penghambatan enzim cyclooksigenase

dijaringan tubuh.

Penggunaan kortikosteroid pada pasien harus dipertimbangkan dan didosis

dengan baik. Pasalnya, obat ini memiliki daftar efek samping yang berbahaya jika

digunakan sembarangan. Penggunaan obat-obat kortikosteroid yang rutin lebih dari

dua minggu dapat menyebabkan timbul efek samping yang serius. Oleh karena itu

penambahan bahan-bahan kimia dalam jamu dilarang oleh BPOM karena memiliki

efek yang berbahaya.

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan maka dilakukan penelitian

guna mengetahui keberadaan BKO dalam jamu yang beredar dipasaran, khususnya

di Kabupaten Jember. Dimana BKO yang akan diteliti adalah deksametason,

pemilihan deksametason dlakukan karena bahan tersebut sering ditambahkan dalam

jamu penghilang rasa sakit seperti jamu pegal linu dan reumatik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut “ Apakah terdapat BKO deksametason dalam jamu yang beredar dipasaran

di Kabupaten jember?”
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi bahan kimia obat deksametason dalam jamu yang beredar

dipasaran di Kabupaten Jember.

1.3.2 Tujuan khusus

Mengetahui adanya bahan kimia obat deksametason dalam jamu kemasan

yang tidak terregistrasi BPOM di Kabupaten Jember.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi peneliti

Meningkatkan pengetahuan peneliti dalam mengidentifikasi bahan kimia obat

deksametason dalam jamu.

1.4.2 Bagi instansi

Menambah refrensi dan wacana dilingkungan instansi dan sebagai bahan

kajian lebih lanjut untuk penelitian sejenis.

1.4.3 Bagi masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya jamu-jamu yang

mengandung bahan kimia obat terhadap kesehatan dan untuk lebih berhati-

hati dalam memilih jamu yang akan dikonsumsi.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat tradisional

2.1.1 Pengertian Obat tradisional

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran

dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku

di masyarakat (Kementerian Kesehatan RI No. 006, 2012).

Berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama, Indonesia

memprogramkan pengembangan secara berjenjang terhadap obat tradisional ke

dalam kelompok Jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka. Program

pengembangan obat tradisional secara berjenjang ini merupakan implementasi

strategis dari ketentuan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sekaligus

sebagai upaya pendayagunaan sumber daya alam Indonesia secara

berkesinambungan serta obat tradisional harus memenuhi standar yang ditetapkan

(Departemen Kesehatan RI, 2009).

2.2 Jamu

2.2.1 Pengertian jamu

Jamu adalah obat tradisional yang digunakan secara turun-temurun

berdasarkan pengalaman menggunakan bahan yang belum berstandar. Obat Herbal


Terstandar adalah hasil pengembangan Jamu atau hasil penelitian sediaan baru yang

khasiat dan keamanannya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji pra-klinik.

Sedangkan Fitofarmaka adalah hasil pengembangan Jamu atau Obat Herbal

Terstandar atau hasil penelitian sediaan baru yang khasiat dan keamanannya sudah

dibuktikan melalui uji klinik (Departemen Kesehatan RI, 2009).

Sediaan jamu dapat berupa sediaan Rajangan, sediaan Serbuk simplisia, dan

sediaan lainnya yaitu Serbuk Instan, granul, serbuk Efervesen, Pil, Kapsul, Kapsul

Lunak, Tablet/Kaplet, Tablet Efervesen, tablet hisap, Pastiles, Dodol/Jenang, Film

Strip dan Cairan Obat Dalam (BPOM RI,2014)

2.2.2 Persyaratan Jamu

Persyaratan obat tradisional atau jamu yang beredar di Indonesia menurut

Permenkes RI Nomor 007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional harus

memenuhi kriteria sebagai berikut (Kemenkes RI, 2012):

a. Menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu

yang telah diatur dalam Peraturan Ka. BPOM RI No. 12 Tahun 2014

tentang Persyaratan Mutu, baik bahan baku maupun produk jadi.

b. Obat tradisional atau jamu dibuat dengan menerapkan prinsip dari Cara

Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).

c. Berkhasiat yang dibuktikan secara empiris atau turun-temurun.

d. Memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan

lainnya yang diakui.

e. Penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan.


Jamu yang beredar di Indonesia dilarang mengandung etil alkohol lebih dari

1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran,

dilarang mengandung bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik

berkhasiat obat, dilarang mengandung obat narkotika atau psikotropika, serta bahan

lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan atau penelitian yang dapat

membahayakan kesehatan (Kemenkes RI, 2012). Bahan baku yang digunakan

dalam pembuatan jamu wajib memenuhi persyaratan mutu sebagaimana yang

tercantum pada Materia Medika Indonesia atau Farmakope herbal Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai