ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya kandungan Bahan Kimia Obat (BKO)
parasetamol dalam sediaan jamu pegal linu yang beredar di pasar Kota Langsa. Metode penelitian dilakukan
secara deskriptif dan Eksperimental di Laboratorium Kimia dan Farmakognosi Universitas Sains Cut Nyak
Dhien Langsa dengan menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Sebanyak 5 sampel jamu yang
diambil dengan Teknik Random Sampling. Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan hasil Nilai RF dari
KLT diketahui bahwa sampel jamu pegal linu SB negatif mengandung Parasetamol dengan hasil Nilai Rf
0,27, 0,33, dan 0,22 ditiga kali pengulangan, sedangkan sampel jamu pegal linu SA, SC, SD, dan SE positif
mengandung Parasetamol dengan hasil Nilai RF=1 di tiga kali pengulangannya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa 4 sampel jamu Positif mengandung BKO Parasetamol, sedangkan 1 sampel jamu Negatif
mengandung BKO Parasetamol.
Kata Kunci: Jamu, Bahan Kimia Obat, Parasetamol
PENDAHULUAN
Jamu merupakan obat tradisional asli Indonesia tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia
yang berasal dari bahan tanaman maupun dari sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat
hewan disajikan secara tradisional dalam bentuk sebagai obat dan tidak mengandung bahan yang
seduhan, serbuk, cair, pil atau kapsul [1]. tergolong obat keras atau narkotika.
Pemanfaatan jamu berdasarkan data riset
BKO merupakan senyawa kimia sintetis atau
kesehatan dasar menunjukan peningkatan
berasal dari produk isolat senyawa kimia bahan
sebanyak dari 35,7% ditahun 2007 menjadi
alam yang umumnya digunakan pada
59,12% di tahun 2010 [2]. Alasan meningkatnya
pengobatan modern [6]. Adanya BKO dalam
penggunaan jamu akibat dari turunnya daya beli
masyarakat terhadap obat kimia sintetik dan juga produk jamu dapat membahayakan konsumen,
masyarakat menganggap jamu relatif lebih aman seperti kontra indikasi jamu terhadap penyakit
dibandingkan obat sintesis [3]. tertentu yang diderita pasien. Masalah lain yang
cukup serius dari mengkonsumsi jamu
Meningkatnya permintaan pasar akan jamu mengandung BKO yaitu terjadinya perforasi
membuat adanya produsen tidak bertanggung lambung dan gagal ginjal sebagai efek samping
jawab yang menambahkan Bahan Kimia Obat dari penambahan BKO tersebut [2]. Beberapa
(BKO) pada produknya untuk meningkatkan jenis produk herbal yang sering dicampurkan
penjualan. Pada tahun 2014 BPOM RI dengan BKO antara lain adalah produk
mengeluarkan public warning No. pelangsing tubuh, stamina pria, untuk gangguan
HM.03.05.1.43.11.13.4940 yang mencantumkan asam urat atau encok, pegal linu, flu, tulang dan
59 jenis jamu [4]. Sedangkan tahun 2015 BPOM kegemukan badan. Bahan-bahan kimia
menemukan 25 merek atau jenis obat tradisional berbahaya yang sering digunakan meliputi
ber BKO, yang ke 25 obat tersebut mengandung Metampiron, Fenilbutazon, Deksametason,
BKO sildenafil dan turunannya [5]. Padahal Allopurinol, CTM, Sildenafil sitrat, Tadalafil dan
dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Parasetamol. Obat yang mengandung bahan
Indonesia No: 246/Menkes/Per/V/1990 Tentang kimia tersebut memiliki efek samping berbahaya.
Izin Usaha Industri Obat Tradisional Dan Misalnya jamu yang mengandung Fenilbutazon
Pendaftaran Obat Tradisional, bahwa obat dapat menyebabkan peradangan lambung
dalam jangka panjang akan merusak hati dan kadar BKO dalam sampel [10]. Tujuan dari
ginjal [7]. penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya
kandungan Parasetamol dalam sediaan jamu
Hasil penelitian Isnan Ary Surahman (2017),
pegal linu yang dijual di beberapa toko di Kota
menunjukan kelima sampel jamu memberikan 2
Langsa.
nilai Rf atau noda, Rf pertama mendekati Rf
parasetamol dan Rf kedua identik dengan baku
BAHAN DAN METODE
fenilbutazon. Ditinjau dari pola spektra, λ maks,
dan match factor, noda pertama tidak sama Bahan
dengan baku parasetamol dan noda kedua
sampel positif mengandung BKO fenilbutazon. Bahan yang digunakan yaitu :Sampel 1:SA,
Menyebutkan dengan rata-rata kadar Sampel 2:SB, Sampel 3:SC, Sampel 4:SD,
fenilbutazon sebesar sampel A = 83,87 % b/v, Sampel 5:SE, Parasetamol, silika gel GF254,
sampel B = 222,44 % b/v, sampel C = 125,67 % etanol 96%, kloroform, kloralhidrat, kertas saring.
b/v, sampel D = 84,47 % b/v, dan sampel E =
66,37 % b/v. Ditemukannya fenilbutazon dalam Metode
jamu pegal linu dapat membahayakan pasien
karena tidak diketahui lama penggunaan dan Pembuatan Pembanding Parasetamol.
takaran minum jamu [8]. Dengan temuan
Gerus parasetamol didalam lumpang hingga
tersebut disarankan untuk pemerintah
homogen, ditimbang sebanyak 50 mg lalu
memberikan peringatan bagi produsen dan
ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 10 ml,
penyuluhan tentang bahaya jamu yang
kocok hingga homogen kemudian disaring
mengandung BKO kepada masyarakat.
dengan menggunakan kertas saring dan di
Masyarakat dihimbau agar berhati-hati dalam
masukkan dalam vial.
membeli jamu atau dapat membuat jamu sendiri
dirumah dengan bahan yang mudah didapat.
Pembuatan Larutan Uji
Hayun dan Karina (2016) melakukan penelitian
BKO dalam sediaan jamu, jenis BKO yang Sampel jamu ditimbang ± 500 mg kemudian
diperiksa adalah Parasetamol. Efek samping ditambah dengan 10 ml etanol 96%, disaring
parasetamol adalah kerusakan darah, kerusakan kemudian diuapkan.
hati dan ginjal. Untuk menjamin keamanan dan
khasiat obat tradisional yang beredar pemerintah Pembuatan Fase Gerak
perlu melakukan pengawasan mutu dan uji
kualitas terhadap jamu yang beredar. Untuk Diukur 9 ml etil asetat dan 1 ml kloroform untuk
melakukan pengawasan tersebut dapat membuat fase gerak dengan perbandingan 9:1,
dilakukan analisis kimia terhadap sediaan jamu lalu masukkan etil asetat dan kloroform kedalam
di pasaran. Saat ini metode analisis kimia sudah chamber tunggu hingga jenuh.
banyak dikembangkan antara lain Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT), Kromatografi Cair- Uji KLT
Spektrometri Massa (MS), Kromatografi-Nuclear
Totolkan larutan sampel uji dan larutan sampel
Magnetic Resonance (NMR), dan Kromatografi
parasetamol padaplat KLT yang sama,
Lapis Tipis (KLT)-Densitometri [9].
masukkan plat KLT pada bejana/chamber
Harmita (2015) melakukan penelitian dengan kromatografi yang telah berisi larutan
metode KLT yaitu dengan cara membuat baku pengembang (eluen), amati titik noda pada plat
pembanding, mengekstraksi sampel dan KLT, hitung nilai Rf dan bandingkan nilai Rf
menotolkan pada plat KLT kemudian dieluasi dengan nilai Rf baku standar Bahan Kimia Obat
dengan fase gerak kloroform:etanol (8:1). (BKO).
Setelah itu dianalisis secara kualitatif dengan
cara melihat nilai retention factor (Rf). Setelah
analisis kualitatif BKO yang diteliti ditemukan
pada sampel, selanjutnya dihitung besarnya
besar seperti biji ketimun (dalam air), dan Rhizoma. Sampel SC dan SE menujukan hasil
gumpalan sekresi coklat. Pada sampel SB dan pengamatan pada preparat terdapat granul pati
SD bentuk mikrokopik terdapat pada tanaman dalam air dan serat sklerenkim berombak, ini
herbal seperti Curcuma Rhizoma, Zingeberis tanaman herbal Zingeberis Rhizoma.
Rhizoma, Galangae Rhizoma dan Kaempferae
A B C
PCT SA SB SC SD SE
PCT SA SB SC SD SE PCT SA SB SC SD SE
Gambar 1. Hasil penelitian parasetamol pada jamu pegal linu (a) Pengulangan pertama (b)
Pengulangan kedua (c) Pengulangan ketiga
Pengamatan Sampel
SA SB SC SD SE
Bentuk Serbuk Serbuk Serbuk Serbuk Serbuk
Kuning Coklat Kuning
Warna Hijau muda Kuning pucat
kehijauan muda cerah
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) prostaglandin terutama pada sistem saraf pusat.
Efek adaya parasetamol yang berlebih pada
Parasetamol merupakan obat analgetik non
jamu tradisional dapat menyebabkan gangguan
narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis
sistem pencernaan berupa mual, muntah, pucat,
berkeringat dan lebih parah dapat menyebabkan chamber terjenuhkan dengan uap pelarut
kerusakan hati. Untuk mengetahui adanya sehingga eluasi kecepatan eluen sama pada
kandungan parasetamol dalam jamu dapat semua sisi permukaan plat KLT.
dilakukan pengujian dengan kualitatif dan
Hasil uji KLT pada penelitian ini dapat diligat
kuantitatif. Adapun uji kualitatifnya yaitu dengan
pada gambar 1 dan tabel 1. Dari pengujian KLT
menggunakan Metode KLT. Metode KLT
satu kali pengulangan pada sampel jamu pegal
digunakan karena KLT merupakan metode yang
linu yang beredar di pasar Kota Langsa hasil
sederhana dan cepat. KLT digunakan secara
yang didapat ialah hanya pada sampel SB yang
luas untuk analisis obat [12]
negatif mengandung parasetamol dengan hasil
Metode kromatografi lapis tipis (KLT) dapat nilai Rf 0,27 sedangkan keempat sampel yang
memisahkan komponen-komponen berdasarkan lain positif mengandung parasetamol dengan
perbedaan tingkat interaksi dalam dua fasa hasil nilai Rf sama yaitu 1. Dari pengujian KLT
material pemisah. KLT dapat digunakan untuk dua kali pengulangan pada sampel jamu pegal
mengidentifikasi senyawa yang terdapat dalam linu yang beredar di pasar Kota Langsa hasil
campuran secara kualitatif, yaitu dengan yang didapat ialah hanya pada sampel SB yang
membandingkan Rf baku pembanding dengan negatif mengandung parasetamol dengan hasil
Rf sampel. Selain itu, KLT merupakan teknik nilai Rf 0,33 sedangkan keempat sampel yang
analisis yang sederhana, hemat biaya, mudah lain positif mengandung parasetamol dengan
dilakukan, dan hanya dibutuhkan sedikit cuplikan hasil nilai Rf sama yaitu 1.
sampel untuk analisisnya [13] .
Gambar 1. Dapat dilihat hasil pengujian KLT
Prinsip kerja KLT yaitu adsorpsi, desorpsi, dan dengan tiga kali pengulangan pada sampel jamu
elusi. Adsorpsi terjadi ketika larutan sampel pegal linu yang beredar di pasar Kota Langsa
ditotolkan ke fase diam (plat KLT) menggunakan hasil yang didapat ialah hanya pada sampel SB
pipa kapiler, komponen–komponen dalam yang negatif mengandung parasetamol dengan
sampel akan teradsorbsi di dalam fase diam. hasil nilai Rf rata-rata 0,27 dan tidak terdapat
Desorbsi adalah peristiwa ketika komponen yang bercak kuning. Sedangkan keempat sampel
teradsorbsi di fase diam didesak oleh fase gerak yang lain positif mengandung parasetamol
(eluen), terjadi persaingan antara eluen dan dengan hasil nilai Rf 1 dan terdapat noda kuning
komponen untuk berikatan dengan fase diam. pada hasil pengujian sampel dengan metode
Elusi adalah peristiwa ketika komponen ikut KLT.
terbawa oleh eluen.
Tabel 2. Nilai hasil rata-rata RF pada sampel
Pada penelitian ini, Idetifikasi Parasetamol pada jamu pegal linu dengan tiga kali pengulangan
sediaan jamu pegal linu dengan menggunakan
Pengulangan Rata-
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan Sampel rata Hasil
fase diam Silika Gel GF 254 dan fase gerak Etil Satu Dua Tiga
RF
Asetat:N-Heksan (9:1). Fase diam silika gel GF SA 1 1 1 1 Positif
254 yang memiliki sifat relatif polar, mengandung SB 0,27 0,33 0,22 0,27 Negatif
silika dengan gipsum sebagai agen pengikat, SC 1 1 1 1 Positif
dan indikator fluoresen yang dapat SD 1 1 1 1 Positif
SE 1 1 1 1 Positif
berfluorosensi. Silika gel memiliki gugus hidroksil
yang dapat membentuk ikatan sehingga dapat
menyerap dan mengikat sampel di permukaan.
Dari hasil ketiga pengulangan KLT pada sampel
Sedangkan untuk fase gerak pada penelitian ini
jamu pegal linu di dapat hasil nilai rata-rata pada
menggunakan Etil Asetat:N-Heksan (9:1) bersifat
sampel SA, SC, SD, dan SE sama yaitu 1 yang
nonpolar yang akan menahan senyawa yang
menunjukkan pada keempat sampel tersebut
polar pada fasa diam yang bersifat polar dan
positif mengandung parasetamol sedangkan
akan membawa senyawa yang kurang polar naik
hasil nilai rata-rata pada SB yang berbeda yaitu
ke atas. Eluen dibuat jenuh dengan cara
0,27 yang menunjukkan pada sampel SB Negatif
menutup rapat chamber dan mendiamkannya
mengandung parasetamol.
selama beberapa saat agar atmosfer dalam